refarat jiwa

26
OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL I. PENDAHULUAN Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan fikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri. Sedangkan psikofarmakologi adalah ilmu yang mempengaruhi kimiawi, mekanisme kerja serta farmakologi klinik dari psikotropik. Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, gangguan jiwa yang berat. Sejak ditemukan klorpromazin, suatu neuroleptic golongan fenotiazin pada tahun 1950, pengobatan untuk psikosis terutamanya skizofrenia terus dikembangkan. Istilah neuroleptic sebagai sinonim antipsikotik berkembang dari kenyataan bahwa obat antipsikotik sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya golongan baru yang hampir tidak menimbulkan gejala ekstrapiramidal isltilah neuroleptik tidak lagi dapat dianggap sinonim dengan istilah antipsikotik. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas terhadap reseptor dopamin, serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergic. Antipsikotik Atipikal, yang juga dikenal sebagai antipsikotik generasi 1

description

bagian jiwa

Transcript of refarat jiwa

Page 1: refarat  jiwa

OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

I. PENDAHULUAN

Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan fikiran yang

biasa digunakan dalam bidang psikiatri. Sedangkan psikofarmakologi adalah ilmu yang

mempengaruhi kimiawi, mekanisme kerja serta farmakologi klinik dari psikotropik.

Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, gangguan jiwa yang berat.

Sejak ditemukan klorpromazin, suatu neuroleptic golongan fenotiazin pada tahun 1950,

pengobatan untuk psikosis terutamanya skizofrenia terus dikembangkan. Istilah neuroleptic

sebagai sinonim antipsikotik berkembang dari kenyataan bahwa obat antipsikotik sering

menimbulkan gejala ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya golongan baru yang hampir

tidak menimbulkan gejala ekstrapiramidal isltilah neuroleptik tidak lagi dapat dianggap

sinonim dengan istilah antipsikotik. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai

afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan

menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.

Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas terhadap reseptor

dopamin, serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergic. Antipsikotik

Atipikal, yang juga dikenal sebagai antipsikotik generasi kedua, adalah kelompok obat yang

digunakan untuk mengobati kondisi jiwa. Beberapa antipsikotik atipikal yang disetujui FDA

(Federal Drugs Administration), digunakan dalam pengobatan skizofrenia untuk indikasi

mania akut, depresi bipolar, agitasi psikotik, maintens bipolar, dan indikasi lainnya. Disebut

atipikal karena obat ini golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang

umum terjadi dengan obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu.1,3 Sejak

ditemukan Klozapin pada tahun 1990, pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus

dilakukan. Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu risperidone, olanzapine,

zotepine, ziprasidone dan lainnya.3

II. TINJAUAN PUSTAKA

1

Page 2: refarat  jiwa

II. 1 SEJARAH OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

Obat antipsikotik atipikal pertama, clozapine, ditemukan pada 1990-an, dan

diperkenalkan ke dalam praktek klinis pada 1970-an. Clozapine tidak disukai karena dapat

menginduksi agranulositosis. Namun, penelitian menunjukkan efektivitas dalam pengobatan

skizofrenia. Meskipun clozapine efektif untuk pengobatan skizofrenia, agen dengan efek

samping yang lebih menguntungkan yang dicari untuk digunakan secara luas. 1,3

Antipsikotik atipikal sekarang dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk

skizofrenia dan secara bertahap menggantikan antipsikotik tipikal. Di masa lalu, sebagian

besar peneliti sepakat bahwa karakteristik mendefinisikan suatu antipsikotik atipikal adalah

kecenderungan efek samping ekstrapiramidal (EPS) dan tidak adanya elevasi prolaktin

berkelanjutan.1,3

Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam

menghambat reseptor dopamin (D2), hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi

ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang

lemah terhadap D2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap dopamin (D2), serotonin dan

histamin. 3,6

Golongan antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara

kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin kata-kata, afek yang datar, menarik

diri, inisiatif menurun) pasien skizofrenia.1,3,4,6

Antipsikotik biasanya diberikan secara oral. Antipsikotik dapat juga disuntikkan,

tetapi metode ini tidak lazim. Antipsikotik dalam tubuh akan larut dalam lipid dan diserap

saluran pencernaan, kemudian melewati sawar darah otak dan plasenta. Setelah sampai di

otak, antipsikotik menuju sinaps dan bekerja pada sinaps dengan mengikat reseptor.

