p3
description
Transcript of p3
1. Patofisiologi Hematuria
Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah
dalam urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria makroskopis (gross
hematuria) dan hematuria mikroskopis 1
Hematuria makroskopis dapat dilihat dengan mata dan mungkin disertai
edema atau hipertensi. Hematuria makroskopis dapat berasal dari ginjal, dalam hal ini
biasanya berwarna coklat atau berwarna kola dan mengandung silinder eritrosit, atau
berasal dari saluran kencing bagian bawah (kandung kemih dan uretra).2
Pada anak-anak, hematuria mikroskopis paling lazim ditemukan pada
pemeriksaan kesehatan berkala, dengan pemeriksaan dipstick atau mikroskopis
sedimen urin. Hematuria mikroskopis didefinisikan sebagai lebih dari lima sel darah
merah per lapangan pandangan kuat pada sedimen dari 10 ml urin segar yang
disentrifugasi. 2
Adanya hematuria harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan sedimen urin
secara mikroskopis, oleh karena banyak penyebab lain selain darah yang dapat
menimbulkan kemih berwarna merah atau coklat dan memberikan uji dipstick yang
positif palsu. 3
Hematuria mikroskopis bermakna ditegakkan apabila paling sedikit dalam 3
kali pemeriksaan urinalisis dalam kurun waktu 2-3 minggu menunjukkan adanya 5
atau lebih sel darah merah per lapang pandang besar. Uji dipstick merupakan uji tapis
yang sensitive untuk memastikan adanya darah dalam urin. Dipstick terdiri dari
secararik kertas yang diisi dengan hydroperoxide dan tetramethylbenzidine.
Peroxidase-like activity dari hemoglobin mengatalisis suatu reaksi yang menimbulkan
warna biru hijau. Uji tersebut mampu mendeteksi sel darah merah intak, free
hemoglobin, dan mioglobin. Positif palsu terjadi apabila urin tercemar dengan sabun
pemutih pembersih tabung penampung urin. Negative palsu terjadi apabila urin
mempunyai berat jenis yang tinggi atau mengandung asam askorbat dalam kadar yang
tinggi. 3
Sampel urin yang uji dipsticknya positif sebaiknya selalu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikroskopis, untuk melengkapi informasi tentang jumlah eritrosit,
adanya sel-sel lain, kristal atau bakteri. 3
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma,
dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan
bidang nefrologi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut
hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah
jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi
pada kelainan herediter atau perubahan struktur glomerulus dan
integritas kapiler yang abnormal. Eritrosit bila berikatan dengan
protein Taam-Horsfall akan membentuk silinder eritrosit. Ini
merupakan petunjuk penyakit/kelainan glomerulus yang merupakan
penanda penyakit ginjal kronik. Pada penyakit nefron/glomerulus
biasanya hanya ditemukan sel darah merah saja tanpa silinder.
Proteinuria merupakan tanda lesi nefrologi/glomerulus. 3
Perbedaan hematuria glomerular dan non-glomerular: 4
Tampilan Hematuria Glomerular Hematuria Non-glomerular
Riwayat
Nyeri saat berkemih Tidak ada Uretritis, cystitis
Keluhan sistemik Edema, demam, faringitis,
ruam pada wajah, arthralgia
Demam dengan infeksi traktus
urinarius
Riwayat trauma Tidak ada Ada
Riwayat keluarga Ketulian pada Sindrom
Alport, gagal ginjal
Biasanya negatif
Pemeriksaan Fisik
Hipertensi Sering muncul Tidak ada
Edema Dapat muncul Tidak ada
Massa abdominal Tidak ada Berhubungan dengan tumor
Wilms dan ginjal polikistik
Rash, artritis Lupus erythematous, purpura
henoch-Schonlein
Tidak ada
Urinalisis
warna Coklat, teh, kola Merah cerah
proteinuria Sering muncul Tidak ada
Eritrosit dismorfik Ada Tidak ada
kristal Tidak ada Mungkin ada
Berbagai penyebab hematuria pada anak dapat dilihat pada table di bawah ini: 4
Penyakit Glomerular
Nefropati IgA, Benign Familial Hematuria (BFH), sindrom Alport
Glomerulonefritis akut post streptococcus, glomerulonefritis membranoproliferatif
Systemic Lupus Erythematous, nefropati membrane
Glomerulonefritis progresif
Purpura Henoch-Schonlein
Infeksi
Bakteri, virus (adenovirus), tuberkulosis
Penyakit sel sabit, koagulopati
Thrombosis vena renal, trombositopenia
Nefrolitiasis dan hiperkalsiuria
Abnormalitas struktural
Anomali kongenital, anomali vaskular, penyakit ginjal polikistik
Trauma
Tumor
Obat-obatan
Penisilin, aminoglikosida, antikonvulsan, diuretik, aspirin, klorpromazin
2. Patofisiologi Edema
Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler,
peningkatan permeabilitas kapiler atau peningkatan tekanan osmotik interstisial atau
penurunan tekanan osmotik plasma. 5
Secara singkat, patofisiologi edema dapat dilihat pada skema sebagai berikut.6
3. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS)a. Epidemiologi
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa tidak semua pasien yang terinfeksi
dengan strain nefritogenik akan menimbulkan glomerulonefritis. Hanya sekitar 5-10%
setelah faringitis dan 25% setelah impetigo.7
b. Etiopatogenesis
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus didahului oleh infeksi
Streptococcus haemolyticus grup A. Beberapa tipe yang sering menyebabkan
saluran napas adalah dari tipe M 1, 2, 4, 12, 18, 25 dan yang menyerang kulit adalah
tipe M 49, 55, 57, 60. Pembentukan kompleks imun bersirkulasi dan pembentukan
kompleks imun in situ telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis GNAPS.
