Positivistik vs Fenomenologis

29
LANDASAN TEORI DALAM KOMUNIKASI

description

Teori Komunikasi

Transcript of Positivistik vs Fenomenologis

Page 1: Positivistik vs Fenomenologis

LANDASAN TEORI DALAM KOMUNIKASI

Page 2: Positivistik vs Fenomenologis

DIKOTOMI

POSITIVISTIK

PASCA POSITIVIS

TIK/ FENOMENOLOGIK

Page 3: Positivistik vs Fenomenologis

POSITIVISTIK

•BERAKAR DARI ILMU EKSAKTA•DISEBUT JUGA STUDI STATISTIK

•Disyaratkan adanya variabel yang dikontrol.•Pengacakkan sampel

•Pengujian validitas dan realibilitas instrumen•Ditujukan untuk menggenarilasasi sampel dalam populasi•Penelitian yang masuk kategori ini adalah:eksperimen, korelasi,survey, dll

Page 4: Positivistik vs Fenomenologis

PASCA POSITIVISTIK/FENOMENOLOGIS

•BERAKAR pada tradisi dalam sosiologi dan antropologi•bertujuan untuk memahami suatu gejala seperti apa adanya•tanpa harus mengontrol variabel dan tidak berusaha menggeneralisasi gejala tersebut dalam gejala-gejala yang lain

•CONTOH penelitian ini adalah etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, teori membumI (grounded theory), dan studi deskriptif (Creswell, 1998; Denzin dan Lincoln,2003; Merriam, 1998).

Page 5: Positivistik vs Fenomenologis

Eichelberger selanjutnya membedakan tiga paradigma filsafat melandasi metodologi pengetahuan

positivistik•keberadaan sesuatu merupakan besaran yang dapat diukur•Peneliti adalah•pengamat yang objectif atas peristiwa yang terjadi di dunia•dapat diuji secara empirik

Fenomenologik•Filsafat fenomenologik pertama kali dikembangkan oleh seorang matematikawan Jerman Edmund Husserl (1850-1938)•filsafat fenomenologik berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentionallity of consciousness) atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan ke luar dan kesadaran di dalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna

Page 6: Positivistik vs Fenomenologis

Hermeneutik•Filsafat hermeneutik dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey (Bleicher, 2003: 17)•usaha mencari kebenaran dengan menafsirkan makna atas gejala yang ada.•Interprestasi atau penafsiran tersebut berlangsung dalam suatu konteks tradisi. Implikasinya adalah bahwa ilmuwan sosial atau interpretator harus telah memiliki pra-pemahaman atas objek ketika ia mengkaji objek tersebut, sehingga tidak mungkin untuk memulai dengan sebuah pemikiran netral

Page 7: Positivistik vs Fenomenologis

POSITIVISTIK FENOMENOLOGIK HERMENEUTIK

Analitik Holistik Sintetik

Nomotetik Ideografik Interpretatik

Dedukatif Induktif Sinkretik

Laboratorik Empirik Empatik

Pembuktian dengan logika Pengukuhan pengalaman Penafsiran tak memihak

Kebenaran universal Kebenaran bersifat unik Kebenaran yang diterima

Bebas nilai Tidak bebas nilai Tidak bebas nilai

Page 8: Positivistik vs Fenomenologis

FENOMENOLOGIKSUMBER: Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005

menganggap bahwa pengalaman bukanlah merupakan suatu dunia eksternal

yang bersifat objektif.

Pengalaman bukan sekedar lama waktu seseorangberinteraksi dengan lingkungannya, melainkan

pelajaran yang diperoleh dalamrentangan waktu tertentu.

Untuk memahami pengalaman itu digunakanpemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai

ungkapan psikologis ataumental lain.

Page 9: Positivistik vs Fenomenologis

Gejala yang diamati dari suatu pengalaman perlu dibandingkan dengan pengalaman lain agar hal-hal yang esensial dari berbagai pengalaman itu

dapat dipahami.

Hal-hal yang esensial tersebut selanjutnya perlu digabungkan dengan hasil pengalaman lain, sehingga dapat diidentifikasi kesamaan yang

bersifat hakiki.

Page 10: Positivistik vs Fenomenologis

Paradigma fenomenologik ini justru menggunakan akal sehat (common

sense) yang oleh penganut positivistik dianggap tidak/kurang ilmiah. Akal sehat ini mengandung

makna yang diberikan seseorang dalam menghadapi pengalaman dan kehidupannnya

sehari-hari.

Jadi tidak semata-matadidasarkan pada data atau informasi yang diperoleh

melalui penginderaan.

