BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/5815/3/PANDU YUNADI =...

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Anastasia Diana & Lilis Setiawati. 2010: 1). Sedangkan Rochmat Soemitro, mendefinisikan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (R. Santoso Brotodiharjo. 2010: 2). Adapun menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), Pasal 1 angka (1) menegaskan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. 10 KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/5815/3/PANDU YUNADI =...

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat (Anastasia Diana & Lilis Setiawati. 2010: 1).

Sedangkan Rochmat Soemitro, mendefinisikan pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum (R. Santoso Brotodiharjo. 2010: 2).

Adapun menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), Pasal 1 angka

(1) menegaskan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran

rakyat.

10

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

11

2. Fungsi Pajak

Menurut Thomas Sumarsan (2013:15) pajak mempunyai peranan

yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam

pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan

negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa

fungsi, yaitu:

a. Fungsi Penerimaan (budgetair)

Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas

negara, yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran - pengerluaran

pemerintah. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan

melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini

dapat diperoleh dari pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk

pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,

pemeliharaan, dan lain sebagainya.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di

tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi.

Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak,

paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar, tidak terjadi

pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan

sosial.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

12

3. Wajib Pajak

Wajib Pajak dapat diartikan sebagai orang pribadi atau badan,

meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang

mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan ( Mardiasmo. 2013: 23).

Subyek pajak pribadi dalam negeri menjadi Wajib pajak apabila

telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi

Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subyek pajak badan dalam negeri menjadi

Wajib Pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Subyek pajak luar negeri baik pribadi maupun badan, menjadi Wajib Pajak

karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari

Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang

bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

(Mardiasmo. 2013: 157).

4. Pemungutan Pajak

Asas pengenaan pajak ini untuk mencari jawaban atas permasalahan

siapa, atau pemerintah negara mana yang berwenang memungut pajak

terhadap suatu sasaran pajak tertentu yang menyangkut yurisdiksi suatu

negara terhadap negara lain.

a. Asas Pemungutan Pajak

1) Asas Negara Tempat Tinggal

Asas ini sering disebut asas Domisili. Asas negara tempat

tinggal ini mengandung arti bahwa negara tempat tinggal seseorang

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

13

bertempat tinggal tanpa memandang kewarganegaraanya,

mempunyai hak yang tak terbatas untuk mengenakan pajak terhadap

orang orang itu atas semua pendapatan yang mereka peroleh tanpa

menghiraukan dimana pendapatan itu diperoleh.

2) Asas Negara Asal

Asas Negara Asal mendasarkan pemajakan pada tempat

tinggal dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu perusahaan,

kekayaan atau tempat kegiatan di suatu negara. Negara dimana

sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak

atas hasil yang keluar dari sumber itu. Dalam hal ini, penghasilan

yang dapat dikenakan pajak oleh negara tempat penghasilan yang

diperoleh dari negara tersebut. Dengan demikian sasaran pengenaan

pajak menjadi sangat terbatas.

3) Asas Kebangsaan

Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status

kewarganegaraanya. Jadi pemajakan dilakukan oleh negara asal

wajib pajak. Yang dikenakan pajak ialah semua orang yang

mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandang

tempat tinggalnya. Apabila asas ini digunakan oleh suatu negara

maka sasaran pengenaan pajaknya adalah seluruh penghasilan dan

kekayaan dari mana pun asalnya (Y. Sri Pudyatmoko. 2009: 43-44).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

14

b. Sistem Pemungutan Pajak

1) Official Assessment System adalah pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Sistem ini mempunyai

beberapa ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada

fiskus.

b) Wajib Pajak bersifat pasif.

c) Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

2) Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya

pajak yang terutang. Sistem ini mempunyai ciri-ciri antara lain

sebagai berikut:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan

Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak

uang terutang oleh Wajib Pajak. Sistem ini mempunyai ciri- ciri

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

15

yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak (Mardiasmo. 2013:

7-8).

B. Pajak Penghasilan

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut Resmi (2014: 75), definisi Pajak Penghasilan adalah pajak

yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam suatu tahun pajak.

