Buku Pandu Anse Mnas

145
Jakarta, 19 September 2012 & SEMNAS SOSEK KP 2012 Pertemuan ke IV IMFISERN L I P I SEMINAR NASIONAL RISET DAN KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (SEMNAS SOSEK KP) 2012 Pertemuan Dua Tahunan Keempat Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Indonesian Marine and Fisheries Socio‐Economics Research Network (IMFISERN) “Peguatan Jejaring Riset Sosial Ekonomi untuk mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan” Penyelenggara: Kementerian Kelautan dan Perikanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia IMFISERN “ Peran Hasil Penelitian Sosial Ekonomi dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Merespon Tantangan Kontemporer”

Transcript of Buku Pandu Anse Mnas

Jakarta, 19 September 2012

&SEMNAS SOSEK KP 2012

Pertemuan ke IV IMFISERN

L I P I

SEMINAR NASIONAL RISET DAN KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (SEMNAS SOSEK KP) 2012

Pertemuan Dua Tahunan Keempat Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan PerikananIndonesian Marine and Fisheries Socio‐Economics Research Network (IMFISERN)

“Peguatan Jejaring Riset Sosial Ekonomi untuk mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan”

Penyelenggara:

Kementerian Kelautan dan PerikananLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

IMFISERN

“ Peran Hasil Penelitian Sosial Ekonomi dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk

Merespon Tantangan Kontemporer”

BUKU PANDUAN

SEMINAR NASIONAL RISET DAN KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (SEMNAS SOSEK KP) 2012

danPERTEMUAN KE-IV JARINGAN RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN

PERIKANAN ATAU INDONESIAN MARINE AND FISHERIES SOCIO-ECONOMIC RESEARCH NETWORK (IMFISERN)

Jakarta, 19 September 2012

Diterbitkan bersama oleh :

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan(BBPSEKP)

Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPIdan

Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network(IMFISERN)

Penyusun:

Hendra Yusran SiryHeny Lestari

Tenny Apriliani

Desain/Tata Letak :

Ilham Ferbiansyah

SEMINAR NASIONAL RISET DAN KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (SEMNAS SOSEK KP) 2012

danPERTEMUAN KE-IV JARINGAN RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN

DAN PERIKANAN ATAU INDONESIAN MARINE AND FISHERIES SOCIO-ECONOMIC RESEARCH NETWORK (IMFISERN)

Jakarta, 19 September 2011

Diselenggarakan bersama oleh:

Mitra Media :

dan

BBPSEKP IMFISERN

SEMNAS SOSEK KP 2012 i

KATA PENGANTAR

Seminar Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (Semnas Sosek KP) merupakan kegiatan tahunan setiap bulan September sebagai bentuk refleksi serta apresiasi atas penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan. Semnas Sosek KP juga berfungsi sebagai ajang komunikasi dan pertukaran informasi penelitian, kajian dan kebijakan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta mendapatkan pandangan/umpan balik dari pemangku kepentingan.

Tema Semnas Sosek KP tahun ini adalah “Peran Hasil Penelitian Sosial Ekonomi dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Merespon Tantangan Kontemporer”dengan enam fokus bahasan yaitu 1) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, 2) Perubahan Iklim , 3) Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas, 4) Perdagangan Bebas, 5) Budaya Bahari dan 6) Ketahanan dan Keamanan Pangan. Keenam isu tersebut merupakan isu strategis bagi dimensi sosial ekonomi kelautan dan perikanan.

Pelaksanaan Semnas Sosek KP 2012 bertepatan dengan Pertemuan Dua Tahunan Keempat (Ke-IV) Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN) yang bertemakan “Peguatan Jejaring Riset Sosial Ekonomi untuk mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan”. Semnas Sosek KP dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN yang merupakan forum pertemuan strategis bagi ilmuwan, peneliti, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, profesional, pelaku usaha, tokoh masyarakat serta penggiat lembaga swadaya masyarakat untuk :

a. menelaah status terkini konsep, teori, metode serta teknik penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan;

b. saling bertukar informasi, pengalaman dan pembelajaran penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan Perikanan.Buku Panduan ini merupakan disusun untuk menjadi bahan acuan

dan informasi untuk pelaksanaan Semnas Sosek KP dan Pertemuan Ke-IV

ii SEMNAS SOSEK KP 2012

IMFISERN. Kami berharap buku ini memudahkan narasumber, pemakalah dan peserta pertemuan dalam mengikuti dua pertemuan penting ini.

Atas nama Panitia Penyelenggara, kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan bantuan berbagai pihak yang telah memungkinkan terselenggaranya Semnas Sosek KP tahun ini, semoga sumbangsih saudara dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Ketua Panitia PelaksanaDr. Hendra Yusran Siry

Semnas Sosek KP 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN

SEMNAS SOSEK KP 2012 iii

Atas nama Kementerian Kelautan dan Perikanan dan mitra Seminar Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (Semnas

Sosek KP) 2012 dan Pertemuan Dua Tahunan Keempat (Ke-IV) Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN), saya mengucapkan selamat datang kepada para pemakalah, narasumber dan peserta. Kehadiran Bapak/Ibu sekalian merupakan kontribusi penting dalam terus mencari, menggali dan meneliti serta memberi yang terbaik dari penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan.

Semnas Sosek KP merupakan wahana dan langkah penting dalam mengkomunikasikan, memetakan serta merespon kebutuhan penelitian sosial ekonomi untuk pembangunan kelautan dan perikanan. Peran penelitian sosial ekonomi sangat penting sebagai akseletor pengelolan dan pemanfatan potensi kelautan dan Perikanan, serta peningkatan taraf kehidupa pelaku usaha kelautan dan perikanan. Pertemuan Ke-IV IMFISERN memiliki arti strategis dalam rangka peningkatan kompetensi dan sinergi penelitian sosial ekonomi kelautan dan Perikanan. Melalui integrasi dan sinkronisasi penelitian sosial ekonomi potensi tersebut dapat diarahkan untuk lebih memenuhi

SAMBUTANKEPALA BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DANPERIKANANKEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

iv SEMNAS SOSEK KP 2012

kebutuhan pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia.

Saya berharap Semnas Sosek KP dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN ini menjadi pemicu dan pemacu penyingkapan fenomena dan peningkatan pemahaman akan dinamika sosial ekonomi kelautan dan Perikanan. Sekali lagi, saya menyampaikan penghargaan atas partisipasi Bapak/Ibu dalam mensukseskan Semnas Sosek KP serta mendukung pembangunan kelautan dan perikanan. Saya berharap Semnas Sosek KP dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN ini memberikan rekomendasi penting dalam upaya integrasi dan sinkronisasi penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan. Selamat berdiskusi untuk mencari dan member yang terbaik bagi Ibu Pertiwi.

Kepala BBPSEKP

Dr. Agus Heri Purnomo

SEMNAS SOSEK KP 2012 v

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Atas berkat rahmat dan karuniaNya,

panitia Seminar Sosek Kelautan dan Perikanan dapat menerbitkan buku panduan Seminar Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (Semnas Sosek KP) 2012. Dengan diterbitkannya buku panduan ini kami berharap agar kegiatan seminar yang bertemakan “Peran Hasil Penelitian Sosial Ekonomi dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Merespons Tantangan Kontemporer” berjalan lancar dan menghasilkan pemikiran-pemikiran bagi pembangunan kelautan dan perikanan.

Sebagai institusi riset milik pemerintah, PMB-LIPI memang tidak memiliki tugas pokok dan fungsi yang berhubungan langsung dengan kelautan dan perikanan. Akan tetapi karena ada Peneliti PMB yang melakukan penelitian di bidang ini, maka bagi peneliti bersangkutan seminar ini akan memberikan pengalaman, baik dalam berkomunikasi dengan kalangan terkait maupun dalam memperluas pandangan teoritik di bidang ini.

SAMBUTANKEPALA PUSAT PENELITIAN KEMASYARAKATAN DAN KEBUDAYAAN – LIPI

vi SEMNAS SOSEK KP 2012

Semoga seminar ini dapat menumbuhkan jejaring kegiatan penelitian ilmuilmusosial dan ekonomi di bidang kelautan dan perikanan di Indonesia, dan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan bangsa Indonesia pada umumnya danperkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya.

Kapuslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI

Dr. Endang Turmudi, MA

SEMNAS SOSEK KP 2012 vii

Sebagai mitra penyelenggara Seminar Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (Semnas Sosek KP) 2012 dan Pertemuan Dua

Tahunan Keempat (Ke-IV) Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN), saya juga mengucapkan selamat datang dan bergabung kepada para pemakalah, narasumber dan peserta dalam Semnas Sosek KP dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN. Dua perhelatan ini merupakan perwujudan niat dan tekad kita untuk menjadikan penelitian sosial kelautan dan perikanan serta ladang penggalian khazanah ilmu serta dinamika kemasyarakatan dan pembangunan.

IMFISERN merupakan wadah berhimpunnya ahli, peneliti dan penggiat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan di Indonesia, untuk secara bersama meningkatkan kemanfaatannya bagi bangsa dan negara, serta penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk meningkatkan nilai tambah rakyat Indonesia. Untuk itu, IMFISERN memainkan perannya sebagai wadah pertukaran hasil riset sosial ekonomi kelautan dan perikanan yang bermanfaat bagi keberlanjutan pembangunan kelautan dan perikanan. IMFISERN didirikan juga untuk memupuk profesionalisme peneliti penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia; meningkatkan kepedulian dan tanggap

SAMBUTANKOORDINATOR JARINGAN RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN

PERIKANAN/INDONESIAN MARINE AND FISHERIES SOCIO-ECONOMICS RESEARCH NETWORK (IMFISERN)

viii SEMNAS SOSEK KP 2012

profesional terhadap permasalahan, tantangan, serta peluang pembangunan daerah/nasional melalui optimasi pemberdayaan kompetensi profesional secara terpadu melalui pengembangan riset di bidang sosial ekonomi kelautan dan perikanan; serta mendorong profesionalisme dalam penguasaan, pengembangan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia.

Pertemuan Ke-IV IMFISERN yang akan diselenggarakan setelah Semnas Sosek KP akan menjadi momentum untuk menentukan arah pergerakan dan perkembangan IMFISERN mencapai tujuan pendirian seperti di atas. Saya mengajak Bapak/Ibu untuk memberikan kontribusi pemikiran, saran dan pandangan dalam arah pengembangan IMFISERN menjadi organisasi profesi yang tangguh, mandiri dan bermanfaat bagi pembangunan kelautan dan perikanan.

Saya berharap kita bisa menghasilkan rumusan dan masukan penting dalam kegiatan Semnas Sosek KP dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN. Saya juga menyampaikan penghargaan kepada Panitia Pelaksana yang memungkinkan terwujudnya dua pehelatan ini, serta kepada BBPSEKP dan PMB LIPI yang menjadi mitra strategis IMFISERN dalam kegiatan ini. Selamat berkarya.

Koordinator IMFISERN,

Prof. Dr. Hj. Ir. Sutinah Made, M.Si

SEMNAS SOSEK KP 2012 ix

KATA PENGANTAR i

SAMBUTANKepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan iii

SAMBUTANKepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan - LIPI v

SAMBUTANKoordinator Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/Indonesian Marine And Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN) vii

DAFTAR ISI ix

JUSTIFIKASI 1

I. INFORMASI RINGKAS MENGENAI SEMNAS SOSEK KP TAHUN 2012

2

A. Pendahuluan 2

B. Tema 2C. Tujuan 2D. Materi dan Bahasan 3

E. Peserta 3

F. Waktu dan Tempat 3

II. INFORMASI RINGKAS PERTEMUAN KE-IV IMFISERN 3

A. Tema 4

B. Tujuan 4

C. Materi dan Bahasan 4

DAFTAR ISI

x SEMNAS SOSEK KP 2012

D. Peserta 5

G. Waktu dan Tempat 5

III. MEKANISME PENYELENGGARAAN 5

A. SIDANG PLENO DAN PARAREL 5

1. Sidang Pleno 5

2. Sidang Pararel 5

3. Sidang Komisi 6

B. TATA TERTIB 6

1. Peserta 62. Persidangan 73. Penyajian Poster 7

4. Moderator 7

5. Notulis 7

IV. LAIN-LAIN 7

A. Konsumsi 7

B. Sekretariat 8

C. Parkir 8

V. INFORMASI UMUM DAN FASILITAS YANG TERSEDIA 8

A. Fasilitas Kesehatan dan P3K 9

B. Rumah Sakit 9

C. Drugstore 9

D. Masjid 9

E. Bank 9

F. Internet 9

G. Biro Perjalanan 9

H. Restoran 9

VI. PANITIA PELAKSANA SEMNAS 10

VII. LOKASI KEGIATAN 13

VIII. JADWAL ACARA (TENTATIF)SEMNAS SOSEK KP 2012 DAN PERTEMUAN KE-IV JARINGAN RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (IMFISERN)

15

SEMNAS SOSEK KP 2012 xi

PROFIL BBPSEKP 17

PROFIL PMB-LIPI 20

PROFIL IMFISERN 22

JADWAL PERSENTASI MAKALAH ORAL 26

ABSTRAK - ABSTRAK 46

SEMNAS SOSEK KP 2012 1

JUSTIFIKASI

Dalam mewujudkan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan berkelanjutan pelaku utama dan usaha diperlukan upaya memperkuat kemampuan ekonomi sektor kelautan dan perikanan yang berakar pada keberagaman budaya dan ekonomi serta kemampuan teknologi dan inovasi. Perwujudan tersebut saat ini menghadapi tantangan antara lain degradasi habitat dan sumberdaya kelautan dan perikanan, intensitas cuaca ekstrim dan berubahnya kondisi iklim, pengembangan komoditas laut dan perikanan, perdagangan bebas, ketahanan dan keamanan pangan, isu perbatasan dan nelayan lintas batas (fishing in and fishing out), serta akses perbankan yang terbatas dan sulit bagi pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan.

Ragam dan kompleksitas tantangan tersebut semakin tinggi dengan adanya tuntutan dan kebutuhan akan produk kelautan dan perikanan yang berkualitas, tersedia, terjangkau dan memiliki daya saing tinggi dalam tataran global dan perdagangan internasional. Kemampuan sumberdaya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan kelautan dan perikanan di sisi hulu sampai hilir, rantai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya serta strategi pemasaran yang baik akan sangat penting dan menentukan kinerja peningkatan daya saing mengatasi tantangan tersebut. Dalam konteks ini, peran penelitian menjadi sangat strategis. Penelitian adalah fondasi utama untuk pembuatan kebijakan dan implementasi program yang tepat guna dan inovatif dalam menghadapi dan mengelola tantangan komtemporer kelautan dan perikanan.

Guna mewadahi diseminiasi hasil penelitian dan analisa terkini akan tantangan komtemporer pembangunan kelautan dan perikanan, sekaligus sebagai forum untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi kebijakan pembangunan, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP), Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB LIPI) dan Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan atau Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN) akan menyelenggarakan Seminar Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan

2 SEMNAS SOSEK KP 2012

Perikanan (Semnas Sosek KP) 2012 dan Pertemuan Ke-IV Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan atau Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN).

I. INFORMASI RINGKAS SEMNAS SOSEK KP TAHUN 2012

Semnas Sosek KP merupakan kegiatan tahunan sebagai bentuk refleksi serta apresiasi atas riset sosial ekonomi kelautan dan Perikanan. Semnas Sosek KP juga berfungsi sebagai ajang komunikasi dan pertukaran informasi riset dan kebijakan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta mendapatkan pandangan/umpan balik dari pemangku kepentingan. Penelitian adalah fondasi utama untuk pembuatan kebijakan dan implementasi program yang tepat guna dan inovatif dalam menghadapi dan mengelola tantangan komtemporer kelautan dan perikanan. Semnas Sosek KP diharapkan akan menghasilkan data sebagai bahan merumuskan rekomendasi konsep pembangunan kelautan dan perikanan dalam menghadapi tantangan secara kontemporer.

A. TemaTema Semnas Sosek KP 2012 adalah “Peran Hasil Penelitian Sosial

Ekonomi dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Merespon Tantangan Kontemporer”.

B. TujuanTujuan dari kegiatan Semnas Sosek KP adalah :

1. Menghimpun dukungan ilmiah berupa data dan informasi hasil penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan dalam mendukung percepatan pembangunan kelautan dan perikanan;

2. Merumuskan rekomendasi untuk bahan pembuatan kebijakan strategi menghadapi tantangan kontemporer pembangunan kelautan dan perikanan;

SEMNAS SOSEK KP 2012 3

C. Materi dan BahasanSemnas Sosek KP berisikan penyampaian makalah kunci dari pakar

international dan nasional serta pemaparan hasil penelitian sosial ekonomi oleh peneliti, praktisi dan pemerhati sosial ekonomi kelautan dan perikanan dalam dan luar negeri. Semnas Sosek KP Tahun 2012 menekankan pada enam pokok bahasan :1) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, 2) Perubahan Iklim , 3) Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas, 4) Perdagangan Bebas, 5) Budaya Bahari dan 6) Ketahanan dan Keamanan Pangan.

D. PesertaSemnas Sosek KP terbuka bagi para ilmuwan, peneliti, akademisi,

praktisi, anggota legistative, eksekutif, professional, pelaku usaha, tokoh masyarakat, penggiat lembaga swadaya masyarakat serta pihak-pihak lain yang memiliki minat dan potensi untuk memberikan sumbang saran bagi dimensi sosial ekonomi kelautan dan perikanan;

E. Waktu dan TempatSemnas Sosek KP akan diadakan pada hari Rabu tanggal 19 September

2012 bertempat di Hotel Bidakara, Jl. Jendral Gatot Subroto Kav 71-73 Pancoran, Jakarta Selatan. Telp : 021-83793555, Fax : 021-83793554

II. INFORMASI RINGKAS PERTEMUAN KE-IV IMFISERNPertemuan Dua Tahunan Keempat Jaringan Riset Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan/Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN) atau Pertemuan Ke-IV IMFISERN merupakan pelaksanaan pertemuan dua tahunan IMFISERN diselenggarakan bersamaan dengan Rapat Anggota /IMFISERN. Kegiatan ini merupakan forum pertemuan antara anggota IMFISERN untuk menelaah status terkini konsep, teori, metode serta teknik penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan Perikanan serta saling bertukar informasi, pengalaman dan pembelajaran penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan.

4 SEMNAS SOSEK KP 2012

A. TemaTema Pertemuan ke-IV IMFISERN adalah “Peguatan Jejaring Riset

Sosial Ekonomi untuk mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan”.

B. TujuanTujuan dari Pertemuan ke-IV IMFISERN adalah :

1. Memperkuat jejaring penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan; dan

2. Merumuskan rencana aksi jejaring penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan.

C. Materi BahasanPertemuan ke-IV IMFISERN akan berisikan beberapa agenda tentatif

yang akan dibahas dalam Sidang pleno dan Sidang Komsii meliputi :

1. Pengesahan Agenda Acara Pertemuan Ke-IV IMFISERN;

2. Pemilihan Pimpinan Sidang Pertemuan Ke-IV IMFISERN;

3. Penyusunan Dan Pengesahan Tata Tertib Pertemuan Ke-IV IMFISERN;

4. Laporan Pertanggung Jawaban Koordinator IMFISERN Periode 2010-2012;

5. Pandangan Umum Laporan Pertangunggjawaban;

6. Demisioner Pengurus IMFISERN Periode Masa Bakti 2010-2012;

7. Pembagian Dan Penetapan Komisi-Komisi :a. Komisi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga;b. Komisi Program Kerja;

8. Pengesahan Hasil Sidang Komisi;

9. Pemilihan Koordinator IMFISERN Periode 2012- 2014;

10. Penetapan Tempat Pelaksanaan Pertemuan Ke-V IMFISERN

11. Penetapan Tim Formatur (jika diperlukan)

SEMNAS SOSEK KP 2012 5

D. PesertaPertemuan ke-IV IMFISERN terbuka bagi para anggota, calon anggota

dan simpatisan IMFISERN serta peserta Semnas Sosek KP yang memiliki minat dan potensi untuk memberikan sumbang saran bagi pengembangan IMFISERN;

E. Waktu dan TempatPertemuan ke-IV IMFISERN akan diadakan pada hari Rabu tanggal

19 September 2012 setelah Semnas Sosek KP bertempat di Hotel Bidakara, Jl. Jendral Gatot Subroto Kav 71-73 Pancoran, Jakarta Selatan. Telp: 021-83793555, Fax : 021-83793554

III. MEKANISME PENYELENGGARAAN

A. Sesi/Sidang Pleno, Sesi Pararel dan Sidang KomisiSemnas Sosek KP Tahun 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN

diselenggarakan dalam bentuk persidangan, yaitu :

1. Sesi/Sidang PlenoSesi/Sidang Pleno untuk Semnas Sosek KP Tahun 2012 dan

Pertemuan Ke-IV IMFISERN akan dilaksanakan di Ruang Binakarna, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Sesi Pleno Semnas Sosek KP Tahun 2012 akan disampaikan Makalah Kunci dari Kepala LIPI dan Makalah Utama dari Prof. James J. Fox (Australian National University) dan Prof. Rokhmin Dahuri (Institut Pertanian Bogor). Sidang Pleno Pertemuan Ke-IV IMFISERN membahas dan menetapkan beberapa draft keputusan yang telah disusun dan dikonsultasikan.

2. Sesi/Sidang PararelSesi Pararel untuk Semnas Sosek KP Tahun 2012 akan dilaksanakan

di Ruang 103 (Lt.1), 203, 205, 206, 207, 208 (Lt.2). Sesi Pararel membahas permasalahan dari setiap bidang sesuai kerangka acuan masing-masing

6 SEMNAS SOSEK KP 2012

topik. Setiap pemakalah diberikan waktu maksimal 8 menit untuk mempresentasikan ide dari makalah yang dibawakan kemudian akan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab dengan peserta seminar. Sesi pararel membahas 6 (enam) bidang bahasan, yaitu :

a) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan,

b) Perubahan Iklim ,

c) Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas,

d) Perdagangan Bebas,

e) Budaya Bahari,

f) Ketahanan dan Keamanan Pangan.

3. Sidang Komisi Sidang Komisi untuk Pertemuan Ke-IV IMFISERN akan dilaksanakan

di Ruang Binakarna, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan dengan membagi dua lokasi siding untuk memudahkan dan mengefektifkan waktu pelaksanaan.

B. Tata Tertib

1. Pesertaa. Memasuki ruang sidang paling lambat 5 (lima) menit sebelum

persidangan dimulai.

b. Peserta dimohon mengikuti sidang-sidang sesuai dengan kelompok, topik dan jadwal sidang yang telah ditentukan.

c. Peserta yang berhalangan hadir dan/atau meninggalkan sidang, dimohon memberitahukan kepada seksi materi dan persidangan.

d. Peserta wajib memakai tanda pengenal yang diberikan oleh panitia selama berlangsungnya Semnas Sosek KP.

e. Tata Tertib untuk Pertemuan Ke-IV IMFISERN akan ditetapkan dalam Sidang Pleno Pertemuan Ke-IV IMFISERN.

SEMNAS SOSEK KP 2012 7

2. Persidangana. Para penyaji makalah dimohon menyerahkan softcopy makalah dalam

bentuk CD/flasdisk kepada Sekretariat pada waktu Semnas Sosek KP untuk dimuat dalam prosiding.

b. Sidang pararel akan diakhiri dengan perumusan tentang kesimpulan dan rekomendasi tiap bidang bahasan.

c. Kesimpulan dan rekomendasi Semnas Sosek KP akan dibacakan pada Sidang Pleno Penutupan.

d. Sidang Pleno dan Sidang Komisi akan ditetapkan dalam Pertemuan Ke-IV IMFISERN.

3. ModeratorTiap sesi dalam Semnas Sosek KP dipimpin oleh seorang moderator

yang mengatur jalannya sidang sehingga penyajian dan pembahasan makalah dapat dilaksanakan dalam batas waktu yang telah disediakan. Pada akhir persidangan moderator dengan bantuan notulis membuat rangkuman diskusi secara tertulis untuk diserahkan kepada Seksi Persidangan.

4. NotulisNotulis bertugas mengikuti jalannya sidang dan mencatat pokok-

pokok gagasan yang dikemukakan selama sidang. Pada akhir persidangan, Notulis membantu Moderator dalam membuat rangkuman sidang secara singkat dan diserahkan kepada Seksi Materi dan Persidangan segera setelah sidang selesai.

IV. LAIN-LAIN

A. KonsumsiSelama Semnas Sosek KP Tahun 2012 dn Pertemuan Ke-IV IMFISERN

berlangsung, panitia menyediakan konsumsi bagi para peserta selama pelaksanaan acara, terdiri dari 2 (dua) kali rehat kopi dan 1 (satu) kali makan siang.

8 SEMNAS SOSEK KP 2012

B. SekretariatSekretariat Panitia Pelaksana Semnas Sosek KP 2012 :

Panitia Pelaksana Semnas Sosek KP 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERNRuangan LD.002 Gedung BBPSEKPJl. KS Tubun Petamburan VI Jakarta 10260 Telp/Fax: +62 (21) 53650159 HP: 0812-9143536E-mail: [email protected]://www.bbrse.kkp.go.id/semnas/

Selama pelaksanaan kegiatan Semnas Sosek KP Tahun 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN, Panitia memeilki Ruang Sekretariat di samping Ruang Binakarna, Hotel Bidakara

Contact Person :1. Hendra Yusran Siry HP. 081291435362. Yayan Hikmayani HP. 081287238403. Heny Lestari HP. 0815-844640944. Tenny Apriliani HP. 0815-18628125. Hertria Maharani Putri HP. 0811-1874607

C. ParkirPeserta Semnas Sosek KP Tahun 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN

yang memarkir kendaraan di tempat pelaksanaan, dikenakan biaya parkir sesuai ketentuan hotel.

V. INFORMASI UMUM & FASILITAS YANG TERSEDIA

A. Fasilitas Kesehatan dan P3KFasilitas Kesehatan dan P3K di Hotel Bidakara meliputi Bidakara

Medical Center (Lt. D), Klinik Bidakara (Lt. B1). Rumah Sakit terdekat di sekitar Hotel Bidakara yaitu RS Medistra, RS Tria Dipa dan RS Umum Tebet.

SEMNAS SOSEK KP 2012 9

B. Toko Obat (Drugstore)Terletak di Lantai Dasar Hotel Bidakara.

C. MasjidMasjid terletak di Lt.B1 dan Lantai 2 Hotel Bidakara.

D. BankATM Counter ari Bank BCA, Bank Mandiri, dan Bank Bukopin terletak

di Lt. D Hotel Bidakara.

E. InternetHotel Bidakara dilengkapi dengan fasilitas internet berbayar di Kamar,

Ballroom dan Ruang Meeting.

F. Biro PerjalananBiro Perjalanan terletak di Lt. D Hotel Bidakara

G. RestoranTerdapat beberapa restoran terdekat, yaitu :

1. Anggrek Coffe & Lounge di lantai dasar, dengan lobby hotel

2. Restoran Lotus terletak di Lt. 1

3. Restoran Kenanga terletak di Lt. D

4. Restoran Mawar & Bar terletak di Lt. 1 yang dilengkapi fasilitas Internet Akses Hotspot.

10 SEMNAS SOSEK KP 2012

VI. SUSUNAN KEPANITIAAN SEMNAS SOSEK KP 2012 DAN PERTEMUAN KE-IV IMFISERN

Pelindung :

1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Keluatan dan Perikanan (Balitbang KP)

2. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Pengarah :

1. Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP)

2. Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI

Penanggungjawab : Dr. Agus Heri Purnomo

Ketua : Dr. Hendra Yusran Siry

Wakil Ketua : Dr. Dedi S. Adhuri

Sekretaris I : Yayan Hikmayani, M.Si

Sekretaris II : Ratna Indrawasih, M.Si

Wakil Sekretaris : Tenny Apriliani, M.Si

Bendahara : Heny Lestari, SE

Nila Mustika, S.Sos

SEMNAS SOSEK KP 2012 11

Anggota

Sie Acara : Ary Wahyono, M.Sc

Siti Nurhayati, S.Sos

Hertria Maharani Putri, S.Sos

Ibnu Nadzir Daraini, S.Ant

Syarfina Mahya Nadia, S.Sos

Retno Erlina Rachmawati, S.Sos

Sie Konsumsi : Arfah Elly, A.Md

Ana Windarsih, M.Si

Sie Dokumentasi : Nurhendra, S.Kom

Ilham Ferbiansyah

Djoko Kristijanto S.Sos

Sie Transportasi dan

Perlengkapan : Edwin Yulia S, ST

Ade Ruhyana

Ivan Riyadi, SE

Ary Suswandi, A.Md

Sie Humas dan

Penggandaan : Dr. Andy Ahmad Z

Retno Widihastuti, S.Sos

Masyhuri Imron M.A

Nensyana S, S.Sos

Andhokoro Yoga, Si.Kom

12 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tim Ilmiah : Dr. Luki Adrianto

Dr. Armen Zulham

Dr. Sonny Koeshendrajana

Dr. Zahri Nasution

Dr. Agus Heri Purnomo

Dr. Hendra Yusran Siry

Dr. Dedy Adhuri

Dr. Rilus A. Kinseng

Dr. Achmad Fachruddin

Dr. Andy Ahmad Zailany

Ir. Tajerin, MM

Drs. Masyhuri Imron, MA

Drs. Ary Wahyono, M.Si

Dra. Ratna Indrawasih

Drs. Abdul Rachman Patji

Drs. Sudiyono

SEMNAS SOSEK KP 2012 13

VII. LOKASI KEGIATAN

A. Denah Ruang Sidang Pleno

14 SEMNAS SOSEK KP 2012

SEMNAS SOSEK KP 2012 15

JADWAL ACARA (TENTATIF)SEMINAR NASIONAL RISET DAN KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN

PERIKANAN (SEMNAS SOSEK KP) 2012 DAN PERTEMUAN KE-IV JARINGAN RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (IMFISERN)

HOTEL BIDAKARA, JAKARTARABU, 19 SEPTEMBER 2012

Waktu Acara Ruang

08.00 – 08.30 Registrasi Ruang Binakarna

08.30 – 08.45Laporan dari Penyelenggara Semnas Sosek KP 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERN Dr. Agus Heri Purnomo

Ruang Binakarna

08.45 – 09.00

Pembukaan dan Pengarahan Acara Semnas Semnas Sosek KP 2012 dan Pertemuan Ke-IV IMFISERNMenteri KKP, Sharif Cicip Sutardjo

Ruang Binakarna

09.00 – 09.10 Rehat Kopi

09.10 – 09.35 Pidato Pembicara Kunci Kepala LIPI, Prof. Lukman Hakim M.Sc, Ph.D Ruang Binakarna

09.35 – 11.00

Pemaparan Pembicara Utama:• Prof. James J. Fox (Australian National

University)Marine Management In the Anthropocene: A Global And Historical Focus on Indonesia

• Prof. Rokhmin Dahuri (institut Pertanian Bogor)Mensinergikan Tantangan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Kontemporer dengan Tuntutan akan Peran dan Respon dari Penelitian Sosial EkonomiModerator Dr. Dedi S Adhuri

Diskusi

Ruang Binakarna

11.00 – 12.30Seminar – Sesi 1.1; 2.1; 3.1; 4.1; 5.1 dan 6.1 Ruang 103 (Lt.1), 203,

205, 206, 207, 208 (Lt.2)

16 SEMNAS SOSEK KP 2012

JADWAL ACARA (TENTATIF)SEMINAR NASIONAL RISET DAN KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN

PERIKANAN (SEMNAS SOSEK KP) 2012 DAN PERTEMUAN KE-IV JARINGAN RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN (IMFISERN)

HOTEL BIDAKARA, JAKARTARABU, 19 SEPTEMBER 2012

12.30 – 13.30 I S H O M AWaktu Acara Ruang

13.30 – 15.00Seminar – Sesi 1.2; 2.2; 3.2; 4.2; 5.2 dan 6.2 Ruang 103 (Lt.1), 203,

205, 206, 207, 208 (Lt.2

15.00 – 16.30Seminar – Sesi1.3; 2.3; 3.3; 4.3; 5.3 dan 6.3 Ruang 103 (Lt.1), 203,

205, 206, 207, 208 (Lt.2)

16.30– 17.00 Penutupan Semnas Sosek 2012 (Dr. Agus Heri Purnomo) Ruang Binakarna

17.00 – 18.00 Sidang Pleno Pertemuan Ke-IV IMFISERN Ruang Binakarna18.00 – 19.00 I S H O M A

19.00 – 21.00 Sidang Pleno dan Sidang Komisi Pertemuan Ke-IV IMFISERN Ruang Binakarna

Waktu Acara Ruang

SEMNAS SOSEK KP 2012 17

PROFIL BBPSEKP

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) didirikan pada tahun 2005 berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.9/MEN/2005 tentang Organisasi Tata Kerja Balai Besar Riset Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan. BBPSEKP sebelumnya merupakan bagian dari institusi yang bernama Pusat Riset Pengolahan Produk dan Bsosek Kelautan dan Perikanan. Kemudian seiring dengan perubahan nomenklatur institusi Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), pada tahun 2011 BBRSEKP berubah nama menjadi Balai besar Penelitian Sosial Ekonomi kelautan dan Perikanan atau disingkat dengan BBPSEKP sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.28/MEN/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

BBPSEKP dibentuk dan diharapkan memainkan perannya dalam penyusunan rekomendasi-rekomendasi kebijakan berbasis analisis untuk memecahkan masalah dan dinamika pembangunan kelautan dan Perikanan melalui kegiatan penelitian sosial ekonomi. BBPSEKP memiliki visi, menjadi menjadi institusi terkemuka dalam melakukan riset dan penyedia data dan informasi IPTEK yang akurat dibidang sosial ekonomi kelautan dan perikanan untuk mendukung perwujudan kesatuan dan kesejahteraan anak bangsa

18 SEMNAS SOSEK KP 2012

Untuk mencapai visi ini, BBPSEKP , memiliki misi sebagai berikut:

• Mewujudkan sumberdaya riset yang handal dan mandiri dibidang sosial ekonomi kelautan dan perikanan

• Menghasilkan data dan informasi ilmiah serta hasil analisis sistem sosial, ekonomi, budaya, hukum dan IPTEK untuk menunjang perumusan dan pelaksanaan serta evaluasi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan.

• Meningkatkan pemanfaatan hasil riset untuk pemangku kepentingan kelautan dan perikanan.

Kegiatan penelitian yang dilakukan di BBPSEKP dilakukan melalui kegiatan survey lapangan, studi literatur, diskusi kelompok, seminar, serta wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan terkait.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas dan dapat merespon isu strategis yang muncul, kegiatan penelitian dilakukan oleh peneliti yang kompeten yang terbagi dalam empat kelompok penelitian:

1. Kelompok penelitian dinamika sumber daya kelautan dan perikanan

2. Kelompok penelitian sosiologi, antropologi dan kelembagaan masyarakat kelautan dan perikanan

3. Kelompok penelitian sistem usaha perikanan dan pemasaran produk kelautan dan perikanan

4. Kelompok penelitian perdagangan dan isu-isu internasional.

Beberapa isu penting yang menjadi objek penelitian diantaranya ;

1. Panel perikanan nasional (panelkanas) sudah dilakukan sejak tahun 2007 sampai sekarang, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dinamikan sosial dan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan

2. Analisis kebijakan dan kajian khusus, melalui kegiatan penelitian ini dapat merespon secara cepat isu yang sedang berkembang pada masyarakat kelautan dan perikanan dan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan secara cepat pula.

SEMNAS SOSEK KP 2012 19

3. Penelitian tentang perubahan iklim, adaptasi serta mitigasi pada masyarakat kelautan dan perikanan. Melalui kegiatan penelitian tersebut dapat memberikan masukan upaya terbaik yang dapat dilakukan dalam menyikapi dampak sosial dan ekonomi dari adanya perubahan iklim.

4. Penelitian yang terkait dengan kajian hukum, daya saing komoditas perikanan dan kelautan, dan analisis rantai nilai (value chain analysis).

5. Untuk lebih meningkatkan perannya dan dirasakan oleh masyarakat secara langsung, BBPSEKP melalui kegiatan “Refine” yang merupakan penelitian terapan dengan mensinergikan peran penelitian dan Pengembangan dengan penyuluhan.

BBPSEKP telah menumbuhkan klinik iptek minabisnis di beberapa lokasi terpilih. Tujuan klinik iptek minabisnis adalah mampu berfungsi sebagai wahana mendiseminasikan hasil penelitian badan litbang lebih cepat dan wadah bagi upaya pemberdayaan masyarakat.

Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi Bidang Pelayanan Teknis BBPSEKP, Jl. KS Tubun Petamburan VI Jakarta 10260, Telepon: (021) 53650162, FAX: (021) 53650159, Email: [email protected], atau situs BBPSEKP di http://www.bbrse.kkp.go.id.

20 SEMNAS SOSEK KP 2012

PROFIL PMB LIPI

Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI) adalah satu dari lima pusat penelitian di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) LIPI. Berdasarkan Keputusan Kepala LIPI No. 1151/M/2001/tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, tugas pokok PMB-LIPI adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian, penyusunan pedoman, pembinaan dan pemberian bimbingan

teknis penelitian, penyusunan rencana, program dan pelaksanaan penelitian, pemantauan pemanfaatan hasil penelitian, serta evaluasi dan penyusunan laporan penelitian di bidang kemasyarakatan dan kebudayaan.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI Nomor 3212/M/2004 tertanggal 28 Oktober 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala LIPI No. 1151/M/2004, struktur organisasi PMB – LIPI adalah sebagai berikut:

SEMNAS SOSEK KP 2012 21

Merujuk pada visi LIPI dan visi Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), visi Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan adalah menjadi Pusat Penelitian dalam bidang kemasyarakatan dan kebudayaan yang merupakan rujukan nasional dan internasional. Adapun misi Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut:

a. Menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan bidang kemasyarakatan dan kebudayaan yang berkualitas.

b. Membangun komunitas ilmiah yang memiliki integritas yang andal di bidang kemasyarakatan dan kebudayaan, baik pada tingkat nasional maupun internasional.

c. Memberi masukan perumusan kebijakan publik di bidang kemasyarakatan dan kebudayaan yang humanis, demokratis, dan menghargai keberagaman.

d. Menyebarluaskan hasil-hasil penelitian di bidang kemasyarakatan dan kebudayaan kepada masyarakat luas dalam lingkup nasional dan internasionalSebagai penjabaran dari misi yang telah disusun dan mengacu pada

tujuan dan sasaran strategis LIPI dan Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), maka tujuan PMB-LIPI adalah :

(a) Menjadikan pusat penelitian yang memiliki kompetensi inti yang andal di bidang kemasyarakatan dan kebudayaaan.