Hipotesis lain adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptococcus yang
mengubah IgG endogen menjadi autoentigenik. Akibatnya terbentuklah autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut yang mengakibatkan pembentukan
kompleks imun bersirkulasi yang kemudian mengendap dalam ginjal.7
c. Gambaran Histopatologi
Pada sebagian besar bentuk glomerulonefritis akut, ginjal terlihat membesar.
Dengan mikroskop cahaya, semua glmerulus terlihat membesar, namun kapiler darah
mengecil, dan memperlihatkan proliferasi sel mesangial yang difus dengan
vasospasme
Aktivitas vasodep
resor mening
kat
Gangguan fungsi ginjal Kerusa
kan kapiler generalisata
GFR menurunAldosteron
meningkat
Retensi Na+
Retensi H2OEdem
a
Penurunan
volume darah arteri efektif (VDAE)
hipoalbuminemia
proteinuria
peningkatan matriks mesangial. Leukosit polimorfonuklear terdapat pada glomerulus
selama stadium awal penyakit. Perubahan terjadi tidak begitu spesifik pada
glomerulonefritis akut pascastreptococcus.8
Mikroskop imunoflouresen memperlihatkan deposit imunoglobulin dan
komplemen (kompleks imun) pada membrana basalis glomerular dan pada
mesangium. 8
Gambar 1. Gambaran mikrograf pada GNAPS yang menunjukkan deposit (D)
pada bagian sel epitel (Ep) membraba basalis glomerular. Leukosit PMN (P) terlihat
didalam lumen (L) kapiler. BS = ruang Bowman; dan M = mesangium
d. Manifestasi Klinis
Glomerulonefritis akut pascastreptococcus umumnya ditemukan pada anak-
anak berusia 5-12 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas atau kulit
oleh kuman streptococcus dari strain nefritogenik. Masa laten antara faringitis dan
timbulnya glomeruonefritis pascastreptococcus biasanya 10 hari dan pada penyakit
kulit dalam waktu 21 hari. Umumnya anak dengan glomerulonefritis akut
pascastreptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata. Kadang-kadang disertai
sembab mata atau sembab anasarka. Pasien terkadang datang dengan gejala gagal
jantung kongestif atau sembab paru. Hipertensi sering dijumpai bahkan terlihat
ensefalopati hipertensif yang ditunjukkan dengan adanya gejala sakit kepala, muntah,
letargik, disorientasi dan kejang. Oliguria dan anuria sering dikeluhkan. Beberapa
pasien menampakkan gejala anemia. 7
e. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria,
kelainan sedimen urin dengan eritrosit dismorfik, leukosituria serta torak selular,
granular dan eritrosit. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala
sindrom nefrotik. Komplemen hemolitik total serum dan C3 rendah pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit. 7
Adanya infeksi streptococcus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorokan dan ulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptococcus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi streptococcus, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihiakuronidase, anti Dnase B. titer anti streptolisin O meningkat pada 75-80%
pasien dengan glomerulonefritis akut pascastreptococcus dengan faringitis, meskipun
beberapa strain streptococcus tidak memeproduksi streptolisin O. Titer ASTO
meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptococcus atau
pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi alin terhadap antigen
streptococcus biasanya positif. Kenaikan titer 2-3 kali lipat menunjukkan adanya
infeksi.7
f. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptococcus perlu dicurigai pada
pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab
dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptococcus. Tanda glomerulonefritis yang khas
pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptococcus secara laboratoris dan rendahnya
kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Perbedaan
dengan nefropati IgA adalah waktu kejadian hematuria. Pada nefropati IgA, hematuria
makroskopis terjadi bersamaan pada saat faringitis, sementara pada glomerulonefritis
akut pasca streptococcus, hematuria timbul 10 hari setelah faringitis, sedangkan
hipertensi dan sembab jarang terjadi pada nefropati IgA. Pada glomerulonefritis akut
pasca streptococcus, perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab, dan
gagal ginjal akan cepat pulih). 7
g. Komplikasi
Komplikasi akut dari penyakit ini merupakan manifestasi dari hipertensi dan
disfungsi ginjal akut yang timbul. Hipertensi muncul pada 60% pasien dan terkait
