Proposal Ta Pandu

download Proposal Ta Pandu

of 18

Transcript of Proposal Ta Pandu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sumber energi yang melimpah di Indonesia adalah energi matahari karena Indonesia terletak di garis khatulistiwa. Dalam beberapa tahun terakhir energi matahari telah digunakan sebagai salah satu sumber energi alternatif. Pemanfaatan sederhana dari energi matahari adalah sebagai sumber energi pada pemanas air surya. Untuk memanfaatkan energi surya tersebut dibutuhkan suatu alat yang berfungsi untuk mengumpulkan energi radiasi yang datang dari matahari, yakni kolektor surya. Sebuah kolektor surya terdiri dari plat penyerap yang memiliki konduktivitas termal yang baik, dimana plat penyerap ini berhubungan dengan pipapipa yang mengalirkan air. Kemudian terdapat satu atau lebih kaca penutup transparan di bagian atas kolektor serta sebuah isolator di bagian bawah plat penyerap. Dalam sebuah kolektor surya isolator berfungsi untuk meminimalisasi rugi-rugi panas. Isolator yang digunakan harus memiliki nilai konduktivitas termal yang rendah. Energi radiasi matahari yang datang ditransmisikan melalui kaca penutup transparan dan dirubah menjadi panas oleh plat penyerap. Panas yang diterima oleh plat penyerap selanjutnya dikonduksikan ke pipa-pipa pembawa air. Berdasarkan bentuk plat penyerap nya, kolektor surya dibagi menjadi tiga jenis yaitu trickle collector, thermal trap collector dan standard collector. Trickle collector adalah kolektor surya dengan plat penyerap berbentuk gelombang. Thermal trap collector adalah kolektor surya dengan perangkap kalor. Sedangkan standard collector adalah kolektor surya dengan plat penyerap berbentuk datar. Kolektor surya yang sering digunakan adalah kolektor surya dengan plat penyerap berbentuk datar, penggunaan tersebut didasarkan pada efisiensi dari plat penyerap datar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis plat penyerap yang lain. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Robert L San Martin dan Gary J Field (1975). Oleh karena itu penulis memilih kolektor surya plat datar dengan isolasi kapuk sebagai objek dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Penulis memilih kapuk sebagai bahan isolator pada kolektor surya karena kapuk memiliki nilai konduktivitas termal yang rendah, harga yang relatif murah dan mudah didapat.

1

1.2 Tujuan Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk:1. Membuat kolektor surya plat datar luas 0,6 m2 dua kaca dengan isolasi kapuk

menggunakan pipa sejajar. 2. Menghitung efisiensi kolektor surya plat datar yang dibuat. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas penulis menyimpulkan beberapa rumusan masalah, yaitu:1. Bagaimana menentukan bentuk konstruksi alat? 2. Berapa besar efisiensi kolektor surya plat datar yang dibuat?

1.4 Batasan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membatasi masalah yang dibahas, yaitu:1. Kolektor surya mempunyai dimensi panjang 1000 mm, lebar 600 mm dan

tinggi 100 mm.2. Kolektor surya terbuat dari pelat besi dan plat penyerap datar terbuat dari

alumunium yang dicat hitam agar penyerapan panas matahari lebih baik.3. Pipa tempat dialirkan air sebgai fluida kerja terbuat dari tembaga yang dicat

hitam.4. Isolasi menggunakan kapuk setebal 54,8 mm. 5. Kaca penutup yang digunakan berjenis kaca bening dengan tebal 3 mm dan

jarak antar kaca penutup 5 mm.6. Pengujian dilakukan selama 8 jam, dengan berbagai variasi laju aliran air dan

variasi sudut kemiringan kolektor. 1.5 Metodologi Metodologi yang akan dilakukan penulis untuk pembuatan tugas akhir ini adalah : 1. Studi Literatur Studi Literatur dilakukan untuk mendapatkan referensi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kolektor surya.

2

2. Diskusi Melakukan tanya jawab dan diskusi dengan pembimbing dan staf pengajar yang berkaitan dengan penyusunan Tugas Akhir. 3. Pengujian dan Analisis Data Kolektor surya yang telah dibuat selanjutnya akan diuji dan diambil datanya untuk diolah untuk penghitungan efisiensi kolektor surya tersebut.

