OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN RUMEN SEBAGAI PUPUK DALAM …
Transcript of OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN RUMEN SEBAGAI PUPUK DALAM …
i
OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN RUMEN SEBAGAI PUPUK DALAM
MEDIA KULTUR TERHADAP PERTUMBUHAN Skeletonema costatum
MUH. IHSAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN RUMEN SEBAGAI
PUPUK DALAM MEDIA KULTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN Skeletonema costatum
Nama : Muh. Ihsan
No. Stambuk : 105940 0485 10
Program Studi
: Budidaya Pereiran
Telah Diperiksa dan Disetujui
Komisi Pembimbing;
Pembimbing I, Pembimbing II,
Murni, S.Pi.,M.Si Ir. A. Khaeriyah, M.Pd.
NIDN: 0903037306 NIDN: 0926036803
Diketahui;
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Program studi
Budidaya perairan,
Ir. H. M. Saleh Molla, MM Murni, S.Pi.,M.Si
NIDN: 0931126103 NIDN: 09030373046
iii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul : OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN RUMEN SEBAGAI
PUPUK DALAM MEDIA KULTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN Skeletonema costatum
Nama : Muh. Ihsan
No. Stambuk : 1059-400-485-10
Program Studi : Budidaya Perairan
FAKULTAS : Pertanian
SUSUNAN KOMISI PENGUJI
Nama Tanda Tangan
1. Murni, S.Pi.,M.Si. ( )
Ketua Sidang
2. Ir. A. Khaeriyah, M.Pd. ( )
Sekretaris
3. H. Burhanuddin, S.Pi., MP ( )
Anggota
4. Dr. Abdul Haris, S.Pi.,M.Si. ( )
Anggota
Tanggal Lulus : 20 Februari 2016
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul :
OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN RUMEN SEBAGAI PUPUK
DALAM MEDIA KULTUR TERHADAP PERTUMBUHAN Skeletonema
costatum di Balai Budidaya Air Payau (BBAP), Desa Mapakalompo, Kecamatan
Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan adalah hasil
karya saya dengan bimbingan dari komisi pembimbing. Sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya orang lain yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, 20 Februari 2016
Muh.Ihsan
Penulis
v
HALAMANA HAK CIPTA
@Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2016
Hak Cipta dilindungi undang-undang
1. Di larang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh
Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar
vi
RINGKASAN
Muh. Ihsan 1059400 485 10 Optimasi Pemberian Cairan Rumen Sebagai
Pupuk Dalam Media Kultur Terhadap Pertumbuhan Skeletonema costatum di
Balai Budidaya Air Payau (BBAP), Desa Mapakalompo, Kecamatan Galesong
Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Dibawah bimbingan Ibu
Murni, S.Pi., M.Si. dan Ibu Ir. A. Khaeriyah, M.Pd..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi pemberian cairan
rumen dalam mengetahui pertumbuhan Skeletonema costatum sedangkang
kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dalam
upaya pengoptimasian pemberian cairan rumen guna meningkatkan pertumbuhan
Skeletonema costatum.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016. Bertempat di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP), Desa Mapakalompo, Kecamatan Galesong Selatan,
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun alat dan bahan yang
digunakan yaitu toples, blower, selang dan batu aerasi, lampu TL, mikroskop,
objek glass, cover glass, gelas ukur, pipet tetes, thermometer, pH meter,
refraktometer, haemocytometer, erlenmeyer, gause, aluminium foil, Skeletonema
costatum, cairan rumen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan
A (pemberian cairan rumen 1,5 ml/liter), B (pemberian cairan rumen 2,5 ml/liter),
C (pemberian cairan rumen 3,5 ml/liter), dan D (kontrol).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
Skeletonema costatum berkisa rantara 171.111 - 185.555 sel/ml dengan nilai rata-
rata pertumbuhan tertinggi pada P3. Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan
Skeletonema costatum pada setiap perlakuan.Meskipun secara statistic tidak
terdapat perbedaan nyata tetapi pada table penelitian terdapat peningkatan
pertumbuhan.
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tangga 23 Juli 1991 di Benteng
Kabupaten Kepulauan Selayar Propinsi Sulawesi
Selatan. Penulis adalah anak terakhir dari dua
bersaudara, dari pasangan Ayahanda H. Muh. Kasang
dan Ibunda Hj. Nuraida. Pada tahun 1997 penulis
bersekolah di SD Inpres Benteng II Kabupaten
Kepulauan Selayar, dan tamat pada tahu 2004. Pada
tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Benteng Kabupaten
Kepulauan Selayar dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan ke SMK Negeri 1 Benteng Kabupaten Kepulauan Selayar dan tamat
pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Unit Pembenihan
Abalon pada Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, Desa Mappakalompo,
Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan. Penulis juga
pernah mengikuti kuliah kerja profesi (KKP) di Kecamatan Tanete Rilau
Kabupaten Barru.