dengan ensefalopati hipertensif sebanyak 10% dari keseluruhan kasus. Komplikasi
lain yang mungkin terjadi termasuk gagal jantung, hiperkalemia, hiperfofatemia,
hipokalsemia, asidosis, dan uremia. 8
h. Terapi
Pengobatan terpenting adalah pengobatan suportif. Hipertensi dapat diatasi
secara efektif dengan vasodilator perifer. Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi
cairan dan hipertensi. Sebagain besar pasien hanya memerlukan terapi antihipertensi
jangka pendek. Terapi antibiotik sistemik selama 10 hari berupa penisilin
direkomendasi untuk membatasi penyebaran organisme nefritogenik, namun
antibiotik tidak dapat mengatasi glomeruloneritis yang telah terjadi.8
i. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen pada
epitel gomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah
awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah akan
normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal kembali dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum akan menjadi
normal dalam waktu 6-8 minggu. Prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut
pascastreptococcus ini adalah baik. 7
4. Nefropati IgA
Nefropati IgA(NigA) merupakan suatu bentuk glomerulopati primer yang
terbanyak dibanding glomerulopati primer lain. NigA dilaporkan pertama kali oleh
Berger dan Hinglais pada tahun 1968. Antigen yang merangsang terjadinya kompleks
imun IgA ini dapat berupa bakteri atau virus seperti virus Herpes simpleks, Epstein
Barr, Cytomegalovirus, Adenovirus dan Haemophillus influenza. 7
a. Etiologi
Kelainan ini dikenal juga sebagai Nefropati Berger. Berger menamakannya
sebagai deposisi IgA yang idioptik pada mesangium. Kelainan ini adalah suatu bentuk
glomerulonefritis yang ditandai oleh deposit, terutama IgA, pada setiap glomerulus.
Deposit yang difus ini disertai pula dengan kelainan fokal dan segmental. 7
Penyakit sistematik yang juga disertai dengan deposit IgA perlu disingkirkan,
seperti kelainan hepato-bilier dan purpura Henoch–Schonlein. Deposit IgA disertai
komponen-komponen komplemen seperti C3, C4 atau CLq ternyata ditemukan pada
beberapa penyakit lain seperti HSP (Henoch Schonlein purpura), SLE, dan penyakit
sirosis hati.
Etiologi nefropati IgA idiopatik (primer atau isolated) tidak diketahui.
Presentasi klinis hematuria mikroskopik atau makroskopik berulang sering diikuti
infeksi saluran bagian atas (faringitis atau tonsilitis), Hematuria yang mengikuti
episode faringitis dinamakan syndrome pharyngitic hematuria.7
T abel-1 Klasifikasi Nefropati IgA
A. Primer
1. Nefropati IgA primer (idiopatik) atau isolated
2. Berhubungan dengan HSP (Henoch-Schonlein purpura)
B. Sekunder
1. Penyakit hati alkoholik
2. IgA monoklonal garnopati
3. Mikosis fungoides
4. Lepra
5. Dermatitis hepertiformis
6. Hemosiderosis paru
7. Spondilosis ankilosing
8. Shunt sistem portal
b. Epidemiologi
Penyakit ini terdapat diseluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di
Jepang, Perancis, Italia dan Australia prevalensi NigA berkisar 18-40% dari seluruh
glomerulopati primer, sedangkan di Amerika Serikat dan Kanada prevalensi NigA
antara 2-10 %. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering terdapat
pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Rasio seks menunjukkan laki-laki lebih
banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 s/d 6:1. Pada anak rasio 3:2,
anak laki-laki rata-rata terdapat pada umur 10,3 tahun. 7
c. Patofisiologi
Imunoglobulin A
Imunoglobulin A (IgA) adalah protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B. IgA
merupakan imunoglobulin utama yang ditemukan pada mukosa, sehingga disebut juga
sebagai secretory immunoglobulin (SIgA). Bila dilihat luasnya jaringan mukosa pada
badan kita, jelaslah, IgA memang peranan penting dalam mekanisme pertahanan
tubuh kita. IgA merupakan pertahanan primer tubuh, terdapat banyak pada air liur, air
mata, sekresi bonchus, mukosa hidung, cairan prostat, sekresi vagina dan mukus dari
usus halus.9
Di dalam serum manusia, 85%–90% dari total IgA adalah monomer, sedangkan
sisanya berbentuk polimer. Tiap molekul SIgA terdiri atas 2 unit dasar berantai 4, di
mana terdapat komponen sekresi (secretory component) dan rantai J (J-chain). Jadi
SIgA adalah suatu bentuk dimer dari IgA, dengan berat molekul 400.000.9
Deposisi kompleks imun–IgA pada mesangium