3

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konstanta Surya Lapisan luar dari matahari memancarkan suatu spectrum radiasi yang kontinyu. Matahari dapat dianggap sebagai sebuah benda hitam atau sebuah radiator sempurna pada 5762 K. 2.1.1 Radiasi Matahari Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari (Es) adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan-Boltzmann, pangkat empat temperatur permukaan absolute (Ts4), dan luas permukaan (ds2).4

[W]...(2.1)

Dimana Ts ds

:

= konstanta Stefan-Boltzmann = 5.67 x 10-8 [W/cm2.K4] = temperatur permukaan [K] = diameter matahari = 1.39 x 109 [m]

radiasi flux pada unit area dari permukaan berbentuk bola dalam hal ini matahari dapat dicapai dari persamaan sebagai berikut:

[W/m2]..(2.2)

Dimana Ts R

:

= temperatur permukaan matahari [K] = 5762 K = jarak rata-rata antara matahari dan bumi [m] = 1.5 x 1011 m

2.2 Radiasi Pada Bidang Miring Pada dasarnya data radiasi matahari pada bidang miring jarang diperoleh. Karakteristik dari permukaan sekitarnya berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Sehingga standarisasi sukar dibuat.

4

Karena itu radiasi total pada suatu permukaan miring biasanya dihitung. Radiasi total pada permukaan miring adalah jumlah dari radiasi komponen sorotan (IbT), komponen sebaran (IdT), dan komponen pantulan (IrT). ...........................................................................(2.3) 2.2.1 Radiasi Langsung / Sudut Masuk Intensitas radiasi langsung atau sorotan perjam pada sudut masuk normal IbN adalah:

.......................................................................(2.4)

IbN

= radiasi sorotan pada suatu permukaan horizontal

2.2.2 Radiasi Sebaran Radiasi sebaran atau disebut juga radiasi langit (sky radiation) adalah radiasi yang dipancarkan ke permukaan penerima oleh atmosfer, karena itu berasal dari seluruh permukaan hemister. Apabila dimisalkan, seperti yang sering terjadi, bahwa radiasi sebaran pada permukaan miring dinyatakan dengan: .......................................................(2.5)

Dimana reflektansi dianggap 0.21 0.25 untuk permukaan tanpa salju dan 0.7 untuk lapisan salju yang baru turun. 2.3 Sifat-Sifat Cahaya Apabila sebuah cermin yang menerima cahaya kemudian diarahkan ke dinding, maka cahaya tersebut akan memantul dan nampak pada dinding. Hal ini disebabkan karena cahaya memantul pada permukaan kaca ke permukaan dinding. 2.3.1 Hukum Pemantulan Cahaya Snellius Ada dua hukum pemantulan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius, yaitu:5

1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang dan berpotongan di satu titik pada bidang itu.

Gambar 2.1 pemantulan cahaya 2. Sudut datang sama dengan sudut pantul 2.3.2 Hukum Pembiasan Cahaya Snellius Pembiasan cahaya (refraksi) adalah pembelokan arah rambat cahaya ketika memasuki medium lain yang berbeda kerapatan optiknya. Ada dua hukum pembiasan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius, yaitu: 1. Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang dan berpotongan di satu titik. 2. Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal. Sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal. 2.3.3 Jenis-jenis Pemantulan Cahaya Cahaya yang datang pada suatu permukaan akan dipantulkan tergantung dari sifat permukaannya, atau dikenal dengan pemantulan teratur dan pemantulan baur (difus). Sifat-sifat pemantulan teratur :-

berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan sejajar juga. banyak sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak bersinar terang.6

-

-

terjadi pada benda benda yang permukaannya halus ( rata ) seperti kaca, baja, dan alumunium.

Gambar 2.2 pemantulan teratur Sifat-sifat pemantulan baur (difus) : berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan ke segala arah. hanya sedikit sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak suram. terjadi pada benda yang mempunyai permukaan kasar ( tidak rata ).

Gambar 2.3 pemantulan baur 2.4 Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu tempat ke tempat lainnya yang disebabkan perbedaan temperatur antara tempattempat tersebut. Bila dalam suatu sistem terdapat gradien temperatur atau bila dua sistem yang temperaturnya berbeda disinggungkan maka akan terjadi perpindahan energi yang disebut panas (heat). Energi ini tidak dapat diukur atau diamati secara langsung tetapi arah perpindahan dan pengaruhnya dapat diamati dan diukur. Pada umumnya terdapat tiga proses perpindahan panas yaitu: 1. Konduksi 2. Konveksi3.

