Pandu Pajak Mei 2013

12

description

Buletin Bulanan Kanwil DJP Jakarta Selatan

Transcript of Pandu Pajak Mei 2013

Page 1: Pandu Pajak Mei 2013
Page 2: Pandu Pajak Mei 2013

Pembina: Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan • Pengarah: Kepala Bidang P2Humas • Dewan Redaksi: KasiPenyuluhan, Kasi Pelayanan, Kasi Humas • Redaktur Berita: Dedy Antropov, Aris Hidayat Kurniawan, AdeFirmansyah, Hardison • Redaktur Foto: Eko Cayo Putranto, Mahyudin • Tim Layout: Syahrul Yani, Firmania AyuAmbari • Sekretariat: Fera Fanda • Alamat Redaksi: Bidang P2 Humas Kanwil DJP Jakarta Selatan GedungUtama KPDJP Lantai 24 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40-42 Jakarta Selatan 12190 • email:[email protected].

Redaksi menerima tulisan Saudara, baikopini, artikel maupun pendapat. Silakanmengirimkan ke [email protected]

Menyusuri keinginan pihakDirektorat Jenderal Pajak(DJP) untuk menyertakanpajak dalam kurikulum

dunia pendidikan akhir-akhir ini mem-beri masyarakat sebuah wacana baru.Wacana penyertaan pajak dalam kuri-kulum dianggap sebagai langkah yang pasuntuk mulai menyadarkan masyarakat In-donesia yang bisa dikatakan tak sepe-nuhnya sadar akan pajaknya.

Hilangnya kesadaran masyarakatuntuk memenuhi kewajiban perpaja-kannya dianggap menyulitkan kinerja DJPuntuk mengumpulkan semaksimal mung-kin penerimaan negara yang diamanah-kan. Sehingga ide menyertakan pajakdalam kurikulum dianggap sebagai jalanpintas mengurai kesadaran pajak dalamdiri masyarakat.

Lantas apakah hanya kesadaran pajaksaja yang diharapkan? Apakah langkahpenyertaan ini menjadi solusi praktisdalam menyadarkan masyarakat? Sulitmemang memastikannya akan tetapi adasebuah benang merah yang bisa ditarikdari ide ini. Pada dasarnya penyertaanpajak dalam kurikulum adalah bagianmenggagas penciptaan generasi mudasadar pajak atau lebih gampangnya lagipaham pajak sedari kecil. Langkah inilahyang sebenarnya ingin dicapai. Bahkankalau dipermudah lagi penyertaan pajakdalam kurikulum adalah bagian dari men-DNA kan pajak sejak dini.

Apa yang dilakukan DJP adalah prosespenciptaan sebuah DNA pajak dalam dirimasyarakat Indonesia. Secara ilmu biologiDNA yang merupakan singkatan dariDeoxyribose Nucleic Acid merupakanpembawa sifat yang ditanamkan padadiri seseorang baik sifat dominan maupunresesif. Untuk kategori pajak mungkintidak ada istilah dominan atau resesif,yang ditarik dari sini adalah ciri pem-bawa sifatnya. Pendidikan dianggapmampu mewakili pajak dalam menyuntik-kan pembawa sifat ini kepada para

penerus bangsa sejak dini.Siapa pun tahu pendidikan telah

akrab kita jajaki sejak dini. Mulai darisekolah dasar hingga sekolah menengahatas hampir seluruh masyarakat di negeriini menikmatinya. Itu belum termasukberbagai program pemerintah semisalwajib belajar sembilan tahun yang sema-kin memudahkan masyarakat untukberguru di meja-meja sekolahan.

Inilah yang menjadi dasar mengapapajak seharusnya diikutsertakan dalampendidikan. Sifat pendidikan yang di In-donesia sudah dapat dirasakan secaramudah oleh seluruh masyarakat dansifatnya yang masif diberikan setiap harimembuat penanaman DNA pajakberpeluang untuk berhasil dilaksanakan.Tentunya pemikiran ini lah yang membuatwacana penyertaan pajak menjadi sangatpenting.

Lantas dimanakah peran pemerintahterkait penyertaan pendidikan dalampajak. Untuk kali ini Pandu Pajak punyajawabannya. Linda Megawati, S.E. Ang-gota komisi XI DPR RI langsung meng-utarakan opininya pada Pandu Pajak.Sosok srikandi Parta Demokrat ini men-jelaskan dukungannya akan pentingnyapengajaran pajak sejak dini. Akan tetapi,penyertaan pajak dalam kurikulum jugaharus mendapat beberapa masukan.Bagaimana masukan beliau, Pandu Pajakakan membahasnya secara rinci padakolom Opini.

Setelah membaca rinci pendapat daripemerintah yang diwakilkan oleh LindaMegawati, S.E. selanjutnya para pembacadapat menyimak pendapat lainnya dariseorang tenaga pengajar yang sudahberpengalaman. Redaksi pandu pajakmenyertakan pendapat Suhardi tenagapengajar yang telah membaktikan dirinyaselama dua puluh dua tahun di duniapendidikan.

Suhardi yang saat ini bertugas di SMAIslam Sudirman memberikan pandangan-nya terkait ide penyertaan pajak dalamkurikulum. Lewat pengalamannya, beliaumembagikan bagaimana sistem terbaikyang dapat diterapkan dalam prosespenyertaan pajak dalam kurikulum. Beliaujuga membagikan kelemahan dan

DNA PajakJAKSEL MENYAPA

kelebihan masuknya pajak dalamkurikulum. Pembaca dapat menyimakpendapat beliau pada kolom SumbangSuara.

