Paper Kelompok 3
-
Upload
dhikarinopratama -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
Transcript of Paper Kelompok 3
TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KEIMANAN DAN KETAKWAAN
NAMA KELOMPOK :
DHIKA RINO P 26020210130115
ANNISA TAKARINA S 26020210130078
MOCHAMAD IQBAL HERWATA PUTRA 26020210110066
THESYANDRA MIRA ANISSABELLA RIG 26020210120061
EKO YULIAN SETIAWAN 26020210130094
PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara etimologis, iman merupakan suatu keadaan sikap seseorang. Sedangkan secara
umum iman dikatakan percaya. Maksudnya percaya yang menunjukan sikap yang terdapat
di dalam hati. Orang yang percaya kepada Allah SWT dan lainnya yang tersebut di dalam
rukum iman, walaupun dalam sikap keseharian tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan
(taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih bisa disebut dengan orang yang beriman.
Hal ini disebabkan karena keyakinan setiap manusia yang mengetahui urusan hatinya hanya
Allah SWT yang mengetahui isi hatinya. Yang penting bagi mereka, mereka sudah
mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah menjadi Islam.
Di dalam surat Al – Baqoroh : 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang
yang amat sanagt cinta kepada Allah SWT beserta ajaran – Nya (asyaddu hubban lillah).
Oleh karena itu, orang yang beriman kepada Allah SWT berarti orang yang sangat amat
rindu terhadap ajaran Allah SWT, yaitu yang terdapat dalam Al – Quran dan sunnah Rosul.
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan menurut Ibnu Majah Atthabrani, iman
merupakan tambatan hati yang diikrarkan dengan lisan dan dilanjutkan dengan amal
perbuatan (Al – iimaanu ’aqdun bil qalbi waiqraarun bilisaani wa’amalun bil arkaan).
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian, wujud, dan pengaruh keimanan.
2. Terbentuknya iman dan tanda orang beriman.
3. Pengertian dan fungsi takwa.
4. Peran iman dan takwa dalam menjawab problem modern.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mengetahui pengertian keimanan dan ketakwaan.
2. Mahasiswa diharapkan mengetahui fungsi dari keimanan dan ketakwaan dalam
menjawab problem modern.
BAB II
ISI
1.1 Pengertian Keimanan
Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak
orientasi pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di
sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam
diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila
keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin
terbentuk makhluk yang bernama manusia.
Iman menurut bahasa adalah membenarkan dengan hati atau percaya, sedangkan
menurut syara’ iman itu bukanlah suatu angan-angan akan tetapi apa yang telah mantap
dalam hati dan dibuktikan lewat amal perbuatan. Hal ini tercermin dalam salah satu hadis
Nabi yang berikut ini:
Terjemahnya:
“Iman itu bukanlah dengan angan-angan tetapi apa yang telah mentap di dalam hatimu
dan dibuktikan kebenarannya dengan amal”.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia dikatakan bahwa:
“Iman secara bahasa berasal dari kata anamah yang berarti menganugrahkan rasa aman
dan ketentraman, dan yang kedua masuk ke dalam suasana aman dan tentram, pengertian
pertama ditunjukkan kepada Tuhan, karena itu salah satu sifat Tuhan yakni, al-
Makmun, yaitu Maha Memberi keamanan dan ketentraman kepada manusia melalui agama
yang diturunkan lewat Nabi. pengertian kedua dikaitkan dengan manusia. Seorang mukmin
(orang yang beriman) adalah mereka memasuki dalam suasana aman dan tentram menerima
prinsip yang telah ditetapkan Tuhan”.
Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana firman Allah ta’al
Artinya: ”Mereka berkata: "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba
dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan
kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang
benar."
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina-
yu’manu-amanan yang berarti percaya.Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk
sikap batin yang terletak dalam hati.Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan
selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak
mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih
disebut orang yang beriman.Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa
yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah
syahadat telah menjadi Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang
yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah).
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.Dan jika seandainya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal).”
Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah,
yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi
kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan
segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dari beberapa keterangan di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai bahan
referensi bahwa pengertian bahwa iman adalah keyakinan yang kuat dan kepercayaan penuh
terhadap suatu subjek, gagasan dan doktrin. Dengan kata lain, tidaklah sempurna iman
seseorang kalau hanya menyakini dengan hati tanpa dibarengi dengan amal perbuatan.
1.2 Wujud Keimanan
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim
yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan
keyakinan.Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu
secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam.Ia merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang
sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam,
maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau
amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa,
kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh
hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Wujud Iman menurut Hasan Al-Bana di antaranya:
1. Ilahiyah: Hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, dan mukjizat
3. Ruhaniyah: Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh
4. Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i
1.3 Pengaruh Keimanan dan Proses Terbentuknya Iman
Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian
seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun
lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, dan lingkungan flora serta
fauna. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik
disengaja maupun yang tidak disengaja amat berpengaruh terhadap keimanan seseorang.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman diawalin dengan proses perkenalan,
kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Disamping proses pengenalan, proses
pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula
benci berubah menjadi senang. Seseorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa
yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya, agar kelak dewasa nanti menjadi
senang dan terampil dalam meleksanakan ajaran-ajaran Allah.
Terbentuknya iman seseorang berasal dari prinsip engan mengemukakan implikasi
metodologinya,yaitu:
Prinsip pembinaan berkesinambungan.
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus-menerus, dan
tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin
lama semakin bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motimasi sejak kecil
dan berlangsung seumur hidup.
Prinsip internalisasi dan individuasi.
Suatu nilai antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah
laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayati melalui suatu
peristiwa internalisasi dan individuasi. Melalui pengalaman penghayatan pribadi,
manusia secara lebih wajar dan amaliah, dibandingkan bilamana nilai tersebut
langsung ditanamkan pada anak didik sebagi suatu produk akhir semata-mata.
Implikasi metodologinya ialah pendekatan unyuk membentuk tingkah laku yang
mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam
bentuk tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup
tersebut.
Prinsip sosialisasi.
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu bentuk tingkah laku terpola baru teruji
secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial.
Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukkan tingkah laku
mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur dari keberhasilan terbatas pada tingkat
individualbya.
Prinsip konsistensi dan koherensi.
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren,yaitu tanpa
mengendung pertentanagn antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
Implikasi metodologinya bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat
tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan
koheren.
Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap pada
problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Begitu
pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah
laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin
integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan , makin fungsional pula hubungan
setiap bentuk tinghah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari.
Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari
seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi
melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
1.4 Tanda Orang Beriman
Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak
lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak
hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang
tidak dia pahami.
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi
dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah
Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11,
Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3
dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat,
dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang
kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-
Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar
ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak
akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta
benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan
dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.
1.5 Pengertian Takwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara, dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka takwa dapat
diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama
Islam secara utuh dan konsisten. Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah, 2:177.
Ayat tersebut menjelaskan tentang karakteristik orang-orang yang bertakwa, yang secara
umum dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori atau indicator ketakwaan, antara lain:
1. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi
2. Mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang terputus di perjalanan, orang-orang yang meminta-minta dana, orang-
orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan
hamba sahaya.
3. Mendirikan salat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah
formal.
4. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara ibadah formal.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan di waktu perang, atau dengan kata lain memiliki
semangat perjuangan.
1.6 Fungsi Takwa
1. Akan menjadi manusia yang paling mulia di sisi Allah
2. Akan menjadi bekal dunia-akhirat
3. Akan di beri jalan keluar dari segala permasalahan dan diberi rizqi yang tidak terduga
4. Akan menjadi pakaian bathin
5. Akan menjadi manusia yang dapat membedakan (furqon)
1.7 Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problem Modern
Peran Iman dan Taqwa dalam menjawab problem modern. Pengaruh Iman dan Taqwa
sangat berpengaruh besar. Antara Iman dan Taqwa adalah kemuliaan yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia yang paling mulia di sisi
Allah.SWT adalah orang-orang yang Taqwa. Iman adalah syarat sedangkan Taqwa adalah
tujuan.
