PANDEMI MULTI DRUG RESISTENT.docx

25
PANDEMI MDR –TUBERCULOSIS Ny. Mira, 23 tahun, ibu rumah tangga memiliki 2 orang anak, datang ke tempat praktek anda dengan keluhan batuk berdahak disertai bercak darah, sejak 8 jam yang lalu. Keluhan batuk sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan tak kunjung sembuh, padahal Ny.Mira sudah minum obat batuk yang dibelinya di warung dan 3 minggu yang lalu sudah berobat ke dokter, diberikan amoksisilin 3x sehari selama 5 hari, namun tidak membaik. Keluhan tersebut disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, merasa tidak nafsu makan dan sering berkeringat malam. Selain itu Ny.Mira merasa BB-nya turun. Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak ada. Suami seorang buruh bangunan dan perokok berat. Anaknya berusia 8 tahun dan 4 bulan ( masih mendapat ASI ekslusif) Ny.Mira saat ini sedang menggunakan KB suntik 1 bulan sekali. PF IMT 18 kg/m 2 , paru-paru : rhonki -/-, wheezing -/-, lain- lain dalam batas normal. Rontgent paru : terdapat bercak /perselubungan keputihan di kedua apeks paru. Diagnosis : TBC A. PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992

Transcript of PANDEMI MULTI DRUG RESISTENT.docx

PANDEMI MDR TUBERCULOSIS Ny. Mira, 23 tahun, ibu rumah tangga memiliki 2 orang anak, datang ke tempat praktek anda dengan keluhan batuk berdahak disertai bercak darah, sejak 8 jam yang lalu. Keluhan batuk sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan tak kunjung sembuh, padahal Ny.Mira sudah minum obat batuk yang dibelinya di warung dan 3 minggu yang lalu sudah berobat ke dokter, diberikan amoksisilin 3x sehari selama 5 hari, namun tidak membaik. Keluhan tersebut disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, merasa tidak nafsu makan dan sering berkeringat malam. Selain itu Ny.Mira merasa BB-nya turun. Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak ada. Suami seorang buruh bangunan dan perokok berat. Anaknya berusia 8 tahun dan 4 bulan ( masih mendapat ASI ekslusif) Ny.Mira saat ini sedang menggunakan KB suntik 1 bulan sekali. PF IMT 18 kg/m2, paru-paru : rhonki -/-, wheezing -/-, lain-lain dalam batas normal. Rontgent paru : terdapat bercak /perselubungan keputihan di kedua apeks paru. Diagnosis : TBC

A. PENDAHULUANTuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk2. Di Indonesia, TB menduduki peringkat ke-3 dengan prevalensi tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Kematian oleh karena TB ini terutama terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia TB menduduki peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian. Di Amerika Serikat (AS) sejak ditemukan dan kemudian berkembangnya obat anti tuberkulosis (OAT) yang cukup efektif, TB dapat ditekan jumlahnya. Akan tetapi sejak tahun 1989-1992 timbul kembali peningkatan penyakit ini, yang dikaitkan dengan peningkatan epidemi HIV/AIDS, urbanisasi dan migrasi akibat resesi melanda dunia. Bersamaan dengan peningkatan penyakit ini timbul masalah baru yaitu TB dengan resistensi ganda (Multidrug Resistant Tuberculosis / MDR TB). WHO Report on Tuberculosis Epidemic 1995 menyatakan bahwa resistensi ganda kini menyebar dengan sangat cepat di berbagai belahan dunia.Tuberkulosis (Tb) merupakan penyebab terbesar penyakit dan kematian di dunia khususnya di Asia dan Afrika dan sejak tahun 2005 terdapat peningkatan yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi di India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria. Menurut WHO prevalens kasus TB tahun 2006 ada 14,4 juta kasus dan multidrug resistant Tb (MDR Tb) ada 0,5 juta kasus dengan Tb kasus baru MDR 23.353 kasus. Jumlah total kasus Tb baru MDR yang diobati tahun 2007 dan 2008 sekitar 50.000 kasus. Prevalens Tb di Indonesia tahun 2006 adalah 253/100.000 penduduk angka kematian 38/100.000 penduduk. Tb kasus baru didapatkan MDR Tb 2% dan Tb kasus yang telah diobati didapatkan MDR Tb 19%.Timbulnya resistensi obat dalam terapi Tb khususnya MDR Tb merupakan masalah besar kesehatan masyarakat di berbagai negara dan fenomena MDR menjadi salah satu batu sandungan program pengendalian Tb. Pengobatan pasien MDR Tb lebih sulit, mahal, banyak efek samping dan angka kesembuhannya relatif rendah. Penyebaran resistensi obat di berbagai negara tidak diketahui dan tatalaksana pasien MDR Tb masih tidak adekuat.Bakteri penyebab TB menjadi resisten ketika penderita TB tidak mendapatkan atau tidak menjalani pengobatan lengkap. Resistensi obat TB, seperti drug sensitive TB juga dapat menular melalui udara dari penderita kepada bukan penderita. MDR-TB merupakan bentuk TB yang tidak merespon terhadap standar 6 bulan pengobatan yang menggunakan obat standard atau first-line (resisten terhadap isoniazid dan rifampicin) Dibutuhkan waktu 2 tahun untuk diobati dengan obat yang 100 kali lebih mahal dibandingkan pengobatan dengan obat standard (first-line).XDR-TB merupakan salah satu bentuk TB yang disebabkan oleh bakteri yang resistan terhadap hampir semua obat anti TB yang efektif (misalnya MDR-TB plus resistan terhadap fluoroquinolones dan segala bentuk pengobatan lain (second-line) anti TB injeksi: amikacin, kanamycin atau capreomycin).Di sub Sahara Afrika, HIV/AIDS secara dramatis memicu penyebaran TB. TB adalah penyebab utama kematian penderita HIV. MDR-TB dan XDR-TB sangat mematikan bagi penderita HIV penelitian menunjukkan CFR di atas 90%. Oleh karena itu, Drug-resistant TB merupakan ancaman utama terhadap keefektifan program pengobatan TB maupun anti-retroviral.B. TINJAUAN TENTANG MDR TBa. DEFINISIResistensi ganda adalah M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resitensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi :1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan2. Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan.