Tentunya setelah membaca keduapendapat dari narasumber yang kompe-ten tersebut tak lengkap bila tidakditambah dengan pemaparan eksklusifPandu Utama. Seperti biasa akan adapembahasan yang berbobot terkaitwacana penyertaan pajak dalam kuri-kulum. Pembahasan berjudul "MemacuKesadaran Pajak Lewat Pendidikan" mem-beri tahu pembaca bagaimana meman-dang seutuhnya terkait ide penyertaanpajak dalam kurikulum. Berbagai masalahhingga kelebihan yang akan dihadapi dandicapai DJP akan diulas secara lengkapdalam pembahasan ini.

Selain itu, pada kolom Edu Pajak akandibahas bagaimana sebenarnya peman-faatan dana pajak yang dikumpulkan olehDJP. Lewat kolom ini akan dijelaskansecara gamblang penggunaan danaAPBN (Anggaran Pendapatan danBelanja Negara) sesungguhnya sehinggamasyarakat diharapkan mampu meman-dang peran pajak dalam APBN tersebutdan mau untuk sadar akan pentingnyapajak bagi negara.

Pada edisi terakhir akan tetap adahasil jepretan para cameraman KanwilDJP Jakarta Selatan yang akan menambahwarna dalam edisi Pandu Pajak ini. Hasiljepretan kegiatan Kader Pandu Pajakyang melibatkan para guru ini menjadibukti bahwa Kanwil DJP Jakarta Selatantak pernah melupakan peran para gurudalam mendiseminasikan pemahamanpajak.

Akhirnya semoga dengan semuasajian dalam Pandu Pajak ini akan me-nambah pengetahun perpajakan kita.Selamat membaca dan semoga kita bisasadar bahwa semua fasilitas yang kitanikmati saat ini tak ada yang lepas daripajak. Say No To Free Rider. (pp)

Page 3: Pandu Pajak Mei 2013

Persoalan pajak saat ini masih memprihatinkan banyakkalangan. Walaupun di sisi lain penerimaan negaramelalui pajak mengalami peningkatan yang cukupsignifikan. Masih adanya 'permainan' antara oknum

pengusaha dan oknum pegawai pajak yang kerapkali mela-kukan tindakan yang merugikan negara.

Hal ini membuat sektor pajak mendapat sorotan tajamdari berbagai kalangan karena dengan banyaknya metodeataupun cara yang digunakan oleh pemerintah untuk meng-amputasi tindakan yang merugikan negara ini, tetap sajamasih ada celah untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuanganbeberapa waktu lalu mengharapkan pendidikan pajak bisadimulai sedini mungkin, yakni setidaknya dari sejak SekolahDasar. DJP kini tengah berbicaradengan Kementerian Pendidikan danKebudayaan untuk memasukkanpendidikan pajak sejak dini, tidak hanyamemasukkan perhitungan pajak peng-hasilan (PPh) ke kurikulum SMA.

DJP ingin penyertaan pembelaja-ran pajak dimulai sejak SD karenasejak kecil pun setiap warga negaraharus paham pajak. Pada saat seka-rang, para pelajar hanya mengetahuitata cara menghitung PPh saja tapitidak tahu filosofi pajak bahwa negaraini tidak bisa jalan tanpa pajak. Kalaumasuk kurikulum di SD sampai SMA,akan ada klasifikasi pengajaran, jaditidak heran selama ini banyak tidakmengerti pajak.

Sejujurnya saya menyambut baikadanya usulan agar masalah pajakmasuk dalam kurikulum sekolah

sebagai salah satu upaya menyadarkan kewajiban membayarpajak bagi warga negara. Walaupun masih diperlukan kajian-kajian untuk memastikan apakah pendidikan pajak dapatdimasukkan ke dalam kurikulum nasional. Kajian inidigunakan untuk mengetahui aspek-aspek yang dibutuhkanjika nantinya pajak disertakan ke dalam kurikulum.

Adanya dorongan untuk memperkenalkan pajak di usiadini. Linda meyakini, hal ini untuk mencetak generasi yangpeduli akan pajak sehingga mereka menyadari kalau mem-bayar pajak adalah kewajiban warga negara. Menurut Linda,pajak sangat penting perannya untuk membangun per-ekonomian negara seperti membangun infrastruktur,pendidikan, listrik dan sebagainya.

Untuk itu, menurut saya, urgensi penyertaan pajak dalamkurikulum tidak lepas dari fungsi strategis pajak sebagaipenopang pembangunan negara. Jika pemasukan negaramelalui pajak dapat dimaksimalkan maka bangsa Indonesiaakan menjadi bangsa maju yang tidak kalah bersaing denganbangsa lainnya.

Pajak merupakan kewajiban dan tanggung jawab warganegara karena berfungsi ibaratnya otot dan darah bagimanusia, sehingga semakin besar setoran pajak semakin kuatnegara. Bangsa yang besar dan kuat adalah bangsa yang peduliakan kewajiban membayar pajak. •

PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013 3

OPINI

MengenalPajak SedariUsia DiniOleh : Linda Megawati, S.E.

(Anggota Komisi XI DPR RI)

Page 4: Pandu Pajak Mei 2013

Salah satu asumsi yang menge-muka adalah kemungkinanrendahnya tingkat kesadarantersebut dialaskan kepada

dunia pendidikan yang tak sepenuhnyamenopang pajak dalam memberikaninformasi sedini mungkin sehinggabanyak masyarakat yang belum sadarpajak pada saat usia produktifnya.

