Paper Kelainan Cairan Amnion

26
1. Definisi amnion Amnion (selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput amnion ini licin, tipis, ulet dan trasparan. Selaput amnion melekat erat pada korion. Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada inersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. 1 2. Pembentukan cairan amnion Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. 1 Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml perhari amnion disekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisitop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion. Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia esofagus atau anensefali akan menyebabkan polihidroamnion. 1,2,3 3. Kandungan Cairan Amnion

description

Bacaan

Transcript of Paper Kelainan Cairan Amnion

1. Definisi amnionAmnion (selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput amnion ini licin, tipis, ulet dan trasparan. Selaput amnion melekat erat pada korion. Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada inersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin.12. Pembentukan cairan amnionCairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. 1Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml perhari amnion disekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisitop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion. Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia esofagus atau anensefali akan menyebabkan polihidroamnion. 1,2,33. Kandungan Cairan AmnionPada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari urin janin. Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion secara keseluruhan dan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.3,7,8 Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat aminotransferase, alkalinfosfatase, -transpeptidase, kolinesterase, kreatinin kinase, isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein (VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea, kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas. 3,7,8 Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor/EGF) dan faktor pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-, terdapat di cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan menelan cairan amnion.1,7Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk -fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199). 1,2,3,5,73.1. Alfa Feto Protein (AFP)Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal kehamilan Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu dan kemudian akan berkurang. Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil kolinesterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect atau defek janin lainnya. Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya kontaminasi dari darah janin.13.2. Lesitin SfingomielinLesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat. Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar sfingomielin, menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin-sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan persalinan. Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 , PGF2 , PAF dan endothelin, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam proses dilatasi servik.1,6,8,93.3. SitokinMakrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin.1,6,83.4. Interleukin-1Interleukin-1 merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1 akan merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya. Interleukin-1 secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan, Interleukin-1 baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion. Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin,Interleukin-1 diproduksi pada desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan pada cairan amnion dan vagina. Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin-6 atau Interleukin8. 1,6,83.5. ProstaglandinProstaglandin terutama PGE2 juga PGF2 didapatkan pada cairan amnion pada semua tahap persalinan. Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit, paru-paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin, kadar prostaglandin dalam cairan amnion meningkat secara bertahap. Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat dihubungkan atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya jumlah total kadar prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan sebelum persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1g), karena waktu paruh prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6 12 jam jumlah dari prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil. Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion dan inisiasi dari persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir.1,6,8