Sedangkan menurut Suandy (2011: 36), Pajak Penghasilan adalah

pajak yang dikenakan terhadap penghasilan, dapat dikenakan secara

berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu baik masa pajak

maupun tahun pajak.

2. Subyek Pajak Penghasilan

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Penghasilan, yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi, warisan

yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang menggantikan yang

berhak, badan, bentuk usaha tetap.

Subyek Pajak terdiri dari Subyek Pajak Dalam Negeri dan Subyek

Pajak Luar Negeri. Subyek Pajak Dalam Negeri menjadi Wajib Pajak

apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subyek Pajak Luar

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

16

Negeri sekaligus menajdi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan

yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui

bentuk usaha tetap di Indonesia (Muhammad Rusjdi. 2007: 2-4).

Dalam Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Penghasilan, dijelaskan bahwa Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang

dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk

bertempat tinggal di Indonesia.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali

unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah.

3) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

17

Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 36 Tahun 2008

Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang

Pajak Penghasilan, menjelaskan tentang Subyek Pajak Luar Negeri yaitu:

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap

di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap

di Indonesia.

1) Subyek Pajak Penghasilan Badan

a) Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha. Yang termasuk sebagai badan adalah perseroan

terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainya, badan usaha

milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan

dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

18

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi

sosial politik, atau organisasi lainya, lembaga, dan bentuk badan

lainya termasuk kontrak inventasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

b) Subyek pajak atas badan dapat berupa:

(1) Wajib Pajak dalam Negeri berupa Badan Usaha, Badan Usaha

tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

(2) Wajib Pajak Luar Negeri berupa Badan atau bentuk Usaha

Tetap (BUT), Badan tersebut tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima

atau memperoleh penghasilan dari Indonesia baik melalui

maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap (Anastasia Diana &

Lilis Setiawati. 2010: 131).

2) Obyek Pajak Penghasilan

Dalam Pasal 4 yata (1) UU PPh, yang menjadi objek pajak

adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang, pensiun, atau

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

19

imbalan dalam bentuk lainya, kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang ini.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c) Laba usaha.

d) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk

dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu.

l) Keuntungan selisih mata uang asing.

m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktifa.

n) Premi Asuransi.

o) Iuran yang diterima perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

20

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenakan pajak.

q) Penghasilan dari usaha yang berbasis Syariah.

r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara

perpajakan.

s) Surplus Bank Indonesia.

C. Transfer Pricing (Penentuan Harga Transfer)

1. Pengertian Transfer Pricing

Berdasarkan Kamus Inggris Indonesia (John M. Echols dan Hassan

Shadily. 1998: 446, 600) kata transfer mempunyai beberapa makna, yaitu

pergantian, serah-terima, pemindahan, beralih. Sedangkan kata pricing

yang dengan kata dasar price mempunyai arti harga, dan hadiah. Menurut

Inayatun Na’mah, Dosen Bahasa Inggris Fakultas Sastra Inggris,

Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Transfer Pricing berasal dari

kata Transfer dan Price serta bentuk tambahan –ing yang dalam bahasa

Inggris disebut Gerund, dimana salah satu fungsi Gerund tersebut adalah

membentuk nomina atau kata benda dalam hal ini adalah kata price”, dan

tambahan –ing menjadi kata kerja. Bentuk penambahan –ing sendiri

mempunyai pemahaman fleksibel sehingga kata pricing tidak lantas berarti

“menghargai” namun menjadi “penentuan harga” karena dalam Bahasa

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

21

Inggris sudah ada kata tersendiri untuk menerangkan kata kata yang

diikutinya.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

32/PJ/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jendral Pajak

Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan

Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak

Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Transfer Pricing adalah penentuan

harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan

Istimewa. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/ atau

Informasi Tambahan Yang Wajib Disimpan Oleh Wajib Pajak Yang

Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak Yang Mempunyai Hubungan

Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaanya, Transfer Pricing adalah

penentuan harga dalam transaksi afiliasi, sedangkan pihak afiliasi tersebut

diartikan sebagai pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan

Wajib Pajak.