b. Kategori TB-MDRTerdapat empat jenis kategori resistensi terhadap obat TB :1. Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT2. Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan rifampisin.3. Multidrug-resistance (MDR) : kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampicin.4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

Klasifikasi Kasus TBSesuai dengan pedoman penanggulangan TB Nasional dibagi menjadi1. Kasus kronik; Pasien TB dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang (kategori 2). Hal ini ditunjang dengan rekam medis sebelumnya dan atau riwayat penyakit dahulu.2. Kasus gagal pengobatan; Pasien TB yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan3. Kasus kambuh (relaps). Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (dahak atau kultur)4. Kasus gagal Pasien TB yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatanSuspek TB-MDRPasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah :1. Kasus TB paru kronik2. Pasien TB paru gagal pengobatan kategori 23. Pasien TB yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 15. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 16. TB paru kasus kambuh7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 28. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDRPasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk secara ke laboratorium dengan jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat.c. MekanismeMultidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penularan MDR Tb.

d. Faktor PenyebabBanyak faktor penyebab MDR TB.Beberapa analisis difokuskan pada ketidakpatuhan pasien.Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan hambatan pengobatan seperti kurangnya pelayanan diagnostik, obat, transportasi, logistik dan biaya pengendalian program Tb. Survei global resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan kegagalan program Tb nasional yang sesuai petunjuk program Tb WHO. Terdapatnya MDR Tb dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat seperti penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa MDR Tb merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan man made phenomenon.Pengendalian sistematik dan efektif pengobatan Tb yang sensitive melalui DOTS merupakan senjata terbaik untuk melawan berkembangnya resistensi obat. Terdapat 5 sumber utama resisten obat Tb menurut kontribusi Spigots, yaitu:1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. Tb resistensi.2. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR Tb dan hilangnya efektiviti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap kontak yang masih sensitif.3. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan.4. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi lanjut disebabkan ketidak hatihatian pemberian monoterapi (efek penguat).5. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit Tb dan penyebab pendeknya masa infeksi.Faktor-faktor yang lain sebagai berikutFaktor Mikrobiologik- Resisten yang natural- Resisten yang didapat- Ampli fier effect- Virulensi kuman- Tertular galur kuman -MDRFaktor Klinik- Penyelenggara kesehatan- Keterlambatan diagnosis- Pengobatan tidak mengikuti guideline- Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH- Tidak ada guideline- Tidak ada / kurangnya pelatihan TB- Tidak ada pemantauan pengobatan- Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman tuberkulosis telah resisten pada paduan yang pertama maka penambahan 1 jenis obat tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten.- Organisasi program nasional TB yang kurang baikFaktor Obat- Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga membosankan pasien.- Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan kompllit atau sampai selesai gagal.- Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah makan, atau ada diare.- Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap yang mana bioavibiliti rifampisinnya berkurang- Regimen / dosis obat yang tidak tepat- Harga obat yang tidak terjangkau- Pengadaan obat terputus