Mantapnya pemahaman agama, adat dan budaya dalam perilaku sehari-hari menjadi
landasan dasar. Pengembangan melalui program pendidikan, pelatihan, pembinaan keluarga,
institusi serta lingkungan harus sejalin dengan pemantapan Aqidah Agama pada generasi
saat ini atau mendatang. Kebangkitan masa depan tidak bisa hanya dengan membanggakan
kejayaan masa lalu (glory of the past) melainkan dengan mengangkat derajat umat melalui
kualitas iman dan ilmu.
Problem manusia dalam kehidupan modern, dalam pandangan Islam:
Penemuan teknologi yang menyebabkan pencemaran lingkungan
Hutan gundul (illegal logging)
Habitat hewan menjadi rusak
Pemanasan global akibat efek rumah kaca
Polusi
Manusia yang konsumtif, materialistic, ekspoloitatif (dalam bidang ekonomi)
Korupsi
Melemahnya jati diri
Dunia sedang berubah, apalagi diera globalisasi saat ini. Komunikasi antar manusia
menjadi tanpa batas dan bisa diakses oleh siapa saja, secara terbuka atau pun tersamar.
Kemajuan ilmu teknologi, komunikasi, kebudayaan, ekonomi dan politik serta transportasi,
telah menjadikan dunia sebagai “desa besar”.
Semakin bertambahnya zaman pasti ada perubahan!. Baik dalam moral, agama dan
budaya maupun dalam segi social kehidupan di dalam masyarakat. Dan yang utama dalam
segi agama, kepercayaan dan keyakinan sehingga dalam segi iman dan taqwa pun
berkurang.
Adapun peran iman digunakan dalam era modern saat ini:
Iman sebagai filter informasi secara obyektif dan cerdas sesuai ajaran Islam.
Iman sebagai pertahanan dan adaptasi arus budaya globlal yang kurang dengan
budaya local dan ajaran Islam.
Iman sebagai alat untuk memilih dan menggunakan alat teknologi untuk
kepentingan diri sendiri, publik, dan kedepan.
Iman sebagai filter dan pegangan dalam bersosialisasi.
Iman sebagai alat untuk memilih dan dan menyaring system dan implementasi
perekonomian yang dijalani secara pribadi & lingkungan sesuai sejarah Islam.
Iman sebagai filter menjalankan fungsi dan aturan politik yang digunakan
Peran Iman dan Taqwa di dalam profesi yang di geluti oleh seseorang adalah suatu
profesi atau kedudukan yang dimiliki dengan di imbangi oleh Iman dan Taqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa karena jika memiliki profesi harus di imbangi dengan ke imanan.
Etos kerja dapat diartikan sebagai pandangan bagaimana melakukan kegiatan yang
bertujuan mendapatkan hasil atau mencapai kesuksesan. Bagaimana umat Islam dapat
berhasil dan sukses dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Bekerja di dunia, bagi umat
Islam merupakan bekal di akhirat kelak. Hidup di surga merupakan tujuan dan impian
kesuksesan setiap umat Islam. Jadi ummat Islam tidak cukup hanya melakukan ibadah
kepada Allah dan Rasul saja, tetapi juga dituntut untuk melakukan amal perbuatan berupa
bekerja sebagaimana yang ditentukan Allah.SWT. Terkait dengan hal ini, Rasul bersabda:
“Yang dinamakan iman itu ialah apabila kau meyakini di dalam hati, menyatakan
dengan lidah, dan melaksanakannya dengan perbuatan” (Al hadits).
Iman kepada Allah tidak hanya yakin didalam hati dan mengucap dalam perkataan,
tetapi juga melaksanakan dalam perbuatan atau pekerjaan. Islam tidak menghendaki para
pemeluknya menjadi orang yang malas dan memandang bahwa bekerja, usaha untuk
mencari rejeki dan mencari kemakmuran merupakan perbuatan jelek dan mendatangkan
siksa.
