PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

61
i PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS dan TERAPI EDISI 2018 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO S U R A B A Y A

Transcript of PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

Page 1: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

i

PANDUAN

PENGGUNAN ANTIBIOTIK

PROFILAKSIS dan TERAPI

EDISI 2018

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO

S U R A B A Y A

Page 2: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

ii

PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

PROFILAKSIS dan TERAPI

EDISI 2018

“Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB) ini

digunakan secara terbatas untuk pelayanan medis di lingkungan

RSUD Dr. SOETOMO,

Semua pihak dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau

seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari Direktur

RSUD Dr. Soetomo”.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO

S U R A B A Y A

Page 3: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

iii

Page 4: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

iv

Page 5: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

v

Kata Pengantar

Masalah resistensi bakteri (AMR= antimicrobial resistance)

merupakan masalah dan ancaman masa depan kehidupan bangsa maupun

secara global. Munculnya dan meningkatnya AMR terjadi karena

peningkatan penggunaan antibiotik yang inappropriate, diantaranya misuse

(pemberian antibiotik yang tidak ada indikasi) dan overuse (terlalu panjang

pemberian antibiotik) serta terjadi transmisi bakteri di lingkungan fasilitas

kesehatan maupun di komunitas. Dampak yang terjadi pada pelayanan

kesehatan adalah meningkatnya kejadian healthcare associated infection

(HAI >30%), morbiditas, mortalitas, kecacatan, menurunnya produktivitas

kerja dan peningkatan biaya pengobatan.

Di lingkungan rumah sakit, antibiotik harus digunakan secara

terkendali untuk peningkatan outcome klinik pasien, menurunkan HAI, dan

menurunkan prevalensi AMR, sehingga diperlukan suatu Panduan

Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi mengacu pada Keputusan

Direktur Nomor: 188.4/ 237/ 301/ 2018 tentang Kebijakan Pengendalian

Penggunaan Antibiotik RSUD Dr.Soetomo. Buku panduan ini diharapkan

dapat membantu para klinisi DPJP dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik,

rejimen dosis, dan lama pemberian antibiotik dengan tepat, juga sebagai

acuan dalam monitoring dan evaluasi secara berkala sehingga diharapkan

dapat meningkatkan outcome pasien dan menurunkan prevalensi AMR dalam

jangka panjang.

Dukungan dan saran perbaikan semua pihak sangat diperlukan untuk

kesempurnaan buku panduan ini. Semoga bermanfaat untuk RSUD Dr.

Soetomo tercinta.

Tim Penyusun PPAB

RSUD Dr. Soetomo

Page 6: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

vi

Sambutan Direktur

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, senantiasa bertekad untuk

menjadi lebih baik dalam bidang pelayanan kepada masyarakat daerah Jawa

Timur maupun propinsi lainnya. Sebagai rumah sakit rujukan nasional sudah

tepat apabila perkembangannya menuju kearah standarisasi disegala lini

kinerja dengan mengutamakan mutu dan keselamatan pasien, keluarga

maupun penyelenggara. Untuk maksud tersebut RSUD Dr. Soetomo

berkemauan keras untuk dapat diakui melalui proses akreditasi rumah sakit

baik akreditasi Nasional dan Internasional (JCI).

Berbagai kebijakan, pedoman, panduan, dan SPO dirancang saling

melengkapi guna terciptanya prosedur yang standar dan berorientasi pada

mutu dan keselamatan pasien, kepuasan kastamer yang telah mempercayakan

layanan kesehatan di RSUD Dr. Soetomo.

Kami menyambut gembira, terbitnya buku Panduan Penggunaan

Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB) di RSUD Dr. Soetomo, sebagai

acuan penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dalam upaya mengatasi

masalah peningkatan prevalensi resistensi antimikroba (AMR), akibat dari

penggunasalahan antibiotik dalam sistem layanan kesehatan di rumah sakit.

Dengan diterbitkannya buka panduan penggunaan antibiotik (PPAB) ini

diharapkan akan terasa dampak dalam peningkatan penggunaan antibiotik

secara bijak, penurunan insiden HAI, penurunan prevalensi AMR, penurunan

belanja antibiotik dan penghematan biaya pengobatan, sehingga semakin baik

outcome pelayanan kasus infeksi di RSUD Dr.Soetomo.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada Tim penyusun dan semua pihak yang berkontribusi dalam

penyusunan buku panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi ini.

Semoga bermanfaat bagi semua.

Direktur RSUD Dr. Soetomo.

dr.HARSONO

Page 7: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

vii

Tim Kontributor: 1. Dr. Joni Wahyuhadi,dr.,SpBS-K (Wadir Pelayanan Medik)

2. Dr. Hamzah, dr.,SpAn-KNA (Ketua KFT)

3. Prof. Dr. Kuntaman,dr.,MS, SpMK-K ( SMF Mikrobiologi Klinik)

4. Dr. Tarmono,dr.,SpU-K (SMF Urologi)

5. Fendy Matulatan, dr.,SpB(K)BA (SMF Ilmu Bedah)

6. Soedarsono, dr., SpP-K (SMF Ilmu Penyakit Paru)

7. Dr. Erwin Astha Triyono,dr.,SpPD-KPTI (SMF Ilmu Peny.Dalam)

8. Relly Yanuari P, dr.,SpOG-K (SMF Obgyn)

9. Sulis Bayusentono,dr.,SpOT (SMF Orthopaedi dan traumatology)

10. Tedy Apriawan,dr.,SpBD-K (SMF Bedah Saraf)

11. Hantoro,dr.,SpB(K)Onk (SMF Ilmu Bedah)

12. Dr. Lynda Hariani,dr.,SpBP-RE (SMF Bedah Plastik)

13. Arif Rakhman Hakim, dr.,SpB(K)BTKV (SMF Ilmu Bedah)

14. Rony Baehaqi,drg.,SpBM (SMF Gigi dan Mulut)

15. Dwiyanti Puspitasari, dr.,SpA-K (SMF Ilmu Kesehatan Anak)

16. Bramantono,dr.SpPD-KPTI (SMF Ilmu Penyakit Dalam)

17. Abdulloh Machin, dr.,SpS (SMF Ilmu Penyakit Saraf)

18. Maylita Sari,dr.,SpKK (SMF Kulit dan Kelamin)

19. Arthono,dr.,SpTHT (SMF Telinga Hidung dan Tenggorok)

20. Izmi Zuhriyah, dr.,SpM (SMF Ilmu Kesehatan Mata)

21. Muhammad Yahya, drs., SpFRS,Apt (Instalasi Farmasi)

Tim Reviewer:

1. Hari Paraton, dr.,SpOG-K (Ketua KPRA)

2. Prof.Dr. Kuntaman, dr.,MS, SpMK-K (Advisor KPRA)

3. Prof. Usman Hadi., dr.,PhD, SpPD-KPTI (Advisor KPRA)

4. Bambang Pujo Semedi,dr.,SpAn-KIC (Koordinator Tim ASP/PGA

KPRA)

5. Mariyatul Qibtiyah,SSi, SpFRS,Apt (Sekretaris KPRA)

Tim Editor:

1. Mariyatul Qibtiyah, SSi, SpFRS,Apt

2. Agustina Damayanti, SKM

Page 8: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

viii

Daftar Isi

SK Penetapan iii

Kata Pengantar v

Sambutan Direktur vi

Daftar Nama Tim vii

Daftar Isi viii

Bab I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Definisi 2

1.4 Masa Berlaku 3

1.5 Kelebihan dan Keterbatasan 3

Bab II Kebijakan Pengendalian Penggunaan Antibiotik 4

1. Penetalaksanaan Kasus Infeksi Secara Umum 4

2. Penggunaan Antibiotik 5

3. Panduan Penggunaan Antibiotik 9

4. Pemantauan dan Evaluasi 10

5. Sosialisasi dan Evaluasi 10

Bab III Penggunaan Antibiotik Profilaksis 11

3.1 Bedah Digestive 13

3.2 Bedah Thorax Kardio-Vascular 14

3.3 Bedah Onkologi 16

3.4 Bedah Saraf 18

3.5 Bedah Orthopaedi dan Traumatologi 18

Page 9: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

ix

3.6 Bedah Urologi 19

3.7 Obstetri dan Ginekologi 20

3.8 Bedah Mulut 21

Bab IV Penggunaan Antibiotik Terapi Empiris 23

Bab V Evaluasi Penggunaan Antibiotik 37

5.1 Audit Kuantitas Penggunaan Antibiotik di

Rumah Sakit 37

5.2 Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di

Rumah Sakit 39

Bab VI Penutup 42

Lampiran 43

Referensi 53

Page 10: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang.

Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah

antimikroba antara lain antibiotik (anti bakteri), anti jamur, anti virus,

antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak

digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi

menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak

tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak

memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik

diberbagai rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak ada

indikasi (Hadi,2009). Data surveilans penggunaan antibiotik di RSUD

Dr. Soetomo tahun 2017 terdapat 47% pasien rawat inap yang

mendapat terapi antibiotik dan 39% inappropriately yaitu penggunaan

yang tidak ada indikasi, tidak tepat jenis pemilihan antibiotik dan

terlalu lama pemberiannya.

Intensitas penggunaan antibiotik yang relative tinggi

menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global

bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain

berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak

negative terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada

awalnya resistensi ditemukan di tingkat rumah sakit, tetapi lambat

laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya

Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Escherichia

coli. Beberapa bakteri resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di

seluruh dunia yaitu Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus

(MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-

Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumonia yang menghasilkan

Extended-Spectrum Beta-Lactamase(ESBL), Carbapenem-Resistant

Acinetobacter baumannii. Data surveilans nasional tahun 2016

Page 11: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

2

menunjukkan prevalensi bakteri penghasil ESBL pada 8 rumah sakit

rujukan rata-rata mencapai 60%. Peningkatan prevalensi resistensi

antimkroba ini terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak

dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang

belum optimal.

Untuk meningkatkan penerapan penggunaan antibiotik secara

bijak perlu disusun Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan

Terapi (PPAB) dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan para

klinisi DPJP dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis,

dan lama pemberian antibiotik dengan tepat, juga sebagai acuan dalam

monitoring dan evaluasi secara berkala.

1.2.Tujuan

Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB)

RSUD Dr. Soetomo bertujuan sebagai panduan para klinisi DPJP

dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis, dan lama

pemberian antibiotik yang tepat.

1.3. Definisi

Antibiotik : Zat yang dihasilkan oleh mikroba

terutama fungi, yang dapat menghambat

pertumbuhan atau membasmi mikroba

jenis lain

Antibiotik Profilaksis : Pemberian antibiotik sebelum, saat dan

hingga 24 jam pasca operasi pada kasus

yang secara klinis tidak didapatkan tanda-

tanda infeksi dengan tujuan untuk

mencegah terjadi infeksi luka operasi.

Antibiotik Empiris : Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi

yang belum diketahui jenis bakteri

penyebabnya.

Page 12: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

3

Antibiotik Definitif : Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi

yang sudah diketahui jenis bakteri

penyebab dan pola resistensinya

Resistensi Antibiotik : Kemampuan mikroba untuk bertahan

hidup terhadap efek antibiotik sehingga

tidak efektif dalam penggunaan klinis.

Bakteri resisten : Bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik

yang pada awalnya efektif untuk

mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri tersebut

1.4. Masa Berlaku

Kesesuaian pedoman ini memiliki batas waktu maksimal 3 tahun

sehingga diharapkan dalam 3 tahun kedepan dapat dievaluasi dan

diperbarui kembali berdasarkan pola kuman Rumah Sakit Dr.

Soetomo dan perkembangan evidence based.

1.5 Kelebihan dan Keterbatasan

1) Kelebihan

a) Panduan ini merujuk pada Pedoman Umum Penggunaan

Antibiotik Kementerian Kesehatan RI dan Formularium

Nasional.

b) Panduan ini merujuk pada Kebijakan Pengendalian

Penggunaan Antibiotik RSUD Dr. Soetomo.

c) Panduan ini mempertimbangkan pola bakteri dan

antibiogram RSUD Dr. Soetomo terbaru.

d) Panduan ini mengikuti perkembangan evidance base

medicine (EBM) terkini.

Page 13: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

4

2) Keterbatasan

a) Panduan ini hanya digunakan sebagai acuan terapi

antibiotik empiris sebelum mendapatkan informasi hasil

pemeriksaan mikrobiologi sebagai terapi definitive.

b) Panduan ini perlu dilakukan evaluasi berkala dengan

mempertimbangkan perubahan pola bakteri dan

perkembangan EBM

BAB II. KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK

Kebijakan Pengendalian Penggunaan Antibiotik telah ditetapkan

berdasarkan Keputusan Direktur RSUD Dr. Soetomo nomor: 188.4/

237/ 301/ 2018, sebagai berikut:

1. PENATALAKSANAAN KASUS INFEKSI SECARA UMUM

a. Pasien dengan gejala infeksi dilakukan anamnesis,

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang (laboratorium/

radiologi).

b. Apabila penyebab infeksi diduga bakteri/jamur, maka segera

dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan

mikrobiologi dan diberikan antibiotik empiris.

c. Setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi, maka dilakukan

de-eskalasi untuk terapi antibiotik definitif dengan

mempertimbangkan kondisi klinis pasien.

d. Apabila hasil pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan

bakteri/jamur, penanganan pasien dikaji sesuai kondisi klinis

pasien dan pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya.

e. Penanganan kasus infeksi kompleks dan infeksi yang

disebabkan oleh bakteri pan-resisten, MRSA, MDRO seperti

kelompok bakteri penghasil ESBL, Carbapenem resisten perlu

Page 14: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

5

penanganan secara multi-disiplin yang didiskusikan dalam

forum kajian kasus infeksi terintegrasi.

f. Penanganan penyakit infeksi kompleks dilakukan secara

berjenjang dimulai SMF (DPJP atau Tim PRA SMF) dan bila

diperlukan KPRA RSUD Dr. Soetomo dapat dilibatkan dalam

penanganan kasus tersebut.

g. Tim PRA SMF dan KPRA RSUD Dr. Soetomo dapat

memberikan bimbingan dan memantau perkembangannya.

2. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

2.1 Ketentuan Umum

a. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak berdasarkan

prinsip penggunaan “antibiotic stewardship program

(ASP)”.

b. Penggunaan antibiotik meliputi indikasi profilaksis pada

pembedahan dan indikasi terapi.

c. Antibiotik indikasi terapi terdiri dari terapi empiris dan

terapi definitif.

d. Jenis antibiotik yang digunakan untuk indikasi profilaksis

pada pembedahan tidak digunakan untuk indikasi terapi,

begitu juga sebaliknya.

2.2 Ketentuan Khusus

2.2.1 Antibiotik Terapi Empiris dan Definitif

a. Pemilihan terapi antibiotik empiris berdasarkan

panduan penggunaan antibiotik (PPAB) disusun

berdasarkan pola mikroba dan pola sensitivitas

antibiotik di RSUD Dr. Soetomo, farmakokinetik-

farmakodinamik serta kajian evidence base

medicine (EBM).

b. Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3 hari

untuk dilakukan evaluasi respon klinis dan/ atau

hasil laboratorium.

Page 15: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

6

c. Terapi antibiotik definitif didasarkan hasil

pemeriksaan mikrobiologi sesuai prinsip

penggunaan antibiotik secara bijak. Penetapan jenis

antibiotik harus mempertimbangkan kendali mutu

dan kendali biaya meliputi: aspek efektivitas,

keamanan, ketersediaan, biaya dan legalitas.

2.2.2 Antibiotik Profilaksis pada Pembedahan

a. Antibiotik profilaksis digunakan pada kategori

operasi bersih berisiko infeksi dan bersih

kontaminasi.

b. Pemberian antibiotik profilaksis ditujukan untuk

mencegah kejadian infeksi daerah operasi (IDO),

menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca

operasi.

c. Saat pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali

pemberian atau dosis tunggal dalam waktu 15-30

menit secara drip intravena (dilarutkan dalam 100

ml normal saline pada pasien dewasa) dan

pemberian di kamar operasi.

d. Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila terjadi

perdarahan lebih dari 1500 ml atau lebih dari 30%

Estimated blood volume = EBV (pada pasien anak

> 15% EBV) atau lama operasi lebih dari 3 jam,

lama pemberian maksimal 24 jam sejak pemberian

antibiotik profilaksis pertama, kecuali pada kasus-

kasus tertentu (sesuai Panduan Praktek Klinik=

PPK).

e. Rekomendasi jenis antibiotik profilaksis adalah

Cephalosporin generasi I (Cefazolin) atau generasi

II (Cefuroxime), kecuali pada kasus-kasus tertentu

(sesuai PPK)

Page 16: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

7

2.2.3 Antibiotik Profilaksis pada Non Bedah

Antibiotik profilaksis pada kasus non-bedah mengacu

pada PPK yang berlaku dan referensi berbasis bukti

(EBM) yang telah disepakati di rumah sakit

2.2.4 Antibiotik kombinasi

a. Pemberian antibiotik lebih dari satu jenis ditujukan

untuk meningkatkan sinergisme efek antibiotik pada

infeksi yang spesifik dan mengurangi risiko

timbulnya bakteri resisten.