Nefropati IgA adalah suatu penyakit yang berdasarkan pembentukan kompleks
imun, yang diendapkan pada mesangium. Pendapat ini didukung oleh gambaran
endapan IgA yang tidak merata pada membrana basalis, yang terlihat pada
pemeriksaan imunoflouresens. Selain daripada itu, ginjal yang terkena nefropati IgA
bila ditransplantasikan kepada resipien yang sehat, maka gambaran nefropati IgA
akan menghilang. Kadar IgA pada plasma pasien didapatkan meninggi pada 50%
pasien, peningkatan kadar kompleks imun– IgA yang sejalan dengan aktifitas
penyakit, peningkatan produksi IgA in vitro oleh limfosit, serta didapatkannya
endapan IgA pada kapiler kulit, merupakan data tambahan yang menyokong adanya
kompleks imun sebagai dasar nefropati IgA. Namun demikian antigen yang
merangsang pembentukan kompleks imun tersebut masih belum dapat dikenal dengan
jelas.9
Beberapa hal yang dapat menjelaskan terjadinya nefropati IgA adalah:
1) Produksi IgA yang berlebihan
Hematuria pada nefropati IgA terjadi dalam 1–3 hari setelah infeksi saluran
nafas bagian atas. Hal ini jelas membedakan nefropati IgA dengan
glomerulonefritis pasca streptokokus. Infeksi virus yang berulang pada mukosa
akan menyebabkan pembentukan . IgA lokal yang berlebihan. Rangsangan oleh
antigen dari makanan dapat pula merangsang produksi IgA yang berlebihan
pada mukosa usus. Selain daripada itu, limfosit tonsil pasien juga menunjukkan
kemampuan membentuk IgA yang lebih banyak. Rangsangan kronis antigen ini
memungkinkan dibentuk endapan pada glomerulus. Diperkirakan kompeks
imun terbentuk in situ.9
2) Defek pada mukosa
Kerusakan mukosa, menyebabkan eliminasi antigen tidak sempurna. Antigen
dapat masuk ke dalam peredaran darah. Kemudian dapat terjadi reaksi
peradangan yang berdasarkan pembentukan kompleks imun. Contoh dari hal ini
adalah hubungan nefropati IgA dengan dermatitis herpetiformis dan enteropati
gluten.9
3). Eliminasi yang terganggu
Penyakit hati, akan menghambat eliminasi kompleks imun-IgA dari sirkulasi.
Kompleks imun ini dapat terlihat diendapkan pada sinusoid hati dan kapiler
kulit. Dijumpai adanya nefropati IgA pada pasien serosis, mendukungpendapat
ini.9
4). Peranan komplemen
Kompleks imun–IgA tidak mampu berikatan dengan Cl, sehingga tidak terjadi
pembentukan C3b. Padahal C3b ini berfungsi mencegah pembentukan kompleks
imun yang berukuran besar. Seperti dibicarakan sebelumnya, kompleks imun
yang berukuran besar lebih mudah diendapkan, sehingga timbul kerusakan
jaringan. Selain itu C3b ini dapat mengikatkan kompleks imun pada reseptor
eritrosit , sehingga memudahkan pengangkutan kompleks imun ini ketempat
penghancurannya pada sistem retikuloendotelial.9
5) Faktor genetik
Keluarga pasien penderita nefropati IgA terbukti mempunyai kemampuan
sintesis IgA poliklonal yang meninggi. Penelitian di Jepang menunjukkan kaitan
antara nefropati IgA dengan sistem HLA, yaitu HLA DR4, sedangkan di Eropa
menunjukkan golongan lain (HLA B35 dan HLA B12).9
6) Faktor geografis
Perbedaan frekuensi nefropati IgA di beberapa negara belum dapat diterangkan
dengan jelas. Faktor antigen setempat, factor reaksi terhadap antigen dapat
dipertimbangkan. Seleksi dan pencariān kasus yang intensif, indikasi biopsi
ginjal yang lebih lunak, tentu akan menghasilkan penemuan kasus yang lebih
banyak.9
d. Gambaran Klinis
Hematuria merupakan gejala yang menonjol yang sering didahului oleh
infeksi saluran napas atas atau oleh diare 1-2 hari sebelumnya. Hal ini berbeda dengan
GNAPS yang memerlukan waktu 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala. Hematuria
mikroskopik merupakan gejala yang persisten, sedangkan proteinuria tidak selalu
terjadi dan bersifat ringan. Gejala hipertensi dapat menyertai hematuria, sedangkan
edema hanya terjadi pada 10 % kasus.7
Nefropati IgA tidak mempunyai gejala subyektif atau obyektif khusus
(spesifik). Pada umumnya manifestasi klinis Nefropati IgA:
1. sindrom nefritik akut(SNA)
2. sindrom nefrotik(SN)
3. gabungan gejala SNA&SN
4. Rapidly progressive glomerulonephritis.7
e. Gambaran Laboratorik
Gambaran Laboratorik : Hematuria makroskopik merupakan kelainan utama
yang hilang timbul, tetapi hematuria mikroskopik menetap di antara saat terjadinya
hematuria makroskopik. Dismorfik eritrosit pada urin menunjukkan bahwa eritrosit
berasal dari glomerulus, walaupun mungkin ditemukan bentuk eritosit normomorfik
dan dismorfik.