Antipsikotik sepenuhnya dihancurkan oleh metabolisme tubuh dan metabolitnya

diekskresikan dalam urin. 3,4

Setiap obat memiliki waktu paruh yang berbeda. Obat antipsikotik atipikal yang

bekerja pada reseptor D2 mempunyai waktu paruh 24 jam, sementara antipsikotik tipikal

berlangsung lebih dari 24 jam. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa kekambuhan psikosis

2

Page 3: refarat  jiwa

terjadi lebih cepat dengan antipsikotik atipikal dibandingkan dengan antipsikotik tipikal,

karena obat ini diekskresi lebih cepat dan tidak lagi bekerja di otak. Ketergantungan fisik

dengan obat ini sangat jarang, karena itu gejala withdrawal  jarang terjadi.Terkadang, jika

antipsikotik atipikal dihentikan tiba-tiba,  dapat terjadi gejala psikotik, gangguan gerak, dan

kesulitan dalam tidur. Ada kemungkinan bahwa withdrawal jarang terjadi karena antipsikotik

atipikal disimpan di jaringan lemak dalam tubuh dan dilepaskan perlahan-lahan.3

II. 2 FISIOLOGI

Empat jalur dopamin di otak berperan dalam patofisiologi skizofrenia serta terapi efek dan

efek samping dari agen antipsikotik (FIGURE 1). Setiap jalur memiliki kerja yang unik pada

fisik, kognitif, dan psikologis. Sebagai contoh, hiperaktivitas dopamin pada jalur dopamin

mesolimbik diduga menginduksi psikosis, sehingga mengurangi aktivitas dopamin di jalur

tersebut, maka dengan memblokir reseptor dengan obat antipsikotik, secara teoritis akan

mengurangi gejala psikotik. Meskipun blokade reseptor D2 mungkin memiliki hasil yang

bermanfaat dalam satu jalur, dapat menimbulkan masalah di bagian lain.2,3,9

1. Jalur dopamin Nigrostriatal.

Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal,

mengontrol movements atau pergerakan. Jalur ini merosot pada penyakit Parkinson,

dan blokade reseptor D2 di jalur ini menyebabkan penyakit drug-induced-movement

EPS dan, akhirnya, tardive dyskinesia. Kekurangan Dopamin serta blokade reseptor

dalam jalur ini juga dapat menyebabkan distonia dan akatisia2,3,9

2. Jalur dopamin mesolimbik.

Hiperaktivitas dalam jalur dopamin mesolimbik diduga menyebabkan psikosis dan

gejala positif skizofrenia seperti halusinasi dan delusi. Jalur ini juga diduga terlibat

dalam emosi dan sensasi kesenangan (pleasure) - stimulan dan kokain meningkatkan

kegiatan dopamin di sini. Bahkan, paranoia dan psikosis yang dapat diinduksi oleh

penyalahgunaan stimulant dalam jangka masa panjang, hampir tidak bisa dibedakan

dari skizofrenia. Pemblokiran hiperaktivitas pada jalur ini dapat mengurangi atau

menghilangkan gejala positif2,3,9

3. Jalur dopamin mesokortical.

3

Page 4: refarat  jiwa

Peran jalur dopamin mesokortikal, terutama pada skizofrenia, masih diperdebatkan.