b. Indikasi penggunaan kombinasi antibiotik pada

kasus infeksi yang dicurigai atau diketahui

disebabkan lebih dari satu mikroba patogen dan

tidak bisa diatasi dengan satu jenis antimikroba.

c. Pertimbangan pemberian kombinasi antibiotik

berdasarkan PPK yang berlaku dan referensi

berbasis bukti

2.2.5 Kategorisasi Restriksi Antibiotik

a. Pengaturan pembatasan penggunaan antibiotik

mengacu pada aturan regulasi “restriksi”

Formularium Nasional (FORNAS)

b. Jenis kategorisasi antibiotik meliputi :

1) Antibiotik lini pertama (unrestricted) diresepkan

oleh dokter umum, PPDS, dan DPJP. Antibiotik

lini pertama meliputi:

a. Aminoglikosida: Gentamycin

b. Penisillin : Ampicillin, Amoxicillin

c. Penisillin + penghambat betalaktamase:

Ampicillin-sulbactam, Amoxicillin-

clavunalat acid

d. Cephalosporin generasi I: Cephradin,

Cephalexin, Cefadroxil, Cefazolin

Page 17: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

8

e. Cephalosporin generasi II: Cephaclor,

Cefuroxime

f. Phenicol: Chloramphenicol,

Thiamphenicol

g. Golongan Linkosamide: Clindamycin oral

h. Golongan makrolide: Erythromycin,

Spiramycin, Clarithromycin,

Azithromycin

i. Golongan quinolone: Ciprofloxacin

j. Golongan tetrasiklin: Tetracyclin,

Doxicyclin

k. Kombinasi trimethoprim/sulfametoksazol:

Cotrimoxazole oral

l. Golongan imidazol: Metronidazole

2) Antibiotik lini kedua atau restricted

Antibiotik lini kedua (restricted) diresepkan oleh

DPJP atau PPDS dibawah supervisi DPJP dan

mendapat persetujuan konsultan infeksi.

Antibiotik lini kedua meliputi:

a. Cephalosporin gen III oral: Cefixime,

Cefditoren, Cefpodoxim-proxetil

b. Cephalosporin gen III injeksi: Ceftriaxone,

Cefotaxime, Ceftazidime, Cefoperazon,

Cefoperazon-sulbactam, Ceftizoxime

c. Cephalosporine gen IV injeksi: Cefepime,

Cefpirome

d. Fluoroquinolon gen III-IV: Levofloxacin,

Ofloxacin, Moxifloxacin,

e. Golongan monobaktam: Aztreonam

f. Golongan aminoglikoside: Amikacin,

Fosfomycin

Page 18: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

9

g. Golongan lain: Nitrofurantoin, Colistin per-

oral

3) Antibiotik lini ketiga atau reserved

Antibiotik lini ketiga (reserved) termasuk dalam

antibiotik pengendalian khusus, diresepkan DPJP

untuk indikasi tertentu atas persetujuan tim ASP

(tim PGA-KPRA). Adapun tata laksana

pelayanan antibiotik pengendalian khusus diatur

dalam standar prosedur operasional (SPO).

Antibiotik lini ketiga meliputi:

a. Golongan Carbapenem inj (Meropenem,

Ertapenem, Doripenem, Imipenem-cilastatin)

b. Vancomycin inj

c. Piperacillin-tazobactam inj

d. Tygecycline inj

e. Linezolide inj

f. Polimixin B inj

g. Colistin inj

h. Cotrimoxazole inj

3. PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB)

a. Setiap SMF/Departemen menyusun panduan penggunaan

antibiotik mengacu pada panduan praktek klinik terkait

penggunaan antibiotik (PPK-PAB) dan kebijakan

pengendalian penggunaan antibiotik RSUD Dr. Soetomo

b. Pemilihan jenis antibiotik pada panduan penggunaan

antibiotik (PPAB) disusun berdasarkan pertimbangan pola

mikroba dan pola sensitivitas antibiotik di RSUD Dr.

Soetomo, farmakokinetik-farmakodinamik serta kajian

evidence base medicine (EBM).

Page 19: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

10

c. Usulan draft PPAB masing-masing Dep/SMF akan dikaji

bersama oleh KPRA, KFT dan SMF terkait, selanjutnya

ditetapkan dan disahkan oleh Direktur RSUD Dr. Soetomo

d. Evaluasi dan revisi PPAB dilakukan secara berkala setiap 2-3

tahun

4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

a. Pemantauan dan evaluasi kebijakan dilakukan secara berkala

setiap tahun

b. Indikator evaluasi sebagai berikut:

• kuantitas penggunaan antibiotik

• kualitas penggunaan antibiotik

• kepatuhan terhadap kebijakan dan panduan penggunaan

antibiotik

• pola mikroba, pola sensitivitas dan resistensi antimikroba

• angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh

mikroba resisten

c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan secara

kolaboratif dan koordinatif antara KPRA, KFT, KPPI,

Instalasi Mikrobiologi Klinik, Instalasi Farmasi, dan SMF

terkait.

5. SOSIALISASI DAN EDUKASI

a. Sosialisasi dan edukasi dalam meningkatkan pemahaman

pengendalian dan penggunaan antibiotik bijak dilakukan

pelatihan atau workshop bagi:

• staf medik fungsional (DPJP)

• tenaga keperawatan

• tenaga kefarmasian

• PPDS-I

• PPDSp-2

• Dokter muda

Page 20: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

11

b. Pelaksanaan pelatihan atau workshop bekerjasama dengan

Bidang DIKLAT RSUD Dr. Soetomo

BAB III. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS

Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical site infection

(SSI) adalah infeksi pada tempat operasi merupakan salah satu

komplikasi utama operasi yang meningkatkan morbiditas dan biaya

perawatan penderita di rumah sakit, bahkan meningkatkan mortalitas

penderita. Angka kejadian IDO pada suatu institusi penyedia

pelayanan kesehatan mencerminkan kualitas pelayanan institusi

tersebut.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi (faktor risiko)

terjadinya IDO antara lain:

1. Sifat operasi (derajat kontaminasi operasi),

2. Nilai ASA (American Society of Anesthesiologists),

3. Komorbiditas DM (Diabetes Mellitus),

4. Suhu praoperasi,

5. Jumlah lekosit

6. Operasi yang lama (Prolonged Operation)

7. Obesitas

8. Malnutrisi

9. Penggunaan kotrikosteroid jangka panjang

10. Rematoid arthritis

11. Rokok

12. Infeksi nasokomial

13. Kehilangan banyak darah durante operasi (Massive Blood

Loss)

Page 21: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

12

Kategori atau kelas operasi berdasarkan klasifikasi Mayhall, sebagai

berikut:

Tabel.1 Kategori/kelas operasi (Mayhall Classification)

Kelas Operasi Definisi Penggunaan

Antibiotik

Operasi bersih Operasi yang dilakukan pada daerah

dengan kondisi pra bedah tanpa infeksi,

tanpa membuka traktus (respiratorius,

gastrointestinal, urinarius, bilier), operasi

terencana, atau penutupan kulit primer

dengan atau tanpa digunakan drain

Kelas operasi bersih

terencana umumnya

tidak memerlukan

antibiotik profilaksis

kecuali pada

beberapa jenis

operasi, misalnya

mata, jantung dan

sendi

Operasi bersih-

kontaminasi

Operasi yang dilakukan pada traktus

(digestivus, bilier,

urinarius, respiratorius, reproduksi

kecuali ovarium) atau operasi tanpa

disertai kontaminasi yang nyata

Pemberian antibiotik

profilaksis pada kelas

operasi bersih

kontaminasi perlu

dipertimbangkan

manfaat dan

risikonya karena

bukti ilmiah

mengenai efektivitas

antibiotik profilaksis

belum ditemukan

Operasi

Kontaminasi

Operasi yang membuka saluran cerna,

saluran empedu, saluran kemih, saluran

napas sampai orofaring, saluran

reproduksi kecuali ovarium atau operasi

yang tanpa pencemaran nyata (Gross

spillage)

Kelas operasi

kontaminasi

memerlukan

antibiotik terapi

(bukan profilaksis)

Operasi Kotor Adalah operasi pada perforasi saluran

cerna, saluran urogenital atau saluran

napas yang terinfeksi ataupun operasi

yang melibatkan daerah yang purulen

Kelas operasi kotor

memerlukan

antibiotik terapi

(bukan profilaksis)

Page 22: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

13

(inflamasi bakterial). Dapat pula operasi

pada luka terbuka lebih dari 4 jam

setelah kejadian atau terdapat jaringan

non-vital yang luas atau nyata kotor

3.1 Bedah Digestive

Jenis/Prosedur operasi Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Herniotomy

open/laparoscopi

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal A

Splenectomy (resiko

potensial infeksi)

B Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal A

Appendicitis tanpak

komplikasi →(open/

laparoscop)

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit +

Metronidazole 500

mg iv drip, 30-60

menit sebelum

insisi

Dosis

tunggal A

Cholecystectomy (resiko

rendah)→

open/laparoscopi

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

A

Gastroduodenal

procedure/

vagotomy/

pancreaticodudenectomy,

antireflux,

pancreatectomy

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal A

Small Intestine procedure BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal A

Page 23: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

14

Obstructed BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit +

Metronidazole 500

mg iv drip, 30-60

menit sebelum

insisi

Dosis

tunggal A

Colorectal procedure BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit +

Metronidazole 500

mg iv drip, 30-60

menit sebelum

insisi

Dosis

tunggal

max 24

jam

A

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

3.2 Bedah Thorax Kardio-Vascular

Jenis/Prosedur

operasi

Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

ASD closure B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

VSD closure B Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

Total koreksi TOF

B Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

PDA ligasi B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

BCPS B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

Page 24: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

15

sebelum insisi

Fontan B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

CABG B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

MVr/R B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

AVr/R B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

AV shunt B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

Rekonstruksi vaskular

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

Wedge reseksi B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

Air/muscle plumbege

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

Clipping costa B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal max

2x24 jam

A

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T= Operasi

Terkontaminasi

Page 25: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

16

3.3 Bedah Onkologi

Jenis/Prosedur

operasi

Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Eksisi tumor

mamma

Ginekomastia

Mamma aberans

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Eksplorasi duktus

mama

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

mastektomi B Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Rekonstruksi

payudara

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Operasi lain pada

payudara

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Sentinel node

biopsy

B Tanpa Antibiotik Dosis tunggal A

Biopsy

stereotaktik

B Tanpa Antibiotik Dosis tunggal A

Eksisi luas lesi

kulit

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Skin plasty dan

repair luka B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Flap atau graft

pedikel B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

Dosis tunggal A

Page 26: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

17

sebelum insisi

Tumor otot ,

tendon, fasia B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Amputasi dan

disartikulasi

ekstremitas

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis tunggal A

Mastektomi +

inflamasi BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Eksisiluas lesi

kulit + inflamasi BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Skin graft BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Skin plasty atau

repair luka +

inflamasi

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Tumor otot,

tendon, fasia +

inflamasi

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Ovarektomi

bilateral, salfingo-

ovarektomi

bilateral

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Amputasi dan

disartikulasi

ekstremitas +

inflamasi

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

Page 27: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

18

3.4 Bedah Saraf

Jenis/Prosedur

operasi

Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Elective

Craniotomy and

Cerebrospinal

fluid shunting

procedures

B Dewasa:

Cefazolin 2-3 gram,

iv drip 15 menit, 30-60

menit sebelum insisi

Anak:

Cefazolin 30 mg/kgBB

max 24

jam

A

Implantantion of

intrathecal Pump

B Dewasa:

Cefazolin 2-3 gram,

iv drip 15 menit, 30-60

menit sebelum insisi

Anak:

Cefazolin 30 mg/kgBB

max 24

jam

C

Spinal Procedures

with and without

implantation

B Dewasa:

Cefazolin 2-3 gram,

iv drip 15 menit, 30-60

menit sebelum insisi

Anak:

Cefazolin 30 mg/kgBB

max 24

jam

A

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

3.5 Bedah Orthopaedi dan Traumatologi

Jenis/Prosedur

operasi

Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Operasi Bersih

Meliputi tangan,

lutut atau kaki dan

tidak meliputi

implantasi benda

asing

B Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal C

Prosedur khusus

dengan atau tanpa

B Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

Dosis

tunggal A

Page 28: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

19

instrumentasi 30-60 menit

sebelum insisi

Prosedur soft

tissue atau sejenis

yang beresiko

kontaminasi pada

Cerebral Spinal

Fluid (Spine

decompresi)

BK Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max

24 jam

A

Prosedur operasi

tahap kedua

dalam satu waktu

MRS yang sama

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24

jam

A

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

3.6 Bedah Urologi

Jenis/Prosedur

operasi

Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Traktus urinarius

dengan segmen

saluran cerna

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Traktus urinarius

tanpa segmen

saluran cerna

B Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal A

Implant/prosthesis:

penis, sfingter

BK Cefazolin 1-2 gram.

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Operasi

Rekonstrusi genital

BK Cefazolin 1-2 gram,

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24 jam

A

Intervensi lain di BK Cefazolin 1-2 gram, Dosis A

Page 29: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

20

luar traktus

urinarius

iv drip 15 menit,

30-60 menit

sebelum insisi

tunggal

max 24 jam

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

3.7 Obstetri dan Ginekologi

Jenis/Prosedur operasi Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan

Rejimen

Dosis

Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Kuretase (abortus inkomplit /

„missed abortion‟)

BK Tanpa

Antibiotik

- IA

Kuretase (biopsi endometrium) BK Tanpa

Antibiotik

- IIID

Kuretase(„induced abortion‟) BK Doksisiklin

100 mg p.o 1

jam pre op &

200 mg 1 jam

post op

Alternatif:

Metronidazole

500 mg p.o 1

jam pre op,

tiap 12 jam

max 5

hari IA

Histerosalpingogram /

kromotubasi

BK Doksisiklin

p.o 100 mg

tiap 12 jam

max 5

hari IIB

Pemasangan IUD BK Tanpa

Antibiotik

- IA

Seksio cesarea BK Cefazoline i.v

drip 15 menit

Dosis:2gr

(<120kg) atau

3gr (> 120kg)

Dosis

tunggal

max 24

jam

IA

Page 30: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

21

Diberikan 30-

60 menit

sebelum insisi

Histerektomi (abdominam,

vaginam, laparoskopi)

BK Cefazoline i.v

drip 15 menit

Dosis:2gr

(<120kg) atau

3gr (> 120kg)

Diberikan 30-

60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24

jam

IA

Operasiuroginekologia.l;prolaps

organ pelvikdanatau stress

inkontinens (TVT atau TOT)

BK Cefazolin 1-2

gram, iv drip

15 menit, 30-

60 menit

sebelum insisi

Dosis

tunggal

max 24

jam

IIIB

Tesurodinamik BK Tanpa

Antibiotik

- IA

Histeroskopidiagnostik /

operatif BK Tanpa

Antibiotik

- IIA

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

3.8 Bedah Mulut Jenis/Prosedur

operasi

Kelas

Operasi

B/BK

Jenis dan Rejimen

Dosis Antibiotik

Durasi KET

(level of

evidence)

Resek si mandibula

dengan

rekonstruksi plat

BK Cefazolin 2gram

+ metronidazole inf

500 mg, drip selama

15 menit, saat 30

menit sebelum

operasi

Dosis

tunggal

max

24 jam

IA

Reseksi mandibula

dengan

rekonstruksi

autograft

BK Cefazolin 2gram

+ metronidazole inf

500 mg, drip selama

15 menit, saat 30

menit sebelum

operasi

Dosis

tunggal

max

24 jam

IA

Page 31: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

22

Hemimaksilektomi BK

Cefazolin 2gram, drip

selama 15 menit, saat

30 menit sebelum

operasi

Dosis

tunggal

max

24 jam

IA Sialodektomi BK

Eksisi plunging

ranula

BK

Marginal

mandibulektomi

BK

Eksisi luas BK

Enukleasi BK

Marsupialisasi BK

Grafting mukosa

oris

BK

Palatoraphy BK

Plating mandibula B/BK

Plating maksila B/BK

Plating zygoma B/BK

Insisi dan drainage

abses

BK Cefazolin 2gram

+ metronidazole inf

500 mg, drip selama

15 menit, saat 30

menit sebelum

operasi

Dosis

tunggal max 24

jam

IA

Odontektomi berat BK

Cefazolin 2gram, drip

selama 15 menit, saat

30 menit sebelum

operasi

Cefazolin 2gram, drip

selama 15 menit, saat

30 menit sebelum

operasi

Dosis

tunggal

max 24

jam

Dosis

tunggal max 24

jam

IA

IA

Ekstraksi gigi

dengan penyulit

sistemik

BK

Debridement dan

replantasi gigi serta

stabilisasi dengan

arch bar/braket

BK

Multipel insisi dan

drainage phlegmon

BK

Vestibuloplasty/alv

eolektomi

BK

Pemasangan dental

implant

BK

*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi

Terkontaminasi

Page 32: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

23

BAB IV. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TERAPI

EMPIRIS

Penggunaan antibiotik terapi empiris adalah penggunaan

antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri

penyebabnya. Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3-5

hari untuk dilakukan evaluasi respon klinis dan/ atau

perkembangan hasil laboratorium. Setelah ada hasil pemeriksaan

mikrobiologi maka segera disesuaikan antibiotik definitif sesuai

hasil antibiogramnya.