(b) Menjadikan pusat penelitian yang mampu menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas dan menyebarluaskan hasil-hasil penelitian di bidang kemasyarakatan dan kebudayaan.

(c) Menjadikan pusat penelitian yang mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan sosial budaya yang humanis, demokratis, dan menghargai keberagaman.

(d) Menjadikan pusat penelitian yang ditunjang oleh kepustakaan yang memadai.

(e) Menjadikan pusat penelitian yang memiliki tata kelola yang baik.

22 SEMNAS SOSEK KP 2012

PROFIL IMFISERN

I n d o n e s i a n Marine and Fisheries S o c i o - E c o n o m i c s Research Networks (IMFISERN) adalah

Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan yang bertujuan untuk menghimpun potensi penelitian dan pengembangan, memperkuat jejaring penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta mendukung kebijakan yang berbasis ilmiah untuk pembangunan sektor kelautan dan perikanan.

IMFISERN telah dinyatakan sebagai badan hukum berupa organisasi profesi yang berbentuk perkumpulan yang terbuka dengan memiliki Sekretariat, Koordinator dan Simpul sesuai akta Notaris/PPAT Muhamat Hatta, SH tentang Pendirian Perkumpulan Jaringan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan atau Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network disingkat IMFISERN Nomor 13 tanggal 11 November 2011 (11-11-11). Ruang lingkup IMFISERN melingkupi ilmu-ilmu sosial ekonomi kelautan perikanan secara luas, serta bidang ilmu lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan penelitian sosial ekonomi kelautan dan Perikanan.

Tujuan pendirian IMFISERN adalah :

1. Menjadi wadah pertukaran hasil riset sosial ekonomi kelautan dan perikanan yang bermanfaat bagi keberlanjutan pembangunan kelautan dan perikanan;

2. Memupuk profesionalisme peneliti penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia;

SEMNAS SOSEK KP 2012 23

3. Meningkatkan kepedulian dan tanggap profesional terhadap permasalahan, tantangan, serta peluang pembangunan daerah/nasional melalui optimasi pemberdayaan kompetensi profesional secara terpadu melalui pengembangan riset di bidang sosial ekonomi kelautan dan perikanan;

4. Mendorong profesionalisme dalam penguasaan, pengembangan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia

Rencana Pengembangan IMFISERN

1. Meningkatkan peran dan tanggung jawab profesional penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan dalam pembangunan daerah, nasional, regional dan internasional;

2. Meningkatkan kompetensi penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia agar berdaya saing internasional yang mampu menjawab tantangan lokal, nasional, regional dan internasional;

3. Menyelenggarakan kegiatan pelatihan dan peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan;

4. Membina dan mengembangkan kegiatan yang dapat mendorong terciptanya iklim untuk tumbuh dan berkembangnya profesi penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan;

5. Membangun wahana pengembangan dan Rapat Anggotaan kompetensi profesi penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan yang diakui dunia internasional dengan menyelenggarakan Program Pengembangan Kompetensi Profesi Penelitian dan Pengembangan Sosial-Ekonomi Kelautan dan Perikanan secara konsisten dan berkelanjutan.

24 SEMNAS SOSEK KP 2012

KEPENGURUSAN IMFISERN PERIODE 2010 – 2012

Koordinator : Dr. Ir. Hj. Sutinah Made, M.Si

Kepala Sekretariat : Dr. Ir. Agus Heri Purnomo

Sekretaris Eksekutif : Dr. Hendra Yusran Siry, M.Sc;

Bendahara : Retno Widihastuti, S.Sos;

Ketua Pengawas : Dr. Ir. Gellwynn Jusuf

Anggota Pengawas : Dr. Andin H. Taryoto

Anggota : Dr. Zahri Nasution

Drs. Sastrawidjaya;

Ir. Muhadjir, M.M;

Yayan Hikmayani, M.Si

IMFISERN beranggotakan para ahli, peneliti, penggiat penelitian dan pengembangan di bidang sosial ekonomi kelautan dan perikanan. Jenis keanggotaan IMFISERN terdiri dari:

1. Anggota, yaitu perorangan warganegara Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai anggota yang diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga (aturan terpisah);

2. Mitra Profesi, yaitu perorangan warga negara asing yang memenuhi persyaratan sebagai mitra profesi;

3. Organisasi mitra, yaitu organisasi atau badan usaha yang berkaitan erat dengan profesi penelitian dan pengembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan;

4. Anggota Kehormatan, yaitu perorangan warganegara Indonesia ataupun asing yang memenuhi persyaratan sebagai warga kehormatan;

SEMNAS SOSEK KP 2012 25

26 SEMNAS SOSEK KP 2012

Jadwal Persentasi Makalah Oral

Jadwal Persentasi Makalah Oral

SEMNAS SOSEK KP 2012 27

28 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Industrialisasi Kelautan dan Perikanan

Ruang : 103

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 1.1. Menyoal Perspektif Industrialisasi dan Potensi Lokal

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Andi Ahmad ZailanyNotulis : Andrian Ramadhan Petugas Ruangan : Arifa Desfamita, S.KomTinjauan Kritis Industrialisasi Perikanan di Indonesia

Thomas Nugroho

Industrialisasi Pemanfaatan by-catch Perikanan Pukat Udang di Laut Arafura Provinsi Papua

Ari Purbayanto, Sugeng H. Wisudo, Ronny I. Wahyu dan Joko Santoso

Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Nelayan dalam Mendukung Industrialisasi Perikanan Perairan Umum Daratan

Zahri Nasution

Dampak Industrialisasi Pariwisata Terhadap Kemiskinan Masyarakat Pesisir

Sokemd Arjunaroi Manullang

Peranan Pasar Ikan Lamongan Sebagai Sumber Alternatif Pengembangan Industri Pengolahan Produk Perikanan di Kabupaten Lamongan

Budi Wardono dan Hakim Miftahul Huda

Potensi Lokal yang Terlupakan: Mencari Pendekatan Pembangunan Perikanan Spesifik Lokasi

Edi Susilo

Prospek Industri Mikro Kreatif Bajo Body Scrub untuk Pemberdayaan Perempuan di Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara

Nur Azmi Ratna Setyawidati dan Tuti Wahyuni

Aspek Sosial Ekonomi Industri Pembudidayaan dan Penanganan Mutiara: Strategi Pengembangannya Ke Depan

Tajerin

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

SEMNAS SOSEK KP 2012 29

Tema : Industrialisasi Kelautan dan Perikanan

Ruang : 103

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

13.30 – 15.00

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 2.1. Minapolitan dan Perspektif Industrialisasi Sektor KP

Penanggung Jawab Sesi : Ir. Tajerin, MM, MENotulis : FinaPetugas Ruangan : Arifa Desfamita, S.KomNeraca Ekonomi Sumber Daya Perikanan Pantai Utara Jawa

Zuzy Anna dan Akhmad Fauzi

Identifikasi Kinerja Paket Kegiatan dan Dampak Program Minapolitan terhadap Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya, Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Boyolali

Nensyana Shafitri, Sastrawidjaja dan Riesti Triyanti

Revitalisasi Pabrik Pakan Ikan Skala Mini untuk Mendukung Bisnis Budidaya Ikan Lele di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI. Yogyakarta

Mas Tri Djoko Sunarno

Kesiapan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga Sebagai Zona Inti Kawasan Minapolitan di Kabupaten Tapanuli Tengah

Manadiyanto dan Armen Zulham

Efektifitas Paket Kegiatan Pengembangan Minapolitan Dalam Kaitannya dengan Peningkatan Produksi Dan Pendapatan Masyarakat Nelayan

Muhadjir dan Zahri Nasution

Efektifitas Pelaksanaan Program Minapolitan Berbasis Usaha Pegaraman di Kabupaten Pamekasan (Jawa-Timur)

Mei Dwi Erlina dan Sapto Adi Pranowo

Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran Rumput Laut: Studi Kasus di Sentra Kawasan Minapolitan Kabupaten Sumbawa

Hikmah, Ellen Suryanegara dan Sri Handayani

DISKUSI

30 SEMNAS SOSEK KP 2012

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

15.00 – 16.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 3.1. Sesi 3.1. Sertifikasi dan Strategi dalam Kerangka Industrialisasi

Sektor KPPenanggung Jawab Sesi : Ir. Tajerin, MM, MENotulis : FinaPetugas Ruangan : Arifa Desfamita, S.KomStandarisasi Produk Perikanan Indonesia dalam mendukung Ekspor

Zamroni Salim dan Nurlia Listiani

Analisis Biaya dan Manfaat Terhadap Penerapan Sertifikasi MSC

Nurlia Listiani, Umi Karomah Y, Diah Setiari S dan Dhani Agung D

Dampak Penerapan Sertifikasi Perdagangan Ikan Hias Laut Terhadap Kondisi Ekosistem Terumbu

Idris dan Aar Mardesyawati

Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Bandeng Presto (Studi di Kabupaten Pati

Jatmiko Wahyudi dan Slamet Singgih

Strategi Pengembangan Perikanan Kawasan Pelabuhan Ratu dalam Mendukung Implementasi Industrialisasi Perikanan

Budi Wardono, Armen Zulham dan Risna Yusuf

Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelagis Berkelanjutan di Perairan Teluk Tomini

Syahrul

Peran Pengusaha Lokal Terhadap Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Ikan

Yuly Astuti, Rosita Dewi, Sandy Nur Ikfal Raharjo dan Athiqah Nur Alami

Status Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Doreri Berdasarkan Kebijakan Lokal Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat

Dedi Parenden

Diskusi

Tema : Industrialisasi Kelautan dan Perikanan

Ruang : 103

SEMNAS SOSEK KP 2012 31

Tema : Dampak, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim ( Sesi 2.1 dan 2.2 )

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan ( Sesi 2.3 )

Ruang : 205

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 2.1. Menyoal Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Kelautan dan

PerikananPenanggung Jawab Sesi : Dr. Agus Heri PurnomoNotulis : Ellen SuryanegaraPetugas Ruangan : Asep Jajang Setiadi, S.PiAnalisis Dampak Perubahan Iklim Global Terhadap Perubahan Sektor Perikanan di Indonesia

Fajar Sidik dan Devi Nila K Mayalibit

Dampak Intrusi Air Laut Terhadap Tingkat Permintaan dan Kualitas Air Tawar di Masyarakat Pesisir

Mira

Dampak Perubahan Iklim pada Struktur, Kinerja dan Aset Pengembangan Ekonomi Masyarakat Perikanan di Segitiga Karang

Agus Heri Purnomo

Dampak Perubahan Iklim terhadap Livelihood Masyarakat Pulau Miangas

Rosita Dewi, Yuly Astuti, Athiqah Nur Alami dan Sandy Nur Ikfal Raharjo

Dampak Perubahan Iklim pada Lahan Tambak Garam di Pulau Jawa

Tikkyrino Kurniawan dan Fresty Yulia Arthatiani

Dampak Kenaikan Muka Air Laut: Kajian Nilai Produksi Lahan dan Adaptasi Masyarakat di Pesisir Probolinggo-Jawa Barat

Indarto Happy Supriyadi dan Dedi Adhuri

Gejala Perubahan Iklim, Dampak dan Strategi Adaptasinya pada Wilayah dan Komunitas Nelayan di Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur

Ratna Indrawasih

Pemahaman Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dan Upaya Adaptasi : Studi di Jakarta Utara dan Indramayu

Ali Yansyah Abdurrahim

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

32 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Dampak, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim ( Sesi 2.1 dan 2.2 )

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan ( Sesi 2.3 )

Ruang : 205

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

13.30 – 15.00

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 2.2. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim pada Sektor KP

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Dedi S AdhuriNotulis : Ellen SuryanegaraPetugas Ruangan : Asep Jajang Setiadi, S.PiRelevansi Konteks Makro, Meso dan Mikro dalam Kebijakan Penguatan Resiliensi Masyarakat Perikanan dalam Menghadapi Perubahan Iklim

Agus Heri Purnomo

Mekanisme Transfer Risiko dalam Upaya Adaptasi Perubahan Iklim Kawasan Pesisir

Arif Budi Rahman

Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Bencana Studi Kasus Padang Sumatera Barat

Tomi Ramadona, Tridoyo Kusumastanto dan Achmad Fahrudin

Kerentanan Petani Tambak Garam Akibat Perubahan Musim Hujan di Desa Randutatah, Kabupaten Probolinggo

Ary Wahyono

Persepsi dan Respon Masyarakat Perikanan terhadap Gejala Perubahan Iklim dan Dampaknya

Siti Hajar Suryawati

Tingkat Resiliensi Masyarakat Nelayan Terhadap Perubahan Iklim di Kabupaten Sikka

Rizki Aprilian Wijaya dan Ary Wahyono

Perempuan Sebagai Agent Perubahan dalam Mengantisipasi Perubahan Iklim di Pesisir Sulawesi Selatan

Mardiana E. Fachry dan Amalia Pertamasari

Faktor Sosial Budaya dalam Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif di Wilayah Terumbu Karang Terkait Dampak Perubahan Iklim

Nurlaili

Strategi Pengembangan Usaha Tambak Garam di Kabupaten Probolinggo

Mochammad Fattah, Pudji Purwanti dan Mulyanto

DISKUSI

SEMNAS SOSEK KP 2012 33

Tema : Dampak, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim ( Sesi 2.1 dan 2.2 )

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan ( Sesi 2.3 )

Ruang : 205

WAKTU JUDUL PEMAKALAH15.00 – 16.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 2.3.Dinamika Pelaku Usaha dalam Industrialisasi Sektor KP

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Sonny KoeshendrajanaNotulis : Freshty Yulia Arthatiani, S.PiPetugas Ruangan : Asep Jajang Setiadi, S.PiSistem Pembiayaan Nelayan Mochammad NadjibStruktur dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Pelagis Besar dan Pelagis Kecil

Rizki Aprilian Wijaya dan Subhechanis Saptanto

Pengembangan Sektor Perikanan sebagai Respons Potensi Dampak Kehadiran Bandara di Miangas

Athiqah Nur Alami, Rosita Dewi, Yuly Astuti dan Sandy Nur Ikfal Raharjo

Analisis Kinerja Hasil Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Perikanan “ Zero Water Discharge” pada Pembudidaya

Maulana Firdaus dan Permana Ari Soejarwo

Keragaan Usaha Budidaya Ikan Patin di Lahan Bekas Tambang Mas (Studi Kasus di Kab. Katingan, Kalimantan Tengah)

Yayan Hikmayani

Performa Usaha Pegaraman dan Pendapatan Petambak Garam di Kabupaten Cirebon

Mei Dwi Erlina dan Manadiyanto

Kajian Pemasaran Ikan Lele (Clarias Sp.) dalam Mendukung Industrialisasi (Studi Kasus di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah)

Riesti Triyanti dan Nensyana Shafitri

Peluang Pengembangan Industri Pengolahan Dodol Rumput Laut: Studi Kasus di Kabupaten Sumbawa, NTB

Ellen Suryanegara, Hikmah dan Riesti Triyanti

DISKUSI

34 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas serta Konflik Kepentingan

Ruang : 208

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 3.1Meretas Problematika Pelintas Batas

Penanggung Jawab Sesi : Drs. Ary Wahyono, M.SiNotulis : Sri Handayani & AnnaPetugas Ruangan : IrawatiKompleksitas Masalah Perikanan Lintas Batas di Selat Malaka: Pencarian Solusi Komprehensif

Dedi S. Adhuri

Kisah Nelayan di Kawasan Abu-abu: Kajian atas Nota Kesepahaman Indonesia-Malaysia dan Delimitasi Batas Maritim di Selat Malaka

I Made Andi Arsana dan Farid Yuniar

Nelayan Pelintas Batas; Antara Kepentingan Ekonomi dan Sosial Budaya (Studi Kasus di Wilayah Perbatasan Indonesia-Australia)

M. Arsyad Al Amin, Luky Adrianto, Akhmad Solihin dan Mochamad P. Sobari

Nelayan Pelintas Batas dari Kepulauan Raas - Madura

Ratna Indrawasih

Nelayan Sebagai Korban dalam Aktivitas Penyelundupan Migran ke Australia

Tri Nuke Pudjiastuti

Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas di Pulau Miangas: Konektivitas Pulau Miangas dengan Pusat Ekonomi Manado

Agus R. Rahman

Problematika Permodalan pada Nelayan Perbatasan: Kasus Sebatik

Masyhuri Imron

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

SEMNAS SOSEK KP 2012 35

Tema : Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas serta Konflik Kepentingan

Ruang : 208

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 3.1Meretas Problematika Pelintas Batas

Penanggung Jawab Sesi : Drs. Ary Wahyono, M.SiNotulis : Sri Handayani & AnnaPetugas Ruangan : IrawatiKompleksitas Masalah Perikanan Lintas Batas di Selat Malaka: Pencarian Solusi Komprehensif

Dedi S. Adhuri

Kisah Nelayan di Kawasan Abu-abu: Kajian atas Nota Kesepahaman Indonesia-Malaysia dan Delimitasi Batas Maritim di Selat Malaka

I Made Andi Arsana dan Farid Yuniar

Nelayan Pelintas Batas; Antara Kepentingan Ekonomi dan Sosial Budaya (Studi Kasus di Wilayah Perbatasan Indonesia-Australia)

M. Arsyad Al Amin, Luky Adrianto, Akhmad Solihin dan Mochamad P. Sobari

Nelayan Pelintas Batas dari Kepulauan Raas - Madura

Ratna Indrawasih

Nelayan Sebagai Korban dalam Aktivitas Penyelundupan Migran ke Australia

Tri Nuke Pudjiastuti

Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas di Pulau Miangas: Konektivitas Pulau Miangas dengan Pusat Ekonomi Manado

Agus R. Rahman

Problematika Permodalan pada Nelayan Perbatasan: Kasus Sebatik

Masyhuri Imron

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

36 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas serta Konflik Kepentingan

Ruang : 208

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

15.00 – 16.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8. Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 3.3ZEE, IUU Fishing dan Dinamika Perikanan Tangkap

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Rilus A. KinsengNotulis : Sri Handayani & AnnaPetugas Ruangan : IrawatiPenguatan Zona Ekonomi Ekslusif dalam Pengelolaan Sumber Daya Maritim Indonesia di Wilayah

Anugerah Yuka Asmara

Pelaksanaan Hak Penangkapan Ikan Tradisional Bagi Nelayan Perbatasan

Bayu Vita Indah Yanti, Nurlaili dan Hakim M.H

Menantikan Ratifikasi Peran Regulasi Agreement PSM (Port State Measures) Sebagai Upaya Memberantas Kegiatan IUU Fishing di Indonesia

Akhmad Nurul Hadi

Collaboration atau Contention? Co-management dalam Pengelolaan KKLD Berau

Rini Kusumawati

Peranan Dinas Perikanan Dan Kelautan (DKP) Banyuwangi dalam Menanggulangi Praktek IUU Fishing di Wilayah Perairan Selat Bali, Muncar, Kab. Banyuwangi

Qurratu A’yunin, Edi Susilo dan Sahri Muhammad

Prototipe Kapal Patroli Perairan Tanpa Awak Berbasis Gelombang Radio : Desain Pengamanan Batas Laut Pulau Terluar NKRI

I Gede Mahendra Wijaya

Studi Model Lembaga Pembiayaan Pada Kegiatan Usaha Perikanan Tangkap

Mahmud Thoha dan Mochammad Nadjib

Analytic Hierarchy Process Pengelolaan Armada Penangkapan Ikan untuk Kategori Sumberdaya Perikanan “over-exploited

Mira dan Yesi Dewita Sari

DISKUSI

SEMNAS SOSEK KP 2012 37

Tema : Perdagangan Bebas (sesi 4.1) Ketahanan Pangan (sesi 4.2 dan 4.3)

Ruang : 206

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

Sesi 4.1. Telaah Pasar dan Daya Saing

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Sonny KoeshendrajanaNotulis : Lindawati, S.PiPetugas Ruangan : Santi AstutiPasar, Pemasaran dan Perdagangan Ikan Kerapu Hidup di Indonesia

Sonny Koeshendrajana, Rani Hafsaridewi dan Rikrik Rahardian

Analisis Pangsa Pasar Ikan Kerapu di Pulau Bonetambu Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar

Firman dan Karina Arfani Arfah

Fluktuasi Harga Ikan Pelagis Kecil Segar di Pasar Produsen dan Konsumen

Abd. Rahim

Identifikasi Potensi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Perikanan di Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan

Galih Andreanto

Insentif Perpajakan untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Indonesia

Eddy Mayor Putra Sitepu

Analisis Kebijakan Impor Garam Sebagai Upaya Mendukung Prouksi Garam Rakyat

Freshty Yulia Arthatiani dan Manadiyanto

Prakiraan Dampak Kerjasama Asia Pasifik Terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia (Suatu Pendekatan Konsep Blue Economy)

Subhechanis Saptanto dan Lindawati

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

38 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Perdagangan Bebas (sesi 4.1) Ketahanan Pangan (sesi 4.2 dan 4.3)

Ruang : 206

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

13.30 - 15.00

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

Sesi 4.2. Dinamika, Strategi Lokal dan Ketahanan Pangan

Penanggung Jawab Sesi : Drs. Abdur Rachman PatjiNotulis : Lindawati, S.PiPetugas Ruangan : Santi AstutiPeran Ikan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Hewani

Tri Bastuti dan Mewa Ariani

Minapadi Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani dan Mempertahankan Pangan

Fajar Basuki

Analisis Potensi Subsektor Kelautan dan Perikanan Terhadap Perekonomian di Provinsi Jambi

Yusma Damayanti

Strategi Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Pesisir Melalui Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Desa Grinting Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes, Jawa Tengah)

Muhadjir dan Suratman

Identifikasi Pendapatan Nelayan Pancing Gurita (Octopus Sp) Per Musim Tangkapan di Pulau Bonetambu Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar

Sri Suro Adhawati dan Haidawati

Dinamika Nilai Tukar Nelayan Studi Kasus : Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Andrian Ramadhan dan Nensyana Safitri

Modal Sosial, Akses terhadap Sumberdaya Lingkungan dan Ketahanan Pangan:Studi Kasus Kemiskinan Masyarakat Pesisir di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

Henri Sitorus

Preferensi Habitat Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde

A.Niartiningsih, Syafiuddin dan S.Yusuf

DISKUSI

SEMNAS SOSEK KP 2012 39

Tema : Perdagangan Bebas (sesi 4.1) Ketahanan Pangan (sesi 4.2 dan 4.3)

Ruang : 206

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

15.00 - 16.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

Sesi 4.3. Pangan dari Laut dan Optimasi Potensi Lokal untuk menunjang

Ketahanan PanganPenanggung Jawab Sesi : Drs. Masyhuri Imron, MANotulis : Lindawati, S.PiPetugas Ruangan : Santi AstutiStrategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Distrik Salawati Utara Kabupaten Kepulauan Raja Ampat

Nurhani Widiastuti, Roni Bawole, Jemmy Manan dan Yori Turu Toja

Pengembangan Sumber Pangan Alternatif Melalui Pemanfaatan Macro Alga Berbasis Pengetahuan Lokal Dalam Upaya Meningkatkan Katahanan Pangan Masyarakat Pesisir di Pulau Sabu, NTT

Intje H.Pellu

Pengentasan Kemiskinan Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Melalui UMKM Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Raja Ampat

Roni Bawole, Nurhaeni Widiastuti, Yuanike Kaber, Jemmy Manan dan Yori Turutoja

Profil Nilai Sosial Ekonomi Aktivitas Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Tanimbar Selatan dan Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku

Yudi Wahyudin

Pendekatan Survei Literatur Dalam Rangka Identifikasi Kendala-Kendala dalam Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Indonesia

Cornelia M Witomo dan Lindawati

Strategi Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan di Jawa Barat

Anna Fatchiya

Strategi Pengembangan Ranu Betok di Kabupaten Probolinggo

Pudji Purwanti, Maheno Sri Widodo dan M. Fattah

Aspek Sosial Ekonomi Usaha Budidaya Ikan Bawal Tawar di Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Achmad Azizi dan Radityo Pramoda

DISKUSI

40 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Budaya Bahari

Ruang : 203

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 5.1. Kemiskinan dan Pemberdayaan dalam Diskursus Budaya Bahari

Penanggung Jawab Sesi : Drs. Abdul Rachman Patji, M.SiNotulis : Christina Yuliati, S.SosPetugas Ruangan : Ari Suswandi, A.MdKemiskinan dan Perjuangan Hidup Nelayan di Era Desentralisasi

Rilus A. Kinseng, Istiqlaliyah Muflikhati dan Murdianto

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam Konteks Free Trade Zone Batam-Bintan-Karimun (BBK)

Agus Syarip Hidayat

Pembiayaan Usaha Perikanan Tangkap dan Mobilitas Sosial Nelayan

M a s y h u r i

Analisis Hubungan Budaya Bahari Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (Suatu Kasus di Kawasan Pangandaran Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat)

Atikah Nurhayati dan Ine Maulina

Anatomi Ketidakadilan Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Keluarga Nelayan

Athiqah Nur Alami, Rosita Dewi, Yuly Astuti dan Sandy Nur Ikfal Raharjo

Pertaruhan Nyawa Penyelam Teripang (Kasu Di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar)

Abdul Wahid

Dinamika Sosial Nelayan Lamahala: Sebuah Penjajakan Awal

Robert Siburian

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

SEMNAS SOSEK KP 2012 41

Tema : Budaya Bahari

Ruang : 203

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

13.30 - 15.00

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

.

Sesi 5.2. Hak Ulayat dan Pengelolaan Tradisional

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Ir. Edi Susilo, MSNotulis : Christina Yuliati, S.SosPetugas Ruangan : Ari Suswandi, A.MdHak Ulayat Laut dan Persoalan Pluralisme Hukum dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir

Fadjar I. Thufail

Hukom Adat Laot di Perdesaan Pesisir Aceh: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Lokal di Gampong Lambada Lhok, Aceh Besar

Kaisar Julizar dan Abriveno Y.L. Pitoy

Strategi Penguatan Pengelolaan Tradisional

Masyhuri Imron

Kearifan Lokal Masyarakat Bangka Selatan Terhadap Sumberdaya Laut

Maharani Yulisti dan Nendah Kurniasari

Kajian Profil Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Pulau Gili, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo

Hagi Primadasa Juniarta, Edi Susilo dan Mimit Primyastanto

Petambak Garam dan Tengkulak. Mutualisme atau Parasitisme? Studi Kasus Kegiatan Tambak Garam di Pamekasan

Rizky Muhartono dan Yayan Hikmayani

DISKUSI

42 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Budaya Bahari

Ruang : 203

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

15.00 - 16.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

Sesi 5.3. Dimensi Kemaritiman Budaya Bahari

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Zahri NasutionNotulis : Christina Yuliati, S.SosPetugas Ruangan : Ari Suswandi, A.Md‘The Macassan Heritage’: Empat Abad Dinamika Pelayaran Indonesia ke Australia

Dedi S. Adhuri

Pendidikan Wawasan Maritim: Membangun Manusia Indonesia yang Unggul dan Berdaya Saing

Kaisar Akhir

Dimensi Unsur Religi dalam Pembuatan Kapal Pinisi

Nendah Kurniasari, Christina Yuliaty dan Nurlaili

Budaya Bahari Masyarakat Aceh dalam Konteks Konservasi Sumberdaya Alam

Nurlaili, Nendah Kurniasari dan Sastrawidjaja

Pola Gadai dalam Pengelolaan Lahan Tambak Udang (Studi Kasus: Kabupaten Subang, Jawa Barat)

Rizky Muhartono dan Estu Sri Luhur

DISKUSI

SEMNAS SOSEK KP 2012 43

Tema : Ketahanan Pangan

Ruang : 207

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

11.00 - 12.30

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

Sesi 6.1. Telaah dan Kondisi Terkini Ketahanan dan Keamanan Pangan

Penanggung Jawab Sesi : Dr. Armen ZulhamNotulis : Estu Sri Luhur, SEPetugas Ruangan : Andakoro Yoga PratamaSkenario Proyeksi Konsumsi Ikan Perkapita di Indonesia

Fitria Virgantari

Keanekaragaman Pangan Masyarakat Pesisir Berbasis Ekosistem dan Upaya untuk Mendukung Ketahanan Pangan (Kasus Desa Pesisir Buluti, Minahasa Utara

Henny Warsilah

Meningkatkan Ketahanan Masyarakat Pesisir Menghadapi Perubahan Iklim Melalui Akuakultur Sebagai Mata Pencaharian Supplemental

Wa Iba

Model Ketahanan Pangan Rumahtangga Nelayan Miskin Melalui Pemberdayaan Usaha Mikro Berbasis Perikanan (Studi Kasus Desa Tanjung Pasir, Tangerang, Banten)

Tajerin, Risna Yusuf dan Sastrawidjaja

Strategi Masyarakat Perikanan dalam Pemenuhan Pangan Terkait dengan Dampak Perubahan Iklim

Siti Hajar Suryawati

Hubungan Antara Penguatan Kapasitas Dengan Persepsi Nelayan Mengenai Efektifitas Kelembagaan Pengelolaan Perikanan Waduk Malahayu Di Jawa Tengah

Tajerin, Risna Yusuf dan Zahri Nazution

Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Ikan Terbang di Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat

Sutinah Made dan Satriani

DISKUSI12.30 – 13.30 ISHOMA

44 SEMNAS SOSEK KP 2012

Tema : Ketahanan Pangan

Ruang : 207

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

13.30 – 15.00

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

Sesi 6.2. Seputar Permasalahan BBM dan Perikanan Tangkap dalam

Ketahanan PanganPenanggung Jawab Sesi : Dr. Luky AdriantoNotulis : Estu Sri Luhur, SEPetugas Ruangan : Andakoro Yoga PratamaPrediksi Kebutuhan Energi pada Usaha-Usaha Perikanan

Siti Hajar Suryawati

Respons Nelayan Palabuhanratu terhadap Kenaikan Harga BBM Tahun 2008: Pertimbangan untuk Pengelola Perikanan Tangkap

M. Fedi A. Sondita, Wawan Oktariza dan Heru Pratama

Pengembangan Propeler Pembangkit Energi Listrik Tenaga Air pada Kapal Nelayan untuk Mengurangi Ketergantungan Penggunaan BBM

I Gede Mahendra Wijaya

Kenaikan Harga BBM dan Pengaruhnya Terhadap Usaha Kecil Penangkapan Ikan di Pesisir Selatan Jawa

Mira

Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Sumberdaya Perikanan

Yudi Wahyudin

Curahan Jam Kerja Dan Upah Nelayan Buruh (Studi Kasus pada Perikanan Pole and Line di Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah)

Welem Waileruny

Analisis Pengaruh Gross Tonnage Kapal Terhadap Jumlah Hasil Tangkapan Nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegal, Jawa Tengah

I Made Teguh Wirayudha, I Gede Mahendra Wijaya dan Dhaniyanto Mayrendra R

Analisis Pelayanan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Terhadap Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan

Diniah, Mochammad Prihatna Sobari dan Dede Seftian

DISKUSI

SEMNAS SOSEK KP 2012 45

Tema : Ketahanan Pangan

Ruang : 207

WAKTU JUDUL PEMAKALAH

13.30 – 15.00

Alokasi waktu setiap sesi maksimal 90 menit. Alokasi waktu pemaparan setiap pemakalah adalah maksimal 8 menit.Sisa waktu untuk diskusi, tukar pendapat dan informasi serta klarifikasi.

.

Sesi 6.3. Potensi Produk Kelautan dan Dinamika Perairan Umum dalam

Kerangka Ketahanan PanganPenanggung Jawab Sesi : Dr. Luky AdriantoNotulis : Estu Sri Luhur, SEPetugas Ruangan : Andakoro Yoga PratamaPerbandingan Sistem Pengolahan Lahan Garam untuk Mendapatkan Hasil Yang Maximal

Tikkyrino Kurniawan dan Manadiyanto

Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat terhadap Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petambak Garam

Manadiyanto, Achmad Azizi dan Tikkyrino Kurniawan

Dampak Pelaksanaan pemberdayaan Usaha Garam Rakyat di Kabupaten Cirebon

Diana Hestiwati dan Mei Dwi Erlina

Nilai Pemanfaatan Perikanan di Hutan Mangrove Desa Penunggul Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan

Achmad Sofian, Nuddin Harahab dan Marsoedi

Strategi Pengembangan Mangrove di Kawasan Pesisir Kabupaten Pati

Herna Octivia Damayanti dan Sutrisno

Kajian Peluang Usaha Budidaya Sebagai Mata Pencaharian Alternatif Masyarakat Pesisir Teluk Ekas Lombok Timur

Cornelia Mirwantini Witomo dan Maulana Firdaus

Optimasi Pengelolaan Waduk Gadjah Mungkur Kabupaten Wonogiri Sebagai Sumber Pendapatan Usaha Perikanan Tangkap

Budi Wardono dan Radityo Pramodya

DISKUSI

46 SEMNAS SOSEK KP 2012

Abstrak-AbstrakAbstrak-Abstrak

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan

PERAN PENGUSAHA LOKAL TERHADAP OPTIMALISASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN: STUDI KASUS KECAMATAN PULAU LAUT, KABUPATEN NATUNA

Yuly Astuti, Rosita Dewi, Sandy Nur Ikfal Raharjo dan Athiqah Nur Alami

Pusat Penelitian Politik dan Pusat Penelitian Kependudukan - LIPI Perairan Natuna memiliki potensi perikanan sebesar 16 persen dari seluruh potensi perikanan Indonesia. Namun, potensi yang ada belum dikelola secara optimal sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan di wilayah tersebut. Berbagai kendala dalam pengelolaan sumberdaya ikan dihadapi oleh nelayan di Pulau Laut, Kabupaten Natuna, seperti kurangnya modal, keterbatasan sarana dan alat tangkap, serta ketiadaan cold storage untuk mengawetan hasil tangkapan. Namun demikian, kehadiran pengusaha lokal di Pulau Laut sedikit banyak membantu mengatasi kendala tersebut melalui peminjaman modal dan peralatan tangkap, serta menampung ikan hasil tangkapan. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana peran pengusaha lokal dalam mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan di kecamatan Pulau Laut, Kabupaten Natuna. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan FGD pada bulan April 2012. Melalui analisis deskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusaha lokal berperan dalam memberikan bantuan modal dan pinjaman kepada nelayan. Pengusaha lokal yang juga berperan sebagai penampung ikan segar dinilai mampu memberikan solusi akibat tidak adanya cold storage di lokasi penelitian. Hal ini menguntungkan nelayan lokal karena mereka dapat menekan biaya transportasi yang mahal jika ikan hasil tangkapan dijual ke luar pulau. Selama ini, keterbatasan transportasi dari Pulau Laut ke ibukota kabupaten sebagai pusat pemasaran ikan menjadi kendala utama dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, kehadiran pengusaha lokal menjadi solusi bagi permasalahan tersebut, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan setempat. Kata kunci: peran pengusaha lokal, pengelolaan sumberdaya ikan, Nelayan Pulau Laut,

Kabupaten Natuna.

STANDARISASI PRODUK PERIKANAN INDONESIA DALAM MENDUKUNG EKSPOR

Zamroni Salim dan Nurlia Listiani Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) - LIPI

Sumber daya perikanan yang melimpah di Indonesia belum bisa dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Produksi perikanan, khususnya perikanan tangkap, selama ini belum dikelola secara optimal terkait dengan permasalahan yang ada baik dari sisi produksi, pengolahan dan pemasarannya. Selain itu, pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dapat mendorong peningkatan kegiatan perdagangan produk kelautan dan perikanan antar negara maupun antar area di dalam wilayah negara Indonesia. Semakin tingginya lalu lintas hasil perikanan akan membawa konsekuensi semakin tingginya resiko masuk dan tersebarnya hama serta penyakit ikan yang merugikan kesehatan manusia. Dengan demikian, standarisasi produk perikanan menjadi isu strategis yang harus diperhatikan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia, khususnya dalam pangsa ekspor. Masing-masing pasar tujuan ekspor mempunyai standar sendiri yang harus disikapi dengan baik oleh Indonesia untuk tetap bisa bersaing di negara tujuan. Tulisan ini mengkaji berbagai permasalahan standarisasi produk perikanan, khususnya pada produk tuna, udang, dan gurita dengan menggunakan pendekatan supply and demand analysis dan juga behavioral analysis. Hasil kajian ini diharapkan bisa menjelaskan dan mencari solusi berbagai kendala penerapan standarisasi di Indonesia, khususnya pada produk perikanan, sehingga bisa bersaing di pasar global. Kata kunci: standarisasi produk perikanan, ikan tuna, udang, gurita

PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN SEBAGAI RESPONS POTENSI DAMPAK KEHADIRAN BANDARA DI KECAMATAN MIANGAS, KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD, PROVINSI

SULAWESI UTARA

Athiqah Nur Alami, Rosita Dewi, Yuly Astuti, Sandy Nur Ikfal Raharjo Pusat Penelitian Politik dan Pusat Penelitian Kependudukan, LIPI

Rencana pembangunan bandara di Miangas merupakan kebijakan pemerintah yang perlu diapresiasi secara positif. Kebijakan tersebut diyakini akan berdampak pada terbukanya aksesibilitas Miangas sebagai wilayah perbatasan laut di bagian Utara Indonesia. Namun sejauh mana kehadiran bandara akan menimbulkan efek ganda terhadap pengembangan potensi wilayah di Miangas, khususnya sektor perikanan? Sejauh ini dampak langsung pembangunan bandara terhadap sektor perikanan memang belum terasa bagi masyarakat. Sektor perkebunanlah yang paling terdampak dari kebijakan tersebut. Sebagian besar kebun pohon kelapa milik warga yang terbentang mulai dari utara hingga selatan pulau Miangas harus dibebaskan untuk pembangunan bandara. Padahal selama ini berkebun merupakan aktivitas sampingan dari nelayan di Miangas. Jika cuaca sedang kencang maka nelayan memilih tidak melaut dengan pergi berkebun. Dalam situasi inilah, berkebun menjadi sumber utama yang diandalkan untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat nelayan. Untuk itu, pengalihan fungsi kebun menjadi bandara akan menempatkan sektor perikanan sebagai tumpuan utama kehidupan masyarakat Miangas, meskipun bukan satu-satunya sumber kehidupan. Pembangunan bandara juga berpotensi menumbuhkan sektor pariwisata dan jasa. Namun, mengingat saat ini nelayan merupakan mata pencaharian utama penduduk Miangas, maka semestinya pengembangan sektor perikanan perlu menjadi perhatian utama pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Miangas. Untuk itu, tulisan ini bertujuan untuk melakukan analisis potensi dampak kehadiran bandara terhadap pengembangan sektor perikanan di Miangas. Pengumpulan data dilakukan melalui metode kualitatif dalam bentuk wawancara dan diskusi terfokus terhadap pemangku kepentingan dan masyarakat di Miangas. Kata kunci: Miangas, bandara, sumberdaya ikan, sektor perkebunan, pengembangan sektor perikanan.