Jalur ini diduga untuk mengontrol fungsi kognitif, dan kekurangan dopamin dalam

jalur ini bertanggung jawab untuk gejala negatif dan kognitif dari skizofrenia. Jika hal

ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor

dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif

dan kognitif. Dengan kata lain, agen antipsikotik harus dapat menurunkan dopamin di

jalur mesolimbik untuk mengurangi gejala positif tetapi meningkatkan dalam jalur

mesokortikal untuk mengobati gejala negatif dan kognitif2,3,9

4. Jalur dopamine Tuberofundibular

Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin.

Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan

laktasi. Jika fungsi normal dari jalur init erganggu, misalnya, dengan D2-blocking

obat, hiperprolaktinemia dapat terjadi, dengan efek samping sepertigalaktorea,

amenore, dan disfungsi seksual.2,3,9

1. Jalur Nigrostriatal2. Jalur Mesolimbic3. Jalur Mesocortical4. Jalur Tuberofundibular

II. 3 MEKANISME OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

Semua antipsikotik memiliki kerja pada reseptor D2 di otak. Salah satu cara untuk

membedakan antipsikotik atipikal dari antipsikotik tipikal adalah bahwa atipikal memblokir

reseptor 5-HT2A serta reseptor D2 dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS

daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar. Satu antipsikotik atipikal (Quetiapin) tidak

memiliki EPS lebih dari placebo. Selain itu, setidaknya 2 antipsikotik (Olanzapin dan

Risperidon) telah menunjukkan efikasi yang lebih besar daripada antipsikotik tipikal untuk

4

Figure 1: Empat Jalur Dopamine pada Otak Manusia

Page 5: refarat  jiwa

gejala negatif, dan 3(Olanzapin, Ziprasidon, dan Quetiapin) tidak meningkatkan kadar

prolaktin seperti antipsikotik tipikal. Ziprasidon dikaitkan dengan kurangnya penaikan berat

badan dibandingkan dengan antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal lainnya.1,3,6

Serotonin

Antipsikotik atipikal memiliki aksi antipsikotik dengan jauh lebih sedikit atau bahkan

tidak ada efek samping motorik seperti EPS dan tardive dyskinesia. Secara teoritis, efek ini

bisa menjadi akibat dari blokadereseptor 5-HT2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur

pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti jalur

nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik,

serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain,

ketika 5-HT2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi

tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik.2

Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat membalikkan beberapa blokade D2 dengan

antipsikotik atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi2. Ketika reseptor serotonin

diblokir di jalur ini, dopamin akan meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian

terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah blokade oleh agen

antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik

berkurang (FIGURE 2).2 Namun, disinhibisi dalam jalur nigrostriatal tidak mempengaruhi

blokade dari pengikatan D2 dalam jalur dopamin mesolimbik, disebabkan sedikitnya reseptor

5-HT2A yang berada di jalur dopamin mesolimbic, sehingga aksi antipsikotik tertahan. 2

Menurut hipotesis ini, antipsikotik dikatakan atipikal, saat antagonis 5-HT2A

tumpang-tindih pada antagonis D2, sehingga mengurangi pengikatan D2 mereka, dimana hal

ini cukup untuk menurunkan efek motorik tetapi tidak cukup untuk menurunkan efek

antipsikotik.2

Dopamin

Hipotesis lain dari atipikal adalah, meskipun semua antipsikotik memiliki aksi pada reseptor

D2, blokade dopamin dengan atipikal agen hanya berlangsung cukup lama untuk

menyebabkan aksi antipsikotik namun tidak cukup lama untuk menyebabkan efek samping

yang berkaitan dengan tipikal agents. Secara teoritis, hanya dibutuhkan blokade cepat dari

reseptor D2 untuk menyebabkan aksi antipsikotik, namun cukup lama untuk memunculkan

efek samping motor seperti EPS. Jadi, jika antipsikotik memiliki aksi "hit-and-run", juga

