Paper Jiwa

20
1 BAB 1 PENDAHULUAN Seorang individu dapat dikatakan sehat secara mental, salah satunya pabila dia merasa utuh dengan dasar satu kepribadian. Keuutuhan diri terdiri dari integrasi atau gabungan dari pikiran, perasaan, dan tindakan individu yang bersamaan mebentuk suatu kepribadian yang unik. Individu harus mampu pula menyelaraskan pikiran, perasaan, dan tindakannya. Apabila integrasi atau keutuhan tersebut terganggu, salah satu akibatnya adalah munculnya gangguan disosiatif. Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini mengalami kesultan untuk mengingat peristiwa – peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan identitas drinya bahkan membentuk identits baru (Davison & Neale, 2001). Masalah utama pada gangguan disosiatif adalah individu merasa kehilangan identitas dirinya, mengalami kebingungan mengenai identitas dirinya, ayau bahkan memliki beberapa (multiple) identitas sekaligus. Biasanya gangguan ini muncul sebagai pertahanan diri

description

paper

Transcript of Paper Jiwa

Page 1: Paper Jiwa

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Seorang individu dapat dikatakan sehat secara mental, salah satunya

pabila dia merasa utuh dengan dasar satu kepribadian. Keuutuhan diri terdiri dari

integrasi atau gabungan dari pikiran, perasaan, dan tindakan individu yang

bersamaan mebentuk suatu kepribadian yang unik. Individu harus mampu pula

menyelaraskan pikiran, perasaan, dan tindakannya. Apabila integrasi atau

keutuhan tersebut terganggu, salah satu akibatnya adalah munculnya gangguan

disosiatif.

Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya

perubahan perasaan individu tentang identitas, memori, atau kesadarannya.

Individu yang mengalami gangguan ini mengalami kesultan untuk mengingat

peristiwa – peristiwa penting yang pernah terjadi pada dirinya, melupakan

identitas drinya bahkan membentuk identits baru (Davison & Neale, 2001).

Masalah utama pada gangguan disosiatif adalah individu merasa

kehilangan identitas dirinya, mengalami kebingungan mengenai identitas dirinya,

ayau bahkan memliki beberapa (multiple) identitas sekaligus. Biasanya gangguan

ini muncul sebagai pertahanan diri mengahadapi peristiwa traumatik dalam

kehidupan (Kaplan, Sadock & Grebb, 1994).

Gangguan disosiatif dibagi atas macam gangguan, yaitu amnesia disosiatif,

fugue disosiatif, gangguan depersonalisasi dan gangguan identitas disosogtif

(dahulu dikenal dengan multiple personality disorder) (Davison & Neale, 2001).

Page 2: Paper Jiwa

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan disosiatif menurut DSM-IV didefinisikan sebagai suatu

gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai

contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh

gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis

mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau

eksaserbasi gejala.

Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah

adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan

masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity

and immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh.

2.2 Epidemiologi

Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam

masyarakat. Prevelensinya 1 : 10.000 kasus dalam populasi. Dalam beberapa

referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus

gangguan disosiatif yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam

menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari

kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau

gangguan personal.

Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini

mengenai wanita 90% atau lebih. Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di

belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

2.3 Etiologi

Gangguan disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun

biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan

Page 3: Paper Jiwa

3

organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun

tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya

gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah

terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan

disosiatif.

Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :

Kepribadian yang labil

Pelecehan seksual

Pelecehan fisik

Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )

Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak

lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun

itu terjadi pada orang lain.

2.4 Diagnosis

Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas

beberapa pengolongan yaitu :

F444.0 Amnesia Disosiatif

F.44.1 Fugue Disosiatif

F.44.2 Stupor Disosiatif

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

F44.4-F44.7 Gangguan konversi dari gerakan dan Penginderaan

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif

F.44.5 Konvulsi Dsosiatif

F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

F44.7 Gangguan konversi campuran

F44.8 Gangguan konversi lainnya

F44.9 Gangguan konversi YTT

Page 4: Paper Jiwa

4

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada : 1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang

tercantum pada F44.

2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala

tersebut.

3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang

jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan

interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).

a. F444.0 Amnesia Disosiatif

Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian penting

yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik atau

terlalu luas untuk dijelaskan. Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan

ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan

biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan

seseorang. Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk

identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.

Diagnostik pasti memerlukan :

1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat stress

atau traumatic.

2. Tidak ada gangguan otak egmency

b. F44.1 Fugue Disosiatif

Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan

perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin

menggunakan identitas baru.

Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan

terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif.

Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan

situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka

sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak

selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun

Page 5: Paper Jiwa

5

identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang

terlihat pada gangguan identitas disosiatif.

Untuk diagnosis pasti harus ada :

1. Ciri-ciri amnesia disosiatif

2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang biasa

dilakukannya sehari-hari.

3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan

melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenalnya.

c. F.44.2 Stupor Disosiatif

Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari

pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada

gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik

dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau

interpersonal yang menonjol.

Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau

hilangnya gerakan –gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan

luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam

artian fisiologis tidak hilang ).

Untuk diagnosis pasti harus ada :

1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.

2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang

dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.

3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.

d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan

sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya;

dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh

kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat. Gangguan trans yang terjadi selama

suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau

kepribadian multiple tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.

Page 6: Paper Jiwa

6

e. F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari Gerakan dan Penginderaan

Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan

ataupun kehilangan pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh

tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat

ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian status

mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa

ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya

untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk

menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung. Diagnosis

harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf

atau pada individu yang tadinya menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik

dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal.

Untuk diagnosis pasti :

1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik.

2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta

hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu

formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.

F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif

Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk

menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Pralisis dapat bersifat

parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk

inkoordinasi dapat terjadi, khusussnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang

bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.

F44.5 Konvulsi Disosiatif

Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi

jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan

inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan

keadaan seperti stupor atau trans.

Page 7: Paper Jiwa

7

F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang

tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran

pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya.

Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan

motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang

terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.

F44.7 Gangguan Konversi Campuran

Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

f. F44.8 Gangguan Konversi lainnya

- Sindrom ganser

Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya

disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang

menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan harus

dimasukkan di sini.

- Gangguan kepribadian multiple

Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu dan

hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian tersebut

adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan sendiri-

sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian pramorbidnya.

- Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja

- Gangguan Disosiatif lainnya YDT

g. F44.9 Gangguan konversi YTT 9

Page 8: Paper Jiwa

8

KOMPLIKASI

Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami komplikasi,

yang terdiri dari :

Mutilasi diri

Gangguan seksual

Alkoholisme

Depresi

Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur

Gangguan kecemasan

Gangguan makan

Sakit kepala berat

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak

ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan

psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini

sebagai berikut:

Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun

tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya

pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu

mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.

Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti

tiopental, dan

natrium

PENATALAKSANAAN

Page 9: Paper Jiwa

9

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak

ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan

psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini

sebagai berikut:

Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun

tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya

pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu

mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.

Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti

tiopental, dan

natrium amobarbital diberikan secara intravena dan

Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa

gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk

memulihkan ingatannya yang hilang.

Amobarbital atau lorazepam parental

Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika

suportif-ekspresif. 10

Page 10: Paper Jiwa

10

Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.

Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena

pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa

konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan

memori yang salah dalam mensugesti.

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk

terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi

berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan

membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk

gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang

membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.

Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi

ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit

mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu

meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama

dan puisi.

Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan

kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif

dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan

apa yang menjadi perilaku pemeriksa.

PENCEGAHAN

Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan,

sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah

gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati

secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti

stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia

belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan

yang minimal. 1,2,5,6

Page 11: Paper Jiwa

11

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Page 12: Paper Jiwa

12

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri.

Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal.

268-272.

2. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan Konversi.

Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. hal.

74-78.

3. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept.

Kesehatan RI; 1993. hal. 196-208.

4. Anonym. Conversion Disorder. In: Diagnostic Criteria DSM-IV-TR.

Washington, DC: American Psychiatric Associaton. y: 2000.p231-2.

5. Gelder Michael, Mayou Richard, and Geddes John. Dissociative and

Conversion Disorder. In: Psychiatry. Third Edition. New York: Oxford. y: 2005.

p94-5.

6. Anonyme . Conversion Disorders. In: Neuropsychiatry and Behavioral

Neuroscience. New York: Oxford. y:2003. p339-42

7. Kay Jerald, Tasman Allan, and Lieberman Jefffrey A. Conversion Disorder. In:

Psychiatry Behavioral Science and Clinical Essentials. USA: W.B. Sauders

Company. y:2000. p419-22.

8. Powsner Sith. Conversion Disorder in Emergency Medicine. [online]. 2011.

[cited 2011 Marc 20]. Available from: http//www.emedicine.com

9. Anonym. Conversion Disorder. [online]. 2011. [cited 2011 Marc 20]. Available

from: http//www.merckmanuals.com