DAMPAK PENERAPAN SERTIFIKASI PERDAGANGAN IKAN HIAS LAUT TERHADAP KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN SOSIAL EKONOMI NELAYAN DI

KEPULAUAN SERIBU

Idris dan Aar Mardesyawati Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI) Jakarta

Email: [email protected]

Sertifikasi ikan hias diterapkan di Kepulauan Seribu pada 2003-2006 oleh MAC berdasarkan kebutuhan pembeli yang menginginkan ikan hias laut yang sehat dan ditangkap dengan cara yang tidak merusak lingkungan. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penerapan program sertifikasi perdagangan ikan hias laut terhadap kondisi ekosistem terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi nelayan di Kepulauan Seribu. Studi dilaksanakan pada tanggal 17-29 Desember 2008 di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Studi ini menggunakan tiga metode, yaitu diskusi kelompok terfokus (FGD), wawancara mendalam, dan kuisioner. Jumlah responden dalam studi ini sebanyak 44 responden yang terdiri dari kelompok nelayan dan pengepul ikan hias (belum dan sudah tersertifikasi), tokoh masyarakat, ketua kelompok nelayan, dan kepala keluarga dalam rumah tangga nelayan. Hasil studi menunjukkan bahwa sebanyak 73% responden menyatakan kondisi terumbu karang di lokasi tangkap masih dalam kategori baik. Sementara, sebanyak 58% responden menyatakan kondisi ikan hias cenderung meningkat. Pada aspek sosial dan ekonomi, sebanyak 62% responden merasa lebih aman dalam menangkap ikan karena tidak melanggar hukum, sebanyak 96% responden menyatakan sangat baik dalam hal penyelesaian masalah melalui kelompok, dan sebanyak 96% responden menyatakan memiliki kondisi fisik yang lebih baik. Namun, hanya sebanyak 42% responden yang menyatakan ada perbaikan harga jual ikan hias dari nelayan. Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah program ini bisa mengubah persepsi masyarakat untuk menggunakan alat tangkap ramah lingkungan untuk mengurangi kerusakan ekosistem terumbu karang. Selain itu, secara sosial, keamanan dan kesehatan nelayan cenderung meningkat. Namun secara ekonomi, program ini tidak memberikan perbaikan atau peningkatan harga ikan hias dari nelayan. Kata kunci: nelayan ikan hias, sertifikasi, sosial ekonomi, Kepulauan Seribu.

DAMPAK INDUSTRIALISASI PARIWISATA TERHADAP KEMISKINAN MASYARAKAT PESISIR

Sokemd Arjunaroi Manullang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Jember, Indonesia, 2012

Email : [email protected]

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta jiwa. Sebagian besar jumlah penduduk miskin tersebut merupakan masyarakat pesisir. Kemiskinan masyarakat pesisir banyak dipengaruhi oleh aspek lingkungan, keragaman potensi sumber daya ekonomi lokal, peluang pasar, akses permodalan dan kualitas sumber daya masyarakat pesisir. Permasalahan ini menjadi masalah nasional, mengingat negara kita adalah negara maritim yang 70% wilayahnya terdiri dari lautan. Kemiskinan merupakan masalah pokok masional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam program-program pemerintah. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah melakukan program pemberdayaan masyarakat pesisir, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP), Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Serta pembentukan kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat pesisir seperti Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan (KUKP), Kelompok Pembudidaya Ikan (PokDaKan), Kelompok Pengolah Pemasar (PokLahSar), Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR), dan Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP). Semua program-program pemerintah ini menjadi usaha menyelesaikan permasalahan nasional, yaitu kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri juga memiliki program pemberdayaan masyarakat terhadap potensi daerah wisata. Tujuannya meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat terutama masyarakat miskin melalui pengembangan desa wisata. Yang dimaksud desa wisata (Muliawan, 2008) adalah desa yang memiliki potensi keunikan dan daya daya tarik wisata yang khas, desa yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya, serta desa yang mampu mengerakkan aktifitas ekonomi pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Dengan potensi wilayah kelautannya yang luas, Indonesia memiliki banyak obyek wisata laut yang menarik dan unik. Beberapa obyek wisata yang bisa disebutkan, antara lain Danau Toba Sumatera Utara, Pulau Seribu, Karimun Jawa, Wisata Bahari Lamongan, Pantai Kuta Bali, Pantai Derawan Kalimantan Timur, Taman Laut Bunaken Sulawesi Utara, Raja Ampat Papua, dan masih banyak lagi. Obyek-obyek wisata laut ini bukan saja dikenal di kalangan wisatawan domestik, tetapi sudah menjadi daya tarik wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam Indonesia. Banyaknya obyek wisata laut di Indonesia diharapkan menjadi salah satu indikator pendorong pemberdayaan masyarakat pesisir untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Makalah ini akan membahas dampak industrialisasi pariwisata terhadap kemiskinan masyarakat pesisir. Dengan cita-cita pengentasan kemiskinan nasional, diharapkan makalah ini menemukan hubungan antara industrialisasi pariwisata dan kemiskinan masyarakat pesisir.

Kata kunci: pariwisata, kemiskinan, masyarakat pesisir.

REVITALISASI PABRIK PAKAN IKAN SKALA MINI UNTUK MENDUKUNG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROVINSI DI. YOGYAKARTA

Mas Tri Djoko Sunarno

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Email: [email protected]

Pakan merupakan faktor penentu besaran keuntungan bisnis budidaya ikan air tawar mengingat pakan menyerap hingga 70% dari total biaya produksi. Sementara harga pakan pabrikan cenderung terus meningkat, tanpa diiringi oleh peningkatan harga ikan air tawar, khususnya lele. Pemerintah telah memberikan bantuan mesin pakan ikan skala mini sebagai salah satu upaya memecahkan usaha budidaya ikan, namun belum beroperasi secara optimal. Oleh karena itu, suatu revitalisasi pabrik pakan ikan skala mini untuk mendukung bisnis budidaya lele telah dilakukan pada tahun 2011 di Kabupaten Gunungkidul, DI. Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah identifikasi sebaran mesin pakan ikan dan permasalahannya, diikuti oleh pembekalan iptek dan praktek pembuatan pakan, serta produksi pakan ikan lele berbasis iptek. Kegiatan ini melibatkan petugas dinas terkait, para penyuluh dan kelompok pengelola mesin pakan ikan. Sebanyak 6 mesin pembuat pakan terdapat di wilayah Kabupaten Gunungkidul dan belum beroperasi optimal. Permasalahan yang dihadapi adalah ketidakmampuan pengelola mesin pakan dalam mengakses bahan baku, dan tidak mempunyai bekal iptek, terutama pengendalian kualitas bahan baku/pakan serta teknik formulasi pakan ikan berkualitas sesuai SNI ikan lele. Hanya 2 pabrik pakan ikan skala mini yang berhasil direvitalisasi untuk menghasilkan pakan pembesaran dan induk ikan lele sesuai SNI, masing-masing dengan harga jual Rp 5.000,- dan Rp 8.000,- per kg. Harga pakan komersial untuk pembesaran ikan lele adalah sekitar Rp 7.300,-. Hasil panen ikan lele yang menggunakan pakan dari pabrik pakan mini dengan pakan komersial tidak berbeda dalam hal produksi dan efisiensinya, sedangkan produktivias induk ikan lele yang menggunakan pakan sendiri meningkat 300% dan menghemat waktu 50%, dibandingkan biasanya. Revitalisasi pabrik pakan ikan skala mini memberikan penambahan keuntungan bagi pembudidaya dan unit pembenihan rakyat ikan lele, serta merupakan prospek bisnis perikanan budidaya berbasis kekuatan lokal. Kata kunci: pabrik pakan mini, revitalisasi, usaha lele, Kabupaten Gunungkidul

INDUSTRIALISASI PEMANFAATAN BY-CATCH PERIKANAN PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA

Ari Purbayanto, Sugeng H Wisudo, Ronny I. Wahyu dan Joko Santoso

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB e-mail: [email protected]; [email protected]

By-catch atau disebut dengan hasil tangkapan sampingan (HTS) telah menjadi permasalahan global yang perlu segera dicarikan solusinya. Pada perikanan pukat udang (BED shrimp trawl) di Laut Arafura, HTS merupakan fenomena pada industri penangkapan ikan yang sudah berlangsung sejak 1985-an ketika pukat udang diizinkan beroperasi. Upaya untuk mengurangi volume HTS telah dilakukan dengan adanya aturan penggunaan alat pemisah HTS (by-catch reduction devices, BRDs) yang dipasang di bagian depan kantong (cod-end) jaring trawl. Pada awalnya BRD yang digunakan berbentuk kotak dan memiliki jendela pengeluaran ikan, disebut by-catch excluder device, BED. Melalui penelitian telah dikembangkan dan diterapkan jenis BRD yang disebut turtle excluder device (TED) untuk tujuan pelolosan penyu dan berbagai jenis ikan. Jenis BRD lainnya yang telah diujicoba adalah fish eye dan square mesh window. Namun demikian, penggunaan BRDs tersebut belum mampu mereduksi volume HTS secara signifikan, sehingga masih menyisakan HTS dalam jumlah besar dan dibuang kembali ke laut dalam kondisi mati. Mempertimbangkan total volume by-catch pukat udang di Laut Arafura sebesar 332.186 ton/tahun, dimana 70% dari volume tersebut dibuang kembali ke laut (Purbayanto et al. 2004), maka pemanfaatannya memberikan peluang bagi pengembangan industri pengolahan. Pemanfaatan by-catch untuk diolah menjadi surimi dan produk turunannya memiliki prioritas yang tinggi untuk dikembangkan, diikuti dengan pemanfaatan sisa olahan surimi (by-product) untuk diolah menjadi makanan ternak (bone meal) dan produk pepton yang dibutuhkan dalam industri bio-teknologi.Produk surimi, bone-meal maupun pepton yang dihasilkan memiliki nilai tambah yang sangat tinggi sehingga dapat melipatgandakan nilai by-catch bagi perolehan devisa dan juga sekaligus mengurangi pencemaran laut akibat buangan by-catch. Kata kunci: industrialisasi, by-catch, pukat udang, BRD, surimi, pepton, Laut Arafura

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI MSC: STUDI KASUS IKAN TUNA, UDANG, DAN IKAN KARANG

Nurlia Listiani, Umi Karomah Y, Diah Setiari S dan Dhani Agung D

Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) - LIPI

Saat ini, Indonesia masih merupakan peringkat empat dunia dari sepuluh negara produsen perikanan tangkap terbesar dunia sebesar 6,5 juta ton per tahun. Walaupun, jumlah produksi hasil perikanan tangkap mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah kondisi sumber perikanan yang sudah mulai over exploited.Oleh sebab itu, sudah seharusnya Indonesia mulai menuju pada perikanan yang lestari melalui pengelolaan atas standar ekolabel yang memiliki pengaruh kuat dengan adanya tekanan dari pasar yang sadar akan pentingnya produk perikanan berkelanjutan. Salah satunya yaitu dengan menggunakan sertifikasi ekolabel MSC (Marine Stewardship Council). Selain itu, mayoritas negara tujuan ekspor perikanan Indonesia adalah ke negara Eropa dan Amerika yang sudah mulai menerapkan sertifikasi yang mendukung perikanan berkelanjutan. Studi yang dilakukan ini bertujuan untuk menghitung biaya dan manfaat dari aspek ekonomi dan sosial dengan diterapkannya sertifikasi MSC di perairan Indonesia. Fokus studi hanya pada produk ikan tuna, kakap, kerapu, dan udang. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan analisis biaya, manfaat dan sosial terhadap penggunaan sertifikasi MSC yang dibandingkan dengan non MSC. Dari hasil hasil analisis didapatkan bahwa sertifikasi MSC hanya akan menguntungkan untuk hasil tangkapan tuna dan udang yang diekspor ke Eropa, sedangkan khusus untuk ikan kakap dan kerapu adanya sertifikasi MSC hanya menjadikan ongkos produksi menjadi semakin meningkat sehingga sertifikasi MSC sebaiknya tidak diperuntukan untuk ikan kakap dan kerapu. Kata kunci: Analisis biaya dan manfaat, sertifikasi MSC, perikanan lestari

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN NELAYAN DALAM MENDUKUNG INDUSTRIALISASI PERIKANAN PERAIRAN UMUM DARATAN

Zahri Nasution

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email: [email protected]

Pengembangan kapasitas kelembagaan dapat berarti pembinaan kelembagaan yaitu proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang tersedia. Suatu kelembagaan adalah suatu entitas yang dinamis di dalam dunia yang selalu berubah, yang dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk memenuhi misinya melalui program dan tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Pendekatan studi yang dilakukan menggunakan studi pustaka dengan metoda analisis dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan yang terkait dengan masyarakat nelayan (baik pada tingkat individu, organisasi dan sistem, terutama penyuluhan) belum banyak tersedia dan belum berperanan dalam mendukung upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat masyarakat nelayan. Ke depan, dalam mendukung industrilisasi perikanan, kelembagaan nelayan perlu ditingkatkan kapasitasnya baik pada tingkat individu, tingkat organisasi, maupun tingkat sistem, dan harus dilakukan secara bersamaan pada setiap tingkatan. Pada prinsipnya peningkatan kapasitas kelembagaan pada tingkat individu berupa pengetahuan dan keterampilan serta kompetensi dan etika kerja dalam melaksanakan usaha penangkapan ikan. Kemudian, pada tingkat organisasi perlu pengembangan kelembagaan (organisasi) nelayan yang didalamnya terdapat berbagai fungsi kelembagaan yang mendukung usaha nelayan baik sektor hulu, proses, dan hilir. Pada tingkat sistem perlu pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan yang melibatkan partisipasi masyarakat dan kebijakan yang mendukung pentingnya penyuluhan perikanan dan pembinaan masyarakat nelayan perairan umum daratan. Kata kunci: kapasitas kelembagaan, individu nelayan, organisasi nelayan, sistem

pendukung, perairan umum daratan.

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BANDENG PRESTO (STUDI DI KABUPATEN PATI)

Jatmiko Wahyudi dan Slamet Singgih Purnomojati

Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati E-mail: [email protected]

Walaupun memiliki potensi yang besar namun pengembangan usaha bandeng presto belum menunjukkan hasil yang optimal. Di sisi lain usaha bandeng presto telah memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi kemiskinan. Tujuan penelitian ini yaitu merumuskan prioritas strategi pengembangan usaha bandeng presto di Kabupaten Pati. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sekaligus. Lingkungan internal dan eksternal dievaluasi untuk memperoleh data kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis SWOT untuk memperoleh alternatif – alternatif strategi. Selanjutnya beberapa alternatif strategi dianalisa dengan QSPM untuk menghasilkan strategi yang paling diprioritaskan. Hasil penelitian menunjukkan strategi yang paling diprioritaskan yaitu pemberian bantuan peralatan dan pelatihan pengolahan ikan dari instansi pemerintah maupun non pemerintah dengan memberdayakan kelompok/lembaga Kata kunci: bandeng presto, faktor internal and eksternal, SWOT, QSPM

PENGEMBANGAN PROPELER PEMBANGKIT ENERGI LISTRIK TENAGA AIR PADA KAPAL NELAYAN UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN PENGGUNAAN BBM

I Gede Mahendra Wijaya Institut Pertanian Bogor

Email : [email protected]

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar berupa lautan. Sebagian besar penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan hidup dalam lingkungan kemiskinan. Salah satu permasalahan utama adalah kendala yang disebabkan oleh kurangnya atau keterbatasan nelayan dalam membeli bahan bakar minyak untuk kapal, sebab BBM merupakan komponen penting dalam aktifitas nelayan untuk dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Sehingga untuk mengantisipasi masalah ini, maka gagasan ini menghadirkan suatu solusi alternatif yang dapat digunakan untuk menjawab dan menghadapi krisis BBM yang dihadapi oleh nelayan. Tujuannya adalah untuk membantu nelayan untuk dapat menghasilkan energy listrik alternatif di samping penggunaan bahan bakar minyak selama proses operasi penangkapan ikan di laut. Apabila nelayan yang bergerak dalam skala usaha kecil dengan penggunaan gross tonnage kapal < dari 5 GT dengan kebutuhan paling sedikit 6,3 liter, maka listrik yang habis digunakan selama operasi penangkapan ikan adalah sebesar 1260 kilo Joule. Perhitungan energy pada motor penggerak ini adalah berasal dari bahan bakar, dimana energy tersebut hilang ke atmosphere dalam bentuk panas adalah ± 35 % ; lalu ± 25 % hilang melalui air pendingin dan getaran ; serta sekitar 2 % hilang pada poros propeller. Desain rancangan propeler ini berbentuk Voith Scneider Propeller dengan menggunakan daun baling-baling secara vertical yang diputar seperti disk, dimana setiap daun baling-baling dapat menghasilkan propulsi gaya dorong sebagai tambahan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa propeler tambahan ini dapat menghasilkan energy listrik atau dapat mengkombinasikan serta meminimalkan penggunaan BBM oleh kapal nelayan sehingga nelayan dapat menggunakan alternatif pemakaian energy yang lebih hemat dan dapat diperbaharui. Kata kunci : BBM, Propeller, Kapal Ikan, GT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA NELAYAN PELAGIS BESAR DAN PELAGIS KECIL

Rizki Aprilian Wijaya dan Subhechanis Saptanto

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email : [email protected]

Tulisan ini menyajikan struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga nelayan berdasarkan tipologi perikanan tangkap di laut yaitu pelagis besar, pelagis kecil - demersal. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui ragam sumber pendapatan rumah tangga nelayan, struktur pendapatan rumah tangga nelayan, dan distribusi pendapatan rumah tangga nelayan. Metode pengumpulan yang digunakan adalah survei wawancara kepada responden menggunakan kuesioner terstruktur. Lokasi penelitian berada pada dua wilayah yang merupakan sentra produksi perikanan pelagis besar dan pelagis kecil - demersal. Data yang digunakan merupakan data primer survei panelkanas tahun 2010. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) sektor perikanan masih memberikan kontribusi lebih dari 50% dari penghasilan rumah tangga nelayan pelagis besar maupun pelagis kecil – demersal, (2) struktur pendapatan rumah tangga nelayan berstatus sebagai pemilik kapal lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga nelayan berstatus buruh, dan (3) tingkat ketimpangan pendapatan dari rumah tangga nelayan pelagis besar lebih besar dibandingkan nelayan pelagis kecil. Kata kunci: struktur pendapatan, distribusi pendapatan, pelagis besar, pelagis kecil

STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN TELUK DORERI BERDASARKAN KEBIJAKAN LOKAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MANOKWARI

PROVINSI PAPUA BARAT

Dedi Parenden Jurusan Perikanan dan Ilmu kelautan, Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan -

Universitas Negeri Papua Email : [email protected]

Intensitas pembangunan dan jumlah penduduk yang terkonsentrasi di kawasan Teluk Doreri Manokwari menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya perairan. Hal ini tentu saja mengancam kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dan kebijakan lembaga-lembaga terkait dalam pengelolaan sumberdaya pesisir Teluk Doreri, mengetahui isu dan permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya Teluk Teluk Doreri dan mengevaluasi keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perairan Teluk Doreri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi deskriptif, yakni menjabarkan kondisi lingkungan di wilayah tempat penelitian berlangsung. Analitik, yakni dengan menggunakan data-data yang telah terkumpul dan dilakukan analisis dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang lazim digunakan dalam bidang perikanan dan kelautan. Modelling merupakan representasi kondisi wilayah penelitian sesuai dengan tujuan yang disampaikan diatas. Pemodelan yang dilakukan menggunakan teknik Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries), yaitu suatu teknik yang memungkinkan proses cepat dalam menampilkan kondisi perikanan ditinjau dari berbagai aspek dan dimensi (Pitcher dan Preikshot, 2001). Berdasarkan perangkat kebijakan yang telah dan sedang dibuat, Pemerintah Kabupaten Manokwari memberi perhatian besar terhadap pengelolaan wilayah pesisir khususnya untuk penataan ruang wilayah pesisir dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Hasil analisis MDS (Multidimension Scaling) berdasarkan atribut 34 komponen keberlanjutan dari dimensi ekologi, sosial-ekonomi, teknologi dan kelembagaan adalah sebesar 56,34 % dalam skala keberlanjutan 0 – 100. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan pengelolaan kawasan Teluk Doreri masih berada dalam kondisi cukup berkelanjutan. Walaupun demikian, secara umum kondisi tersebut masih dapat ditingkatkan melalui perbaikan pada setiap penyusun atribut dari berbagai dimensi keberlanjutan. Dari empat dimensi penyusun keberlanjutan pengelolaan, dimensi teknologi dan kelembagaan berada pada selang nilai 25 – 50 % yang menunjukan status kurang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai status baik dengan selang nilai 75 – 100 %. Isu-isu pengelolaan wilayah pesisir Teluk Doreri yang teridentifikasi antara lain abrasi akibat penebangan mangrove dan perluasan pemukiman ke daerah sempadan pantai, pencemaran perairan dan penurunan kualitas perairan, degradasi ekosistem pesisir, dan wilayah pesisir yang belum tertata dengan baik. Kata kunci : pengelolaan, sumberdaya perairan, Teluk Doreri, kebijakan pemerintah daerah,

Manokwari

PERTIMBANGAN UNTUK PENGELOLA PERIKANAN TANGKAP

M. Fedi A. Sondita, Wawan Oktariza, Heru Pratama Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB

Kenaikan harga BBM adalah salah satu ancaman terhadap keberlanjutan bisnis penangkapan ikan. Nelayan Palabuhanratu mengalami kenaikan harga BBM pada Mei 2008 sebesar 28%-40% per liter dari harga sebelumnya dan kenaikan harga BBM tampaknya akan terulang. Makalah ini menyajikan penelitian tentang respons yang dilakukan oleh nelayan Pelabuhanratu ketika baru saja mengalami kenaikan harga BBM dan tindakan yang akan dilakukan jika harga BBM meningkat lagi. Penulis menganalisis data yang dikumpulkan pada bulan Agustus-September 2011 tentang suplai BBM dari Pengelola PPN Pelabuhanratu, statistik kegiatan penangkapan ikan, dan hasil wawancara terhadap 26 pemilik/nelayan dari 4 jenis usaha penangkapan ikan (yaitu 6 unit perahu payang, 10 unit perahu pancing rumpon, 5 unit bagan dan 5 unit perahu jaring insang). Dalam kurun waktu 2007-2008, terjadi peningkatan suplai BBM sebesar 18,4%, yaitu dari 4,9 juta liter menjadi 5,8 juta liter, namun terjadi penurunan pada jumlah alat penangkapan ikan (42%), jumlah nelayan (35%), jumlah kapal (24%), produksi ikan (25,6%), jumlah trip operasi (36,5%), sebaliknya nilai produksi ikan meningkat (10%). Setelah kenaikan harga BBM, terjadi peningkatan biaya operasi yang berkisar dari 12,4% (untuk perahu pancing rumpon) hingga 15,3% (untuk perahu payang). Respons nelayan pada tahun 2008 adalah meminjam uang untuk modal kerja, mencampur BBM, kerjasama dengan nelayan lainnya, menghentikan usaha secara sementara, dan meninggalkan usaha penangkapan ikan. Kenaikan harga ikan tampaknya akan dapat mengkompensasi kenaikan biaya operasi. Jika terjadi kenaikan harga BBM terulang lagi, nelayan akan bekerja di bidang selain penangkapan ikan (alternative livelihood) sementara menunggu kondisi perikanan membaik, meminjam uang berbunga rendah untuk modal kerja, dan menentukan waktu dan lokasi operasi penangkapan ikan dengan cermat. Kata Kunci: perikanan tangkap, biaya operasi, keberlanjutan, Palabuhanratu

TINJAUAN KRITIS INDUSTRIALISASI PERIKANAN DI INDONESIA

Thomas Nugroho

Industrialisasi perikanan merupakan proses pembangunan menuju modernisasi yaitu suatu tingkat atau skala usaha tertentu dalam pemanfaatan sumberdaya dengan menekankan aspek optimasi dan efisiensi untuk memperoleh nilai tambah produk perikanan dan manfaat ekonomi yang lebih tinggi. Industrialisasi perikanan dapat berkembang dengan berbagai faktor antara lain ketersediaan potensi sumber daya, sumber daya manusia, modal, pasar dan regulasi. Industrialisasi perikanan akan menimbulkan dua situasi yang berbeda yaitu pertama meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan produksi perikanan dan berkembangnya bisnis serta konsentrasi modal pada korporasi perikanan. Kedua, memarjinalkan nelayan dan usaha perikanan skala kecil serta menekan potensi sumberdaya perikanan.

PERFORMA USAHA PEGARAMAN DAN PENDAPATAN PETAMBAK GARAM DI KABUPATEN CIREBON

Mei Dwi Erlina dan Manadiyanto

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon memiliki potensi penggaraman seluas 7500 ha dan tersebar di 24 desa dalam 7 kecamatan dengan rata-rata produksi 67.740 ton/tahun. Lahan garam yang tersedia seluas 2.261 hektar dan yang potensial sebesar 1.307 hektar dengan jumlah petambak garam ± 1.626 orang, yang cukup besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan garam baik ditingkat lokal maupun provinsi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui performa usaha pegaraman di Kabupaten Cirebon dan (2) Mengamati dan menganalisis pendapatan petambak garam di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret –April 2011, penelitian ini mengunakan pendekatan survey yang bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dengan responden dengan bantuan kuesioner yang berstruktur sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Jumlah petambak garam di Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon sebagai sentra pengembangan usaha pegaraman di Kabupaten Cirebon terdiri dari penggarap berjumlah 2662 orang dan pemilik berjumlah 996 orang, jumlah kelompok adalah 55 dan jumlah pedagang adalah 102 orang, peran pengijon adalah sebagai pemberi modal dan mengikat penggarap dalam penjualan hasil panen garam, peran pedagang membeli garam hasil panen. Petambak garam di Kabupaten Cirebon terdiri dari pemilik dan penyewa,Total keuntungan usaha petambak garam sebagai pemilik dalam satu musim (4 bulan) adalah Rp, 5.109.903- dengan R/C ratio sebesar 1,33, sedangkan total keuntungan usaha petambak garam yang statusnya sebagai penyewa lahan dalam satu musim (4 bulan) adalah Rp. 4.727.981,- dengan R/C ratio sebesar 1,34. Kata Kunci : performa, pendapatan, usaha pegaraman, petambak garam

KESIAPAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SEBAGAI ZONA INTI KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

Manadiyanto dan Armen Zulham

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Minapolitan menjadi program utama Kementrian Kelautan dan Perikanan dan merupakan terobosan kebijakan untuk memacu pertumbuhan pada sektor kelautan dan perikanan. Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga menjadi salah satu lokasi minapolitan tangkap laut di pantai barat dan merupakan industri perikanan di Sumatra Utara. Tujuan dari tulisan ini untuk mengetahui kesiapan PPN Sibolga sebagai zona inti kawasan minapolitan. Data terkait dengan kesiapan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga diperoleh dari mail survey yang dilengkapi dengan peninjauan langsung ke lokasi PPN Sibolga pada bulan Juli 2011. Wawancara langsung dilakukan dengan Kepala PPN Sibolga untuk memperoleh gambaran secara lengkap kondisi PPN Sibolga sebagai zona inti kawasan minapolitan perikanan tangkap. Dalam menilai tingkat kesiapan PPN Sibolga sebagai zona inti kawasan Minapolitan sebagai tolak ukur dapat dilihat berdasarkan enam pilar yaitu infrastruktur, masyarakat dan bisnis, sumberdaya dan tata ruang, kelembagaan, teknologi, kebijakan dan goevernance. Berdasarkan tingkat kesiapan menunjukkan bahwa PPN Sibolga termasuk kelompok siap dengan nilai kesiapan 83,7. Untuk lebih menyempurnakan kesiapan ini ada beberapa pilar yang harus diperkuat.

PERANAN PASAR IKAN LAMONGAN SEBAGAI SUMBER ALTERNATIF PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

Budi Wardono dan Hakim Miftahul Huda

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan & Perikanan Email : [email protected]

Penelitian dilakukan pada bulan November 2011– Maret 2012 berlokasi di Pasar Ikan Segar Lamongan, Kabupaten Lamongan. Tujuan penelitian untuk mengetahui peranan pasar ikan sebagai sumber alternatife pengembangan industri pengolahan ikan di Kabupaten Lamongan. Data yang digunakan adalah data skunder dan data primer hasil wawancara dengan pelaku usaha di pasar ikan dan petani ikan dan pengolah ikan disekitar lokasi pasar ikan. Analisis dilakukan dengan cara diskriptif. Pasar ikan Lamongan merupakan salah satu pasar ikan hasil budidaya terbesar di Jawa Timur. Volume harian mencapai 100 ton dan pada puncak panen ikan bisa mencapai sekitar 120 ton/hari. Ikan yang dipasarkan berasal dari para pembudidaya ikan (udang, bandeng) di Lamongan dan kawasan sekitarnya seperti dari Gresik dan Tuban. Pasar Ikan Lamongan melayani pasar luar daerah antara lain Jogjakarta, Solo, Semarang, Bandung dan Jakarta. Sebagian besar ikan masih dikirim dalam bentuk segar, dan belum dilakukan pengolahan ikan. Mengingat jumlah ikan yang dipasarkan cukup besar dan secara kontinyu, maka terbuka peluang untuk peningkatan nilai tambah menjadi produk olahan ikan. Potensi pengolahan ikan terutama bandeng, ikan-kan kecil yang banyak tersedia dan harganya relative murah. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan produk olahan ikan belum dilakukan secara masal, sebagian diolah menjdi ikan kering/diasin, dan sebagian menjadi produk olahan ikan. Produk olahan perlu dikembangkan yang diarahkan untuk pasar lokal/domestik dan pasar regional seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Solo, Madiun, Jogja, dan Semarang. Produk olahan ikan dapat memberikan nilai tambah sebesar 25 %. Nilai tambah tersebut dinikmati oleh masyarakat pengolah yang merupakan sumber pendapatan Kata kunci: pasar ikan, nilai tambah, produk olahan

ANALISIS KINERJA HASIL PENGKAJIAN DAN PEREKAYASAAN TEKNOLOGI PERIKANAN “ ZERO

WATER DISCHARGE” PADA PEMBUDIDAYA UDANG GALAH DI KABUPATEN CIAMIS

Maulana Firdaus dan Permana Ari Soejarwo Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Pengkajian dan perekayasaan teknologi kelautan dan perikanan memiliki peranan penting dalam percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, baik kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kinerja hasil pengkajian dan perekayasaan teknologi perikanan ”Zero Water Discharge” pada pembudidaya udang galah di Kabupaten Ciamis. Data primer dan sekunder di gunakan dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis Importance-Performance Analysis (IPA) dan Costumer Satisfaction Index. Hasil kajian menunjukkan bahwa nilai indeks kepuasan pembudidaya terhadap teknologi ZWD sebesar 0,8233 atau 82,33%. Nilai ini terdapat pada kisaran 0,81 – 1 (81% - 100%), berada pada kriteria sangat puas. Namun berdasarkan hasil analisis, khususnya terkait dengan peningkatan produksi dikethui bahwa dengan menggunakan teknologi ZWD lebih membutuhkan biaya operasional yang lebih besar dibandingkan dengan cara budidaya secara tradisional. Kata kunci : analisis kinerja, zero water discharge, udang galah

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN KAWASAN PELABUHAN RATU DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI INDUSTRIALISASI PERIKANAN

Budi Wardono, Armen Zulman dan Risna Yusuf

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan & Perikanan Email : [email protected]

Kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan pencontohan program Industrialisasi perikanan. Kawasan PPN Pelabhanratu dikenal sebagai salah satu sentra produksi perikanan tangkap laut. Terdapat berbagai jenis dan ukuran kapal dengan target operasi penangkapan yang berbeda. Beberapa jenis kapal dan ukuran diduga sudah tidak ekonomis sebagai alat tangkap ikan. Berdasarkan potensi sumberdaya ikan yang sudah semakin berkurang, cuaca buruk yang sering terjadi, dan semakin bertambahnya jenis kapal yang bersandar di PPN Pelabuhan ratu, maka perlu rasionalisasi jumlah armada sesuai dengan tingkat produktifitas dan kelayakan usahanya. Lokasi penelitian berada di areal PPN Pelabuhan ratu. Tujuan penelian adalah mengetahui tingkat efektifitas dan kelayakan ekonomi berdasarkan jenis dan alat tangkap. Berdasarkan kondisi riel yang terjadi dilapangan beberapa jenis kapal hanya dapat beroperasi pada waktu-waktu tertentu, sesuai musim/kalender. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan jenis kapal pancing tonda merupakan jenis yang paling produktif dengan sasaran utama ikan tuna. Kapal-kapal tuna long line merupakan penghasil utama ikan tuna segar yang diekspor ke Jepang. Beberapa jenis kapal sudah tidak efektif dan secara ekonomi merugi. Jenis kapal 20-30 dan 10-20 GT yang tidak efektif adalah jenis jaring rampus/jaring klitik, Gil Net dan Rawai; Kapal ukuran 5-10 GT yang tidak efektif adalah jaring payang, pancing ulur dan jaring rampus/jarring klitik. Kata kunci: pancing tonda, tuna long line; jenis kapal

PROSPEK INDUSTRI MIKRO KREATIF BAJO BODY SCRUB UNTUK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI PULAU WANGI-WANGI, WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA

Nur Azmi Ratna Setyawidati dan Tuti Wahyuni

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan Email: [email protected]

Kepulauan Wakatobi memiliki potensi rajungan yang sangat ekonomis, dimana wilayahnya memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi termasuk jenis krustaseanya. Nilai ekonomis rajungan, secara lokal, hanya dikonsumsi dagingnya sebagai bahan makanan sedangkan cangkangnya pada umumnya belum termanfaatkan secara optimal bahkan menjadi limbah. Pemanfaatan cangkang rajungan yang dipadukan dengan bedak putih dingin diolah lebih lanjut menjadi bahan body scrub. Hasil olahan ini diharapkan dapat bernilai tambah dan memiliki nilai jual bahkan dapat dijadikan sebagai produk khas dari Wakatobi. Pemanfaatan cangkang rajungan untuk bahan baku produk yang dinamakan “Bajo Body Scrub” telah disosialisikan di masyarakat Wakatobi. Hal ini diharapkan berpotensi menggugah industri mikro bagi perempuan Wakatobi. Tulisan ini memaparkan tiga hal yaitu pemanfaatan bahan alami laut, yaitu cangkang rajungan yang belum termanfaatkan sejalan dengan konsep zero waste; pemberdayaan wanita pesisir dalam usaha mikro yang bersifat kreatif untuk pengolahan “Bajo Body Scrub”; dan prospek pengembangan industri mikro “Bajo Body Scrub” di Wakatobi. Kata kunci : industri mikro, cangkang rajungan, pemberdayaan perempuan

SSIISSTTEEMM PPEEMMBBIIAAYYAAAANN NNEELLAAYYAANN

Mochammad Nadjib Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) – LIPI

Selama ini terdapat sejumlah kesalahan pandang yang sangat merugikan masyarakat nelayan. Salah satunya adalah pandangan bahwa nelayan sangat sulit untuk dapat mengangsur utangnya secara teratur yang disalurkan oleh bank kepada mereka. Konsekuensinya adalah sedikit nelayan yang pernah mendapatkan kredit dari perbankan. Padahal usaha penangkapan ikan merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak biaya (padat modal). Pandangan tersebut muncul antara lain karena sifat usaha rakyat di subsektor perikananan tangkap tidak pernah stabil, serba tidak pasti dan penuh spekulasi, sehingga usaha ini tidak dapat memberikan penghasilan yang jelas dan teratur. Untuk itu dibutuhkan sistem perkreditan yang sesuai dengan karakteristik usaha nelayan agar dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk membangun usaha perikanan tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu konsep model jenis institusi perkreditan atau pembiayaan yang cocok dan sesuai dengan karakteristik serta budaya nelayan. Untuk mendapatkan data yang akurat, telah dilakukan wawancara mendalam terhadap para nara sumber maupun informan kunci. Data dianalisa secara kualitatif, dengan cara-cara pemahaman yang komprehensif. Sumber informasi dipilih menggunakan metode snow ball. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, diperoleh fakta bahwa hampir tidak ditemukan lembaga keuangan formal yang tertarik mengucurkan kredit dan pembiayaan kepada nelayan tradisional. Mayoritas nelayan mendapatkan kredit dan pembiayaan dari sektor tradisional informal seperti pedagang ikan, para bakul dan rentenir. Kata kunci: pembiayaan nelayan, usaha penangkapan ikan

KERAGAAN USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN DI LAHAN BEKAS TAMBANG MAS (STUDI KASUS DI KAB. KATINGAN, KALIMANTAN TENGAH)

Yayan Hikmayani

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa usaha budidaya ikan patin yang dilakukan oleh masyarakat memberikan dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan. Metode penelitian digunakan dengan metode survey. Responden terdiri dari pembudidaya ikan yang aktif melaksanakan usahanya. Data terdiri dari data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan analisis deskriftip dan analisis kuantitaif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya ikan telah memberikan dampak langsung kepada masyarakat yang dulunya sebagai penambang mas,. Dampak secara ekonomi yaitu pendapatan dari budidaya ikan dapat diandalkan sebagai sumber kehidupan keluarga, dampak sosial meningkatkan pengetahuan masyarakat serta terbentuknya kelembagaan pembudidaya sebagai wadah peningkatan kapasitas pengetahuan mereka. Dari informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan bagi program-program pemberdayaan masyarakat di lokasi.