Proteinuria sering (60% dari kasus) dideteksi pada pemeriksaan urin rutin
dengan kadar <1 g/hari. Proteinuria yang berat (nephrotic range) ditemukan pada
kira-kira 10% penderita. Faal ginjal umumnya masih normal, tetapi gambaran gagal
ginjal akut maupun gagal ginjal kronik dapat dideteksi pada beberapa pasien. Kadar
komplemen juga normal, walaupun dapat dijumpai fragmen C3 yang meningkat,
karena proses nefropati IgA berjalan melalui alternate pathway. 9
f. Gambaran Patologik
Dengan mikroskop cahaya, kebanyakan biopsi ginjal menunjukkan proliferasi
setempat dan segmental serta penambahan matriks. Beberapa menujukkan proliferasi
mesangium menyeluruh, kadang-kadang disertai dengan pembentukan bulan-sabit dan
jaringan parut. IgA merupakan imunoglobulin utama yang diendapkan pada
mesangium, tetapi IgM, IgG,C3, dan properdin dalam jumlah yang lebih sedikit lazim
dijumpai. Penemuan ini diperkuat dengan pemeriksaan mikroskop elektron. 9
g. Pemeriksaan10
1. Uji Saring Laboratorium
Pemeriksaan sedimen urin untuk identifikasi silinder eritrosit
Albuminuria semikuantitatif atau kuantitatif
Faal ginjal ureum dan kreatinin
Mikrobiologi urin terutama CFU/ mL urin
B. Uji Saring Pencitraan (imaging)
Tujuan : untuk mencari etiologi hematuria
Ginjal polikistik
TBC ginjal dan saluran kemih
Khusus kasus urologi
Ekskresi urogram dan USG
h. Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama yang harus diperhatikan ialah Schonlein Henoch
Syndrome (SHS) oleh karena patomekanismenya sama, bahkan kelainan
histologiknya juga sama yaitu pengendapan IgA di mesangium.
Walaupun begitu gejala kliniknya berbeda. SHS lebih sering pada anak umur
lebih muda dibanding dewasa, sedangkan NigA lebih sering pada anak umur lebih tua
dan dewasa. SHS bersifat akut sedangkan NigA lebih bersifat kronik. Diagnosis
banding lain ialah penyakit-penyakit yang menunjukkan deposit IgA di mesangium
yaitu7 :
Schonlein Henoch Syndrome (SHS)
LupuS Eritematosus Sistemik
Fibrosis kistik
Ankylosa spondilisitis
Limfoma non-hodkin
Diagnosis Nefropati IgA 9
1. Identifikasi faktor predisposisi. Nefropati IgA lebih sering pada pasien dengan
BW35, dan DR4 MHC
2. Pemeriksaan imunodiagnostik
- Glomeruli memperlihatkan proliferasi sel-sel mesangial difus dan mungkin dan
mungkin disertai gambaran proliferasi fokal dan segmental
- Imunofluoresensi memperlihatkan deposit granular IgA dan C3 pada semua
glomeruli. Pada beberapa glomeruli pasien mungkin mengandung deposit IgG
dan IgM.