Atas berkat rahmat Allah SWT, disertai perjuangan keras dan dorongan
semangat dari orang tua, keluarga tercinta, serta kedua dosen pembimbing,
penulis akhirnya dapat menyelesaikan Studi pada tahun 2016, Penulis telah
melaksanakan penelitian di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, Desa
viii
Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi
Selatan., pada bulan September dan memilih judul“Optimasi Pemberian Cairan
Rumen Sebagai Pupuk Dalam Media Kultur Terhadap Pertumbuhan
Skeletonema costatum”.
ix
KATA PENGANTAR
حِيم حْمَنِ الره ِ الره بسِْمِ اللَّه
Puji dan Syukur kehadirat Allah subhanawataala yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi. Adapun judul skripsi yakni “OPTIMASI PEMBERIAN CAIRAN
RUMEN SEBAGAI PUPUK DALAM MEDIA KULTUR TERHADAP
PERTUMBUHAN Skeletonema costatum”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh
karena itu kritik atau saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis
demi kesempurnaan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini telah banyak menyita waktu, tenaga, curahan
fikiran, maupun materi dari berbagai pihak. Selanjutnya pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terimakasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini selesai ditulis, khususnya kepada :
1. Bapak Ir. H. M. Saleh Molla, MM. Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar beserta stafnya.
2. Ibu Murni, S.Pi, M.Si. Ketua Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Murni, S.Pi, M.Si. sebagai pembimbing utama yang atas keikhlasan dan
keteguhan hatinya membimbing penulis.
4. Ibu Ir. A. Khaeriyah, M.Pd. sebagai pembimbing ke dua yang atas keikhlasan
dan keteguhan hatinya membimbing penulis.
x
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universits
Muhammadiyah Makassar.
6. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tua dan saudara penulis, yang
telah membesarkan, membimbing, dan memenuhi segala kebutuhan Ananda
selama proses pengerjaan skripsi ini.
7. Pada teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang telah memberikan
semangat untuk penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberi
manfaat kepada para pembaca dan semua kalangan di masyarakat umum. Amin...
Makassar, 20 Februari 2016
Muh.Ihsan
Penulis
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI iii
HALAMAN PERNYATAAN iv
HALAMAN HAK CIPTA v
RINGKASAN vi
RIWAYAT HIDUP vii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Skeletonema costatum 4
2.2. Pertumbuhan Skeletonema costatum 5
2.3. Cairan Rumen 7
2.4. Parameter Kualitas Air 10
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat 13
3.2. Alat dan Bahan 13
3.3. Prosedur Penelitian 14
3.3.1. Pembuatan Cairan Rumen 14
xii
3.3.2. Penyediaan Media dan Organisme Uji 14
3.4. Rancangan Percobaan 15
3.5. Parameter Yang diamati 16
3.5.1. Pertumbuhan 16
3.5.2. Kualitas Air 17
3.6. Analisis Data 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan 18
4.2. Kualitas Air 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 23
5.2. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Alat yang Digunakan Selama Penelitian 13
2. Bahan yang Digunakan Selama Penelitian 14
3. Pertumbuhan Rata-Rata Skeletonema costatum Pada Perlakuan yang
Berbeda 18
4. Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Selama Penelitian 21
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Skeletonema costatum 4
2. Layout/Tata Letak Penelitian Setelah Dilakukan Pengacakan 16
3. Pertumbuhan Rata-Rata Skeletonema costatum Pada Perlakuan yang
Berbeda 19
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Umum Penelitian 28
2. Uji One Way ANOVA 29
3. Foto Penelitian 29
24
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Universitas Riau. Riau
Arora, S. P, 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi 1. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Asri, T.K. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Mikroba Rumen.
http://rismanismail2.wordpress.com/2011/05/24/mikroba-rumen-part-6/.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2013, Makassar.
Balai Budidaya Laut Lampung. 2005. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton.
Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Deaprtemen Kelautan dan Perikanan. Lampung.
Basya, S.,M. Nuraeni dan K. Ma’sum. 1981. Urea dan tepung gaplek sebagai
pengganti bungkil kelapa dalam makanan penguat sapi perah dara. No. 21
Bulletin. Lembaga Penelitian Peternakan IPB, Bogor.
Cahyaningsih, dkk, 2006. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami. Departemen
kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai
Budidaya Air Payau Situbondo.
Colman B, Gehl KA. 1983. Effect of External pH on the Internal pH of Chlorella
saccharophila. J Plant Physiol.
Djarijah, A,S,Ir. Pakan Alami, (Yokyakarta, kaniusus 1995). Hartati, Sri. Kultur
Makan Alami, (Jakrta, Direktorat Jendral Perikanan dan International
Development Research Center. 1986).
Hickling CF. 1971. Fish Culture. Faber and Faber. London
Hungate R. 1966. The Rumen and its Microbes. London and New York :
Academic Press.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankto
Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kansius. Jakarta.
Lee SS, CH Kim, JK Ha, YH Moon, NJ Choi and KJ Cheng. 2002. Distribution
and Activities of Hydrolytic Enzymes in the Rumen Compartements of
Hereford Bulls Fed Alfalfa Based Diet. Asian-Aust.
