PAPER METAMORF NEW.docx

6
Analisis Terbentuknya Blueschist di Bayat Farida Dwi Aryati 1 21100114120018 [email protected] 1 Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia Sari Batuan metamorf (atau batuan malihan) adalah salah satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti "perubahan bentuk". Protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150 °Celsius) dan tekanan ekstrem akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar. Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang lebih tua. Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneis, batu sabak, batu marmer, dan skist. adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sediment atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment. Proses metamorfisme adalah Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350˚C < T < 650-800˚C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Kata kunci : Batuan metamorf, schist, proses metamorfosa Pendahuluan Batuan metamorf merupakan batuan yang sangat menarik untuk dipelajari, karena keunikan struktur serta teksutrnya yang berbeda dari batuan lain. Adanya mineral-mineral yang terbentuk akibat terjadinya proses metamorfisme sehingga terbentuk mineral-mineral baru dengan komposisi kimia yang berbeda dari mineral-mineral primer yang lainnya. Batuan metamorf yang terdapat di daerah Indonesia ini juga merupakan batuan yang menjadi basement dari batuan sedimen yang memiliki umur yang lebih muda. Pada daerah Bayat sendiri telah dilakukan beberapa penelitian dan banyak sekali data lapagan yang didapatkan. Fokus dari penelitian yang telah dilakukan selama ini hanya terfokus pada batuan sedimen dan batuan beku yang ada di daerah Bayat tersebut. Tinjauan Pustaka Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350˚C < T < 650-800˚C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) 1

Transcript of PAPER METAMORF NEW.docx

Page 1: PAPER METAMORF NEW.docx

Analisis Terbentuknya Blueschist di Bayat

Farida Dwi Aryati1

[email protected]

1Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Sari

Batuan metamorf (atau batuan malihan) adalah salah satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti "perubahan bentuk". Protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150 °Celsius) dan tekanan ekstrem akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar. Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang lebih tua. Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneis, batu sabak, batu marmer, dan skist. adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sediment atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment. Proses metamorfisme adalah Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350˚C < T < 650-800˚C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.

Kata kunci : Batuan metamorf, schist, proses metamorfosa

Pendahuluan

Batuan metamorf merupakan batuan yang sangat menarik untuk dipelajari, karena keunikan struktur serta teksutrnya yang berbeda dari batuan lain. Adanya mineral-mineral yang terbentuk akibat terjadinya proses metamorfisme sehingga terbentuk mineral-mineral baru dengan komposisi kimia yang berbeda dari mineral-mineral primer yang lainnya.

Batuan metamorf yang terdapat di daerah Indonesia ini juga merupakan batuan yang menjadi basement dari batuan sedimen yang memiliki umur yang lebih muda. Pada daerah Bayat sendiri telah dilakukan beberapa penelitian dan banyak sekali data lapagan yang didapatkan. Fokus dari penelitian yang telah dilakukan selama ini hanya terfokus pada batuan sedimen dan batuan beku yang ada di daerah Bayat tersebut.

Tinjauan Pustaka

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350˚C < T < 650-800˚C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu

batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur

1

Page 2: PAPER METAMORF NEW.docx

yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.

Fasies blueschist terbentuk pada tekanan dan temperatur yang menengah, tetapi temperatur lebih kecil daripada tekanan. Fasies ini merupakan salah satu fasies yang penyebarannya sangat luas. Nama fasies ini sendiri diambil dari warna mineral dominan penyusunnya yakni ada glaukofan, lawsonite, jadeite, dll

Contoh batuan asal yang bisa membentuk fasies ini ialah basal, tuf, greywacke dan rijang.

Geologi Regional

Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area

Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di sebelah selatan Kampus merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan rendah.

Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng

Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi

yang subur ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.

Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur.

Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan metamorfik terlihat menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang kea rah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul merupakan satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik.

Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar joint).

Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada area pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat

2

Page 3: PAPER METAMORF NEW.docx

kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.

Metodologi

Paper ini dibuat oleh penulis berdasarkan studi pustaka yang diambil dari buku bacaan geologi, paper pendahulu yang telah ada sebelumnya dan diambil dari website.