- IgA dan C3 dapat ditemukan pada dinding kapiler di daerah perbatasan dermal
dan epidermal
- Electron-dense deposit sering ditemukan pada subendotelium dan matriks
mesangial
- Pada sebagian besar pasien ditemukan CICx yang mengandung IgA. Konsentrasi
komponen-komponen komplemen biasanya normal.
i. Penatalaksanaan
Terapi semata-mata bersifat simptomatik tergantung menifestasi klinis, tanpa
keluhan atau keluhan ringan atau keadaan darurat medis seperti SNA (sindrom
nefrotik akut). Prinsip terapi simptomatik yaitu intervensi terhadap patogenesis dan
patofisiologi, perjalanan penyakit atau komplikasi.9
Intervensi terhadap Patogenesis dan Patofisiologi 9
1. Mengurangi kontak dengan antigen:
a. antibiotik bila berhubungan dengan infeksi bakteri
b.Tonsilektomi
2. Manipulasi diet dan asupan antigen : Sodium chromoglycate
3. Mengurangi pembentukan IgA : fenitoin
4. Imune-complex-mediated injury : kortikosteroid,siklosporin
5. Obat antiproteinuria : Proteinuria diduga sebagai marka sebagai progresivitas
kerusakan ginjal (glomerulosklerosis)
- Pembatasan asupan protein hewani
- Penghamabat ACE dan Angiotensin Receptor Blocker
6. Hipertensi :
a. penghambat ACE
b. angiotensin receptor blocker
c. antagonis kalsium
7. Perubahan (kelainan) hemoreologi :
a. antikoagulan
b. obat antiplatelet (dipiridamol)
c. omega 3
j. Komplikasi 11
1. Sindrom nefritik akut (SNA)
2. Sindrom Nefrotik
3. Sindrom gagal ginjal kronik/terminal
k. Prognosis 11
Prognosis Nefropati IgA tergantung dari manifestasi klinis.
1. Hematuria makroskopis (gross) asimtomatik
- Pada anak biasanya mempunyai prognosis baik, faal ginjal normal, dan
hipertensi mudah dikendalikan
- Pada dewasa mempunyai prognosis lebih buruk hampir 5-10% terjadi gagal
ginjal kronik.
2. Nefrotik IgA idiopatik mempunyai prognosis buruk bila manifestasi klinis
berupa sindroma nefrotik disertai hipertensi.
3. Nefropati IgA dengan manifestasi klinis gagal ginjal kronik/ terminal harus
menjalani program dialisis dan transplantasi ginjal. Rekurensi nefrpati IgA
pada ginjal cangkok (graft kidney) setelah kira-kira 10 tahun.
5. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit genitourinaria yang paling
lazim pada masa kanak-kanak.12 Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung
kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna13. Klasifikasi infeksi saluran kemih
berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi dua, yaitu infeksi saluran kemih bagian atas
terutama bagian parenkim ginjal, lazimnya disebut pielonefritis dan infeksi saluran
kemih bagian bawah, bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara
atas dan bawah adalah vesikoureter. 13
a. Epidemiologi
ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu
keadaan yang perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala
yang amat samar dengan risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-
anak yang sudah lebih besar. Pengenalan awal, pengobatan yang tepat dan
mengetahui faktor dasar yang mempermudah infeksi lebih jauh penting untuk
mencegah perjalanan penyakit untuk menjadi pyelonefritis atau urosepsis dan
menghindari sekuele akhir seperti jaringan parut pada ginjal dan gagal ginjal. (Stanley
Hellerstein, MD. 2006).14
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Setelah
usia 1 tahun, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus
meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih
besar dibanding pada anak laki-laki. 14
b. Etiologi
Escherichia coli adalah penyebab paling umum pada anak-anak, hingga 80%.
Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah.
Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi dengan naiknya bakteri ke
saluran kemih.
Staphylococcus saprophyticus
Proteus mirabilis. Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini mengeluarkan zat
yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih.
Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah beberapa bakteri
yang umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans, jamur yang
umumnya menginfeksi pasien dengan kateter (kateter : semacam selang) pada
saluran kemihnya, kekebalan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, atau pasien
dalam terapi antibiotik. 15
c. Patogenesis
Patogenesis ISK sangat kompleks, karena tergantung dari banyaknya faktor
seperti faktor pejamu dan faktor organismenya. Bakteri dalam urin bisa berasal dari
ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Timbulnya infeksi tergantung
faktor predisposisi seperti obstruksi urin dan faktor pertahanan tubuh penderita yang
masih belum diketahui. 13
Bakteri yang melekat pada sel uroepitel dapat mempengaruhi kontraktilitas
otot polos dinding ureter dan menyebabkan gangguan peristaltiknya. Melekatnya
bakteri ke sel uroepitel akan meningkatkan virulensi bakteri tersebut. Mukosa
kandung kemih dilapisi oleh suatu glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai
antibakteri, bila rusak bakteri dapat melekat menembus epitel dan mengadakan
peradangan. Bakteri dari kandug kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal
melalui films of fluid, apalagi bila ada refluks vesikoureter dan refluks intrarenal. 13
d. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda ISK sangat bervariasi menurut usia. Khusus anak berusia 6-8
tahun, paling sering menderita urgensi, frekuensi, disuria, dan nyeri abdomen atau
panggul. Infeksi saluran kemih terjadi pada 1-2% anak perempuan usia sekolah. Pada
semua anak, demam yang tidak dapat dijelaskan dan gejala-gejala abdominal yang
menetap tanpa penjelasan merupakan indikator untuk pemeriksaan urin dan
pengambilan spesimen urin untuk biakan. 12
e. Diagnosis
Diagnosis ISK berdasarkan pada biakan bakteri yang positif dalam urin.
