KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING...

93
KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING DENGAN PAKAN RUMPUT LAPANGAN YANG DISUPLEMENTASI EKSTRAK AMPAS SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.) SKRIPSI GALIH DAMAYANTI P PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1439 H

Transcript of KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING...

Page 1: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING DENGAN

PAKAN RUMPUT LAPANGAN YANG DISUPLEMENTASI

EKSTRAK AMPAS SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.)

SKRIPSI

GALIH DAMAYANTI P

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/1439 H

Page 2: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

2

KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING DENGAN

PAKAN RUMPUT LAPANGAN YANG DISUPLEMENTASI

EKSTRAK AMPAS SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.)

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

GALIH DAMAYANTI P

NIM: 11150960000087

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

Page 3: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat
Page 4: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat
Page 5: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat
Page 6: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

i

ABSTRAK

GALIH DAMAYANTI P. Kualitas In Vitro Cairan Rumen Kambing dengan

Pakan Rumput Lapangan yang Disuplementasi Ekstrak Ampas Serai Wangi

(Cymbopogon Nardus L.). Dibimbing oleh LA ODE SUMARLIN dan

IRAWAN SUGORO.

Gas metana (CH4) yang dihasilkan ternak ruminansia tidak hanya mencemari

lingkungan tetapi juga merefleksikan hilangnya energi pada pakan yang

dikonsumsi. Upaya penurunan gas CH4 salah satunya dapat dilakukan dengan cara

pemberian suplemen sebagai tambahan pakan. Ampas serai wangi hasil dari

penyulingan merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai

pakan tambahan ternak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

pemberian suplemen ekstrak ampas serai wangi (Cymbopogon nardus L.) pada

pakan ternak terhadap produksi emisi gas CH4 pada cairan rumen kambing.

Penelitian ini menggunakan cairan rumen kambing, rumput lapangan, ekstrak

butanol dan heksana ampas serai wangi. Penelitian ini dilakukan secara in vitro

menggunakan metode Hohenheim Gas Test yang diinkubasi pada suhu 39 oC

selama 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH kontrol, cairan rumen

yang disuplementasi ekstrak heksana (A) dan butanol (B) ampas serai wangi yaitu

7,21; 7,18 dan 7,06. NH3 pada kontrol, perlakuan A dan B yaitu 31,74; 40,98 dan

38,26 mMol, degradasi BO 40,53; 52,08 dan 50,87 %, degradasi NDF 79,60;

65,87 dan 55,07 %, produksi gas total 24,84; 29,54 dan 32,93 ml/200mg, produksi

CH4 2,39; 3,55 dan 5,93 ml/200mg. Ekstrak ampas serai wangi dapat digunakan

sebagai suplementasi pakan karena hasil fermentasi oleh mikroba rumen masih

berada pada kisaran normal, tetapi hal tersebut tidak disertai dengan penurunan

konsentrasi gas CH4.

Kata kunci : Serai wangi, in vitro, gas metana, ruminansia

Page 7: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

ii

ABSTRACT

GALIH DAMAYANTI P. In Vitro Quality of Goat Rumen Liquid with Grass

Field of Supplemented Citronella Residue (Cymbopogon Nardus L.) Extract.

Supervised by LA ODE SUMARLIN and IRAWAN SUGORO.

Methane (CH4) gas produced by ruminants not only pollutes the environment but

also reflects the loss of energy in the food consumed. The effort to reduce of CH4

gas by adding plant extract supplements to feed. Residue citronella grass from

ditstilled are one of the agricultural waste that has the potential as additional

livestock feeds. The aim of this study was to determine the effect of

supplementation of extracts of residue citronella (Cymbopogon nardus L.) on

animal feed on the production of CH4 gas emissions in goat rumen fluid. This

study uses goat rumen fluid, grass field, butanol and hexane extract of citronella

residue. This research was carried out in vitro by using Hohenheim Gas Test

method which was incubated at 39˚C for 24 hours. The results showed that pH

control, rumen liquid supplemented with hexane (A) and butanol (B) extracts of

residue citronella is 7.21; 7.18 and 7.06. NH3 in control, treatment A and B is

31.74; 40.98 and 38.26 mmol, DBO is 40.53; 52.08 and 50.87%, DNDF is 79.60;

65.87 and 55.07%, total gas production 24.84; 29.54 and 32.93 ml / 200mg, CH4

production 2.39; 3.55 and 5.93 ml / 200mg. Extracts of residue citronella can be

used as feed supplementation because the rumen microbial fermentation is still in

the normal range, but this is not accompanied by a decrease in CH4 gas

concentration.

Key word : Citronella, in vitro, methane gas, ruminant

Page 8: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Segala puji hanya milik Allah Ta‘ala, karena atas izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada

Nabi Muhammad Shallallahu ‗Alaihi Wasallam, beserta keluarganya dan para

sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi‘ar

Islam yang pengaruh dan manfaatnya kini masih terasa.

Skripsi yang berjudul “Kualitas In Vitro Pakan Rumput Lapangan yang

Disuplementasi Ekstrak Ampas Serai Wangi (Cymbopogon Nardus L.)” ini tidak

mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus memberikan bimbingan dan

dukungannya, sehingga ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Pembimbing I yang telah membimbing

dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan

penelitian dan skripsi.

2. Dr. Irawan Sugoro, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan serta bimbingannya sehingga membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian dan skripsi.

3. Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku Penguji I yang telah memberikan kritik

dan saran yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Anna Muawanah, M.Si selaku Penguji II yang telah memberikan kritik dan

saran yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

ii

6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Dr. Hendrawati, M.Si selaku pembimbing akademik.

8. Seluruh dosen Program Studi Kimia yang telah memberikan ilmu kepada

penulis selama menempuh pendidikan.

9. Bapak Dinar dan Ibu Tia, Sintia, Nadia, Zikri, Adit, Bisma selaku staff dan

rekan kerja di laboratorium yang telah membantu dalam melaksanakan

penelitian.

10. Kedua orang tua dan keluarga atas segala doa, nasihat, dan motivasinya

kepada penulis.

11. Teman-teman Kimia yang selalu membantu dan memberikan semangat

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun.

Jakarta, Juli 2018

Galih Damayanti P

Page 10: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

iii

DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3

1.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5

2.1 Gas Metana ....................................................................................................... 5

2.2 Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) ............................................................. 6

2.3 Ruminansia ....................................................................................................... 7

2.3.1 Kambing Peranakan Etawah (PE) .............................................................. 8

2.3.2 Rumen dan Mikroorganisme Rumen ......................................................... 9

2.3.3 Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia .................................................... 10

2.4 Biohidrogenasi di dalam Rumen ....................................................................12

2.5 Teknik In Vitro ............................................................................................... 14

2.6 Ekstraksi Sokletasi .......................................................................................... 15

2.7 PCR (Polymerase Chain Reaction) ................................................................16

2.8 GC-MS (Gas Cromatography-Mass Spectrophotometry ...............................19

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 21

3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................................... 21

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 21

3.3 Prosedur Kerja ................................................................................................ 22

3.3.1 Analisis Proksimat Rumput Lapangan ..................................................... 22

3.3.2 Proses Ekstraksi Ampas Serai Wangi dan Analisis Fitokimia ................. 24

Page 11: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

iv

3.3.3 Pembuatan Larutan McDougall ............................................................... 25

3.3.4 Pengambilan Cairan Rumen ..................................................................... 25

3.3.5 Analisis In Vitro Metode Hohenheim Gas Test ....................................... 26

3.4 Analisis Data ................................................................................................... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 34

4.1 Persen Rendemen dan Analisis Fitokimia Ekstrak Ampas Serai Wangi ........ 34

4.2 Analisis Proksimat Rumput Lapangan ............................................................ 36

4.3 Hasil Kandungan Asam Lemak dengan GCMS ............................................ 38

4.4 Produk Fermentasi Cairan Rumen Kambing .................................................. 39

4.4.1 Nilai pH .................................................................................................... 39

4.4.2 Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA)Total dan Parsial ....................... 40

4.4.3 Amonia (NH3) .......................................................................................... 44

4.4.4 Degradasi Bahan Organik (DBO) dan Degradasi NDF ........................... 46

4.4.5 Populasi Mikroorganisme Cairan Rumen ................................................ 49

4.4.6 Produksi Gas Total dan Gas Metana ........................................................ 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 59

5.1 Simpulan ......................................................................................................... 59

5.2 Saran ............................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60

LAMPIRAN ......................................................................................................... 67

Page 12: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman serai wangi (a) dan ampas serai wangi (b) .......................... 7

Gambar 2. Kambing Peranakan Etawah ............................................................... 9

Gambar 3. Struktur kimia asam asetat (a), asam propionat (b), asam butirat (c) .. 9

Gambar 4. Sistem pencernaan ternak ruminansia ............................................... 10

Gambar 5. Metabolisme fermentasi karbohidrat di dalam rumen....................... 12

Gambar 6. Struktur (a) asam linoleat dan (b) asam α-linoleat ............................ 13

Gambar 7. Proses metabolisme lipid pada ruminansia ....................................... 14

Gambar 8. Perangkat ekstraktor soklet ............................................................... 14

Gambar 9. Instrument Real-Time PCR ............................................................... 17

Gambar 10. Instrument GC-MS ............................................................................ 19

Gambar 11. Nilai pH cairan rumen kambing ........................................................ 40

Gambar 12. Konsentrasi VFA total cairan rumen kambing. ................................. 41

Gambar 13. Konsentrasi NH3 cairan rumen kambing. .......................................... 45

Gambar 14. Degradasi protein menjadi asam amino di dalam rumen ................. 46

Gambar 15. Konsentrasi DBO jam ke-24 cairan rumen kambing ........................ 47

Gambar 16. Konsentrasi DNDF jam ke-24 cairan rumen kambing ...................... 49

Gambar 17. Hasil uji RT-PCR .............................................................................. 51

Gambar 18. Produksi gas total cairan rumen kambing ......................................... 53

Gambar 19. Konsentrasi CH4 cairan rumen kambing ........................................... 54

Gambar 20. Metabolisme hidrogen dan metanogenesis ....................................... 57

Page 13: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi ampas serai wangi, rumput gajah ............. 7

Tabel 2. Komposisi pakan untuk perlakuan in vitro ............................................. 26

Tabel 3. Hasil ekstraksi ampas serai wangi .......................................................... 34

Tabel 4. Uji fitokimia ekstrak ampas serai wangi ................................................. 35

Tabel 5. Kandungan nutrisi rumput lapangan ....................................................... 36

Tabel 6. Kandungan asam lemak dari cairan rumen ............................................. 36

Tabel 7. Konsentrasi VFA parsial pada jam ke-0 dan 24 ..................................... 42

Page 14: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian .................................................................... 68

Lampiran 2. Kondisi pengaturan RT-PCR ............................................................ 69

Lampiran 3. Kondisi Instrumen GCMS ................................................................ 69

Lampiran 4. Hasil Kromatogram GCMS .............................................................. 70

Lampiran 5. Contoh Perhitungan .......................................................................... 71

Lampiran 6. Analisis data pengujian in vitro dengan uji ANOVA ....................... 74

Lampiran 7. Dokumentasi Cara Kerja Penelitian ................................................. 77

Page 15: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya

meningkat untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan hewani bagi kehidupan

manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT pada surat An-Mu‘minun ayat

21:

Artinya :

―Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran

yang penting bagi kamu, kami memberi minum kamu dari air susu yang ada di

perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang

banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu makan‖ [Qs An-Mu‘minun:

21].