Radiasi7

Sebagai gambaran mengenai tiga cara diatas pada sebuah kolektor surya adalah sebagai berikut. Radiasi surya ditransmisikan melalui kaca penutup transparan, dimana sinar tersebut ada yang direfleksikan dan ada yang diteruskan masuk dan memanaskan plat penyerap. Perpindahan panas dari media udara menuju pelat ini berlangsung secara konveksi sedangkan perpindahan panas yang terjadi di dalam media plat terjadi secara konduksi. 2.4.1 Konduksi Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian suhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Hubungan dasar perpindahan panas dengan cara konduksi diusulkan oleh ilmuan Prancis, J.B.J. Fourier, pada tahun 1882. Hubungan ini menyatakan bahwa qk, laju perpindahan panas bahan, sama dengan hasil kali dari tiga buah besaran berikut: 1. Konduktivitas termal bahan 2. Luasan penampang dimana panas mengalir secara konduksi 3. Gradien suhu pada penampang tersebut Persamaan : ........................................................................(2.6)

Dimana : q = laju perpindahan panas (kJ/s) k = konduktivitas termal bahan (W/mK) A = luas penampang (m2) 2.4.2 Konveksi Perpindahan panas konveksi terjadi apabila panas bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan medium fluida. Perpindahan panas dengan cara ini disebut konveksi. Konveksi terjadi akibat dari perubahan panas jenis yaitu ekspansi bagian fluida yang dipanaskan. Konveksi terbagi menjadi dua. Apabila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan maka disebut konveksi alami, dan apabila perpindahannya dengan dorongan maka disebut konveksi paksa.8

Besarnya konveksi tergantung pada : 1. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A) 2. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (T) 3. Koefisien konveksi (hc), yang tergantung pada: a. Viskositas fluida b. Kecepatan fluida c. Perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida d. Kapasitas panas fluida e. Rapat massa fluida f. Bentuk permukaan kontak Laju konveksi : ....................................................................(2.7) Dimana : qc A T hc = laju perpindahan panas konveksi [kJ/s] = luasan perpindahan panas [m2] = beda antara suhu permukaan Ts dan suhu fluida T~ di lokasi yang ditentukan [C] = permukaan perpindahan panas atau koefisien perpindahan panas konveksi[W/m2.C] 2.4.3 Radiasi Pada proses radiasi, energi termis diubah menjadi energi radiasi. Energi ini termuat dalam gelombang elektromagnetik, khususnya daerah inframerah (700mm 100m). Saat gelombang elektromagnetik tersebut berinteraksi dengan materi energi radiasi berubah menjadi energi termal. Untuk benda hitam, radiasi termalyang dipancarkan per satuan waktu per satuan luas pada temperatur T Kelvin adalah : ........................................................................................(2.8) perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan hubungan persamaan

9

Dimana : e Pada = konstanta Boltzmann : 5.67 x 10-8 [W/m2K4] = emitansi ( 0 e 1 ) dasarnya, setiap benda diatas temperatur nol absolut

memancarkan energi dalam bentuk radiasi akibat perubahan kedudukan electron yang mengorbit dalam atom atau molekul yang menyusun benda tersebut. Tingkat radiasi yang dipancarkan tergantung pada suhu benda tersebut. Bagian terpanas dair matahari, sebagai hasil dari reaksi nuklir (fisi dan fusi), adalah intinya dengan suhu sekitar 19.450.000 C. Permukaan matahari (photosphere) yang memancarkan panas dan radiasi mempunyai suhu 5500 C. Jika matahari dianggap berkelakuan sebagai suatu benda hitam sempurna dalam mengabsorbsi dan memancarkan radiasi (e=1), tingkat radiasi yang dipancarkan adalah :

MW/m2 MJ/m2s Tetapi hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan matahari yang sampai pada permukaan bumi. Apabila bumi berada pada jarak ratarata dari matahari, pancaran (flux) radiasi yang jatuh secara tegak lurus pada suatu permukaan luar atmosfir bumi adalah 1,99 0,02 ly. min-1 (ly = Langley) atau 1389,02 13,96 J.m-2.s-1 (1 ly. min-1 = 1 cal.cm-2 = 698 W.m-2 atau J.m-2.s-1) yang disebut sebagai konstanta radiasi (Munn, 1966). Tingkat konstanta radiasi yang sering digunakan berkisar di antara 1353 1367 J.m-2.s-1 (Munn, 1966; Driessen & Konij, 1992; Goudriaan & Van Laar, 1994). 2.5 Perancangan Kolektor surya 2.5.1 Luas Kolektor Untuk menghitung luas kolektordigunakan rumus sebagai berikut : .................................................................................................(2.9) ........................................................................................(2.10)10