Yang dimaksud antibiotik pilihan pertama adalah

antibiotik yang menjadi pilihan pertama untuk terapi empiris.

Antibiotik pilihan kedua adalah antibiotik yang digunakan jika

antibiotik pilihan pertama tidak dapat digunakan dengan alasan

kondisi khusus, misalkan tidak memberikan respon perbaikan

klinis , terjadi reaksi efek samping obat/ reaksi alergi, kontra

indikasi, terkait ketersediaan obat. Antibiotik pilihan ketiga

adalah antibiotik yang digunakan jika antibiotik pilihan pertam

dan antibiotik pilihan kedua tidak dapat digunakan karena

kondisi khusus.

Page 33: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

24

4.1 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik

pada pasien dewasa

Diagnosis infeksi Bakteri

Pathogen

penyebab

tersering

Nama dan

Regimen

Dosis

Antibiotik

Durasi Ket

Infeksi saluran

kemih:

Sistitis

Pielonefritis

E.coli

E.coli

Cotrimoxazole

po 500 mg,

tiap 8 jam/hari

Pilihan I:

Ciprofloxacin

po 500 mg tiap

12 jam atau

Cotrimoxsazol

po 400 mg tiap

12 jam

Pilihan II:

Ceftriaxon iv 1

gram tiap 12

jam

3 hari

7 hari

7 hari

Leptospirosis Pilihan I:

Penicillin-

Procain im 1.2

juta unit tiap 6

jam

Atau

Doxicyclin

peroral 100 mg

tiap 12 jam

Pilihan II:

10 hari

7 hari

7 hari

Page 34: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

25

Ceftriaxon iv,

1 gram tiap 12

jam,

Demam tifoid Salmonella

thyphi Pilihan I:

Ciprofloxacin

PO 500 mg

tiap 12 jam

atau

Cotrimoxazole

PO 2 tablet

forte tiap 12

jam

Atau

Ceftriaxone iv

1 gram tiap 12

jam

Pilihan II:

Levofloxacin

inf 750 mg

tiap 24 jam

7 hari

7 hari

7 hari

7 hari

Diabetic food

infection

Bakteri gram

negatif Pilihan I:

Ciprofloxacin

iv 400 mg tiap

12 jam

plus

Metronidazole

iv 500 mg tiap

8 jam

Pilihan II:

Ceftriaxon iv

1 gram tiap 12

jam

plus

Metronidazole

10 hari

10 hari

Page 35: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

26

iv 500 mg tiap

8 jam

Diare akut karena

infeksi bakteri

Shigella,

E.coli

Salmonella

Vibrio cholera

Ciprofloxacin

per-oral 500

mg tiap 12 jam

atau 200 mg iv

tiap 12 jam

Ciprofloxacin

per-oral 500

mg tiap 12 jam

atau 200 mg iv

tiap 12 jam

Ciprofloxacin

per-oral 500

mg tiap 12 jam

atau 200 mg iv

tiap 12 jam

3 hari

7 hari

3 hari

Dysentri amoeba Entamoeba

histolytica

Metronidazole

per-oral, 750

mg tiap 8 jam

10 hari

Sepsis Bakteri gram

negatif dan

atau gram

positif

Pilihan I:

Ampicillin-

sulbactam 500

mg IV tiap 6

jam Pilihan

II:

Cefoperazone-

sulbactam 500

mg IV tiap 8

jam

5 hari

5 hari

Septik syok Bakteri gram

negatif dan

atau positif

Pilihan I:

Cefoperazone-

sulbactam 500

5 hari

-

Page 36: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

27

mg IV tiap 8

jam

Pilihan II:

Meropenem

500 mg IV tiap

8 jam

5 hari

Persetujua

n tim ASP

(PGA-

KPRA)

Pneumonia

komunitas (CAP),

rawat jalan tanpa

komorbid

Pilihan I: Erythromycin 500 mg PO tiap 8 jam Pilihan II: Klaritromisin 500 mg PO tiap 12 jam Pilihan III: Azitromisin 500 mg PO tiap 24 jam

5 hari

5 hari

3 hari

Pneumonia

komunitas (CAP),

rawat jalan

dengan komorbid

Pilihan I: levofloxacin 500 mg PO tiap 12 jam Pilihan II: Moksifloksasin 400 mg PO tiap 24 jam

5 hari

5 hari

Pneumonia

komunitas (CAP),

Rawat inap non

ICU

Pilihan I: levofloxacin 750 mg IV tiap 24 jam Pilihan II: Moksifloksasin 400 mg IV tiap 24 jam

5 hari

5 hari

Pneumonia

komunitas (CAP),

rawat inap ICU

Pilihan I: levofloxacin 750 mg IV tiap 24 jam Pilihan II: Moksifloksasin 400 mg IV tiap 24 jam

5 hari

5 hari

Page 37: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

28

Hospital acquired

pneumonia

(HAP)

Pilihan I:

Ciprofloxacin

400 mg IV tiap

8 jam

atau

Levofloxacin

750 mg IV tiap

24 jam

Pilihan II: Cefoperazon-sulbactam 1 gram IV tiap 8 jam

5 hari

5 hari

5 hari

Ventilator

associated

pneumonia

(VAP)

Pilihan I:

Cefoperazon-

sulbactam 1

gram IV tiap 8

jam

Pilihan II:

Amikasin 750

mg IV tiap 24

jam

5 hari

5 hari

Meningitis:

Immuno-

competent *

Usia < 50 tahun

Immuno-

competent *

Usia > 50 tahun

S. pneumo, N.

meningi, H.

influenza

S. pneumo,

Listeria,

H. influenza.

N. mening,

grup B

streptococci

Pilihan I:

Ceftriaxone 2

gram IV tiap

12 jam

Pilihan II:

(Jika terjadi

reaksi alergi)

Moxifloxacin

400 mg IV tiap

24 jam

Pilihan I:

Ceftriaxone 2

gram IV tiap

12 jam PLUS

Ampicillin 2

gram IV tiap 4

jam

14 hari

14 hari

14 hari

Terapi

dihentikan

jika hasil

kultur LP

sebelum

terapi

antibiotik

negative

pada 48

jam ATAU

tidak ada

PMN pada

hitung

jenis

Page 38: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

29

Imuno-

compromised

(transplan organ

solid, leukemia

atau neutropenia)

S. pneumo, N.

mening, H.

influenza,

Listeria,

(Gram

negative)

Pilihan II:

(jika terjadi

reaksi alergi)

Moxifloxacin

400 mg IV tiap

24 jam

Pilihan I:

Cefepime 2

gram IV tiap 8

jam PLUS

Ampicillin 2

gram IV tiap 4

jam

14 hari

Meningitis post

neurosurgery atau

trauma penetrasi

kepala

S. pneumo

(jika CSF

bocor), H.

influenza,

Staphylococci

, Gram-

negatives

Pilihan I:

Cefepime 2

gram IV tiap 8

jam

Pilihan II:

(jika terjadi

reaksi alergi)

Ciprofloxacin

400 mg IV tiap

8-12 jam

14 hari

14 hari

Shunt yang

terinfeksi

S. aureus,

coagulase-

negatif

staphylococci,

Gram-

negative

(jarang)

Pilihan I:

Cefepime 2

gram IV tiap 8

jam

Pilihan II:

(jika terjadi

reaksi alergi)

Ciprofloxacin

400 mg IV tiap

8-12 jam

7-14 hari

Abses Cerebri S. aureus,

Streptococci, Pilihan I:

Ceftriaxone 2

Page 39: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

30

Sumber tidak

diketahui

Gram-

negative,

Anaerob

gram IV tiap

12 jam PLUS

Metronidazole

400 mg IV tiap

6 jam

Pilihan II:

Ciprofloxacin

400 mg IV tiap

8 jam PLUS

Metronidazole

400 mg IV tiap

6 jam

14-21

hari

4.2 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik

pada pasien anak

Diagnosis

infeksi

Bakteri

Pathogen

penyebab

tersering

Nama dan

Regimen Dosis

Antibiotik

Durasi Ket

Bullous

impetigo,

Cellulitis of

unknown

etiologi,

Cellulitis

buccal,

pyoderma,

staphylococca

l scalded skin

syndrome

Cloxacillin PO

atau IV 15

mg/kgBB/dosis

tiap 8 jam

10-14 hari

Leptospirosis,

pasien rawat

inap

Leptospirosis,

pasien rawat

Leptospira Ceftriaxon IV

50

mg/kgBB/hari,

tiap 24 jam

Doxicyclin

7 hari

Page 40: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

31

jalan

(usia > 7 th)

peroral 4

mg/kgBB/hari

(maks

200mg/hari),

tiap 12 jam

7-10 hari

Typhoid fever Salmonella

Typhosa Pilihan I:

Chloramphenico

l PO atau IV 50-

100 mg/ kg/hari,

tiap 6 jam

Pilihan II:

Cotrimoxazole

PO

8 mg/kg/ hari

dari TMP tiap

12 jam

Pilihan III:

Ceftriaxone IV

100

mg/kgBB/hari,

tiap 12 jam

Pilihan IV:

Ciprofloxacin

IV atau PO 15

mg/kg/ kali, tiap

12 jam

7-10 hari

10 hari

5 hari

10-14 hari

bila

intoleransi

dengan

Chloramp

Bila tifoid

berat

life

threatenig

penggunaan

tidak > 2

minggu

Diphtheria Corynebacteri

um difteria Pilihan I:

Erythromycin

PO 40-50

mg/kg/hari, tiap

6 jam

Pilihan II:

Penicillin

procain inj

50.000-100.000

10-14 hari

10-14 hari

Difteri berat

Page 41: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

32

IU/kgBB/ hari,

tiap 12 jam

Pharyngitis

bakterial

Amoxicillin PO

50-75

mg/kg/hari, tiap

8 jam

Atau

Erythromycin

PO 40

mg/kg/hari, tiap

6 jam

10 hari

10 hari

Sepsis Bakteri gram

negative atau

gram pisitive

Pilihan I:

Ampicillin

Sulbactam IV

200

mg/kgBB/hari,

terbagi 4 dosis

tiap 6 jam

Jika tidak ada

perbaikan klinis

dalam waktu 3

hari dan

procalcitonin

meningkat,

maka dapat

ditambahkan:

Gentamycin Inj

5-7

mg/kgBB/hari,

terbagi dalam 1-

2 dosis tiap 12-

24 jam

Pilihan II:

Meropenem IV

30-

10-14 hari

10-14 hari

7 hari

Sebagai

terapi

definitive

sesuai hasil

kultur dan

atau

persetujuan

Tim ASP

Page 42: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

33

120mg/kgBB/ha

ri terbagi dalam

2-3 dosis, tiap

8-12 jam

(PGA-

KPRA)

Pneumoniae

pada anak usia

< 3 tahun

bakteria

atipikal

Mycoplasma

pneumoniae

Streptococcus

pneumoniae

Pilihan I:

Ampicilin IV

50-100 mg/

kgBB/hari tiap

12 jam

Pilihan II:

Gentamycin IV

5-7.5

mg/kgBB/hr

tiap 12-24 jam

Pilihan III:

Cefotaxim IV

150-200 mg/

kgBB/hr tiap 8

jam

10 hari

10 hari

10 hari

Pneumoniae

pada anak usia

3-5 tahun

bakteria

atipikal

Mycoplasma

pneumoniae

Streptococcus

pneumoniae

Pilihan I:

Ampicilin IV

50-100 mg/

kgBB/hari tiap 8

jam

Pilihan II:

Cholramphenico

l IV 50

mg/kgBB/hr

tiap 8 jam

Pilihan III:

Cefotaxim IV

150-200 mg/

kgBB/hr tiap 8

jam

10 hari

10 hari

10 hari

Pneumoniae

pada anak usia

bakteria

atipikal Pilihan I:

Page 43: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

34

> 5 tahun Mycoplasma

pneumoniae

Streptococcus

pneumoniae

Ampicilin IV

50-100 mg/

kgBB/hari tiap

6-8 jam

Pilihan II:

Cholramphenico

l IV 50

mg/kgBB/hr

tiap 8 jam

Pilihan III:

Ceftriaxon IV

50-75

mg/kgBB/hari

tiap 12-24 hari

10 hari

10 hari

10 hari

4.3 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik

pada pasien neonatus

Diagnosis

infeksi

Bakteri

Pathogen

penyebab

tersering

Nama dan

Regimen Dosis

Antibiotik

Durasi Ket

Sepsis

neonatorum

awitan dini

Sepsis

neonatorum

awitan

lambat

Stafilokokus

coagulase

negative,

E Coli,

Klebsiela

Pneumonia,

Enterococcus,

Pseudomona,

Stafilokokus

aureus

Pilihan I:

Ampisilin IV

50 mg/kgBB/dosis

tiap 12 jam per hari

DAN

Gentamisin IV

5 mg/kgBB/dosis

Beral lahir <1200 g

Usia 7 hari :

tiap 48 jam

Usia 8-30 hari :

3-14

hari

3-14

hari

Page 44: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

35

tiap 36 jam

Usia >30 hari :

tiap 24 jam

Berat lahir 1200 g

Usia 7 hari :

tiap 36 jam

Usia >7 hari :

tiap 24 jam

Pilihan II:

Cefoperazone-

sulbactam IV 50

mg/kgBB/dosis tiap

12-8 jam per hari

DAN

Amikasin IV

7,5 mg/kgBB/dosis

Usia kronologis :

<28 minggu tiap 36

jam

28-29 minggu tiap

24 jam

30-35 minggu tiap

18 jam

36 minggu tiap 12

jam

37 minggu dan >

hari tiap 8 jam

3-14

hari

3-14

hari

Pilihan III: Meropenem IV

20-40mg/kgBB/dosis

usia 7 hari tiap 12

jam

usia >7 hari tiap 8

jam

DAN /ATAU

Amikasin IV

7,5 mg/kg/kali

Usia kronologis :

<28 minggu tiap 36

10-14

hari

10-14

hari

Sebagai

terapi

definitive

sesuai

hasil

kultur

dan atau

persetuju

an Tim

ASP

(PGA-

Page 45: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

36

jam

28-29 minggu tiap

24 jam

30-35 minggu tiap

18 jam

36 minggu tiap 12

jam

37 minggu dan

> hari tiap 8 jam

KPRA)

BAB V. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit, sesuai

peraturan menteri kesehatan R.I nomor.8 tahun 2015 dalam

pasal 10 (2) disebutkan bahwa evaluasi penggunaan antibiotik di

rumah sakit sebagaimana menggunakan metode audit kuantitas

penggunaan antibiotik dan audit kualitas penggunaan antibiotik.

5.1 Audit Kuantitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit

Untuk memperoleh data yang baku dan dapat

diperbandingkan dengan penelitian di tempat lain, maka Badan

Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan

antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)

Classification dan pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik

dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days.

Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata

suatu obat yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi

utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit

baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang

sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau

Page 46: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

37

PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung

pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam ATC

classification system obat dibagi dalam kelompok menurut

sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut

fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi,

yaitu:

Tingkat pertama: kelompok anatomi (mis: untuk saluran

pencernaan dan metabolisme)

Tingkat kedua: kelompok terapi/farmakologi obat

Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi

Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat

Tingkat kelima: substansi kimiawi obat

Contoh:

J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik

(Tingkat pertama: kelompok anatomi)

J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik

(Tingkat kedua: kelompok

terapi/farmakologi)

J01C beta-lactam antibacterial, penicillins

(Tingkat ketiga: subkelompok

farmakologi)

J01C A penisilin berspektrum luas

(Tingkat keempat: subkelompok kimiawi

obat)

J01C A01 ampisilin

(Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)

J01C A04 amoksisilin

(Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)

Page 47: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

38

Cara perhitungan DDD

Data yang berasal dari pasien digunakan rumus untuk setiap pasien:

jumlah dosis konsumsi antibiotik dalam gram

jumlah konsumsi (DDD) = ---------------------------------------------------

DDD antibiotik dalam gram

total DDD

DDD/100 patient days = ------------------------------ x 100

total jumlah hari-pasien

Keterangan:

jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam

suatu periode studi

5.2 Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit

Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan

melihat form penggunaan antibiotik dan rekam medik pasien

untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap kasus dapat dipelajari

dengan mempertimbangkan gejala klinis dan hasil laboratorium

apakah sesuai dengan indikasi penggunaan antibiotik, apakah

tepat pemilihan jenis antibiotik, apakah tepat rejimen dosis,

lama pemberian dan saat pemberiannya.

Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 orang (tim

KPRA) dan digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk

menentukan kategori kualitas setiap antibiotik yang digunakan.

Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara reviewer

maka dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus

yang berbeda penilaiannya.

Page 48: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

39

Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam

kaitannya dengan laporan pola mikroba dan kepekaannya

terutama terhadap mikroba multi-resisten, sekurang-kurangnya

satu tahun sekali.