Temuan bakteri dalam urin yang diperoleh melalui kateterisasi kandung kemih
menunjukkan infeksi. Urin yang dikumpulkan dengan tepat dan segera dibiakkan
yang tumbuh lebih dari 100.000 koloni/mL dari suatu organisme pada biakan bakteri
kuantitatif mempunyai korelasi 95% positif dengan aspirasi suprapubik. Jumlah
koloni yang kurang dari 105 pada spesimen urin mengurangi kemungkinan infeksi.
Adanya leukosit dalam urin menunjukkan bahwa infeksi dapat dialami anak yang
bergejala, tetapi penyakit peradangan seperti glomerulonefritis pascastreptokokus akut
disertai leukosituria. Darah dalam urin dapat dijumpai pada ISK, terutama perempuan
remaja, tetapi adanya darah atau leukosit dalam urin tidak menegakkan diagnosis. 12
f. Penanganan
ISK harus segera ditangani, pada anak dengan sistitis akut harus mendapat
sekurangnya 5-7 hari pemberian terapi antibiotik oral. Terapi yang paling lazim
adalah pemberian amoksisilin atau sulfametoksazol. Pada anak dengan demam tinggi,
silinder leukosit penggunaan awal antibiotik parenteral berspektrum luas
diindikasikan. ISK mempunyai kecenderungan untuk berulang, tanpa faktor
predisposisi sekalipun. 12
6. Studi Kasus
a. Edema pada tungkai dan muka sembab
Edema disebabkan adanya gangguan pada glomerulus yang membuat GFR
menurun, akibatnya ekskresi air dan natrium berkurang dan terjadilah edema.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan dalam retensi natrium dan air. Di pagi
hari sering terjadi edema wajah terutama periorbita karena banyaknya jaringan ikat
longgar pada daerah tersebut. Edema terlihat lebih nyata di bagian bawah anggota
tubuh ketika menjelang siang. 6
b. Tidak mengeluh sakit saat berkemih
Kelainan pada Glomerulus tidak menyebabkan nyeri saat berkemih. 4
c. Infeksi Saluran Napas menyebabkan komplikasi GNAPS
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus didahului oleh infeksi
Streptococcus haemolyticus grup A. Pembentukan kompleks imun Ig-Ag dalam
darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut terperangkap
dalam membrane basalis glomerulus. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik sel-sel radang menuju tempat lesi.
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang
diikuti sel-sel mesangium selanjutnya sel-sel epitel. 6
Data Sekunder
Pemeriksaan Fisik
Mata : sklera tidak ikterik
Palpebra edema
Ekstremitas: pitting edema (+)
THT : (-)
JVP : 5-2
TD: 140/90 mmHg
Respirasi: 32x/menit
Suhu : 36,9o C
Nadi : 80 x/ menit
Hati dan lien tidak teraba
Pemeriksaan hematologi
Hb: 11 gr%
Hematokrit: 33%
Trombosit: 225000 ml
Leukosit 6000/mm3
LED: 40mm/jam
Ureum: 50 mg/dl
Kreatinin: 1,3 mg/dl
Albumin: 3,5 mg/dl
Globulin: 2 mg/dl
Urinalisis
Protein: +3 normal
Glukosa (-)
Sedimen leukosit: 2-3/LPB
Silinder Eritrosit (+)
Sedimen eritrosit= 100-150/LPB
Pemeriksaan Serum
ASTO= 400 IU/ml
Komp C3= 20
Berikut data pemeriksaan fisik, hematologi, urinalisis dan serum :
Data Rentang Normal 8 Interpretasi
Tekanan darah 140/90 mmHg 100-120/60-75 mmHg Hipertensi
Denyut Nadi 80 x/menit 70-110 x/menit Normal
Frekuensi napas 32 x/menit 14-22 x/menit Takipnea
Suhu 36,9o C 36,7-37o C Normal
Data Rentang Normal 8 Interpretasi
Hemoglobin 11 g/dL 11,5-14,5 g/dL Rendah
Hematokrit 33% 33%-43% Normal
Trombosit 225.000 / ml 150.000-450.000 /ml Normal
Leukosit 6000/ml 4000-12000 / ml Normal
Albumin 3,5 g/dL 3,5-5 g/dL Normal
Globulin 2 g/dL 2-3,5 g/dL Normal
Ureum 50 mg/dL 20-40 mg/dL Meningkat
Kreatinin 1,3 mg/dL 0,8-1,2 mg/dL Meningkat
