2. Pembangunan Underpass Cibubur (Abstrak s.d Daftar Istilah)
Overpass (Flyover) vs Underpass -...
Transcript of Overpass (Flyover) vs Underpass -...
Overpass (Flyover) vs Underpass
Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu-lintas
pada persimpangan padat di kawasan perkotaan, dapat dipertimbangkan pengadaan suatu
sistem struktur persimpangan tak sebidang yang memadai guna menjamin kelancaran arus
lalu lintas dari berbagai asal dan tujuan untuk menghindari konflik arus yang mengakibatkan
kemacetan. Berikut ini, diuraikan 2 buah alternatif sistem struktur persimpangan lalu lintas
tak sebidang dalam bentuk overpass (flyover) dan underpass yang masing2 memiliki
kecocokan ataupun keberatan/ permasalahan, sbb. :
A. Sistem Overpass (Flyover)
Overpass/ flyover umumnya dibangun pada areal dimana lokasi persimpangan tsb.
sudah amat terbatas dan tidak memungkinkan penambahan lajur ataupun pelebaran ruas jalan,
sebagai akibat keberadaan bangunan2 permanen disekitarnya. Flyover dikonstruksikan pula
dengan tujuan mengalirkan lalu lintas dari persimpangan2 padat (kawasan kumuh, pasar,
sungai, dan daerah rawa2) yang tanah bawahnya umumnya memiliki kuat geser rendah
(akibat selalu terendam air) yang menyebabkan struktur jalan raya yang dibangun diatasnya
rawan terhadap masalah penurunan yang berlebihan. Hal tersebut dapat dihindari dengan
membangun struktur flyover yang
melintas diatas tanah yang kurang
bersahabat tadi. Selanjutnya, tinjauan
terhadap kecocokan dan keberatan/
permasalahan flyover berikut ini
diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan lebih lanjut didalam
menentukan sistem konstruksi yang
relevan pada lokasi ybs. a.l. sbb. :
Gambar 1. Flyover Semanggi, Jakarta.
Keberadaan konstruksi flyover meningkatkan kapasitas persimpangan dan tentunya
meningkatkan kelancaran lalu lintas karena pertemuan antara arus lalu lintas yang
berpotongan (merging dan diverging) dapat dihindarkan,
Kelancaran lalu lintas yang tercipta berimbas pada penurunan emisi gas buangan pada
kendaraan sehingga meningkatkan kwalitas lingkungan; efisiensi konsumsi bahan
bakar, mengurangi stop dan delay lalu-lintas, yang pada gilirannya menurunkan biaya
ekonomi transportasi setempat. Berbagai alasan memicu peningkatan volume dan
mobilitas kendaraan pribadi, sehingga dengan flyover tsb., potensi kemacetan dalam
dalam jangka waktu lebih panjang dapat diperkirakan dan diantisipasi lebih dini,
Tergantung dari design-nya, maka keberadaan flyover dapat juga mengganggu
estetika bahkan merusak pemandangan kota, menghalangi cahaya matahari langsung
menyinari permukaan tanah,
Berpotensi mengundang kekumuhan akibat munculnya gubug2 dan penghuni
2 liar di
bawah dan sekitar flyover,
Rawan terhadap gangguan tindak kejahatan/ kriminalitas, terutama bila penerangan
tak menjamin areal bawah flyover tsb.,
Dapat menimbulkan blocking lalu lintas pada saat hujan akibat digunakannya lajur
dibawah flyover sebagai tempat berteduh, terutama oleh pengguna sepeda motor.
Flyover dikonstruksikan menggunakan balok2 girder struktural yang menerima
pembebanan langsung dari lalu lintas melalui plat lantai kendaraan diatasnya, dimana balok2
girder tersebut harus direncanakan mampu memikul gaya2 geser, normal, maupun momen
yang timbul akibat pembebanan yang bekerja. Penggunaan prestressed concrete box girder
akan menghasilkan jembatan dengan bentang yang lebih panjang dan berat persatuan panjang
yang lebih ringan dibandingkan struktur beton bertulang konvensional; akibat gaya prategang
internal yang telah diberikan sebelumnya. Pemberian tegangan internal dilakukan dengan
menarik baja prategang baik dengan metode pre-tension ataupun post-tension.
Gambar 2. Jembatan Box Girder.