Dimana: m= massa air (kg) cp = kapasitas kalor (kWh/kg) T= Perubahan temperatur ( C) Ig = intensitas radiasi matahari (kWh/m2) = efisiensi (%) Q = energi yang dibutuhkan (kWh) 2.5.2 Panjang Pipa Untuk menghitung panjang yang dibutuhkan digunakan rumus seperti berikut: ............................................................................................ (2.11)

Sehingga, ........................................................................................... (2.12) Dimana: L = Panjang pipa (m) m = laju alir massa (kg/s) cp= kapasitas kalor (kJ/kg) T= Perubahan temperatur (C) D = diameter (m) qs= fluksi panas radiasi (kJ/kg) 2.5.3 Luas Permukaan Pipa Satu Buah Kolektor Untuk menghitung luas permukaan pipa didalam satu buah kolektor digunakan rumus sebagai berikut: ........................................................................................(2.13) Keliling lingkaran, k= x D Dimana, k= keliling lingkaran (m) p= panjang kolektor(m)

11

2.5.4 Luas Permukaan Pipa Seluruh Kolektor Untuk mengetahui luas permukaan seluruh pipa digunakan rumus sebagai berikut: Apk=Ap x 3 .......................................................................................... (2.14) 2.5.5 Luas Permukaan Sirip Kolektor Untuk mengetahui luas permukaan fin/sirip keseluruhan dapat digunakan rumus sebagai berikut: Af= 3 x p x l ..........................................................................................(2.15) Dimana, p= panjang sirip (m) l= lebar fin/sirip (m)

2.7 Menentukan Karakteristik dan Parameter Kolektor Untuk mendapatkan karakteristik dari kolektordan menghitung perfomansi kolektordapat menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut: 2.7.1 Menentukan Laju Konduksi Kalor Laju konduksi kalor dapat dihitung sebagai berikut: .................................................................................(2.16) Dimana, = laju konduksi kalor (Watt) k Ak T D = konduktivitas thermal kaca (0,8 W/m.K) = luas penampang kolektor(m2) = selisih temperatur pelat penyerap dengan temperatur kaca (m2) = tebal kaca (m) dengan menggunakan rumus

2.7.2 Menentukan Perpindahan Panas Radiasi Perpindahan panas radiasi dapat dihitung rumus sebagai berikut: ..................................................................(2.17) dengan menggunakan

12

Dimana, qrad T1 T2 = perpindahan panas radiasi (Watt) = 5,6x10-8 (W/m2.K4) = temperatur kolektor(oC) = temperatur kaca (oC) = emisivitas absorber = emisivitas kaca 2.7.3 Efisiensi Kolektor Efisiensi dari kolektor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara panas yang berguna dari kolektor ke air dengan energi yang diterima kolektor. a. Energi Berguna yang Diberikan Kolektor Ke Air Energi panas yang diserap oleh air dari kolektor dapat diketahui dari persamaan di bawah ini: q= m x c x T ........................................................................................ (2.18) Dimana, q m Cp T = panas yang diserap oleh air (J/s) atau (W) = laju aliran massa air (kg/s) = panas spesifik air (J/kg.K), dicari dari tabel = selisih Tair keluar dan Tair masuk (K)

Laju alir massa dapat dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: m = Q x .................................................................................................. (2.19) Dimana, Q = debit alir air (m3/s) = massa jenis air (kg/m3) b. Energi Panas yang Diterima Kolektor Energi Panas yang Diterima Kolektoradalah sebagai berikut: qin = Ak x Ig ........................................................................................... (2.20) Dimana, qin Ak Ig = panas yang diterima kolektor(J/s) atau (W) = luas penampang kolektor(m2) = pancaran radiasi matahari (Watt/m2)13

BAB III RENCANA PEMBUATAN DAN METODE PENGUJIAN 3.1 Rencana Pembuatan kolektor surya Perencanaan dalam pembuatan kolektor surya ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :1. Melakukan pengamatan dan study literatur mengenai kolektor surya.