ANALISIS MARGIN DAN EFISIENSI PEMASARAN RUMPUT LAUT: STUDI KASUS DI SENTRA KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN SUMBAWA

Hikmah, Ellen Suryanegara dan Sri Handayani

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran bentuk saluran pemasaran, jumlah margin dan keuntungan, serta efisiensi pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran. Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara, di mana populasi dalam penelitian ini adalah petani rumput laut daerah pesisir, pengumpul rumput laut, eksportir maupun industri pengolahan rumput laut yang ada di daerah Kabupaten Sumbawa. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan menentukan sampel pembudidaya rumput laut secara simple random sampling, dan sampel pedagang ditentukan secara purposive, yaitu dengan memilih pedagang yang menyalurkan rumput laut dari desa-desa yang ada di sentra kawasan minapolitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola distribusi atau penyaluran rumput laut di sentra kawasan minapolitan Kabupaten Sumbawa terbagi menjadi tiga macam saluran pemasaran, yaitu pertama dari pembudidaya ke pedagang pengumpul kecil di desa, kemudian ke pedagang besar (Cabang eksportir) di wilayah Kab.Sumbawa, selanjutnya dikirim ke eksportir di Surabaya, dan terakhir ke pabrik mancanegara. Kedua, dari pembudidaya ke pedagang pengumpul kecil di desa, kemudian ke pengepul besar di luar kabupaten (Lombok), selanjutnya ke eksportir di Surabaya, dan terakhir ke pabrik mancanegara. Ketiga, dari pembudidaya ke industri pengolahan rumput laut yang ada di Kabupaten Sumbawa, selanjutnya hasil olahan dipasarkan ke agen-agen lokal maupun luar kabupaten. Dari hasil analisis terlihat bahwa margin pada saluran pemasaran ketiga menunjukkan keuntungan yang paling besar. Dari tiga saluran pemasaran tersebut, efisiensi terjadi pada rantai nilai ketiga, dimana pada saluran ini dengan rantai yang relatif lebih pendek namun dapat menghasilkan laba/ pertambahan nilai yang lebih besar dibanding dengan saluran pemasaran pertama dan kedua. Kata kunci: margin, efisiensi, pemasaran rumput laut

KAJIAN PEMASARAN IKAN LELE (Clarias Sp.) DALAM MENDUKUNG INDUSTRIALISASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH)

Riesti Triyanti dan Nensyana Shafitri

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Kebijakan industrialisasi merupakan strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan nilai tambah (value added) pelaku usaha perikanan dan akan meletakkan pelaku usaha perikanan sebagai subjek, bukan suatu objek. Dalam industrialisasi perikanan, keterkaitan antara hulu tidak berjalan baik jika tidak ada daya tarik dari industri hilir, yaitu pengolahan dan pemasaran. Penelitian bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran ikan lele di Kabupaten Boyolali, besarnya biaya, keuntungan, margin pemasaran serta efisiensinya. Metode dasar yang digunakan adalah deskriptif analitis dan purposive sampling dengan Kecamatan Banyudono dan Teras dipilih sebagai daerah penelitian. Sampel pembudidaya diambil dengan metode sample random sampling, sedangkan sampel pedagang diambil secara snowball sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diambil pada bulan April 2012 dengan teknik wawancara, pencatatan dan observasi. Analisis data menggunakan cost margin analysis. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada empat pola saluran pemasaran ikan lele yaitu, saluran I: pembudidaya pedagang pengumpul kabupaten pedagang pengecer kabupaten konsumen akhir, saluran II: pembudidaya pedagang pengumpul luar kabupaten pedagang pengecer luar kabupaten konsumen luar kabupaten, saluran III: pembudidaya pedagang pengecer kabupaten konsumen akhir kabupaten, dan saluran IV: pembudidaya pengolah hasil perikanan konsumen akhir kabupaten dan luar kabupaten. Pada saluran I total biaya pemasaran adalah Rp. 10.360, keuntungan Rp. 3.432 dan margin pemasaran Rp. 1.007 per kg, saluran pemasaran II total biaya pemasaran Rp. 9.985, keuntungan Rp. 2.407 dan margin pemasaran Rp. 1.557 per kg, saluran pemasaran III total biaya pemasaran Rp. 9.977, keuntungan Rp. 2.515 dan margin pemasaran Rp. 2.757 per kg, dan saluran pemasaran IV total biaya pemasaran Rp. 83.775, keuntungan Rp. 35.967 dan margin pemasaran Rp. 2.757 per kg. Keempat saluran pemasaran sudah efisien dengan nilai farmer’s share 90,62 % untuk saluran I, 85,51 % untuk saluran II, 74,34% untuk saluran III, dan 74,34% untuk saluran IV.

Kata kunci : biaya, margin, keuntungan, efisiensi pemasaran, lele, farmer’s share

PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN DODOL RUMPUT LAUT DI SKALA UMKM: STUDI KASUS DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

Ellen Suryanegara, Hikmah Dan Riesti Triyanti

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Komoditas rumput laut ditetapkan sebagai salah satu dari 7 komoditas unggulan perikanan budidaya yang memiliki peluang cukup baik dalam pasar lokal maupun ekspor. Sumbawa sebagai Kabupaten Percontohan Minapolitan Rumput Laut mampu memproduksi rumput laut sebesar 88.796 ton pada tahun 2011. Kontribusi bahan baku rumput laut Indonesia, khususnya dari Kabupaten Sumbawa sudah diakui masyarakat internasional, namun masih perlu dilakukan peningkatan produksi dan kualitas untuk industri pengolahan rumput laut di dalam negeri. Karena merupakan salah satu industri yang strategis dan prospektif untuk dikembangkan karena adanya ketersediaan bahan baku yang memadai dan kontinyu. Oleh karena itu kajian ini ingin menggambarkan peluang pengembangan industri pengolahan dodol rumput laut di Kabupaten Sumbawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang bersumber dari data sekunder dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa pelaku usaha dalam industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Sumbawa. Hasil kajian menggambarkan industri pengolahan rumput laut yang berkembang di Kabupaten Sumbawa sebagian besar masih berskala rumah tangga dan skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan produksi rata-rata per tahu 2.640 kg. Wilayah pemasaran masih sekitar Nusa Tenggara Barat dan beberapa kabupaten di Jawa Timur. Berdasarkan analisis usaha diperoleh keuntungan industri pengolahan dodol rumput laut sebesar lebih dari 70 juta rupiah per tahun dengan R/C rasio sebesar 2,10, sehingga dapat dikatakan industri pengolahan dodol rumput ini layak untuk diusahakan dan memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan di Kabupaten Sumbawa. Kata kunci: industri pengolahan, usaha kecil menengah, rumput laut

IDENTIFIKASI KINERJA PAKET KEGIATAN DAN DAMPAK PROGRAM MINAPOLITAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA, PERTUMBUHAN EKONOMI

WILAYAH DAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN BOYOLALI

Nensyana Shafitri, Sastrawidjaja dan Riesti Triyanti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Boyolali merupakan kabupaten yang mengembangkan konsep minapolitan sebagai salah satu pendekatan dalam memacu pembangunan dan pengembangan wilayah dengan komoditas unggulan adalah komoditas lele. Sejak ditetapkannya sebagai kawasan minapolitan berbagai upaya dilakukan seperti penyusunan masterplan, penetapan sentra minapolis dan kawasan penyangga, pembentukan kelompok kerja serta pembangunan infrastruktur. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja paket kegiatan dan dampak program minapolitan terhadap pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012. Menggunakan pendekatan desk study serta analisa data secara deskriptif kualitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengembangan kawasan minapolitan didukung oleh paket kegiatan melalui SKPD baik pusat maupun daerah dalam bentuk program pemberdayaan dan pengembangan sarana dan prasarana pendukung perikanan. Berdasarkan analisis terhadap kinerja produksi lele mengalami tren peningkatan dari tahun 2007-2011. Hal berdampak terhadap tingkat pendapatan rumah tangga pembudidaya, pertumbuhan ekonomi wilayah dan pengembangan kawasan. Upaya guna meningkatakn kinerja yang telah ada yaitu dengan peningkatan fungsi kelembagaan di tingkat stakeholder seperti pembenihan, pembudidaya dan pengolahan dan penyediaan informasi pasar dan harga melalui pengembangan koperasi. Kata kunci : kinerja paket kegiatan, dampak, minapolitan, pengembangan kawasan

NERACA EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN PANTAI UTARA JAWA

Zuzy Anna dan Akhmad Fauzi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Bandung

Email : [email protected]

Industri perikanan tangkap yang optimal dan berkelanjutan hanya dapat dicapai dengan perencanaan yang tepat melalui penerapan instrumen pengelolaan yang tepat pula. Neraca Ekonomi Sumber daya ikan (NESI) adalah salah satu instrumen perencanaan yang selayaknya digunakan sebagai basis pengelolaan sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 32 tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. NESI dapat menjadi acuan utama dari Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP). Secara umum NESI memberikan pemahaman bagi pengambil kebijakan mengenai bagaimana aliran stok sumber daya ikan dan kaitannya dengan perubahan dinamika alamiah dan juga kegiatan ekonomi perikanan tangkap. Paper ini akan membahas mengenai NESI untuk perikanan tangkap di Pantai Utara jawa, pada perikanan pelagik, demersal dan udang. Metode yang digunakan adalah analisis bioekonomi standard dan estimasi parameter dengan CYP dan Fox, serta perhitungan neraca dengan metode System of National Account dari FAO (2004) yang disesuaikan dengan kondisi data yang ada. Hasil analisis meliputi pengukuran neraca aset standing stok (physical asset account) ikan ekonomis penting beserta perubahannya, pengukuran sumber daya ikan yang dapat dimanfaatkan (fishable biomass) deplesi dan neraca moneter. Paper juga akan memberikan solusi rekomendasi kebijakan bagi pengelolaan perikanan di wilayah kajian. Kata kunci: Neraca Ekonomi Sumber daya Ikan, model bio-ekonomi, Rencana Pengelolaan

Perikanan.

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS BERKELANJUTAN DI PERAIRAN TELUK TOMINI

Syahrul

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia

Penelitian mengenai Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelagis Berkelanjutan di Perairan Teluk Tomini dilakukan pada 9 (sembilan) kabupaten/kota pesisir yang berada di Teluk Tomini. Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini; (2) menyusun langkah-langkah strategi pengembangan dan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini; (3) menganalisis status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini; (4) mengkaji aspek hukum dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini secara terpadu. Metode penelitian meliputi : (1) pengkajian stok dengan menggunakan model produksi surplus dari Schaefer dan Fox; (2) analisis SWOT untuk menyusun langkah-langkah strategi pengembangan sumberdaya perikanan; (3) analisis keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis dengan menggunakan metode Raps-Tomini; (4) kajian aspek hukum pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis berdasarkan peraturan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara akumulasi tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini masih under fishing dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis di tiap perairan kabupaten/kota bervariasi ada yang masih under fishing dan ada yang sudah over fishing. Alternatif utama strategi pengembangan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini adalah meningkatkan jumlah produksi perikanan dan memperluas pemasaran produk perikanan. Analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa dimensi etika, hukum dan regulasi kurang mendukung keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini sehingga perlu mendapat perhatian pemerintah. Kajian aspek hukum menunjukkan bahwa kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Teluk Tomini secara terpadu belum dilakukan oleh suatu institusi dengan payung hukum yang jelas. Kata kunci : Teluk Tomini, pelagis, model Schaefer, model Fox, SWOT, Raps-Tomini

.

EFEKTIFITAS PAKET KEGIATAN PENGEMBANGAN MINAPOLITAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN MASYARAKAT NELAYAN

Muhadjir dan Zahri Nasution

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email: [email protected]

Perikanan tangkap perairan umum daratan merupakan salah satu potensi pengembangan industrialisasi perikanan yang menghendaki keterkaitan antara industri hulu (atau di kalangan produksi bahan baku) terhadap industri di hilir (terutama pengolahan dan pemasaran). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektifitas paket kegiatan pengembangan minapolitan dalam kaitannya dengan peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat nelayan pada kawasan perairan umum daratan. Model yang digunakan dalam penelitian adalah model Input – Proses – Output – Dampak (IPOD). Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan studi kasus dengan sumber data sekunder dan informan tertentu. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan Mei 2012 di wilayah Kab. Og=an Ilir, Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi perikanan tangkap di Kab. Ogan Ilir selama periode tahun 2005 – 2011 relatif stabil dan sampai tahun 2010 masih memberikan kontribusi pada kisaran 70% dari total produksi. Namun demikian jika dikaitkan dengan pengembangan minapolitan, maka belum ada dampak kegiatan minapolitan terhadap peningkatan produksi dan pendapatan nelayan di wilayah ini. Bahkan minapolitan yang ada arahnya ke peningkatan produksi perikanan budidaya, yang memiliki kecenderungan jangka panjang dapat menurunkan tingkat produksi ikan hasil tangkapan di perairan umum sebagai akibat terganggunya kuantitas dan kualitas perairan secara ekologis di perairan umum wilayah pedesaan Sungai Kelekar di Desa Burai. Sementara, masyarakat perikanan di Desa Burai adalah nelayan tangkap di perairan umum yang sudah sejak lama terbiasa mendapatkan uang tiap hari dengan melakukan usaha penangkapan 2-4 jam sehari. Untuk itu, sehingga perlu rekayasa sosial agar mereka mau menekuni usaha perikanan budidaya yang akan dikembangkan pada kawasan minapolis.

Kata kunci: efektifitas kegiatan, pengembangan minapolitan, perikanan budidaya,

peningkatan produksi, pendapatan nelayan

ASPEK SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PEMBUDIDAYAAN DAN PENANGANAN MUTIARA: STRATEGI PENGEMBANGANNYA KE DEPAN

Tajerin

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email: [email protected]

Mutiara merupakan salah satu produk sektor kelautan yang bernilai ekonomis tinggi. Pengembangann industri pembudidayaan dan penanganan mutiara memerlukan pertimbangan aspek sosial ekonomi yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Aspek sosial ekonomi dan damapak lingkungan dari industri pembudidayaan dan penanganan mutiara di Indonesia; dan mendapatkan strategi pengembangan industri tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek sosial ekonomi industri pembudidayaan mutiara memiliki banyak dimensi dan spektrum yang luas dalam kemanfaatannya teruatama dalam kaitannya dengan pengembangan industri terseebut ke depan. Strategi pengembangan industri pembudidayaan dan penanganan mutiara di Indonesia adalah: (1) Memperbaiki sistem kelembagaan pemasaran mutiara di Indonesia; (2) Menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif; (3) Meningkiatan kegiatan penelitian dan pengembangan mutiara di Indonesia; (4) Meningkatan program pelatihan bagi para tenaga kerja yang bergerak dalam budidaya dan penanganan mutiara di Indonesia; dan (5) Menguatkan hubungan dengan asosiasi industri mutiara di dunia (internasional). Untuk itu sebaiknya para pembuat kebijakan terkait hendaknya dapat mengarahkan strategi tersebut kepada konsep “Pembangunan Berpusat pada Rakyat” (People Centred Development) dengan memperhatikan strategi pengembangan industri pembudidayaan dan penangana mutiara di atas serta melakukan pendampingan agar pengembangan tersebut dapat memiliki peluang keberhasilan yang besar dalam tahapan implementasi karena memiliki kepekaan terhadap perubahan sosial dan proses budaya masyarakat; dan perubahan atau dinamika ekonomi yang ada terutama berkaitan dengan semakin terbukanya pasar, tuntutan peningkatan efisiensi dan produktivitas atau berdaya saing dan berkelanjutan. Kata kunci: aspek sosial ekonomi, teoritis sintesis, industri mutiara, strategi, SWOT

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM MINAPOLITAN BERBASIS USAHA PEGARAMAN DI KABUPATEN PAMEKASAN (JAWA-TIMUR)

Mei Dwi Erlina dan Sapto Adi Pranowo

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Program Minapolitan menjadi prioritas dalam mengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan khususnya melalui pengembangan usaha pegaraman. Minapolitan merupakan manajemen ekonomi kawasan berbasis komoditas perikanan unggulan dengan fokus pelaksanaannya di daerah. Setiap kawasan terdiri dari sentra-sentra produksi terintegrasi dari hulu ke hilir. Efektifitas yang dimaksud meliput :1) Program minapolitan berbasis usaha pegaraman yang telah dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan memang diperlukan ? 2) Program minapolitan berbasis usaha pegaraman tersebut efektif ?(sebagai salah satu indikatornya adalah peningkatan produksi garam dan pendapatan petambak garam). Tujuan penelitian ini adalah 1) mendapatkan gambaran secara lengkap terkait dengan pelaksanaan program minapolitan berbasis usaha pegaraman, 2) mengkaji sejauhmana tingkat keberhasilan dari program minapolitan berbasis usaha pegaraman dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2012, lokasi penelitian adalah di Kabupaten Pamekasan. Hasil penelitian menjabarkan bahwa program minapolitan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan sangat diperlukan untuk mengembangkan kawasan ekonomi usaha pegaraman terintegrasi dari hulu ke hilir mengacu kepada 5 (lima) aspek generik (aspek infrastruktur, aspek kelembagaan, aspek masyarakat dan bisnis, aspek sumberdaya dan tata ruang, aspek kebijakan dan tata kelola pemerintah), Selanjutnya pelaksanaan program minapolitan belum dapat meningkatkan produktivitas garam (produksi/luas lahan), akan tetapi sudah dapat meningkatkan nilai produksi per petambak garam dikarenakan adanya peningkatan harga garam ditingkat petambak garam. Kata kunci : efektifitas, program minapolitan, usaha pegaraman

Dampak, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

PEREMPUAN SEBAGAI AGENT PERUBAHAN DALAM MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM DI PESISIR SULAWESI SELATAN INDONESIA

Mardiana E.Fachry dan Amalia Pertamasari

Fakultas Ilmu kelautan dan perikanan University Hasanuddin Makassar Tulisan ini menjelaskan peran perempuan pesisir dalam mengantisipasi perubahan iklim, untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat dipulau-pulau Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian adalah (a),,Mengetahui peran-peran perempuan pesisir yang berpotensi untuk mengantisipasi perubahan iklim yang dapat menggangu keseimbangan kehidupan masyarakat pesisir (b). Menemukan bentuk /model peran perempuan sebagai agent perubahan dalam mengantisipasi perubahan iklim. Peneltian dilakukan di Sulawesi Selatan dengan mengambil sampel perempuan pesisir di beberapa Pulau.. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, FGD dan indepth interview pada kelompok perempuan dan masyarakat . Metode analisis secara kualitatif dengan menggunakan Dimensi Women Framework (DWF) yang dimodifikasi dari DGF. ; Ada 4 dimensi yang akan mengungkapkan peran perempuan sebagai agen perubahan yaitu (1). dimensi praktis dan practices (2). Dimensi akses dan asset (3) Dimensi Keyakinan dan persepsi dan (4) Dimensi Hukum, Hak –hak hukum dan institusi. Hasil penelitian menggambarkan bahwa dimensi praktis dan practices dan dimensi akses dan asset memiliki potensi sangat besar mendukung perempuan sebagai agen perubahan dalam mengantisipasi perubahan iklim. Namun pada dimensi keyakinan dan persepsi serta dimensi Hukum, hak-hak hukum dan institusi., kurang memberi atau merespon perempuan,.Diperlukan Model penguatan kelompok perempuan dengan mengintegrasikan 2 dimensi DWF yang lemah.sebagai strategi menghadapi perubahan iklim untuk keberllanjutan kehidupan masyarakat pesisir . Kata kunci ; perempuan pesisir, agent perubahan iklim , dimensi Women Frame Work.

PERSEPSI DAN RESPON MASYARAKAT PERIKANAN TERHADAP GEJALA PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA

Siti Hajar Suryawati

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tujuan penelitian ini adalah (i) mengidentifikasi persepsi masyarakat perikanan di Wakatobi terhadap gejala peubahan iklim; (ii) mengkaji respon adaptasi terhadap perubahan yang terjadi; dan (iii) memformulasikan rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Penelitian dilakukan di Kabupaten Wakatobi pada Tahun 2011 - 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus didukung oleh data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim bervariasi antar lokasi (ii) sebagian persepsi tersebut sebagian sejalan kondisi kondisi objektif yang ada sedang sebagian lainnya terkait dengan kemampuan masyarakat merespon perubahan tersebut, (iii) respon masyarakat yang dapat mempengaruhi persepsi adalah praktek-praktek penyesuaian terhadap cuaca yang telah mentradisi, misalnya pemindahan lokasi penangkapan mengikuti pergeseran musim; dan (iv) rekomendasi yang dapat dirumuskan berdasar hasil penelitian ini adalah peningkatan kapasitas adaptasi masyarakat berdasarkan atas bentuk-bentuk praktek di kalangan masyarakat lain yang telah terbukti dapat memperkecil dampak perubahan iklim. Kata kunci: persepsi, respon, kapasitas adaptasi, iklim, perubahan iklim, Wakatobi

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP LIVELIHOOD MASYARAKAT PULAU MIANGAS

Rosita Dewi, Yuly Astuti, Athiqah Nur Alami, Sandy Nur Ikfal Raharjo Pusat Penelitian Politik dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

Miangas, pulau kecil di perbatasan laut Indonesia-Filipina, dapat dikategorikan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pemanasan global merupakan dampak pertama yang bisa dirasakan dari perubahan iklim. Kondisi ini berakibat pada meningkatnya suhu air laut, meningkatnya permukaan air laut, dan meningkatnya intensitas gelombang pasang/tsunami. Dampak turunannya diantaranya terjadinya abrasi dan kerusakan pada terumbu karang, sehingga menurunkan kemampuan reproduksi ikan yang berakibat pada berkurangnya jumlah ikan. Bagi masyarakat Pulau Miangas yang sebagian besar bermata pencahariaan sebagai nelayan, berbagai dampak perubahan iklim tersebut mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini akan mengkaji dampak perubahan iklim terhadap keberlangsungan hidup (livelihood) masyarakat perbatasan laut di Pulau Miangas. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat di Pulau Miangas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi abrasi di Pantai Merra, sehingga wilayah pulau berkurang. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus maka dapat berpotensi terjadinya perubahan garis batas negara dan hilangnya pulau. Selain itu, dampak perubahan iklim telah menimbulkan cuaca ekstrim yang mempengaruhi musim melaut. Nelayan Pulau Miangas biasanya melaut pada bulan Maret-Juli, tetapi saat ini musim tersebut tidak selalu tepat dan tidak dapat diprediksi. Berbagai kondisi di atas pada akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap siklus pengelolaan sumber daya ikan, mulai dari melaut, mengolah hingga menjual hasil tangkapan. Padahal dalam konteks Pulau Miangas sebagai daerah perbatasan, kesejahteraan masyarakat khususnya yang bersumber dari sektor perikanan, menjadi penting tidak hanya dalam aspek sosial ekonomi tetapi juga pertahanan keamanan dan kedaulatan negara. Kata kunci : Pulau Miangas, perubahan iklim, abrasi, terumbu karang, pengelolaan sumber

daya ikan, kesejahteraan masyarakat.

GEJALA PERUBAHAN IKLIM, DAMPAK DAN STRATEGI ADAPTASINYA PADA WILAYAH DAN KOMUNITAS NELAYAN DI KECAMATAN BLUTO, KABUPATEN SUMENEP,

PROVINSI JAWA TIMUR

Ratna Indrawasih Pusat Penelitian Masyarakat dan Kebudayaan LIPI

Telah terjadinya gejala perubahan iklim tampaknya tidak bisa kita pungkiri lagi. Hasil penelitian dibeberapa daerah khususnya di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat yang telah kami lakukan di beberapa wilayah pesisir membuktikan adanya gejala tersebut. Telah banyak studi terkait perubahan iklim, terutama kajian terhadap respon dari alam terhadap perubahan iklim, namun kajian terhadap dampak sosial ekonomi dan bagaimana kapasitas adaptasi masyarakat pesisir di Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim ini relatif masih belum berkembang. Makalah ini akan membahas hasil penelitian di Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Tujuan penelitian adalah untuk 1) Memahami pandangan masyarakat tentang kondisi alam yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan pesisir baik lingkungan sekitar permukiman maupun lingkungan tempat kegiatan mencari nafkah; 2) Mengetahui pandangan masyarakat tentang pengaruh perubahan lingkungan pesisir terhadap kegiatan ekonominya; dan 3) Mengidentifikasi cara adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan pesisir yang berdampak pada kondisi sosial ekonomi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan bantuan pedoman wawancara. Pemilihan informan dilakukan secara purposif dan selanjutnya dilakukan langkah snowball.

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA LAHAN TAMBAK GARAM DI PULAU JAWA

Tikkyrino Kurniawan dan Fresty Yulia Arthatiani

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email: [email protected]

Program pugar telah dilaksanakan di 40 lokasi tambak garam, hasilnya sudah memuaskan. Namun produksi garam sendiri masih sangat bergantung kepada cuaca. Perubahaan cuaca mempengaruhi perubahan sistem produksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan iklim mempengaruhi waktu produksi terkait dengan bantuan PUGAR di beberapa lokasi penelitian, khususnya di pulau Jawa. Waktu untuk kegiatan penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2012 dan didukung data penelitian tahun 2011. Lokasi kegiatan 2012 bertempat di Kabupaten Cirebon, Indramayu, Sampang, dan Pamekasan dan data kegiatan 2011 bertempat di Pati, Rembang, dan Sumenep. Dibeberapa lokasi penelitian terdapat waktu pancaroba yang cukup panjang yang tidak dapat digunakan untuk memproduksi garam. Pada waktu ini petambak garam tidak dapat melakukan produksi sama sekali. BMKG sudah mengeluarkan bulan mulai dan akhir dari produksi tersebut, sebaiknya dana PUGAR diturunkan pada bulan-bulan tersebut atau sebelumnya. Bantuan PUGAR di sebagian kota diturnkan setelah masa produksi hamper berakhir, hal ini dapat menyebabkan kurang efektifnya bantuan untuk produksi garam di sentra-sentra produksi tersebut. Selain verifikasi dilapangan, sebaiknya KP3K juga melihat prediksi waktu musim kemarau dari BMKG untuk memprediksi waktu produksi garam di sentra-sentra garam. Dengan prediksi tersebut, KP3K dapat mengatur waktu penurunan dana. Kata kunci: perubahan iklim, garam, PUGAR

DAMPAK KENAIKAN MUKA AIR LAUT: KAJIAN NILAI PRODUKSI LAHAN DAN ADAPATASI MASYARAKAT DI PESISIR PROBOLINGGO-JAWA BARAT

Indarto Happy Supriyadi Dan Dedy Adhuri

Pusat Penelitian Oseanografi-Lipi Email: [email protected]

Fenomena Perubahan Iklim Merupakan Issue Yang Mengemuka Seiring Dengan Terjadinya Persoalan Pemanasan Global. Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim (Kenaikan Muka Air Laut) Akan Berdampak Secara Langsung Dan Tidak Langsung Pada Produksi Sumberdaya Lahan, Kerentanannya Dan Pola Adaptasi Masyarakat Di Wilayah Pesisir. Sebagian Besar Hasil Ekonomi Lahan Produktif Secara Langsung Terancam Dampak Dari Kenaikan Muka Air Laut. Penelitian Ini Bertujuan Mengkaji Nilai Produksi Lahan Dan Menghitung Total Nilai Kerugiannya Jika Terjadi Kenaikan Muka Air Laut. Interpretasi Data Citra Satelit Landsat Dan Program Sistem Informasi Geografi (Sig) Digunakan Untuk Memetakan Perubahan Penggunaan Lahan Pesisir. Penggumpulan Data Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir Dilakukan Dengan Wawancara. Hasil Penelitian Menunjukan Bahwa Prediksi Total Nilai Kerugian Pada Berbagai Penggunaan Lahan Antara Lain Lahan Tambak Garam (Rp 6,4-Rp 19,5) Juta/Ha, Bandeng (Rp 3,5-Rp5,4) Juta/Ha, Pembesaran Kepiting (Rp 15,1 Juta/Ha) Dan Total Kerugian Lahan Yang Hilang Karena Abrasi Rp 13,9 Milyar. Desa-Desa Pantai Yang Terkena Dampak Genangan Air Laut Dan Pola Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi Perubahan Iklim Akan Dibahas Dalam Paper Ini.

Kata kunci: penggenangan, penggunaan lahan, nilai ekonomi, citra satelit, kenaikan

muka air laut, adaptasi

TINGKAT RESILIENSI MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN SIKKA

Rizki Aprilian Wijaya dan Ary Wahyono

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email: [email protected]

Fenomena perubahan iklim yang terjadi menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi pelaku usaha perikanan, khususnya masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan di Kabupaten Sikka merasakan bahwa perubahan pada pola musim, kemarau yang panjang dan curah hujan yang tidak normal mengancam aktivitas usaha penangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resiliensi masyarakat nelayan terhadap perubahan iklim. Tingkat resiliensi dilihat berdasarkan empat aspek yaitu belajar untuk hidup dengan perubahan dan ketidakpastian, memelihara keragaman untuk ketahanan, menggabungkan berbagai jenis pengetahuan untuk belajar, menciptakan kesempatan bagi diri – organisasi sosial – ekologi terhadap keberlanjutan. Data yang dipergunakan merupakan data primer yang dikumpulkan dari 344 responden di lima desa pada Kabupaten Sikka yang dipilih secara purposive. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif analisis yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat resiliensi masyarakat nelayan di Kabupaten Sikka berada pada kondisi cukup resilien. Nilai resiliensi yang paling tinggi adalah penciptaan kesempatan bagi organisasi dan yang paling rendah adalah pembelajaran dalam perubahan dan ketidakpastian. Kata kunci: resiliensi, nelayan, Kabupaten Sikka, perubahan iklim

KERENTANAN PETANI TAMBAK GARAM AKIBAT PERUBAHAN MUSIM HUJAN DI DESA RANDUTATAH, KABUPATEN PROBOLINGGO

Ary Wahyono

Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) - LIPI

Usaha tambak udang merupakan matapencaharian yang diandalkan penduduk di kawasan Pesisir Probolinggo, JawaTimur. Resiko kegagalan hasil tambak relatif kecil jika dibandingkan dengan tambak udang atau tambak bandeng. Tambak udang dan bandeng memerlukan modal perawatan yang intensif dan rumit. Usaha tambak garam tidak mengenal hama penyakit atau kematian bibit, dan sebagainya. Namun demikian, usaha tambak garam saat sekarang ini menghadapi ketidakpastian sejak adanya perubahan musim hujan yang tidak menentu. Ketika musim hujan dan kemarau masih bisa ditentukan, petani tambak bisa menentukan sumber-sumber matapencaharian. Usaha tambak garam adalah kegiatan matapencaharian yang dilakukan pada musim kemarau. Pada musim hujan, petani garam mencari kehidupan dari sumber penghasilan di sektor pertanian seperti buruh tani atau buruh nelayan Slerek. Permasalahannya adalah dengan adanya perubahan musim hujan yang tidak menentu, petambak garam kesulitan menentukaan kapan mulai musim kemarau atau pada saat akan dimulainya kegiatan usaha taambak mengakibatkan kerugian karena petahapan kegiatan usaha tambak menjadi kacau, artinya petambak harus memulai ke tahap awal. Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana kerentanan petambak garam menghadapi perubahan musim hujan dan dampaknya terhadap pola hubungan kerja antara majikan/pemilik lahan dengan buruh/petambak-penggarap melakukan adaptasi atau penyesuaian dari dampak perubahan musim hujan atau kerugian yang ditimbulkan dari perubahan musim hujan, dan bagaimana distribusi risiko kerugian.

RELEVANSI KONTEKS MAKRO, MESO DAN MIKRO DALAM KEBIJAKAN PENGUATAN RESILIENSI MASYARAKAT PERIKANAN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM

Agus Heri Purnomo

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Resiliensi masyarakat merupakan aspek krusial untuk meredam dampak perubahan iklim karena keterbatasan kapasitas yang dihadapi pemerintah untuk melaksanakan program-program terkait, sehingga menuntut adanya upaya-upaya mandiri dari masyarakat. Dengan mendasarkan pada berbagai sampel kasus pada masyarakat perikanan yang terkategorikan rentan dampak perubahan iklim, yaitu Jakarta, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan di atas. Penelitian ini dilakukan pada Tahun 2011 menggunakan pendekatan survey, dimana data-data diperoleh melalui diskusi kelompok fokus dan wawancara mendalam dengan narasumber yang ditentukan secara purposif. Topik data utama mencakup upaya-upaya adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat, kebijakan dan program di tingkat lokal (mikro), program dan kebijakan di tingkat kabupataen/propinsi (meso) dan program dan kebijakan di tingkat nasional (makro). Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (i) masyarakat telah melaksanakan berbagai upaya adaptasi untuk melakukan adaptasi, (ii) proses adaptasi tersebut sering terkendala oleh lemahnya sejumlah faktor resiliensi masyarakat, yang untuk peningkatannya memerlukan intervensi penyelenggara pemerintahan baik di tingkat lokal, regional maupun nasional, (iii) jenis-jenis intervensi tersebut dapat dikelompokkan kedalam aspek fisik (termasuk teknologi dan sarana-prasarana) dan aspek non fisik (termasuk ketrampilan masyarakat), (iv) berbagai bentuk intervensi telah ada, tetapi pada umumnya efektivitasnya rendah, terutama karena ketidaksesuaian dengan permasalahan lokal dan ketidakharmonisan di antara bentuk-bentuk intervensi tersebut. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya perlunya pemetaan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat perikanan di berbagai lokasi, yang dikelompokkan menurut tipologinya, dengan tujuan untuk mngembangkan kebijakan mikro, meso, maupun makro yang lebih efektif. Kata kunci: resiliensi, adaptasi, masyarakat perikanan, perubahan iklim, kebijakan mikro

meso dan makro

DAMPAK INTRUSI AIR LAUT TERHADAP TINGKAT PERMINTAAN DAN KUALITAS AIR TAWAR DI MASYARAKAT PESISIR

Mira

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Penelitian untuk menganalisis permintaan dan kualitas air tawar yang dibutuhkan masyarakat pesisir, dilakukan di Muara Angke dan Cilincing. Metode analisis data menggunakan statistik destkriptif. Penelitian dilatarbelakangi intrusi air laut karena kenaikan muka air sebagai dampak dari pemanasan global. Akibatnya masyarakat pesisir Jakarta Utara hanya menggunakan sumur artesis untuk mencuci dan mandi, karena airnya yang payau dan sadah. Sedangkan kebutuhan air minum dan memasak diperolah dari pedagang air keliling, PAM, dan gerai air isi ulang, dimana bersifat tawar, tidak berbau dan jernih. Dari preferensi produk, responden lebih suka membeli air dari pedagang keliling (60%) ketimbang menggunakan PAM, karena air PAM sering tidak keluar dan mutu airnya terkadang berwarna dan berbau. Selain itu karena sulitnya akses masyarakat terhadap PAM. Di sekitar TPI Cilincing hanya 3 RTP yang berlangganan PAM. RTP yang tidak berlangganan PAM membeli air ke yang berlangganan, yang tentu saja memperpanjang rantai pemasaran yang pada akhirnya meningkatkan harga. Atribut produk terhadap preferensi tersebut adalah akses produk, kualitas, dan harga. Pedagang air keliling mewakili semua atribut tersebut, yaitu mudah akses pembelian dan rutin, harga reasonable, dan kualitas air bisa untuk memasak. Sedangkan air gerai isi ulang memiliki kualitas lebih bagus tapi harga tidak reasonable. Di Muara Angke, ada empat tipe konsumen (dibedakan dari sumber dan kualitas air), yaitu 180 pedagang ikan (1080 jerigen air), 30 warung seafood dari PAM sebesar Rp 100.000 per bulan, kapal ikan (100 jerigen per kapal), Rumah Tangga Perikanan (12 jerigen/RTP/hari). Sedangkan di Cilincing, ada tige tipe konsumen, yaitu 200 pedagang ikan (600 jerigen per hari), 184 jerigen/hari untuk pemilik kapal, 1475 nelayan (10 jerigen per hari/RTP). Diharapkan pemerintah membangun instalasi desalinasi air laut untuk memenuhi kebutuhkan masyarakat pesisir yang biasanya memiliki kesulitan akses terhadap air tawar.

Kata kunci: intrusi air laut, air tawar, PAM, preferensi, atribut produk, kualitas air.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN DAN PERPERSPEKTIF MITIGASI BENCANA : STUDI KASUS PADANG SUMATERA BARAT

Tomi Ramadona, Tridoyo Kusumastanto dan Achmad Fahrudin

Institut Pertanian Bogor Kota Padang terletak di kawasan pesisir pantai barat Sumatera yang berhadapan

langsung dengan Samudera Indonesia. Daerah ini merupakan wilayah dengan karakteristik perikanan yang kompleks, dimana pada satu sisi mempunyai potensi perikanan laut yang potensial dan di sisi lain dihadapkan pada kondisi daerah yang rawan bencana. Kondisi ini menuntut suatu kebijakan yang diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dalam hal pengembangan sumberdaya perikanan baik oleh faktor internal maupun eksternal. Potensi perikanan melahirkan program pengelolaan dan pengembangan, sementara potensi bencana menuntut adanya tindakan mitigasi. Aktivitas pengembangan dan mitigasi ini membutuhkan investasi, sehinggapengambilan kebijakan terkait kondisi ini perlu mempertimbangkan faktor pemerintah dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana. Untuk itu akan digunakan lima alat analisis yaitu; menganalisis kondisi makro perikanan dan kelautan dengan analisis Shift Share, Location Quotient dan Minimum Requirement Approach; mengidentifikasi potensi sumberdaya serta pengelolaan perikanan dengan metode analisis bioekonomi; mengidentifikasi potensi bencana serta prioritas bentuk mitigasi terhadap sumberdaya perikanan dengan analisis deskriptif pemetaan GIS dan teknik AHP melalui diskursus dengan pakar; menganalisis kelayakan investasi bentuk mitigasi dan pengembangan sumberdaya perikanan dengan metode NPV, IRR dan Net B/C; mengidentifikasi bentuk kelembagaan dengan analisis stakeholder; dan penentuan arahan kebijakaan dengan AHP.Dalam tahap analisis kondisi makro, diperoleh gambaran bahwa sub-sektor perikanan memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kota Padang. Berdasarkan analisis bioekonomi, pemanfaatan sumberdaya perikanan di Padang khususnya tuna masih berada di bawah titik optimalnya. pada penelitian ini Diperoleh hasil pengelolaan yang optimal adalah meningkatkan produksi sebesar 5.895,75 ton dan mengurangi effort sebesar 1.477,52 trip. Potensi bencana terbesar di Padang yang berdampak kuat terhadap perikanan ialah gempa bumi, tsunami dan badai. Arahan prioritas bentuk mitigasi ialah (1) Penyediaan GPS, APS, Aplikasi informasi bencana untuk nelayan, (2) Penyediaan sistem peringatan dini dan sistem informasi terpadu, dan (3) Pendirian bangunan pelabuhan dan prasarana perikanan lainnya yang berperspektif mitigasi bencana. Dari hasil analisis kelayakan investasi menunjukkan produktivitas Tuna Longliner masih tinggi yaitu ( 0,7 ton/GT/tahun) begitu juga dan sarana mitigasi berupa GPS dan APS. sehingga pengembangan program/usaha ini masih layak. Stakeholder yang memberi pengaruh dan terkait dalam kebijakan ini ialah pemerintah, pengusaha, nelayan dan masyarakat pesisir. Analisis dengan AHP telah menentukan alternatif kebijakan untuk diterapkan di Kota Padang yaitu mengembangkan sarana dan prasarana wilayah pesisir khususnya terkait perikanan yang berperspektif mitigasi bencana. serta meningkatkan partisipasi stakeholder untuk mencapai Co-management dalam rangka optimasi produktivitas perikanan yang berkelanjutan. Langkah strategis yang ditempuh berupa peningkatan ketahanan pangan masyarakat pesisir khususnya nelayan dengan membangun industri pesisir yang ramah lingkungan dan meningkatkan daya saing lokal serta melakukan kemitraan yang saling menguntungkan sebagai pendamping program perlindungan sosial. Kata kunci: kebijakan, sumberdaya perikanan, bioekonomi, keberlanjutan, mitigasi bencana.

