Antibiotik profilaksis

27
A.Appendisitis Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjangnya mesoapendiks penggantungnya. Pangkal appendix dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3 lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney. Ujung appendix juga dapat ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra, lalu garis dibagi 6. Ujung appendix terletak pada 1/6 lateral dexter garis tersebut. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

description

aa

Transcript of Antibiotik profilaksis

A.AppendisitisApendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjangnya mesoapendiks penggantungnya. Pangkal appendix dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3 lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney. Ujung appendix juga dapat ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra, lalu garis dibagi 6. Ujung appendix terletak pada 1/6 lateral dexter garis tersebut. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. B. FISIOLOGIApendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya menalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfa di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

C. ETIOLOGIApendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit (tinja yang mengeras), tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica. Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis .Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. D. PATOLOGIPatologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Setelah terjadi obstruksi lumen appendix maka tekanan di dalam lumen akan meningkat karena sel mukosa mengeluarkan lendir. Peningkatan tekanan ini akan menekan pembuluh darah sehingga perfusinya menurun akhirnya mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Invasi bakteri dan infeksi dinding appendix segera terjadi setelah dinding tersebut mengalami ulserasi. Infiltrat-infiltrat peradangan tampak di semua lapisan dan exudat fibrin tertimbun di dalam lapisan serosa. Meskipun perforasi belum terjadi, organisme-organisme biasanya dapt dibiakan dari mukosa appendix. Nekrosis dinding appendix mengakibatkan perforasi dan pencemaran abdomen oleh tinja. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. E. GAMBARAN KLINISApendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum local. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc-Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsngan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat, pengososngan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang usia lanjut yang gejalanya samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosa setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu diperhatikan adalah pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks akan terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan. Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat pucat, adanya nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan tahanan otot (defans muskuler). Iritasi pada psoas dan obturator menimbulkan nyeri panggul. Peristaltik di daerah appendix menurun. Pada rectal toucher, ada nyeri pada arah jam 10-11 merupakan petunjuk adanya perforasi. Berikut ini adalah hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis apendisitis:Tabel 1. Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinia apendisitisKelainan PatologiKeluhan dan Tanda

Peradangan awalKurang enak pada ulu hati/di daerah pusat, mungkin kolik

Apendisitis mukosaNyeri tekan kanan bawah (rangsangan autonomic)

Radang di seluruh ketebalan dindingNyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah

Apendisitis komplit radang peritoneum parietale apendiksRangsangan peritoneum local (somatic), nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler local

Radang alat/jaringan yang menempel pada apendiksGenitalia interna, ureter, m.psoas mayor, kandung kemih, rectum

Apendisitis gangrenosaDemam sedang, takikardi, mulai toksik, leukositosis

PerforasiNyeri dan defans muskuler seluruh perut

Pembungkusan- tidak berhasil- berhasil

- absess.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksikmassa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur membaikdemam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat

F. DIAGNOSISMeskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan disbanding lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis atau penyakit ginekologi yang lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Pada anamnesis didapatkan demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu rectal dan aksila sampai 1C. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan :a. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perutb. Palpasi Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).c. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah :a. Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.b. Radiologi Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.G. DIAGNOSIS BANDINGPada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. 1. GastroenteritisPada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan lekositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. 2. Demam dengueDemam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia dan hematokrit yang meningkat.3. Limfadenitis mesenterikaLimfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteris atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.4. Kelainan ovulasiFolikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.5. Infeksi panggulSalpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.6. Kehamilan di luar kandunganHampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan cavum Douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah.7. Kista ovarium terpuntirTimbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal atau colok dubur. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.8. Endometriosis eksternaEndometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.9. Urolitiasis pielum/ureter kananBatu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.10. Penyakit saluran cerna lainnyaPenyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti divertikulum Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks. H. KOMPLIKASIBeberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :1. Massa periapendikulerMassa apendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa peripendikuler yang masih bebas disarankan untuk segera operasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu operasi masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendidingan yang sempurna, dianjurkan untuk dirawat dulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada lagi demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa serta bertambahnya angka leukosit. Riwayat klasik appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Chron, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosa massa appendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.2. PerforasiKeterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri semakin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltic usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.3. PeritonitisPeradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaasn peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria dan mungkin syok. Gejalanya adalah demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri tekan dan bunyi usus menghilang.I. TATA LAKSANABila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Apendektomi bisa dilakukan dengan cara terbuka atau dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi mcBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah. Setelah tindakan bedah dilakukan, harus diberikan antibiotika selama 7 hari untuk mencegah terjadinya sepsis pasca-operasi.Pada apendektomi yang melibatkan pembukaan usus bagian bawah, diperlukan pemberian antibiotika profilaksis pre-operasi untuk mencegah infeksi luka operasi yang merupakan komplikasi utama dari apendektomi. Kemudiaan, bila saat operasi ditemukan perforasi maka pemberian antibiotik akan diperpanjang sebagai terapi. Mengingat eratnya kaitan penggunaan antibiotika dengan bedah apendiks maka dilakukan penelitian tentang penggunaan antibiotika.