Siapa pun sadar peran pajak dalambeberapa tahun terakhir. Pajak telahmenjadi urat nadi negara ini dalampembangunannya. Beban pajak yangsemakin meningkat setiap tahunnyamembuat Direktorat Jenderal Pajak(DJP) sebagai institusi penanggungjawab penerimaan negara harusmenggiatkan berbagai upaya untukmencari wajib pajak dan objek pajakbaru. Atas dasar inilah sisi dunia pen-didikan mulai disentuh.

Bisa dikatakan sejak lama duniapendidikan bukanlah dunia yang cukupramah dengan pajak. Tak ada jenjangstrata pendidikan tingkat awal mulaidari sekolah dasar hingga sekolah

menengah atas yang mau memberikanpelajaran terkait perpajakan. Kalaupunada materi perpajakan yang diajarkanlebih dilekatkan kepada pelajaranekonomi untuk bab-bab tertentu sajatanpa menyertakan permasalahanteknisnya.

Perpajakan saat ini lebih identikdengan kemampuan teknis yang mulaidiperkenalkan pada saat pendidikantinggi hingga pendidikan keahliantertentu. Hal ini dianggap menjadialasan yang mampu melemahkan pajakdi mata warga negara sehingga pajakdianggap membebani karena yangpaham akan pajak adalah kalangan ber-pendidikan tinggi dan tidak menyentuhmasyarakat sedari dini. Maka untukmemacu kesadaran pajak sedari keciljenjang pendidikan mulai coba diusaha-kan untuk didekatkan dengan pajak.

Sadar Pajak Sedari KecilMemperkenalkan pajak sedari dini

menjadi sedikit jawaban atas rendahnyakesadaran pajak dalam diri masyarakatIndonesia saat ini. Pajak yang padadasarnya merupakan kewajiban yangmengikat kepada setiap warga negaradan telah dilegalkan secara Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ternyatatak sepenuhnya dipatuhi oleh masya-rakat. Akibatnya peran pajak yangsangat penting dalam pembangunan taksepenuhnya terpenuhi.

DJP pada dasarnya telah melakukanberbagai langkah untuk mendekatdengan dunia pendidikan seperti

melaksanakan tax goes to school, highschool tax roadshow hingga berbagaikegiatan lainnya yang dekat denganpelajar. Namun kegiatan ini dinilaibelum terlalu berhasil karena sifatnyayang hanya temporary dan tidakmerangkul banyak pihak (massif).

Atas dasar tersebut kegiatan me-nyadarkan pajak mulai dibangun dengantahap awal mengenalkannya kepadapara pelajar sedari kecil. Langkah ter-sebut dimulai dengan mencanangkanpajak dalam materi kurikulum denganmenggunakan konsep layaknya apayang telah dilakukan terhadap pendidi-kan anti korupsi dan pengetahuanpengurangan risiko bencana yangselama ini telah diterapkan dalamkurikulum pendidikan.

Pada praktiknya usulan memasuk-kan pajak dalam kurikulum diawalidengan menyelaraskan peran pajaksebagai bagian dari empat pilar kehidu-pan berbangsa dan bernegara yaituPancasila, UUD 1945, Negara KesatuanRepublik Indonesia dan BhinnekaTunggal Ika. Mungkin langkah awal danpaling bijak ditawarkan dengan me-nyisipkan pajak sebagai bagian dari matapelajaran Kewarganegaraan yang saatini diajarkan dari mulai jenjang pendidi-kan sekolah dasar hingga sekolahmenengah atas di Indonesia.

Pajak yang merupakan salah satuunsur empat pilar kehidupan berbang-sa dan bernegara sangat cocok untukditerapkan pada pelajaran ini. Pertim-bangan lainnya pengenalan pajak lewat

Ide menyertakan pajak ke dalamkurikulum pendidikan menjadisebuah wacana yang cukupsanter dalam beberapa bulanterakhir. Solusi menggabungkanmateri pajak dalam bahan ajarsekolah menjadi sebuah solusiyang dianggap mampu mengatasikesadaran pajak di tengahmasyarakat Indonesia yang masihbisa dikatakan sangat rendah.Namun menyertakan pajak dalamkurikulum menimbulkan berbagaiasumsi.

MemacuKesadaranPajak LewatPendidikan

Pendidikan pajak sejak dini

PANDU UTAMA

4 PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013

Page 5: Pandu Pajak Mei 2013

pendidikan kewarganegaraan juga telahsesuai dengan materi bab per bab yangselama ini diajarkan.

Misalnya unsur perpajakan bisadimasukkan dalam bab cinta tanah air,bela negara hingga tanggung jawabsebab kewajiban pajak yang telahdituangkan dalam UUD 1945 yang jugamenjadi dasar utama pembelajaranpendidikan kewarganegaraan telahsesuai untuk diterapkan.

Pelajaran kewarganegaraan yangdianggap saat ini sangat berangan-angandan sering dilupakan oleh para warganegara karena memberikan contohyang tak terlihat nyata di lapanganmungkin dapat diubah asumsinya

dengan memberikan contoh nyataseperti membayar pajak sebagai bagiandari cinta tanah air, bela negara hinggatanggung jawab.