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TAMBAK GARAM DI KABUPATEN PROBOLINGGO

Mochammad Fattah; Pudji Purwanti dan Mulyanto Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

E-mail: [email protected]

Garam merupakan salah satu hasil produksi tambak di Kabupaten Probolinggo. Pada tahun 2011, Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu daerah sasaran Program Pemberdayaan Garam Rakyat (PUGAR). Penelitian ini mengkaji penentuan lokasi pengembangan usaha garam, profil dan potensi usaha garam, kondisi fisika-kimia, budaya masyarakat, serta strategi pengembangan. Metode yang digunakan adalah metode survey. Data sosial-ekonomi dianalisis secara deskriptif, sedangkan data perairan tambak menggunakan analisis fisika-kimia. Hasil pengkajian data sosial-ekonomi dan data fisika-kimia, dilakukan analisis SWOT guna menentukan arah pengembangan usaha tambak garam. Berdasarkan pertimbangan hasil skor penentuan lokasi dengan pendekatan kelembagaan, maka lokasi yang perlu dikembangkan adalah Kecamatan Kraksaan. Kondisi fisika-kimia tambak garam sesuai dengan baku mutu. Masyarakat petambak garam mayoritas adalah suku madura dan mempunyai kebudayaan yang baik. Strategi pengelolaan usaha tambak antara lain : pengembangan prasarana dan sarana produksi, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, dan pengembangan kelembagaan tambak garam. Kata kunci: Strategi, Pengembangan, Usaha, Tambak Garam.

MEKANISME TRANSFER RISIKO DALAM UPAYA ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KAWASAN PESISIR

Arif Budi Rahman

Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan

Kawasan pesisir merupakan daerah dengan tingkat karawanan tinggi akibat perubahan iklim. Tingkat erosi yang tinggi, degradasi lingkungan, kenaikan muka air laut, berkurangnya ketersediaan air bersih, dan meluasnya wabah penyakit seperti demam berdarah, malaria, dan diare perlu segera diantisipasi dalam bentuk strategi dan tindakan adaptasi. Selama beberapa dekade alokasi anggaran untuk penanggulangan bencana lebih menitik beratkan pada reactive approach yakni rekonstruksi paska bencana dimana model pendekatan ini dianggap tidak efisien, tidak tepat sasaran dan tidak mencukupi mengingat intensitas dan frekuensi bencana yang cenderung meningkat. Oleh karena itu, pendekatan proaktif dan mekanisme transfer risiko seperti asuransi bisa berperan penting dalam strategi manajemen risiko bencana dan dianggap lebih efektif dalam merespon kebutuhan liquiditas paska bencana. Makalah ini akan membahas beberapa hal yang perlu dilakukan agar proactive approach tersebut dapat dilakukan untuk menjamin sistem transfer risiko yang sustainable, equitable, dan efisien.

Kata kunci: adaptasi, perubahan iklim, pesisir, asuransi, manajemen risiko

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA STRUKTUR, KINERJA DAN ASET PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT PERIKANAN DI SEGITIGA KARANG

Agus Heri Purnomo

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Penelitian ini bertujuan membangun basis ilmiah untuk perumusan strategi pengembangan ekonomi masyarakat perikanan di wilayah segitiga karang (coral triangle, dalam kaitannya dengan perubahan iklim. Untuk tujuan tersebut, pokok kegiatan dari penelitian ini adalah: (1) kajian dampak perubahan iklim pada struktur ekonomi, kinerja ekonomi dan aset pengembangan ekonomi masyarakat, dan (2) identifikasi kebutuhan intervesi terkait adaptasi dan pengembangan ekonomi di masa yang akan datang. Penelitian ini dilaksaknakan pada bulan Januari-Juni 2012 dengan pendekatan livelihood system analyses, dimana pengembangan ekonomi dimodelkan sebagai tergantung pada lima aset utama: fisik, sosial, alam, finansial dan manusia. Penelitian dilaksanakan di tiga propinsi, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur. Lima kabupaten pada ketiga propinsi tersebut secara purposive dipilih sebagai lokasi-lokasi penelitian, yaitu: Kabupaten Pangkep, Selayar, Wakatobi, Buton, dan Sikka. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik Focus Group Discussion yang dilengkapi dengan verifikasi lapang melalui konsultasi dan survey. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (i) pada struktur ekonomi, tidak terdetiksi perubahan signifikan pada komposisi ragam pencaharian, namun multiusaha mulai berkembang di kalangan masyarakat perikanan, (ii) dampak pada kinerja ekonomi terdeteksi terutama pada produksi dan pendapatan, (iii) Dari kelima aset pembangunan, perubahan terdeteksi pada aset sosial, aset alam dan aset fisik, (iv) Kebutuhan intervensi untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat dalam rangka menghadapi perubahan iklim pada umumnya berfokus pada penguatan aspek teknologi dan ketrampilan untuk melakukan kegiatan usaha pada kondisi cuaca ekstrim dan perbaikan sistem pasar untuk memperkuat daya saing produsen. Kata kunci: dampak perubahan iklim, pengembangan ekonomi, masyarakat, perikanan,

segitiga karang, coral triangle

FAKTOR SOSIAL BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF DI WILAYAH TERUMBU KARANG

Nurlaili

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email : [email protected]

Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor sosial budaya masyarakat dalam pengembangan mata pencaharian alternatif di wilayah terumbu karang.Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (depth interview), pengamatan (observasi) dan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD). Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif eksplanatoris yaitu menggambarkan faktor-faktor sosial budaya dalam masyarakat kemudian menjelaskan peranannya dalam pengembangan mata pencaharian alternatif. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 di wilayah terumbu karang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam masyarakat yang diteliti terdapat faktor-faktor sosial budaya yang mendukung pengembangan mata pencaharian alternatif seperti etos kerja yang tinggi, keterbukaan terhadap inovasi baik dalam bentuk nilai-nilai maupun teknologi, pengetahuan yang luas, keterampilan yang dimiliki serta interaksi dengan pihak luar. Selain itu, terdapat faktor sosial budaya yang menghambat pengembangan mata pencaharian alternatif seperti etos kerja yang rendah, pola hidup yang konsumtif, serta pengetahuan dan keterampilan yang rendah. Kata kunci: faktor sosial budaya, mata pencaharian alternatif, terumbu karang

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP PERUBAHAN SEKTOR PERIKANAN DI INDONESIA

Fajar Sidik, Devi Nila K Mayalibit

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Email : [email protected]

Dunia diramaikan dengan isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya efek gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metan (CH4), dinitroksida (N2O) dan chloroflurocarbon (CFC) yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global akibat efek rumah kaca mengakibatkan terjadinya ekspansi thermal di laut terutama lapisan permukaan yang mengakibatkan melelehnya es di kutub sehingga terjadi peningkatan volume lautan serta menaikkan permukaan. Hasil riset dalam IPCC AR4 menyatakan ekspansi thermal berkontribusi sekitar 70% terhadap kenaikan permukaan laut secara global. Dampak perubahan iklim yang mendasar terjadi pada 2 sektor (Setiawan 2010) yaitu : 1. Sosial Ekonomi yang berdampak pada gangguan pada ekosistem pesisir, gangguan pada sarana dan fasilitas umum, gangguan pada permukiman di daerah pesisir, meningkatnya wabah penyakit. 2. Biogeofisika yang berdampak pada mencairnya es di kutub, kenaikan suhu suhu permukaan laut, meningkatnya keasaman air laut, meningkatnya badai trofis dan cuaca ekstrim, bergesernya musim dan meningkatnya curah hujan sehingga probabilitas terjadinya banjir, dan menurunnya kesuburan perairan. Hal ini menjadi faktor pembatas eksplorasi sumberdaya perikanan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi literatur dari berbagai sumber penelitian yang pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui sumber, dampak dan pengelolaan sumberdaya hayati perairan Indonesia akibat terjadinya pemanasan global, sehingga menjadi tolak ukur pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable resources) bagi pemerintah, lembaga, dan industri di Indonesia. Kata kunci : pemanasan global, perikanan, kelautan, sosial ekonomi, pesisir

PEMAHAMAN NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN UPAYA ADAPTASI : STUDI DI JAKARTA UTARA DAN INDRAMAYU

Ali Yansyah Abdurrahim

Bidang Ekologi Manusia, Pusat Penelitian Kependudukan, LIPI Email : [email protected]

Pemanasan global telah menyebabkan terjadinya perubahan iklim di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Kenelayanan merupakan salah satu sektor yang paling terkena dampak perubahan iklim. Kondisi cuaca, arus, angin, gelombang, dan pola musim menjadi sangat tidak menentu dan tidak bisa lagi diramalkanoleh nelayan. Hal ini berdampak pada keselamatan diri nelayan dan berkurangnya kesempatan melaut yang berujung pada berkurangnya pendapatan nelayan. Tulisan ini bertujuan mengkaji pemahaman nelayan terhadap perubahan iklim, dampak perubahan iklim yang dirasakan serta upaya adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim. Data yang digunakan untuk mendeskripsikan tulisan ini diperoleh dari hasil survey, FGD, wawancara, dan observasi langsung pada komunitas nelayan Jakarta Utara dan Indramayu yang dilakukan tim LIPI dan ICCTF-BMKG pada tahun 2010, di mana penulis menjadi bagian dari tim. Tulisan ini menyimpulkan bahwa secara umum pemahaman nelayan Jakarta Utara lebih tinggi dibandingkan nelayan di Indramayu. Kemudian untuk dampak yang dirasakan, nelayan di kedua tempat menyatakan perubahan iklim sudah terjadi dan berdampak pada kegiatan kenelayanan mereka. Dampak yang paling dirasakan adalah arus yang semakin kuat yang menyebabkan kacaunya waktu melaut dan terganggunya wilayah tangkap. Untuk mengurangi dampaknya, nelayan di kedua tempat sama-sama melakukan upaya adaptasi, di antaranya dengan merubah wilayah tangkap dan merubah jenis ikan yang ditangkap. Kata kunci : pemanasan global, perubahan iklim, nelayan, Indramayu, Jakarta Utara

Isu Perbatasan dan Nelayan Lintas Batas serta Konflik Kepentingan

NELAYAN SEBAGAI KORBAN DALAM AKTIVITAS PENYELUNDUPAN MIGRAN KE AUSTRALIA

Tri Nuke Pudjiastuti Pusat Penelitian Politik (P2P) – LIPI

Rawannya Indonesia sebagai negara transit terakhir bagi penyelundupan migran ke Australia, tidak lepas dari peran penting penyediaan jasa transportasi yang diberikan oleh nelayan Indonesia, yang mempunyai kemampuan tradisional mengarungi Samudra Hindia. Namun demikian, tulisan ini akan menjelaskan bahwa sebenarnya mereka lebih sebagai pihak yang mengalami viktimisasi multipel. Pertama, jaringan organisasi kejahatan lintas negara yang berkembang secara tidak terstruktur dalam penyelundupan migran ke Australia tersebut secara sistemik dan terpola memanfaatkan situasi dan kondisi nelayan dijadikan viktimization preceptation pada aktivitas tersebut. Kedua, situasi dan kondisi yang dimaksudkan disini adalah adanya persoalan sosial budaya dan ekonomi komunitas nelayan. Persoalan tersebut sebenarnya bukan tidak menjadi bagian yang diperhatikan negara, hal itu terlihat salah satunya komunitas nelayan merupakan salah satu target dari kebijakan klaster keempat percepatan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Namun demikian, dari hasil sementara penelitian menunjukkan kebijakan tersebut masih menggunakan paradigma pendekatan negara, (state approaches) bukan pendekatan komunitas (society approaches). Pendekatan tersebut telah membuat nelayan lebih sebagai objek kebijakan dan mengalami victimisasi tertier, akibatnya seringkali perhatian dan bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran. Ketiga, tingginya persoalan pengamanan wilayah dan diplomasi internasional Indonesia lebih menonjolkan kriminalisasi nelayan dibandingkan pada keamanan manusianya (human security). Penyelesaian diadili, dihukum dan dipenjara yang dilakukan negara tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Australia pada kenyataannya bukan menyelesaikan masalah nelayan, apalagi ketika nelayan yang berfungsi sebagai jasa transportasi masih berusia anak-anak. Kata kunci: nelayan, viktimisasi multipel, TOC, penyelundupan migran, peran negara

ANALISIS PUTUSAN SENGKETA PULAU SIPADAN – LIGITAN SEBAGAI PEMBELAJARAN PERTAHANAN KEDAULATAN NKRI BERBASIS KONSERVASI

Akhmad Solihin

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor Sebagai negara kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga di wilayah laut, pemerintah Indonesia dihadapkan pada kompleksitas permasalahan. Hal ini dikarenakan, perbatasan terkait dengan kedaulatan, hak-hak berdaulat dan yurisdiksi suatu negara terhadap negara lain, baik di darat maupun di laut. Tujuan penelitian ini adalah (a) menggambarkan permasalahan batas-batas maritim Indonesia negara; (b) menganalisis putusan hukum sengketa Pulau Sipadan-Ligitan; dan (c) merekomendasikan strategi pertahanan kedaulatan NKRI berbasis konservasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis normatif yang disertai dengan pendekatan yuridis historis. Hasil analisa mengungkapkan bahwa Indonesia masih mempunyai permasalahan batas maritim dengan 10 negara tetangga yang belum diselesaikan, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia. Sementara pembelajaran putusan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan mengungkapkan bahwa kemenangan Malaysia atas kedua pulau tersebut didasarkan pada pemerintah Inggris yang mengeluarkan peraturan konservasi penyu dan burung. Oleh karena itu, dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, pemerintah Indonesia harus mengembangkan pendekatan konservasi di pulau-pulau kecil terluar. Pendekatan konservasi tidak hanya bertujuan mewujudkan kelestarian sumberdaya dan lingkungan perairan pulau-pulau kecil, akan tetapi pendekatan konservasi juga akan memperkuat diplomasi Indonesia dalam kemungkinan persengketaan yang akan terjadi di masa depan. Kata kunci: Sipadan-Ligitan, batas 38lternat, kedaulatan, konservasi

ISU PERBATASAN DAN NELAYAN LINTAS BATAS DI PULAU MIANGAS: KONEKTIVITAS PULAU MIANGAS DENGAN PUSAT EKONOMI MANADO

Agus R. Rahman

Pusat Penelitian Politik - LIPI

Pulau Miangas merupakan pulau terluar yang sekaligus merupakan kawasan perbatasan wilayah laut Indonesia dengan Filipina. Berbeda dengan perbatasan darat, walaupun isu perbatasan laut diantara kedua 39ltern ini lebih sulit, tetapi kedua 39ltern 39ltern ini dirasakan kurang intensif melakukan pembicaraan atau dialog dalam mengembangkan kerjasama perbatasannya. Pertama, hal ini tentunya menjadi pijakan bagi makalah ini untuk mengungkap mengapa demikian. Kedua, kondisi kawasan perbatasan laut di Pulau Miangas memperlihatkan keterisolasian yang luar biasa sehingga mempertanyakan keterhubungannya dengan ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud di Tahuna dan ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Dari keterisolasian ini, nelayan di Pulau Miangas yang bercirikan nelayan lintas batas itu mengalami berbagai keterbatasan. Dengan kedua hal tersebut, makalah ini ingin membahas isu perbatasan dan nelayan lintas batas di Pulau Mingas dalam konteks Koridor Ekonomi IV Sulawesi yang memiliki sejumlah pusat ekonomi yang satu diantaranya adalah Pusat Ekonomi Manado. Konektivitas Pulau Miangas dengan Pusat Ekonomi Manado menjadi satu solusi 39lternative bagi keterisolasian Pulau Miangas tersebut di atas dan sekaligus akan menjadikan peran Pusat Ekonomi Manado sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah cakupannya di Privinsi Sulawesi Utara bersifat sangat strategis. Nilai strategisnya terletak pada konteks Koridor Ekonomi IV Sulawesi dengan dinamika regional Asia Pasifik yang mengarah kepada era perekonomian Pasifik pada abad ke-21 ini. Dengan konektivitas tersebut, Pulau Miangas dan Pusat Ekonomi Manado diharapkan mampu untuk memetik manfaat dari dinamika perekonomian Pasifik. Kata kunci: isu perbatasan, nelayan lintas batas, Pulau Miangas, konektivitas, pusat

ekonomi KOMPLEKSITAS MASALAH PERIKANAN LINTAS BATAS DI SELAT MALAKA: PENCARIAN SOLUSI

KOMPREHENSIF

Dedi S. Adhuri Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI

Masalah perikanan lintas batas di Selat Malaka telah menjadi issue yang sangat serius dalam decade terakhir ini. Masalah ini, tidak hanya telah memenjarakan ratusan orang dan menelantarkan jumlah banyak rumang tangga yang kehilangan tokoh sentralnya, tetapi juga telah menyebabkan gunjang-ganjing hubungan politik antara Indonesia dengan Malaysia. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tetapi usaha-usaha itu telah gagal mengurangi gejala maupun akibat negative dari kegiatan perikanan lintas batas ini. Salah satu sebab kegagalan ini adalah karena kurangnya usaha untuk memahami komplektisas masalah ini secara komprehenship. Tulisan ini akan merupakan langkah awal untuk mencari penyelesaian komprehensif dengan cara menjelaskan kompleksitas permasalahan dan mengidentifikasi pilihan-pilihan solusinya.

NELAYAN PELINTAS BATAS; ANTARA KEPENTINGAN EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA (STUDI KASUS DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-AUSTRALIA)

M. Arsyad Al Amin, Luky Adrianto, Akhmad Solihin dan Mochamad P. Sobari

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – IPB Email: [email protected]

Australia mengakui hak perikanan tradisional (traditional fishing right) nelayan Indonesia yaitu hak penangkapan ikan dan biota di wilayah perairan Australia di sekitar Ashmore Reef sebagaimana yang diperjanjikan oleh Indonesia dan Australia pada tahun 1974. Pengakuan Australia terhadap hak traditional fishing right tersebut dikarenakan nelayan tradisional Indonesia telah melakukan penangkapan di sekitar Pulau Ashmore secara turun temurun sejak abad le-16 (Tribawono, 2002). Mengapa nelayan-nelayan Indonesia tetap secara turun temurun tetap menjalankan hak traditional fishing right tersebut hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan : (a) menganalisis kelayakan usaha nelayan tradisional pelintas batas di wilayah MOU BOX; dan (b) menganalisis sistem sosial-ekologi (socio-ecological linkages) di wilayah perbatasan Indonesia – Australia. Penelitian dilakukan di Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih diperolehnya keuntungan dalam usaha penangkapan ikan di perairan sekitar Ashmore reef. Nilai R/C yang didapatkan adalah 1,58 untuk hiu dan 1,42 teripang. Nilai payback period yang dihasilkan dalam usaha penangkapan hiu, yaitu 1,75 penangkapan hiu dan 2,48 untuk teripang. Nilai Return on Investment (ROI) yang dihasilkan yaitu 57,12% untuk penangkapan hiu dan 40,24% untuk penangkapan teripang. Konektifitas ekologi dan sosial yang terjadi pada nelayan pelintas batas diperbatasan Australia Indonesia berupa interaksi yang terkait dengan mata pencaharian, sumber kehidupan, fungsi sosial, dan fungsi penunjang kehidupan lainnya. Konektivitas ekologi – sosial yang terkait dengan mata pencaharian terlihat dari besarnya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam hayati perairan di Australia seperti ikan hiu, teripang dan sumberdaya non hayati seperti sumber air bersih, pasir atau pulau sebagai pelindung misalnya ketika terjadi badai. Konektivitas ekologi – sosial yang terkait dengan sumber kehidupan terlihat dari pemanfaatan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dan lauk pauk. Konektivitas ekologi – sosial yang terkait dengan fungsi sosial terlihat dari aktivitas sosial di perairan laut dan pantai seperti adanya kesepakatan informal yang terbentuk sebagai bentuk kebersamaan dalam memanfaatkan perairan untuk menambatkan perahu dan membangun rumah. Konektivitas ekologi – sosial yang terkait dengan fungsi penunjang terlihat dari penggunaan perairan dan sebagai jalur transportasi. Kata kunci: nelayan pelintas batas, kelayakan usaha, social ecological system

KISAH NELAYAN DI KAWASAN ABU-ABU: KAJIAN ATAS NOTA KESEPAHAMAN INDONESIA-MALAYSIA DAN DELIMITASI BATAS MARITIM

DI SELAT MALAKA

I Made Andi Arsana dan Farid Yuniar Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Email : [email protected] Insiden yang melibatkan nelayan dan petugas patroli perairan di kawasan perbatasan sering terjadi. Penangkapan nelayan Indonesia oleh petugas Malaysia atau sebaliknya merupakan contoh yang cukup lazim. Menurut pemberitaan media, hal tersebut terjadi karena pelanggaran batas maritim oleh para nelayan dalam menangkap ikan. Dari beberapa insiden pelanggaran batas maritim Indonesia-Malaysia, salah satu yang menyita banyak perhatian adalah Insiden di Selat Malaka (April 2011). Meskipun insiden ini diyakini merupakan pelanggaran batas maritim, pada kenyataannya Indonesia dan Malaysia sampai saat ini belum menuntaskan batas maritim kedua negara di Selat Malaka. Indonesia dan Malaysia belum menyelesaikan delimitasi batas perairan di Selat Malaka tetapi masing-masing memiliki klaim sehingga terbentuk kawasan tumpang tindih atau abu-abu. Kegiatan nelayan di kawasan tersebut adalah muasal dari insiden. Untuk mengatasi persoalan ini, delimitasi batas maritim merupakan jalan keluar sehingga kewenangan laut di kawasan abu-abu menjadi jelas. Meski demikian, selama belum dicapai kesepakatan, dibutuhkan solusi sementara agar nelayan yang beroperasi di kawasan tumpang tindih diperlakukan yang baik. Hal ini dituangkan dalam Nota Kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia tanggal 27 Januari 2012. Makalah ini menganalisis insiden penangkapan nelayan di perairan perbatasan dan peran nota kesepahaman Indonesia-Malaysia dalam melindungi mereka. Studi kasus yang dibahas adalah insiden Selat Malaka dengan opsi delimitasi batas maritim sebagai solusi. Kajian delimitasi disajikan dengan mempertimbangkan aspek legal (hukum laut) dan teknis (geospasial). Kata kunci: batas maritim, hukum laut, nelayan, geospasial, Selat Malaka

PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN MASYARAKAT DI

WILAYAH PERBATASAN LAUT INDONESIA-MALAYSIA: STUDI KASUS KECAMATAN SERASAN, KABUPATEN NATUNA

Betti Rosita Sari

Pusat PenelitianSumberdaya Regional-LIPI

Kawasan perbatasan merupakan garda depan dan benteng pertahanan suatu negara yang kebijakan pembangunannya tidak boleh diremehkan. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi membangun dan mengoptimalkan potensi sumberdaya ekonomi yang ada dengan satu tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan. Namun, berbagai potensi sumber daya lokal yang ada belum dimanfaatkan secara optimal karena adanya kendala kualitas sumber daya manusia, teknologi, prasarana serta infrastruktur perekonomian. Pemanfaatan potensi yang ada dapat memberikan peluang bagi peningkatan kegiatan produksi, yang selanjutnya akan menimbulkan berbagai efek pengganda (multiplier effect) terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Tulisan ini berdasarkan pada penelitian lapangan yang dilakukan di Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna atas kerjasama dari Pusat Penelitian Oceanografi-LIPI dan Dikti tahun 2010. Kata kunci: daerah perbatasan, potensi ekonomi, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat, Serasan

PROBLEMATIKA PERMODALAN PADA NELAYAN PERBATASAN: KASUS SEBATIK

Masyhuri Imron Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) - LIPI

Sebagai salah satu pulau yang berada di wilayah Kabupaten Nunukan, posisi Pulau Sebatik berbatasan langsung dengan negara Malaysia, karena Pulau Sebatik itu sendiri terbagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah yang menjadi bagian dari negara Malaysia, dan wilayah yang menjadi bagian dari Republik Indonesia. Selain itu, wilayah Sebatik juga berhadapan langsung dengan Kota Tawau, Malaysia. Dalam posisinya yang berada di daerah perbatasan, maka terjadi hubungan yang intensif antara penduduk Sebatik dengan penduduk di wilayah Malaysia, khususnya daerah Tawau. Permasalahannya kemudian adalah adanya ketergantungan nelayan Sebatik terhadap modal kenelayan dari Malaysia.Tulisan ini menjelaskan bagaimana ketergantungan nelayan Sebatik terhadap Malaysia itu bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap nelayan Sebatik, dan bagaimana upaya mengatasi ketergantungan itu. Penelitian dilakukan di Pulau Sebatik pada tahun 2009 dan 2010. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dan FGD (Focus Group Discussion). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketergantungan modal itu terjadi karena minimnya bantuan modal kenelayaan dari pemerintah, dan tidak adanya akses yang dimiliki oleh nelayan terhadap lembaga keuangan yang ada. Selain itu juga karena pemasaran ikan nelayan Sebatik yang hanya dilakukan di Tawau, Malaysia. Dampak dari semua itu adalah rendahnya harga jual ikan dari nelayan Sebatik, sehingga berdampak pada rendahnya pendapatan mereka. Untuk mengatasi ketergantungan maka secara bertahap pemerintah perlu membayar hutang yang dimiliki oleh nelayan pada toke di Tawau, dan mengalihkan beban hutangnya ke pemerintah. Untuk itu maka masyarakat mengangsur hutang secara bertahap ke pemerintah. Kata kunci: Nelaya, kawasan perbatasa, permodalan, pemasaran, ketergantungan.

MENANTIKAN RATIFIKASI PERAN REGULASI AGREEMENT PSM ( PORT STATE MEASURES) SEBAGAI UPAYA MEMBERANTAS KEGIATAN IUU FISHING DI INDONESIA

Akhmad Nurul Hadi

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

IUU Fishing merupakan ancaman kelangkaan sumber daya ikan menjadi perhatian seluruh masyarakat dunia. Akibatnya adalah dunia dihadapkan pada ancaman gejala tangkap lebih (overfishing), dan berdampak pada kerugian lain secara ekonomi, sosial dan sumber daya lingkungan mengalami kerusakan. Melalui berbagai organisasi internasional untuk mewujudkan perikanan yang berkelanjutan adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi kehadiran regulasi internasional yang bersifat mengikat (hard law) yaitu Agreement PSM ( Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing), bertujuan untuk mencegah, menghalangi dan memberantas IUU Fishing melalui penerapan ketentuan Negara Pelabuhan yang efektif. Namun hingga saat ini pemerintah Indonesia belum meratifikasi ketentun tersebut. Penulisan ini dimaksudkan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia pada saat meratifikasi (pengesahan) terhadap Agreement PSM, dalam kontek persiapan, hak dan kewajiban, keuntungan, konsekuensi serta pentingnya pengesahan. Metodelogi penulisan analisis yuirdis formal dan normatif, desk studi dengan menggunAkan analisis diskriftif. Bagi Indonesia meratifikasi PSM Agreement merupakan suatu keuntungan, karena Negara-negara yang melakukan penangkapan ikan secara illegal tidak dapat mendaratkan dan memperjual belikan hasil tangkapannya ke suatu negara pratifikasi.

Kata kunci : peran regulasi, PSM, IUU fishing, ratifikasi

PENGUATAN ZONA EKONOMI EKSLUSIF DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MARITIM INDONESIA DI WILAYAH PERBATASAN (PEMBELAJARAN DARI KEBIJAKAN PEMERINTAH

NORWEGIA BAIK DARI SEGI PEMANFAATAN IPTEK, KELEMBAGAAN, DAN KERJASAMA ANTAR NEGARA)

Anugerah Yuka Asmara

Pusat Penelitian Perkembangan Ipte (PAPPIPTEK) - LIPI

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki berbagai permasalahan pengelolaan sumber daya kelautan khususnya di perbatasan antar negara. Beberapa pelanggaran batas laut negara yang telah ditetapkan melalui zona ekonomi ekslusif (ZEE) tiap tahun marak terjadi. Misalnya penangkapan ikan oleh nelayan asing dan juga eksplorasi tambang di bawah laut oleh beberapa perusahaan asing secara ilegal. Hal ini ditambah lagi masih minimnya penggunaan iptek dalam pengelolaan sumber daya maritim di Indonesia. Belajar dari Norwegia sebagai negara kepulauan di wilayah Skandinavia yang berbatasan langsung dengan Uni Eropa dan Rusia juga mengalami masalah besar dalam pengelolaan sumber daya laut di wilayah kedaulatannya dan di wilayah perbatasan antar negara. Beberapa permasalahan kelautan seperti pencemaran laut, penangkapan ikan, serta navigasi pelayaran telah dapat diatasi sejak Pemerintah Norwegia memanfaatkan iptek dalam decision-making. Dari sisi kelembagaan, Pemerintah Norwegia membentuk dan menjalankan kelembagaan manajemen maritim domestik yang tersentral-kuat. Selain itu Pemerintah Norwegia melakukan kerjasama internasional, sebagaimana kerjasama bilateral yang terhubung vertikal dan saling mempengaruhi antara Norwegia dengan negara di sekitarnya guna menguatkan wilayah zona ekonomi eksklusif negaranya.Pembelajaran pengelolaan kelautan dari Norwegia sebagai salah satu negara yang memiliki geografi laut cukup luas patut menjadi contoh bagi Indonesia. Selain itu, kesamaan budaya antara masyarakat Indonesia dan Norwegia yang cenderung menghargai sesama (egaliter) menjadi faktor pendukung pembelajaran dari negara ini. Kata kunci : kebijakan, pemerintah, Iptek, pengelolaan, kelautan, perbatasan

DAMPAK SOSIAL POLITIK PENEGAKAN HUKUM PERIKANAN TERHADAP KETAHANAN NASIONAL INDONESIA

Bayu Vita Indah Yanti, Abdul Salam dan Putri Amanda Kusuma

Balai Besar Penelitian Sosial Kelautan dan Perikanan Email : [email protected]

Wilayah perbatasan perairan Indonesia (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia/ZEEI) merupakan lokasi yang cukup rawan terjadinya pelanggaran kedaulatan wilayah negara. Tindakan pelanggaran kedaulatan tersebut salah satunya dalam bentuk adanya tindakan IUU Fishing yang dilakukan oleh nelayan asing. Penelitian ini merupakan salah satu kajian atas berkas kasus pelanggaran kedaulatan tersebut yang ditangani oleh pengadilan negeri Singkawang pada tahun 2006. Permasalahan yang diungkap dalam penelitian adalah dampak apa yang dapat ditimbulkan secara sosial politik terhadap ketahanan nasional jika putusan terhadap pelanggaran kedaulatan menguntungkan bagi pelanggar kedaulatan wilayah negara Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan kasus dan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian, putusan pengadilan dianggap menguntungkan para pelanggar kedaulatan negara dikarenakan peraturan perundang-undangan nasional tidak memberikan payung hukum yang kuat untuk memberikan putusan pengadilan yang dapat memberikan efek jera kepada para pelanggar tersebut. Kata kunci: ZEEI, IUU Fishing, kedaulatan, pengadilan, ketahanan nasional, wilayah

perbatasan.

PEMBERDAYAAN NELAYAN LOKAL DALAM MENGATASI PENCURIAN IKAN DI KAWASAN PERBATASAN LAUT NATUNA

Sandy Nur Ikfal Raharjo, Yuly Astuti, Rosita Dewi, dan Athiqah Nur Alami

Pusat Penelitian Politik dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Sebagai sebuah kabupaten kepulauan, Natuna memiliki wilayah yuridiksi perairan laut seluas 262.197,07 km², meliputi 99,24% dari seluruh wilayahnya. Perairan Natuna juga berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Kamboja. Dua fakta di atas berkonsekuensi pada rawannya penangkapan ikan ilegal oleh nelayan asing di laut Natuna, sehingga merugikan nelayan lokal. Dengan alat tangkap dan metode yang secara umum masih sederhana, nelayan lokal di kawasan perbatasan harus bersaing dengan nelayan asing yang menggunakan kapal besar dan peralatan canggih. Pengawasan perairan perbatasan yang selama ini dilakukan oleh petugas yang berwenang dirasa kurang berjalan efektif karena tingginya biaya operasional, rendahnya kuantitas dan kualitas pengawas, serta terbatasanya sarana-prasarana pengawasan. Untuk mengatasi hal di atas, pengawasan seharusnya dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang ada di perbatasan, yaitu nelayan lokal itu sendiri. Apalagi, pengalaman di Kecamatan Pulau Laut Kabupaten Natuna, nelayan lokal lah yang mengetahui dan aktif melaporkan kehadiran nelayan asing kepada aparat pengawas. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan diskusi terfokus, makalah berbasis penelitian ini berusaha membangun konsep pemberdayaan nelayan lokal dalam mengatasi pencurian ikan di kawasan perbatasan laut Natuna. Pertama, pemberian pengetahuan mengenai Illegal, Unregulated, and Undocumented Fishing guna meningkatkan kesadaran nelayan lokal. Kedua, pemberian kapal bertonase besar di atas 30 GT yang bisa meningkatkan kapasitas produksi ikan tangkap, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan. Selain itu, daya jelajah kapal bertonase besar yang lebih luas hingga ke dekat batas ZEE bisa memberikan efek deterrence untuk mengusir kapal-kapal asing yang beroperasi di sana. Konsep ini bisa menjadi strategi dalam mengelola kawasan perbatasan laut Indonesia. Kata kunci: nelayan lokal, pencurian ikan, perbatasan laut, pengawasan, strategi

pengelolaan

PROTOTIPE KAPAL PATROLI PERAIRAN TANPA AWAK BERBASIS GELOMBANG RADIO : DESAIN PENGAMANAN BATAS LAUT PULAU TERLUAR NKRI

I Gede Mahendra Wijaya Institut Pertanian Bogor

Email : [email protected]

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Sistem keamanan yang dikembangkan di Indonesia terutama dalam batas teritorial laut, seperti di pulau-pulau terluar Indonesia dapat dikatakan masih sangat kurang. Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi atas hal ini adalah dengan pengembangan sistem patroli perairan menggunakan kapal tanpa awak berbasis gelombang radio.Prinsip kerja dan fungsinya sebagai kapal patroli perairan tanpa awak yang berbasis gelombang radio.dan diharapkan dapat bermanfaat sebagai penunjang kegiatan pemantauan dan pengamanan wilayah perairan sehingga optimalisasi penjagaan teritorial batas laut wilayah perairan republik Indonesia semakin kondusif. Sistem ini merupakan aplikatif dari sistem AUV (Autonomous Underwater Vehicle) yang bekerja secara otomatis. Kapal ini merupakan desain yang dapat digunakan dalam penunjang satuan pengamanan wilayah laut Indonesia, khususnya di kawasan pulau terluar Indonesia. Sistem navigasi yang digunakan adalah dengan menggunakan gelombang radio, karena lebih tahan terhadap pengaruh cuaca ekstrim yang dapat terjadi sewaktu-waktu di laut. Dalam penentuan rute pelayaran, prototype ini dapat dijalankan di darat dengan rute yang dibuat berdasarkan titik koordinat wilayah yang akan dipatroli. Sebab prototype ini dilengkapi dengan DGPS (Digital GPS) yang mampu memetakan posisi secara akurat di lautan. Dan dapat dilengkapi dengan instrument pelengkap yang digunakan untuk fungsi tertentu. Prototype kapal yang dikembangkan ini bermanfaat dalam menciptakan situasi dan lalu lintas laut yang lebih kondusif. Sistem yang berjalan secara otomatis dan dapat merekam visual data secara real time tanpa menggunakan awak merupakan hal utama yang mendasari diperlukannya pengembangan kapal patroli dalam penunjang tugas pengamanan dan patroli wilayah laut Indonesia. Kata kunci : prototype, nirkabel, AUV, gelombang radio

PELAKSANAAN HAK PENANGKAPAN IKAN TRADISIONAL BAGI NELAYAN PERBATASAN

Bayu Vita Indah Yanti, Nurlaili, dan Hakim Miftakhul Huda Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP, KKP

Email: [email protected] Hak penangkapan tradisional berdasarkan pada ketentuan konvensi hukum laut diakui sebagai hak yang wajib dihargai oleh tiap negara. Tulisan ini akan melihat bagaimana pelaksanaan hak tersebut pada nelayan tradisional Indonesia di wilayah Wuring yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Australia. Kajian ini dilakukan pada tahun 2009. Kajian ini merupakan penelitian kualitatif, mengumpulkan data dengan cara wawancara dengan alat bantu pedoman wawancara, dan menentukan kualifikasi informan yang akan diwawancarai. Berdasarkan pada hasil kajian, terlihat bahwa pada saat pelaksanaan dari hak penangkapan tradisional nelayan tersebut tidak berjalan dengan baik dengan alasan untuk melindungi sumber daya ikan dan melindungi nelayan negara tersebut dari nelayan Indonesia dalam hal pemanfaatan sumber daya perikanan. Kata kunci: hak penangkapan tradisional, konvensi hukum laut, nelayan

COLLABORATION ATAU CONTENTION? CO-MANAGEMENT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH BERAU

Rini Kusumawati

Rural Development Sociology, Wageningen University, the Netherlands Kawasan laut dan pesisir Berau ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) berdasarkan Peraturan bupati No. 31/2005 dengan luas wilayah mencapai 1,27 juta ha. KKLD Berau diharapkan akan menjadi bagian dari jejaring kawasan konservasi yang lebih besar: East Borneo Seascape dan Sulu Sulawesi Marine Ecoregion di tingkat nasional dan bagian dari Coral Triangle di tingkat regional. Kawasan konservasi ini dikembangkan melalui konsep co-management antara pihak pemerintah daerah dengan berbagai Lembaga Non-pemerintah, baik dari tingkat lokal, nasional dan international. Dengan desentralisasi dan co-management sebagai kerangka konsep, paper ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang bagaimana kolaborasi dibangun untuk mengembangkan dan mengelola KKLD Berau, peran berbagai aktor dalam proses kolaborasi serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kolaborasi. Makalah ini ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan pada tahun 2008 – 2011. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari studi PhD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan KKLD dipengaruhi oleh kondisi ekonomi politik di tingkat lokal yang berperan dalam menerjemahkan dan ‘menegosiasikan’ ide konservasi laut. Secara tidak langsung proses penerjemahan dan negosiasi ini juga memperlihatkan bahwa konsep KKLD belum sepenuhnya mengadopsi kondisi dan kebiasaan yang terjadi di tingkat lokal. Kata kunci: co-management, desentralisasi, KKLD Berau, Kalimantan Timur

PERANAN DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN (DKP) BANYUWANGI DALAM

MENANGGULANGI PRAKTEK IUU FISHING DI WILAYAH PERAIRAN SELAT BALI, MUNCAR, KAB. BANYUWANGI

Qurratu A’yunin Rohmana, Edi Susilo, Sahri Muhammad

Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat tindak pidana IUU Fishing dan seberapa jauh realisasi kebijakan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Banyuwangi dalam menanggulangi praktek IUU Fishing di wilayah perairan Selat Bali Muncar Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan metode survey, studi kasus dan analisis isi (content analysis). Sedangkan analisa data yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil identifikasi IUU Fishing yang cukup tinggi di wilayah Perairan Selat Bali, Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Ditemukan sejumlah kasus IUU Fishing baik secara langsung maupun dari media cetak dan eletronik. Realisasi Kebijakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kab. Banyuwangi tidak sesuai dengan keadaan di lapang. Hal ini disebabkan karena pihak Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) kurang tegas. Di samping itu, sarana dan prasarananya kurang memadai. Akibatnya masih bermunculan tindakan IUU Fishing yang kemungkinan juga membuat populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali sangat sedikit dan tidak memungkinkan nelayan untuk melaut. Serta adanya penerapan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 10/02/Tahun 1994 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jatim dan Pemerintah Bali dan UU Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 yang harus dibenahi.