Direktorat Jendral Peternakan (2012), melaporkan bahwa populasi kambing

pada tahun 2011 sebanyak 16.946 ekor mengalami peningkatan di tahun 2012

menjadi 17.862 ekor. Peningkatan populasi tersebut menyebabkan kebutuhan

pakan ternak juga akan meningkat. Salah satu upaya peningkatan kesediaan pakan

yang dapat dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan hasil samping pertanian atau

limbah secara optimal (Ditjennak 2011). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Sukamto et al. (2011), bahwa ampas serai wangi hasil penyulingan minyak

sitronela berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia pengganti hijauan. Terdapat

Page 16: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

2

beberapa klasifikasi limbah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu

kandungan protein kasar dibawah 20% dan serat kasar yang rendah (Sutardi,

1997), selain itu nilai kecernaan pakan berkisar 55-75%. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (2014), menjelaskan ampas serai wangi memiliki nilai

nutrisi yang lebih baik dengan kandungan protein senilai 7% lebih tinggi

dibandingkan limbah jerami yaitu 3,9%. Selain itu, serat kasar ampas serai wangi

juga lebih rendah yaitu 25,73%, daripada rumput gajah (34,15%) dan jerami

(32,99%) (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2011).

Ransum ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari hijauan yang

mengandung karbohidrat struktural berupa serat kasar dan karbohidrat sederhana

yang mudah terfermentasi, yang kemudian keduanya akan terfermentasi menjadi

Volatile Fatty Acids (VFA), CH4 dan CO2. Secara umum, kualitas pakan

ditentukan oleh beberapa parameter seperti n kandungprotein, serat kasar, dan

lemak. Kualitas pakan secara biologis pada ruminansia dipengaruhi oleh

kandungan gas CH4, karena gas CH4 yang tinggi menyebabkan energi pakan yang

dikonsumsi terbuang dan tidak dimanfaatkan oleh ternak. Keterkaitan dengan

upaya produktivitas ternak dapat dilakukan dengan penurunan gas CH4.

Serai wangi memiliki kandungan metabolit sekunder seperti senyawa fenol

dan tanin. Menurut Jayanegara et al. (2008), senyawa tanin atau polifenol dapat

menurunkan metana. Selain itu, senyawa asam lemak tak jenuh ganda atau

minyak juga dapat menurunkan gas CH4 pada ternak ruminansia (Thalib, 2004).

Hasil destilasi serai wangi masih menyisakan kandungan lemak 80% dari

ampasnya (Sari, 2017). Asam lemak di dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk

lemak ataupun minyak. Senyawa asam lemak tak jenuh ganda dilaporkan dapat

Page 17: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

3

digunakan untuk menurunkan gas CH4 pada ruminansia, seperti pada daun jambu

(Psidium guajava), daun alpukat 24,3 g/kg (Persea americana) (Jayanegara et al.,

2011), minyak kelapa 10-28% (Rasmussen dan Harrison, 2011), dan ekstrak daun

pepaya (Carica papaya) 5,41% (Jafari et al., 2016).

Senyawa asam lemak pada ampas serai wangi dapat diperoleh dengan cara

ekstraksi menggunakan pelarut heksana dan butanol. Penelitian dengan

memanfaakan ekstrak ampas serai wangi sebagai pakan tambahan belum

dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian dilakukan dengan pengujian ekstrak heksana

dan butanol ampas serai wangi secara in vitro pada cairan rumen kambing.

Diharapkan dari hasil penelitian didapatkan informasi mengenai potensi

penggunaan ekstrak ampas serai wangi dalam menurunkan gas CH4 pada cairan

rumen kambing.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hasil kualitas produk fermentasi mikroba cairan rumen kambing

yang disuplementasi ekstrak ampas serai wangi secara in vitro?

2. Apakah ekstrak ampas serai wangi mempengaruhi gas CH4 yang dihasilkan dari

proses fermentasi pakan cairan rumen kambing secara in vitro?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Hasil fermentasi cairan rumen kambing yang disuplementasi ekstrak ampas

serai wangi memiliki kualitas yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme

rumen.

Page 18: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

4

2. Suplementasi ekstrak ampas serai wangi pada pakan kambing mempengaruhi

produksi gas CH4 yang dihasilkan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas cairan rumen kambing yang disuplementasi ekstrak ampas

serai wangi secara in vitro.

2. Menguji pengaruh ekstrak ampas serai wangi yang ditambahkan pada pakan

kambing terhadap produksi gas CH4 pada cairan rumen kambing secara in

vitro.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang penggunaan limbah pertanian salah satunya

ampas serai wangi sebagai pakan ternak ruminansia.

2. Memperoleh informasi kandungan yang terdapat pada ampas serai wangi.

Page 19: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gas Metana

Metana (CH4) adalah salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi

menyumbangkan emisinya pada lapisan ozon. Emisi penyumbangan efek rumah

kaca dihasilkan oleh gas CH4 yaitu sebesar 15% (Badan Litbang, 2011).

Persentasi CH4 tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan karbon dioksida

(CO2) (sekitar 55%) (Badan Litbang, 2011), tetapi `CH4 merupakan gas yang

memiliki efek rumah kaca 23 kali lebih besar dibandingkan CO2 (Kim et al.,

2008). Sektor pertanian meliputi lahan-lahan pertanian dan peternakan merupakan

salah satu penyumbang emisi gas CH4 terbesar. Sekitar 24,1 % emisi gas CH4

disumbangkan pada sektor peternakan (Haryanto dan Thalib, 2009).

Ternak ruminansia adalah salah satu penyumbang emisi gas CH4 dari sektor

peternakan. Emisi gas CH4 yang disumbangkan merupakan hasil kerja dari bakteri

metanogenik di dalam rumen. Pada ternak ruminansia, pakan difermentasi oleh

mikroba rumen menghasilkan volatile fatty acids (VFA), CO2 dan CH4 (Haryanto

dan Thalib, 2009). Pembentukan gas CH4 di dalam rumen terjadi melalui reaksi

antara CO2 dan H berlebih dari hasil sintesis VFA yang dikatalisis oleh enzim

yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik. Reaksi yang terbentuk sebagai berikut :

CO2 + 8H CH4 + 2H2O (metanogenesis)

Melalui proses metanogenesis oleh bakteri metanogen, CH4 yang dihasilkan

pada ternak ruminansia dikeluarkan melalui eruktasi (sekitar 83%), pernapasan

(sekitar 16 %), dan feses (sekitar 1%) (Murray et al., 1976 ; Vlaming, 2008).

5

Page 20: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

6

Selain proses metanogenesis, terdapat senyawa-senyawa lain yang dapat dijadikan

substrat oleh bakteri metanogen untuk membentuk gas CH4 secara anaerobik pada

ternak ruminansia yaitu (Wolin dan Miller, 1988) :

4 H2 + CO2 CH4 + 2 H2O (substrat H2 dan CO2)

4 HCO2H CH4 + 3 CO2 + 2 H2O (subtrat Formiat)

4 CH3OH 3 CH4 + CO2 + 2 H2O (substrat Metanol)

CH3COOH CH4 + CO2 (substrat Asetat)

2.2 Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan salah satu jenis tanaman

minyak atsiri yang termasuk ke dalam famili Gramineae (Gambar 1a). Hasil

penyulingan daun serai wangi akan diperoleh minyak sitronella dan garniol.

Tanaman serai wangi dapat tumbuh pada tanah marginal dan mempunyai

perakaran serabut dengan tinggi tanaman antara 50 – 100 cm. Memiliki daun

tunggal berjumbai yang dapat mencapai panjang daun hingga 1 m dan lebar antara

1,5−2 cm. Tulang daun sejajar dengan tekstur permukaan daun bagian bawah

yang agak kasar. Batang tidak berkayu dan berwarna putih keunguan (Idawanni,

2016). Taksonomi serai wangi menurut Sukamto et al. (2011) :

Divisi : Anthophyta

Filum : Angiospermae

Clas : Monocotyledonae

Famili : Graminae

Genus : Cymbopogon, Andropogon

Species : C. nardus L. (Redle)

Page 21: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

7

(a) (b)

Gambar 1. Tanaman serai wangi (a) dan ampas serai wangi (b) (Dok pribadi, 2017)

Ampas serai wangi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi

dikembangan sebagai pakan ternak (Gambar 1b). Hasil analisis gizi pakan dari

ampas serai wangi di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Badan Litbang Pertanian,

menunjukkan bahwa residu serai wangi mempunyai mutu yang baik dibandingkan

dengan jerami dan rumput gajah (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi ampas serai wangi (10% kadar air), rumput gajah

dan jerami (Sukamto et al., 2011).