Kategori hasil penilaian (Gyssens flowchart): Kategori 0 : Penggunaan antibiotik tepat dan rasional Kategori I : tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik Kategori II A : tidak tepat dosis pemberian antibiotik Kategori II B : tidak tepat interval pemberian antibiotik Kategori II C : tidak tepat rute pemberian antibiotik Kategori III A : pemberian antibiotik terlalu lama Kategori III B : pemberian antibiotik terlalu singkat Kategori IV A : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih efektif Kategori IV B : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih aman Kategori IV C : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih murah Kategori IV D : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit Kategori V : tidak ada indikasi pemberian antibiotik Kategori VI : data tidak lengkap sehingga

penggunaan antibiotik tidak dapat dinilai

Page 49: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

40

BAB VI. PENUTUP

Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB)

diterbitkan untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah

berlaku. Apabila didapatkan perbedaan atau perselisihan pendapat

tentang panduan penggunaan antibiotik ini, maka akan diselesaikan

secara diskusi berdasarkan evidence based medicine yang diakui dan

dipahami bermanfaat untuk meningkatkan layanan perawatan pasien.

Pandangan akademik masing-masing pihak akan saling dihormati dan

disinkronisasi untuk mendapatkan kesepakatan yang obyektif, rasional

dan berguna bagi kesembuhan pasien.

Pembaharuan dan evaluasi secara regular akan dilakukan untuk

memperbaiki dan menyempurnakan panduan penggunaan antibiotik

profilaksis dan terapi dengan kesesuaian pelaksanaan di lapangan

setiap 2-3 tahun. Semua saran perbaikan dapat disampaikan demi

perbaikan dan kesempurnaan panduan ini. Atas perhatian dan kerja

sama positif semua pihak disampaikan terima kasih.

Page 50: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

41

Lampiran 1. Tabel Saat/Waktu Pemberian Antibiotik per-

Oral

Nama Generik AC DC PC Nama Generik AC DC PC

Amoxicillin + - + Isoniazid 1 jam - 2

jam

Amoxicillin

clavunalic acid

+ + - Kanamycin

sulfat

+ - +

Ampicillin 1 jam - 2

jam

Levofloxacin + - +

Ampicillin /

sulbactam

+ - 2

jam

Lincomycin 1 jam - 2

jam

Azitromycin 1 jam - 2

jam

linezolid + - +

Cefadroxil + - + Metronidazole - + +

Cefixime - + - Moxifloxacin + - +

Cefuroxime - + - Ofloxacin + - +

Chloramphenic

ol

1 jam - 2

jam

Phenoxymethyl

penicillin

1 jam - 2

jam

Ciprofloxacin + - + Pyrazinamide - + -

Clarithomycin + - + Rifampicin 1 jam - 2

jam

Clindamycin + - + Roxythromycin + - -

Cotrimoxazole = _ - Spiramicin - - +

Doxycycline - + - Thiamphenicol 1 jam - 2

jam

Erthromycin 1 jam - 2

jam

Ethambutol - + -

Keterangan :

AC : Ante Coenam (sebelum makan)

DC : Durate Coenam (bersama makan)

PC : Post Coenam (sesudah makan)

Page 51: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

42

Lampiran 2. Tabel Penyesuaian Dosis Pada Kelainan Ginjal

Antibiotik Waktu Paruh

(Jam)

Dosisi

(fungsi

ginjal

normal)

Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)

Normal ESRD >50-90 10-50 <10

Aminoglycoside Antibiotics : Traditional multiple daily doses-adjusment for renal

diseasae

Amikacin 1.4-2.3 17-150 7.5 mg

per kg/12

jam atau

15 mg

per

kg/hari

17.5

mg/kg/

12 jam

7.5

mg/kg/

24 jam

7.5

mg/kg/48

jam

Tobramycin 2-3 20-60 1.7 mg

per kg/8

jam

100%/8

jam

100%/1

2-24

jam

100%/48

jam

Netilmicin 2-3 35-72 2.0 mg

per kg/8

jam

100%/8

jam

100%/1

2-24

jam

100%/48

jam

Streptomycin 2-3 30-80 15 mg

per kg

(max.of

1.0 g)/24

jam

Tiap 24

jam

Tiap

24-72

jam

Tiap 72-96

jam

Golongan Karbapenem

Meropenem 1 6-8 1.0 g/8

jam

1.0 g/8

jam

1.0

g/12

jam

0.5 g/24 jam

Golongan Sefalosporin

Cefazolin 1.9 40-

70

1.0-

2.0g/8

jam

/8 jam /12 jam /24-48 jam

Cefepime 2.2 18 2.0 g/8

jam (max

dosis)

2 g/8

jam

2 g/12-

24 jam

1 g/24 jam

Cefotaxim,cef

tizoxime

1.7 15-

35

2.0 g/8

jam

/8-12

jam

/12-24

jam

/24-48 jam

Ceftazidime 1.2 13-

25

2 g/8 jam /8-12

jam

/12-24

jam

/24-48 jam

Page 52: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

43

Antibiotik Waktu Paruh

(Jam)

Dosisi

(fungsi

ginjal

normal)

Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)

Normal ESRD >50-90 10-50 <10

Cefuroxime

sodium

1.2 17 0.75-1.5

g/8 jam

/8jam /8-12

jam

/24 jam

Golongan Florokuinolon

Ciprofloxacin 3.6 6-9 500-750

mg po

(atau 400

mg

IV)/12

jam

100% 50-75%

400 mg

IV/24

jam

50%

Levofloxacin 6-8 76 750

mg/24

jam iv,

po

750

mg/24

jam

20-49:

750

mg/48

jam

<20: 750

mg/24 jam

kemudian

500 mg/48

jam

Golongan Makrolid

Clarithomycin 5-7 22 0.5-1.0

gr/12 jam

100% 75% 50-75%

Erythromycin 1.4 5-6 250-500

mg/6 jam

100% 100% 50-75%

Golongan Penisilin

Amoxicillin 1 5-20 250-500

mg/8 jam

/8 jam /8-12 jam /24 jam

Ampicillin 1 7-20 /6 jam /6-12 jam /12-24

jam

Amoxicillin/C

lavulanate

1.3 AM

5-20

1

4

500/125

mg/8 jam

500/12

5 mg/8

jam

250-500

mg AM

compone

nt/12 jam

250-500

mg AM

compone

nt/24 jam

Aztreonam 2 6-8 2 g/8 jam 100% 50-75% 25%

Penicillin G 0.5 6-20 0.5-4

million

U/4 jam

100% 75% 20-50%

Page 53: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

44

Antibiotik Waktu Paruh

(Jam)

Dosisi

(fungsi

ginjal

normal)

Dosis berdasarkan CrCI

(ml/min)

Normal ESRD >50-90 10-50 <10

Golongan Tetrasiklin

Tetracycline 6-10 57-108 250-500

mg/6 jam

/8-12

jam

/12 ja-24

jam

/24 jam

Golongan Miscelaneus

Colistin <6 ≥48 80-160

mg/8 jam

160

mg/8

jam

160

mg/24

jam dosis

sama

untuk

CRRT

160

mg/36

jam

Daptomycin 9.4 30 4-6 mg

per kg

perhari

4-6 mg

per kg

perhari

CrCI<30, 4-6 mg per

kg/48 jam

Linezolid 5.6 6.8 600 mg

po/IV/12

jam

600

mg/12

jam

600

mg/12

jam dosis

sama

untuk

CRRT

600

mg/12

jam AD

Metronidazole 6-14 7 21 7.5 mg

per kg/6

jam

100% 100%

dosis

sama

untuk

CRRT

50%

Nitrofurantoin 0.5 1 50-100

mg

100% Hindarka

n

Hindarka

n

Sulfametazole

(SMX)

10 20-50 1.0 g/8

jam

/12 jam /18 h

dosis

sama

untuk

CAVH

/24 jam

Page 54: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

45

Antibiotik Waktu Paruh

(Jam)

Dosisi

(fungsi

ginjal

normal)

Dosis berdasarkan CrCI

(ml/min)

Normal ESRD >50-90 10-50 <10

Trimetroprim

(TMP)

11 20-49 100-200

mg/12

jam

/12 jam >30: /12

jam 10-

30: /18

jam dosis

sama

untuk

CRRT

/24 jam

Trimethoprim-sulfamethoxazole DS (Doses based on TMP component)

Terapi

(berdasarkan

TMP)

Sebagai

TMP

Sebag

ai

TMP

5-20

mg/kg/ha

ri terbagi

/6-12 jam

5-20

mg/kg/

hari

terbagi

/6-12

jam

30-50: 5-

7.5

mg/kg/8

jam

(dosis

sama

untuk

CRRT)