4. Volume Cairan AmnionVolume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 2100 ml.1,2,3,45. Fungsi cairan amniona. Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar.b. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi janin.c. Homeostasis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam-basa (pH) dalam rongga amnion untuk suasana lingkungan yang optimal bagi janin.d. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauterine (terutama dalam persalinan).e. Pada persalinan : Membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.16. Kelainan cairan amnionPada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat menjadi 1 liter atau lebih sedikit pada gestasi 36 minggu, tapi kemudian berkurang. Secara kasar, cairan amnion yang lebih dari 2000 ml dianggap berlebihan dan disebut hidramnion, dan kadang-kadang disebut polihidramnion. Pada kasus yang jarang, uterus mungkin mengandung cairan dalam jumlah yang sangat besar. Pada sebagian besar kasus, yang terjadi adalah hidramnion kronik, yaitu peningkatan cairan berlebihan secara bertahap. Pada hidramnion akut, uterus mungkin mengalami peregangan mencolok dalam beberapa hari. Volume cairan amnion yang kurang dari 200 ml disebut oligohidramnion.1,4,56.1.1. HidramnionDikatakan hidroamnion apabila cairan amnion melebihi 2000cc. Hidramnion bisa terjadi karena produksi air ketuban bertambah dan pengaliran air ketuban terganggu. Gejala yang terjadi pada keadaan hidroamnion ialah sesak napas, regangan dinding rahim yang menimbulkan nyeri, palpasi janin sulit dan bunyi jantung sulit didengar.6.1.2. EtiologiDerajat hidramnion serta prognosisnya berkaitan dengan penyebabnya. Banyak laporan yang mengalami bias signifikan karena berasal dari dari pengamatan terhadap wanita yang yang dirujuk untuk menjalani pemeriksaan ultrasonografi terarah. Penelitian-penelitian lainnya berbasis populasi, tetapi mungkin masih belum mencerminkan insidensi yang sebenarnya kecuali apabila dilakukan penapisan ultrasonografi secara universal. Bagaimanapun, hidramnion yang jelas patologis sering berkaitan dengan malformasi janin, terutama susunan saraf pusat atau saluran cerna. Sebagai contoh, hidramnion terdapat pada sekitar separuh kasus anensefalus dan atresia esophagus. Dalam penelitian oleh Hill dan kawan-kawan(1987) terhadap pasien-pasien prenatal nonrujukan di Mayo Clinic, kausa hidramnion ringan teridentifikasi hanya pada sekitar 15 persen kasus. Sebaliknya pada peningkatan volume cairan amnion derajat sedang atau berat, kausa teridentifikasi pada lebih dari 90 persen kasus. Secara spesifik, pada hampir separuh kasus hidramnion sedang dan berat, ditemukan adanya anomali janin. Namun, hal yang sebaliknya tidak berlaku, dan dalam Spanish Collaborative Study of Congenital Malformations (ECEMC) terhadap lebih dari 27000 janin dengan anomali, hanya 3,7 persen yang mengalami hidramnion. Tiga persen lainnya mengalami oligohidramnion.1,4,5 Damato dan kawan-kawan melaporkan hasil pemeriksaan lebih dari 105 wanita yang dirujuk untuk evaluasi kelebihan cairan amnion. Dengan menggunakan definisi-definisi serupa yang dijelaskan oleh Hill dan kawan-kawan, para peneliti ini mengamati bahwa hampir 65 persen dari 105 kehamilan ternyata abnormal. Terdapat 47 janin tunggal dengan satu anomali atau lebih: saluran cerna (15), hidrops non imun(12), susunan saraf pusat (12), toraks (9), tulang rangka (8), kromosom (7), dan jantung (4). Dari 19 kehamilan kembar, hanya dua yang normal. Dua belas dari 17 sisanya memperlihatkan transfusi antar kembar.1,4,5 Dengan menggunakan indeks cairan amnion yang lebih dari 25 cm sebagai patokan hidramnion, sebagian besar studi menunjukkan bahwa mortalitas perinatal meningkat secara bermakna. Dalam suatu laporan oleh Carlson dan kawan-kawan, mengenai 49 wanita dengan indeks 24 cm atau lebih, 22 (44 persen) mengalami malformasi janin dan enam dari mereka juga mengalami aneuploidi. Terjadi 14 kematian perinatal di antara ke-49 wanita tersebut. Brady dan kawan-kawan menggunakan indeks 25 cm atau lebih pada 5000 wanita non rujukan dan menemukan hidramnion tanpa kausa atau idiopatik pada 125 kasus. Mereka menemukan dua janin dengan trisomi 18 dan dua dengan trisomi 21. Panting-Kemp dan kawan-kawan mendapatkan bahwa hidramnion idiopatik tidak disertai dengan peningkatan hasil yang merugikan selain sectio caesar. 6,96.1.3. Patogenesis HidramnionPada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ektrasel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion, tapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan dan menghirup cairan amnion. Hampir pasti proses ini secara bermakna mengatur pengendalian volume cairan amnion. Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan amnion. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi bila janin tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esofagus. Proses menelan ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard dan Abramovich mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasus hidramnion berat, janin menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup banyak.1,5,6,9 Pada kasus anesefalus dan spina bifida, faktor etiologinya mungkin adalah meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga amnion. Penjelasan lain yang mungkin pasca anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan menelan, adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat diserebrospinal yang tidak terlindung atau berkurangnya efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopressin. Hal sebaliknya telah jelas dibuktikan bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria hampir selalu menyebabkan oligohidramnion.5,6,9Pada hidramnion yang terjadi pada kehamilan kembar monozigot, diajukan hipotesis bahwa salah satu janin merampas sebagian besar sirkulasi bersama dan mengalami hipertrofi jantung, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan luaran urin pada masa neonatus dini, yang mengisyaratkan bahwa hidramnion disebabkan oleh meningkatnya produksi urin janin. Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama trimester ketiga masih belum dapat diterangkan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Bar Hava dan kawan kawan (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikemik terakhir. Yasuhi dan kawan kawan (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetik yang puasa dibandingkan dengan kontrol nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetes.1,5,6,9,106.1.4. Gejala KlinisGejala utama yang meyertai hidramnion terjadi semata-mata karena faktor mekanis dan terutama disebabkan oleh tekanan di dalam sekitar uterus yang mengalami overdistensi terhadap organ-organ di dekatnya. Apabila peregangannya berlebihan, ibu dapat mengalami dispnea dan pada kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas bila dalam posisi tegak. Sering terjadi edema akibat penekanan sistem vena besar oleh uterus yang sangat besar, terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi oligouria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar.Pada hidramnion kronik, penimbunan cairan berlangsung secara bertahap dan wanita yang bersangkutan mungkin mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan tanpa banyak mengalami rasa tidak nyaman. Namun pada hidramnion akut, distensi abdomen dapat menyebabkan gangguan yang cukup serius dan mengancam. Hidramnion akut cenderung muncul pada kehamilan dini dibandingkan dengan bentuk kronik dan dapat dengan cepat memperbesar uterus. Hidramnion akut biasanya akan menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28 minggu, atau gejala dapat menjadi demikian parah sehingga harus dilakukan intervensi. Pada sebagian besar kasus hidramnion kronik, tekanan cairan amnion tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pada kehamilan normal. Gejala klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan mendengar denyut jantung janin. Pada kasus berat, dinding uterus sangat tegang. Membedakan antara hidramnion, asites, atau kista ovarium yang besar biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan dinding uterus atau plasenta. Kadang mungkin ditemui kelainan janin misalnya anensefalus atau defek tabung syaraf lain, atau anomali saluran cerna.1,5,6,9,10 Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan oleh hidramnion adalah solusio plasenta, disfungsi uterus dan perdarahan pasca persalinan. Pemisahan dini plasenta yang luas kadang-kadang terjadi setelah air ketuban keluar dalam jumlah yang besarkarena berkurangnya luas permukaan uterus di bawah plasenta. Disfungsi uterus dan perdarahan pasca persalinan terjadi akibat atonia uteri karena overdistensi.1,5,66.1.5. Penatalaksanaan HidramnionHidramnion derajat ringan jarang memerlukan terapi. Bahkan yang derajat sedang dengan sedikit gangguan juga dapat ditangani tanpa intervensi sampai terjadi persalinan atau sampai selaput ketuban pecah spontan. Tirah baring jarang berpengaruh pada pasien hidramnion, dan pemberian diuretika serta pembatasan air dan garam juga biasanya kurang efektif. Baru-baru ini dilakukan terapi indometasin untuk hidramnion simtomatik.