Apendisitis a. Definisi Apendiks (umbai cacing) merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjangnya adalah 10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama di belakang sekum. Arteri apendisialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari arteri ileokolika (Gruendemann, 2006). Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks vermiformis (Grace, 2007). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab 4 abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2000). Apendisitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995). Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Sjamsuhidayat, 2005).b. Etiologi Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfa, fekarit atau batu tinja, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang dapat menimbulkan apendiks karena parasit seperti E.histolytica (Syamsyuhidayat, 1997). Penyebab apendisitis Menurut Syamsyuhidayat, 2004: fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat, Tumor apendiks Cacing ascaris, Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica, dan hiperplasia jaringan limfe. Menurut Mansjoer, 2000 penyebab apendisitis adalah: hiperflasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, dan neoplasma. Sedangkan pendapat lain yang dilontarkan oleh Markum, 1996, apendisitis dapat disebabkan: fekolit, parasit, hiperplasia limfoid, stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya dan Tumor karsinoid.c. Patogenesis Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Immunoglobulin secretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunnoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Sjamsuhidayat, 2005).d. Manifestasi klinis Gejala klinis yang di temukan pada apendisitis adalah: Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 : Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. 2. Bedah Apendisitis a. Klasifikasi pembedahan Operasi apendisitis masuk dalam klasifikasi urgensi dengan jenis Darurat yaitu, pembedahan harus dilakukan segera untuk menyelamatkan jiwa atau mempertahankan fungsi organ, Operasi apendisitis dalam kategori tujuan Ablatif 6 yaitu pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau penyakit (Muttaqin, 2009). b. Diagnosis Apendisitis akut merupakan akibat dari infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Disamping hyperplasia jaringan limfa, sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai pencetusnya, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Enterobacter histolytica (Muttaqin, 2009). Apendisitis Merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara barat. Jarang terjadi di usia di bawah 2 tahun, banyak pada dekade kedua dan ketiga, tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace, 2007)