Islam mendidik pengikutnya agar cinta bekerja sebagaimana firman Allah:
“Apabila telah ditunaikan sholat, maka beterbaranlah kamu di muka bumi, dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”
(QS Al-Jumuah:10).
Terlihat jelas bahwa Allah menghendaki umat Islam untuk bekerja keras dalam
mencari karunia /rejeki dari Allah. Dan dalam ayat ini, Allah menghendaki supaya umat
Islam dalam bekerja mendapatkan untung, atau keberhasilan.
Islam memandang bahwa bekerja adalah bagian dari kewajiban dalam kehidupannya.
Dengan bekerja manusia dapat mengambil manfaat dari kehidupan dan manfaat dari
masyarakat. Islam benci pengangguran, kemalasan dan kebodohhan, karena hal tersebut
merupakan penyakit yang lambat laun dapat mematikan kemampuan fisik dan berfikir
manusia. Rasullah bersabda:
“Janganlah sekali-kali diantara kalian ada yang duduk-duduk engan mencari
karunia Allah, sambil berdoa, “Ya Allah, limpahkanlah karunia kepadaku”, padahal ia
telah mengetahui bahwa langit tidak pernah menurunkan hujan emas dan perak” (HR
Bukhari Muslim).
Hikmah dari sabda Rasul tersebut, bahwa untuk mencapai atau mendapatkan rezeki
dari Allah tidak cukup hanya duduk-duduk dan berdoa. Dalam mencapai kesuksesan, Islam
bukan hanya membenci orang yang malasdan menganggur, tetapi menghendaki umat Islam
untuk bekerja, bahkan bekerj dengan keras. Islam tidak menghendaki umatnya menjadi
peminta-minta terhadap orang lain. Umat Islam mampu mandiri, mencukupi kebutuhan
dengan usaha keras.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Iman adalah adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun
mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasulNya.
2. Wujud Iman ada 4, yakni:
Ilahiyah: Hubungan dengan Allah
Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, dan mukjizat
Ruhaniyah: Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh
Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i
3. Prinsip-prinsip pembentukan iman adalah
Prinsip pembinaan berkesinambungan
Prinsip internalisasi dan individuasi
Prinsip sosialisasi
Prinsip konsistensi dan koherensi
Prinsip integrasi
4. Tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar.
Senantiasa tawakal
Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga
Menafkahkan rezki yang diterimanya
Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan
Memelihara amanah dan menepati janji
Berjihad di jalan Allah dan suka menolong
Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin
5. Taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan
apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Taqwa juga bererti kewaspadaan, menjaga benar-
benar perintah dan menjauhi larangan.
DAFTAR PUSTAKA
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin. 2005. Dasar – Dasar Keimanan. Darul Ilmi
Azyumardi Azra, Prof, Dr, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam.
Barata, Mappasessu, Muhammadong. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar: TimDosen
UNM
Dr. Abdullah Nashih Ulwan. 2007. Petunjuk Praktis Mencapai Derajat Taqwa.
Hamilton Sir A.R.Gibb.1949. Islam dalam lintasan sejarah, Bhratara karya aksara, Jakarta-New
York.
Srijonti, Purwanto S.K & Pramono Waahyudi. 2006. Etika membangun masyarakat islam
modern. Graha Ilmu.
Abu AL- Jauzaa’. Definisi Iman. http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/definisi-iman.html
diakses tanggal 24 September 2013 pukul 13:14
Mariana Ramadhani. Konsep Ketuhanan dalam Islam. http://marianaramadhani.wordpress.com/
coretan-kuliah/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ diakses tanggal 24 September 2013 pukul 13:20
Muchamad Syihabulhaq. Definisi Takwa. http://pencerahqolbu.wordpress.com/2011/05/25/
definisi-taqwa/ diakses tanggal 24 September 2013 pukul 13:25
LAMPIRAN