6.1.6. AmniosentesisTujuannya adalah untuk meredakan penderitaan ibu, dan cukup efektif untuk tujuan ini. Namun amniosentesis kadang memicu persalinan walaupun hanya sebagian kecil cairan yang dikeluarkan. Elliot dan kawan-kawan (1994) melaporkan hasil-hasil dari 200 amniosentesis pada 94 wanita dengan hidramnion. Kausa umum adalah transfusi antar kembar (38 %), idiopatik (26 %), anomali janin (17 %) dan diabetes (12%).1,11 Cara melakukan amniosentesis adalah dengan memasukkan sebuah kateter plastikyang menutupi secara erat sebuah jarum ukuran 18 melalui dinding abdomen yang telah dianestesi lokal ke dalam kantung amnion. Jarum ditarik dan set infus intravena disambungkan ke kateter. Ujung selang yang berlawanan diturunkan ke dalam sebuah silinder berskala yang diletakkan setinggi lantai dan kecepatan aliran air ketuban dikendalikan dengan klem putar sehingga dikeluarkan sekitar 500 ml/jam. Setelah sekitar 1500-2000 ml dikeluarkan, ukuran uterus biasanya cukup berkurang sehingga kateter dapat dikeluarkan. Dengan menggunakan teknik aseptik ketat, tindakan ini dapat diulang sesuai kebutuhan agar wanita yang bersangkutan merasa nyaman. Elliott dan kawan-kawan (1994) menggunakan penghisap di dinding dan mengeluarkan 1000 ml dalam 20 menit (50ml/menit).1,116.1.7. Terapi IndomestasinDalam ulasan terhadap beberapa penelitian,Kramer dan kawan-kawan (1994) menyimpulkan bahwa indometasin mengganggu produksi cairan paru atau meningkatkan penyerapannya, mengurangi produksi urin janin, dan meningkatkan perpindahan cairan melalui selaput janin. Dosis yang digunakan oleh sebagian besar peneliti berkisar dari 1,5 3 mg/kg/hari. Cabrol dan kawan-kawan (1987) mengobati 8 wanita dengan hidramnion idiopatik sejak usia gestasi 24-35 minggu dengan indometasin selama 2-11 minggu .1,5-7Hidramnion, yang didefinisikan sebagai minimal 1 kantung cairan ukuran 8cm, membaik pada semua kasus. Tidak terjadi efek samping serius dan hasil semua kasus baik. Kirshon dan kawan-kawan (1990) mengobati 8 wanita (3 kembar) dengan hidramnion dari minggu ke 21 sampai ke 35. Pada seluruh wanita ini, dilakukan 2 amniosintesis terapeutik sebelum indometasin diberikan. Dari 11 janin, 3 kasus lahir mati berkaitan dengan sindrom transfusi antar kembar dan satu neonates meninggal pada usia 3 bulan, 7 bayi sisanya normal.1,5-7Mamopoulus dan kawan-kawan (1990) mengobati 15 wanita, 11 mengidap diabetes yang mengalami hidramnion pada gestasi 25 32 minggu. Mereka diberi indometasin dan volume cairan amnion pada semua wanita ini berkurang, dari ratarata 10,7 cm pada gestasi 27 minggu menjadi 5,9 cm setelah terapi. Hasil akhir pada seluruh neonatus baik. Kekhawatiran utama pada penggunaan indometasin adalah kemungkinan penutupan duktus arteriosus janin. Moise dan kawan-kawan (1988) melaporkan bahwa 50% dari 14 janin yang ibunya mendapat indometasin mengalami konstriksi duktus seperti dideteksi oleh ultrasonografi Doppler. Studi studi yang dijelaskan sebelumnya tidak menemukan adanya konstriksi menetap dan penyulit ini juga belum pernah dijelaskan dalam studi-studi yang memberikan indometasin untuk tokolitik.1,5-7,11