Antibiotik profilaksis a. Definisi antibiotik profilaksis Antibiotik berasal dari kata anti : lawan, bios: hidup yang berarti zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri yang berkhasiat mematikan atau membunuh kuman dan toksisitas bagi manusia relativ kecil (Tjay, 2007). Antibiotik profilaksis adalah antibiotika yang diberikan pada penderita yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk pada penderita (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009). Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk memberantas berbagai penyakit infeksi. Pemakaian antibiotik ini harus dibawah pengawasan dokter, karena obat ini dapat menimbulkan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mendatangkan kerugian yang cukup besar bila pemakaiannya tidak dikontrol dengan baik (Widjajanti, 2002). b. Penggunaan antibiotik secara rasional Penggunaan obat yang rasional merupakan pemilihan dan penggunaan obat yang efektivitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau untuk menjamin efektivitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara 7 rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis, cara, interval serta lama pemakaian yang tepat (Sastramiharja dan Herry, 1997).Penggunaan antibiotik secara rasional mencakup (4T1W), yaitu: 1) Tepat indikasi : Pemilihan obat didasarkan pada indikasi adanya suatu gejala, indikasi pemakaian obat secara khusus adalah indikasi medisnya sesuai dengan obat (farmakoterapi) yang diperlukan dan diketahui manfaat terapetiknya. 2) Tepat pasien : Mencakup pertimbangan apakah ada kontraindikasi atau kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual. Pemilihan obat disesuaikan dengan kondisi patologis dan fisiologis pasien. 3) Tepat obat : Obat yang dipilih harus efektif, aman, dan rasional4) Tepat dosis : Harus tepat rute pemberian, waktu, dan lama pemberian obat 5) Waspada terhadap efek samping obat (Wirjoatmodjo, 1995). c. Mekanisme resistensi terhadap antibiotik Beberapa mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap obat-obat antibiotik. Mekanisme tersebut antara lain : 1) Mikroorganisme menghasilkan enzim dan merusak obat yang aktif minsalnya laktamase termasuk proses adenilasi, fosforilasi, atau enzim asetilasi yang dapat merusak obat antibiotik. 2) Mikroorganisme merubah permeabilitasnya terhadap obat. Perubahan membran bagian luar yang menghalangi transpor aktiv obat kedalam sel mikroorganisme 3) Mikroorganisme mengubah struktur target obat. Perubahan terjadi pada reseptor tempat aksi obat sehingga obat tidak berpengaruh terhadap mikroorganisme. 4) Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme baru yang menghindari jalur yang biasa dihambat oleh obat 5) Mikroorganisme mengembangkan enzim baru yang masih dapat melakukan fungsi metaboliknya tapi sedikit dipengaruhi oleh obat (Brooks, 2001).d. Mekanisme aksi antibiotik Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik terbagi menjadi : 1) Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel atau menginaktivasi enzim yang merusak dinding sel (Penicilin, Sefalosporin, Basitrasin, Vankomisin) 2) Antibiotik yang bekerja langsung pada membran sel mikroba (Polimiksin, Nistamin, Amfoterisin, dan Kolistemetat) 3) Antibiotik yang mempengaruhi fungsi ribosom bakteri sehingga terjadi penghambatan sintesis protein yang reversibel (Eritromisin, Kloramfenikol, Klindamisin, Tetrasiklin) 4) Antibiotik yang mempengaruhi metabolisme asam deoksiribonukleat (Aktinomisin D, Rifampisin, Novobiosin, Deoksiribonukleat, Nitramisin, Bleomisin) (Sastramihardja, 1997). e. Tujuan penggunaan antibiotik profilaksis bedah Penggunaan antibiotik profilaksis bedah dengan tujuan : Mencegah terjadinya infeksi luka operasi 1) Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas paska bedah 2) Mengurangi lama perawatan dan menurunkan biaya perawatan 3) Tidak menimbulkan efek ikutan Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan antibiotik profilaksis yang bersifat : 1) Aktif terhadap kuman patogen yang terbanyak mengkontaminasi luka 2) Diberikan dengan dosis yang adekuat dan waktu yang tepat sehingga pada saat insisi telah mencapai kadar cukup tinggi di jaringan yang bersangkutan 3) Aman 4) Penggunaan dalam waktu yang singkat untuk mengurangi efek ikutan, mencegah timbulnya resistensi dan menekan biaya yang tidak perlu (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009). f. Seleksi dan administrasi antibiotik Antibiotik profilaksis yang tepat harus memenuhi : 1) Efektif terhadap mikroorganisme diantisipasi untuk menyebabkan infeksi 2) Mencapai tingkat yang memadai jaringan lokal 3) Menimbulkan efek samping yang minimal 4) Relatif murah 9 Konteks mikroba dari luka dan lingkungan rumah sakit dapat mempengaruhi pilihan antibiotik, namun cakupan terutama harus menargetkan organisme diketahui menyebabkan infeksi paska operasi. Dalam kasus bedah apendisitis, disebutkan Sefotetan (Sefotan) atau Sefoxitin (Mefoxin) adalah salah satu agen yang cocok, Waktu administrasi sangat penting. Obat ini harus diberikan idealnya dalam waktu 30 menit dan tentu saja dalam waktu dua jam dari waktu sayatan, Dosis pertama harus selalu diberikan sebelum sayatan kulit dilakukan. Untuk prosedur lebih lama, readministration obat diindikasikan dengan interval satu atau dua kali waktu paruh obat (menggunakan dosis yang sama) ( Ronald et al, 1998). Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis bedah antara lain : a. Penggunaan antibiotik untuk profilaksis selalu harus dibedakan dari penggunaan untuk terapi b. Pemberian profilaksis antibiotik hanya diindikasikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering disertai infeksi paska bedah, atau yang membawa akibat berat bila terjadi infeksi paska bedah c. Antibiotik yang dipakai harus sesuai dengan jenis kuman yang potensial menimbulkan infeksi paska bedah d. Cara pemberian biasanya IV atau IM e. Pemberian dilakukan pada saat induksi anestesi, tidak dibenarkan pemberian yang lebih dini dan biasanya hanya diberikan 1-2 dosis. Pemberian profilaksis lebih dari 24 jam tidak dibenarkan. Antibiotik profilaksis bedah hanya digunakan untuk kasus dengan rasio infeksi paska bedah yang tinggi yaitu yang tergolong bersih terkontaminasi dan terkontaminasi, bedah apendisitis masuk dalam kategori besih terkontaminasi, sehingga dibutuhkan antibiotik profilaksis (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009).