Mahesti, G, 2009. Pemanfaatan Protein pada Domba Lokal Jantan Dengan Bobot
Badan dan Aras Pemberian Pakan yang Berbeda. Program Studi Magister
25
Ilmu Ternak Program Pasca sarjana Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro, Semarang.
Masithah, E.D., Choiriyah, N. dan Prayogo. 2011. Pemanfaatan Isi Rumen Sapi
yang Difermentasikan dengan Bakteri Bacillus pumilus terhadap
Kandungan Klorofil pada Kultur Dunaliella salina. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011.
Mudjimin, A. 2007. Laporan Hasil Latihan Budidaya Artemia. Dinas Perikanan
Daerah Propinsi Jatim.
Nursiam, I, 2010. Buffer. Departemen Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas
Peternakan Institute Pertanian Bogor.
Rocha JMS, Gracia Juan EC, Henriques MHF. 2003. Growth aspects of the
marine microalga.
Sachlan. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. UNDIP
Semarang.
Sophian, Y, 2012. Aktivitas Enzim. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Institute Pertanian Bogor.
Stell, R, G. D and J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT.
Gramedia. Jakarta.
Supriyantini, E. 2013. Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Nutrisi
Skeletonema costatum. Buletin Oseanografi Marina Januari 2013. Vol. 2.
Sutomo. 1990. Pengaruh Salinitas dan pH Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp.
Di dalam: Buku Panduan dan Kumpulan Abstrak Seminar Ilmiah Nasional
Lustrum VII. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.
Sutrisno, C.L. et all. 1994. Proceeding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Peternakan Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ternak.
Ciawi.
Syahruddin, 1996. pH dan Konsentrasi Amonia Cairan Rumen Serta Urea Plasma
Darah Kambing Kacang Jantan Muda yang Mendapat Suplemen Berbagai
Level Sulfur dengan Ransum Basal Hijauan Lapangan.
Tillman, Allen D dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta, Gajah
Mada University Press.
26
Wardoyo STH. 1982. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan: PPLH UNDP-PUSDI-
PSL. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Windiyani. 1985. Pengaruh Berbagai tingkat Intensitas Cahaya terhadap
Pertumbuhan Populasi Skeletonema costatum (Grev). Clev. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Fakultas Peternakan. UNDIP.
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang
dibudidayakan. Dalam kondisi normal di alam, keanekaragaman pakan hidup
(fitoplankton dan zooplankton) tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat
dimanfaatkan oleh setiap trofik level dengan efisien. Bagi jenis ikan kebutuhan
akan pakan tercukupi, karena ikan mempunyai daya jelajah pada spektrum yang
relatif luas. Permasalahan akan kebutuhan pakan biasanya baru muncul pada saat
organisme berada dalam lingkungan budidaya. Ketersediaan pakan sangat
bergantung pada manusia yang memelihara baik dari jumlah, jenis maupun waktu
pemberian.
Penyedian pakan alami merupakan faktor yang penting dalam menentukan
keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang karena berpengaruh besar pada
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan dan udang disamping penyediaan
induk. Hal ini terkait dengan pakan alami yang merupakan sumber nutrisi dalam
memenuhi kebutuhan setiap fase pertumbuhan ikan dan udang terutama pada fase
larva/benih.
Skeletonema costatum merupakan salah satu pakan alami yang banyak
digunakan dalam usaha pembenihan udang, ikan, kerangkerangan, dan kepiting.
Skeletonema costatum sangat umum digunakan sebagai pakan larva udang windu
yang dimulai sejak nauplius bermetamorfosa menjadi zoea. Skeletonema costatum
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pakan buatan, karena memiliki enzim
autolisis sendiri sehingga mudah dicerna oleh larva dan tidak mengotori media
2
budidaya. Peranan pakan alami sampai saat ini belum dapat digantikan secara
menyeluruh, berfungsi sebagai sumber protein, karbohidrat dan lemak, terutama
merupakan sumber asam lemak esensial yang sangat potensial (Supriyantini,
2013).
Skeletonema costatum merupakan salah satu diatomae euryhalin dengan
bentuk kotak yang indah dengan warna coklat keemasan. Namun waktu puncak
pertumbuhan Skeletonema costatum ini hanya satu hari. Oleh karena itu, perlu
adanya teknik kultur yang baik untuk memperpanjang waktu puncak populasinya.
Isi rumen sapi adalah salah satu limbah yang diperoleh dari rumah potong
hewan yang kaya akan nutrisi. Limbah ini sebenarnya sangat potensial bila
dimanfaatkan sebagai pupuk karena isi rumen memiliki nutrisi tinggi (Masithah et
all. 2011).
Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba)
terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen
mengandung bakteri dan protozoa (Tillman, 1991). Beberapa jenis
bakteri/mikroba yang terdapat dalam isi rumen adalah (a) bakteri/mikroba
lipolitik, (b) bakteri/mikroba pembentuk asam, (c) bakteri/mikroba amilolitik, (d)
bakteri/mikroba selulolitik, (e) bakteri/mikroba proteolitik (Sutrisno dkk, 1994).
Mikroba-mikroba inilah yang akan membantu pertumbuhan Skeletonema
costatum dalam pengkulturan.