Pengamatan pertama yang dilakukan adalah mengamati Solar Water Heater yang ada di laboratorium Teknik Konversi Energi, yang mana keadaan sekarang alat tersebut mengalami kerusakan pada isolator di tangki penyimpanan dan pada pipa distribusi, kerusakan pada kolektor surya, serta jarak antar pipa tembaga pada kolektor surya terlalu jauh. Menurut penelitian Philip Kristanto (2001), diketahui bahwa semakin kecil jarak antar pipa tembaga dan semakin banyak jumlah alur pipa tembaga maka efisiensi kolektor surya akan semakin besar. 2. Menentukan bahan dan alat. Pada pembuatan kolektor surya ini menggunakan beberapa material, yaitu kaca penutup transparan, pipa tembaga, plat body kolektor berbahan besi, plat penyerap berbahan alumunium, besi siku, cat hitam, karet list kaca alumunium foil, superlon dan kapuk sebagai bahan isolator.3. Pembuatan alat.

Proses pembuatan kolektor surya adalah sebagai berikut:1. Membuat rangka kolektor surya. 2. Membuat body kolektor surya. 3. Membuat rangka penutup kaca. 4. Membuat plat penyerap. 5. Membuat alur pipa tembaga. 6. Memasang isolasi bagian bawah kolektor. 7. Memasang plat penyerap. 8. Memasang alur pipa-pipa tembaga pada plat penyerap. 9. Mengecat plat penyerap dan alur pipa tembaga dengan warna hitam. 10. Memasang kaca penutup ke-2. 11. Memasang kaca penutup ke-1. 12. Memasang rangka penutup kaca. 14

4. Pengujian alat. Parameter-parameter yang diambil pada saat pengujian kolektor surya adalah sebagai berikut,yaitu:1. Temperatur air masuk kolektor (oC) 2. Temperatur air keluar kolektor (oC) 3. Temperatur dalam kolektor (oC) 4. Temperatur udara (oC) 5. Variasi debit air yang mengalir pada pipa-pipa kolektor (m3/s)

6. Variasi sudut kemiringan kolektor surya7. Radiasi matahari (Watt/m2)

Gambar 3.1 Diagram blok rencana pembuatan kolektor surya di Laboratorium Teknik Konversi Energi

15

3.2

Skema Gambar

Gambar 3.2 Skema Gambar Rencana 3.3 Spesifikasi kolektor surya yang akan dibuat Kaca penutup Tebal kaca Dimensi kolektor surya Tebal pelat body kolektor Pipa-pipa air Plat penyerap Tebal plat penyerap

= 1000 mm x 600 mm x 100 mm = 3 mm = 1000 mm x 600 mm x 100 mm = 2 mm = tembaga 3/8 inch = 1000 mm x 600 mm x 100 mm = 1,2 mm = 20 mm = kapuk = 67,8 mm

Jarak kaca dengan plat Isolasi Tebal isolasi

3.4

Rencana Lokasi Penyelesaian Tugas Akhir Pelaksanaan tugas akhir akan dilakukan di Laboratorium Teknik Konversi

Energi.16

3.5

Rencana Anggaran Biaya Rencana anggaran biaya pembuatan kolektor surya di laboratorium teknik

konversi energi adalah sebagai berikut:Tabel 3.1 Rencana anggaran biaya pembuatan kolektor surya No 1 2 3 4 5 6 7 Bahan Kaca 3 mm dimensi 1000 mm x 600 mm Pipa Tembaga kapuk Cat Hitam Plat Penyerap (Alumunium) Plat Body Kolektor Besi Siku Total Jumlah 2 buah 1 roll 5 kg 1 kaleng 1 buah 1 buah 1 buah (6 meter) Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Harga 100.000,00 350.000,00 50.000,00 20.000,00 50.000,00 270.000,00 40.000,00 880.000,00

3.6

Rencana Pelaksanaan Tugas AkhirJanuari Februari Maret 3 4 1 April 2 3 4 1 Mei 2 3 4 1 Juni 2 3 4

Rencana Kegiatan (Minggu Ke-) Studi Literatur Pengajuan Proposal Pembuatan Alat Pengujian Alat dan Pengambilan Data Pengolahan Data Hasil Pengujian Penyusunan Laporan Sidang

Juli 1

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

DAFTAR PUSTAKA Holman, J.P. 1994. Perpindahan Kalor Edisi ke Enam.Penerbit Erlangga.Jakarta.17

Kreith.Frank and Kreider,Jan F.Principles of Solar Engineering. New York : McGraw Hill Book. 1978. Matlida,dkk. Desain KolektorPlat Datar (Flat Plate) Untuk Pemanas Air. UGM. Yogyakarta. 2006.

.

18