Fleksibilitas PajakDalam Pendidikan

Namun, penerapan penyertaanpajak dalam kurikulum pendidikansejujurnya tak semudah yang dibayang-kan. Siapapun tahu bagaimana pan-dangan sisi negatif masyarakat terhadappajak saat ini. Hal ini belum ditambahlagi dengan belum berhasilnya pajakdalam membenahi sisi negatif tersebut.Selanjutnya petunjuk teknis hinggapenerapan pajak yang masih dianggapeksklusif dan hanya diajarkan dipendidikan tinggi tak semudah itu sajauntuk disederhanakan dan diajarkan

kepada anak sekolah terutama kalang-an sekolah dasar yang bisa dikatakansama sekali tak mengerti pajak.

Petunjuk teknis yang belum ada inimasih ditambah lagi dengan dilemakemampuan tenaga pengajar yang bisadikatakan miskin informasi dan kreati-vitas dalam pembelajaran.

Misalnya saja untuk pajak saat iniyang umum dikenal oleh tenaga peng-ajar hanya sebatas pajak yang dekatdengan mereka seperti Pajak Kendara-an Bermotor hingga Pajak Bumi danBangunan yang notabene akan pindahke pemerintah daerah juga sehinggaketerbatasan ini akan membuat tenagapengajar kesulitan menerapkan peng-

ajaran pajak. Kalau pun penerapanwacana menerapkan pajak sebagaisuplemen dalam pendidikan kewarga-negaraan mungkin untuk kalanganpemula seperti anak sekolah dasarcukup berhasil pada tahap pemahamandan pengenalan. Nah, masalahnya yangjauh lebih penting dan sedang ditujuadalah terkait kesadarannya. Setalahpaham dan mengenal maka kesadaran-lah yang dituju.

Untuk menyadarkan pajak inilahyang perlu ada pembahasan lebih rinci.Siapa pun tahu sistem pengajaran yangtelah diterapkan di Indonesia selamaini lebih banyak mengandalkan kepadacukup tahu saja tanpa ada pengamalanatas pelajaran tersebut. Hingga bangkusekolah menengah atas kita dicekokiberbagai pelajaran yang ternyata

membuat kita hanya terkesan mema-hami tapi tidak mampu mempraktik-kannya.

Misalnya saja pelajaran kewarga-negaraan yang substansinya bermuarapada UUD 1945, Pancasila, BhinnekaTunggal Ika hingga Negara KesatuanIndonesia telah diajarkan sejak bangkusekolah dasar hingga sekolah meneng-ah atas bahkan diajarkan pada semes-ter awal di beberapa pendidikan tinggitetapi faktanya masih ada saja kegiatanpengingkaran terhadap empat pilarberkebangsaan dan bernegara ter-sebut. Masih ada makar yang dilakukandi berbagai daerah hingga tindakkorupsi yang mendustai jiwa cintatanah air. Apakah penerapan pajak jugaingin seperti ini yang hanya manis dalamteorinya tetapi tak ada aksi dilapangannya.

Inilah yang harus lebih dipikirkan lagidalam menyertakan substansi pajakdalam pendidikan. Fleksibilitas pajakmasih perlu dipertanyakan. Materipajak yang bisa dikatakan sangat banyakdan berkembang sesuai kegiatan eko-nomi membutuhkan update yang terusmenerus. Kekakuan dalam sistem pen-didikan kita tentunya menolak updateini karena kegiatan pembaruan kuriku-lum bukanlah kerja tahunan dan coba-coba saja sehingga mudah untuk diutakatik. Fleksibilitas materi perpajakanpun harus menyesuaikan dengankakunya sistem pendidikan ini yangmenjadi perkerjaan rumah besar dalammenyertakan pajak pada kurikulum.

Selain itu penerapan pajak dalamkurikulum pun mempertanyakan apa-kah para pelajar siap untuk menerima-nya. Sebuah penelitian yang dilakukanoleh Pusat Kajian Ilmu AdministrasiFISIP UI mungkin mampu menjadipertimbangan.

Hasil kajian salah satu Universitastersebut membuktikan bahwa kalanganpelajar sekolah menengah atas belumsepenuhnya memahami urgensi pe-mungutan pajak. Bahkan lebih men-cengangkan lagi para pelajar tersebutjuga belum sepenuhnya memahamibahwa penerimaan pajak digunakanuntuk kepentingan masyarakat umumtermasuk manfaat tidak langsung yangdapat dimanfaatkan oleh para pelajarsendiri. Kalau sudah begini bagaimanameyakinkan pajak mulai pelajar sekolah

PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013 5

PANDU UTAMA

Page 6: Pandu Pajak Mei 2013

dasar jika pelajar sekolah menengahatas yang secara pendidikan sudah lebihpaham substansi perpajakan sendiriternyata belum sepenuhnya paham.

Memacu tak sekedar memburuPermasalahan-permasalahan inilah

yang perlu terlebih dahulu dipikirkanpada saat menuangkan ide menyerta-kan pajak dalam kurikulum. Mulai darimodel materi yang akan diberikanhingga penerapannya dalam dunia nyataturut menjadi pertimbangan. Harusterlebih dahulu ada assestment yangjelas terkait materi perpajakan yangakan diajarkan dalam kurikulumsehingga nantinya pajak yang diajarkanbukan hanya menjadi ilmu yang akrabsebagai teori tapi tak terpraktikkandalam dunia nyata seperti kebanyakanpelajaran yang diterapkan selama ini.