No Gizi Ampas serai wangi Rumput gajah Jerami

1. Protein 7,00% 10,19% 3,93%

2. Lemak 2,35% 1,64% 0,87%

3. Energi (kkg/GE/kg) 3353,00 4031,00 3167,00

4. Serat kasar 25,73% 34,15% 32,99%

5. Ca 0,35% 0,48% 1,2%

6. P 0,14% 0,23% 1,2%

2.3 Ruminansia

Ruminansia merupakan salah satu ternak yang memiliki sistem pencernaan

kompleks dibandingkan ternak lain. Proses pencernaan tersebut meliputi

pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif.

Pencernaan mekanik terjadi dalam mulut oleh gigi melalui proses mengunyah

Page 22: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

8

dengan tujuan untuk memperkecil ukuran, kemudian pakan masuk ke dalam perut

dan usus melalui pencernaan hidrolitik, tempat zat makanan diuraikan menjadi

molekul-molekul sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh

hewan (Sutardi, 1980). Kelebihan ternak ruminansia dibanding ternak lain karena

adanya proses biologis oleh mikroba di dalam rumen yang mampu mengubah

pakan berserat dan pakan protein berkualitas rendah, bahkan non protein nitrogen

menjadi nutrisi yang bermanfaat bagi ternak ruminansia (Kurniawati, 2004).

2.3.1 Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing hasil persilangan

antara kambing Etawah (asal India) dengan kambing Kacang (Gambar 2).

Kambing ini tersebar hampir di seluruh Indonesia. Penampilannya mirip kambing

Etawah, tetapi lebih kecil. Kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna, yaitu

sebagai penghasil daging dan susu (perah) (Prabowo, 2010).

Karakteristik kambing PE adalah kuping menggantung ke bawah dengan

panjang 18-19 cm, tinggi badan antara 75-100 cm, bobot jantan sekitar 40 kg dan

betina sekitar 35 kg. Kambing PE jantan berbulu di bagian atas dan bawah leher,

rambut pundak dan paha belakang lebih lebat dan panjang. Kambing PE betina

memiliki rambut panjang hanya pada bagian paha belakang. Warna rambut

kambing PE terdiri atas kombinasi coklat sampai hitam atau abu-abu dan muka

cembung (Hardjosubroto, 1994)

Page 23: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

9

Gambar 2. Kambing peranakan etawah (Prabowo, 2010)

2.3.2 Rumen dan Mikroorganisme Rumen

Rumen memiliki kondisi anaerobik dengan tekanan osmosis mirip seperti

tekanan pada aliran darah dan suhu rumen berkisar antara 38-42˚C. pH di dalam

rumen berkisar 6,8, pH akan dipertahankan dengan adanya absorbsi asam lemak

dan NH3. NH3 dimanfaatkan sebagai sumber N dan VFA yaitu antara lain asam

asetat, propionat dan butirat sebagai sumber energi yang digunakan oleh ternak

ruminansia (Gambar 3) (Orskov dan Ryle, 1990). Mikroorganisme sangat

berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi

produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas

mikroorganisme rumen. Kelompok utama mikroorganisme yang berperan dalam

pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa, dan jamur yang jumlah dan

komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston

& Leng, 1987).

Gambar 3. Struktur kimia asam asetat (a), asam propionat (b), asam butirat (c)

a b c

Page 24: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

10

2.3.3 Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Perut ruminansia terdiri dari empat bagian yaitu retikulum, rumen, omasum

dan obomasum (Gambar 4). Retikulum memiliki kutub penghubung yaitu menuju

rumen dan menghubungkan dengan esofagus. Retikulum membantu proses

ruminasi yaitu mengontrol perintah aliran pakan dan membentuk jalan kembali ke

esofagus. Rumen merupakan bagian terbesar pada perut ruminansia yang

merupakan tempat terjadinya fermentasi pakan. Omasum berperan dalam

penyerapan air dan beberapa asam lemak. Omasum memiliki penghubung bagian

depan retikulum dan bagian belakang abomasum. Abomasum berhubungan

dengan omasum di bagian depan dan usus halus di bagian belakang (Collier et al.,

1984). Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan secara

kimiawi karena adanya sekresi getah lambung (Aurora, 1989).

Gambar 4. Sistem pencernaan ternak ruminansia (Hart, 2008)

Ruminansia mengunyah pakan secara singkat, lalu menelannya hingga

pakan masuk ke dalam rumen. Dalam rumen terjadi pencernaan makanan secara

biologis oleh bakteri rumen. Selanjutnya, makanan akan dilanjutkan ke retikulum

yang akan mengubah bahan makanan tersebut menjadi gumpalan (cud) yang siap

dimuntahkan lagi untuk dikunyah kedua kalinya. Selama dikunyah untuk kedua

kalinya, makanan ditelan lagi. Pada tahapan ini, makanan langsung masuk

Page 25: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

11

kedalam omasum tanpa melalui rumen dan retikulum (Isnaeni, 2006). Proses

pencernaan pakan di dalam rumen akan menghasilkan volatile fatty acids (VFA),

CO2, H2 dan CH4.

VFA berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba rumen, dan merupakan

sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sutardi, 1977). VFA

juga merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber

energi utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan

mudah atau tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen (Sakinah,

2005). Di dalam rumen, polisakarida dihidrolisa menjadi monosakarida oleh

enzim-enzim mikroba rumen, kemudian monosakarida tersebut seperti glukosa

difermentasi menjadi VFA berupa asetat, propionat, butirat dan CO2 seperti reaksi

di bawah ini (Knapp et al., 2014) :

Glukosa 2 piruvat + 4H (metabolisme karbohidrat)

Piruvat + H2O asetat + CO2 + 2H

Piruvat + 4H propionat + H2O

2 asetat + 4H butirat + 2H2O

Fermentasi anaerobik karbohidrat dalam rumen menghasilkan gas H2 yang

digunakan untuk sintesis VFA. Produksi H2 yang berlebih, dimanfaatkan oleh

bakteri metanogen untuk membentuk gas CH4 (Bunthoen, 2007). Proses

metabolisme karbohidrat di dalam rumen dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 26: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

12

Gambar 5. Metabolisme fermentasi karbohidrat di dalam rumen (Cavianto, 2011)

2.4 Biohidrogenasi di dalam Rumen

Beberapa lipid yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan

jaringan dapat disintesis oleh sel. Namun sebagian asam lemak tidak dapat

disintesis oleh sel yang pemberiannya diberikan melalui makanan atau yang

dikenal dengan asam lemak esensial (Okara, 2016). Asam lemak pada pakan

terdiri atas rantai hidrokarbon yang memiliki 14-18 karbon, namun ada juga yang

mencapai 20-24 karbon. Terdapat dua jenis asam lemak yakni asam lemak jenuh

yang memiliki ikatan tunggal dan tak jenuh yang memiliki ikatan ganda seperti

monounsaturated fatty acids dan polyunsaturated fatty acids.

Selulosa pati Pektin Hemiselulosa

Heksosa

Asam piruvat

Asetil CoA

Pentosa

Format

CO2 + H2

CH4 Butirat Asetat Propionat

Lintasan Pentosa

Lintasan

Suksinat

Lintasan Embden-

Mayerhoff

Page 27: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

13

Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) adalah asam lemak tak jenuh ganda

yang memiliki lebih dari satu ikatan rangkap dan maksimum memiliki 6 ikatan

rangkap dalam struktur rantai karbon. Asam lemak tak jenuh ganda memiliki

gugus utama asam karboksilat (−COOH) dan pada rantai karbon mengandung dua

atau lebih ikatan rangkap, ikatan rangkap tidak terkonjugasi tetapi terpisah oleh

gugus metilen (−CH2), salah satu contoh dari asam lemak tak jenuh ganda yang

banyak terdapat pada hijauan adalah asam linoleat dan asam α-linoleat (Gambar

6).

(a)

(b)

Gambar 6. Struktur (a) asam linoleat dan (b) asam α-linolenat ( Lehninger, 1982)

Asam lemak tak jenuh merupakan racun bagi beberapa bakteri di rumen

terutama yang terlibat dalam pencernaan. Untuk melindungi diri dari efek toksik

tersebut, mikroorganisme rumen akan mengalami lipolisis dan biohidrogenasi

lipid, asam lemak tak jenuh akan terjadi biohidrogenasi menjadi asam lemak

jenuh (Nam dan Garnsworthy, 2006). Sebelum terjadi biohidrogenasi, proses

dimulai dari lipolisis yaitu menghidrolisis lemak dengan ikatan ester (galaktolipid,

fosfolipid, triasilgliserol) yang dilakukan oleh mikroba rumen menjadi asam

lemak tidak jenuh bebas (Buccioni et al., 2012).

Biohidrogenasi terjadi pada asam lemak tak jenuh bebas yang dilepaskan

dalam proses lipolisis dalam rumen. Asam lemak tidak jenuh bebas memasuki

proses biohidrogenasi dengan mereduksi ikatan ganda pada rantai karbon asam

lemak tersebut dengan bantuan mikroba rumen. Biohidrogenasi ini menyebabkan

Page 28: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

14

pengurangan asam lemak tak jenuh dengan hasil akhir asam lemak jenuh

(Leurenco et al., 2010).

Gambar 7. Proses metabolisme lipid pada ruminansia (Leurenco et al., 2010)

2.5 Teknik In Vitro

Teknik in vitro gas test (produksi gas) umumnya digunakan dalam tahap

awal penelitian untuk prediksi nilai kecernaan pakan dalam rumen dan prediksi

nilai nutrisi pakan (Kurniawati, 2007). Metode in vitro harus menyerupai sistem

in vivo supaya menghasilkan pola yang sama, sehingga hasil yang didapat akan

mendekati nilai yang diukur dengan teknik in vivo (Arora, 1989). Metode in vitro

sering digunakan karena memberikan hasil yang cepat dengan cara yang murah

dengan kelebihan yaitu penggunaan jumlah hijauan yang relatif lebih sedikit.

Produksi gas in vitro merupakan simulasi rumen dalam sistem bacth culture.