3
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan
cairan rumen dengan dosis yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan pada
kultur Skeletonema costatum. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi tambahan informasi dalam mengaplikasikan cairan rumen sebagai
pupuk terhadap pertumbuhan Skeletonema costatum.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Skeletonema costatum
Menurut Sachlan (1982), klasifikasi Skeletonema costatum adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Bacillariophyta
Class : Bacillariophyceae
Order : Centrales
Family : Coscinodiscaceae
Genus : Skeletonema
Species : Skeletonema costatum
Gambar 1. Skeletonema costatum.
Skeletonema costatum merupakan fitoplankton dari jenis diatomae yang
bersel tunggal dan ukuran sel berkisar antara 4-15 µm. Sel diatomae memiliki ciri
khas yaitu dinding selnya terdiri dari dua bagian seperti cawan petri. Dinding sel
atas yang disebut epitekal saling menutupi dinding sel bagian bawah yang disebut
hipoteka pada masing-masing tepinya. Pada setiap sel dipenuhi oleh sitoplasma.
5
Dinding sel Skeletonema costatum memiliki frustula yang dapat menghasilkan
skeletal eksternal yang berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri
yang berfungsi sebagai penghubung pada frustula yang satu dengan yang lain
sehingga membentuk filamen (BBPBAL Lampung, 2005).
Windiyani (1985) menyatakan bahwa dinding sel Skeletonema costatum
mengandung pigmen yang terdiri dari klorofil-a, ß-karoten dan fukosantin.
Pigmen yang dominan adalah karotenoid dan diatomin. Adanya pigmen karoten
menyebabkan dinding sel berwarna coklat keemasan.
Morfologi Skeletonema costatum bersel tunggal (Uniselular), berukuran
4-6 mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari
beberapa sel. Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel
dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema costatum dinding sel yang unik karena
terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat dari silikat, bagian
katub atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka
terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri
dari komponen hipovaf dan hiposingulum (Clinton, 2004).
2.2. Pertumbuhan Skeletonema costatum
Pada budidaya Skeletonema costatum sangat dibutuhkan berbagai macam
senyawa organik baik senyawa unsur hara makro (Nitrogen, Fosfor, Besi, Sulfat,
magnesium, Kalsium dan kalium) dan unsur hara mikro (Tembaga, Mangan,
Seng, Boron, Molibdenum dan cobelt) untuk memberikan pertumbuhan yang
baik. Skeletonema costatum dapat memanfaatkan zat hara lebih cepat dari diatom
6
lainnya dalam penyerapan nutrien sinar matahari berperan penting dalam
fotosintesis (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga
saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan
phytoplankton dalam kultur pakan alami.
Empat fase pertumbuhan Skeletonema costatum:
1. Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi
tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat .
Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein
baru. Organisme mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi pembelahan sel
sehingga kepadatan sel belum meningkat
2. Fase Logaritmik atau Eksponensial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap.
Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai
maksimal.
3. Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan
dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian.
Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relatif
sama atau seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.
7
4. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah
sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai
dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperatur, cahaya,
pH air, jumlah hara yang ada dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.
Skeletonema costatum digunakan dihampir setiap unit pembenihan di
Indonesia, khususnya pada pembenihan udang windu. Phytoplankton ini
pertumbuhannya cepat, sehingga sudah dapat dipanen dalam waktu dua hari masa
pemeliharaan dan cocok untuk pakan larva udang windu. Di beberapa negara,
seperti Singapura Skeletonema Costatum juga digunakan sebagai pakn larva
kakap merah. Selain itu Skeletonema Costatum dapat digunakan sebagai pakan
pada budidaya biomassa Artemia.
Untuk kultur laboratorium dapat menggunakan pupuk Conway ditambah
silikat (Na2SiO3) sebanyak 5 mg/L, atau menggunakan pupuk dengan komposisi
KNO3 : 80-100 mg/L, NaH2PO4 : 10-15 mg/L, Na2SiO3 : 10-15 mg/L, FeCl3 : 5-
10 mg/L, EDTA : 5-10 mg/L. Sedangkan untuk kultur skala massal dapat
digunakan pupuk dengan komposisi Urea 60 gr/ton, NaH2PO4 8 gr/ton, Na2SiO3 6
gr/ton, FeCl3 1 gr/ton, EDTA 5 gr/ton atau TSP 15 gr/ton, Urea 30 gr/ton,
Na2SiO3 10 gr/ton, KNO3 60 gr/ton, FeCl 1 gr/ton, EDTA 3 gr/ton.
2.3. Cairan Rumen
Menurut Sophian (2012), cairan rumen merupakan limbah yang diperoleh
dari rumah potong hewan yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak
8
ditangani dengan baik. Bagian cair dari isi rumen kaya akan protein, vitamin B
kompleks serta mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen.
Cairan rumen mengandung enzim alfa amylase, galaktosidase,
hemiselulosa dan selulosa. Rumen merupakan tabung besar untuk menyimpan dan
mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba
terhadap zat-zat makanan menghasilkan produk akhir yang dapat diasimilasi.
Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan temperature 38-42ºC. Tekanan
osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah, pH dipertahankan oleh
adanya absorpsi asam lemak dan amoniak. Saliva yang masuk kedalam rumen
berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8.
Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam, hasil fermentasi mikroba rumen.
Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu
didalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung elektrolit-elektrolit
tertentu seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor, dan urea yang
mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. Sekresi saliva dipengaruhi oleh
bentuk fisik pakan, kandungan bahan kering, volume cairan isi perut dan stimulasi
psikologis (Nursiam, 2010).
Pemberian makanan berserat kasar rendah dan banyak mengandung
karbohidrat mudah tercerna cenderung menurunkan konsentrasi VFA dan
menurunkan pH cairan rumen, akibatnya aktivitas selulolitik menurun. Kondisi
tersebut akan merubah populasi mikroba rumen. Populasi bakteri dan protozoa
pemakai asam laktat akan berkembang lebih banyak. Jumlah protozoa terutama
ciliata adalah 105 sel/ml cairan rumen pada pakan berserat kasar tinggi, tetapi
9
jumlah tersebut meningkat menjadi 106 sel/ml cairan rumen pada adaptasi
terhadap gula-gula terlarut (Asri, 2011).
Ruminansia mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengontrol pH
rumen. Rendahnya pH rumen terjadi dengan terakumulasinya asam laktat dalam
rumen. Bakteri pemakai asam laktat tidak dapat merubah cepat untuk mencegah
terjadinya akumulasi asam laktat dalam rumen. Perubahan komposisi mikroba
rumen berhubungan dengan penurunan pH rumen. Penurunan pH rumen dari 7
menjadi 5,5 secara umum berhubungandengan keterlibatan biji-bijian dalam
pakan. Pengaruhnya yaitu dapat merusak bakteri selulolitik. Di dalam kondisi
tersebut, bakteri amylolitik menjadi spesies menonjol dalam rumen. Rendahnya
pH mengurangi populasi protozoa secara drastis (Asri, 2011).
Amonia dibebaskan di dalam rumen selama proses fermentasi dalam
bentuk ion NH4 maupun dalam bentuk tak terion sebagai NH3. Amonia yang
dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis
protein mikroba. Bahkan ammonia yang dibebaskandari urea atau garam-garam
ammonium lain dapat digunakan untuk sintesa protein mikroba (Arora, 1989).
Hidrolisa protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminasi untuk
membebaskan amonia. Kecepatan deaminasi biasanya lebih cepat daripada
proteolisis. Karenanya terdapat konsentrasi asam-asam amino dan peptida, yang
lebih besar setelah makan (Syahruddin, 1996).
Amonia yang terbentuk dalam rumen sebagian akan disalurkan ke hati
melalui pembuluh darah. Jika amonia yang terbentuk berlebihan dalam rumen dan
tidak dimanfaatkan oleh mikroorgansime rumen maka kelebihan tersebut akan
10
diserap masuk pembuluh darah yang dapat menyebabkan keracunan (Basya dkk,
1981).
Apabila amonia dibebaskan dengan cepat, maka amonia diabsorpsi melalui
dinding rumen dan sangat sedikit nyang dipakai oleh bakteri. Apabila pH melebihi
7,3 maka proses penyerapan ammonia dipercepat. Sebab pembentukan ammonia
yang tak terion yang lebih mudah melewati dinding rumen. Didalam kondisi
normal, jika urea diberikan sejumlah energy yang cukup, maka pH biasanya tetap
sekitar 6,5 yang mengurangi kecepatan absorpsi amonia (Arora, 1989).
Konsentrasi amonia di dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan protein
dalam pakan, pH rumen, kelarutan protein bahan pakan, serta waktu setelah
pemberian pakan. Sapi yang menerima pakan jerami dengan kandungan protein
rendah (5,12%) memiliki konsentrasi amonia sangat rendah yaitu 22,9%. Mikroba
rumen dapat bekerja dengan optimal untuk merombak asam amino menjadi
amonia pada kondisi pH 6-7. Sekitar 82% mikroba rumen merombak asam-asam
amino menjadi amonia yang selanjutnya digunakan untuk menyusun protein
tubuhnya. Suasana pH rumen yang asam (pH rendah) dapat menyebabkan
menurunnya aktivitas mikroba dalam rumen (Mahesti, 2009).
2.4. Parameter Kualitas Air
Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam
perairan. Suhu mempengaruhu suatu stadium daur hidup organisme dan
merupakan faktor pembatas penyebaran suatu species. Dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan
perbedaan komposisi dan kelimpahan Skeletonema costatum. Dalam proses aerasi,
11
selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan dalam proses potositesis
juga akan timbul gesekan antara gelembung udara dengan moleku-molekul air
sehingga terjadi sirkulasi air. Proses sirkulasi air ini sangat penting untuk
memperthankan suhu tetap homogen serta penyebaran penyinaran dan nutrient
tetap merata. Sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan plankton dan
menimbulkan getaran air yang menyerupai getaran di alam
(Mudjiman, 2007).