Kata kunci: IUU Fishing, Muncar, lemuru, Selat Bali, Banyuwangi.

KONFLIK NELAYAN NON RUMPON DAN NELAYAN RUMPON DIKOMUNITAS NELAYAN PUGER, KABUPATEN JEMBER

Bhekti Meirina

Penelitian ini membahas tentang bagaimana konflik yang terjadi yang terjadi dikomunitas nelayan Puger, kabupaten Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui bagaimana konflik antara kedua kelompok nelayan ini terjadi, termasuk juga didalamnya aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tindakan kolektif yang dilakuka oleh kelompok nelayan non rumpon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam, observasi, serta mengambil dari data-data dokumen, foto dan video. Lokasi penelitian berada di komunitas nelayan pesisir pantai Puger, didesa Puger Wetan dan Puger Kulon, kecamatan Puger, kabupaten Jember. Informan dalam penelitian ini antara lain nelayan non rumpon, nelayan rumpon, serta pihak-pihak yang terkait lainnya. Dari hasil penelitian tentang konflik ini menyatakan bahwa dalam konflik antara nelayan non rumpon dengan nelayan rumpon tersebut dipicu oleh beberapa aspek, aspek-aspek tersebut antara lain aspek kepemilkan sumber daya laut, aspek ekonomi, aspek alat tangkap, aspek iklim/cuaca, aspek personal, dan aspek keluarga. Konflik antara nelayan rumpon dan nelayan non rumpon ini menghasilkan suatu tindakan kolektif yang dilakukan oleh nelayan non rumpon. Tindakan kolektif tersebut berupa aksi protes kepada Dinas Perikanan dan Peternakan kabupaten Jember. Dimana didalam aksi protesnya kelompok nelayan non rumpon berkoalisi dengan LSM JAPER, yaitu sebuah LSM yang membantu nelayan non rumpon untuk mewujudkan tujuannya yaitu pemutusan rumpon. Kata kunci: konflik, nelayan non rumpon, nelayan rumpon, aksi protes, tidakan kolektif,

rumpon

KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN MAROS (STUDI KASUS DESA PAJJUKUKANG KECAMATAN BONTOA).

Khalfin sipata, A. Adri Arief dan Firman

Program Pascasarjana UnHas Penelitian ini bertujuan mengungkap bentuk konflik yang terjadi dalam pemanfaatansumberdaya perikanan ini di Kabupaten Maros khususnya di Desa Pajjukukang, dan mengungkap bentuk penyelesaian konflik yang pernah terjadi selanjutnya di buatkan suatu bentuk resolusi konflik. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode pengumpulan data digunakan dalam dua cara yakni wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian bahwa konflik nelayan yang terjadi di Kabupaten Maros khususnya Desa Pajjukukang terbagi atas tiga bentuk konflik yakni : (1) konflik wilayah penangkapan, (2) konflik upaya tangkap, dan (3) konflik karena perbedaan alat tangkap. Alat tangkap yang berkonflik dalam penelitian ini di kategorikan dalam alat tangkap modern yakni sodo perahu dan cantrang dengan alat tangkap tradisional bubu dan jaring klitik. Sementara itu hasil yang diperoleh juga melihat bahwa konflik yang terjadi di Desa Pajjukukang Kabupaten Maros selama ini diselesaikan secara parsial atau secara sendiri-sendiri sehingga konflik yang sama masih sering terjadi. Oleh karena itu penyelesaian secara terintegratif yang melibatkan semua komponen yang ada (nelayan, tokoh masyarakat, pemerintah desa, kecamatan, kepolisian, serta dinas terkait) sebagai upaya pembinaan dan penegakan hukum. Kata kunci: konflik, alat tangkap

NELAYAN PELINTAS BATAS DARI KEPULAUAN RAAS - MADURA

Ratna Indrawasih Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB)- LIPI

Sejarah pelayaran nelayan Indonesia ke perairan yang sekarang diklaim milik Australia sama tuanya dengan sejarah penemuan Pulau Pasir. Bahkan dengan merujuk pada nyanyian tradisional orang Aborigin di Australia, ada yang mengatakan bahwa kontak orang-orang Baijini dengan orang Aborigin terjadi pada paruh pertama abad ke 16 (Chambel dan Wilson 1991 dalam Adhuri, 2005). Agoes (2008) juga menyatakan bahwa nelayan-nelayan Indonesia pada zaman dahulu telah bekerjasama dengan masyarakat Aborigin. Bukti-bukti hubngan tersebut dapat ditemukan pada budaya, bahasa, lagu dan sejarah lisan Aborigin. Hubungan kerjasama itu mungkin dapat dianggap sebagai awal dari hubungan antara Indonesia dan Australia dalam pemanfaatan sumberdaya hayati di daerah laut Arafura. Dari hasil wawancara dalam penelitian lapangan di NTT pada tahun 2005, diketahui bahwa nenek moyang mereka ada yang meninggal di sana dan makamnya ada di pulau tersebut. Tidak hanya makam orang NTT, akan tetapi juga terdapat makam orang Madura (Pulau Tonduk). Makalah ini akan menguraikan hasil penelusuran ke daerah asal nelayan yang sering menangkap ikan di perairan Australian Fishing Zone (AFZ), dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman antara lain berkaitan dengan fishing ground, alat yang digunakan, sumberdaya yang ditangkap dan pemasarannya dan alasan melakukan eksploitasi lintas batas. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 ini, menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan wawancara mendalam. BERBAGI IKAN DI LAUT CHINA SELATAN: KAJIAN ATAS AKTIVITAS NELAYAN CHINA DI SEKITAR

NATUNA DAN PERLUNYA DELIMITASI BATAS MARITIM

I Made Andi Arsana Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Email : [email protected]

Secara resmi, Indonesia mengakui sepuluh negara tetangga yang dengannya diperlukan batas maritim. Negara tersebut adalah India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Indonesia memerlukan delimitasi batas maritim di Laut China Selatan dengan Malaysia dan Vietnam. Sementara itu, Indonesia tidak menganggap China sebagai tetangga yang dengannya diperlukan batas maritim.Meskipun Indonesia menegaskann tidak ada isu maritim dengan China di Laut China Selatan, perkembangan terkini mengindikasikan hal sebaliknya. Insiden di perairan sekitar Kepulauan Natuna yang melibatkan kapal nelayan China, petugas patroli Indonesia dan “kapal administrasi perikanan China” tahun 2010, misalnya, menegaskan hal ini. Selain itu, garis putus-putus atau nine-dashed line yang diklaim China bisa menimbulkan kawasan tumpang tindih dengan klaim Indonesia dan terutama dengan batas maritim yang sudah disepakati Indonesia dengan Malaysia dan Vietnam. Tegasnya, ada potensi isu klaim maritim yang melibatkan Indonesia dan China di Laut China Selatan. Makalah ini menganalisa perkembangan terkini di Laut China Selatan terkait Indonesia dan China. Beberapa Insiden terkait dikaji untuk mengidentifikasi potensi batas maritim antara kedua negara. Makalah ini pada dasarnya mengkaji perlunya delimitasi batas maritim antara Indonesia dan China terkait insiden yang terjadi. Pertimbangan utama kajian ini adalah cakupan geospasial klaim Indonesia dan China serta perjanjian batas maritim yang sudah disepakati di Laut China Selatan. Kata kunci: Laut China Selatan, batas maritim, nine-dashed line, Indonesia, nelayan.

Perdagangan Bebas

ANALISIS PANGSA PASAR IKAN KERAPU DI PULAU BONETAMBU KECAMATAN UJUNG TANAH KELURAHAN BARRANG CADDI KOTA MAKASSAR

Firman dan Karina Arfany Arfah

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Berapa Besar Potensi Pasar dan Pangsa Pasar Ikan Kerapu Di Pulau Bonetambu Kecamatan Ujung Tanah Kelurahan Barrang Caddi Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bonetambu.Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2012. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer tersebut diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan responden sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan Barrang Caddi. Metode pengumpulan sampel dilakukan secara berkelompok dengan jumlah sampel sebanyak 17 orang nelayan, 5 orang pedagang pengumpul dan 23 orang konsumen rumah tangga. Sehingga total sampel keseluruhan adalah 45 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan permintaan konsumen, pedagang pengumpul dan eksportir ikan kerapu memiliki potensi pasar yang besar.Dari tiga komoditas ikan kerapu (Sunu, Lumpur dan Macan) ukuran > 1 kg yang memiliki potensi pasar yang besar. Untuk kerapu hidup yang memiliki potensi pasar terbesar adalah kerapu sunu (Plectopormus leopardus) sedangkan kerapu mati yang memiliki potensi pasar yang besar adalah kerapu lumpur (Epinephelus coloides). Pangsa pasar ikan kerapu di Pulau Bonetambu masih rendah yaitu ikan kerapu hidup sebesar 2.13 % dan kerapu mati sebesar 2.64 % sehingga belum menguasai pasar dan bersaing di pasaran. Kata kunci :potensi pasar, pangsa pasar, ikan kerapu sunu, lumpur dan macan.

FLUKTUASI HARGA IKAN PELAGIS KECIL SEGAR DI PASAR PRODUSEN DAN KONSUMEN

Abd. Rahim Program Studi Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar Email : [email protected]

Adanya Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di Sulawesi Selatan mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga. Saat musim paceklik produksi hasil tangkapan menurun sehingga harga meningkat sedangkan saat musim penangkapan terjadi peningkatan produksi tangkapan sehingga harga menjadi naik. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fluktuasi harga ikan pelagis kecil segar baik pasar produsen dan konsumen di Sulawesi Selatan pada Kabupaten Barru, Jeneponto, dan Sinjai. Berdasarkan dimensi waktu digunakan data time-series tahun 1980 sampai dengan 2006 yang bersumber pada data sekunder. Kemudian teknik analisis data adalah metode reduced form dari persamaan simultan permintaan dan penawaran. Hasil penelitan menunjukkan bahwa fluktuasi harga ikan laut segar di tingkat produsen dipengaruhi secara positif oleh harga ikan laut segar di tingkat produsen, trend waktu, harga ikan laut segar waktu lalu di tingkat produsen, dan armada laut, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh pendapatan per kapita, dan volume produksi tangkapan jenis lain di tingkat produsen. Lain halnya pasar konsumen, harga ikan laut segar dipengaruhi secara positif oleh harga ikan laut segar di tingkat konsumen, harga komoditas lain seperti bandeng dan telur ayam di tingkat konsumen, pendapatan perkapita, trend waktu, harga ikan laut segar waktu lalu di tingkat konsumen, dan harga ikan laut segar di tingkat produsen. Kata kunci : fluktuasi harga, pasar produsen dan konsumen

INSENTIF PERPAJAKAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA

Eddy Mayor Putra Sitepu

Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan

Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Indonesia dituntut untuk siap dan mampu bersaing dengan negara-negara anggota ASEAN dalam sebuah pasar tunggal di semua sektor, tak terkecuali sektor kelautan dan perikanan. Salah satu langkah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia adalah dengan memberikan berbagai insentif perpajakan terhadap para pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan. Kajian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap kebijakan insentif perpajakan di bidang kelautan dan perikanan dan perannya dalam meningkatkan daya saing produk Indonesia dalam perdagangan internasional, sekaligus mengkaji hambatan-hambatan yang timbul akibat regulasi yang tidak tepat. Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah diantaranya dalam bentuk pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai. Namun dalam kenyataannya hal tersebut masih belum cukup efektif untuk meningkatkan daya saing produk kelautan dan perikanan Indonesia. Berbagai hambatan regulasi dan operasional serta asimetris informasi di lapangan masih memerlukan pembenahan oleh seluruh stakeholders. Kata kunci: insentif, perpajakan, produk kelautan dan perikanan, daya saing, perdagangan

bebas

PASAR, PEMASARAN DAN PERDAGANGAN IKAN KERAPU HIDUP DI INDONESIA

Sonny Koeshendrajana, Rani Hafsaridewi dan Rikrik Rahadian Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Email : [email protected] Ikan Kerapu hidup merupakan salah satu komoditas Live Reef Fish for Food (LRFF) yang diperdagangkan secara internasional dan mempunyai harga yang sangat tinggi. Jenis ikan ini diproduksi oleh negara-negara yang memiliki sumberdaya terumbu karang seperti negara-negara kepulauan Pacifik, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Taiwan; sedangkan konsumen utama komoditas ini adalah di daerah Cina bagian Selatan, Hongkong dan Singapura. Makalah ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian daya saing yang dilakukan pada tahun 2011-2012. Secara spesifik, makalah ini menyajikan perkembangan pasar, pemasaran dan perdagangan ikan kerapu hidup, khususnya yang diproduksi oleh Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda survai dengan bantuan kuesioner bersifat tematik. Wawancara dilakukan kepada responden kunci yang terdiri dari pelaku usaha penangkapan, pembudidaya, pengumpul, pedagang serta penentu kebijakan terkait ikan kerapu. Metoda analisis dilakukan secara deskriptif eksploratif dengan bantuan teknik tabulasi silang. Hasil disajikan secara deskriptif eksploratif terkait dengan status dan trend produksi ikan kerapu hidup, pemasaran dan perdagangan. Hasil penelitian juga menyajikan permasalahan-permasalahan yang timbul sebagai akibat praktek pemanfaatan dan pendayagunaan ikan kerapu hidup serta alternatif pemecahannya. Kata kunci: Pasar, pemasaran, perdagangan, ikan kerapu hidup

ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR GARAM SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG PRODUKSI GARAM RAKYAT

Freshty Yulia Arthatiani, SPi dan Manadiyanto

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email : freshty.arthatiani @ gmail.com

Tujuan dari penelitian ini adalah menyediakan informasi yang berguna bagi pembuat kebijakan dalam melakukan pelaksanaan kebijakan impor garam dalam mendukung produksi garam rakyat dan menganalisis efektifitas kebijakan impor garam yang telah dibuat oleh Pemerintah Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif evaluatif dimana dilakukan analisis untuk merumuskan masalah dan menjelaskan hubungan sebab-akibat yang mendasari terjadinya kendala dalam penerapan kebijakan impor garam untuk mendukung produksi garam rakyat serta mengevaluasi kebijakan impor garam yang telah dibuat oleh pengambil kebijakan untuk dapat meningkatkan kinerja kebijakan dalam mendukung produksi garam rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijakan mengenai ketentuan impor garam yang sudah disusun oleh Pemerintah dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 360/MPP/Kep/5/2004 Jo. No. 376/MPP/Kep/6/2004 tentang Ketentuan Impor Garam. yang telah disempurnakan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/M-DAG/PER/9/2005 Jo. No. 44/M-DAG/PER/10/2007 tentang Ketentuan Impor Garam sebenarnya sudah mewakili kondisi Petambak Garam yang membutuhkan perlindungan terhadap masuknya garam Impor di Indonesia. Namun pada kenyataanya dalam penegakan peraturan masih lemah, sehingga masih maraknya kasus garam impor yang secara illegal masuk di Indonesia yang melebihi kuota dan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah. Hal ini merupakan sebuah indikasi bahwa penegakan dan pengawasan terhadap ketentuan impor garam belum dilaksanakan dengan baik oleh Pemerintah. Solusi yang dapat ditawarkan adalah harus adanya sebuah lembaga pengawasan yang independen untuk melakukan pengawasan terhadap garam impor dalam rangka perlindungan terhadap petambak garam lokal dan mendorong berbagai upaya peningkatan produksi yang arahnya ke swasembada garam nasional Kata kunci: impor ,garam, kebijakan

PRAKIRAAN DAMPAK KERJASAMA ASIA PASIFIK TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA (SUATU PENDEKATAN KONSEP BLUE ECONOMY)

Subhechanis Saptanto dan Lindawati

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi sumberdaya laut. Diperkirakan hasil dari laut mencapai 1,2 trilyun rupiah atau setara dengan 10 kali lipat jumlah APBN tahun 2012. Indonesia merupakan salah satu anggota kerjasama Asia Pasifik atau yang dikenal dengan nama APEC dimana bulan Oktober 2013, Indonesia akan menjadi pertemuan kepala negara yang tergabung dalam kerjasama APEC. Blue Economy merupakan salah satu konsep yang ingin diinisiasikan dalam kerjasama APEC tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat prakiraan dampak dari konsep Blue Economy terhadap sektor kelautan dan perikanan Indonesia melalui kerjasama APEC. Metode penelitian yang digunakan adalah metode desk study dengan menggunakan berbagai data sekunder yang relevan dengan kegiatan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Blue Economy sangat penting untuk dimasukkan dalam kerjasama APEC karena dapat berdampak positif pada sektor kelautan dan perikanan.

Kata kunci : blue economy, APEC, sektor kelautan dan perikanan

Budaya Bahari

KEMISKINAN DAN PERJUANGAN HIDUP NELAYAN DI ERA DESENTRALISASI

Rilus A. Kinseng, Istiqlaliyah Muflikhati dan Murdianto Departemen SKPM, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Banyak ahli berpendapat bahwa sentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan salah satu penyebab kegagalan pembangunan perikanan, yang antara lain ditunjukkan dengan kehancuran sumberdaya perikanan dan kelautan serta kemiskinan kaum nelayan. Ini juga berlaku untuk perikanan di Indonesia. Sementara itu, sejak diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004, pengelolaan perikanan dan kelautan di Indonesia tidak lagi dilakukan secara sentarlistik. Di dalam Undang-undang itu dinyatakan bahwa Provinsi memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah laut hingga 12 mil, sedangkan Kabupaten/Kota mengelola sepertiga dari wilayah laut Provinsi tersebut. Dengan demikian, maka sangat menarik untuk meneliti bagaimana kondisi kehidupan nelayan dan sumberdaya perikanan di era desentralisasi tersebut. Penelitian ini dilakukan di Indramayu dan Garut, Jawa Barat, pada tahun 2010,dengan mengkombinasikan metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan nelayan di kedua lokasi itu masih cukup tinggi, yakni 33,30% di Indramayu dan 51,70% di Garut. Secara keseluruhan, tingkat kemiskinan di kedua lokasi penelitian adalah 42,50%. Lebih jauh, 53,30% responden mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan mereka setelah otonomi daerah justru semakin buruk. Sejalan dengan itu, 95,00% responden mengatakan bahwa kondisi sumberdaya perikanan setelah otonomi daerah juga semakin buruk. Para nelayan kecil di kedua lokasi juga masih sangat tergantung pada para “bakul”. Umumnya mereka “terikat” pada “bakul” karena mempunyai utang kepada “bakul” tersebut. Perjuangan hidup para nelayan ini semakin sulit ketika musim paceklik tiba. Belakangan ini perjuangan hidup mereka semakin berat karena kondisi cuaca yang semakin tidak menentu dan sulit diprediksi. Dengan demikian, desentralisasi pengelolaan perikanan dan kelautan selama ini belum mampu membawa perbaikan bagi kondisi kehidupan para nelayan di kedua lokasi penelitian ini. THE MACASSAN HERITAGE’: EMPAT ABAD DINAMIKA PELAYARAN INDONESIA KE AUSTRALIA

Dedi S. Adhuri

Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) – LIPI

Dokumen tertulis mencatat setidaknya tahun 1720 adalah awal dari pelayaran tradisional nelayan Indonesia ke periaran dan daratan Australia. Dominasi Makasar sebagai titik awal dan perdagangan komoditi yang dijadikan objek pelayaran, menjadikan tradisi ini diasosiasikan dengan orang Makasar atau the Macassan dalam istilah sejarah dan akademisi Australia. Walaupun tercatat bahwa tahun 1907 adalah tahun pelayaran terakhir kapan Makasar ke daratan Australia, sebenarnya tradisi pelayaran ke perairan Australia tidak pernah terputus lama dan terus berlanjut sampai saat ini. Kini, sudah empat berjalannya tradisi ini, tentu saja tidak sedikit dinamika yang telah terjadi utamanya terkait dengan perkembangan teknologi, permintaan dan pasar dari sumberdaya laut dan kebijakan pemerintah Indonesia dan Australia. Makalah ini akan mencoba mendesktripsikan secara ringkas dinamika empat abad tradisi ini. Paparan ini akan berfokus pada identifikasi pelaku pelayaran, perubahan-perubahan teknologi, komoditi target dan strategi-strategi nelayan dalam menghadapi kebijakan pemerintah Indonesia dan Australia.

DINAMIKA UNSUR RELIGI DALAM PEMBUATAN KAPAL PINISI

Nendah Kurniasari, Christina Yuliaty dan Nurlaili Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Email : [email protected]

Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi unsur religi dalam pembuatan pinisi serta dinamika yang menyertainya. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam sebagai teknik pengambilan data dan deskriptif analitik sebagai metoda analisis. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 di Desa Ara dan Tanah Beru Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba Sulawesi Tenggara. Pinisi sebagai bagian dari suatu budaya, sarat akan sejumlah makna, simbol, dan nilai yang tertuang dalam setiap prosesi pembuatannya. Perubahan kondisi sumberdaya dan intervensi modernitas pada setiap aspek kehidupan menyebabkan perubahan dalam aktivitas unsur religi yang terkandung dalam pembuatan pinisi. Panrita lopi sebagai tokoh kunci dalam menjaga tradisi tersebut tidak bisa mengelak dari tuntutan perubahan peradaban, namun melalui berbagai kebijaksanaannya, mereka mencoba mengeliminir perubahan agar tetap sesuai dengan alurnya sehingga tercapai keseimbangan antara unsur makrokosmos dan mikrokosmos yang dipercaya sebagai syarat dari suatu totalitas. Kata kunci: Pinisi, Bontobahari, Panrita lopi

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM KONTEKS FREE TRADE ZONE BATAM-BINTAN-KARIMUN (BBK)

Agus Syarip Hidayat, SE, MA

Pusat Penelitian Ekonomi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Email: [email protected] ; [email protected]

Sejauh ini, manfaat FTZ belum banyak dirasakan oleh masyarakat pesisir. Secara umum bahkan terpancar kuat rasa ketidakpuasan masyarakat pesisir terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam mendorong pembangunan di wilayah pesisir. Kebijakan pembangunan wilayah pesisir sejauh ini lebih banyak bersumber dari pemerintah pusat. Berangkat dari potret ini, ada tiga aspek utama yang akan diulas dalam paper ini, yaitu aspek kebijakan pemerintah, aspek kelembagaan dan aspek pemberdayaan masyarakat pesisir dalam konteks FTZ. Analisis dalam paper ini didasarkan pada data primer dan sekunder. Model analisis yang digunakan adalah explanatory approach, yaitu model analisis dengan memberikan penekanan pada eksplorasi berbagai realitas dan sekaligus memberikan intervensi penilaian terhadap objek penelitian yang kompleks. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah, terutama program PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) telah memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, penguatan kelembagaan formal dan informal di wilayah pesisir. Ada dua lembaga yang mempengaruhi masyarakat nelayan secara langsung yaitu kelompok nelayan dan koperasi nelayan. Kelompok nelayan dapat dianggap sebagai representasi dari lembaga informal, dan koperasi nelayan adalah representasi lembaga formal. Namun demikian, program pemerintah belum terlihat secara memadai dalam memperbaiki dan meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur ekonomi di wilayah pesisir. Sinergi kebijakan pemerintah pusat, daerah dan sektor swasta adalah kunci keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir di FTZ BBK. Optimalisasi peran Corporate Social responsibility (CSR) dengan berbagai model adalah cara alternatif untuk mengembangkan masyarakat pesisir. Kata kunci: Kebijakan pemerintah, kelembagaan nelayan, CSR, Free Trade Zone.

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BANGKA SELATAN TERHADAP SUMBERDAYA LAUT

Maharani dan Nendah Kurniasari Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Masyarakat tradisional umumnya memiliki karakteristik sosial budaya yang khas dan unik dalam pengelolaan sumberdaya perikanan agar berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kearifan lokal masyarakat Bangka Selatan dalam pengelolaan laut dan hubungannya dengan kelestarian sumberdaya perikanan laut di Desa Tanjungsangkar Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan penekanan pada penelaahan deskriptif secara induktif dengan metode kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan triangulasi dari wawancara, observasi dan data sekunder. Kearifan lokal masyarakat Bangka Selatan tercermin dalam keunikan nilai-nilai lokal yang telah dipraktekkan secara turun temurun dari beberapa suku yang ada di Desa Tanjungsangkar (Suku Sawang, Bugis dan Melayu) seperti peralatan tradisional, pantangan-pantangan terhadap perairan laut, mitos-mitos dan kepercayaan. Nilai-nilai tersebut adalah suatu bentuk kearifan lokal masyarakat Bangka Selatan dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang. Hal ini didukung oleh oleh program pemerintah dalam pengelolaan Daerah Perlindungan Laut (DPL) serta program perbaikan sumberdaya perikanan seperti rumah ikan. Pengelolaan sumber daya perikanan hendaknya tidak hanya memperhatikan faktor fisik dan ekonomi saja, melainkan aspek sosial budaya terutama keunikan nilai lokal. Kata kunci : kearifan lokal, kelestarian sumberdaya, pengelolaan

PEMBIAYAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN MOBILITAS SOSIAL NELAYAN

M a s y h u r i L I P I

Permasalahan sumber pembiayaan untuk mengembangkan usaha pada perikanan tangkap sampai dewasa ini masih merupakan persoalan yang menonjol di kalangan nelayan di Indonesia. Nelayan-nelayan tangkap, khususnya nelayan skala kecil, kurang memiliki akses kepada lembaga perbankan yang ada. Padahal, usaha perikanan tangkap merupakan usaha yang padat modal. Untuk pengadaan satu unit lengkap perahu kotekan (Pasongsongan), perahu Gardan (Lamongan), perahu Apung (Bagansiapiapi), perahu Slerek (Trenggalek) yang berukuran antara 15 sampai 20 GT misalnya dibutuhkan dana berkisar antara Rp 500 juta sampai Rp 1,5 milyar. Perahu-perahu nelayan yang berukuran lebih kecil yang berukuran sekitar 10 GT harganya juga cukup tinggi, tidak kurang dari Rp 250 juta. Kenyataan bahwa usaha penangkapan ikan merupakan usaha yang padat modal merupakan hal yang sulit untuk dibantah. Masalahnya sekali lagi, dari mana para nelayan mendapatkan modal usaha, sementara lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan enggan menyalurkan kredit untuk usaha tersebut? Masalah ini sangat relevan untuk didiskusikan secara mendalam apabila ingin melakukan intervensi untuk pengembangan usaha dibidang perikanan tangkap. Berkenaan dengan itu, masalah tersebut menjadi tema sentral diskusi dalam makalah ini. Pemasalahan yang berkaitan dengan dinamika sosial, khususnya yang berkaitan dengan investaasi dan mobilitas sosial nelayan menjadi perhatian utamanya. Data-data empiris yang digunakan untuk analisis adalah data-data yang terlah terkumpul dari berbagai penelitian di beberapa daerah, khususnya yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir yang dilakukan di Pasongsongan (Sumenep), Prigi (Trenggalek), .Dengok (Lamongan), Lempasing dan Gudang Lelang (Lampung), dan Bagan (Bagansiapiapi).

PENDIDIKAN WAWASAN MARITIM: MEMBANGUN MANUSIA INDONESIA YANG UNGGUL DAN BERDAYA SAING

Kaisar Akhir

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB E-mail: [email protected]

Indonesia merupakan negara kelautan terluas dengan tingkat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia yang di dalam lautnya terkandung sumber daya mineral dan energi yang melimpah pula. Sementara itu, Indonesia juga terletak pada posisi geografis yang strategis, antara Benua Asia dan Benua Australia, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, sehingga sangat memungkinkan Indonesia dapat berjaya dalam pelayaran dan perdagangannya di bidang kelautan dan perikanan.Namun, belum banyak bangsa Indonesia yang menyadari hal itu. Masih banyak kekayaan laut yang belum dimanfaatkan dan terjadi pencurian ikan di wilayah hukum laut Indonesia.Saat ini, bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya masih terpusat pada kegiatan perekonomian di daratan. Dengan demikian, untuk menumbuhkankembangkan wawasan maritim guna membangun kesadaran dan tanggung jawab bangsa Indonesia akan sumber daya laut dan wilayah geografis yang dimilikinyadiperlukan pendidikan wawasan maritim secara nasional utamanya di tingkat pendidikan anak usia dini, pendidikan dasardan menengah serta di kepulauan-kepulauan daerah perbatasan Indonesia. Melalui pendidikan wawasan maritim sejak dini, para penerus bangsa Indonesia, khususnya pelajar, akan terarahkan untuk lebih dalam mempelajari ilmu di bidang kelautan dan perikanan pada jenjang pendidikan tinggi, seperti pertahanan laut, pelayaran, perkapalan, perikanan, ilmu kelautan, wisata bahari, manajemen daerah pesisir, serta pemanfaatan energi lautdemi mewujudkan kemakmuran Indonesia. Begitu pula masyarakat kepulauan daerah perbatasan, dengan menyadari bahwa mereka juga warga Indonesia, mereka akan turut serta menjaga dan mengelola laut dan pulau tempat tinggalnya dengan rasa bangga dan ikhlas. Apabila kondisi ini dapat terwujud maka Indonesia akan menjadi bangsa yang mandiri, unggul, dan berdaya saing yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kata kunci: pendidikan, wawasan, maritim, kesejahteraan, budaya, sejak dini

DINAMIKA SOSIAL NELAYAN LAMAHALA: SEBUAH PENJAJAKAN AWAL

Robert Siburian Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Jakarta

Aktivitas menangkap ikan sudah lama dilakukan oleh nelayan Lamahala, bahkan aktivitas itu merupakan warisan nenek moyang yang ikut bermigrasi dari Kepulauan Maluku di utara ke Desa Lamahala di belahan selatan ratusan tahun lalu. Aktivitas yang dilakukan secara turun-temurun itu dapat bertahan karena didukung oleh potensi sumberdaya laut yang melimpah terutama yang berada di Laut Sawu dan sekitarnya. Pertemuan dua arus bawah laut yang mendorong gerakan naiknya massa air dari lapisan dalam ke arah permukaan sangat kaya akan unsur hara yang dapat menyuburkan perairan untuk tumbuhnya berbagai plankton sebagai sumber makanan (nutrisi) bagi berbagai jenis ikan. Hanya saja, kekayaan sumberdaya laut tersebut belum mampu mengangkat tingkat kesejahteraan nelayan agar lebih baik. Padahal, tingkat keberanian nelayan untuk menaklukkan besarnya ombak di Laut Sawu tidak perlu diragukan kendati mereka hanya menggunakan perahu kecil dan bergantung pada tanda-tanda alam agar tidak tersesat di tengah samudra yang begitu luas. Kemiskinan seakan tidak pernah beranjak dari kehidupan mereka karena sebanyak 477 rumah tangga dari 1.327 rumah tangga yang ada di Desa Lamahala tergolong keluarga pra sejahtera. Berdasarkan realitas kehidupan yang mereka bangun dan jalani dewasa ini, tulisan ini mencoba menjelaskan dinamika sosial nelayan Lamahala tersebut.

KAJIAN PROFIL KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PESISIR PULAU GILI, KECAMATAN SUMBERASIH, KABUPATEN PROBOLINGGO

Hagi Primadasa Juniarta, Edi Susilo dan Mimit Primyastanto

Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK Universitas Brawijaya, Malang Email : [email protected]

Riset ini dilaksanakan di Pulau Gili Ketapang, Probolinggo pada bulan Februari-Maret 2012. Tujuan riset adalah mendeskripsikan dan mempelajari: (1) nilai-nilai kearifan lokal, (2) eksistensi kearifan lokal, (3) manfaat kearifan lokal dan (4) mengembangkan model pengelolaan sumberdaya berbasis kearifan lokal. Metode riset yang digunakan adalah: deskriptif kualitatif, dengan menggunakan studi kasus dan etnografi. Kesimpulan riset ini adalah: (1) terdapat tujuh tradisi atau budaya (petik laut, nyabis, andun, onjem, kontrak kerja, pengamba’ dan telasan). (2) Dari tujuh tradisi hanya dua yang berpeluang dikembangkan menjadi kearifan lokal menurut Christy (1992), yaitu petik laut dan onjem. (3) Co-manajemen masih memiliki peluang untuk dikembangkan di masa depan. (4) Pengembangannya dapat dilakukan dengan dua cara secara simultan, yaitu struktural dan non-struktual.

ANATOMI KETIDAKADILAN GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN DI KELUARGA NELAYAN DI KECAMATAN MIANGAS, KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD,

PROVINSI SULAWESI UTARA.

Athiqah Nur Alami, Rosita Dewi, Yuly Astuti, Sandy Nur Ikfal Raharjo Pusat Penelitian Politik dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

Pengelolaan sumberdaya ikan merupakan aktivitas utama nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga. Proses pengelolaan mulai dari melaut hingga mengolah dan menjual hasil tangkapan dilakukan oleh suami dan istri nelayan. Dalam realitanya, berbagai aktivitas dalam proses tersebut berdampak, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap pola relasi gender dalam keluarga nelayan yang mengarah pada ketidakadilan gender. Salah satu bentuknya adalah potensi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di kalangan keluarga nelayan yang biasanya dialami oleh perempuan istri nelayan. Hal ini biasanya terjadi ketika meningkatnya tingkat stres suami karena tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan selama melaut. Cuaca yang ekstrim memang menjadi faktor utama yang mempengaruhi kuantitas hasil tangkapan nelayan di Miangas. Kondisi tersebut diperparah ketika suami berada dalam pengaruh minuman keras. Sebagian besar nelayan di Miangas memang mengonsumsi minuman keras dengan tujuan untuk menghangatkan badan ketika melaut. Namun layaknya bentuk keadilan gender lainnya, KDRT seringkali disebut dengan fenomena gunung es. Maksudnya, yang terlihat di permukaan jauh lebih sedikit daripada yang berada di dasar, sehingga hanya sedikit yang terungkap. Kasus KDRT semakin sulit untuk berkurang karena ketiadaan sanksi adat yang diterapkan di Miangas. Akibatnya, sebagian besar kasus KDRT tidak terekspos dan tidak teratasi dengan tuntas. Untuk itu, tulisan ini didasari oleh pertanyaan, bagaimana anatomi ketidakadilan gender yang secara spesifik terjadi dalam keluarga nelayan, khususnya terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan di Kecamatan Miangas?, dan apa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan anatomi tersebut?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode wawancara mendalam dan diskusi terfokus dengan sejumlah istri nelayan di Kecamatan Miangas. Kata kunci: gender, ketidakadilan gender, kekerasan dalam rumah tangga, Miangas.

PETAMBAK GARAM DAN TENGKULAK. MUTUALISME ATAU PARASITISME? STUDI KASUS KEGIATAN TAMBAK GARAM DI PAMEKASAN

Rizky Muhartono dan Yayan Hikmayani

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Pada sebuah kegiatan usaha penggaraman, terdapat beberapa aktor yang ikut berperan, diantaranya adalah petambak garam dan tengkulak. Tulisan ini bertujuan melihat hubungan yang terjadi antara petambak garam dan tengulak dengan mencermati bagaimana pola hubungan bisa terjadi dan seberapa besar petambak garam mendapatkan keuntungan/kerugian dari tengkulak dan seberapa besar keuntungan/kerugian yang didapatkan petambak. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni 2011 dengan melakukan wawancara kepada informan yang terdiri dari unsur petambak garam, penyewa lahan, pemilik lahan dan informan kunci yang dianggap mampu memberikan informasi seputar garam. Analisa deskriptif kualitatif digunakan untuk menjabarkan hubungan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mutualisme dan Parasitisme terjadi pada hubungan petambak garam dan tengkulak, terutama terjadi pada saat petambak garam membutuhkan pinjaman dan melakukan transaksi penjualan garam.