Menurut Simamora (2000: 70) Transfer Pricing didefinisikan

sebagai nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar

divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan

biaya divisi pembeli (buying division). Organization for Economic

Corporation and Development (OECD) mendefinisikan Transfer Pricing

sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam

sebuah Perusahaan Multinasional dimana Transfer Pricing yang

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

22

ditentukan tersebut dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang

cocok bagi grupnya.

Mohammad Zain (2008: 294) mendefinisikan Transfer Pricing

sebagai harga yang diperhitungkan untuk mengendalikan manajemen atas

transfer barang dan jasa antar pusat pertanggungjawaban laba termasuk

determinasi harga barang, imbalan atas jasa, tingkat bunga pinjaman,

beban atas persewaan dan metode pembayaran serta pengiriman uang.

Ditinjau dari aspek perpajakan, Susan M. Lyons (1996: 312) dalam

International Tax Glossary, mendefinisikan Transfer Pricing yaitu

adjustment made by the tax authorities after making a determination that a

transfer price in a controlled transaction between associated enterprises is

incorrect or where an allocation of profits fails to conform to an arm’s

length principle.

Gunadi memberikan definisi Transfer Pricing dalam pengertian

netral sebagai penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan

penyerahan barang, jasa atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang

mempunyai Hubungan Istimewa. Sedangkan dalam pengertian

negatif, Transfer Pricing didefinisikan sebagai suatu rekayasa manipulasi

harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artificial,

membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu

negara. Berdasarkan tersebut, pada dasarnya Transfer Pricing merupakan

harga transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa

(Gunadi. 1994: 3).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

23

2. Metode Transfer Pricing

In general, there are three methods of Transfer Pricing, namely :

a. Traditional transaction methods ( i.e. comparable uncontrolled price

method (CUP) , Cost plus method, resale price method).

b. Transactional profit methods (i.e. profit split method, and transactional

net margin method).

c. Other Methods that are non-transactional profit-based (i.e. formulary

apportionment, and global profit split method).

The latter method is not allowed under the OECD Guidelines

because they do not reflect arm’s length principle. According to the OECD

Guidelines, traditional transaction method is preferable to other method.

But, if it difficult to obtained comparable uncontrolled prices, it may

become necessary to address wheter and under what conditions other

methods may be used. On other word, the traditional transaction methods

should be applied unless these methods do not give a reliable measure of

the terms and conditions that independent enterprise would apply (John

Hutagaol, Darussalam, Dany Septriadi. 2006: 168).

Selain itu, beberapa metode Transfer Pricing yang sering digunakan

oleh Perusahaan Multinasional dan divisionalisasi/departementasi dalam

melakukan aktifitas keuangannya adalah:

a. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)

Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya,

menetapkan Transfer Pricing atas biaya variabel dan tetap, dapat

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

24

memilih 3 bentuk, yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah

mark-up (full cost plus markup) dan gabungan antara biaya variabel dan

tetap (variable cost plus fixed fee).

b. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)

Metode Transfer Pricing atas dasar harga pasar merupakan

ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang independen. Namun

keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam

menggunakan transfer pricing berdasarkan harga pasar.

c. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)

Beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam

perusahaan yang berkepentingan dengan Transfer Pricing untuk

menegosiasikan Transfer Pricing yang diinginkan. Transfer Pricing

hasil negosiasi ini mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang

inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi

yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung

jawab atas Transfer Pricing yang dinegosiasikan tadi (Harimurti. 2007:

53).

3. Motif dan Tujuan Transfer Pricing

Menurut Simamora tujuan penetapan Transfer Pricing adalah untuk

mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau

divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang

dan jasa satu sama lain. Selain itu, Transfer Pricing terkadang digunakan

untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

25

dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan

perusahaan secara keseluruhan (Ita Salsalina Lingga. 2012: 3).

Prinsip dari Transfer Pricing adalah membuat perencanaan pajak

bagi Perusahaan Multinasional. Terjadi perubahan sudut pandang

perencanaan pajak Perusahaan Multinasional di dunia, dari manajemen

pajak yang berdiri sendiri menjadi pengurangan pajak secara global

dan terintegrasi dari seluruh dunia, pengurangan pajak impor,

pengurangan pajak pemotongan dan pemungutan serta peningkatan kredit

pajak luar negeri (Eko Yunianto Prabowo. 2010: 15-16).