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
tekanan osmotik antara protoplasma sel organik dengan lingkungannya. Kadar
garam yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur
Sekletonema costatum. Sekeltonema costatum tumbuh optimal pada salinitas
25-29 ppt (Djarijah, 1995).
Mikroalga umumnya hidup dengan baik pada pH netral (pH 7). Colman
dan Gehl (1983), menyatakan bahwa aktifitas fotosintesis akan turun menjadi
maximum 33% ketika pH turun pada 5,0. Pertumbuhan mikroalga laut jenis
Chlorella sp. sangat baik pada kisaran pH 6 - 8 dan kisaran salinitas 20 – 40 ppt
(Sutomo, 1990). Perairan yang berkondisi asam dengan pH kurang dari 6,0 dapat
menyebabkan mikroalga tidak dapat hidup dengan baik. Perairan dengan nilai pH
lebih kecil dari 4.0 merupakam perairan yang sangat asam dan dapat
menyebabkan kematian organisme air, sedangkan pH lebih dari 9.5 merupakan
perairan yang sangat basa dan dapat mengurangi produktivitas organisme air
termasuk mikroalga (Wardoyo, 1982). Air yang bersifat basa dan netral
menjadikan organisme yang hidup di dalamnya lebih produktif untuk tubuh dan
12
berkembang dibandingkan dengan air yang bersifat asam (Hickling, 1971). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian bahwa hasil pengukuran pH 7 - 8 masih
dikategorikan normal untuk kehidupan Skeletonema costatum.
13
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015, bertempat di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP), Desa Mapakalompo, Kecamatan Galesong Selatan,
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian.
Nama Alat Kegunaan
Toples
Blower
Selang dan batu aerasi
Lampu TL
Mikroskop
Objek glass
Cover glass
Gelas ukur
Pipet tetes
Termometer
pH meter
Refraktometer
Haemocytometer
Erlenmeyer
Gause
Aluminium foil
Media kultur
Penyuplay oksigen di wadah penelitian
Penyuplai oksigen air
Pengganti cahaya matahari
Pengamatan dan penghitungan sample
Meletakkan objek yang akan diamati
dengan mikroskop
Penutup objek yang telah diletakkan di
atas kaca preparat
Ukur sample
Ukur pupuk
Pengukur suhu
Mengukur pH ( derajat keasaman atau
kebasaan )
Mengukur kadar/konsentrasi bahan
atau zat terlarut
Penghitung kepadatan
Untuk menampung larutan atau cairan
Penutup Erlenmeyer
Penutup Erlenmeyer
14
Sedangkan bahan yang digunakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian.
Nama Bahan Kegunaan
Skeletonema costatum
Cairan rumen
Organisme uji
Pupuk
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Cairan Rumen
Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara
filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen
hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000 x selama 10 menit pada suhu
40C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba (Lee et al.
2000).
3.3.2. Penyediaan Media dan Organisme Uji
Kultur Skeletonema costatum skala laboratorium menggunakan wadah 2
liter. Sebelum kultur dilakukan, perlengkapan yang akan digunakan harus
disterilkan, dengan mengunakan detergen kemudian dibilas dengan larutan klorin
150 ppm. Peralatan yang digunakan antara lain selang aerasi, batu aerasi dan botol
erlenmeyer.
Penggunaan air laut terlebih dahulu disterilisasikan dengan dipanaskan
atau disinari dengan lampu ultra violet (UV). Setelah itu, air laut dimasukan ke
dalam botol-botol kultur sebanyak 2.000 ml dan sebelum dimasukan bibit, terlebih
15
dahulu media kultur dipupuk menggunakan cairan rumen sesuai dengan dosis
perlakuan. Setelah itu tebarkan bibit sebanyak 50.000 sel per wadah, selanjutnya
wadah ditutup kembali dengan menggunakan kapas dan aluminium foil kemudian
diberi label. Setelah itu letakkan wadah di rak kultur yang telah dilengkapi lampu
TL yang fungsinya untuk membantu proses fotosintesis dan kemudian beri aerasi
dengan kecepatan sedang.
3.4. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan masing-
masing perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga banyaknya satuan percobaan adalah
12 unit.
Perlakuan yang akan dicobakan adalah sebagai berikut :
A : Pemberian cairan rumen 1,5 ml/liter
B : Pemberian cairan rumen 2,5 ml/liter
C : Pemberian cairan rumen 3,5 ml/liter
16
Gambar 2. Layout/Tata Letak Penelitian Setelah Dilakukan Pengacakan.
3.5. Parameter yang Diamati
3.5.1. Pertumbuhan
Pertambahan kepadatan fitoplakton merupakan salah satu indikasi untuk
mengetahui laju pertumbuhan fitoplankton. Alat bantu yang sering digunakan
untuk menghitung kepadatan fitoplankton yaitu haemocytometer (Cahyaningsih,
dkk., 2006).