Antibiotik profilaksisPemberian antibiotik profilkasis harus disertai dengan pertimbangan yang benar.dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah indikasi.Saat pemberian dan lamanya pemberian serta pilihan antibiotiknya.Oleh karena bertujuan untuk mencegah infeksi pascabedah maka antiiotik profilaksis hanya diberikan dalam jangka waktu pendek,yaitu untuk melindungi penderita selama dilakukan tindakan bedah dan masa segera setelah pebedahan,yaitu pada masa daya pertahanan masih tertekan.Berbagai antibiotik membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk mencapai kadar dalam darah yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan kuman. Kadar ini biasanya 3-4 kali kadar hambat minimal.oleh karena itu,antibiotik profilaksis biasanya diberikan parenteral.untuk mencapai kadar antibiotik di jaringan yang cukup tinggi pada waktu dilakukan pembedahan,antibiotik profilkasis harus diberika 1-2 jam prabedah,dilanjutkan dengan 1-2 kali pemberian pascabedah.Pemberian antibiotik yang dilanjutkan lebih lama pascabedah ternyata tidak menurunkan lagi risiko infeksi pascabedah,kecuali pada pembedahan tertentu.Bahkan cenderung menimbulkan resistensi kuman yang akan menjadi masalah bila timbul infeksi nosokomial.Antibiotik profilkasis terbukti dapat menurunkn kejadian infeksi pascabedah pada pembedahan tercemar dan kotor,tetapi tidak berpengaruh pada pembedahan bersih.Bedah appendiksPada appendisitis tanpa perforasi,kejadian infeksi pascabedah jarang sekali terjadi,sedang pada appendisitis perforata,ineksi sering terjadi sehingga pemeberian antibiotik propilkasis secara parenteral dari golongan penisilin,sefalosporin atau tetrasiklin atau metronidazol intravena atau rektal sangat diperlukan.Bila ternyata tidak ada appendisitis perforata,pemberian antibiotik yang mulai prabedah tidak diteruskan,tetapi bila ditemukan appendisitis ganggrenosa antibiotik diteruskan 1-2 hari. Bila terdapat peritonitis,pemberian antibiotik harus diberikanlebih lama karena dalam hal ini sifatnya sebagai terapi. (De Jong,Wim. Sjamsuhidajat.r.Buku Ajar Ilmu Bedah edisi kedua hal 235-236 .EGC.2004)Pemberian antibiotik profilaksis dengan waktu pemberian pre operasi (2 jam sebelum operasi) dapat mencegah terjadinya infeksi luka operasi, namun sebaiknya diberikan