Dalam jurnal Transfer Pricing: Challenges and Solutions Within The

Asian Regime, disebutkan motif Perusahaan Multinasional melakukan

Transfer Pricing yaitu: First, the nature of MNEs is an integrated business

group which consist of associated affiliates in other countries, under

common con- trol, with common goals, and sharing a common pool of

resources.

Theoretically, MNEs are only subjected to domestic law of the

different states in which they operate in, but during transactions, MNEs

must comply with the different from country to country’s laws &

regulations and administrative requirements. Many foreign affiliates of

MNE are run as the profit centres, which the income of the top strata of

the MNEs depend on their affiliates’ profit. In this case, it is internally

driven that the setting of transfer price within the intra-group transactions

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

26

is to increase the overall efficiency within the firm and monitor the

performance of one’s entity within the MNEs group, especially on

determin- ing the profitability and income of entities involved in the

transactions. Externally, MNEs’ main purpose on conducting transfer

pricing is to optimize the tax arrangement and minimize the taxes paid. By

conducting transfer pricing, MNE as a whole, paid a lower tax rate due to

the profit shifting in the lower tax jurisdiction and consequently, having

the tax liability of the relevant company distorted in consequent. Also, the

profit gained by MNE is much higher as the transfer price is depending on

the price at which the intrafirm transaction takes place. However, still,

they are amounted to double taxation, in which they are obliged to pay

corporate income taxes for both domestic and foreign source income as

they conduct a transfer pricing on the cross-border transaction (Jane

Florence. 2016: 62-63).

D. Perusahaan Multinasional

1. Pengertian Perusahaan Multinasional

Terdapat beberapa definisi Perusahaan Multinasional atau

Transnasional. Para pakar Ekonomi Internasional lebih sering

menggunakan istilah Multinational Enterprise sebagaimana pernyataan

dalam pertemuan OECD, yaitu sebagai berikut:

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

27

“Multinational Enterprise usually corporise of companies or other

entities whose ownership is private, state, or mixed, established in

different countries and so linked that one or more of them may be able to

exercise of significant influence over the activities of other and in

particular, to share knowledge and resources with the others”

(Sumantoro. 1987: 35).

Menurut Robert L. Hulbroner, Perusahaan Multinasional adalah

perusahaan yang mempunyai cabang dan anak perusahaan yang terletak di

berbagai negara. Sedangkan menurut Sumantoro, Perusahaan

Multinasional pada dasarnya mengacu pada sifat-sifat melampaui batas-

batas negara baik dalam kepemilikan maupun dalam kegiatan usahanya.

(Juajir Sumardi. 2017: 10-11).

Dalam Kamus Ekonomi, Multinational Corporation (MNC) adalah

sebuah perusahaan yang wilayah operasionalnya meliputi sejumlah negara

dan memiliki fasilitas produksi dan service di luar negaranya sendiri.

(Winardi. 1998: 332).

2. Status Hukum Perusahaan Multinasional

Dengan banyaknya aturan perusahaan di berbagai negara dengan

perbedaan satu sama lainya, maka PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)

merintis suatu prinsip umum yang bersifat universal melalui salah satu

badanya yang disebut ECOSOC (United Nations of Economic and Social

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

28

Council), aturan tersebut disebut “Code of Conduct on Transnational

Corporations”.

Menurut Mochtar Kusumaatmaja, Code of Conduct on

Transnational Corporations merupakan sumber hukum tambahan yang

akan mengikat sebagai hukum (legally binding) apabila digunakan oleh

hakim sebagai dasar hukum untuk memecahkan sengketa internasional

mengenai perusahaan Multinasional. Dalam hal ini aturan tersebut tidak

mengikat langsung membentuk unsur psikologis dalam hukum kebiasaan

internasional (Juajir Sumardi. 2017 : 12-13).

Dalam hukum nasional, Perusahaan Multinasional ini diatur dalam

UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dapat dilihat pada

ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, yang mengatur sebagai berikut:

a. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan

usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau

usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

b. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas

berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam

wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

29

c. Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman

modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:

1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan

terbatas.