Faktor-faktor yang memicu terjadinya hidramnion :i. Anomali kongenital Obstruksi gastrointestinal Abnormalitas sistem saraf pusat Higroma kistik Hidrops non imun Aneuploidiii. Faktor ibu- Diabetes tak terkontrol- Idiopatik16.2. OligohidramnionOligohidramnion merupakan keadaan dimana air ketuban kurang dari 500cc. Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara kulit janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim. Gejala yang ditimbulkan ialah rahim lebih kecil tidak sesuai dengan usia kehamilannya dan bunyi jantung janin sudah terdengar sebelum bulan ke 5.1Pada kasus-kasus yang jarang, volume air ketuban dapat turun di bawah batas normal dan kadang-kadang menyusut hingga hanya beberapa ml cairan kental. Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Marks dan Divon (1992) menemukan oligohidramnion pada 12% dari 511 kehamilan usia 41 minggu atau lebih pada 121 wanita yang diteliti secara longitudinal terjadi penurunan rata-rata ICA sebesar 25% perminggu setelah 41 minggu. Akibat berkurangnya cairan, risiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua persalinan, terutama pada persalinan post term.5,13 Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan. Pajanan ke inhibitor enzim pengubah-angiotensin (ACE I) dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion Sebanyak 15 sampai 25 % kasus berkaitan dengan anomali janin. Pryde dan kawan-kawan (2000) mampu memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap oligohidramnion mid trimester. Mereka melakukan amnioinfusi dan kemudian mampu melihat 77 % dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin. Identifikasi anomali terkait meningkat dari 12 menjadi 31%. 1,5-7 Hasil luaran janin pada oligohidramnion di kehamilan usia dini adalah buruk. Shenker dan kawan-kawan (1991) melaporkan 80 kehamilan semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Mercer dan Brown (1986) melaporkan 34 kehamilan mid trimester yang mengalami penyulit oligohidramnion dan didiagnosis secara ultrasonografis berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion yang besamya lebih dari 1 cm di semua bidang vertikal. Sembilan (26 persen) dari janin-janin ini mengalami anomali, dan 10 dari 25 yang secara fenotipe normal mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan pertumbuhan janin, atau solusio plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup, delapan lahir preterm dan tujuh meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal.Garmel dan kawan-kawan (1997) mengamati bahwa oligohidramnion sebelum minggu ke-37 pada janin yang tumbuh sesuai masa kehamilannya memperlihatkan peningkatan angka kelahiran preterm sebesar tiga kali lipat, tetapi tidak untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin. Newbould dan kawan-kawan (1994) melaporkan temuan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi oligohidramnion. Hanya 3% yang memiliki saluran ginjal normal; 34 % menderita agenesis ginjal bilateral; 34 % displasia kistik bilateral; 9 % agenesis unilateral dengan displasia; dan 10 % kelainan saluran kemih minor. Bayi yang tadinya normal dapat mengalami akibat dari oligohidramnion awitan dini yang parah. Perlekatan antara amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi. Selain,itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan otot-rangka, misalnya kaki gada (clubfoot) sering terjadi. Insidensi hipoplasia paru saat lahir tidak banyak berubah dan berkisar dari 1,1 sampai 1,4 per 1000 bayi. Apabila cairan amnion sedikit, sering terjadi hipoplasia paru. Winn dan kawan-kawan (2000) melakukan suatu studi kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion yang terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi 15 sampai 28 minggu. Hampir 13 % janin mengalami hipoplasia paru. Penyulit ini lebih sering terjadi seiring dengan berkurangnya usia gestasi. Kilbride dan kawan-kawan (1996) mempelajari 115 wanita dengan ketuban pecah dini sebelum minggu ke-29. Terjadi tujuh kelahiran mati dan 40 kematian neonatus, sehingga mortalitas perinatal menjadi 409 per 1000.1 Risiko hipoplasia paru letal adalah 20%. Hasil yang merugikan lebih besar kemungkinannya apabila pecah ketuban terjadi lebih dini serta durasinya melebihi 14 hari. Menurut Fox dan Badalian (1994) serta Lauria dan kawan-kawan (1995), terdapat tiga kemungkinan yang menjadi penyebab hipoplasia paru. Pertama, tertekannya toraks mungkin menghambat pergerakan dinding dada dan ekspansi paru. Kedua, kurangnya gerakan napas janin mengurangi aliran masuk ke paru. Ketiga dan model yang paling luas diterima adalah kegagalan mempertahankan cairan amnion atau meningkatnya aliran keluar pada paru yang tumbuhkembangnya terhambat. Cukup banyaknya cairan amnion yang dihirup olehjanin normal, seperti dibuktikan oleh Duenhoelter dan Pritchard (1976), mengisyaratkan bahwa cairan yang terhirup tersebut berperan dalam ekspansi, dan pada gilirannya, pertumbuhan paru. Namun, Fisk dan kawan-kawan (1992) menyimpulkan bahwa gangguan pernapasan janin tidak menyebabkan hipoplasia paru pada oligohidramnion.1 Dalam suatu eksperimen unik, Mc. Namara dan kawan-kawan (1995) melaporkan temuan-temuan dari dua set kembar monoamnionik dengan anomali ginjal yang berlawanan. Mereka menyajikan bukti bahwa volume cairan amnion yang normal memungkinkan perkembangan paru normal walaupun terdapat obstruksi ginjal janin Secara normal, volume cairan amnion secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu. Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dan kawankawan (2000) mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3% dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah minggu ke-34 di Parkland Hospital. Mereka memastikan pengamatan-pengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan risiko hasil perinatal yang merugikan.1Pada kehamilan yang terpilih karena "risiko tinggi", Magann dan kawan-kawan (1999) tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion (indeks cairan amnion kurang dari 5 cm) meningkatkan risiko penyulit intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel frekuensi denyut jantung, sectio caesar atas indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus. Chauhan dkk. (1999) melakukan metaanalisis terhadap 18 penelitian yang meliputi lebih dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapartumnya kurang dari 5 cm. Dibandingkan dengan kontrol yang indeksnya lebih dari 5 cm, wanita dengan oligohidramnion memperlihatkan peningkatan risiko bermakna untuk sectio caecar atas indikasi gawat janin. Kompresi tali pusat selama persalinan sering terjadi pada oligohidramnion. Sarno dan kawan-kawan (1989,1990) melaporkan bahwa indeks 5 cm atau kurang menyebabkan peningkatan angka seksio sesarea sebesar lima kali lipat. Divon dan kawan-kawan (1995) meneliti 638 kehamilan postterm in partu dan mengamati bahwa hanya wanita yang indeks cairan amnionnya 5 cm atau kurang yang mengalami deselerasi frekuensi denyut jantung janin dan mekonium.56.2.1 AmnioinfusiInfus kristaloid untuk menggantikan cairan amnion yang berkurang secara patologis paling sering digunakan selama persalinan untuk mencegah kompresi tali pusat. Hasil amnioinfusi intrapartum untuk mencegah morbiditas janin akibat air ketuban tercemar mekonium sering berkaitan dengan oligohidramnion masih belum jelas. Pierce dan kawan-kawan melakukan meta-analisis terhadap 13 penelitian dengan 1924 wanita yang dibagi secara acak untuk mendapat amnioinfus atau tanpa terapi. Mereka mendapatkan penuruan bermakna hasil yang merugikan: mekonium di bawah tali pusat (odds ratio, OR 0,18), sindrom aspirasi mekonium (OR 0,30), asidemia neonatus (OR 0,42), dan angka seksio sesarea (0,74).Wenstrom dan kawan-kawan (1995) mensurvei departemen-departemen obstetri difakultas kedokteran dan melaporkan bahwa amnioinfusi digunakan secara luas dengan penyulit yang relatif sedikit.1,12,14