Selain itu penyertaan pajak dalamkurikulum juga turut mempertimbang-kan hasil nyatanya di lapangan. Pajakyang kerap didengungkan sebagai pem-biayaan dalam pembangunan ternyatatak terlalu mengena pada sisi pelajar.Buktinya bisa terlihat dari hasil kajianseperti yang telah dibahas di atas. Bah-kan untuk mengetahui kemana danaperpajakan saja pelajar sekolah me-nengah atas tidak tahu. Disinilah materiperpajakan perlu lebih dikaji lagi.

Secara ilmu pengetahuan bisadikatakan ilmu pajak sebagai ilmu alatyang dapat diukur layaknya matema-tika. Ilmu tersebut pun dapat diukurlayaknya matematika yang juga punyarumus dan dampaknya. Begitu jugadengan pajak, pajak bukanlah ilmunormatif tetapi dapat dirasakan secaralangsung. Misalnya penerapan pajak yangbaik mengakibatkan pembangunan yangsejahtera dan kemakmuran rakyat.

Nah, inilah yang tidak dirasakanoleh masyarakat selama ini. Banyakyang belum paham dikemanakanpemanfaatan uang pajaknya bahkanlebih parah lagi banyak yang tak sadarsebenarnya telah membayar pajak.

Seandainya benar-benar ingin me-nyertakan pajak dalam kurikulumterlebih dahulu harus mampu memacupajak itu lebih dekat kepada masayara-kat. Cara memacunya dengan mem-buktikan bahwa hasil pembangunanseperti jembatan, sekolah, jalan, hinggaberbagai fasilitas lainnya dibiayai oleh

pajak. Seharusnya ada semisal taglineyang memberitahukan bahwa pem-bangunan fasilitas ini sepenuhnyadibiayai oleh pajak. Tentunya cara inidilakukan dengan membangun kemi-traan terlebih dahulu dengan berbagaikementerian yang berwenang. Kalausudah begini, kegiatan memacu masya-rakat sadar pajak akan lebih mudah.Pemahaman pajak sebagai pelajaranyang sebenarnya dekat dengan setiapmasyarakat lebih mudah digambarkandengan memberi contoh buktinya dilapangan bukan hanya sekedar mem-beri teori materi saja.

Selain itu pertimbangan untuk pem-buatan materi perpajakan juga harusmemikirkan kompetensi tenaga peng-ajar. Tenaga pengajar yang lebih dekatdengan pajak daerah sudah mulai diper-kenalkan dengan pajak pusat sepertipajak penghasilan dan pajak pertamba-han nilai. Misalnya dengan memberikan

formulir 1721 A1 dan A2 untukpelaporan SPT Tahunan yang ternyatasaat ini belum sepenuhnya diketahuipemanfaatannya oleh tenaga pengajarbahkan masih banyak tenaga pengajaryang belum pernah sekali pun mem-perolehnya.

Selain itu mulai diperkenalkan jugasanksi hukum atas tidak melapor ter-sebut. Untuk tugas ini giliran pen-yuluhan pajak yang harus digiatkan.Mulai dari guru yang menjadi pondasidasar dalam pendidikan harus dikuat-kan. Jangan sampai ada guru yang masihmiskin pengetahuan pajaknya sehinggatak mampu membaginya dengan parapelajarnya.

Bukti di lapangan sudah ada, fondasiguru sudah kuat langkah selanjutnyayang tak kalah penting adalah menen-tukan konsep dasarnya perpajakannyaini akan dibawa kemana. JIka awalnyakegiatan penyertaan pajak dilakukanuntuk menyadarkan masyarakat akanpentingnya pajak selanjutnya yang perludipikirkan bagaimana membuat me-reka untuk mau membayar pajak. Jang-an hanya memburu kesadaran masya-rakat sedari dini tanpa ada pemicunyakelak. Lagi-lagi jangan sampai terjadiilmu pajak hanya paham dan ahli dalamteori saja tetapi dapat memprak-tikkannya.

Mengakomodasi itu semua adabeberapa langkah yang dapat dilakukanterlebih dahulu antara lain denganmembangun sebuah konsep pelajaranperpajakan yang mempertimbangkankemampuan guru dan pelajar dalammenyerap pengetahuan perpajakansecara menyeluruh, perlu ada pertim-bangan kelemahan dan kekuatan dalampenyusunan materi perpajakan yangakan dibuat dan bagaimana memberi-kan materi tersebut secara menye-nangkan dan sederhana sehingga jangansampai penambahan materi perpajakannantinya justru dianggap hanya sebagaimateri formalitas yang diujikan lewatsistem evaluasi ujian tanpa mampumenghasilkan pelajar yang sadar pajakdi kemudian hari.

Semoga ada harapan untuk me-nyiapkan sebuah materi yang seder-hana dan mampu mengakomodasi itusemua sehingga materi perpajakandalam kurikulum lebih mudah untukdidesiminasikan. (pp)

PANDU UTAMA

6 PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013

“Memperkenalkan pajak sedaridini menjadi sedikit jawaban

atas rendahnya kesadaranpajak dalam diri masyarakat

Indonesia saat ini. Pajak yangpada dasarnya merupakan

kewajiban yang mengikatkepada setiap warga negara,telah dilegalkan secara UUD

1945 ternyata tak sepenuhnyadipatuhi oleh masyarakat.