2) Membeli saham.

3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Berdasarkan UU nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

kekuasaan tertinggi dalam suatu Perseroan Terbatas tetap berada pada

Rapat Umum Pemegang Saham, di mana Perseroan Terbatas yang

dibentuk oleh Perusahaan Transnasional umumnya saham terbesarnya

dimiliki oleh Perusahaan Transnasional yang berkedudukan di negara asal

mula dibentuknya Perusahaan Transnasional tersebut (Juajir Sumardi.

2004: 15-16).

3. Bentuk Badan Hukum Perusahaan Multinasional

Bentuk badan hukum Multinasional menurut Sumantoro (1987:

187) dapat dibedakkan menjadi 5, yaitu:

a. Perusahaan Cabang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan

Perusahaan Multinasional induknya.

b. Perusahaan Subsidiary merupakan anak perusahaan yang berbadan

hukum sendiri. Saham sepenuhnya milik induknya.

c. Perusahaan Patungan merupakan perusahaan yang sahamnya dimiliki

dua atau lebih perusahaan sebagai partner.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

30

d. Perusahaan Go Public merupakan perusahaan yang berkedudukan lokal

dan sebagian sahamnya dipegang oleh masyarakat.

e. Perusahaan dengan bentuk lain pembentukannya berdasarkan

perundangan yang ada, seperti di bidang perbankan, pertambangan

minyak dan gas bumi, perdagangan ataupun jasa lainnya.

Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, bentuk badan hukum

Multinasional dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Perusahaan Cabang merupakan bagian yang secara formal tidak

terpisahkan dari kantor atau pusatnya. Dengan demikian bukan

merupakan badan yang berdiri sendiri.

b. Subsidiary merupakan perseroan anak yang merupakan badan hukum

yang berdiri sendiri, terlepas dari perseroan induknya dan lazimnya

didirikan berdasarkan hukum yang berlaku (Panji Anarogo. 2004: 87-

88).

4. Tujuan Perusahaan Multinasional

John Dunning mengklasifikasikan beberapa dorongan utama

mengapa sebuah Multinational Corporation (MNC) terlibat aktivitas

bisnis di luar negara asalnya. Motivasi ini menentukan jenis investasi

asing (FDI) yang dilakukan oleh sebuah MNC, meskipun tidak

menutup kemungkinan bahwa sebuah MNC mempunyai lebih dari satu

motif dalam aktivitas internasionalnya.

Menurut Dunning ada empat alasan utama mengapa sebuah

perusahaan melakukan aktivitas produksi di luar negeri. Empat motif ini

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

31

yang mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan yang bersifat

produksi (mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi maupun

barang jadi) di luar negara asalnya. Sehingga kesamaan dari empat jenis

motif tersebut adalah sama-sama mendorong perusahaan untuk

berinvestasi dengan memiliki fasilitas produksi di luar negeri.

Motif-motif tersebut adalah:

a. Mencari Sumber Daya (Natural Resource Seekers)

Perusahaan Multinasional yang masuk kategori ini adalah mereka

yang melakukan investasi asing demi memperoleh sumberdaya tertentu

yang lebih bermutu maupun lebih murah dibanding yang ada di negara

asalnya. Tujuan mereka melakukan Foreign Direct Investment (FDI)

adalah memaksimalkan keuntungan dan daya saing di pasar yang mereka

layani. Semua atau bahkan sebagian besar output dari cabang Perusahaan

Multinasional yang beroperasi di negara tujuan investasi itu akan diekspor

ke negara industri maju. Ada tiga jenis Perusahaan Multinasional yang

melakukan FDI karena didorong oleh motif mencari sumber daya. Yang

pertama adalah Perusahaan Multinasional melakukan investasi asing

karena mencari fisik/sumber daya alam. Mereka biasanya terdiri dari para

produsen utama dan perusahaan-perusahaan manufaktur yang mencari

bahan baku di luar negara asalnya. Yang kedua adalah Perusahaan

Multinasional yang mencari sumberdaya manusia/karyawan yang murah.