Pembahasan

Proses terbentuknya batuan metamorf blueschist adalah dari proses metamorfisme. Struktur foliasi pada batuan ini terbentuk karena adanya pengaruh peningkatan tekanan yang diterima oleh batuan. Peningkatan tekanan tersebut juga diikuti oleh peningkatan suhu, sehingga kemungkinan batuan akan mengalami partial melting pun meningkat. Kemudian karena adanya tekanan yang berasal dari segala arah, maka batuan akan mengalami proses deformasi sehingga mengalami perubahan bentuk menjadi lebih pipih. Tekanan yang tinggi yang secara terus-menerus terjadi akan membuat mineral-mineral yang terdapat pada batuan mengalami proses dimana mineral mencari stabilitas dengan adanya segregasi. Kemudian mineral-mineral tersebut membentuk pipih dan akan mencari kelompok-kelompok mineral yang sama dengan bentuk barunya tersebut. Kemudian terjadi proses rekristalisasi dimana mineral-mineral yang berkelompok tersebut mencari stabilitas barunya ketika mineral-mineral yang berkelompok tersebut melebur dan mengalami rekristalisasi. Pada batuan peraga 59 ini terbentuk pada keadaan dimana tekanan sangat tinggi dan suhu juga tinggi sehingga terjadi adanya struktur batuan yang terlihat foliasi schist dengan penjajaran mineral yang telah terlihat mengkristal dengan ukuran yang cukup besar namun belum terorientasi satu arah pada seluruh mineralnya. Metamorfisme seperti ini dapat digolongkan pada derajat metamorfisme tinggi. Pda metamorfisme derajat tinggi ini telah terjadi proses deformasi dan proses segregasi yang intens, dimana telah terjadi perubahan susunan mineral yang telah berkelompok menjadi satu jenis mineral namun belum terjadi pengorientasian kembali mineral, sehingga arah dari mineral-mineral yang telah berkumpul tersebut tidak sama.

Metamorfosa dengan agen perubahan yang dominan tekanan tersebut masuk ke dalam metamorfosa regional yang terjadi pada skala yang cukup luas dimana tingkat deformasi tingkat deformasi yang tinggi di bawah tekanan diferensial. Metamorfosa jenis ini akan menghasilkan tingkat foliasi yang sangat kuat seperti pada batuan peraga tersebut. Tekanan diferensial berasal dari gaya tektonik yang berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi), dan tekanan ini umumnya berasal dari dua masa benua yang saling bertumbukan satu dengan yang lainnya. Hasil dari tekanan kompresi pada batuan yang telipat dan adanya penebalan kerak dapat mendorong batuan kea rah bagian bawah sehingga menjadi lebih dalam dan akan memiliki tekanan dan temperature yang lebih tinggi. Diperkirakan,

temperature yang mempengaruhi berkisar antara 200˚-800˚C dengan tekanan berkisar antara 200-1300 bar. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses metamorfisme yang diawali oleh perubahan struktur kimiawi mineral penyusun batuan. Spesifikasi fasies batuan ini adalah pada fasies blueschist dimana terdapat mineral glaukopan dan klorit yang cukup banyak yang merupakan mineral index dari fasies blueschist.

Kemudian terjadi pengangkatan yang diakibatkan oleh zona subduksi jawa yang berada di selatan pulau Jawa. Sehingga batuan terangkat ke permukaan bumi dan tersingkap pada daerah Bayat ini.

Kesimpulan

Blueschist terbentuk di dalam permukaan bumi dengan tekanan dan temperature yang sangat tinggi sehingga terjadi proses metamorfisme yang meliputi deformasi, segregasi, reorientasi dan rekristalisasi. Dan terjadi pengankatan kerak benua akibat dari subduksi yang terjadi di selatan Pulau Jawa sehingga batuan terangkat dan tersingkap di daerah Bayat.

Referensi

Tim Asisten Petrologi. 2015. Buku Panduan Praktikum Petrologi. Semarang: Laboratorium Paleontologi, Geologi Foto dan Geooptik

https://ibnudwibandono.wordpress.com/2010/07/12/geologi-regional-bayat-klaten/ (Diakses pada Rabu 24 Juni 2015, pukul 14.33 WIB)

3

Page 4: PAPER METAMORF NEW.docx

Lampiran

Gambar 1. Blueschist di Kawasan Bayat

4