10-29: 5-

10

mg/kg/12

jam

Tidak

direkome

ndasikan

tetapi

jika

digunaka

n: 5-10

mg/kg

per

dosis/24

jam

TMP-SMX

Prohilaylaxis

Sebagai

TMP

Sebag

ai

TMP

1 tab

po/24

jam atau

3x/mingg

u

100% 100% 100%

Vancomycin 6 200-

250

1g/12

jam

1g/12

jam

1 g/12

jam

1g/4-7

hari

Anti tuberculosis

Ethambutol 2.1 250-500

mg/12

jam

100% 100% 50%

Isoniazid 0.7-4 8-17 5 mg per

kg/hari(

max 300

mg)

100% 100%

dosis

sama

untuk

CRRT

100%

Page 55: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

46

Antibiotik Waktu Paruh

(Jam)

Dosisi

(fungsi

ginjal

normal)

Dosis berdasarkan CrCI

(ml/min)

Normal ESRD >50-90 10-50 <10

Pynazinamide 9 26 25 mg

per kg/24

jam

(dosis

max 2.5

gm/24

jam)

100% 100%

dosis

sama

untuk

CRRT

12-25 mg

per kg/24

jam

Rifampin 1.5-5 1.8-11 600 mg

per hari

600

mg/24

jam

300-600

mg/24

jam dosis

sama

untuk

CRRT

300-600

mg/24

jam

Anti Fungi

Amphotericin

B & lipid-based

ampho

24 jam-

15 hari

uncha

nged

Non

lipid:

0.4-1.0

mg/kg/ha

ri

ABLC: 5

mg/kg/ha

ri

LAB: 3-5

mg/kg/ha

ri

/24 jam /24 jam

dosis

sama

untuk

CRRT

/24 jam

Fluconazole 37 100 100-400

mg/24 jam

100% 50% 50%

Itraconazole

po

21 25 100-200

mg/12 jam

100% 100%

dosis

sama

untuk

CRRT

50%

Itraconazole

IV

21 25 200 mg IV

bid

Jangan digunakan IV

jikaCrCI<30 oleh karena

menyebabkan carrier :

cyclodextrin

Page 56: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

47

Antibiotik Waktu Paruh

(Jam)

Dosisi

(fungsi

ginjal

normal)

Dosis berdasarkan CrCI

(ml/min)

Nor

mal

ESRD >50-90 10-50 <10

Anti viral

Acyclovir, IV 4-

Feb

20 5-12.4

mg per

kg/8

jam

100%/8

jam

100%/1

2-24

jam

50%/24

jam

Adefovir,IV 7.5 15 10

mg/24

jam

10

mg/24jam

10

mg/48-

72 jam

10

mg/72

jam

Amantadine 12 500 100 mg

po bid

/12 jam /24-48

jam

/7hari

Cidovir: Compicated dosing-see packing insert

Induction 2.5 Tidak

diketahui

5 mg

per kg

1x/min

ggu

selama

2

minggu

5 mg per

kg

1x/ming

gu

Kontraindikasi pada

pasien dengan CrCI

≤55 ml/min

Maintenance 2.5 Tidak

diketahui

5 mg

per kg

1z/min

ggu

selama

2

minggu

5 mg per

kg/2

minggu

Kontraindikasi pada

pasien dengan CrCI

≤55 ml/min

Entecavir 128

-

149

0.5

mg/24

jam

0.5

mg/24

jam

0.15-2.5

mg/24

jam

0.05

mg/24

jam

Ganciclovir 3.6 30 Inducti

on 5

mg per

Kg/12

Iv

5 mg per

kg/12

jam

2.5-5.0

mg per

kg/24

1.15-0.25

mg/24

jam

1.25

mg per

kg 3

kali per

minggu

Mainte

nance 5

mg per

0.6-1.25

mg per

kg/24

0.625

mg per

kg 3

Page 57: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

48

kg/24

jam IV

jam

0.5-1 g/8

jam

jam kali per

minggu

1.0 g/8

jam p.o

0.5-1.0

mg/24

jam

0.5 mg

3 kali

per

minggu

Lamivudine 5 5-7 15-35 300 mg

p.o/24

jam

300 mg

po/24

jam

50-150

mg/24 h

25-50

mg/24

jam

Stavudine po5 1-

1.4

5.5-8 30-40

minggu

/12 jam

100% 50%/12-

24 jam

≥60 kg:

20 mg

per hari

≥60 kg:

15 mg

per hari

Zidovudine 5 1.1-

1.4

1.4-3 300

mg/12

jam

300mg/1

2 jam

300

mg/12

jam dosis

sama

untuk

CRRT

100mg/

8 jam

Page 58: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

49

Lampiran 3. Level of Evidences

Tingkat pembuktian dan rekomendasi, mengacu pada Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2406/MENKES/PER/XII/2011

tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, sebagai berikut:

TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF EVIDENCE)

LEVEL EVIDENCES

Ia Fakta diperoleh dari meta-analisis (meta-analysis) atau telaah

sistematik (systematic review) terhadap uji klinik acak

berpembanding (randomized control trial)

Ib Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu uji klinik acak

berpembanding.

IIa Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi

berpembanding, tanpa acak, yang dirancang dengan baik.

IIb Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi kuasi-

eksperimental yang dirancang dengan baik.

III Fakta diperoleh dari studi observasi yang dirancang dengan baik

misalnya studi kohort, kasus-kontrol, dan potong lintang.

IV Fakta yang diperoleh dari laporan kasus dan opini komite ahli

dan/atau pengalaman klinik dari pakar yang disegani.(pendapat

expert)

Page 59: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

50

REKOMENDASI

A - high recommendation (sangat

direkomendasikan)

Sangat direkomedasikan berdasarkan

bukti tingkat 1a dan 1b

B - moderate recommendation

(direkomendasikan)

Direkomendasikan berdasarkan bukti

tingkat IIa dan IIb.

C – low recommendation ( tidak

direkomendasikan)

Tidak direkomendasikan berdasarkan

bukti tingkat III.

D- very low recommendation (tidak

direkomendasikan)

Tidak direkomendasikan berdasarkan

bukti tingkat IV.

Page 60: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

51

Referensi:

1. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care

Medicine Consensus Conference: definitions for sepsis and organ

failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit

Care Med 1992; 20:864.

2. Antibiotic guideline 2016-2017, Johns Hopskins Medicine

3. Archer GL, Polk RE .(2005). Treatment and prophylaxis of bacterial

infection. In: Harrison‟s Principle of Internal Medicine. 16th

. Vol.1.

McGraw-Hill, New York, pp 790-794.

4. Chambers HF, and Sandle MA. (1996). Antimicrobial agents. In:

Goodman and Gilman‟s Pharmacological Basis of Pharmacologic.

Edited by Hardman JG, Lim bird LE. Ninth Editions. McGraw-Hill.

New York, 1029-1032.

5. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving sepsis campaign:

international guidelines for management of severe sepsis and septic

shock: 2012. Crit Care Med 2013; 41:580.

6. DSA Guidelines for Management of Bacterial Meningtits: Clin Infect

Dis 2004; 39: 1267

7. Gunderson BW, Ross GH, Ibrahim KH, Rotschafer JC. (2001) What do

we really know about antibiotic pharmacodynamics? Pharmacotherapy.

21: 302S-318S

8. Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor:

HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional

9. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001

SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions

Conference. Crit Care Med 2003; 31:1250.

10. Moellering RC Jr.(1995). Principle of anti-infective therapy. In:

Mandell Principles and Practice of Infectious Diseases. Edited by

Mandell, Bennet, and Dolin R. 4th

Ed. Churchill Livingstone Inc.

Philladelphia, 199 – 210.

11. Paladino JA, Callen WA. (2003). Fluoroquinolon benchmarking in

relation to pharmacokinetics &pharmacodinamics parameters. JAC 51,

supp s1, 43-73

12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015

tentang pedoman program pengendalian resistensi antimikroba di rumah

sakit

13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan

Antibiotik

Page 61: PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK

52

14. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W, et al. 2017Surviving Sepsis

Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and

Septic Shock: 2016. Crit Care Med 2017; 45:1

15. Russell JA., (2006) Drug therapy. Management of Sepsis. N Engl J Med

355:1699-713.

16. The ProCESS Investigators (2014). A Randomized Trial of Protocol-

Based Care for Early Septic Shock. N Eng J Med 370, 18

17. Therapy in Cerebrospinal fluid shunt infection. Neurosurgery

1980;7:459.

18. Udy A, Roberts J, Boots R, Lipman J. (2008). Dose Adjusment and

Pharmacodynamic Considerations for Antibiotics in Severe Sepsis and

Septic Shock. In:Sepsis: New Strategies for Management. Edited by

Rello J, Restrepo ML, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 97-133.

19. WHO (2015). International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems 10th Revision. Available at

http://apps.who.int/classifications/icd10/browse/2015/en. Accessed on

November 10, 2015