Sampel pakan yang akan diteliti di inkubasi dalam fermentor (syringe glass atau

botol serum) pada suhu 39oC dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan

mikroba rumen. Adanya aktifitas fermentasi oleh mikroba rumen akan

menghasilkan gas. Volume gas yang terbentuk dapat digunakan sebagai indikasi

Lipid

Lipolisis

UFA

Biohidrogenasi

SFA

Page 29: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

15

proses fermentasi yang terjadi. Prinsip kerja in vitro produksi gas dengan

menggunakan syringe glass adalah gas yang terbentuk selama inkubasi akan

mendorong piston ke atas, sehingga volume gas dapat dibaca pada skala yang

terdapat pada dinding syringe (Kurniawati, 2007).

Metode produksi gas in vitro dapat digunakan untuk mengukur dan

memprediksi nilai kecernakan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap

fermentasi di dalam rumen, dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan

mikroba rumen (Kurniawati, 2007). Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh beberapa

hal yaitu pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi,

pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel pakan dan

larutan penyangga (Selly, 1994).

2.6 Ekstraksi Sokletasi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Tujuan ekstraksi

bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam.

Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam

pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian

berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harborne, 1987) .

Metode sokletasi dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam

sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam slonsong yang ditempatkan

di atas labu dan di bawah kondensor (Gambar 8). Larutan penyari yang sesuai

dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur sesuai titik didih. Larutan

penyari dalam labu akan menguap dan didinginkan oleh kondensor menjadi

Page 30: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

16

molekul-molekul cairan yang kemudian jatuh kedalam slongsong menyari zat

aktif di dalam simplisia.

Gambar 8. Perangkat ekstraktor soklet (CSIRO, 1998)

Sirkulasi terjadi jika larutan penyari telah mencapai permukaan sifon dan

akan turun kembali ke labu bulat melalui pipa kapiler. Ekstraksi sempurna

ditandai bila larutan yang berada di sifon tidak berwarna. Keuntungan dari metode

ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni

hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan

banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat

terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus menerus berada pada titik didih

(Mukhriani, 2014).

2.7 PCR (Polymerase Chain Reaction)

Polymerase Chain Reacton (PCR) merupakan teknik sintesis dan

amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik PCR ini pertama kali dikembangkan oleh

Karry Mullis pada tahun 1985. PCR (Gambar 9) dapat digunakan untuk

mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam

beberapa jam (Rudiretna et al, 2001). PCR adalah suatu teknik yang

melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan dalam setiap siklusnya

terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Untai ganda DNA templat

Page 31: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

17

(unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal yang kemudian

didinginkan hingga mencapai titik suhu tertentu untuk memberi waktu pada

primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.

Gambar 9. Instrument Real-Time PCR (Dok pribadi, 2017)

Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen,

amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis, maupun diagnosis

agensia infektif maupun penyakit genetik. Teknik RT-PCR merupakan teknik

yang digunakan untuk mendeteksi virus yang memiliki genom RNA seperti

sebagian besar virus tumbuhan sehingga diperlukan modifikasi teknik PCR karena

molekul sasarannya adalah RNA. RT-PCR merupakan teknik PCR yang

menggandakan RNA menjadi DNA. Teknik RT-PCR terdiri atas dua reaksi yaitu

transkipsi balik (reserve transcription) yang menggunakan genom DNA virus

sebagai cetakan dan menghasilkan cDNA primer (untai tunggal) serta reaksi

penggandaan PCR. Primer yang digunakan sesuai dengan virus yang akan

dideteksi. PCR merupakan teknik yang relatif sederhana dan merupakan teknik

pengandaan (amplifikasi) dengan menggunakan DNA primer yang memiliki

runutan nukleotida khas untuk molekul asam nukleat yang akan dideteksi. Primer

merupakan molekul oligonukleotida yang disintesis in vitro dan runutan

Page 32: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

18

nukleotidanya disesuaikan dengan genom virus yang akan dideteksi. PCR hanya

akan menggandakan asam nukleat yang disesuaikan dengan primer.

Komponen-komponen yang dibutuhkan pada proses PCR adalah templat

DNA, sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai

urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat,

dNTPs (Deoxynucleotide thriphospates), buffer PCR, Magnesium klorida, dan

enzim polimerase DNA (Rudiretna et al., 2001). Prinsip proses amplifikasi

menggunakan real-time PCR sama dengn proses amplifikasi pada PCR secara

konvensional. Namun, dalam real-time PCR terdapat tambahan komponen PCR

yaitu probe. Dimana probe merupakan primer yang diberi label pewarna dye yang

terdiri atas reporter dan peredam pewarna (quancher). Fluoresensi dari reporter

hanya dilepaskan ketika dua pewarna secara fisik terpisah melalui hibridisasi atau

aktivitas nuclease. Standar posisi label dye, yaitu quancher berada pada 3‘ dan

reporter pada 5‘ probe.

Instrumen real-time PCR mendeteksi amplikon dengan cara mengukur

peningkat pewarna (dye) fluoresen yang berpendar ketika terikat dengan double-

stranded DNA. Karena sifat inilah maka pertumbuhan fragmen DNA hasil

amplifikasi dapat diikuti secara seketika, semakin banyak DNA yang terbentuk,

semakin tinggi pula intensitas fluoresensi yang dihasilkan. Quantitative PCR

dimungkinkan dapat mendeteksi secara akurat konsentrasi DNA hingga hitungan

picogram atau setara dengan sel tunggal karena sensitifitas dye yang sangat tinggi.

Hasil peningkatan fluoresensi digambarkan melalui kurva amplifikasi yang

menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa exponensial atau puncak, dan fasa

plateau atau stabil.

Page 33: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

19

2.8 GC-MS (Gas Cromatography-Mass Spectrophotometry)

Instrumen GC-MS (Gambar 10) dirancang dengan menggunakan dua bagian

utama, yaitu kromatografi gas dan spektrofotometri masa. Kromatografi gas

menggunakan sebuah kolom kapiler sebagai fasa diam. Perbedaan sifat kimia

antara molekul dalam sebuah pencampuran akan memisahkan molekul pada saat

sampel tersebut masuk ke dalam kolom. Molekul-molekul akan memiliki waktu

retensi yang berbeda-beda untuk keluar dari kromatografi gas, dan hal ini

memungkinkan untuk spektrofotometri masa mendeteksi ion–ion molekul secara

terpisah. Spektrofotometri masa akan mendeteksi fragmen ini dan dihasilkan

massa molekul relatifnya.

Gambar 10. Instrument GC-MS

Secara umum, GC-MS memiliki tiga konfigurasi utama, yitu GC, konektor,

dan MS. Prinsip kerja GC-MS didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa

molekul sampel yang dapat diuapkan. Sampel yang berupa cairan atu gas

langsung diinjeksikan ke dalam injektor, jika sampel berbentuk padatan maka

dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut yang dapat diuapkan. Aliran gas yang

mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk masuk ke dalam kolom.

Komponen-komponen yang ada pada sampel akan dipisahkan berdasarkann

partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah

Page 34: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

20

berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrofotometer

massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion

positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya

(Harvey, 2000).

Page 35: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2017. Tempat

pelaksanaan penelitian di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PAIR)

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus Raya, Jakarta

Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas (Phyrex), Labu ekstraksi

(Schott Duran), pH meter (765 calimatic knick), oven (Fisher), desikator, termos,

cawan conway, pompa vakum, kain kassa, kertas saring, neraca analitik

(Sartorius), cawan porselin, pipet mikro, destilator (Glass Col), buret (Assistant

Germany), mikrotub, stirer, hotplate (Ika Labortechnik), syringe glass (Fortuna®

Optima glass syringes) , gas bags (Techinstro), gas analyzer (MRU Vario Plus),

soxhlet (Atico), reflux (Gerhardt), sentrifuse (Hitachi), tanur listrik (Pyrolabo),

waterbath (Dolphin® Instruments), grinder (Fritsch Standard Funnel V2A 14304),

GCMS (Agilent technology type 7890 A) dan PCR (My GO Pro).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ampas serai wangi

hasil penyulingan dari Desa Cibunian Bogor, cairan rumen kambing, akuades

(Eydam), larutan Mc Dougall, phenolpthalen 1%, H2SO4 (Merck), HCl (Merck),

NaOH (Merck), K2CO3 (Merck), aseton (Merck) pa, larutan EDTA (Merck),

CaCl2.2H2O (Merck), MnCl2.4H2O (Merck), COCl2.6H2O (Merck), FeCl3.6H2O

21

Page 36: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

22

(Merck), NaHCO3 (Merck), NH4HCO3 (Merck), Na2HPO4 (Merck), KH2PO4

(Merck), MgSO4.7H2O (Merck), Na2S.H2O (Merck), Na2B4O7.10H2O (Merck),

natriumlauryl sulfat (Merck), metanol (Merck) pa, etanol (Merck) pa, heksana

(Merck) pa, indikator Conway, butanol (Merck) pa, petroleum eter (Merck) pa,

H3BO3 (Merck), selenium (Merck), buffer HCO3, resazurin, gas CO2, vaselin, dan

air panas, larutan lysozyme (LL), proteinase K, genomic lysis, digestion buffer,

cyber green, Rnase A.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Analisis Proksimat Rumput Lapangan

Rumput lapangan diptong sekitar 3-5cm, kemudian dioven pada suhu 60oC

selama 48 jam dan dihaluskan menggunakan grinder. Sampel yang telah halus

dilakukan uji proksimat meliputi pengukuran bahan kering (BK), bahan organik

(BO), kadar abu, lemak kasar (LK), protein kasar (PK) serta Neutral Detergen

Fiber (NDF) (AOAC, 2005).

Penentuan bahan kering dilakukan menggunakan cawan porselin yang

dikeringkan di oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Setelah itu, cawan porselin

didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobot

kosongnya (a). Sebanyak 0,2 g sampel (b) ditimbang dalam cawan dan

dikeringkan di oven pada suhu 105oC selama 24 jam. Sampel didinginkan dalam

desikator selama 30 menit kemudian cawan beserta isinya ditimbang (c).