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion : i. Faktor janin Agenesis ginjal Uropati obstruksi Pecahnya selaput ketuban Kehamilan lewat waktu

ii. Faktor Ibu Penyakit hipertensi Insufisiensiutero plasenta Sindrom antifosfolipid Dehidrasi-hipovolemi16. Pengukuran cairan amnionTerdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa. Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana 2 cm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion. Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55,0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang lebih baik. Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang.6,7

8. Daftar Rujukan1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.2. Fox H. The placenta , membranes and umbilical cord. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002.3. Laughlin D, Knuppel RA. Maternal-placental-fetal unit;fetal & early neonatal physiology. In: DeCherney AH,bNathan L. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2003.4. Chamberlain G, editor. Obstetrics by ten teacher. 16th ed. New York: Oxford University Press;1995.5. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299.6. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforths obstetrics and gynecology. 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.7. Owen P. Fetal assessment in the third trimester: fetal growth and biophysical methods. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002;147-9;41-43.8. Tong XL, Wang L, Gao TB, Qin YG, Xu YP. Potential function of amniotic fluid in fetal development-Novel insight by comparing the composition of human amniotic fluid with umbilical cord and maternal serum at mid and late gestation. J Chin Med Assoc. 2009 Jul; 72(7) 368-73.9. Neilson JP. Fetal medicine in clinical practice. In: Ketih D, Edmons, editors. Dewhursts textbook of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6th ed. London: Blackwell Publishing; 1999.10. Barbati A, Renzo GCD. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta Bio Medica Ateneo Parmenese. 2004; 75 Suppl 1: 14-17.11. Pernoll ML. Benson and Pernolls handbook of obstetrics and gynecology. 10th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2001.12. Rodeck CH, Cockell AP. Alloimmunisation in pregnancy: rhesus and other red cell antigens. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002;256-7.13. Cudleigh T, Thilaganathan B. Obstetric ultrasound: how , why, and when. 3rd ed. London. Elsevier Science Limited; 2004.14. Al-Salami KS, Sada KA. Maternal hydration for increasing amniotic fluid volume in hydramnions. Bas J Surg. 2007 Sept; 59-62.15. Hacker NF, Moore JG, Gambone JC. Essentials of obstetric and gynecology. Edinburgh. Churchill Livingstone; 2004.

TUGASKELAINAN CAIRAN AMNION

Disusun oleh :Benediktus Bayu Anggoro Putro

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS PALANGKA RAYARUMAH SAKIT dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA2014