Page 7: Pandu Pajak Mei 2013

Pertanyaan ini bisa dikatakan taksepenuhnya benar. Setidaknyahal tersebut diungkapkan olehSuhardi. Sosok guru yang telah

mengabdikan dirinya di dunia pendid-ikan selama lebih dari dua puluh duatahun ini membagikan pandangannyaterkat pajak dalam dunia pendidikan.

Sosok pendidik yang telah lamamenghabiskan masa baktinya di SMA Is-lam Sudirman ini berkenan membagikanpendapatnya bahwa pajak dan pendidi-kan sesungguhnya bisa saling menopangdan mendukung.

Bagaimana pendapat beliau sesung-guhnya terkait pajak dan pendidikan.Redaksi Pandu Pajak bakal mengulasnyasecara eksklusif melalui hasil wawancaralangsung dengan Suhardi.

Bagaimana pandangan Bapakterhadap pajak?

Kita memandangnya secara eko-nomi karena kebetulan saya memilikibackground ekonomi. Secara ekonomisaya dapat memandang pajak ini layak-nya air dalam sebuah rumah tanggabukan listrik. Mengapa begitu, kalau sayaumpamakan seperti listrik, listrik itu kandapat diganti dengan api bila tidak ada.Tetapi kalau kita umpamakan air makalain ceritanya. Tidak ada apapun yangbisa menggantikan air dalam rumahtangga sehari-hari.

Nah pajak itu layaknya juga air jadisemua orang seharusnya sadar bahwapajak itu pun tak bisa digantikan danharus benar-benar disadarkan. Pajak ituharus mampu disadarkan kepadaseluruh masyarakat sedemikian rupalayaknya kalau Islam itu ada zakat.Namun, kalau zakat kan secara definisiasasnya untuk orang-orang yang mem-butuhkan sedangkan pajak beda. Asas

pajak digunakan untuk penyelengga-raannegara sehingga filosofi air tadi benar-benar mampu membuat seluruh masya-rakat sadar.

Pajak seperti Air, maksud Bapak?Secara filosofisnya yaitu tadi semua

orang butuh air dan tidak bisa terganti-kan. Seharusnya pajak pun seperti itusemua orang harus butuh pajak dan tidakada alasan tidak untuk tidak membutuh-kannya. Inilah yang belum sepenuhnyadisadarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak(DJP) kepada seluruh warga negara In-donesia.

Selain itu mengapa saya menggangappajak itu layaknya air, itu juga terkaitdengan sifat dari air itu sendiri. Kita bisatahu air itu kan mengalir dengan mem-bawa segalanya. Membawa bagian yangbersih dan juga bagian kotornya. Tetapipada ujung-ujungnya semua yangterbawa tersebut akan menjadi ber-manfaat. Air yang kotor sekalipun akanbermuara ke laut nantinya.

Melalui proses sedemikian rupa atauproses fisikanya akhirnya menguapkarena panas dan memenuhi awan. Dariawan kemudian turun ke bumi sebagaihujan yang dapat dimanfaatkan olehseluruh manusia. Akhirnya kan bisadikatakan bahwa air itu membawakesejukan.

Begitu juga dengan pajak, seharusnyapajak pun begitu. Jangan sampai setelahsusah-susah menagihnya dari wajib pajakjustru tidak berakhir menjadi apa-apasehingga rasa kesejukan yang sepertiditawarkan oleh air tidak ada pada pajak.

Kalau dalam dunia pendidikanbagaimana pajak ini menurut Bapak?

Secara dunia pendidikan pajak itutentunya dapat bersinergi dengan

pendidikan saat ini. Menurut pengalamansaya dalam pembuatan kurikulum sayasangat mendukung pajak itu ada dalamkurikulum. Kalau bisa dikatakan saat inimasyarakat sangat tidak memahamipajak. Berapa banyak orang yang taksadar bahwa dirinya ternyata telah atausedang dipungut pajak dan jumlah or-ang yang tidak sadar ini bukan puluhanatau ratusan tapi mencapai ribuan.

Nah, peran pendidikan itu bisadiman-faatkan sebagai panglimanya.Lewat pendidikan, kita pahamkan duluakan pentingnya pajak, diperkenalkandulu. Setelah paham baru disadarkan.Layaknya dalam agama Islam kita kandiperintahkan terlebih dahulu untuk Iqra'membaca. Setelah dibaca baru diamalkan.Begitu juga dengan pajak, dipahamkandulu baru disadarkan.

Inilah yang belum sepenuhnya dila-kukan oleh DJP sehingga masih banyakpandangan bahwa pajak itu adalah bebanjadi wajar saja orang takut membayarpajak. Misalnya saja apabila ada orangpajak yang datang, pasti dalam pikiransetiap orang kedatangan orang pajak itugak jauh-jauh dari bakalan menarik pajakyang kurang, mencari wajib pajak baru

Selama ini mungkin bisa dikatakan dunia pendidikan sedikitmenjauh dengan pajak. Dalam setiap kurikulum yang telah

dirancang oleh pemerintah belum sama sekali mampumengakomodasi pengetahuan pajak. Pertanyaan pun mengemuka

apakah benar dunia pendidikan melupakan pajak sehingga tidakmau memberikan ruang untuk mengakomodasikannya.

Pajak LaksanaAir Kehidupan

Suhardi

PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013 7

SUMBANG SUARA

Page 8: Pandu Pajak Mei 2013

yang belum dipajaki atau bakalan diperik-sa sehingga menakutkan.

Kalau terkait sinergi pendidikan danpajak ini, adakah contoh nyatanya?