Komplemen C3 20 mg/dL 80-120 mg/dL Menurun
ASTO 400 IU/ml <200 IU/ml Meningkat
Data Rentang Normal 8 Interpretasi
Protein urin +++ Negatif Proteinuria
Glukosa urin negatif Negatif Normal
Sedimen :
Eritrosit
Leukosit
Silinder eritrosit
100-150/LPB
2-3 / LPB
Positif
0-1/LPB
0-4/LPB
Hematuria
Normal
Hematuria
Penjelasan :
1. Peningkatan kadar titer ASTO menunjukkan bahwa terjadi infeksi oleh Streptococcus sp.1
2. Nilai titer ASTO yang meningkat dan kadar komplemen C3 yang rendah dapat
mengindikasikan terjadinya glomerulonefritis akut pascastreptococcus.7
3. Proteinuria, hematuria, edema palpebra dan edema pitting merupakan gejala yang sering
ditunjukkan dari kasus glomerulonefritis akut pascastreptococcus. Proteinuria dan hematuria
terjadi akibat kerusakan dari sawar filtrasi glomerulus sehingga tidak dapat menyaring protein
bermolekul besar dan eritrosit. 7
4. Kadar ureum dan kreatinin yang meningkat terjadi akibat penurunan GFR yang
mengakibatkan penumpukan ureum dan kreatinin dalam darah. 16
5. Hipertensi dapat terjadi akibat pelepasan renin yang dihasilkan oleh sel juxtaglomerular yang
terdapat pada glomerulus. 16
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestariningsih. Hematuria. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2009. h. 952.
2. Jerry, M.Berstein. Hematuria. Dalam Nelson Textbook of Pediatric, 19th Edition.
Pennsylvania: Elsevier. 2010.
3. Mohammad Sjaifullah Noer. Hematuria. Dalam: Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak
IV. Divisi Nefrologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo
Surabaya. 2005.
4. Pradhan M, Kaplan BS. Evaluation of Hematuria. Dalam: Kaplan BS, Meyers KEC,
penyunting. Pediatric nephrology and urology: the requisites in pediatrics.
Philadelphia: Mosby. 2004.
5. Sudoyo AW et al. Edema Patofisiologi dan Penanganan. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam UI,
2009.
6. Price,sylvia a et al. Patofisiologi. Volume 2 Edisi VI. Jakarta: EGC. 2005.
7. Noer, MS. Glomerulonefritis dalam Buku Ajar Nefrologi Anak, Edisi 2. Jakarta:
FKUI. 2002; hal. 323-361
8. Behrman, R.E., Kliegman R.M., Jenson H.B. Glomerulonephritis Associated with
Infections dalam Nelson Textbook of Pediatric, 19th Edition. Pennsylvania: Elsevier.
2010; hal. 1740-1741
9. Nefropati IgA Idiopatik. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-
5.Jakarta:Interna Publishing;2009.hal 992-995; 997-998.
10. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH.[et
al]. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.270-89.
11. Dr. M.S. Markum, Dr. Suhardjono, Dr. Endang Susalit, Dr. Jose Roesma. Nefropati
Imunoglobulin A. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT. Kalbe Farma;
2000.
12. Urinary Tractus Infection dalam Nelson Textbook of Pediatric, 19th Edition.
Pennsylvania: Elsevier. 2010.
13. Friedman, A.L. Infeksi Saluran Kemih. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2.
Jakarta: IDAI. 2004. h. 761-763.
14. Egland, ann G.2006. Pediatrics, Urinary tract infection and Pyelonephritis.
Department of Operational and Emergency Medicine, Walter Reed Army Medical
Center. http://www.emedicine.com/EMERG/topic769.htm
15. Hellerstein, stanley. 2006. Urinary tract infection. Children's Mercy Hospital of
Kansas City. http://www.emedicine.com/PED/topic2366.htm
16. Wilson L.M. Penyakit Stadium Akhir : Sindrom Uremik dalam Price, S.A., Wilson L.M.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006;
hal. 950-963