5

Page 6: refarat  jiwa

disebut disosiasi cepat (rapid dissociation), hal tersebut berdisosiasi dari reseptor D2 setelah

aksi antipsikotik yang terjadi tapi sebelum efek sisi motorik diinduksi.2

Pada FIGURE 3, gigi antipsikotik tipikal cocok dengan alur di reseptor, menghasilkan

ikatan yang erat dan blokade yang tahan lama dengan agents tersebut. Antipsikotik atipikal,

walaupun, menduduki reseptor dengan baik, namun dapat dengan halus kembali keluar, untuk

memukul dan kemudian lari (hit-and-run). Reseptor tersebutkemudian kosong sebentar, untuk

secara alami segera memproduksi dopamin sebelum dosis berikutnya. 2

Menurut hipotesis ini, kurangnya efek samping motorik berasal dari ikatan D2 yang

rendah karena cepatnya disosiasi. Disosiasi cepat terjadi lebih mudah ketika obat memiliki

potensi rendah, agen-potensi rendah (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih

tinggi seperti clozapine dan quetiapine) memiliki disosiasi lebih cepat dari reseptor D2

dibandingkan agen-potensi tinggi (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih rendah

sepertirisperidone), dengan agen potensi menengah seperti olanzapine di tengah. Hirarki ini

sekitar berkorelasi dengan kecenderungan obat ini menyebabkan efek sisi motorik dalam

kelompok antipsikotik atipikal dan hal tersebutlah yang membedakannya dari antipsikotik

tipikal. Perbedaan antara rendah dan tinggi-potensi atipikal antipsikotik ini juga

mengharuskan untuk hati-hati dalam penggunaan dosis, terutama dengan agen-potensi tinggi,

untuk memaksimalkan antipsikotik aksi tetapi meminimalkan efek samping seperti gangguan

gerakan.2

Salah satu konsekuensi dari disosiasi cepat adalah bahwa aksi obat hilang dari

reseptor sampai dosis berikutnya. Dopamin alamiah kemudian dapat menduduki reseptor

untuk sementara sebelum dosis obat selanjutnya.Ada kemungkinan bahwa adanya sedikit

6

Figure 2: mekanisme 'hit and run' pada reseptor Dopamine: obat antipsikosis Tipikal vs Atipikal

Page 7: refarat  jiwa

dopamin dalam sistem dopamin nigrostriatal diperlukan untuk mencegahefek samping

motorik. Jika dopamin alami cukup tersedia di jalur nigrostriatal untuk meminimalkan efek

samping,tetapi tidak cukup tersedia di sistem dopamin mesolimbik untuk mengaktifkan

kembali psikosis antara dosis, makaobat tersebut dikatakan memiliki komponen dari

antipsikotik atipikal.2

Seksi A, awal pemberian dosis, pasien mengalami psikosis dan belum ada EPS. Seksi B dan

C, pasien menerima dosis obatan antipsikotik tipikal dan sudah tidak

psikotik,tetapimengalami EPS efek dari blockade reseptor D2 yang lama.

Figure 5 secara hipotesis aksi obat antipsikosis atipikal dengan waktu

Seksi A, awal pemberian dosis, pasien mengalami psikosis tanpa EPS. Setelah diberi dosis

antipsikotik atipikal pada seksi B, obat tersebut pada awalnya memblokir reseptor D2,

kemudian melepas kembali. Jumlah reseptor D2 yang diblokir menurun sehingga dosis

seterusnya diberikan pada Seksi C. aksi antipsikotik berlanjut, tidak ada EPS timbul.