Dari sisi kacamata pendidikan, pajakini bisa dikatakan ilmu alat yang miripdengan matematika secara sisi penggu-naannya. Dalam dunia pendidikan jugadiperkenalkan istilah analisis terhadaplogika terkait lingkungan. Nah, pajak inibisa diterapkan seperti itu.

Misalnya unsur pajak layaknya mate-matika dan apabila analisis ini dipadukanmaka dapat dimulai terjadinya sinergi.Kita kan bisa mulai sedikit demi sedikitmemperkenalkan pajak ini lewat penu-lisan soal ada unsur pajaknya. Tidak perluyang terlalu teknis. Cukup hal-hal biasasajalah terlebih dahulu karena kalausudah teknis kan dapat lebih diperdalamdi perguruan tinggi. Namun inilah yangbelum sepenuhnya dilakukan oleh DJP.

Menurut Bapak apa yang sebenarnyamembuat hal ini belum bisa dilakukandi DJP?

Saya lihat saat ini bisa dikatakanbelum semua pegawai pajak sadar bahwamereka semua itu adalah humas(hubungan masyarakat) pajak. Kita bisalihat kalau ke kantor pajak masih adayang merasa tidak dilayani dengan baik.Masih ada yang merasa bagian ini hanyatugas si ini yang ini tugas si itu jadi tidaksepenuhnya merasa sebagai humas.Kalau pun ada humasnya jumlah petu-gasnya terbatas.

Misalnya saja seperti humas Kanwil(Kantor Wilayah) DJP Jakarta Selatanyang jumlahnya hanya sedikit. Bisadibayangkan dengan jumlah yang sedikititu bagaimana bisa menyadarkan seluruhmasyarakat yang mencapai daerah-daerah. Itu masih di Kanwil DJP JakartaSelatan bagaimana dengan di seluruh In-donesia. Tentunya kalau semua pegawaipajak sadar bahwa mereka humas pajaktentunya tugas ini dapat lebih diper-mudah.

Selain itu masalah lainnya, masyara-kat kita ini masih penuh dengan rasakecurigaan. Ini sih memang masalah sejakdari zaman dahulu. Selalu ada kecurigaan.Misalnya saja pegawai pajak dengantingginya remunerasi yang diberikanmemunculkan rasa curiga.

Kalau ada pegawai pajak yang kayadicurigai. Kejadian ini makin diperparahdengan adanya oknum yang benar-benarmemang menyimpang seperti Gayus

yang semakin membuat mindset masya-rakat susah diubah. Apalagi penggaba-ran dari media yang semakin deras sema-kin membuat justifikasi bahwa pegawaipajak itu seperti Gayus. Padahal gene-ralisasi ini salah.

Namanya setiap manusia pasti adakesalahan. Manusia kan tempatnya salahjadi jangan sampai satu kesalahan itumenggeneralisasi seluruhnya. Atasmasalah-masalah inilah yang belumsepenuhnya mampu diakomodasi olehpihak DJP yang membuat susah setiaporang untuk sadar membayar pajak.

Bagaimana saran Bapak agar pajakbisa masuk ke dalam dunia pen-didikan?

Jujur saat ini, saya sedang meran-cangagar anak-anak di sekolah saya menerimapelajaran pajak. Setidaknya ada satu SKSyang sedang saya usahakan agar pajakdiajarkan. Pelajar juga musti tahu peranpajak yang akrab selama ini di lingkunganmereka. Ini saya coba jadikan sebagaipilot project di sekolah. Jadi layaknya airtadi, dimensi pajak itu benar-benardirasakan sedari dini. Nah, bagaimanadengan peran pajak.

Disinilah pajak harus berperan. Kitabisa mulai dengan melakukan MOU(Memorandum of Understanding) antarasekolah dan pihak DJP atau minimalKanwil. Nanti Kanwil menurunkan tena-ga karyawannya yang mampu mendidik.Setidaknya dimulai berbagi pengalamanbagaimana memungut pajak, apa masa-lahnya, yang mudah-mudah saja sehinggalebih mengena dengan para pelajar. Jadikan sedari dini kita sudah memasukkanpajak dalam mindset mereka. Tapi inilahtantangannya sehingga pajak danpendidikan itu belum bisa akur.

Tantangan seperti apa yang Bapakmaksud?

Tantangannya ya kembali lagi sepertimasalah tadi. Pajak belum mengenakepada seluruh masyarakat. Saya seringbertanya-tanya mengapa pajak tidakberani mengatakan bahwa bangunan inidibiayai dari pajak. Mengapa pajak tidakberani. Seolah-olah habis manis sepahdibuang. Sudah mengumpulkan uangpajak malah tidak tahu dikemanakansehingga semua menyalahkan DJP kalaupembangunan tidak berjalan dengan baik.Kapan DJP mau meng-counter pemberi-taan negatif media. Buatlah semacamberita yang bagus. Masak di DJP tidakada berita positif yang bisa ditayangkan.

SUMBANG SUARAKalau bisa DJP punya siaran sendirimenjelaskan berita positif DJP.

Akibatnya kalau pun pajak masuk kependidikan kita susah memberi contohnyata kepada pelajar. Kita bisa bilangbahwa bangunan ini dibiayai dari pajaktapi mana buktinya, justru yang tertulisnama bangunannya tidak ada unsurpajaknya. Kalau begini ilmu akan cen-derung susah menyebarnya karena tidakada bukti di lapangan.