Terdiri dari perusahaan-perusahaan manufaktur atau jasa yang berasal dari

negara dengan upah pegawai yang tinggi sehingga mereka melakukan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

32

investasi ke negara dengan upah lebih rendah. Jenis yang ketiga yaitu

perusahaan yang melakukan FDI karena terdorong kebutuhan untuk

memperoleh kemampuan teknologi tinggi, maupun keahlian manajemen

atau marketing dan kecakapan organisasional.

b. Mencari/Memperluas Pasar (Market Seekers)

Multinational Corporation (MNC) bisa melakukan investasi asing

di negara atau region tertentu karena terdorong oleh keinginan untuk

menyediakan produk barang atau jasanya di kawasan tersebut. Investasi

dengan motif market-seeking ini bisa dilakukan demi melindungi pasar

yang sudah ada maupun untuk mengeksploitasi pasar yang baru.

Terlepas dari besarnya pasar dan potensi pertumbuhan pangsa pasar, ada

empat alasan sebuah Perusahaan Multinasional melakukan investasi yang

bersifat market-seeking. Yang pertama adalah karena suplier

ataupun konsumen utama mereka telah mendirikan fasilitas produksi

di luar negeri sehingga mereka harus mengikutinya supaya tetap bisa

mempertahankan bisnisnya. Yang kedua adalah karena seringnya suatu

produk atau jasa yang dihasilkan oleh Perusahaan Multinasional perlu

disesuaikan dengan kultur atau cita rasa lokal. Yang ketiga adalah alasan

untuk meminimalisasi biaya produksi dan transaksi. Dan alasan terakhir

yang tak kalah penting bagi sebuah MNC sebagai bagian dari strategi

produksi dan pemasaran global mereka adalah demi memperkuat

kehadiran mereka di pasar yang juga dilayani oleh pihak kompetitor.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

33

3. Melakukan Efisiensi (Efficiency Seekers)

Motivasi dari FDI yang bersifat effieciency-seeking adalah demi

merasionalisasi struktur dari investasi yang telah ada sebelumnya baik

yang bersifat resource-seeking maupun market-seeking sehingga

perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari penguasaan bersama

atas aktivitas-aktivitas bisnis yang terpisah secara geografis. Investasi

yang bersifat mencari efisiensi ini manfaat utamanya adalah menekan

skala dan sekup ekonomi serta diversifikasi resiko perusahaan. Tujuan

dari Perusahaan Multinasional yang melakukan investasi yang

bersifat effieciency-seeking adalah untuk mengambil keuntungan dari

perbedaan faktor-faktor sumberdaya, budaya, susunan institusional,

pola permintaan, kebijakan ekonomi dan struktur pasar dengan cara

mengkonsentrasikan produksi di sejumlah lokasi terbatas untuk

memenuhi bermacam- macam pasar.

4. Mencari Aset Strategis (The Strategic Asset Seekers)

Motivasi keempat dari Perusahaan Multinasional dalam

melakukan FDI adalah demi mencapai tujuan-tujuan strategis jangka

panjang mereka utamanya mempertahankan atau meningkatkan daya

saing global mereka dengan cara memperoleh/mengakuisisi aset- aset

perusahaan asing di luar negara asalnya. Alasan investasi ini biasanya

tidak terlalu memfokuskan diri pada minimalisasi biaya produksi

melainkan lebih kepada mengeksploitasi aset dan kapabilitas yang

dimiliki perusahaan. Hampir sama seperti investasi yang bertujuan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

34

mencari efisiensi, Perusahaan Multinasional yang berinvestasi dengan

mencari aset strategis berusaha memaksimalkan keuntungan dari

kepemilikan bersama atas aktivitas dan kapabilitas bisnis yang

bermacam-macam, maupun dari aktivitas dan kapabilitas bisnis yang

sama yang berada pada lingkungan ekonomi dan potensi yang

bermacam-macam (John H. Dunning dan Sarianna M. Lundan. 2008:

67-73).

E. Hubungan Istimewa

Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 7 tentang

Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan istimewa

mendefinisikan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa adalah

pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak

mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai

pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan

dan operasional.

Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2010, Hubungan istimewa

dianggap ada apabila:

1. Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar

25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau

hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

35

persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan

antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir.