Setiap 24 jam sekali, dilakukan penghitungan jumlah sel mikroalga dengan
tiga kali ulangan pada setiap erlenmeyer kultur. Cara perhitungan kepadatan
dengan menggunakan haemocytometer yaitu pertama-tama sampel diambil
dengan menggunakan pipet tetes lalu di teteskan pada bagian tengah dari
permukaan haemocytometer. Penetesan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
terjadi penggelembungan udara. Selanjutnya ditutup dengan menggunakan cover
C2 A3
B1 B2
A2
C1
C3 A1 B3
17
glass kemudian diamati di bawah mikroskop (perbesaran 20x10) dalam
menghitung kepadatan sel dibantu dengan alat Hand Counter. Jumlah sel/ml
dihitung dengan rumus berikut ini:
𝑛 = 𝑛1+ 𝑛2
2 x 10⁻⁴
Keterangan :
n1 : jumlah bilik hitung pertama
n2 : jumlah bilik hitung kedua
3.5.2. Kualitas Air
Kualitas air dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan Skeletonema
costatum. Parameter kualitas air yang akan diamati adalah salinitas dengan
menggunakan refraktometer, suhu menggunakan thermometer dan untuk pH air
menggunakan pHmeter. Parameter kualitas air akan diamati setiap hari pada pagi
serta sore hari dan digunakan sebagai data penunjang.
3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji One Way
ANOVA. Jika terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilakukan uji
lanjut beda rata-rata nilai dengan menggunakan uji Duncan (Stell and Torrie,
1995).
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Skeletonema costatum
Berdasarkan hasil penelitian pemberian pupuk yang dicampur dengan
cairan rumen (dosis 1,5 ml/liter, 2,5 ml/liter dan 3,5 ml/liter) terhadap
pertumbuhan Skeletonema costatum diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 3
dan Gambar 3.
Tabel 3. Pertumbuhan rata-rata Skeletonema costatum pada perlakuan yang
berbeda.
Hari P1 P2 P3
0 50000 50000 50000
1 113333 113333 125000
2 208333 193333 225000
3 225000 216667 253333
4 213333 226667 240000
5 216667 233333 220000
Rata-rata 171111 172222 185555
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pertumbuhan rata-rata Skeletonema
costatum pada penelitian ini berkisar antara 171.111 – 185.555 sel/ml.
Pertumbuhan Skeletonema costatum mengalami fluktuasi pada setiap perlakuan,
dimana nilai pertumbuhan tertinggi pada P1 (pupuk dan cairan rumen dengan
dosisi 1,5 ml/liter) terjadi pada hari ke 3 yaitu sebesar 225.000 sel/ml, sedangkan
nilai pertumbuhan tertinggi pada P2 (pupuk dan cairan rumen dengan dosis 2,5
ml/liter) terjadi pada hari ke 5 yaitu sebesar 233.333 sel/ml dan nilai pertumbuhan
tertinggi pada P3 (pupuk dan cairan rumen dengan dosis 3,5 ml/liter) terjadi pada
hari ke 3 yaitu sebesar 253.333 sel/ml.
19
Analisis perbandingan pertumbuhan Skeletonema costatum dengan 4
perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Statistik One Way ANOVA. Nilai
signifikansi 0.930 yang berarti lebih besar dari taraf nyata 0.05 (Lampiran 2),
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan
pada setiap perlakuan.
Gambar 3. Pertumbuhan rata-rata Skeletonema costatum pada perlakuan
yang berbeda.
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa pertumbuhan Skeletonema costatum
pada penelitian ini rata-rata berkisar antara 171.111 - 185.555 sel/ml. Nilai rata-
rata pertumbuhan tertinggi berada pada P3 (pupuk dan cairan rumen dengan dosis
3,5 ml/liter) dengan nilai sebesar 185.555 sel/ml dan nilai rata-rata pertumbuhan
terendah berada pada P1 (pupuk dan cairan rumen dengan dosis 1,5 ml/liter) yaitu
sebesar 171.111 sel/ml. Sedangkan P2 (pupuk dan cairan rumen dengan dosis 2,5
ml/liter) mencapai nilai rata-rata sebesar 172.222 sel/ml.
Hasil pengujian menunjukkan penggunaan pupuk cairan rumen (dosis 1,5
ml/liter, 2,5 ml/liter dan 3,5 ml/liter) memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
160000
165000
170000
175000
180000
185000
190000
P1 P2 P3
Per
tum
bu
han
Perlakuan
20
Hal inilah yang menyebabkan cairan rumen dan laju pertumbuhan spesifik pada
masing-masing perlakuan menjadi berbeda nyata. Laju pertumbuhan spesifik
berkisar antara 171.111 - 185.555 sel/ml. Menurut Affandi dan Tang (2002)
kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi terlebih dahulu, baru apabila
berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan.
Hasil perlakuan untuk dosis terbaik terlihat pada P3 (dengan dosis 3,5
ml/liter) dibandingkan dengan perlakuan P1 (dengan dosis 1,5 ml/liter) dan
perlakuan P2 (dengan dosis 2,5 ml/liter). Pertumbuhan perlakuan tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan Skeletonema costatum sangan
dipengaruhi oleh pemberian dosis cairan rumen tersebut.