STRATEGI PENGUATAN PENGELOLAAN TRADISIONAL

Masyhuri Imron Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) – LIPI

Praktik Hak Ulayat Laut telah dikenal di beberapa wilayah Indonesia, khususnya yang berada di kawasan Indonesia Bagian Timur. Praktik hak ulayat laut itu bukan hanya mengatur wilayah laut yang dikelola, melainkan juga mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya laut yang ada di kawasan pengelolaan, dan mengatur pemberian sanksi bagi orang yang melanggar. Di beberapa daerah praktik hak ulayat laut mengalami pelemahan, akibat kebijakan rejim orde baru yang bersifat sentralistis. Meskipun demikian pelemahan itu tidak terjadi di semua daerah. Hal itu paling tidak bisa dilihat di Desa Biwinapada, Kecamatan Siompu, Kabupaten Buton, melalui praktik pengelolaan laut yang disebut teiyombo. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi praktik pengelolaan tradisional di Desa Biwinapada tersebut, dan upaya masyarakat serta pemerintah daerah untuk memperkuat praktik pengelolaan tradisional yang sudah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pengelolaan laut di desa tersebut sudah dilakukan secara turun-temurun, dan pengelolaannya dilakukan oleh lembaga adat yang ada di desa, yang disebut sara.Untuk memperkuat praktik pengelolaan tersebut maka masyarakat mengembangkan mitos-mitos tertentu. Selain itu, Keberadaan Coremap juga dijadikan sebagai momen untuk memperkuat pengelolaan tradisional yang sudah ada, dengan menjadikan kawasan pengelolaan itu sebagai lokasi DPL (Daerah Perlindungan Laut). Upaya itu juga diperkuat dengan keberadan Perda Kabupaten Buton yang mengatur tentang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

ANALISIS HUBUNGAN BUDAYA BAHARI TERHADAP PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN (SUATU KASUS DI KAWASAN PANGANDARAN KABUPATEN CIAMIS PROPINSI JAWA BARAT)

Atikah Nurhayati dan Ine Maulina

Universitas Padjajaran Email : [email protected]

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan budaya bahari terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan (Suatu Kasus di Kawasan Pangandaran Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat). Pengkajian ini dilatarbelakangi oleh kondisi sosial ekonomi komunitas nelayan yang telah mengalami degradasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Metode yang digunakan adalah metode survey dan teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Model analisis yang digunakan adalah analisis korelasi dengan pendekatan deskripsi kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang membentuk budaya bahari pada komunitas nelayan dintentukan oleh faktor internal dan eksternal pada komunitas nelayan dan terdapat hubungan budaya bahari terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan. Kata kunci : budaya bahari, pengelolaan, sumberdaya perikanan

POLA GADAI DALAM PENGELOLAAN LAHAN TAMBAK UDANG (STUDI KASUS: KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT)

Rizky Muhartono dan Estu Sri Luhur

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email : [email protected]

Pola pengelolaan lahan pada usaha budidaya umumnya dilakukan dengan cara mengelola lahan milik sendiri, sewa dan bagi hasil, sedangkan sistem gadai belum banyak dilakukan dan hanya ditemukan pada daerah tertentu. Tulisan ini bertujuan membahas pola gadai yang terjadi pada kegiatan budidaya di Kabupaten Subang, khususnya di wilayah Pantura. Pengumpulan data sekunder dan primer dilakukan pada bulan Mei 2012 yang dilakukan dengan wawancara kepada informan yang terdiri dari pelaku gadai dan informan kunci yang mampu memberikan informasi terkait kegiatan gadai, sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara penelusuran literatur dari dinas terkait. Analisa deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan pola gadai yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola gadai dilakukan karena pemilik lahan memerlukan uang tunai dalam waktu cepat sehingga menggadaikan lahannya kepada pemilik modal dalam jangka waktu tertentu. Dalam jangka waktu tersebut, penerima gadai berhak mengusahakan lahan tambak dengan memperoleh seluruh bagian hasil usaha. Sedangkan penggadai lahan mendapatkan keuntungan berupa pinjaman uang tanpa bunga. Disarankan perlu dibentuknya lembaga keuangan seperti koperasi simpan pinjam sebagai sarana peminjaman ketika pemilik lahan memerlukan modal usaha. Dengan demikian, kegiatan usaha budidaya pemilik lahan tidak berhenti karena harus menggadaikan lahan. Kata kunci: gadai, pengelolaan, udang, Subang

BUDAYA BAHARI MASYARAKAT ACEH DALAM KONTEKS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

Nurlaili, Nendah Kurniasari dan Sastrawidjaja Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan

Email : [email protected]

Tulisan ini bertujuan menggambarkan budaya bahari masyarakat Aceh kaitannya dengan konservasi sumberdaya laut di wilayah perairan Nanggroe Aceh Darussalam. Budaya bahari dilihat dari beberapa unsur budaya yaitu unsur religi, unsur pengetahuan dan teknologi, unsur mata pencaharian, dan unsur organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (depth interview), pengamatan (observasi), dan Focus Group Discussion (FGD). Penelitian dilakukan pada tahun 2011 di lokasi Lambada Lhok, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur budaya bahari yaitu unsur religi, unsur pengetahuan dan teknologi, unsur mata pencaharian dan unsur organisasi terkait dengan konteks konservasi sumberdaya alam di wilayah perairan Aceh. Kata kunci : budaya bahari, masyarakat Aceh, konservasi

HAK ULAYAT LAUT DAN PERSOALAN PLURALISME HUKUM DALAM PENGELOLAAN KAWASAN

PESISIR

Fadjar I. Thufail Pusat Penelitian Sumberdaya Regional – LIPI

Pengelolaan kawasan pesisir dilakukan dengan mengacu pada UU No. 27/2007 sebagai sebuah perangkat hukum yang antara lain mengatur tata ruang, kepemilikan, dan kegiatan eksploitasi sumberdaya pantai. Di satu pihak, penerapan sebuah perangkat hukum negara memang diperlukan sebagai rujukan legalitas pengelolaan sebuah kawasan dan pengaturan kegiatan eksploitasi sumberdaya. Tetapi, di pihak lain, penerapan secara umum sebuah perangkat hukum seringkali memunculkan persoalan baru yang diakibatkan oleh ketidakmampuan perangkat normatif tersebut memberi tempat terhadap dinamika sejarah dan sosial yang khusus. Masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan masyarakat nelayan seringkali sudah sejak lama memiliki sistem normatif yang mengatur akses dan kepemilikan terhadap wilayah penangkapan dan sumberdaya laut. Sistem pengelolaan wilayah dan sumberdaya yang dinamakan sasi adalah salah satu contoh yang ada di Indonesia. Meskipun sistem sasi memiliki seperangkat aturan dan lembaga sosial yang mengawasi pelaksanaan praktik sasi sejak dahulu kala, sistem hukum yang ada di Indonesia belum mengenal sasi sebagai salah satu sistem normatif yang diakui, padahal dalam kenyataan sehari-harinya banyak persoalan konflik yang diselesaikan melalui lembaga sasi. Paper ini mencoba untuk meninjau secara lebih kritis pentingnya pengakuan terhadap kondisi pluralisme hukum dalam pengelolaan kawasan pesisir, dengan melakukan analisis terhadap aspek-aspek sosial (seperti akses, perubahan teknologi, dsb.) yang dapat dijadikan titik tolak untuk memikirkan sistem normatif yang kontekstual.

PERTARUHAN NYAWA PENYELAM TERIPANG (KASUS DI PULAU BARRANG LOMPO KOTA MAKASSAR)

Abdul Wahid

Email : [email protected]; [email protected]

Artikel ini membahas tentang Motivasi penyelam teripang, yang sangat berisiko kelumpuhan dan kematian yang menunjukkan bahwa; Maraknya praktek penyelam pencari teripang di Pulau Barrang Lompo, disebabkan oleh; 1) Ekspektasi nelayan akan hasil yang banyak, walau tidak sekedar hanya sebagai perwujudan dari tuntutan kebutuhan atau motivasi ekonomi, melainkan adanya faktor budaya yang dibentuk oleh lingkungan, membuat mereka tidak memiliki rasa takut dan khawatir akan risiko keselamatan. 2) Pemahaman tentang dampak buruk dari kegiatan penyelaman yang minim, 3) Ketidakpedulian nelayan akan dampak atau risiko dari penyelaman 4) Penggunaan hookah /air compressor sebagai alat bantu pernafasan yang tidak memenuhi standar keselamatan, juga sekaligus sebagai mesin pembunuh, karena tidak adanya upaya pencerdasan melalui pendidikan dan penyuluhan yang sistematis dan komprehensif yang terpola dan terukur yang semestinya dilakukan oleh pemerintah melalui perangkat dan aparatnya. Kata kunci: penyelam teripang, risiko lumpuh dan kematian, motivasi, compressor udara

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKAPAN DAN PENGOLAHAN IKAN TERBANG DI

KABUPATEN MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

Sutinah Made dan Satriani Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha penangkapan dan pengolahan ikan terbang berdasarkan ukuran kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan. Hasil penelitian menyatakan Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Somba, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Rata-rata pendapatan, NPV, Net B/C Ratio dan IRR tertinggi diperoleh pada jenis kapal sedang. Hal ini disebabkan karena kapasitas kapal yang bisa memuat banyak piece gill net yang bisa menangkap lebih banyak ikan tetapi modal yang ditanamkan pun tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai NPV positif untuk usaha nelayan ikan terbang jenis kapal sedang Rp. 402.887,09 dengan tingkat suku bunga 73 % dan nilai NPV negatif –Rp. 63.856,59 pada tingkat suku bunga 74 %. Hasil analisis pada kedua nilai yang diperoleh ini memiliki nilai IRR 73,86 % lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank yang berlaku yaitu 15 %. Sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan. Kata kunci; Kelayakan usaha, penangkapan, pengolahan, ikan terbang.

Ketahanan dan Keamanan Pangan

ANALISIS POTENSI SUBSEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAMBI

Yusma Damayanti

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi E-mail : [email protected]

Subsektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Provinsi Jambi masih sangat kecil, sementara subsektor ini memiliki potensi sebagai salah satu subsektor yang dapat diandalkan dalam peningkatan PDRB Provinsi Jambi, mengingat potensi sumberdaya alam subsektor kelautan dan perikanan yang cukup luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi di kabupaten/kota mana saja subsektor kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai leading sector dalam perekonomian wilayah sehingga dapat menjadi sektor basis atau penggerak utama perekonomian di kabupaten/kota tersebut.Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari BPS Provinsi Jambi dan BPS kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi tahun 2001-2009. Untuk melakukan identifikasi kabupaten/kota mana di Provinsi Jambi yang subsektor kelautan dan perikanan merupakan sektor basis maka digunakan alat analisis Location Quotient (LQ). Hasil analisis menunjukkan bahwa subsektor kelautan dan perikanan merupakan sektor basis di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, dan Merangin, dimana nilai LQ rata-rata masing-masing di kabupaten tersebut lebih besar dari 1 (satu). Ini berarti subsektor kelautan dan perikanan berpotensi sebagai leading sector atau penggerak utama perekonomian di kabupaten tersebut. Sementara tiga kabupaten lainnya (Kabupaten Kerinci, Bungo, dan Tebo) serta Kota Jambi nilai LQ rata-rata masing-masing lebih kecil dari 1 (satu), artinya pada daerah tersebut subsektor kelautan dan perikanan bukan merupakan sektor basis (non basis).

Kata kunci: subsektor kelautan dan perikanan, PDRB, LQ, Provinsi Jambi

MINAPADI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DAN MEMPERTAHANKAN PANGAN

Fajar Basuki.

Laboratorium Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Email : [email protected] o.id

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa produksi padi, dan peningkatan pendapatan petani melalui budidaya minapadi. Penelitian ini dilakukan diDesa Suropadan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Materi yang digunakan dalam penelitian adalah lahan sawah ukuran berkisar antara 1000-1500 m2 yang hanya ditanami padi dan sawah minapadi, jenis padi adalah varietas mikongga dan jenis ikan yang digunakan adalah nila merah varietas larasati, ukuran awal ikan yang ditebar adalah 2-3 cm, padat tebar 4 ekor/m2, jarak tanam padi 23-23cm,model tanam padi jajar legowo. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, analisa yang dilakukan dengan membandingkan produksi padi dan pendapatan petani minapadi dan non minapadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi padi per 1000m2 berkisar antara 8 – 8,25 kw baik pada sawah non minapadi maupun sawah minapadi harga padi Rp 3.700,-/kg, sedangkan produksi ikan pada sawahminapadi 150-160 kg/1000m2 ukuran ikan 20ekor/kg harga ikan Rp 20.000,-/kg. Peningkatan pendapatan petani diperoleh dari produksi padi dan produksi ikan, minapadi terbukti meningkatkan pendapatan petani dan tetap mempertahankan keamanan pangan. Kata kunci : minapadi, nila larasati, pendapatan petani pangan

MODEL KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN MELALUI PEMBERDAYAAN

USAHA MIKRO BERBASIS PERIKANAN (STUDI KASUS DESA TANJUNG PASIR, TANGERANG, BANTEN)

Tajerin, Risna Yusuf dan Sastrawidjaja

Balai Besar Riset Sosial Ekonoi Kelautan dan Perikanan Upaya pemberdayaan usaha mikro berbasis perikanan merupakan terobosan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin. Peneliitian ini bertujuan untuk menyusun model ketahanan pangan rumahtanga nelayan miskin melalui pemberdayaan usaha mikro berbasis perikanan. Penelitian dilakukan menggunakan dukungan data primer dari hasil wawancara, diskusi kelompok terfokus dan pengamatan lapang serta dengan mengambil kasus Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang Prvinsi Banten Data dianalisis secara deskriptif dan pengujian pendekatan Structural Equation Model (SEM) yang selanjutnya digunakan sebagai dasar menyusun model. Hasil penetliain menunjukkan bahwa: (a) Terdapat keterkaitan antara aspek modalitas, kondisi perilaku dan tingkat kesejahteraan dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin pesisir perdesaan di lokasi kasus; dan (2) Model ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin pesisir perdesaan melalui pemberdayaan usaha mikro berbasis perikanan adalah dengan menganut prinsip 1P-6MK-8S yang berarti mencakup 1 perilaku bersama yang didukung 6 modal dasar, digerakkan melalui 5 kebijakan dan 8 strategi atau disebut dengan model EMPORFOSI (Empowering Micro Business for Poverty Reduction and Food Security Increasing) 1P-6MK-8S. Untuk itu, upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin melalui pemberdayaan usaha mikro berbasis perikanan dapat dilakukan dengen mengadopsi konsep dalam model tersebut, namun dengan terlebih dahulu dilakukan pengujian di tingkat lapang dan sosialisasi kepada rumahtangga sasaran.

Kata kunci: ketahanan pangan, nelayan miskin, pemberdayaan, model

CURAHAN JAM KERJA DAN UPAH NELAYAN BURUH (STUDI KASUS PADA PERIKANAN POLE AND LINE DI KECAMATAN SALAHUTU, MALUKU

TENGAH)

Welem Waileruny Program Studi PSP. Sekolah Pascasarjana IPB

PS. PSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Email: [email protected]

Provinsi Maluku dengan luas wilayah laut lebih 90% memiliki sumberdaya perikanan yang cukup tinggi, salah satu diantaranya adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Kekayaan sumberdaya alam dimaksud menjadi salah satu komoditi eksport Provinsi Maluku di bidang perikanan, selain udang dan mutiara. Eksploitasi sumberdaya perikanan cakalang dengan menggunakan kapal-kapal pole and line dengan lama waktu operasi antara satu sampai enam hari mengharuskan nelayan buruh berda di tempat kerja selama waktu tersebut. Kondisi ini mengakibatkan jumlah jam kerja nelayan melebihi jumlah jam kerja yang ditetapkan pemerintah yaitu 8 jam sehari atau 40 jam per minggu. Walaupun mereka memiliki curahan jam kerja yang tinggi melebihi waktu yang ditetapkan, upah yang mereka terima tidak sesuai dengan beban kerja yang dipikul. Mereka tidak diberikan upah tetap, dan juga tidak diberikan bayaran tambahan (upah lembur) atas kelebihan jam kerja tersebut. Upah yang mereka terima adalah berdasarkan sistem bagi hasil, dengan demikian pada bulan-bulan tertentu saat hasil tangkapan rendah sebagian nelayan mendapatkan upah jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Kebutuhan Layak Minimum (KLM) pada hal curahan jam kerja mereka sangat tinggi antara 24/hari sampai 144 jam/minggu. Hal ini tidak sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kata kunci: jam kerja, upah, nelayan buruh, perikanan cakalang.

PREFERENSI HABITAT KIMA (TRIDACNIDAE) DI KEPULAUAN SPERMONDE

A.Niartiningsih, Syafiuddin dan S.Yusuf

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar Email : [email protected]

Kima (Tridacnidae) adalah sejenis kerang raksasa yang hidup di daerah terumbu karang dan sekitarnya, populasinya semakin menurun dan bahkan diduga sudah hampir punah dibeberapa perairan diIndonesia termasuk di Kepulauan Spermonde. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi habitat masing-masing jenis kima baik berdasarkan zona terumbu, jenis substrat maupun jenis karang. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode sweept area (penyapuan wilayah) hanya pada tiga zona yaitu zona II, III dan zona IV. Pada zona II lokasi penelitian diwakili oleh P. Panambungan, p. Ballang Lompo, P. Bontosua, P. Barrang Lompo. Zona III diwakili oleh P.Badi, , Lumu-Lumu dan P. Bone Tambung. Zona IV diwakili oleh P. Langkai, P. Lanjukang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kima lubang (T.crocea) dan kima besar (T.maxima) memiliki karakter atau preferensi habitat yang sama yakni tersebar pada zona mulai rataan terumbu, puncak terumbu hingga lereng terumbu dengan preferensi substrat pada karang massif terutama pada jenis karang Porites dan hidup berasosiasi. Sementara kima sisik (T. squamosa) dan kima pasir (H.hippopus) cenderung berada pada lereng terumbu berasosiasi dengan substrat pecahan karang mati sebagai tempat melekatnya. Kata kunci : preferensi, habitat, kima, Kepulauan Spermonde.

PENGENTASAN KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA NELAYAN MELALUI UMKM BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN RAJA AMPAT

Roni Bawole, Nurhaeni Widiastuti, Yuanike Kaber, Jemmy Manan dan Yori Turutoja

Jurusan Ilmu Kelautan-FPPK UNIPA Penelitian ini dirancang untuk pengentasan kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat Kabupaten Raja Ampat dengan memanfaatkan sumberdaya lokal terutama potensi sumberdaya laut dan menjamin keberlanjutan pemanfaatannya melalui peningkatan ketersediaan tanaman air (makroalga) dalam hal ini rumput laut yang potensial sebagai bahan pangan melalui perlindungan stok dan usaha budidaya. Budidaya rumput laut merupakan salah satu jenis budidaya di bidang perikanan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan di wilayah perairan Indonesia. Kabupaten Raja Ampat memiliki potensi pembangunan yang masih besar dan terbuka lebar untuk berbagai pilihan pembangunan. Berdasarkan kajian Rahawarin, dkk. (2008) menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut menempati prioritas utama untuk dikembangkan di perairan Raja Ampat berdasarkan pada pertimbangan kriteria geologi, ekonomi dan sosial budaya; sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan budidaya rumput laut menempati prioritas utama untuk pengembangan budidaya laut dalam pemanfaatan lahan/ perairan di Kabupaten Raja Ampat. Potensi luas lahan perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut memiliki peluang pengembangan yang cukup besar yakni seluas 1.266 ha, dan lahan yang baru dimanfaatkan diperkirakan hanya sekitar 43 ha atau 3.39%. Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat daerah pantai. Selain digunakan langsung sebagai bahan makanan, rumput laut dapat diolah menjadi agar-agar, keraginan, dan alginat. Secara khusus penelitian ini dirancang untuk mempersiapkan masyarakat lokal dalam mengembangkan UMKM budidaya rumput laut, menciptakan diversifikasi produksi hingga rantai pemasaran dalam skala rumah tangga nelayan dan rekomendasi kebijakan perencanaan bisnis untuk industri rumput laut di Kabupaten Raja Ampat. Dari hasil kajian ini diharapkan diperoleh informasi dasar tentang jenis-jenis rumput laut yang potensial untuk dibudidayakan dan lokasi budiaya rumput laut yang berbasis pada kesesuaian dan daya dukung lingkungan. peluang pengembangan diversifikasi produksi, dan rantai pemasaran serta rekomendasi kebijakan dan inisiasi perencanaan bisnis budidaya rumput laut skala industri. STRATEGI MENINGKATKAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA MASYARAKAT PESISIR MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DESA GRINTING KECAMATAN BULAKAMBA

KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH)

Muhadjir dan Suratman Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Desa Grinting masuk dalam wilayah Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Dari seluruh potensi lahannya, 45% merupakan lahan tambak/kolam dan 36% lahan sawah. Tingkat pendidikan masyarakatnya terbanyak (48%) hanya tamat setingkat sekolah dasar Tiga sumber pendapatan utama rumah tangga masyarakat Desa Grinting 37% buruh tani, 27% petani tanaman pangan dan 11% pedagang, sedangkan petani tambak sangat sedikit.. Melalui analisis potensi dan masalah, penelitian ini bertujuan untuk memberikan rumusan strategi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir di Desa Grinting melalui pemberdayaan masyarakat. Kata kunci: pendapatan rumah tangga, msayarakat pesisir, pemberdayaan masyarakat

SKENARIO PROYEKSI KONSUMSI IKAN PER KAPITA DI INDONESIA

Fitria Virgantari Universitas Pakuan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis proyeksi konsumsi ikan di Indonesia beberapa tahun yang akan datang berdasarkan nilai elastisitas yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Konsumsi awal yang digunakan adalah konsumsi tahun 2008 sebesar 28 kg/kapita/tahun. Pertumbuhan harga dan pertumbuhan pendapatan yang digunakan pada model proyeksi didasarkan pada angka indeks BPS dengan melihat beberapa kombinasi nilai. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa nilai proyeksi permintaan berdasarkan kondisi riil dengan laju pertumbuhan pendapatan 5 persen dan laju pertumbuhan harga 3 persen merupakan skenario terbaik karena menghasilkan persentase kesalahan relatif (MAPE), akar kuadrat tengah galat (RMSE) dan persentase akar kuadrat tengah galat (RMSPE) yang paling kecil. Pada skenario ini terlihat tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk Indonesia akan mengalami kenaikan dengan laju rata-rata sekitar 4.3 persen per tahun dengan tingkat konsumsi per kapita pada tahun 2014 sebesar 36 kilogram. Jika hasil proyeksi ini dikaitkan dikaitkan dengan program pemerintah yang mentargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kg/kapita pada tahun 2014 tampaknya hal tersebut belum dapat dicapai. Masih diperlukan upaya lebih dari pemerintah untuk meningkatkan konsumsi ikan tersebut. Dengan asumsi elastisitas harga dan elastisitas pendapatan tetap, maka target tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kg/kapita pada tahun 2014 dapat dicapai dengan upaya menekan laju pertumbuhan harga. Mengingat bahwa sebagian besar golongan penduduk berpendapatan rendah memiliki respon yang kuat terhadap perubahan pendapatan maupun harga komoditas ikan, maka prioritas strategi dan kebijakan peningkatan konsumsi ikan perlu lebih difokuskan pada kelompok tersebut namun dibarengi dengan strategi dan kebijakan sosialisasi dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya mengkonsumsi ikan melalui penyuluhan, pendidikan, dan iklan layanan masyarakat. Selain itu, distribusi konsumsi dan produksi ikan yang tidak merata mengindikasikan bahwa intervensi kebijakan yang berhubungan dengan pemasaran juga diperlukan. Kata kunci : konsumsi ikan per kapita, proyeksi konsumsi, strategi dan kebijakan

STRATEGI PENGEMBANGAN MANGROVE DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN PATI

Herna Octivia Damayanti dan Sutrisno Kantor Litbang Kabupaten Pati

Potensi kawasan pesisir di Kabupaten Pati belum optimal dikelola, salah satu diantaranya adalah pengembangan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal serta merumuskan strategi pengembangan mangrove. Metode penelitian menggunakan deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara mendalam dengan informan yaitu nelayan, petambak, tokoh masyarakat, petugas Dislautkan dan Dishutbun dengan cara snowball. Data sekunder diperoleh dari dokumen yang relevan dari instansi terkait. Adapun analisisnya menggunakan deskriptif kualitatif dan SWOT. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, rumusan strategi utama adalah dukungan pemerintah daerah dan kerjasama yang baik dengan masyarakat guna mengembangkan mangrove, karena tanaman ini memiliki manfaat untuk mengantisipasi abrasi, sebagai tempat pemijahan ikan dan sebagai filter sedimentasi. Strategi ini mendapat nilai TAS tertinggi diantara strategi lainnya, yaitu 7,11. Kata kunci: strategi, mangrove, pesisir

PENGEMBANGAN SUMBER PANGAN ALTERNATIF MELALUI PAMANFAATAN TANAMAN AIR (MACRO ALGA) BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL DALAM UPAYA MENINGKATKAN

KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT PEISISIR DI PULAU SABU, NUSA TENGGARARA TIMUR.

Lintje H. Pellu Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, NTT

Perubahan ikilm yang cenderung ekstrim berdampak pada ketersediaan pangan bagi masyarakat di berbagai tempat termasuk Nusa Tenggaraa Timur. Pulau Sabu sebagai salah satu pulau kecil juga mengalami kekeringan dan kerawanan pangan. Daya dukung lahan, iklim dan gerografis yang cenderrung jauh, diperparah dengan minimya sarana dan prasarana transpotasi sering mengancam ketahanan pangan masyarakat di Sabu. Namun masyarakat pulau Sabu memiliki strategi adaptasi terhadap lingkungan alamnya sehingga memiliki sejumlah kearifan lokal dalam menghadapi kerawanan pangan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya termasuk sumber daya perairan yakni pemanfaatan macro alga yang cukup melimpah di sepanjang pesisir laut Sabu. Macro alga atau sayur laut memiliki berbagai sebutan lokal tergantug jenis bentukdan pemanfaatanya. Akan tetapi, tanpa ada upaya budidaya, maka pemanfaatan yang berlebih pada jenis-jenis sayur laut tertentu dapat mengancam populasi sumberdaya makro alga di alam. Paper ini akan menyajikan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pulau Sabu yang bertujuan untuk mengetahui populasi, kelimpahan dan sebaran macro alga dan pengetahuan tradisional masyarakat tentang pemanfaatan sayur laut ini sebagai sumber pangan alternatif. Kata kunci: perubahan iklim, kerawanan pangan, macro alga, kearifan lokal. PENDEKATAN SURVEI LITERATUR DALAM RANGKA IDENTIFIKASI KENDALA-KENDALA DALAM

PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI INDONESIA

Cornelia M Witomo Dan Lindawati Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan

Email : [email protected]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kendala-kendala dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan survei literatur. Survei literatur merupakan dokumentasi dari tinjauan menyeluruh terhadap karya tulis (baik yang telah dipublikasikan ataupun tidak) yang tersedia pada sumber-sumber data sekunder sesuai dengan bidang atau topik yang diteliti. Metode yang digunakan dalam menganalisa data-data yang telah terkumpul dengan urutan persiapan, tabulasi dan penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian. Pendekatan data sesuai dengan pendekatan penelitian yaitu menentukan rangking dengan cara metode perbandingan berpasangan dan pembobotan dengan skala linkert. Kata kunci : survei literatur, identifikasi, usaha budidaya

MODAL SOSIAL, AKSES TERHADAP SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN KETAHANAN PANGAN: STUDI KASUS KEMISKINAN MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN DELI SERDANG DAN

KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

Henri Sitorus Jurusan Sosiologi, Universitas Sumatera Utara

Australian National University

Kompleksitas akses terhadap sumber daya lingkungan terjadi akibat degradasi lingkungan, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tata-kelola lingkungan yang belum akomodatif terhadap partisipasi masyarakat. Modal sosial merupakan pendorong menuju keberlanjutan ekonomi dan lingkungan, karena turut meningkatkan partisipasi melalui peran institusi lokal serta peluang kerjasama dan tindakan kolektif dalam melakukan pengelolaan sumber daya lingkungan. Jaringan sosial membantu peningkatan partisipasi dalam proses kebijakan lokal yang mendukung akses terhadap penguasaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir untuk sumber penghidupan masyarakat yang berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitaif dengan studi kasus di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan (Kabupaten Deli Serdang) dan Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang (Kabupaten Deli Serdang), bertujuan untuk menelaah keberadaan modal social pada masyarakat pesisir dan hubungannya dengan akses terhadap sumber daya lingkungan untuk penghidupan yang berkelanjutan. Modal sosial mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir seperti rehabilitasi hutan mangrove dan pengelolaan secara bersama sumber daya laut melalui kearifan local masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa akses masyarakat terhadap sumber daya pesisir (sumber daya perikanan, hutan bakau dam tanah) mengalami tekanan sehingga masyarakat pesisir utamanya rumah tangga miskin tidak memiliki sumber penghidupan yang berkelanjutan. Partisipasi dalam proses kebijakan di tingkat lokal juga masih sangat rendah, karena desentralisasi belum memberi ruang bagi partisipasi yang efektif, termasuk dalam musrenbangdes. Peran pemberdayaan masyarakat baik oleh lembaga pemerintah maupun non-pemerintah belum secara merata meningkatkan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat miskin pesisir masih sangat rentan terhadap konflik lingkungan, ketahanan pangan dan ancaman bencana. Kata kunci: akses, sumber daya lingkungan, modal social, kemiskinan, ketahanan pangan. PERBANDINGAN SISTEM PENGOLAHAN LAHAN GARAM UNTUK MENDAPATKAN HASIL YANG

MAXIMAL

Tikkyrino Kurniawan dan Manadiyanto Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Email: [email protected] Keberadaan air laut sangat dibutuhkan untuk produksi garam, selain itu musim kemarau membuat air laut surut, sehingga pada waktu-waktu tertentu air sulit masuk kedalam tambak. Tujuannya adalah meneliti kelemahan dan kelebihan masing-masing sistem penataan lahan tambak untuk optimalisasi produksi. Waktu untuk kegiatan penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Mei 2012 dan didukung data penelitian tahun 2011. Lokasi kegiatan 2012 bertempat di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Sampang dan lokasi kegiatan 2011 bertempat di Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang. Masing-masing sistem pengelolaan lahan garam mempunyai kelebihan dan kelemahan. Sistem pengolahan lahan yang paling optimal adalah menggunakan sistem ulir-filter yang ditemukan oleh bapak Sanusi dari Kabupaten Cirebon. Agar dapat terciptanya swasembada garam dan meningkatkan pendapatan petambak garam, maka perlu diadakan pelatihan untuk pegaraman terutama pada penataan lahan garamnya. Kata kunci: garam, sistem pengolahan lahan, lahan garam

KEANEKARAGAMAN PANGAN MASYARAKAT PESISIR BERBASIS EKOSISTEM DAN UPAYA UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

(KASUS DESA PESISIR BULUTI, MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA)

Henny Warsilah Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) – LIPI

Masalah ketahanan dan keamanan pangan telah menjadi perhatian bagi dunia luas. Dengan tumbuhnya populasi dunia maka masalah kelaparan dan kekurangan gizi kembali menjadi momok dan mengganggu masyarakat banyak, misalnya di Asia Tenggara dan Asia Selatan serta Sub-Sahara Afrika. Ketahanan pangan yang rendah membutuhkan suatu kepedulian sosial dan kepedulian internasional. Menjelang 2020, diproyeksikan akan ada 60 persen populasi dunia (kira-kira 6 miliar) akan hidup dalam area-area pantai (Kennish 2002, dalam UNEP 2007). Dan menurut PBB (2009), secara menyeluruh, 70 persen populasi ini akan hidup dalam pusat-pusat urban. Kebanyakan dari megacities (berpenghuni 20 juta penduduk atas) akan berada di dalam zona pesisir, dan akan mencari makanan atau bermata pencarian pada sumber daya laut. Maka permintaan terhadap ikan sebagai makanan sangat tinggi dan akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan tingkat ekonomi dan standar hidup. Permintaan akan ikan telah naik di dunia berkembang dan negara maju, mencapai lebih dari 2.5 persen per tahun (Peterson & Fronc 2007). Padahal sumber daya laut produktivitasnya sudah sangat terbatas, akibat penangkapan ikan yang berlebihan, polusi tumbuhan organik, kontaminasi racun pertambangan, degradasi pantai dan akibat perubahan iklim. Sumber daya perikanan merupakan sumber utama bagi asupan protein dan vitamin, khususnya bagi banyak penduduk berpenghasilan rendah di daerah pedesaan pesisir. Upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan untuk ketahanan pangan ke depan dan secara global telah menarik perhatian publik untuk membuat kebijakan yang signifikan. Dalam konteks ini variabel dan perubahan ekosistem menjadi penting untuk dipertimbangkan. Oleh karena itu , tantangan untuk memelihara atau memulihkan keberlanjutan perikanan dengan cara mengurangi dampak dan degradasi lingkungan akan dapat meningkatkan keamanan pangan lokal dan global. Melihat perkembangan penduduk dan kebutuhan ikan ke arah 2020 nanti, kita patut mempertanyakan secara analitis bagaimana pemerintah, melalui kebijakan nasional dan internasional dan kerangka hukumnya dapat menjaga fungsi keanekaragaman hayati dan ekosistem, serta beradaptasi dengan perubahan iklim untuk menjaga ketahanan pangan dan keamanan pangan penduduk. Artikel ini mengupas tentang kenakeragaman pangan masyarakat pesisir berbasis latar belakang ekosistem dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat. Data diambil dari penelitian yang sama tentang keanekaragaman pangan masyarakat pesisir dalam mendukung ketahanan pangan. Pendekatan yang digunakan kualitatif dan kuantitatif terhadap desa pesisir Bulutui. Kata kunci : kanekaragaman pangan, ketahanan pangan, masyarakat pesisir dan

ekosistem

STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI DISTRIK SALAWATI UTARA KABUPATEN KEPULAUAN RAJA AMPAT

Nurhani Widiastuti, Roni Bawole, Jemmy Manan dan Yori Turu Toja

Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua (FPPK UNIPA) Manokwari

Email : [email protected]

Distrik Salawati Utara merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Kepulauan Raja Ampat yang ditetapkan menjadi kawasan minapolitan bagi produk unggulan kabupaten, yakni rumput laut. Sejauh ini, upaya pengembangan budidaya rumput laut belum berjalan optimal. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi permasalahan yang dominan terkait budidaya rumput laut di Raja Ampat (2) mengidentifikasi kekuatan, kelemahan serta peluang dan ancaman, dan (3) merumuskan strategi pengembangan budidaya rumput laut yang tepat dalam mendukung ketahanan pangan. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey. Adapun metode analisis terdiri dari analisis kelayakan usaha dan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi daya dukung lingkungan, kelayakan teknis maupun kelayakan finansial, budidaya rumput laut ini layak dijalankan. Hasil analisis SWOT menunjukkan, kekuatan : 1) daya dukung perairan yang baik 2) dukungan pemerintah terutama dalam pengadaan teknologi budidaya, 3) keinginan masyarakat yang kuat, kelemahan : 1) curahan waktu kerja rendah karena adanya mata pencaharian lain, 2) kontinuitas, kuantitas dan kualitas produk rendah, 3) pengetahuan masyarakat tentang manfaat, nilai dan jenis olahan rumput laut rendah, 4) belum optimalnya koordinasi lintas sektor, terutama dalam pendampingan/penyuluhan, peluang : 1) tersedianya pasar baik nasional maupun internasional, 2) olahan rumput laut dapat menjadi oleh-oleh khas daerah terkait aktivitas pariwisata, ancaman : penurunan daya dukung lingkungan perairan. Berdasarkan identifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, strategi yang dapat dilakukan adalah 1) pendampingan yang optimal sejak tahap awal hingga pasca panen dan pemasaran 2) peningkatan koordinasi antar sektor terutama Dinas Kelautan Perikanan, Perindustrian dan Koperasi, Pariwisata serta Pemberdayaan. Kata kunci : strategi, budidaya rumput laut, ketahanan pangan, kelayakan usaha, SWOT DAMPAK PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) DI KABUPATEN

CIREBON

Diana Hestiwati dan Mei Dwi Erlina Sekolah Tinggi Perikanan

Email : [email protected]

PUGAR (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) merupakan salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam agar terjadi peningkatan produksi dan pendapatan para petambak garam. Salah satu lokasi pelaksanaan PUGAR adalah Kabupaten Cirebon yang merupakan kawasan sentra produksi garam terbesar di Jawa Barat. Secara umum pelaksanaan PUGAR sudah memberikan dampak positif dalam mendukung swasembaga garam nasional, Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak pengembangan minapolitan dalam mendukung industrialisasi usaha pegaraman. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Penelitian ini menggunakan metode survey dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Dampak pelaksanaan PUGAR di Kabupaten Cirebon merupakan hasil kerja keras dari pelaksanaan PUGAR yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dari sisi produksi garam, harga jual garam ditingkat petambak garam, pendapatan petambak garam, bertambahnya jumlah tenaga kerja serta tumbuhnya industri pengolahan garam konsumsi/beryodium. Kata kunci: dampak, PUGAR, garam

STRATEGI MASYARAKAT PERIKANAN DALAM PEMENUHAN PANGAN TERKAIT DENGAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Siti Hajar Suryawati

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Penelitian ini dilaksanakan pada Tahun 2010 dan bertujuan untuk mengkaji dampak perubahan iklim terhadap pemenuhan pangan masyarakat perikanan dan mengidentifikasi bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan terkait hal tersebut, terutama strategi penganekaragaman pangan, yang merupakan bagian penting dari ketahanan pangan. Pendekatan metodologi dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Analisis didasarkan pada dua jenis kelompok data, data primer dan data sekunder. Data primer mencakup konsumsi pangan, pola konsumsi, kebiasaan konsumsi, dan pengolahan pangan sedangkan data sekunder meliputi informasi-informasi pendukung yang diperoleh dari publikasi-publikasi terdokumentasi: statistik perikanan, laporan tahunan Dinas Perikanan, laporan Badan Ketahanan Pangan, dan publikasi resmi relevan lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah: (i) perubahan iklim berpengaruh terhadap produksi perikanan, tetapi dalam hal pemenuhan pangan, masyarakat perikanan pada umumnya mampu mengatasi tantangan yang ada melalui berbagai bentuk penganekaragaman pangan, (ii) penganekaragaman pangan di kalangan masyarakat perikanan pada umumnya dilakukan melalui upaya-upaya yang diarahkan pada peningkatan akses ekonomi terhadap sumber-sumber pangan, khususnya melalui penguatan daya beli produk-produk pangan, (iii) secara operasional, upaya-upaya tersebut dilakukan mengikuti sebuah strategi dimana masyarakat perikanan mengoptimalkan ‘dimensi inovatif’ dari keamanan pangan, yaitu peningkatan produksi dan perbaikan pengolahan dan pemasaran. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya kebijakan yang kuat dari pemerintah untuk mendukung upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat perikanan.