2. Pengusaha menguasai pengusaha lainnya atau dua atau lebih pengusaha

berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung

maupun tidak langsung.

3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat.

Pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia

dengan mitra perjanjian menyatakan perusahaan-perusahaan yang memiliki

hubungan istimewa, apabila:

1. Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut

berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen,

pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada

Persetujuan.

2. Terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung

maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu

perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari

Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam setiap kasus di atas,

terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua

perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan

keuangannya yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh

perusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba

yang karena kondisi- kondisi tersebut tidak diakui, dapat ditambahkan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

36

pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak (L.Y Hari Sih

Advianto. 2011).

F. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty)

1. Pengertian Tax Treaty

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dikenal dengan

beberapa istilah yaitu Perjanjian Perpajakan (Tax treaty), Tax Convention,

Double Tax Agreement, atau Double Tax Treaty.

A “Treaty” is an international agreement concluded between

states in written form and governed by international law, wheter embodied

in a single instrument, or in two or nore related instruments and whatever

its particular designation (John Hutagaol, Darussalam, Dany Septriadi.

2006: 138).

Tax treaty is a colloquial term to denote an agreement two (or

more) countries for the avoidance of double taxation as result of

negotiation between respective countries and is ratified by each country

according to its domestic law (Lyons. 1996: 248).

Menurut Ottmar Buhler, terdapat pengertian Tax Treaty dalam arti

luas maupun dalam arti sempit. Pengertian dalam arti luas manakala suatu

tatbestasnd yang sama dan pada saat yang sama, oleh beberapa negara

yang dikenakan pajak yang sama atau yang sifatnya sama. Sementara itu

yang dimaksud sebagai Tax Treaty dalam arti sempit adalah apabila pajak

yang bersangkutan dikenakan pada subyek yang sama (Y. Sri

Pudyatmoko. 2009: 207).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

37

2. Timbulnya Tax Treaty

Pajak Berganda terjadi karena adanya pertemuan dari kedua negara

yang menggunakan kedua azas yang berbeda. Selain menimbulkan double

tax, pertemuan kedua azas yang berbeda dari kedua negara tersebut juga

dapat menyebabkan adanya pembebasan berganda (double exemption).

Untuk mengatasai adanya double tax atau double exemption tersebut, maka

diperlukan adanya perjanijian penghindaran pajak berganda (Djoko

Muljono. 289: 2010).

Menurut Ottmar buhler dan Teichner, adanya pajak berganda

internasional dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:

a. Perbedaan Asas yang Dipakai (Kedaulatan Negara)

Perbedaan asas yang dipakai oleh masing-masing negara dapat

menimbulkan pajak ganda internasional. Asas domisli bertemu dengan

asas sumber, asas kebangsaan bertemu dengan asas sumber, dan

seterusnya.

b. Domisili Rangkap

Dalam asas domisili pengenaan pajak dikaitkan dari subyek

pajaknya. Dalam hal ini yang dikenai pajak adalah semua orang atau

badan yang berdomisili di negara tersebut dimanapun asalnya. Oleh

karena itu, kalau seseorang dianggap berdomisili di negara yang

bersangkutan oleh lebih dari satu negara, dapat mengakibatkan adanya

pajak berganda internasional.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

38

c. Kebangsaan Rangkap

Kebangsaan rangkap terjadi karena adanya perbedaan batasan

pengertian “warga negara” yang dipakai. Apabila penentuan

kewarganegaraan di suatu negara menggunakan dasar tempat kelahiran

(ius soli) sementara yang lain menggunakan dasar aliran darah/

keturunan (ius sunguisnis), maka hal tersebut dapat menyebabkan

kewarganegraan ganda (Y. Sri Pudyatmoko. 2009: 209-211).

3. Model Tax Treaty

Model Tax Treaty yang sering digunakan adalah United Nation

Model dan OECD Model. United Nation Model banyak digunakan oleh

negara-negara berkembang sebagai negara yang mempunyai sumber

penghasilan. Sedangkan, OECD Model banyak digunakan oleh negara

maju yang cenderung menganut azas domisili. Perbedaan kepentingan

antara kedua negara yang akan melaksanakan tax treaty, tidak

memungkinkan untuk secara mutlak menggunakan salah satu model

tersebut, sehingga dalam prakteknya kedua model tersebut akan diadopsi

untuk terjadinya perjanjian penghindaran pajak berganda (Djoko Muljono.