Page 11: Positivistik vs Fenomenologis

Dalam paradigma ini suatu kebenaran ilmiah tidak dimulai dengan adanyasejumlah teori yang mendasari, namun secara induktif mengakumulasikanpengalaman khusus menjadi umum, atau yang konkrit menjadi abstrak, danbahkan kemudian bahkan mengukuhkan pengalaman itu menjadi teori (teorimembumi = grounded theory) yang bersifat holistik (meliputi segala sesuatuyang berkaitan dengan pengalaman yang bersangkutan)

Page 12: Positivistik vs Fenomenologis

•Kebenaran ilmiah•menurut paradigma ini tidak bersifat nomotetik melainkan bersifat ideografik,•yaitu mengungkap secara naratif dengan memberikan uraian rinci mengenai•hakekat suatu objek atau konsep. Kebenaran itu juga bersifat unik dan hanya•dapat ditransfer bila kondisi dan situasinya sama atau tidak berbeda. Kebenaran•ini sarat dengan nilai (value loaded).

Page 13: Positivistik vs Fenomenologis

FILSAFAT HERMENEUTIK

Filsafat hermeneutik dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey (Bleicher, 2003: 17; Eichelberger, 1998: 7), dalam usaha mencari

kebenaran dengan menafsirkan makna atas gejala yang ada. Sejarawan akan menafsirkan legenda, artefak atau berbagai naskah kuno berdasarkan

perspektif terkini.Seorang ahli tafsir agama akan berusaha menelaah

ayat-ayat dari kitab suci dan memberikan makna berdasarkan kondisi yang berkembang sekarang.

Page 14: Positivistik vs Fenomenologis

Sedangkan seorang ahli hukum akan menafsirkan pasal dan ayat dalam kitab hukum dan

jurisprudensi dengan mempertimbangkan azas keadilan dan/atau manfaat. Interprestasi atau penafsiran tersebut berlangsung dalam suatu

konteks tradisi.

Implikasinya adalah bahwa ilmuwan sosial atau interpretator harus telah memiliki pra-

pemahaman atas objek ketika ia mengkaji objektersebut, sehingga tidak mungkin untuk memulai dengan sebuah pemikiran netral (Bleicher, 2003:

ix).

Page 15: Positivistik vs Fenomenologis

Pengkajian atas objek itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, mendalam, teliti dan tepat

agar dapat diterima oleh orang lain yang melakukan pengkajian yang sama, dan kemudian

dapat digabungkan menjadi bangunan pengetahuan.

Pendekatan hermeneutik ini pada awalnya banyak digunakan oleh para agamawan, sejarawan dan ahli hukum. Mereka ini

menafsikan apa yang ada dalam naskah (kitab suci, artefak atau kitab undang-undang) sesuai masalah yang dihadapinya dengan membangun

argumentasi sendiri.

Page 16: Positivistik vs Fenomenologis

Paradigma hermeneutik, meskipun dapat dikatakan satu kategori dengan paradigma

fenomenologik, mempunyai sejumlah ketentuan yang berbeda.

Kebenaran ilmiah dalam paradigma ini tidak analitik maupun holistik, melainkan sintetik yaitu

memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Kebenaran dinyatakan dalam bentuk interpretatik, yaitu penafsiran yang

didasarkan pada keyakinan tertentu.

Page 17: Positivistik vs Fenomenologis

Pendekatan yang dilakukan tidak berupa deduktif atau induktif, melainkan sinkretik, yaitu

menggunakan berbagai pandangan dan praktek.

Seorang pengacara dalam membela kliennya, tidak hanya menafsirkan hukum dari aspek legal saja (secara deduktif membangun kesimpulan dari kasus), melainkan berusaha memasukkan

aspek moral, sosial dan politik, sehingga diharapkan dapat menjadi suatu keputusan

jurisprudensi tersendiri.

Page 18: Positivistik vs Fenomenologis

Data dan informasi yang dikumpulkan tidak dari latar laboratorik maupun

empirik, melainkan dengan cara empatik yaitu data yang diperoleh dengan

membangun kepedulian dengan adanya getaran yang bermakna. Kebenaran

diperoleh melalui penafsiran yang tidak memihak, meskipun dilandasi oleh

prasangka dan adanya pengetahuan awal.

Setiap pengacara akan bertolakdari azas praduga tidak bersalah sebagai suatu

kebenaran. Dia berlindung dibalik azas ini tanpa “kelihatan” memihak kepada klien yang

dibelanya.

Page 19: Positivistik vs Fenomenologis

Kebenaran yang diusahakan adalah kebenaran yang dapat diterima oleh

mereka yang berkepentingan. Kebenaran ini tidak bersifat bebas nilai.