Kata kunci: strategi, adaptasi, masyarakat perikanan, ketahanan pangan, pemenuhan

pangan, penganekaragaman pangan, perubahan iklim

DINAMIKA NILAI TUKAR NELAYAN

STUDI KASUS : DESA GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

Andrian Ramadhan dan Nensyana Safitri Balai Besar Peneliti Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nilai tukar nelayan merupakan salah satu indkator yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pada dasarnya nilai ini membandingkan antara nilai yang diterima dan nilai yang dibayar oleh nelayan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pergerakan NTN sangat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada saat terjadi musim ikan, nilai indeks yang diterima oleh nelayan (ITN) naik melonjak tinggi namun pada saat musim paceklik kondisinya menjadi turun drastis. Musim puncak penangkapan ikan menyebabkan NTN terdorong naik karena kenaikan ITN yang jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai indeks yang dbayar nelayan (IBN). Sebaliknya pada saat musim paceklik ikan, ITN mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan IBN sehingga NTN turut menurun. Situasi ini memberi informasi yang penting bahwa masyarakat nelayan pada saat-saat tertentu akan mengalami kondisi usaha yang sangat baik namun pada saat lainnya mengalami kondisi usaha yang sangat sulit. Secara rata-rata NTN pada tahun 2011 adalah 101 (Januari 2011=100). Kondisi ini menunjukkan kesejahteraan nelayan mengalami sedikit perbaikan meski tidak signifikan. Kata kunci :

OPTIMASI PENGELOLAAN WADUK GADJAH MUNGKUR KABUPATEN WONOGIRI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

Budi Wardono dan Radityo Pramodya

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Email : [email protected]

Kawasan waduk Gadjah mungkur di Kabupaten Wonogiri, mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat nelayan melalui perikanan tangkap. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2011 berlokasi di Kawasan Waduk Gadjah Mungkur, Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Tujuan penelitian untuk mengetahui peranan waduk Gadjah Mungkr dalam memberikan alternative pendapatan nelayan tangkap di kawasan waduk. Analisis dilakukan dengan pendekatan linier programing yang bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan nelayan dengan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia. Data yang digunaan adalah gabungan data skunder dan data primer yang dikumpulkan dari kelompok-kelompok penangkap ikan di kawasan waduk Gajdah Mungkur. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagain sumberdaya belum dialokasikan secara optimal. Beberapa alternative masih dimungkinkan untuk dapat mengoptimalkan pendapatan nelayan. Beberapa upaya untuk meningkatkan pendapatan nelayan tangkap di waduk Gadjahmungkur adalah dengan upaya peningkatan waktu penangkapan, upaya pelestarian dilakukan melalui pengawasan terhadap pengunaan ukuran alat tangkap yang digunakan. Sistem pemasaran tidak menjadi kendala namun penanganan yang lebih baik perlu ditingkatkan agar kesegaran ikan tetap terjaga dan dapat mempertahankan nilai jual ikan. Upaya peningkatan nilai tambah dilakukan dengan cara pengolahan menjadi produk-produk yang disenangi baik oleh penduduk lokal maupun para turis domestik Kata kunci : optimasi, penangkapan, nilai tambah, linier programming

STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMBUDIDAYA IKAN DI JAWA BARAT

Anna Fatchiya

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

Kapasitas pembudidaya ikan di Jawa Barat sebagai wilayah yang memiliki potensi perikanan air tawar terbesar di Indonesia masih rendah. Oleh karenanya ,penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kapasitas pembudidaya tersebut. Hasil penelitian menunjukkan faktor utama yang menyebabkan rendahnya kapasitas ini adalah rendahnya frekwensi kegiatan penyuluhan yang diikuti dan rendahnya dukungan lembaga penyedia input produksi, khususnya yang berupa induk ikan, benih ikan, dan pakan (pelet). Faktor yang lain adalah tingkat pendidikan formal yang rendah dan kinerja penyuluh yang lemah dalam proses pembelajaran. Kondisi ini menyebabkan usaha milik pembudidaya ikan kurang berkembang. Kurang berkembangnya usaha ini juga dipengaruhi oleh rendahnya dukungan kelembagaan penyedia input produksi, lemahnya kinerja penyuluh dalam menjalin jaringan dengan berbagai lembaga yang terkait dengan pengembangan pembudidayaan ikan, dan lemahnya peran ketua kelompok dalam mendinamisasikan kelompok pembudidaya ikan. Startegi yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas pembudidaya ini antara lain: (a) Peningkatan frekwensi kegiatan penyuluhan perikanan budidaya, pelaksanaan program penyuluhan yang partisipatif dan dirumuskan secara sistematis, serta peningkatan jumlah dan kompetensi penyuluh, (b) Peningkatan peran Balai Besar Budidaya Air Tawar dan maupun Balai Perbenihan Budidaya Ikan yang sebelumnya dikenal sebagai Balai Benih Ikan (BBI), (c) Peningkatan kapasitas kepemimpinan ketua kelompok, misalnya dengan pelatihan tentang kepemimpinan dan pelibatan dalam program-program perencanaan pembangunan perikanan di pedesaan, dan (d) Peningkatan upaya-upaya untuk mengembangkan usaha pembudidayaan ikan, dengan mengorientasikan program penyuluhan Kata kunci: kapasitas, pembudidaya ikan, strategi pengembangan, budidaya ikan

PREDIKSI KEBUTUHAN ENERGI PADA USAHA-USAHA PERIKANAN

Siti Hajar Suryawati Balai Besar Peneliti Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Perencanaan energi merupakan hal yang sangat penting karena dapat memberikan arah kebijakan penyediaan energi dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan berbagai bentuk energi pada usaha-usaha perikanan terkait dengan perencanaan energi di sektor perikanan. Dari penelitian ini dihasilkan gambaran dan masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan pemenuhan kebutuhan energi dalam usaha-usaha perikanan. Bentuk-bentuk energi yang digunakan dalam usaha-usaha perikanan adalah listrik, bahan bakar gas, bahan bakar minyak terutama solar, bensin, dan minyak tanah, namun kebutuhan terbesar adalah dalam bentuk solar dan listrik. Berdasarkan jenis aktivitas dan intensitas kelompok-kelompok usaha perikanan, kebutuhan energi berbahan baku solar adalah 26,5 juta liter pertahun sedang listrik sebesar 3.631.825 kWh pertahun. Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan prioritas pada peningkatan budidaya dan pengolahan, diperkirakan bahwa kebutuhan solar dan listrik akan meningkat masing-masing sebesar 4,9 % dan 0,89 %. Kata Kunci: energi, kebutuhan energi, usaha perikanan, perikanan tangkap, perikanan

budidaya, perikanan tangkap laut, perikanan perairan umum, pengolahan hasil perikanan

PERAN IKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN HEWANI

Tri Bastuti dan Mewa Ariani Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Kementerian Pertanian

Berbicara masalah kualitas sumberdaya manusia tidak dapat dilepaskan dengan aspek pangan atau ketahanan pangan, karena pangan merupakan kebutuhan pokok yang hakiki dan bagian dari hak azasi manusia. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan pangan akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk mampu bersaing pada tataran global. Pangan hewani yang berasal dari ikan dan pangan asal ternak merupakan pangan yang sangat berperan dalam pembentukan kualitas sumberdaya manusia. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis peranan ikan dalam pemenuhan kebutuhan pangan hewani. Data yang digunakan adalah data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2010 yang diolah oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan tabel-tabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa : 1) Rata-rata pengeluaran penduduk sebesar Rp.494.845/kapita/bulan dan pangsa pengeluaran pangan sebesar 51,4% (pangsa pengeluaran ikan : 8,4 % dan pangan asal ternak: 10,4%); 2) Konsumsi energi rata-rata nasional sebesar 1926 Kalori/kapita/hari dan pangsa energi dari ikan terhadap pangan hewani sebesar 33,5%; 3) Konsumsi protein sebesar 55,1 gram/kapita/hari, yang diperoleh dari pangan hewani sebesar 28,2% dengan kontribusi ikan sebesar 55,5%; 4) Konsumsi pangan hewani yang dianjurkan sesuai konsep Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 150 gram/kapita/hari, namun kenyataannya baru 92,2 gram. Peningkatan konsumsi pangan hewani masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Ikan yang mempunyai kandungan asam amino tak jenuh tinggi akan sangat baik untuk kesehatan dan pencapaian kualitas sumberdaya manusia. Penyediaan berbagai jenis ikan segar maupun olahan yang praktis, mudah diperoleh dengan harga terjangkau akan mempercepat pemenuhan kebutuhan tersebut. Kata kunci : ikan, pangan hewani, peran

STUDI MODEL LEMBAGA PEMBIAYAAN PADA KEGIATAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

Mahmud Thoha dan Mochammad Nadjib Pusat Penelitian Ekonomi (P2E)-LIPI

Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh usaha rakyat pada perikanan tangkap adalah nyaris tertutupnya akses permodalan terhadap lembaga keuangan formal. Sebab utamanya adalah karena sifat usaha rakyat di sektor penangkapan ikan tidak pernah stabil, hasilnya serba tidak pasti dan penuh spekulasi, sehingga usaha ini tidak dapat memberikan penghasilan yang jelas dan teratur. Selain itu nelayan tangkap juga tidak mempunyai aset yang dapat dijadikan sebagai agunan bagi lembaga perbankan atau keuangan formal. Pertanyaannya adalah kalau nelayan dianggap kurang mampu mengembalikan kredit secara teratur yang diterimanya dari lembaga keuangan formal, mengapa sampai saat ini lembaga keuangan tradisional masih bersedia memberi pinjaman dan pembiayaan kepada nelayan? Pada satu sisi kegiatan nelayan tangkap dianggap tidak bankable, pada sisi yang lain kegiatan tersebut ternyata cukup layak untuk dibiayai oleh sektor informal berbasis bagi hasil dengan persyaratan yang cukup fleksibel. Dengan demikian usaha nelayan tangkap berskala kecil sebenarnya layak terhadap akses permodalan tetapi diperlukan model pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik usaha dan budaya mereka. Untuk memahami semuanya itu, telah dilakukan suatu penelitian di Prigi, Trenggalek, Jawa Timur dan Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau yang khusus menyoroti aspek pembiayaan bagi masyarakat nelayan. Hasil penelitian ini akan mengemukakan berbagai kemungkinan solusi alternatif lembaga keuangan yang sesuai dan cocok dengan karakter dan budaya masyarakat nelayan kecil tersebut. Kata kunci: nelayan tangkap, pembiayaan nelayan, lembaga keuangan, aksesibilitas, sosial-

ekonomi-budaya.

KENAIKAN HARGA BBM DAN PENGARUHNYA TERHADAP USAHA KECIL PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR SELATAN JAWA

Mira

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tujuan Penelitian untuk menganalisis komposisi Biaya BBM (Bahan Bakar Minyak) dalam usaha tangkap skala kecil perikanan dan pengaruhnya terhadap aspek finansial. Penelitian ini dilakukan di Cilacap (solar) dan Pacitan (bensin), dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Metodologi yang digunakan adalah analisis finansial yang meliputi analisis pendapatan, imbangan penerimaan dan biaya, Payback Period, dan break event point. Hasil analisis mengindikasikan usaha kecil perikanan di Cilacap komposisi biaya BBM terhadap total biaya mencapai 30 persen dan di Pacitan sebesar 39 persen. Sebagai perbandingan dengan usaha berskala besar (PT Perikanan Nusantara), komposisi tersebut mencapai 45%. Adaptasi nelayan dalam kenaikan harga BBM adalah dengan melakukan pengoplosan, tapi secara teknis pengoplosan ini meningkatkan biaya pemeliharaan dan penyusutan, di Cilacap misalnya kenaikan tersebut masing-masing 8,3% dan 5%. Jika harga BBM untuk nelayan naik 100 maka biaya variabel akan meningkat menjadi 60 persen yang berarti mengurangi tingkat keuntungan menjadi 30 persen. Meskipun begitu investasi yang ditanamkan dapat kembali selama barang-barang investasi tersebut pada umur ekonomisnya. Di Cilacap misalnya, ini bisa dilihat dari nilai payback Period (PP) yang nilainya 0,2125 . Nilai R/C mengindikasikan sebesar 1,99, yang artinya setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh nelayan maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 1,99. Nilai BEP (break event point) yang sebesar 123.192.237 mengindikasikan usaha ini mencapai titik impas jika dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 123.192.237. Di pacitan, nilai PP, RC, dan BEP lebih kecil dari Cilacap, yaitu masing-masing sebesar 0,14, 1,75, dan Rp 94.080.750. Selain itu perbedaannya, di Cilacap nelayan sudah melakukan grading pada produknya, sedangkan di Pacitan tidak. Hal ini disebabkan, skala usaha perikanan tangkap di Cilacap lebih besar dibandingkan di Pacitan.

Kata kunci: BBM, payback period, break event point, penerimaan, skala kecil/besar,

pengoplosan, dan usaha tangkap.

ANALISIS PENGARUH GROSS TONNAGE KAPAL TERHADAP JUMLAH HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TEGAL, JAWA TENGAH

I Made Teguh Wirayudha, I Gede Mahendra Wijaya dan Dhaniyanto Mayrendra R

Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB, Bogor Email : [email protected]

Hasil tangkapan ikan akan meningkat dengan meningkatnya kecepatan kapal saat operasi penangkapan, namun sampai pada kecepataan tertentu hasil tangkapan akan konstan (Muntaha, 2003). Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut efisiensi hasil tangkapan atas gross tonnage dari masing-masing kapal perikanan di pelabuhan perikanan pantai kota Tegal, Jawa Tengah. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode pengambilan data gross tonnage kapal dengan jumlah hasil tangkapan dan lamanya operasi penangkapan ikan di laut. Berdasarkan hasil kegiatan diindikasikan bahwa hasil tangkapan memiliki korelasi terhadap gross tonnage kapal. Dengan semakin meningkatnya gross tonnage kapal, maka hasil tangkapan yang didapatkan semakin besar. Secara kuantitatif, hasil tangkapan yang didapatkan oleh nelayan dengan menggunakan mesin kapal tertentu (gross tonnage) dipengaruhi pula oleh berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. Kata kunci : gross tonnage, hasil tangkapan

ANALYTIC HIERARCHY PROCESS PENGELOLAAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN UNTUK KATEGORI SUMBERDAYA PERIKANAN “OVER-EXPLOTED

Mira dan Yesi Dewita Sari

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi kebijakan terhadap pengelolaan armada penangkapan ikan untuk kategori sumberdaya perikanan “over-exploited” yang dilakukan di Selat Bali dengan menggunakan metode analisis data Analytic Hierarchy Process (AHP). Faktor-faktor yang dijadikan dasar pertimbangan adalah : (1)Penetapan ukuran ikan terkecil yang boleh ditangkap;(2) Pengaturan daerah dan waktu penangkapan penangkapan(3) Pengaturan jumlah effort yang boleh diijinkan, dan (4) Peningkatan penegakan aturan terhadap pengebom ikan. Setelah dilakukan seleksi faktor maka ditetapkan beberapa orang yang dianggap capable dalam menetapkan kebijakan. Mereka adalah stakeholder, beberapa akademisi atau peneliti yang pernah melakukan penelitian perikanan lemuru di Selat Bali. Pengambil keputusan membandingkan dua alternatif yang berbeda dengan menggunakan sebuah skala yang bervariasi dari ‘equally preferred’ sampai dengan ‘extremely preferred’. Dari hasil analisis AHP (matrik faktor-faktor pertimbangan) diperoleh kebijakan prioritas pertama adalah penetapan ukuran yang terkecil yang boleh ditangkap dengan total skor 1,1. Kemudian kebijakan prioritas kedua adalah pengaturan daerah dan waktu penangkapan, dengan total nilai 0,9. Prioritas selanjutnya pengaturan jumlah effort yang boleh diijinkan dan peningkatan penegakan aturan terhadap pengebom ikan dengan total nilai masing-masing adalah 0,8 dan 0,7. Penetapan kebijakan ukuran ikan terkecil yang boleh ditangkap berarti ikan lemuru sempenit sebaiknya tidak ditangkap. Sedangkan kebijakan pengaturan waktu penangkapan berarti sebaiknya lemuru ditangkap pada bulan Maret–Mei, karena pada bulan-bulan tersebutlah diprediksi penangkapan tidak menggangu recruitment produksi. Kebijakan pengaturan jumlah effort yang boleh diijinkan berkaitan dengan aturan ukuran mesin kapal, ukuran jaring, dan tipe jaring. Kebijakan yang terakhir (peningkatan penegakan aturan) berkaitan dengan sanksi tegas terhadap pelanggaran aturan Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004.

Kata kunci: AHP, over-exploited, matrik faktor, kebijakan, prioritas, lemuru ANALISIS PELAYANAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU TERHADAP

KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN

Diniah, Mochammad Prihatna Sobari dan Dede Seftian Institut Pertanian Bogor

Sejak tahun 2010 status Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu meningkat menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu. Peningkatan status ini, seyogyanya diiringi dengan peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada nelayan. Penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja pelayanan dan mengukur tingkat kepuasan nelayan. Penelitian dilakukan pada Bulan September dan Desember 2011 dengan jenis studi kasus. Analisis data menggunakan importance and performance analysis (IPA) dan customer satisfaction index (CSI). Ada dua unit penangkapan ikan yang beraktivitas penuh dalam operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu, yaitu dogol dan jaring rampus. Produktivitas dogol secara umum lebih baik dibandingkan jaring rampus. Nilai tingkat kepentingan diperoleh antara 105 – 145, sedangkan nilai tingkat kinerja berkisar antara 31 – 130. Tingkat kepuasan nelayan terhadap pelayanan PPN Karangantu berkisar antara 0,41 – 0,74. Pelayanan terhadap nelayan yang masih dirasakan kurang baik adalah pelayanan kebutuhan BBM dengan nilai 0,47 dan pelayanan kebutuhan es dengan nilai 0,48. Kata kunci: kinerja PPN Karangantu, tingkat kepuasan nelayan

KAJIAN PELUANG USAHA BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT PESISIR TELUK EKAS LOMBOK TIMUR

Cornelia Mirwantini Witomo dan Maulana Firdaus

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan Email : [email protected] dan [email protected]

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji peluang usaha budidaya sebagai mata pencaharian alternatif masyarakat dalam rangka menjaga kelangsungan ekosistem perairan Teluk Ekas dan menentukan strategi dalam rangka mengembangkan usaha budidaya tersebut hingga berkelanjutan. Data diperoleh dengan cara wawancara, konsultasi dan diskusi dengan informan kunci menggunakan daftar pertanyaan. Metode analisis yang digunakan adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) secara kuantitatif. Hasil analisis faktor strategis internal (IFAS) dan faktor strategis eksternal (EFAS) usaha budidaya rumput laut menunjukkan skor nilai masing-masing 3,44 dan 3,56 dan hasil analisis IFAS dan EFAS usaha budidaya kerapu menunjukkan skor nilai masing-masing 3,47 dan 3,67. Berdasarkan skor tersebut, kegiatan budidaya rumput laut dan kerapu di KJA secara teknis layak untuk dilakukan oleh masyarakat Teluk Ekas. Penentuan strategi dalam rangka pengembangan usaha budidaya di perairan Teluk Ekas berdasarkan analisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), strategi yang dipilih untuk budidaya rumput laut dan budidaya kerapu adalah strategi OS. Berdasarkan hasil analisis IFAS dan EFAS pada masing-masing usaha budidaya yaitu budidaya rumput laut dan kerapu di KJA dapat disimpulkan kedua usaha tersebut dapat menjadi mata pencaharian alternatif masyarakat nelayan Teluk Ekas dan mengurangi beban ancaman ekosistem perairan Teluk Ekas yang bersifat mengekstrak langsung Strategi yang digunakan dalam rangka pengembangan usaha budidaya tersebut adalah ekstensifikasi lahan budidaya dan revitalisasi budidaya dalam rangka peningkatan daya saing dan berwawasan lingkungan. Kata kunci : budidaya, SWOT, Teluk Ekas

IDENTIFIKASI POTENSI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT PERIKANAN DI KABUPATEN PANGKEP DAN KABUPATEN SELAYAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Galih Andreanto

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan melalui kegiatan diversifikasi usaha rumah tangga. Penelitian dilakukan di Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Selayar, Propinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni dan Juli Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung data primer dan sekunder yang selanjutnya diolah secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hubungan kerja, pergeseran musim dan ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya merupakan faktor utama yang menyulitkan nelayan untuk mengembangkan ekonomi. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah perlunya pencarian potensi ekonomi baru yang berpijak pada pemanfaatan potensi sumber daya alam. Diversifikasi usaha sebagai upaya pengembangan ekonomi masyarakat nelayan dapat dijadikan pilihan strategis. Pada masyarakat perikanan Kabupaten Pangkep pengembangan ekonomi berbasis perikanan yaitu pengolahan hasil tangkapan serta pembudidaya dapat dijadikan potensi pengembangan ekonomi masyarakat. Sedangkan pada Kabupaten Selayar pengembangan ekonomi berbasis non-perikanan seperti pertanian dan peternakan dapat dijadikan pilihan untuk dijadikan potensi pengembangan ekonomi masyarakat. Kata kunci: potensi, ekonomi, pengembangan, potensi ekonomi, pengembangan ekonomi,

Selayar, Pangkep

NILAI PEMANFAATAN PERIKANAN DI HUTAN MANGROVE DESA PENUNGGUL KECAMATAN NGULING KABUPATEN PASURUAN

Achmad Sofian, Nuddin Harahab dan Marsoedi

Akademi Perikanan Sorong Hutan mangrove memiliki manfaat dan fungsi ekologi dan ekonomi yang sangat strategis bagi masyarakat. Hutan mangrove menjadi tempat hidup, berpijah dan mencari makanan bagi berbagai biota seperti kepiting dan ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) karakteristik hutan mangrove Desa Penunggul dan 2) nilai pemanfaatan perikanan di hutan mangrove Desa Penunggul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011- Januari 2012. Pengumpulan data diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara dengan responden dan studi pustaka yang ditabulasi dan di analisis secara deskriptif. Hutan mangrove Desa Penunggul merupakan hutan hasil penanaman yang berhasil dalam upaya penyelamatan lingkungan pantai oleh masyarakat Desa Penunggul. Terdapat dua jenis mangrove yaitu Rhizophora sp and Avicennia sp. Hutan mangrove Desa Penunggul di dominasi jenis Rhizophora sp dan masih terkategori baik dengan kerapatan sangat padat. Terjadi peningkatan aktivitas pemanfaatan perikanan seiring dengan semakin bertambah luasnya hutan mangrove Desa Penunggul. Pemanfaatan perikanan yang dilakukan masyarakat terdiri dari penangkapan kepiting, kerang dan rajungan. Nilai pemanfaatan perikanan dari usaha penangkapan kepiting, kerang dan rajungan diperoleh sebesar Rp 1.927.000.000/tahun sedangkan nilai manfaat hutan mangrove Desa Penunggul sebagai pendukung produktivitas perikanan diperoleh sebesar Rp 326.975.000/tahun. Nilai tersebut menunjukkan tingginya nilai sumberdaya hutan mangrove Desa Penunggul terhadap sosial ekonomi masyarakat. Kata kunci : kondisi, nilai, hutan mangrove, pemanfaatan perikanan, Penunggul

ASPEK SOSIAL EKONOMI USAHA BUDIDAYA IKAN BAWAL TAWAR DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

Achmad Azizi dan Radityo Pramoda

Balai Besar Peneliti Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Kegiatan usaha budidaya ikan tawar di Hulu Sungai Selatan sudah lama di lakukan dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga, kegiatan usaha budidaya ini terus mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dan akan berakibat terhadap pendapatan. Penelitian ini berujuan untuk memberikan gambaran karakteristik sosial, struktur usaha, tingkat pendapatan. Penelitian ini mengunakan metoda survey dengan jumlah reponden 34 orang, pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder, data primer yang dikumpulkan dari hasil wawancara dengan responden dan tokoh pembudidaya, data yang dikumpulkan adalah Karakteristi sosial dan tingkat pendapatan. Hasi penelitian menunjukkan bahwa umur responden teramsuk dalam kategori umur produktif dengan tingkat pendidikan responden 33,33% lulusan SMP dan 26,67% lulusan SLTA, pengalaman usaha dalam usaha budidaya ikan bawal rata adalah 4-9 tahun, jumlah tanggungan keluarga adalah cukup banyak yaitu 5-6 orang adalah 30%, jumlah kepemilikan keramba adalah milik sendiri 70,60% dan sebagai penggarap adalah 29,40%. Struktur pendapatan responden adalah 43,41% adalah pendapatan usahanya hanya menggandalkan pada usaha perikanan dan 32,67 % adalah perikanan dan pertanian. Analisa usaha budidaya ikan Bawal total biaya adalah Rp.12.400.000 dan Nilai Produksi adalah Rp. 14.450.000 sedangkan keuntungan usaha adalah Rp. 2.000.000. Biaya produksi terbesar diserap oleh biaya pembelian pakan yaitu mencapai Rp. 7.650.000. Permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya adalah sulitnya mendapatkan benih bawal dan harga pakan yang sangat tinggi Kata kunci: sosial ekonomi, budidaya, ikan bawal, air tawar

HUBUNGAN ANTARA PENGUATAN KAPASITAS DENGAN PERSEPSI NELAYAN MENGENAI EFEKTIFITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PERIKANAN WADUK MALAHAYU DI JAWA

TENGAH

Tajerin, Risna Yusuf dan Zahri Nazution Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Peneltian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara penguatan kapasitas dengan persepsi nelayan mengani efekstifitas kelembagaan pengelolaan perikanan di Waduk Malahayu, Jawa Tengah. Peneltian dilakukan sejak Maret hingga Desember 2011. Data penelitian yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan sebanyak 30 orang responden, dan dianalisis secara deskriptif serta diujia dengan pendekatan non paramterik Uji Korelasi menggunakan metoda Pearson’s Product Moment Coorelation (PPMC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam perubahan persepsi yang lebih baik mengenai efektifitas kelembagaan pengelolaan perikanan Waduk Malahayu, Jawa Tengah antara sebelum dan setelah program penguatan kapasitas masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa program penguatan kapasitas masyarakat memiliki prospek yang baik dalam peningkatan efektifitas kelembagaan pengelolaan perikanan waduk, karena mampu mendapatkan persepsi yang baik dari para nelayan sebagai pelaku utama dari kegiatan pengelolaan waduk tersebut. Untuk itu, program penguatan kapasitas tersebut dapat digunakan sebagai salah satu intrumen penting dalam mendorong peran kelembagaan dalam pengelolaan waduk, tidak saja yang diberlakukan di lokasi pengamatan namun juga untuk lokasi-lokasi lainnya yang memiliki karakteristik waduk dan masyarakat yang mendekati sama atau serupa. Kata kunci: penguatan kapasitas, efektifitas kelembagaan, perspesi, perairan waduk

DAMPAK PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETAMBAK GARAM

Manadiyanto, Achmad Azizi dan Tikkyrino Kurniawan

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Sampang merupakan salah satu daerah sentra produksi garam yang cukup besar di Pulau Madura dan kabpaten yang mendapat bantuan program Pemberdayaan usaha Garam Rakyat (PUGAR). Penelitian ini menggunakan metoda survey dengan pengambilan sampel secara popursif, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang petambak garam. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder, data primer dikumpulkan melalui hasil wawancara dengan bantuan kuesioner yang telah terpola sesuaidengan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menhetahui dampak program PUGAR terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petambak garam, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi garam sebelum adanya program pugar lebih rendah setelah adanya pugar, sarana dan prasarana nya sudah lebih baik denganadanya perbaikan jalan menuju tambak garam, pelaku usaha tambak garam masih di dominasi oleh penduduk lokal yaitu 95% dan pendatang hanya 5%, tenaga kerja masil diminati penduduk lokal yaitu 75% dan pendatang 25%. Sedangkan harga garam setelah adanya peraturan pemerintah Cq perdagangan sudah ada perubahan yaiti Rp.350- 450/kg, hubungan patron claint tidak ada perubahan antara sebelum dan sesudah adanya PUGAR, sumber daya air bahan baku air laut mudah didapat dan peningkatan produksi mencapai 30-40%. Kata kunci : dampak, PUGAR, poduksi dan pendapatan

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP SUMBERDAYA PERIKANAN

Yudi Wahyudin Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor

Proporsi pembiayaan untuk kebutuhan BBM bagi operasionalisasi penangkapan ikan dewasa ini dapat mencapai lebih kurang 40 persen dari total kebutuhan biaya penangkapan. Meningkatnya harga BBM semakin menambah biaya ekstraksi pemanfaatan sumberdaya ikan. Tulisan ini lebih lanjut mengkaji dampak kenaikan harga BBM dengan menggunakan model dinamis dapat memberikan gambaran lebih lengkap tentang ukuran keuntungan optimal yang seharusnya dapat diperoleh. Hasil kajian imi merumuskan beberapa langkah yang perlu dikaji yaitu : (1) Kajian pengaruh peningkatan harga BBM terhadap sumberdaya ikan dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang lebih komprehensif, sebagai tindak lanjut exercise atau kajian singkat ini, (2) Kajian bentuk subsidi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat nelayan, (3) Penyusunan rencana aksi antisipasi dampak kenaikan BBM, dan sebagainya, (4) Pengembangan teknologi penangkapan hemat energi, (5) Penetapan proporsi penggunaan BBM terhadap jumlah ikan yang harus didaratkan dan (6) Pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan yang terpaksa keluar akibat tingginya biaya ekstraksi yang harus ditanggung akibat adanya peningkatan BBM.

IDENTIFIKASI PENDAPATAN NELAYAN PANCING GURITA (OCTOPUS SP.) PER MUSIM TANGKAPAN DI PULAU BONETAMBU KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR

Sri Suro Adhawati dan Haidawati

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan - UNHAS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai tangkapan yang diperoleh , dan biaya (cost) yang dikeluarkan oleh nelayan tangkap pancing gurita pada tiga musim tangkapan yaitu; musim puncak, musim peralihan dan musim panceklik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2012 di Pulau Bonetambu kecamatan Ujung Tanah kota Makassar. Populasi cukup homogen, Jumlah Populasi 120 nelayan, sampel diambil 15 % yaitu 18 nelayan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat perbedaan nilai tangkapan nelayan pada ketiga musim, pada musim peralihan nilai tangkapan nelayan turun hingga mencapai 40,1% dan pada musim panceklik mencapai 65,6 % dr nilai tangkapan nelayan pada musim puncak. Dari sisi biaya, pada musim peralihan, pengeluaran total nelayan naik sebesar 28,21 % dan sebaliknya dimusim panceklik biaya operasional nelayan mengalami penurunan sebesar 8,85 %. Kata kunci : nilai tangkapan, total biaya, pendapatan nelayan gurita

PROFIL NILAI SOSIAL EKONOMI AKTIVITAS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KECAMATAN TANIMBAR SELATAN DAN SELARU, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT, PROVINSI

MALUKU

Yudi Wahyudin Program Pengembangan Sosial Ekonomi dan Masyarakat Pusat Kajian Sumberdaya

Pesisir dan Lautan IPB Bogor Budidaya rumput laut dalam kurun waktu lebih kurang satu dasawarsa telah menjelma menjadi mata pencaharian utama di beberapa desa di wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan dan Selaru. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman budidaya yang dimiliki oleh para pembudidaya yang berhasil diwawancarai, yaitu berkisar antara 1-7 tahun atau secara rata-rata pengalaman responden dalam melakukan usaha budidaya rumput laut adalah 2,86 tahun. Dan, berdasarkan pengalaman yang dimiliki, maka rata-rata pembudidaya rumput laut di dua kecamatan studi mampu memproduksi rumput laut kering sebanyak 10,50 ton per tahun. Waktu pemeliharaan yang dilakukan pembudidaya rumput laut berkisar antara 40-60 hari atau rata-rata selama 45,36 hari dengan banyaknya tali yang dimiliki berkisar antara 5-200 tali atau rata-rata sebanyak 42 tali. Biaya per unit produksi yang harus dikeluarkan pembudidaya untuk melakukan usahanya berkisar sebesar Rp.200-4000 per kilogram rumput laut kering atau rata-rata sebesar Rp.1754,38 per kilogramnya dan dengan harga jual setiap kilogram rumput laut kering berkisar antara Rp.5000-7150 atau rata-rata sebesar Rp.5939,28 per kilogram, maka keuntungan rata-rata yang dapat diterima oleh setiap pembudidaya adalah sebesar Rp.36,07 juta rupiah. Berdasarkan hasil analisis permintaan terhadap rumput laut kering di dua kecamatan studi, dapat disimpulkan bahwa kemiringan kurva permintaan yang terbentuk adalah sebesar 0,26, sedangkan kemiringan kurva penawaran dari hasil analisis adalah sebesar 0,56. Pada kondisi keseimbangan pasar menghasilkan harga pasar riil yang terjadi dan digambarkan pada setiap rata-rata pembudidaya di wilayah studi, yaitu sebesar Rp.4603,78 per kilogram dengan jumlah produk optimal yang diminta di pasar sebanyak 15,60 ton per tahun. Nilai total ekonomi sumberdaya rumput laut hasil budidaya dapat dihitung dengan mencari nilai surplus konsumen dan nilai surplus produsen. Dan berdasarkan hasil analisis, nilai surplus konsumen diestimasi sebesar Rp.31,91 juta, sedangkan nilai surplus produsennya sebesar Rp.52,87 juta, sehingga dengan demikian nilai total ekonomi sumberdaya rumput laut hasil budidaya dapat diestimasi sebesar Rp.84,78 juta per individu pembudidaya dan dengan jumlah pembudidaya sebanyak 1614 orang, maka nilai ekonomi total sumberdaya rumput laut hasil budidaya di Kecamatan Tanimbar Selatan dan Selaru mencapai sebesar Rp.136,83 milyar.

MENINGKATKAN KETAHANAN MASYARAKAT PESISIR MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM MELALUI AKUAKULTUR SEBAGAI MATA PENCAHARIAN SUPPLEMENTAL

Wa Iba

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo

Perubahan iklim mengancam kehidupan masyarakat pesisir melalui beberapa cara antara lain cuaca yang tidak menentu sehingga menyulitkan nelayan dalam mencari ikan, meningkatkan potensi terjadinya angin puting beliung yang dapat merusak infrastruktur di daerah pesisir dan erosi pantai. Kesulitan dalam mencari ikan dapat menurunkan pendapatan nelayan dan berdampak langsung terhadap kesejahteraannya. Akuakultur atau budidaya perairan merupakan salah satu metode adaptasi terhadap perubahan iklim untuk membantu nelayan dalam mendapatkan pendapatan tambahan selain menangkap ikan. Namun demikian, spesies yang dapat dibudidayakan harus memenuhi syarat sebagai spesies yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis tinggi. Dalam makalah ini dibahas tentang spesies akuakultur yang dapat dijadikan sebagai mata pencaharian suplemental bagi nelayan untuk meningkatkan ketahanan menghadapi dampak perubahan iklim.

STRATEGI PENGEMBANGAN RANU BETOK DI KABUPATEN PROBOLINGGO

Pudji Purwanti dan Maheno Sri Widodo M.Fattah Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - Universitas Brawijaya

Email : [email protected]

Ranu Betok merupakan salah satu ranu yang ada di Desa Ranu Agung Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini mengkaji profil dan potensi Ranu Betok, kondisi fisika-kimia, budaya masyarakat, serta pemanfaatan ekonomi masyarakat sekitar ranu. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data sosial-ekonomi dianalisis secara deskriptif, sedangkan data perairan ranu menggunakan analisis fisika-kimia. Berdasarkan data sosial-ekonomi dan data fisika-kimia, dilakukan analisis SWOT guna menentukan arah pengembangan ranu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ranu Betok Ranu Betok mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang cukup baik, baik di perairan ranu maupun tumbuhan yang hidup disekitar Ranu Betok, kondisi fisika-kimia menunjukkan bahwa dalam keadaan baik sesuai dengan standar baku perairan, manfaat ekonomi antara lain kegiatan karamba ikan dan penangkapan ikan serta kegiatan pertanian disekitar ranu. Kelembagaan dalam masyarakat dalam pengelolaan ranu Betok masih belum ada, sehingga dalam pemanfaatan secara bebas tanpa ada tanggung jawab untuk melestarikan. Strategi pengembangan perikanan di Ranu Betok diarahkan pada: pengembangan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat-alat tangkap yang ramah lingkungan yang diimbangi dengan kegiatan penebaran benih /restoking ikan pada periode waktu tertentu; konservasi di wilayah ranu; dan pengembangan budidaya lele organik di halaman rumah untuk menggantikan kegiatan budidaya karamba pada ranu. Kegiatan budidaya pada ranu tidak direkomendasikan karena ranu tidak memiliki saluran keluar dan masuk untuk membuang sisa pakan, yang dapat menyebabkan pendangkalan ranu. Selain itu pada bulan-bulan tertentu setiap tahun terjadi kegiatan vulkanik periodik (gas sulfur) yang mengakibatkan perubahan kualitas perairan ranu.

Kata kunci: strategi, ranu, penangkapan, penebaran benih