290: 2010).

G. BEPS (Based Erosion and Profit Shifting)

1. Definisi BEPS

Base erosion and profit shifting (BEPS) merupakan istilah yang

digunakan oleh negara- negara anggota G-20 dan OECD untuk menjelaskan

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

39

praktik usaha yang dilakukan oleh banyak Perusahaan Multinasional (MNCs)

untuk memindahkan keuntungan usahanya melalui skema Transfer Pricing ke

negara yang menerapkan tarif pajak rendah/nol. Secara umum, selain melalui

Transfer Pricing, praktik BEPS juga dapat terjadi karena adanya praktek

hybrid mismatches yaitu pemberlakuan transaksi yang berbeda oleh setiap

negara untuk menghindari pajak dan pemberian special purpose entities

(SPE) yang telah memberi keleluasaan kepada Perusahaan Multinasional

untuk mengalihkan keuntungan usahanya ke negara lain (Wells dan Lowell.

2013: 3).

2. Penyebab Isu BEPS

a. Praktik Profit Shifting yang dilakukan oleh Perusahaan Multinasional

untuk meminimalkan pembayaran pajak mereka dan memaksimalkan

profit mereka merupakan penyebab utama BEPS.

b. Regulasi perpajakan global konvensional (yang disusun 80 tahun lalu)

sudah tidak dapat mengatur perkembangan dunia usaha yang semakin

kompleks.

c. Sistem perpajakan yang berlaku saat ini (konvensional) memudahkan

dan mendorong Perusahaan Multinasional untuk melakukan praktek

pengurangan kewajiban pajaknya.

d. Penyalahgunaan penghindaran pajak oleh Perusahaan Multinasional

telah memberikan keunggulan kompetitif bagi mereka, meskipun hal

ini mendorong munculnya masalah keadilan dan kepatuhan pajak.

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

40

e. Saat ini telah berkembang praktek di mana Perusahaan Multinasional

tidak membayar kewajiban pajaknya di negara di mana mereka

beroperasi dan mendapatkan keuntungan usaha.

f. Penyelesaian secara sepihak dan parsial tidak akan berhasil

mengatasi masalah BEPS. Hanya dengan pendekatan yang

komprehensif dan multilateral, dengan melibatkan semua negara dapat

menyelesaikan masalah ini.

3. Dampak yang ditimbulkan oleh BEPS:

a. Menyebabkan risiko serius bagi penerimaan pajak suatu negara,

kedaulatan dan keadilan perpajakan baik bagi negara maju maupun negara

berkembang, khususnya bagi negara-negara yang menerapkan tarif pajak

normal/tinggi.

b. Mendorong berkembangnya praktek profit shifting ke negara low-tax

jurisdiction oleh Perusahaan Multinasional. Perbedaan tarif pajak

menimbulkan kesempatan melakukan tax arbitrage, yang pada umumnya

dimanfaatkan oleh Perusahaan Multinasional dalam tax planning-nya.

c. Mendorong meningkatnya praktek tax dispute dan tax arbritage

apabila tidak diselesaikan secara tepat dan cepat. Apabila wajib pajak

dalam negeri memandang bahwa Perusahaan Multinasional dapat dengan

mudah menghindari kewajiban pajaknya, maka hal ini akan mengganggu

kepatuhan wajib pajak lainnya (Nanang Zainal Arifin. 2014:2-3).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017

41

4. Produk BEPS

Perlu diketahui produk BEPS yang dikeluarkan OECD adalah berupa:

a. Laporan kesimpulan sementara yang menandakan permulaan

perdebatan atas isi laporan BEPS.

b. Rekomendasi bagi ketentuan domestik, seperti ketentuan CFC.

c Rekomendasi untuk Model Convention, seperti ketentuan Permanent

Establishment.

d. Rekomendasi ketentuan Transfer Pricing, seperti intangibles.

e. Proposal Mutual Agreement Procedure (MAP)

(Deborah. 2014: 107).

KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017