Penentuan kadar abu dan bahan organik dilakukan menggunakan sampel yang

telah dikeringkan kemudian dilakukan pengabuan di tanur pada suhu 600oC

selama 6 jam. Sampel abu didinginkan di desikator selama 30 menit kemudian

Page 37: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

23

ditimbang (d). Selanjutnya dilakukan perhitungan bahan kering (BK), bahan

organik (BO) dan kadar abu dengan rumus sebagai berikut :

% BK =

x 100%

% BO =

x 100%

% Kadar Abu = 100 – BO

Keterangan: a = berat cawan kosong (gr)

b = berat cawan yang diisi dengan sampel (gr)

c = berat cawan berisi sampel yang sudah dikeringkan (gr)

d = berat cawan berisi sampel yang sudah jadi abu (gr)

Pengujian lemak kasar dilakukan dengan menggunakan metode sokletasi.

Sebanyak 0,5 g sampel (x) ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring bebas

lemak yang bobotnya telah diketahui (y), sampel dimasukkan kedalam selongsong

soklet dan diekstraksi menggunakan petroleum eter selama 6 jam. Sampel

dikeringkan di oven pada suhu 105oC selama 24 jam, kemudian ditimbang

bobotnya (z) dan dilakukan perhitungan % kadar lemak kasar dengan rumus

(AOAC, 2005) :

% Lemak Kasar =

x 100%

Pengujian protein kasar dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak

0,3 g ditambahkan 1,5 g katalis selenium, selanjutnya dimasukkan kedalam labu

Kjeldahl yang berisi 20 ml HCl lalu sampel didestruksi sampai warna larutan

menjadi hijau-kekuningan jernih. Setelah itu sampel didinginkan selama 15 menit.

Sampel kemudian ditambahkan 300 ml akuades dan dinginkan kembali. Setelah

itu ditambahkan 100 ml NaOH, selanjutnya dilakukan destilasi dan hasil destilasi

Page 38: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

24

ditampung dengan 10 ml HCl 0,1 N yang telah ditambah 3 tetes indikator

campuran methylen blue dan methylen red. Sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N

sampai terjadi perubahan warna dari ungu biru kehijauan. Penetapan blanko

dilakukan dengan cara 10 mL HCl 0,1 N dipipet dan ditambahkan 2 tetes

indikator PP selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Selanjutnya dilakukan

perhitungan % protein kasar dengan rumus (AOAC, 2005) :

% Protein Kasar = ( – )

3.3.2 Proses Ekstraksi Ampas Serai Wangi dan Analisis Fitokimia (Jafari et

al., 2016)

Ampas serai wangi diptong sekitar 3-5cm, kemudian dioven pada suhu 60oC

selama 48 jam dan dihaluskan menggunakan grinder. Ekstraksi ampas serai wangi

dilakukan dengan metode sokletasi. Ampas serai wangi sebanyak 125 g ditimbang

dan dibungkus dengan kertas saring. Metanol sebanyak 1,25 L ditambahkan ke

dalam labu bulat, ampas serai wangi yang telah dibungkus kemudian dimasukkan

ke dalam selongsong soklet dan diekstraksi pada suhu 80oC selama 6-8 jam.

Ekstrak metanol yang dihasilkan dipisahkan dengan pelarutnya menggunakan

rotary evaporator. Ekstrak metanol yang telah diuapkan kemudian diekstraksi

dengan corong pisah menggunakan 400 ml akuades,150 ml heksana dan 150 ml

butanol. Ekstrak heksana dan butanol dipisahkan dengan pelarutnya menggunakan

rotary evaporator.

Ekstrak heksana dan butanol kemudian dilakukan analisis fitokimia berupa

tanin, saponin dan terpenoid. Analisis tanin dilakukan dengan cara ekstrak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan

Page 39: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

25

FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua atau

hitam kehijauan. Analisis saponin dilakukan dengan cara ekstrak dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan ditambah air panas, kemudian dikocok lalu ditambahkan

2 tetes HCl. Apabila masih terbentuk buih yang stabil, maka sampel positif

mengandung saponin. Analisis terpenoid dilakukan dengan cara ekstrak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan asam asetat glasial

sampai sampel terendam semuanya, dibiarkan selama kira-kira 15 menit, ekstrak

ditambahkan 2-3 tetes H2SO4. Adanya triterpenoid ditunjukkan dengan terjadinya

warna kecoklatan atau violet, sedangkan adanya steroid ditunjukkan dengan

adanya warna biru kehijauan.

3.3.3 Pembuatan Larutan McDougall (Krishnamoorthy, 2001).

Larutan McDougall terdiri dari larutan buffer, larutan makromineral,

larutan mikromineral, resazurin, dan larutan pereduksi. Larutan buffer dibuat

dengan mencampurkan NaHCO3 35 g dan NH4HCO3 4 g pada 1000 ml akuades.

Larutan makromineral dibuat dengan mencampurkan Na2HPO4 5,7 g, KH2PO4 6,2

g dan MgSO4.7H2O 0,6 g yang dicampurkan dalam 1000 ml akuades. Larutan

resazurin dibuat dari 100 mg resazurin yang dilarutkan dalam 100 ml akuades.

Larutan pereduksi dibuat dari Na2S.H2O 398,46 mg, NaOH 1M 0,263 ml dan

akuades sampai 41 ml. Pembuatan larutan McDougall untuk 2 L adalah dengan

mencampurkan akuades 752 ml, mikromineral 0.16 ml, buffer 310 ml,

makromineral 250 ml, resazurin 0.68 ml dan larutan pereduksi 41 ml. Larutan Mc

Dougall sebelum digunakan harus disiapkan dalam kondisi inkubasi pada suhu

39oC dan disuplai dengan gas CO2.

Page 40: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

26

3.3.4 Pengambilan Cairan Rumen (Wahyono, 2015)

Pengambilan cairan rumen kambing dilakukan pada pagi hari sebelum

diberi pakan. Kambing dipotong, kemudian cairan rumen diambil dan dimasukkan

kedalam termos yang sebelumnya telah diisi air panas pada suhu ±40oC yang

kemudian dibuang dan digantikan oleh cairan rumen. Cairan rumen disaring

menggunakan kain kasa empat lapis ke dalam erlenmeyer yang disertai pemberian

gas CO2.

3.3.5 Analisis In Vitro Metode Hohenheim Gas Test (Widiawati et al., 2008)

Uji in vitro dengan syringe menggunakan sampel rumput lapangan, ekstrak

heksana, ekstrak butanol ampas serai wangi dengan penambahan cairan rumen

dan larutan Mc Dougall sebanyak 40 ml. Sampel diinkubasi pada suhu 39oC

selama 24 jam. Analisa parameter yang diukur meliputi pH, NH3, VFA total dan

parsial, DBO (Degradasi Bahan Organik), DNDF (Degradasi Neutral Detergen

Fiber), RT-PCR, produksi total gas dan CH4 serta kandungan asam lemak.

Tabel 2. Komposisi pakan untuk perlakuan in vitro

Perlakuan Rumput

Lapangan (g)

Ekstrak (g) Cairan Rumen +

Larutan Mc Dougall Heksana Butanol

Kontrol 0,2 - - +

A 0,2 0,015 - +

B 0,2 - 0,015 +

Keterangan :

A : Ekstrak heksana

B : Ekstrak Butanol

(+) : Penambahan cairan rumen

(-) : Tidak ditambahkan sampel

3.3.5.1 Pengukuran Derajat Keasaman (pH) (AOAC, 2005)

Pengukuran pH dilakukan dengan diamati derajat keasaman sampel pada

jam ke-0 dan 24. Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter terlebih dahulu

dikalibrasi dengan larutan pH 4 dan 7.

Page 41: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

27

3.3.5.2 Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total dan parsial

(Abdurachman dan Askar, 2000)

Sampel (filtrat) hasil fermentasi sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam

tabung eppendorf ditambahkan dengan 30 mg asam sulfo-5-salisilat dihidrat dan

dihomogenkan. Tabung eppendorf disentrifus pada kecepatan 12000 rpm selama

10 menit pada suhu 7oC. Sampel kemudian diinjeksikan ke dalam GC.

Konsentrasi VFA parsial kemudian dihitung dengan rumus berikut :

VFA (mM) =

Keterangan: VFA = Volatile fatty acids (asetat, propionat dan butirat)

BM = Berat molekul VFA parsial

3.3.5.3 Pengukuran Amonia (NH3) (General Laboratory Procedures, 1966)

Pengukuran NH3 dilakukan menggunakan teknik Mikrodifusi Conway.

Sebelum pengukuran, vaselin dioleskan pada bagian bibir dan tutup cawan.

Sampel yang digunakan adalah cairan rumen jam ke-0 dan 24. Sebanyak 1 ml

sampel dimasukkan pada ruang bagian kanan dan pada ruang bagian kiri

dimasukkan 1 ml K2CO3. Pada bagian tengah cawan Conway diisi dengan 1 ml

indikator Conway. Cawan Conway ditutup rapat dan digoyangkan hingga sampel

dan K2CO3 tercampur rata, sampel dibiarkan selama 2 jam sampai larutan pada

cawan kecil di bagian tengah Conway berubah menjadi kebiruan. Indikator

Conway diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 700 nm.

Konsentrasi NH3 dapat dihitung dengan persamaan pada kurva kalibrasi:

y = a + bx

Page 42: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

28

3.3.5.4 Degradasi bahan organik (DBO) (Wahyono, 2015)

Pengukuran degradasi bahan organik (DBO) dilakukan dengan cara sampel

yang diinkubasi dalam rumen disaring dengan vakum yang dilapisi kertas saring

dan telah diketahui bobotnya. Sampel dan kertas saring dioven pada suhu 105°C

selama 24 jam, kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600°C. Selisih berat sampel

sebelum dan sesudah dimasukkan tanur adalah kadar bahan organik sampel. Nilai

DBO dapat dihitung menggunakan rumus:

DBO (%) = )(

)()(

BKxAxBO

BKxBxBOBKxAxBO x 100%

Keterangan: DBO : degradasi bahan organik

BK : kandungan bahan kering (%)

BO : kandungan bahan organik

3.3.5.5 Degradasi Neutral Detergent Fiber (DNDF) (Ørskov dan McDonald,

1979; Krishnamoorthy, 2001).