7

Figure 3 secara hipotesis aksi obat antipsikosis tipikal dengan waktu

Figure 4 secara hipotesis aksi obat antipsikosis atipikal dengan waktu

Page 8: refarat  jiwa

II. 4 JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

Berikut adalah jenis-jenis obat antipsikotik atipikal atau Antipsikotik Generasi Kedua menurut golongannya1,3,4:

•Benzamide: Sulpirid

•Dibenzodiazepin: Clozapine, Olanzapine, Quetiapine, Zotepine

•Benzisoxazole: Risperidone, Aripiprazole

Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) yang digunakan sebagai 1,3,4,5:

•First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

•Second line: Clozapine

Indikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain:

•Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid

•Sindrom psikosis organik, misalnya: demensia, intoksikasi alkohol

•Indikasi spesifik, misalnya: efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan terapi osi skizofreniayang tidak berespons dengan obat antipsikotik tipikal.3,5

Beberapa obat antipsikotik atipikal3,5,6

II.4.1 CLOZAPINE

Clozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek

samping yang mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik tipikal. Bekerja terutama

dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamin tipe 2 (D2). Clozapine efektif terhadap

gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik tipikal. Clozapine disertai agranulositosis

pada kira-kira 1 sampai 2 persen dari semua pasien. Memerlukan monitoring hematologis

setiap minggu pada pasien yang diobati dengan clozapine.3,5

Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptor D1,

serotonin tipe 2 (5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya α1). Selain itu clozapin memiliki

aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H1) dan memiliki afinitas

yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4 (D4).4

Efek samping

8

Page 9: refarat  jiwa

Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek

merugikan ekstrapiramidal, tidak mempengaruhi sekresi prolaktin dan tidak menyebabkan

galaktorea.Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapin adalah

-Agranulositosis

Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis pasien yang diobati

dengan clozapineakhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara awal

gangguan hematologis dan menghentikan pemakaian Clozapine. paling sering terjadi dalam

enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelaminwanita merupakan faktor risiko

tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine.3,6,7,8

- Kejang

Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapin dapat

dimulai kembali pada kira-kira 50 persen dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan kembali

secara bertahap. Carbamazepin (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan

clozapin karena hubungannya dengan agranulositosis.3,6,7,8

Titrasi dan Dosis

Clozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen dengan

kira-kira 1,5 sampai 2 mg chlorpromazin. Dosis awal biasanya 25 mg, satu atau dua kali

sehari. Dosis awal konservatif adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat

dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari) sampai 300 mg sehari dalam dosis

terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari. Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan,

terutama karena potensi perkembangan hipotensi, sinkop,dan sedasi. Efek merugikan tersebut

biasanya dapat ditoleransi oleh osi jika titrasi dosis dilakukan.3,6,7

Sediaan obat

Nama generik: Clozapine Nama dagang: Clozaril (Novartis), Sizoril (Meprofarm).

Sediaan: tab 25 mg dan tab 100 mg

Dosis anjuran: 25 – 100 mg/hari1

II.4.2 RISPERIDONE

Risperidon adalah Benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat

untuk terapi Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D2, selain itu, risperidone

merupakan antagonis yang potensialuntuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).1,6,7

Farmakokinetik

9

Page 10: refarat  jiwa

Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral. Absorpsi risperidone tidak

dipengaruhi oleh makanan dan mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian

dan memiliki waktu paruh plasma kira-kira 24 jam. Hidroksilasi merupakan jalur

metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang

aktif.1,4

Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang

lebih tinggi daneliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada osi dengan gangguan

ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada osi dengan gangguan fungsi hati. 1,4

Farmakodinamik

Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi

terhadap reseptor serotonergik 5HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan

reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.1,4

Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki

gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik

dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin

sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping

ekstrapiramidal, ia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif

dariskizofrenia.1,4

Efek samping.

Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih ringan

disbanding dengan obat antipsikotik tipikal lainnya.6

Dosis.

Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari

Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari

(titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa pasien)

Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari

Dosis umum 4-8 mg per hari. Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang

lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas

10 mg/hari dapat digunakan hanya pada ositertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih

besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belumdievaluasi keamanannya

sehingga tidak boleh digunakan.1

10

Page 11: refarat  jiwa

II. 4.3 OLANZAPINE

Farmakokinetik

Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu paruhnya

kira-kira 30 jam.1,6,7

Efek Samping

Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat berhubungan erat

dengan dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan leukopeni/agranulositosis seperti pada

clozapine. Olanzapinmenunjukkan peningkatan hepatik transaminase (ALT, AST, GGT)

dosis dependen dan menunjukkan gejalaekstrapiramidal.6,7,8

II. 4.4 QUETIAPINE

Farmakokinetik

Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di plasma

dalamwaktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang terdapat di

dalam batas dosis klinik yang dianjurkan.1

Efek Samping

•Hipertensi

Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala

kedinginan, takikardi dan pada beberapa pasien terjadi sinkop, khususnya selama periode

pemberian dosis inisial.6,7,8

•Katarak

•Liver Secara asimtomatik, transien dan reversibel meningkatkan serum transaminase

(terutama ALT).Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS.6

II.4.5 ARIPIPRAZOLE

Sediaan obat:

Nama generik: Aripriprazole

Nama dagang: Abilify (Otsuka)

Sediaan: tab 10-15 mg

Dosis anjuran: 10-15mg/hari1

Efek samping

Efek samping yang dapat terjadi adalah6

11

Page 12: refarat  jiwa

•Gangguan ekstrapiramidal (insidensnya sangat minimal).

•Penambahan berat badan (sangat minimal).

•Peningkatan QT interval (minimal sampai tidak terjadi).

•Peningkatan kolesterol, glukosa, dan prolaktin (minimal)

Tabel 1: karateristik klinikal dan efek samping obat antipsikotik atipikal

*Frekuensi di tabel ini adalah relatif, tidak absolute dan hanya bisa dibandingkan

diantara baris yang sama.

0 tidak didapatkan atau jarang timbul

+ jarang timbul, efek minimal

++ biasanya timbul, efek sedang

+++ sering timbul, efek kuat1 efek terhadap symptom negative sekunder, bisa lebih hebat dan signifikan

secara klinikal

2 dalam dosis 50-300 mg/dl

3 tergantung dosis

II. 5 EFEK SAMPING SECARA UMUM DARI ANTIPSIKOTIK

II. 5.1 Gejala ekstrapiramidal

12

Page 13: refarat  jiwa

Gejala ekstrapiramidal timbul akibat blokade reseptor dopamine 2 di basal ganglia (putamen,

nucleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, dan globus palidus). Akibatnya,

terjadi ketidakseimbangan mekanisme dopaminergik dan kolinergik sehingga sistem

ekstrapiramidal terganggu. Paling sering disebabkan antipsikotik tipikal potensi tinggi.6,7,8

Gejala ini dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Reaksi Distonia Akut (ADR)

Terjadi spasme atau kontraksi involunter akut dari satu atau lebih kelompok otot

skelet. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau

otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik

dan sikap badan yang tidak biasa. Reaksi distonia akut dapat menjadi penyebab utama

dari ketidak patuhan pemakaian obat.6,7,8

b. Akatisia

Akatisia merupakan gejala ekstrapiramidal yang paling sering terjadi akibat

antipsikotik. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup, keinginan untuk tetap

bergerak dan sulit tidur. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik

akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Hal ini menjadi salah satu penyebab

ketidakpatuhan pengobatan.6,7,8

c. Sindrom Parkinson

Merupakan gejala ekstrapiramidal yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis

pertama antipsikotik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan

bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi gaya berjalan membungkuk, hilangnya

ayunan lengan, akinesia, tremor dan rigiditas. Terkadang, gejala ini dikelirukan

dengan gejala negatif skizofrenia.5,6,7

d. Tardive Diskinesia

Manifestasi gejala ini berupa gerakan dalam bentuk koreoatetoid abnormal, gerakan

otot abnormal, involunter,mioklonus, balistik, atau seperti tik. Sebagian kasus sangat

ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Faktor

predisposisi meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis

tinggi atau jangka panjang.5,6,7

II. 5.2 Neuroleptic Malignant

Neuroleptic malignant adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius

dari penggunaan obat antipsikotik. Sindrom ini merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak

13

Page 14: refarat  jiwa

tergantung pada kadar awal obat dalam darah.Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis

tunggal antipsikotik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal). Biasanya

berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan. Sindroma Neuroleptik

Maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat.