B. Sistem Underpass
Alternatif lain yang dapat dipertimbangkan adalah perencanaan sistem underpass
yang dapat dibuat terutama di kawasan perkotaan, perbukitan, dasar sungai, dan selat.
Terowongan juga umum dibangun sebagai jalan pintas di kawasan pegunungan sebagai jalan
kendaraan ataupun kereta api, sehingga panjang jalan dapat direduksi. Karenanya, untuk
memenuhi tujuannya, terowongan perlu direncanakan dan dikonstruksikan tanpa harus
mengganggu kondisi jalan raya dan bangunan yang terletak diatasnya. Berikut ini diuraikan
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan terowongan, a.l. sbb. :
Pengetahuan mengenai stratifikasi dan kondisi serta karakteristik tanah bawah
maupun batuan pada lokasi setempat merupakan hal mendasar, sehingga diperlukan
investigasi intensif yang cukup untuk mengungkapkan sifat2 fisik dan mekanis tanah
ataupun batuan pada lokasi setempat sehingga mengurangi ketidakpastian dalam
perencanaan dan resiko pengerjaan struktur terowongan,
Diperlukan data survey dan pengamatan secara berkala terhadap kondisi geologi,
kontur tanah, vegetasi disekitar area konstruksi, frekuensi curah hujan, dan fluktuasi
muka air tanah; baik pada saat perencanaan, selama proses konstruksi, maupun
monitoring saat pelayanan fasilitas (prasarana) underpass tsb.
Terowongan nantinya harus memiliki sistem penerangan yang baik. Penerangan yang
cukup dan memadai akan mereduksi potensi kecelakaan lalu lintas (khususnya pada
saat malam hari), menurunkan potensi tindak kriminalitas ataupun pelanggaran
hukum lain yang mungkin terjadi,
Diperlukan pula sistem ventilasi yang handal dan memadai untuk mengatur panas dan
tingkat kelembaban dalam terowongan baik pada saat proses konstruksi, terlebih pada
saat terowongan dioperasikan kelak. Pengendalian dan pengaturan udara segar yang
baik akan menghindarkan para pekerja konstruksi dan pengguna terowongan dari
debu hingga emisi gas buangan knalpot dari kendaraan yang amat berpotensi
mengganggu kenyamanan, pernafasan, dan akibat2 yang berhubungan dengan
kesehatan lainnya,
Struktur terowongan juga perlu dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran
(hydrant) yang handal, khususnya diperlukan saat terjadi kecelakaan lalu lintas,
Beberapa terowongan modern umumnya juga menyiapkan beberapa ruang khusus
bagi pengguna terowongan yang berfungsi sebagai tempat evakuasi yang tentunya
memiliki akses menuju permukaan tanah,
Mengingat pengkonstruksian yang dilakukan dibawah tanah, sistem terowongan
umumnya tidak mengganggu estetika/ pemandangan kota seperti halnya pada
sebagian flyover yang designnya mengabaikan estetika,
Potensi banjir perlu diantisipasi agar struktur terowongan tidak terendam air.
Pengadaan sistem drainase yang memadai di permukaan tanah akan menghindarkan
penetrasi air ke dalam tanah. Selain itu kekedapan struktur lining hendaknya
mendapatkan perhatian, khususnya pada lokasi joint/ sambungan untuk mengatasi
rembesan air pada dinding2 terowongan akibat hujan ataupun muka air tanah.
Pelaksanaan struktur terowongan tidak terlepas dari konstruksi galian, khususnya
pada saat pembuatan shaft (portal masuk dan keluar) dan stasiun2 pemberhentian. Beberapa
metode galian yang umumnya dipakai dalam pembuatan terowongan a.l. adalah sbb. :
1) Metode Galian Terbuka (Cut & Cover)
Metode cut & cover merupakan metode konvensional yang tidak memakan biaya
relatif banyak dan umumnya dilaksanakan pada struktur terowongan dengan kedalaman
galian dangkal. Ada dua pendekatan yang digunakan jika digunakan metode galian terbuka
yang selanjutnya diilustrasikan melalui Gambar 3, sbb. :
Gambar 3. Metode galian terbuka.
Diperlukan analisis terhadap kestabilan lereng ataupun galian, sehingga bilamana
perlu dapat dilakukan perkuatan2 tertentu untuk menjaga kestabilan lereng pada saat
pembuatan dinding2, lantai, dan atap terowongan. Cara kedua diatas, umumnya lebih relevan
untuk diterapkan di daerah perkotaan mengingat gangguan terhadap lingkungan akan lebih
kecil dibandingkan dengan cara pertama, namun biaya konstruksi cara kedua umumnya
relatif lebih mahal.
