Pad

25
BAB I PENDAHULUAN Penyakit arteri perifer atau peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu kondisi adanya lesi yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas menjadi terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah femoralis dan popliteal pada ekstremitas bawah, dan brakiocephalica atau subclavia pada ekstremitas bawah. Stenosis arteri atau sumbatan karena aterosklerosis, thromboembolism dan vaskulitis dapat menjadi penyebab PAD. Aterosklerosis menjadi penyebab paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia diatas 40 tahun, bahkan 15- 20% pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri coroner begitu juga dengan factor resiko mayor seperti merokok, diabetes mellitus, dyslipidemia, dan hipertensi. 1

description

pad

Transcript of Pad

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit arteri perifer atau peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu kondisi adanya lesi yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas menjadi terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah femoralis dan popliteal pada ekstremitas bawah, dan brakiocephalica atau subclavia pada ekstremitas bawah. Stenosis arteri atau sumbatan karena aterosklerosis, thromboembolism dan vaskulitis dapat menjadi penyebab PAD. Aterosklerosis menjadi penyebab paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia diatas 40 tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri coroner begitu juga dengan factor resiko mayor seperti merokok, diabetes mellitus, dyslipidemia, dan hipertensi.

BAB IIKEPUSTAKAAN

2.1. Definisi

PAOD (Perifer Arterial Occlusive Disease) atau bisa juga disebut PAD (Perifer Arterial Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah yang menghasilkan lesi stenosis. Mekanisme dan proses hemodinamik yng terjadi pada PAOD sangat mirip dengan yang terjadi pada penyakit arteri koroner.Tempat tersering terjadinya PAOD adalah daerah tungkai bawah. Sirkulasi pada tungkai bawah berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan dari arteri eksternal iliaka. Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah arteri femoralis distal (yang biasanya dimaksudkan sebagai sreri femoralis superfisial) yang berlanjut k bagian bawah tungkai dan menjadi arteri popliteal tepat diatas lutut. Dua arteri utama pada akhir popliteal arteri adalah arteri posterior dan anterior tibial yang menyuplai darah kebagian bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah gambar vaskularisasi tungkai

2.2. EtiologiPenyebab dari oklusi arteri perifer adalah danya stenosis (penyempitan) pada arteri yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosklerosis atau reaksi inflamasi pembuluh darah yang menyebabkan lumen menyempit.Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah

1. Merokok

2. Diet tinggi lemak atau kolesterol

3. Stress

4. Riwayat penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke

5. Obesitas

6. Diabetes

7. Rheumatoid arthritis

2.3. Tanda GejalaTanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mnegalami penyempitan pembuluh darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan. Gejala mungkin menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat meskipun beristirahat.

Gambar 2. Perubahan warna kulitPada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas. Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil dapat terjadi ulcer karena tanpa suplai darah yang baik maka proses penyembuhan luka tidak akan berjalan dengan baik. Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat terbentuk gangren pada area yang kekurangan suplai darah.

Gambar 3 iskemia kronis parah dengan gangren keringPada beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini terjadi saat ada emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami nyeri yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah. Tungkai akan menjadi dingin dan kebas serta terjadi perubahan warna menjadi kebiruanTabel 1. Hubungan temuan klinis dengan penyakitAortoiliac obstruction Claudication in both buttocks, thighs and calves

Femoral and distal pulses absent in both

Limbs Bruit over aortoiliac region, Impotence common (Leriche)

Iliac obstruction Unilateral claudication in the thigh and calf and sometimes the buttock

Bruit over the iliac region

Unilateral absence of femoral and distal pulses

Femoropopliteal

Unilateral claudication in the calf

ObstructionFemoral pulse palpable with absent unilateral distal pulses

Distal obstruction

Femoral and popliteal pulses palpable

Ankle pulses absent

Claudication in calf and foot

2.4. Klasifikasi

Adapun klasifikasi untuk penyakit arteri perifer memiliki dua klasifikasi yaitu:

1. Fontaine Classsification2. Rutherford classification

2.5. Patofisiologi

Diabetes dan Inflamasi Vaskuler Inflamasi telah menjadi petanda resiko bahkan faktor resiko penyakit aterotrombosis termasuk PAD. Diabetes mellitus meningkatkan proses pembentukan ateroma. Terdapat peningkatan kadar histamin pada plasma dan sel pada pasien diabetes dengan PAD sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel. Akibatnya, migrasi limfosit T ke dalam tunika intima serta sekresi dan aktivasi sitokin meningkat. Monosit/makrofag menelan molekullow-density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi yang kemudian berubah menjadi sel busa dimana akumulasi dari sel ini akan membentuk fatty streakyang merupakan prekursor dari ateroma. Plak ateroma akan menjadi tidak stabil oleh karena sel endotel pada pasien diabetes ini mengeluarkan sitokin yang menghambat produksi kolagen oleh sel otot polos pembuluh darah. Selain itu metalloproteinase juga dikeluarkan oleh sel-sel inflamasi ini dimana zat ini dapat menghancurkan kolagenfibrous cap plak ateroma sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya ruptur plak dan pembentukan trombus Kelainan fungsi sel endotel dan otot polos pembuluh darah serta adanya kecenderungan terjadinya trombosis memberikan dampak terhadap kejadian aterosklerosis dan komplikasinya. Oleh karena posisi anatomis yang strategis antara dinding pembuluh darah dengan aliran darah, sel endotel dapat mengatur fungsi dan struktur pembuluh darah. Pada keadaan normal, banyak zat aktif disintesis dan dilepaskan oleh sel endotel untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah sehingga dapat mempertahankan aliran darah serta nutrisi ke jaringan sekaligus mencegah terjadinya trombosis dan diapedesis leukosit 2.6. Pemeriksaan penunjangA. Ankle Brachial Indeks

Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik padalengan. Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:

B. Toe-Brachial Index (TBI)TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan ABI. Nilai TBI yang 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.

C. Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR) Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes yang mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah mengalir dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar. Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar antara 90-95%. D. Ultrasonografi dupleksUltrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini juga dapat digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi endovascular.

Gambar 53,8 Warna pemindaian duplex pembuluh karotid di leher showingstenosis di umum bifurkasi karotid (Courtesy of Dr Paul Allan, RoyalInfirmary, Edinburgh, Skotlandia).E. Computed Tomographic Angiography (CTA)

Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis 50% atau oklusi adalah sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.

F. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of Evidence A)ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi (Hirsch et al, 2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.

Gambar 53,11 Magnetic resonance angiogram menunjukkan

stenosi ketat pada titik tengah dari arteri iliaka umum kiri.

G. Contrast Angiography

Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman dan merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan yang masih merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis PAD adalah angiografi kontras.

Gambar 53,9 Arteri oklusi tepat di atas lutut menyebabkan claudicationof betis; sirkulasi kolateral yang baik (Arteriogram oleh Seldingertechnique).

Pemeriksaan ini menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri dan direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A) untuk pasien PAD khususnya yang akan menjalani tindakan revaskularisasi. Seperti halnya pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur angiografi kontras juga memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati kontras. Pasien dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang cukup sebelum tindakan. Pemberian n-acetylcysteinesebelum dan setelah tindakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien diabetes yang menggunakan obat metformin memiliki resiko menderita asidosis laktat setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan sehari sebelum tindakan dan 2 hari setelah tindakan untuk menurunkan resiko asidosis laktat. Insulin dan obat hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan penggunaannya pada pagi hari menjelang tindakan. Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan fisik dan pengukuran fungsi ginjal direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah prosedur angiografi untuk mendeteksi adanya efek samping lanjut seperti perburukan fungsi ginjal atau adanya cedera pada daerah akses kateter pembuluh darah

H. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot. Hematokrit untuk melihat polisitemia, Analisa urine untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat mioglobin di urine. Creatinine phosphokinase untuk menilai nekrosis.Hal lain yang juga penting untuk menunjang diagnose PAD diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali, Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal. Serta arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan penyempitan.

2.7 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi, serangan penyakit jantung , stroke dan amputasi . pengobatan dilakukan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor resiko dan dari hasil pemeriksaan klinis dan penunjang. 3 pendekatan utama pengobatan PAD adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologis dan jika dibutuhkan, dilakukan terapi intervensi dengan operasi.

TerapiNon-farmakologi1. Perubahan pola hidup Berhenti merokok Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga) Menurunkan tekanan darah Menurunkan kadar kolesterol dalam darah Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes Olahraga teratur2. Terapi suportif

Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan krimpelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis yang berventilasi Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke kulit Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40 menit

Terapi farmakologis

TerapiFarmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada seperti menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika berjalan. Anti cholesterolTerapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala klaudikasio intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar 23%. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan Anti hipertensi

Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium channel blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman dan efektif; mengurangi kejadian koroner baru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan.

Anti platelet

Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan menurunkan kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah memberikan cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya jam sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum dari cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung (15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gagal jantung. Pentoxyfylline

Pentoxyfylline merupakan turunan methylxanthine yang telah disetujui oleh FDA pada tahun 1984, sebelum cilostazol. Ini adalah pengubah reologi dan mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan fleksibilitas eritrosit, penurunan kadar fibrinogen dan menghambat agregasi platelet. Pentoxifylline juga mengurangi perkembangan aterosklerosis (80). Sementara beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat marjinal dalam jarak berjalan kaki (43,80-83), secara acak, percobaan terkontrol yang membandingkan pentoxyfylline dengan plasebo dan cilostazol tidak menemukan perbedaan bebas rasa sakit atau maksimal berjalan jarak antara plasebo dan pengobatan pentoxifylline kelompok, sedangkan cilostazol ditingkatkan baik bebas rasa sakit dan maksimal berjalan jarak (76). Pentoxifylline ditoleransi umumnya sangat baik, dengan insiden rendah efek samping. Hal ini, bagaimanapun, tidak dianjurkan pada pasien dengan perdarahan otak atau retina baru-baru ini, atau dengan riwayat kepekaan terhadap methylxanthines, seperti kafein, teofilin dan theobromine. Meskipun pentoxifylline dianjurkan untuk pengobatan IC, respon yang berarti terlihat hanya pada sebagian kecil pasien.

ACC / AHA saat ini merekomendasikan bahwa pentoxyfylline (400 mg tiga kali per hari) dianggap sebagai agen lini kedua untuk cilostazol untuk meningkatkan jarak berjalan kaki, sedangkan Ketujuh American College of Chest Physicians Konsensus Konferensi tidak merekomendasikan penggunaan pentoxyfylline (84) .

Terapi Operatif1. Angioplasti

Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.

2. Operasi By-pass

Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala dan tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery disease. 2011; Dallas.

2. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. h. 185-9

3. Kabo Peter, Prof. atherosclerosis dan atherotrombosis. In: Bagaimana menggunakan obat- obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012 h. 38-59

4. Management of peripheral arterial disease (PAD). TASC Working Group. TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC). J Vasc Surg. 31: 2000.5. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial disease : diagnosis and management. August, 2012. UK6. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69, Germany.University of Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.7. Mahameed AA, Peripheral Arterial Disease. 2009. Available from : http://www.clevelandclinicmeded.com/

16