Kandungan NDF dapat ditentukan dengan cara sampel hasil inkubasi

ditimbang sebanyak 0,2 g (a) ke beaker glass ukuran 500 ml. Setelah itu, larutan

Neutral Detergent Soluble (NDS) 40 ml ditambahkan ke dalamnya. Bahan- bahan

tersebut dipanaskan sampai mendidih selama satu jam, lalu disaring dengan kertas

saring yang sebelumnya telah diketahui bobotnya (b) dengan bantuan pompa

vakum. Residu hasil penyaringan dibilas air panas dan ditambah dengan aseton ±

30 ml. Hasil saringan tersebut dimasukkan ke oven bersuhu 105ºC selama 24 jam,

kemudian diletakkan di desikator dan ditimbang (c). Kandungan NDF dihitung

dengan rumus:

%NDF=a

bc x100%

Page 43: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

29

Nilai DNDF dihitung dengan rumus:

DNDF (%) = )(

)()(

BKxAxNDF

BKxBxNDFBKxAxNDF x 100%

Keterangan: DNDF : degadasi NDF

BK : kandungan bahan kering (%)

NDF : kandungan NDF (%)

A : berat sampel sebelum inkubasi

B : berat sampel setelah inkubasi

3.3.5.6 Analisis Populasi Mikroorganisme Cairan Rumen (Sukamto et al.,

2006)

Populasi mikroorganisme rumen dianalisis dalam 2 tahapan, yaitu isolasi

DNA dan pengukuran populasi dengan RT-PCR. isolasi DNA dan pengukuran

populasi dengan Real Time-PCR. Sebelumnya, mikrotub diberi label perlakuan

kontrol, ekstrak heksana dan ekstrak butanol cairan rumen dengan pengulangan

tiap perlakuan sebanyak 3 kali. Langkah pertama, isolasi DNA yaitu sampel

cairan rumen seluruh perlakuan dan kontrol dimasukkan ke dalam mikrotub steril

sebanyak 1 ml. Sampel DNA tersebut akan digunakan untuk isolasi DNA bakteri

Gram positif dan negatif.

Isolasi bakteri Gram positif dimulai dari sentrifugasi seluruh sampel DNA

dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC kemudian

dipindahkan peletnya ke dalam collection tube. Pelet yang telah dipindahkan ke

mikrotube kemudian disuspensi dengan 180 µl larutan Lysozyme (LL), lalu

divortex agar homogen. Sampel diinkubasi selama 30 menit pada dry bath dengan

suhu 37ºC. Setelah diinkubasi, sampel ditambahkan 20 µl Proteinase K dan

divortex. Setelah homogen, sampel diberi 200 µl PureLink Genomic Lysis/binding

Page 44: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

30

buffer dan sampel kembali divortex. Sampel yang telah homogen diinkubasi

kembali pada suhu 55ºC selama 30 menit. Setelah inkubasi, sampel diberi 200 µl

96 - 100% etanol dan divortex sampai homogen.

Sampel bakteri Gram negatif yang telah didapatkan peletnya dari hasil

sentrifugasi 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC diberi 180 µl PureLink

Genomic Digestion Buffer. Kemudian, sampel diresuspensi dengan 20 µl

Proteinase K, lalu divortex hingga homogen. Sampel yang telah homogen lalu

diinkubasi selama 60 menit pada suhu 55ºC. Sampel yang telah diinkubasi diberi

20 µl Rnase A dan divortex hingga homogen. Sampel yang telah homogen

kemudian diinkubasi selama 2 menit pada suhu ruang. Kemudian sampel

ditambahkan 200 µl PureLink Genomic Lysis/ binding buffer dan divortex

kembali. Sampel yang telah divortex diberikan 200 µl 90 - 100% etanol dan

divortex lagi.

Setelah mendapatkan sampel bakteri Gram positif dan negatif, selanjutnya

dilakukan purifikasi, yaitu dengan memindahkan sampel bakteri Gram positif dan

negative ke dalam PureLink Spin Column, kemudian disentrifugasi dengan

kecepatan 10.000 xg selama 1 menit. Collection tube dibuang dan diganti dengan

yang baru untuk dipasangkan pada spin column. Spin colum tersebut ditambahkan

500 µl Wash Buffer 1, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 x g

selama 1 menit pada suhu ruang.

Setelah disentrifugasi, collection tube diganti dengan yang baru, lalu

ditambahkan 500 µl Wash Buffer 2 ke dalam spin column tersebut. Kemudian

sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan maksimal selama 3 menit dengan

suhu kamar. Collection tube hasil sentrifugasi dibuang, sedangkan spin column

Page 45: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

31

dipasangkan dengan tabung microsentrifuge steril 1.5 ml. Setelah itu,

ditambahkan 25 – 200 µl PureLink Genomic Elution Buffer dan diinkubasi pada

suhu kamar selama 1 menit. Setelah inkubasi tersebut disentrifugasi dengan

kecepatan maksimum selama 1 menit pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk

pada microsentrifuge tersebut adalah mengandung DNA.

Sebelum dilakukan RT-PCR, terlebih dahulu dibuat larutan mix PCR yang

terdiri dari 175 µl CyberGreen, 0.4 µl primer, dan 3.6 µl akuades. Larutan mix

PCR tersebut diambil sebanyak 9 µl dan dicampur dengan sampel DNA sebanyak

2 µl. Larutan yang dicampur kemudian di spin-down lalu dimasukkan ke dalam

Thermal cycler RT-PCR. Kondisi pengaturan PCR dilihat di lampiran 1.

Setelah kurang lebih 60 menit, hasil quantification cycle DNA bisa dilihat di

komputer yang terhubung pada thermal cycler. Data yang didapat disajikan dalam

bentuk tabel dengan kode perlakuan yang sesuai dengan label mikrotub. Setelah

itu, hasil dikelompokkan berdasarkan perlakuan dan dibuat grafik fungsi (y) di

micosoft excel. Setelah didapat grafik fungsi (R=1), hasil quantification cycle (x)

dimasukkkan dalam rumus fungsi pada grafik tersebut. Kemudian, didapatkan

jumlah populasi mikroorganisme cairan rumen kambing dalam satuan sel/ml.

3.3.5.7 Produksi Gas Total (Manke et al., 1979)

Cairan rumen yang telah diinkubasi dalam waterbath dilihat produksi gas

yang dihasilkan dengan melihat skala pada syringe glass. Pengamatan dilakukan

pada jam ke-0 dan 24. Setelah diikubasi selama 24 jam skala kembali dibaca dan

dicatat gas yang dihasilkan. Gas yang dihasilkan dalam syringe glass kemudian

ditarik sampai 100 ml lalu dimasukkan secara perlahan ke dalam gas bags sampai

Page 46: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

32

tidak ada gas lagi yang tersisa. Besar produksi gas (ml/200mg BK) yang diperoleh

dapat diketahui dengan rumus:

Gas Total (ml/200mg) =

Keterangan: Vol. t : Volume gas 24 jam

Vol. to : Volume gas awal

Vol. blanko : Volume gas pada blanko

3.3.5.8 Pengukuran Konsentrasi Gas CH4 (Wahyono, 2015)

Gas yang telah diperoleh dan ditampung dalam gas bags kemudian

dianalisis menggunakan gas analyzer® untuk mengetahui produksi gas metana

yang dihasilkan. Angka yang tercantum di gas analyzer® merupakan jumlah

produksi gas yang dihasilkan.

3.3.5.9 Analisis Asam Lemak (Czarniecki, 1998)

Sebelum sampel dianalisa terlebih dahulu dilakukan esterifikasi. Sampel

rumen direaksikan dengan BF3 dalam metanol. Campuran dikocok dan

dipanaskan selama ± 15 menit. Selanjutnya didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan.

Lapisan atas dipisahkan dengan sentrifugasi dan dipurifikasi lebih lanjut dengan

menambahkan Na2SO4 untuk menghilangkan kadar airnya. Hasil esterifikasi

dimasukkan ke dalam vial untuk dianalisis lebih lanjut dengan alat GCMS Agilent

technology type 7890 A. Sebanyak 1 mL sampel lemak yang telah diesterifikasi

diinjeksikan ke dalam kolom GC dengan menggunakan metode autosampler.

Kondisi instrumen GCMS dapat dilihat pada lampiran 3.

Page 47: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

33

3.4 Analisis Data

Data yang telah diperoleh meliputi produksi gas pada lima perlakuan

sebelumnya diuji distribusi normal terlebih dahulu. Jika Sig>0,05, maka data

menunjukkan berdistribusi normal. Setelah itu, kemudian data yang berdistribusi

normal dianalisis dengan menggunakan program Statistical Package for the

Social Science (SPSS) 20 dengan uji Analisis Variansi dua arah pada batas

kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk mengetahui perbedaan rata-rata masing-

masing dari waktu, perlakuan dan interaksi keduanya terhadap masing-masing

parameter. Data yang diuji berupa pH, NH3, DBO, DNDF, analisis produksi gas

total dan CH4. Jika hasil berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan

untuk melihat perbandingan yang berbeda nyata.

Page 48: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persen Rendemen dan Analisis Fitokimia Ekstrak Ampas Serai Wangi

Proses ekstraksi menghasilkan persen rendemen yang berbeda-beda, ekstrak

awal dengan pelarut metanol dihasilkan sebesar 16,15% yang kemudian dilakukan

fraksinasi. Hasil fraksi heksana memiliki persen rendemen lebih besar

dibandingkan butanol, menandakan bahwa ekstrak lebih banyak mengandung

senyawa non polar (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena senyawa yang

terkandung dalam serai wangi sebagian besar adalah minyak esensial (Pino et al.,

2013). Kelarutan senyawa dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritasnya.

Senyawa yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan

senyawa non polar larut dalam pelarut non polar (Ketaren, 2008).

Tabel 3. Hasil ekstraksi ampas serai wangi

Ekstrak Bobot Ekstrak (g) Rendemen (%)

Metanol 15,3875 16,15

Fraksi heksana 3,4950 22,71

Fraksi butanol 0,7067 4,59

Keterangan : Bobot ampas serai wangi 104,4020 g

Setelah ekstrak diperoleh, dilanjutkan dengan analisis fitokimia untuk

menguji kandungan senyawa metabolit sekunder. Hasil yang diperoleh merupakan

data kualitatif yang menunjukkan kandungan metabolit sekunder dari ampas serai

wangi secara umum. Hasil fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak heksana dan

ekstrak butanol positif terhadap tanin, sedangkan pengujian saponin dan terpenoid

menunjukkan hasil negatif pada ekstrak heksana maupun butanol (Tabel 4).