2) Mesin Bor Terowongan, TBM (Tunnel Boring Machine).
Penggunaan TBM (Tunnel Boring Machine) memungkinkan terowongan untuk dibuat
tanpa memindahkan tanah/ batuan diatasnya. TBM memiliki sistem yang dapat men-support
kestabilan tanah dipermukaan dan umumnya menggunakan sistem lining beton/ baja yang
memiliki kekedapan lebih baik terhadap penetrasi air.
Step 1 :
Preliminary survey dalam
bentuk : Investigasi tanah,
hidrologi, perencanaan
galian terowongan di
lapangan, dll.
Step 2 :
Gali sebagian dan
melaksanakan sistem
perkuatan tanah
Step 2 :
Membuat/ menginstal sistem
dinding2 terowongan
Step 3 :
Gali hingga elevasi dasar
terowongan
Step 3 :
Membuat atap terowongan
yang ditopang oleh
dinding2 terowongan
Step 4 :
Pembuatan struktur lining
terowongan
Step 4 :
Membuat struktur lining
sembari menggali tanah
dalam terowongan, dan
memperkeras dasar
terowongan
Step 5 :
Menimbun kembali tanah
hingga mencapai elevasi
semula
Step 5 :
Menimbun kembali tanah
hingga mencapai elevasi
semula
Step 1 :
Preliminary survey dalam
bentuk : Investigasi tanah,
hidrologi, perencanaan
galian terowongan di
lapangan, dll.
Gambar 4. Mesin Bor Terowongan, TBM (Tunnel Boring Machine).
Pada tanah lunak, terkadang dibutuhkan proses pengerasan/ pembekuan tanah dan
ataupun sistem grouting (jika ditemukan tanah non-kohesif berkonsistensi lepas) untuk
mereduksi potensi kelongsoran selama proses pemboran. Sedangkan problem yang sering
terjadi jika pemboran dilaksanakan pada tanah keras/ cadas adalah tersangkutnya TBM akibat
batuan keras ataupun pondasi bekas bangunan yang sebelumnya tidak terekam dalam
investigasi tanah maupun batuan, sehingga blasting terkadang diperlukan dalam pelaksanaan.
Maintenance berkala pada alat TBM dan tenaga operator yang handal merupakan elemen2
penting yang diperlukan jika metode ini nantinya akan dipilih dan digunakan.
3) NATM (The New Austrian Tunneling Method)
Salah satu inovasi terbaru dari pekerjaan konstruksi terowongan adalah dengan
menggunakan NATM. Untuk menyokong struktur terowongan, metode ini mengandalkan 2
sistem penyokong, yakni initial lining (terdiri dari gelagar kisi/ lattice girder dan rockbolts)
yang ditutup shotcrete dan final lining yang terbuat dari beton bertulang tradisional. Initial
lining didesain cukup fleksibel dan diijinkan untuk mengalami deformasi dalam batas2 yang
masih dapat diterima. Proses penggalian (ekskavasi) dilakukan dalam 2 tahap, pada tahap
pertama lubang terowongan hanya digali setengah (kira2 membentuk setengah lingkaran)
untuk penginstalan initial lining. Selanjutnya pada tahap kedua galian dilanjutkan hingga
mencapai ukuran lubang terowongan yang sebenarnya, penggalian pada tahap kedua ini
seringkali disebut sebagai bench excavation untuk keperluan pemasangan final lining. Untuk
mendapatkan gambaran lebih jelas, tahapan konstruksi menggunakan NATM selanjutnya
diilustrasikan melalui Gambar 5, sbb. :
Gambar 5. New Austrian Tunneling Method (NATM).
C. Penutup
Pada akhirnya, pengoperasian dan pengendalian sistem persimpangan lalu lintas
merupakan upaya alternatif untuk mengantisipasi permasalahan persimpangan lalu lintas dari
kemacetan hingga kecelakaan. Pemilihan sistem struktur beserta sistem galian yang tepat dan
relevan diyakini akan mengatasi tantangan dan problem persimpangan yang telah, akan, dan
yang senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Oleh :
Yehezkiel A. Sucipto,
Foundation Engineer,
Testana Engineering, Inc., Surabaya.