Pada budidaya Skeletonema costatum sangat dibutuhkan berbagai macam
senyawa organik baik senyawa unsur hara makro (Nitrogen, Fosfor, Besi, Sulfat,
magnesium, Kalsium dan kalium) dan unsur hara mikro (Tembaga, Mangan,
Seng, Boron, Molibdenum dan cobelt) untuk memberikan pertumbuhan yang
baik. Skeletonema costatum dapat memanfaatkan zat hara lebih cepat dari diatom
lainnya dalam penyerapan nutrien sinar matahari berperan penting dalam
fotosintesis (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Semua unsur yang dibutuhkan
Skeletonema costatum terdapat pada kandungan cairan rumen yang diakui sebagai
sumber enzim pendegradasi polisakarida, dimana dalam retikulo cairan rumen
terdapat mikroba rumen yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi
melaksanakan fermentasi untuk mensintetis asam amino, vitamin B komplek dan
vitamin K yang menjadi sumber makanan bagi hewan (Hungate, 1966).
21
4.2. Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur pada media pemeliharaan selama
penelitian antara lain suhu, salinitas dan pH. Hasil pengukuran data kualitas air
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kisaran kualitas air media pemeliharaan selama penelitian.
Parameter Kisaran Alat Ukur
Suhu (°C) 25,4-26,2 Termometer
Salinitas (ppt) 28 Refraktometer
pH 8 pH meter
Kisaran suhu selama penelitian adalah 25,4-26,2 °C. Kisaran ini sangat
mendukung pertumbuhan Skeletonema costatum. Suhu optimal dalam kultur
Skeletonema costatum adalah 25 ± 5 °C. Pendapat ini sesuai dengan (Rocha et al.
2003) yang mengatakan bahwa kisaran suhu optimal dalam proses kultur
mikroalga adalah 25 ± 5 °C.
Kisaran salinitas selama penelitian adalah 28 ppt. Kisaran ini sangat cocok
dengan pertumbuhan Skeletonema costatum, karena salinitas optimal dalam kultur
Skeletonema costatum adalah 25-29 ppt. Pendapat ini sesuai dengan (Djarijah,
1995) yang menyatakan bahwa Skeletonema costatum tumbuh optimal pada
salinitas 25-29 ppt.
Selama penelitian ini nilai pH berkisar 8. Kisaran ini dikategorikan normal
untuk kehidupan Skeletonema costatum, karena hal ini sesuai dengan penelitian
bahwa hasil pengukuran pH 7-8 masih dikategorikan normal untuk kehidupan
Skeletonema costatum, karena air yang bersifat basa dan netral menjadikan
22
organisme yang hidup di dalamnya lebih produktif untuk tumbuh dan berkembang
dibandingkan dengan air yang bersifat asam (Hickling, 1971).
23
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
Skeletonema costatum berkisar antara 171.111 - 185.555 sel/ml dengan nilai rata-
rata pertumbuhan tertinggi pada P3. Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan
Skeletonema costatum pada setiap perlakuan. Meskipun secara statistic tidak
terdapat perbedaan nyata tetapi pada table penelitian terdapat peningkatan
pertumbuhan.
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut di Balai Budidaya Air Payau (BBAP)
Galesong mengenai pertumbuhan Skeletonema costatum berdasarkan perlakuan
yang berbeda (cairan rumen dengan dosis lebih besar) sebagai bahan
perbandingan dari peneliti sebelumnya.
27
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Umum Penelitian.
Hari K P1 P2 P3
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3
0 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000
1 130000 125000 135000 115000 110000 115000 115000 125000 100000 135000 130000 110000
2 165000 175000 200000 215000 215000 195000 205000 210000 165000 225000 220000 230000
3 160000 190000 205000 230000 235000 210000 220000 210000 220000 255000 240000 265000
4 210000 225000 260000 210000 225000 205000 225000 220000 235000 240000 235000 245000
5 245000 270000 305000 225000 215000 210000 235000 225000 240000 235000 220000 205000
Jumlah sel/ml 960000 1035000 1155000 1045000 1050000 985000 1050000 1040000 1010000 1140000 1095000 1105000
Rata-rata sel/ml 160000 172500 192500 174167 175000 164167 175000 173333 168333 190000 182500 184167
Suhu (°C) 25.4 - 26.2
Salinitas (ppt) 28
pH 8
29
Lampiran 2. Uji One Way ANOVA.
ANOVA
Kepadatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.349E9 3 7.829E8 .148 .930
Within Groups 3.589E11 68 5.278E9
Total 3.613E11 71
Lampiran 3. Foto Penelitian.
(a). Wadah yang telah disterilkan.
30
(b). Air laut yang digunakan untuk kultur.
(c). Mensterilkan selang aerasi.
31
(d). Cairan rumen.
(e). Pemberian cairan rumen.
32
(f). Penebaran Skeletonema costatum.
(g). Kultur Skeletonema costatum.
33
(h). Pengecekan suhu.
(i). Menghitung salinitas.
34
(j). Menghitung kepadatan Skeletonema costatum.