Saran Bapak terhadap permasalahantersebut?

Saya ingin semua pegawai pajak itusadar bahwa mereka adalah humas pajak.Semua tahu bagaimana melayani yangbaik. Saya senang pajak sudah open tetapisaya lihat humasnya belum bisa teror-ganisir dengan instansi-instansi lain se-hingga berbagai kerja sama dengan pajakmasih sulit dilakukan. Padahal kalau adamasalah masih bisa dibicarakan denganbaik lewat cara win win solution semuadiuntungkan.

Saya sarankan pegawai pajak ituberubah minimal dimulai dari sifatnya,sikapnya serta perilakunya dalam mela-yani wajib pajak. Semua merasa pajak itutugas bersama tidak berpan-dangan picikbahwa tugas ini hanya dikerjakan oleh siini tetapi semua bersama-sama bekerja.

Selain itu untuk mengatasi rasakecurigaan dari masyarakat kenapa sihpara pegawai pajak tidak mencoba untuksecara terang-terangan berani menunjuk-kan berapa banyak harta kekayaannyalewat pengumuman di kantor-kantorpajak sehingga semua orang tahu darimana harta tersebut tidak ada lagi kecu-rigaan. Kalau ini bisa saya salut denganpajak.

Selain itu dana yang telah dikumpul-kan pajak sebisanya diketahui perun-tukannya kemana. Walaupun ya memangsulit karena masalah penggunaannya adadi masing-masing kementerian. Tapi kalaubisa skema ini diubahlah. Misal subsidi,DJP harus berani mengatakan bahwasubsidi tersebut berasal pajak. Tunjukkanyang positif-positif dari pajak. Sehinggakalau sudah begini kan control public ituada.

Semua merasa pembangunan itu milikbersama dan kalau merusak atau meng-otori artinya merusak dan mengotori dirisendiri. Seperti di Singapura, semua takutdi denda, begitu juga dengan pajak. Or-ang pajak tidak boleh hanya mengum-pulkan saja tetapi harus berani menga-takan kemana uang tersebut dikelola. (pp)

8 PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013

Page 9: Pandu Pajak Mei 2013

PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013 9

EDU PAJAK

Page 10: Pandu Pajak Mei 2013

EDU PAJAK

10 PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013

Page 11: Pandu Pajak Mei 2013

Penganugerahan Pemenang Kader Pandu Pajak oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan

Pemberian Rompi oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan danUniversitas Pancasila, menandai Pelaksanaan Kader Pandu Pajak

Salah Satu Peserta Kader Pandu Pajak yang Sedang MelakukanPresentasi

Pihak Universitas Pancasila dan Kanwil DJP Jakarta Selatan bersama Para Guru Kader Pandu Pajak

PANDU PAJAK KANWIL JAKARTA SELATAN MEI 2013 11

SOROT LENSA

Page 12: Pandu Pajak Mei 2013

KPP Madya Jakarta Selatan Jalan Ridwan Rais No. 5A-7, Gambir, Jakarta Pusat 10110, Telp: 021-3447971, 3447972, 3504170. Fax: 021-3447971•KPP Pratama Jakarta Setiabudi Satu Jalan Rasuna Said Blok B Kav. 8, Jakarta Selatan 12190, Telp: 021-5254237-5253622, Fax: 021-5252825 •KPPPratama Jakarta Setiabudi Dua Jalan Rasuna Said Blok B Kav. 8, Jakarta Selatan 12190, Telp: 021-5254237-5253622, Fax: 021-5252825 •KPPPratama Jakarta Setiabudi Tiga Jalan Raya Pasar Minggu No. 11, Pancoran, Jakarta Selatan 12780, Telp: 021-7993028-7992961, Fax: 021-7994253 •KPP Tebet Jalan Tebet Raya No. 9, Jakarta Selatan, Telp: 021-8296869,8296937, Fax: 021-8296901 •KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru SatuGedung Patra Jasa Lantai 1 & 14, Jalan Jend. Gatot Subroto-Jakarta, Telp: 021-52920983, 52921276, Fax: 021-52921274 •KPP Pratama Jakarta KebayoranBaru Dua Jalan Ciputat Raya No. 2 Pondok Pinang, Jakarta Selatan 12310, Telp: 021-75818842,75908704, Fax: 021-75818874 •KPP Kebayoran BaruTiga Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 14 A, Jakarta Selatan 12130, Tel: 021-7245735,7245785, Fax: 021-7246627 •KPP Pratama Jakarta KebayoranLama Jalan Ciledug Raya No. 65, Jakarta Selatan 12250, Telp: 021-5843105-5843109, Fax: 021-5860786 •KPP Pratama Jakarta Mampang PrapatanJalan Raya Pasar Minggu No. 1, Jakarta Selatan 12780, Telp: 021-79191232 /7949574-5/7990020, Fax: 021-7949575 •KPP Pratama Jakarta PancoranJalan T.B. Simatupang Kav. 5 Kebagusan, Jakarta Selatan 12520, Telp: 021-7804462, 7804667, 7804451. Fax: 021-7804862 •KPP Pratama JakartaCilandak Jalan T.B. Simatupang Kav. 32, Jakarta Selatan 12560, Telp: 021-78843521-23, Fax: 021-78836258 •KPP Pratama Jakarta Pasar MingguJalan T.B. Simatupang Kav. 39, Jakarta Selatan 12510, Telp: 021-7816131-4 /78842674, Fax: 021-78842440.