Faktor Pasien- PMO idak ada / kurang baik- Kurangnya informasi atau penyuluhan- Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll- Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada- Masalah sosial- Gangguan penyerapan obatFaktor Program- Tidak ada fasiliti untuk biakan dan uji kepekaan- Tidak ada program DOTS-PLU- Memerlukan biaya yang besare. DiagnosisLangkah awal mendiagnosis resisten obat Tb adalah mengenal pasien dalam risiko dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium. Deteksi awal MDR Tb dan memulai sejak awal terapi merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat Tb secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani paduan terapi awal. Kegagalan terapi dapat dipertimbangkan sebagai kemungkinan resisten obat Tb sampai ada hasil uji resistensi obat beberapa minggu kemudian yang menunjukkan terdapatnya paduan terapi yang tidak adekuat. Identifikasi cepat pasien resistensi obat Tb dilakukan terutama pasien memiliki risiko tinggi karena program pengendalian Tb lebih sering menggunakan paduan terapi empiris, minimalisasi penularan, efek samping OAT, memberikan terapi terbaik dan mencegah resistensi obat lanjut.Prediksi seseorang dalam risiko untuk melakukan uji resistensi obat adalah langkah awal deteksi resistensi obat. Prediktor terpenting resistensi obat adalah riwayat terapi Tb sebelumnya, progresiviti klinis dan radiologi selama terapi Tb, berasal dari daerah insidens tinggi resisten obat dan terpajan individu infeksi resisten obat Tb. Setelah pasien dicurigai MDR Tb harus dilakukan pemeriksaan uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Laboratorium harus mengikuti protokol jaminan kualiti dan memiliki akreditasi nasional / internasional. Khususnya 2 sampel dengan hasil yang berbeda dari laboratorium dengan tingkat yang berbeda direkomendasikan untuk diperiksakan pada laboratorium yang lebih balk. Pentingsekali laboratorium menekankan pemeriksaan uji resistensi obat yang cepat, adekuat, valid dan mudah dicapai oleh pasien dan layanan kesehatan. Mewujudkan laboratorium seperti ini disuatu daerah merupakan tantangan untuk program pengendalian Tb.f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan TB resistensi ganda ini memerlukan seorang spesialis yang ahli dibidangnya. Tiga hal penting dan perlu diperhatikan pada penatalaksanaan TB resistensi ganda adalah teknik diagnostik, pemberian obat, dan kepatuhan. Dengan pemilihan panduan obat yang tepat maka diharapkan separuh penderita TB resistensi ganda ini akan sembuh dan bisa diselamatkan kemungkinan terjadinya kompilkasi dan kematian. Untuk dapat menyusun panduan yang tepat bagi setiap penderita diperlukan beberapa informasi mengenai hasil tes resistensi kuman tuberkulosis, riwayat pengobatan dan pola resistensi kuman di lingkungan masyarakat penderita menetap. Bila data resistensi baru tidak ada maka data resistensi lama dapat dipakai apabila belum ada OAT yang dipakai penderita setelah tes resistensi dilakukan atau OAT yang dipakai setelah tes resistensi tersebut memang terbukti terdiri dari paduan obat yang masif sensitif. Bila tidak didapat tiga obat yang sensitif maka OAT yang dipilih adalah yang belum pernah dipakai penderita dan menurut data resistensi di mana penderita bertempat tinggal jarang yang resisten. Untuk pemilihan obat lini kedua disarankan berdasarkan aktivitas intrinsik obat terhadap M.tuberculosis dan efikasinya terhadap klinis. Durasi terapi ditentukan berdasarkan setiap individu, tetapi secara umum, sebaiknya diberikan minimal 18 bulan setelah konversi sputum. Menurut kerentanan obat-obat M.tuberclosis pada saat awal, penarikan obat satu atau lebih bisa saja dilakukan selama terapi tanpa memperkirakan akibatnya nanti, tetapi obat bakteriostatik dan yang tidak mempunyai efek bakterisid sebaiknya diperpanjang, jika efek samping tidak dapat ditolerir yang menjadi alasan mengapa regimen tersebut direvisi.g. Prognosis

Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis pada penderita TB resistensi ganda. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa adanya keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutrisi, infeksi HIV, riwayat menggunakan OAT dengan jumlah yang cukup banyak sebelumnnya, terapi yang tidak adekuat (< 2 macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada penderita tersebut. Dengan mengetahui beberapa petanda di atas dapat membantu klinisi untuk mengamati penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang menjadi penyebab seperti malnutrisi.