34

Page 49: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

35

Tabel 4. Hasil fitokimia ekstrak ampas serai wangi

Uji Fitokimia Ekstrak Ampas Serai Wangi

Butanol Heksana

Tanin ++ +

Saponin - -

Terpenoid - -

Serai wangi mengandung beberapa senyawa kimia antara lain tanin,

polifenol (Mane et al., 2010), terpenoid dan minyak esensial (Leung dan Foster,

1996). Analisis fitokimia (Tabel 4) menunjukkan ekstrak negatif terhadap

terpenoid, hal tersebut dapat disebabkan terpenoid mengalami penguapan pada

saat proses penyulingan minyak sitronela yang terkandung pada serai wangi

(Ganjewela, 2009), sehingga tidak terdeteksi secara kualitatif.

Uji positif terhadap tanin ditunjukkan dengan perubahan warna larutan

menjadi hijau kehitaman setelah penambahan FeCl3 1%. Pereaksi FeCI3

digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tanin.

FeC13 bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang terdapat pada senyawa

tanin. Berikut reaksi pembentukan warna senyawa tanin dan FeCl3 (Simaremare,

2014): FeCl3 Fe 3+

+ 3Cl-.

Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang terdapat pada daun

dan buah tanaman. Tanin memiliki beberapa manfaat, diantaranya tanin dapat

melindungi protein dari degradasi mikroba rumen, karena tanin mampu mengikat

protein dengan membentuk senyawa kompleks yang resisten terhadap protease

sehingga menurunkan degradasi protein di dalam rumen (Jayanegara dan Sofyan,

2008). Selain menghambat mikroba rumen, tanin juga digunakan sebagai bahan

pakan aditif dalam menurunkan emisi metana (CH4). Mekanisme penghambatan

CH4 dapat terjadi di dalam rumen secara langsung dan tidak langsung, secara

Page 50: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

36

langsung dengan menghambat proses metanogenesis (anti metanogen), secara

tidak langsung dengan menghambat pertumbuhan protozoa, dan bakteri sebagai

agen pembentuk CH4 (Kamra et al., 2012).

4.2 Hasil Proksimat Rumput Lapangan

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi nutrisi yang

terdapat dalam bahan pakan. Analisis proksimat dilakukan pada rumput lapangan

meliputi bahan kering, bahan organik, kadar abu, lemak kasar, protein kasar dan

neutral detergen fiber (NDF) (Tabel 5). Kandungan nutrisi dalam bahan pakan

tersebut akan mempengaruhi mikroorganisme di dalam rumen (Wilson dan

Kennedy, 1996).

Tabel 5. Kandungan nutrisi rumput lapangan

Proksimat Rumput Lapangan SNI No. 3148.2

Bahan Kering (%) 94,77 ±86%.

Bahan Organik (%)

Kadar Abu (%)

86,62

13,38

±74%

Lemak Kasar (%) 4,29 ±7%.

Protein Kasar (%) 8,5 8,20-12,49

NDF (%) 61,85 −

Ket : *SNI Pakan konsentrat

Bahan kering merupakan pakan bebas air yang berkaitan dengan

pengeringan pakan ke dalam oven sampai mencapai bobot yang konstan. Nilai

bahan kering yang diperoleh pada uji proksimat sebesar 94,77%, masih memenuhi

standar yang diizinkan. Lemak kasar, protein kasar dan serat kasar termasuk

komponen bahan organik. Hasil bahan organik sebesar 86,62% berbanding lurus

dengan kadar abu sebesar 13,38%. Bahan organik yang tinggi akan menghasilkan

kadar abu yang rendah (Tabel 5).

Page 51: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

37

Hasil lemak kasar yang dihasilkan pada analisis proksimat yaitu 4,29% tidak

memenuhi syarat SNI sebesar 7% (Tabel 5). Lemak kasar yang rendah karena

pakan berupa hijauan, sehingga hal tersebut menunjukkan perlu adanya lemak

tambahan dalam pakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Lemak kasar

dibutuhkan oleh ternak sebagai sumber energi dan metabolisme tubuhnya

(Suprapto et al., 2013). Protein kasar pada analisis proksimat sebesar 8,5%

memenuhi syarat sebagai pakan ternak (Tabel 5). Protein pada pakan

berkontribusi pada perkembangbiakan mikroba dalam rumen.

Nilai NDF pada analisis proksimat diperoleh sebesar 61,85% lebih tinggi

bila dibandingkan dengan Yulistiani et al. (1997) (Tabel 5), hal tersebut

disebabkan dinding sel tanaman dipengaruhi oleh bagian dari tanaman dan umur

pemotongan yang merupakan faktor penting, karena dapat memengaruhi

kandungan nutrien hijauan (Hadi et al., 2011). NDF menggambarkan kandungan

semua serat yang dianalisis. Serat tersebut mencakup komponen sel seperti

dinding sel tanaman yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin (Imanda 2015). Serat

NDF biasanya digunakan untuk menentukan kualitas pakan, secara umum

menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak dapat dicerna.

4.3 Hasil Kandungan Asam Lemak dengan GCMS

Hasil analisis asam lemak pada cairan rumen yang disuplementasi ekstrak

heksana (A) dan butanol (B) residu serai wangi menunjukkan bahwa sebagian

besar asam lemak yang terdeteksi adalah asam lemak jenuh dan sebagian kecil

asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak tak jenuh ganda yang terkandung pada

perlakuan A yaitu asam linoleat, sedangkan pada perlakuan B tidak terdeteksi

Page 52: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

38

adanya asam lemak tak jenuh ganda (Tabel 6). Perlakuan A mengalami penurunan

konsentrasi asam linolenat pada jam ke-24. Hal tersebut dapat disebabkan adanya

degradasi dan proses biohidrogenasi di dalam rumen. Menurut Jenkins et al.

(2008), lipida yang masuk kedalam rumen akan mengalami lipolisis, asam-asam

lemak yang tidak terproteksi akan mengalami biohidrogenasi oleh mikroba rumen.

Tabel 6. Kandungan asam lemak dari cairan rumen yang disuplementasi ekstrak ampas

serai wangi pada jam ke-0 dan 24

No Sampel Nama senyawa Konsentrasi (%) Rumus

molekul

Golongan

Asam Lemak Jam-0 Jam- 24

1

A

Asam Laurat 1,75 3,69 C12H24O2 Jenuh

2 Asam Miristat 2,37 4,04 C14H28O2 Jenuh

3 Asam Pentadekanoat 0,66 − C15H30O2 Jenuh

4 Asam Azelat 2,84 6,02 C9H16O4 Jenuh

5 Asam Palmitat 39,05 5,64 C16H32O2 Jenuh

6 Asam Heptanoat 4,24 − C7H14O2 Jenuh

7 Asam Stearat − 4,93 C18H36O2 Jenuh

8 Asam Linoleat 10,74 6,01 C18H32O2 Tidak Jenuh

9

B

Asam Laurat 1,57 − C12H24O2 Jenuh

10 Asam Azelat 1,60 − C9H16O4 Jenuh

11 Asam Palmitat 15,28 − C16H32O2 Jenuh

12 Asam Heptanoat 1,68 − C7H14O2 Jenuh

Hidrogen dari hasil fermentasi karbohidrat akan melakukan proses

biohidrogenasi di dalam rumen. Hidrogen dimanfaatkan oleh asam lemak tak

jenuh ganda untuk memutuskan ikatan rangkapnya sehingga terbentuklah asam

lemak jenuh. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi akumulasi pembentukan

gas CH4 akibat dari reaksi antara gas CO2 dan gas H2 yang dihasilkan dari

kelebihan pada proses pembentukan VFA. Hidrogenasi terjadi oleh berbagai jenis

bakteri, dimulai dengan isomerisasi oleh enzim bakteri. Hidrogenasi asam linoleat

(C18:2 n-6) menghasilkan asam stearat dan asam trans-vaksenat (C18:1 n-7)

(Margarida et al., 2007)

Page 53: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

39

Pakan masuk ke dalam rumen dan mengalami fermentasi oleh mikroba

rumen. Mikroba rumen mengubah lemak yang measuk kedalam rumen melalui 2

proses yaitu lipolisis dan biohidrogenasi. Lipid yang masuk ke dalam rumen

mengalami perubahan oleh mikroba lipase pada proses lipolisis. Mikroba lipase

menghidrolisis ikatan ester pada kompleks lipid, sehingga menyebabkan

pelepasan asam lemak. Setelah proses lipolisis, asam lemak tak jenuh akan

mengalami biohidrogenasi oleh mikroba rumen. Proses ini mengubah asam lemak

tak jenuh menjadi asam lemak jenuh melalui isomerasi menjadi intermediet asam

lemak trans, diikuti dengan hidrogenasi ikatan rangkap. Tingkat lipolisis dan

biohidrogenasi tergantung pada jenis dan jumlah lemak yang diberikan pada

pakan.

4.4 Produk Fermentasi Cairan Rumen Kambing

4.4.1 Nilai pH

pH sampel cairan rumen memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap

perlakuan. Nilai pH hasil fermentasi rumen berkisar antara 7,06-7,21 dan

mengalami penurunan setelah proses inkubasi pada kontrol, perlakuan ekstrak

heksana (A) dan ekstrak butanol (B). Nilai pH tidak mengalami penurunan yang

begitu signifikan kecuali pada perlakuan B (Gambar 11). Hasil uji statistik

menunjukkan adanya perbedaan nyata akibat perlakuan sampel (P≤0,05)

(Lampiran 6).

Page 54: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

40

Gambar 11. Nilai pH cairan rumen kambing yang disuplementasi ektrak heksana (A) dan

ekstrak butanol (B) ampas serai wangi.

Penurunan nilai pH menunjukkan kemampuan mikroba dalam

memanfaatkan bahan nutrisi pakan dalam cairan rumen yang menghasilkan VFA.