Page 20: Positivistik vs Fenomenologis

PENGELOMPOKKAN TEORI DAN PARADIGMA PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI

TEORI / PENDEKATAN PARADIGMA

  KLASIK KONSTRUKTIVIS KRITISTheories of Message      Theories of Disclosure √ √ √Theories Sign and Language √ √        Interpersonal Communications      Symbolic interactionism √ (Iowa School) √ (Chicago School) Social Judgement theory √    Cognitive Dissonance theory √    

Theories of experience and interpretation √  Theories of Receptions and Processing √           Group/Public/Organisational Communication      Information system approach in Organisation √    Social Exchange theories √    Theories of Communication Network √           Mass Communication and Society      Structural-Functionalism theories of mass media √ √Agenda Setting theory √    Uses and Gratifications √    

Political-economy theories of mass media√ (liberal poitical

economy√ (culturalsm/constructivism

(Golding &Murdoch)

√ instrumentalism & structuralism (Chomasky,

Schudson)Mass media and social construction of reality   √ Media and cultural studies   √ √Theories of message production √    

Theories of Mass Media and Persuasion, effectiveness of ads and communication program √    

Page 21: Positivistik vs Fenomenologis

Apa itu teori??

•Dibuat oleh manusia•Ketika para akademisi menguji sesuatu yg ada di dunia, mereka membuat pilihan,

Teori merupakan

susunan

•bagaimana mengelompokkan yg mereka amati.•Bagaimana menyebut konsep yg mereka fokuskan

•Seberapa luas dan sempitkan fokus mereka.

Page 22: Positivistik vs Fenomenologis

•Merepresentasikan beragam cara para pengamat melihat lingkungan sekitar mereka lebih dari kenyataan g dapat mereka tangkap.teori•Teori : cara utuk melihat fakta, menyusu dan menunjukkannya

Mnrt Abraham Kaplan

•Teori: sebuah cara untuk melihat dan memikirkan dunia

Stanley Deetz

Page 23: Positivistik vs Fenomenologis

Teori merupakan tafsiran, sehingga

mempertanyakan kegunaan teori lebih bijaksana

dari pada mempertanyakan kebenarannya.

•Teori menyusun dan menyatukan pengetahuan yang sudah ada, sehingga kita tidak perlu memulai semua penelitian dari awal.

Page 24: Positivistik vs Fenomenologis

Teori menawarkan satu cara untuk menangkap “kebenaran” dari sebuah fenomena, tetapi

bukanlah satu-satunya cara untuk memandang fenoomena tersebut.

Teori berisi seperangkat pelajaran utnuk membaca dunia dan bertindak di dalamnya. Sebuah teori mengatur bagaimana cara kita melakukan pendekatan terhadap dunia kita

(JAMES ANDERSON)

Page 25: Positivistik vs Fenomenologis

DIMENSI-DIMENSI TEORI

DIMENSI-DIMENSI

TEORI

Page 26: Positivistik vs Fenomenologis

Asumsi filosofis

ASUMSI FILOSOFIS

EPISTEMOLOGI(TENTANG

PENGETAHUAN)

ONTOLOGI (TENTANG

KEBERADAAN)AKSIOLOGI (TENTANG

NILAI)

Page 27: Positivistik vs Fenomenologis

TEORI NOMOTETIK

TEORI NOMOTET

IK

•SESUATU YG MELIHAT HUKUM UNIVERSAL ATAU UMUM•PENDEKATAN INI BERPENGARUH DLM IPA PERCOBAAN DAN CONTOH BAGI BANYAK PENELITIAN SOSIAL

TUJUAN

•UNTUK MENGGAMBARKAN DENGAN TEPAT CARA KEHIDUPAN SOSIAL BERJALAN•TEORI NOMOTETIK TDK MEBUAT PENILAIAN ATAU SOLUSI MENGENAI MASALAH, PARA ILMUAN HANYA MENGGAMBARKAN TENTANG SESUATU.

Page 28: Positivistik vs Fenomenologis

GAGASAN KLASIK SEBUAH ILMU PENGETAHUAN

TEORI

HIPOTESIS

OBSERVASI

PENYIMPULAN

Teori

Tindakan

Metode &pengukuran

Induksi

Page 29: Positivistik vs Fenomenologis

TEORI PRAKTIS

•MENGUMPULKAN BANYAK PERPEDAAN ANTAR SITUASI DAN UNTUK MEMBERIKAN SEBUAH SUSUNAN PEMAHAMAN YANG MEMUNGKINKAN PENELITI MEMPERTIMBANGKAN RANGKAIAN ALTERNATIF• TINDAKAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN.

DIRANCANG UNTU

K