C. MDR TB di IndonesiaPada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps).Di Indonesia, pernah dilaporkan di Rumah Sakit Dr.Rotinsulu Bandung tahun 2005, terdapat 28,2% resisten rifampycin dan isonoazid;17,8% resisten rifampycicn-isoniazid-ethambutol (R-H-E); 13,8% resisten ryfampicin-isoniazid-ethambuol-pyrazinamid (RH-E-Z); 10,3% resisten ryfampicin-isoniazid-ethambutol-pyrazinamidstreptomycin(R-H-E-Z-S). Sementara di Medan, Tanjung A dan Keliat E.N melaporkan (1994) pola resistensi primer terhadap gabungan 2 macam obat H-E (10,34%), S-E (3,45%), E-R (17,2%); dan gabungan 3 macam obat yaitu masing-masing S-H-E dan S-E-R berkisar 3,45%. Sedangkan gabungan 2 macam obat (S-H, S-R, R-H), 3 macam obat (HE-R dan S-H-R) serta 4 macam obat lainnya (R-H-E-S) masih sensitif.Laporan MDR TB dari Indonesia yang diterima oleh WHO sejak tahun 2002, hanya satu kabupaten yaitu Mimika Papua, sedangkan untuk daerah lainnya tidak tersedia data yang valid. Hal ini menebabkan indonesia termasuk dalam kasus Hidden atau terembunyi padahal indonesia adalah daerah yang sangat potensial dengan beban yang tinggi karena berada di posisi ke tiga jumlah penderita TB di dunia.Salah satu penyebab kasus MDR-TB di indonesia belum diketahui karena tidak adanya survei yang dilaksanakan dan mahalnya alat laboratorium untuk mendiagnosa penyakit tersebut.