Gejala disregulasiotonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan

darah meningkat atau labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada

waktu tidur, distonia dan diskinesia.5.6,7

II. 5.3 Peningkatan berat badan

Paling sering karena pengobatan antipsikotik atipikal. Nafsu makan yang meningkat erat

kaitannya dengan blokade reseptor alpha1-adrenergic dan Histaminergic.5,6,7

II. 5.4 Peningkatan prolactin

Blokade reseptor dopamine 2 di hipotalamus menyebabkan berkurangnya pembentukan

prolactin release factor. Akibatnya, faktor inhibitor prolaktin ke hipofisis berkurang sehingga

terjadi peningkatan kadar prolaktin. Pada perempuan didapati sekresi payudara, sedangkan

pada pria didapati ginekomasti.5,6,7,8

II. 5.5 Efek blokade reseptor kolinergik

- Pandangan kabur - Mulut kering (kecuali clozapin yang meningkatkan salvasi)

- Penurunan kontraksi otot polos sehingga terjadi konstipasi dan retensi urin. 5,7

II. 5.6 Efek blokade reseptor adrenergik:

Hipotensi ortostatik5,7

III. KESIMPULAN

14

Page 15: refarat  jiwa

Pengunaan dengan obat generasi kedua atau antipsikotik atipikal memberikan

keunggulan diantaranya :

Efek samping yang minimal (kurang)

Selain gejala positif, juga dapat memperbaiki gejala negatif seperti gangguan perasaan

(afek tumpul, respons emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,

apatis), gangguan proses fikir ( lambat, terhambat ), isi pikiran yang stereotip dan

tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia).

Pemakaian obat antipsikotik dapat meningkatkan angka remisi dan meningkatkan

kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam

masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek

occupational dysfunction,social dysfunction, instrument skill deficits, self-care dan

independent living.8

IV. DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: refarat  jiwa

1. Arosal W, Gan S. Psikotropik. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Halaman 161-9

2. Stephen M. Stahl, M.D., Ph.D.Describing an Atypical Antipsychotic:Receptor

Binding and Its Role in Pathophysiology, Primary Care Companion J Clin Psychiatry

2003

3. Rosdiana. ; Obat Antipsikotik [Online] September 2011 [cited september 2012];

Available from: www.artikelkedokteran.com/865/obat-antipsikotik.html

4. J.J. Sheehan*, J.K. Sliwa, J.C. Amatniek, A. Grinspan and C.M. Canuso, Atypical

Antipsychotic Metabolism and Excretion, Current Drug Metabolism, 2010, 11, 516-

525

5. Farah A. Atypicality of Atypical Antipsychotics [ online ] July 2005 [ cited Mei 2005]

Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc 1324958/

6. Shitij kapur and Gary Remington, ATYPICAL ANTIPSYCHOTICS: New

Directionsand New Challenges in the Treatment of Schizophrenia.Annu. Rev. Med.

2001. 52:503–17

7. DAVID J. MUZINA, MD, MANU MATHEWS, MDAtypical antipsychotics:New

drugs, new challengesCLEVELAND CLINIC JOURNAL OF MEDICINE VOLUME

74 • NUMBER 8 AUGUST 2007.

8. René Bridler, Daniel UmbrichtPsychiatric University Hospital Zurich, Atypical

antipsychoticsin the treatment of schizophreniaSWISS MED WKLY 2 0 0 3 ; 1 3 3 : 6

3 – 7 6 · www.smw.ch

9. Pridmore, S. Chapter15. Antiphsychotic. [online] 8 maret 2013. [cited maret 2013].

Available from: http://utas.edu.au/287\

16

Page 17: refarat  jiwa

17