D. Global Health MDR-TBIstilah MDR TBC pertama kali dikembangkan oleh US Centers for Disease Control dan Pencegahan (CDC) 20, Maret, 2005. Pada bulan Oktober, 2005, diperkenalkan keranah publik pada Konferensi Dunia ke-36 Uni Kesehatan Paru di Paris, France. 6 bulan kemudian, Maret,2006, CDC Morbiditas and Mortality Weekly Report menerbitkan defenisi asli TB MDR. Mayoritas pasien yang menderita dari multi-resistan terhadap obat TB tidak menerima pengobatan, karena mereka cenderung tinggal di negara-negara terbelakang atau dalam keadaan kemiskinan. Penolakan pengobatan tetap pada manusia yang sulit menerima informasi, serta karena tingginya biaya obat-obat lini kedua yang sering menghalangi orang tidak mampu membayar terapi.Para pasien miskin yang menderita multi-resistan terhadap obat TB menghadapi masalah tidak dapat menerima perawatan yang tepat. Ketidakadilan ini berkaitan dengan isu hak asasi manusia. Perawatan dan pengobatan untuk penyakit infeksi kronis hanya dapat diakses untuk orang yang mampu membelinya, sedangkan yang lain, seperti mereka yang tinggal di negara-negara miskin, tidak memiliki akses ke perawatan ini. Sebagai contoh, daerah-daerah seperti Afrika dan Haiti, di mana tidak ada fondasi yang kuat untuk kesehatan, pengobatan tidak tersedia. Sebagai akibatnya, hanya sebagian kecil orang yang menderita dapat diobati dan mendapatkan perawatan secara layak. Selain itu, setelah pecahnya Uni Soviet, negara-negara seperti Moldova mengalami kehancuran pada sistem pelayanan kesehatan, dan tidak dapat menghentikan penyebaran meningkatnya TB-MDR. Kejadian MDR-TB ini paling banyak di temui di daerah eropa dan Asia. Negara yang memiliki angka kejadian yang tinggi adalah Di India dan China yang memberikan kotribusi sampai dengan 50% dari total MDR-TB global, diikuti oleh Rusia(10%) dengan proporsi 23,8-28,7%. MDR-TB dari kasus TB baru. Selanjutnya negara Tajikistan dengan proporsi 16.5% MDR-TB dari kasus TB baru dan 61,6% dari kasus TB lama. Adanya epidemi MDR-TB mendapatkan respon secara global, mei 2009 WHA mendesak negara anggotanya untuk dapat memberikan akses secara universal untuk diagnosis dan pengobatan MDR-TB. Namun penanganan MDR-TB terlalu lambat. Dari perkiraan 440.000 Kasus MDR TB, hanya 7% yang dilaporkan dan dari 7% yang dilaporkan hanya sekitar 12% yang mendapatkan perlakuan sesuai dengan standar WHO. Biaya pengobatan MDR-TB lebih besar 50 sampai dengan 200 kali lebih besar dibanding dengan TB tanpa MDR dengan kegagalan pengobatan dan kematian lebih tinggi. Hal ini memberi beban berat terhadap negara dengan kasus yang tinggi utamanya untuk negara miskin dan berkembang.Negara-negara dengan MDR tinggi dengan 4000 atau lebih kasus baru tiap tahun antara lain Armenia, Azerbaijan, Bangladesh, Belarus, Bulgaria, China, Indonesia, Kongo, Estonia, Ethophia, Georgia, India, Kazakhtan, Kyrgystan, Latvia, Lithunia, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Filipina, Repoblik Mordova, Rusia, Afrika Selatan, Tajikistan, Ukraina, Uzbekistan, dan Vietnam. Pemeriksaan MDR-TB secara rutin hanya dilaksanakan di 42 negara (22%) dari negara seluruh dunia, 72 (37%) Negara bergantung pada survei secara periodikdan sisanya 79 (41%) negara belum pernah dilaksanakan survei resistensi obat ini. Hambatan ini disebabkan karena akses untuk mendapatkan kapasitas laboratorium untuk pengujian resistensi obat tidak tersedia. Untuk negara-negara maju seperti singapura, AS, Estonia, Hongkong, kejadian MDR-TB menurun secara drastis seiring dengan menurunnya angka TB secara keseluruhan, Di negara lain seperti Lithuania, kejadian MDR-TB menurun lebih lambat dari kasus TB tanpa resistensi, Di negara seperti Peru, Kasus TB menurun dan kasus TB dengan MDR-TB meningkat, yang paling ironi pada Korea selatan dan Bostwana dimana semua kasus TB meningkat insidennnya, Kasus MDR-TB meningkat sangat cepat. Hal ini mungki juga dipengaruhi oleh kasus HIV/AIDS.Negara-negara lain yang belum pernah melaksanakan survei seperti Afrika, tidak diperoleh data MDR-TB sehingga kasusnya tersembunyi dan tidak mendapatkan penanganan sesuai dengan standar WHO.Secara global total biaya pengendalian diestimasikan sebesar US $ 16.200.000.000, namun sampai saat ini sumber dana secara global hanya diambil dari Global Fund sebagai usaha untuk mengsukseskan Millenium development Goals perang terhadap HIV/AIDS, TB dan Malaria. Dana ini dapat menjadi sumber external negara dengan beban MDR-TB yang tinggi dan memiliki sumberdaya yang terbatas untuk pengobatan dan penanggulangan. Negara maju dengan pendapatan yang tinggi mampu mengalokasikan dana yang cukup untuk pengobatan dan perawatan sehingga MDR-TB di daerah tersebut dapat segera ditanggulangi.Mahalnya biaya pengobatan dan perawatan MDR-TB serta sarana dan prasarana penunjang diagnostik menjadi beban sendiri bagi negara dengan miskin termasuk negara berkembang, sehingga dunia perlu bertanggungjawab secara bersama-sama dalam upaya pemberantasan TB secara global. Resolusi WHA mendesak negara-negara untuk mencapai akses universal terhadap diagnosis dan pengobatan MDR-TB. Termasuk dengan memperkuat sistem survailans untuk memastikan penemuan dan pemantauan epidemiologi MDR-TB.

E. PENUTUPa. KesimpulanBeban MDR-TB Global telah meningkat tajam namun masalah ini telah menjadi tanggung jawab global, Pengendalian ini dapat dilakukan dengan kerjasama secara global, bantuan kepada negara miskin dan berkembanng terutama untuk peralatan dan alat penunjang diagnostik. Resistensi Obat terhadap TB sangat menghalangi upaya kontrol TB. Keadaan ini meningkatkan kemungkinan kembali ke era dimana obat tidak lagi efektf.b. Saran.- Pemerintah agar melaksanakan sistem surveilans nasional berkelanjutan sehingga setiap negara mampu mengukur besarnya kejadian MDR-TB yang telah menjadi epidemi dan memantau efektifitas pencegahan karena keberadaan data dapat mengakurasi perkiraan epidemi global, analisis kebutuhan dalam membangun sistem resolusi dunia.- Kerja sama Global untuk pengendalian MDR-TB.