Ion H+ yang dihasilkan dari siklus pembentukan VFA yaitu asetat dan butirat akan

menurunkan nilai pH di dalam rumen. Berikut reaksi pelepasan ion H+ oleh asam

asetat dan butirat di dalam rumen :

CH3COOH CH3COO- + H

+ (Pelepasan ion H

+ oleh asam asetat)

C3H7COOH C3H7COO- + H

+ (Pelepasan ion H

+ oleh asam butirat)

Nilai pH yang dihasilkan semua perlakuan masih dalam kisaran pH normal

untuk aktivitas mikroba cairan rumen, yaitu sebesar 5,5-7,5 (Imanda et al., 2016).

Mikroba di dalam rumen tidak akan bekerja dengan baik dalam melakukan proses

pencernaan apabila tidak berada pada pH yang optimum untuk kelangsungan

hidupnya (Sretenovic et al., 2008).

4.4.2 Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total dan Parsial

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan setelah inkubasi 24 jam

menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap perlakuan dengan kisaran 112,89-

137,59 mmol/100ml (Gambar 12). Konsentrasi tersebut berada pada kisaran

7.26

7.19

7.22 7.21

7.18

7.06

6.95

7

7.05

7.1

7.15

7.2

7.25

7.3

Kontrol A B

pH

Perlakuan

Jam ke-0

Jam ke-24

Page 55: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

41

normal untuk pertumbuhan optimum mikroba yaitu sekitar 70-150 mmol (Mc

Donald et al., 2002). Hasil uji statistik menunjukkan (P≤0,05) (Lampiran 6).

Gambar 12. Konsentrasi VFA total cairan rumen kambing yang disuplementasi ektrak

heksana (A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi.

VFA dihasilkan dari proses degradasi pakan oleh mikroba rumen (Indriani

et al., 2013). Degradasi pakan di dalam rumen bersifat kontinu, sehingga

konsentrasi VFA total pada setiap perlakuan mengalami kenaikan (Sretenovic et

al., 2008). Peningkatan konsentrasi VFA juga dapat dikaitkan dengan nilai pH

(Gambar 11). Nilai pH yang lebih rendah akan berpengaruh terhadap ekosistem

mikroba terutama populasi bakteri selulotik. Semakin banyak jumlah bakteri

selulotik dalam cairan rumen maka produksi VFA akan semakin tinggi. Semakin

rendah nilai pH maka jumlah asam yang dihasilkan akan meningkat, sehingga dapat

berpengaruh terhadap meningkatnya nilai VFA. Menurut Nuswantara (2009)

penurunan pH berkaitan dengan meningkatnya produksi VFA total yang merupakan

senyawa asam yang mengakibatkan nilai pH lebih asam.

Hasil penelitian (Gambar 12) menunjukkan bahwa kontrol memiliki

konsentrasi VFA total tertinggi. Hal ini bisa disebabkan kandungan NDF pakan

rumput lapangan yang tinggi yaitu 61,85% (Tabel 5). Komponen dinding sel

102.78 103.34 102.88

137.59

112.90

129.41

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Kontrol A B

mM

ol

Perlakuan

Jam ke-0

Jam ke-24

Page 56: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

42

(NDF) terdiri atas acid detergent soluble (ADS) yang salah satunya memiliki

kandungan hemiselulosa (Tillman et al., 1998). Hemiselulosa tersebut kemudian

dapat difermentasi oleh mikroba rumen menjadi VFA. Sedangkan, VFA yang

dihasilkan oleh perlakuan A dan B lebih rendah dibandingkan kontrol. Hal ini

dapat diakibatkan oleh senyawa tanin yang terkandung pada ekstrak ampas serai

wangi (Tabel 4). McDonald et al. (2002), mengemukakan bahwa di dalam rumen,

tanin bekerja menekan bakteri pembentuk VFA dan menghambat aktivitas enzim

yang merombak senyawa karbohidrat dan lemak.

Hasil analisis VFA parsial menunjukkan adanyan senyawa asam asetat,

propionat dan butirat dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut

terjadi karena sumber nutrisi untuk mikroba rumen yang berbeda (Suryani et al.,

2014). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan jenis VFA parsial yang

paling tinggi adalah asam asetat untuk semua perlakuan (Tabel 7).

Tabel 7. Konsentrasi VFA parsial pada jam ke-0 dan 24

Perlakuan Waktu

(jam)

VFA (mMol/ 100 ml)

Asam

Asetat

Asam

Propionat

Asam

Butirat

Ratio

Asetat/Propionat

(A/P)

Kontrol

A

B

0 55,36 28,26 13,28 1,15

24

0

75,75

55,64

39,99

28,33

15,10

13,31

1,11

1,12

24

0

64,00

55,51

30,05

28,25

12,56

13,18

2,36

1,16

24 65,57 40,73 15,06 1,61 Keterangan : A (ekstrak heksana); B (ekstrak butanol)

Konsentrasi asam asetat yang paling tinggi terjadi pada kontrol sebesar

75,75 mM diikuti perlakuan B sebesar 65,57 dan perlakuan A sebesar 64,00 mM.

Hal tersebut disebabkan oleh kandungan serat kasar pakan yang tinggi (Tabel 5).

Serat kasar yang tinggi akan menghasilkan VFA dengan proporsi tertinggi berupa

asam asetat (Rahman et al., 2003). Konsentrasi VFA parsial dipengaruhi

Page 57: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

43

komposisi pakan dalam ransum. Perbedaan komposisi ransum yang diberikan

akan menyebabkan perbedaan kemampuan mikroba dalam mencerna zat

makanannya. Proporsi asam asetat yang lebih tinggi dapat disebabkan bakteri

yang menghasilkan asam asetat lebih berkembang baik dengan pakan yang

diberikan (Wahyuni et al., 2014).

Produksi asam asetat, propionat dan butirat tergantung pada fermentasi

karbohidrat dan sebagian kecil dari hasil fermentasi protein pakan. Protein yang

tinggi pada pakan dapat meningkatkan kandungan VFA. Asam propionat

merupakan salah satu indikator pemanfaatan protein pakan (Nuraliah et al., 2015).

Proporsi asam propionat perlakuan B menunjukkan peningkatan tertinggi dari

setiap perlakuan sebesar 40,73 mmol/100 ml. Hal ini dapat disebabkan adanya

senyawa tanin yang terkandung pada ekstrak butanol yang menyebabkan sebagian

protein pakan diduga tidak mengalami degradasi oleh mikroba rumen. Tanin

mampu mengikat protein dengan membentuk senyawa kompleks yang resisten

terhadap protease, sehingga degradasi protein di dalam rumen menurun (Cahyani

et al.,2012). Protein yang masuk ke dalam rumen mengalami proteolisis oleh

protease menjadi oligopeptida yang akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk

menyusun protein selnya, sedangkan sebagian lagi akan dihidrolisa lebih lanjut

menjadi asam amino. Hasil degradasi asam amino berupa VFA (Hanigan et al.,

2015). Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara VFA dengan protein

pakan.

Hasil VFA asam asetat dan propionat dapat digunakan untuk mengetahui

nisbah antara asam asetat dan propionat (rasio A/P) (Tabel 7). Rasio A/P yang

dihasilkan pada kontrol, perlakuan A dan B yaitu1,11; 2,36 dan 1,61. Rasio A/P

yang dihasilkan kontrol lebih rendah dibandingkan perlakuan A dan B. Rasio A/P

Page 58: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

44

yang tinggi pada perlakuan A dan B kurang menguntungkan, karena efesiensi dan

penggunaan energi relatif lebih rendah. Rasio A/P sangat bermanfaat untuk

dijadikan indikasi efisiensi penggunaan energi ternak ruminansia, karena dengan

mengetahui rasio A/P maka dapat diketahui efisiensi penggunaan energi dan

kualitas produk yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rasio A/P maka fermentasi

rumen mengarah ke produksi asetat, sebaliknya rasio A/P yang kecil

menunjukkan fermentasi mengarah ke produksi propionat (Astuti et al., 2007).

Asam propionat merupakan VFA yang bersifat glukogenik, sedangkan

asetat dan butirat merupakan VFA non glukogenik (ketogenik). Sistem fermentasi

rumen yang mengarah ke propionat akan menghasilkan nilai non glucogenic ratio

(NGR) yang kecil. NGR adalah perbandingan antara VFA yang bersifat non-

glukogenik dan glukogenik. Nilai NGR berkorelasi positif dengan produksi CH4,

artinya semakin rendah nilai NGR, semakin rendah pula produksi CH4.

Rendahnya produksi CH4 akan meningkatkan nilai efisiensi konversi heksosa,

karena semakin sedikit energi yang terbuang dalam bentuk CH4. Sistem

fermentasi rumen yang mengarah ke sintesis asam propionat akan lebih

menguntungkan karena energi yang terbuang sebagai gas CH4 akan berkurang

(Krehbiel et al., 2003).

4.4.3 Amonia (NH3)

Konsentrasi NH3 hasil fermentasi rumen pada semua perlakuan yang

diperoleh pada penelitian setelah inkubasi 24 jam berkisar antara 31,74-40,98

mmol/100ml. Konsentrasi NH3 yang dihasilkan meningkat seiring dengan

bertambahnya waktu pada saat inkubasi (Gambar 13). Hasil uji statistik pada

Page 59: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

45

peningkatan konsentrasi NH3 antar perlakuan tidak adanya pererbedaan yang

nyata (P≤0,05) (Lampiran 6).

Gambar 13. Konsentrasi NH3 cairan rumen kambing yang disuplementasi ekstrak

heksana (A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi.

Konsentrasi NH3 dipengaruhi oleh kelarutan protein, jumlah protein ransum,

lamanya makanan berada di dalam rumen dan pH rumen. Konsentrasi NH3 pada

penelitian ini mengalami peningkatan karena tingginya kandungan protein kasar

pada pakan (Tabel 5). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan McDonald et al.

(2002), yang menyatakan jumlah protein ransum adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi produksi NH3. Jika protein kasar tinggi maka NH3 yang dihasilkan

juga tinggi. Konsentrasi NH3 yang tinggi juga dapat disebabkan degradasi protein

yang lebih cepat dibandingkan dengan sintesis protein mikroba (Firsoni et al.,

2010). Kontrol mengalami kenaikan NH3 paling rendah dibandingkan perlakuan

A dan B. Hal tersebut dapat disebabkan ketika NH3 diproduksi maka

mikroorganisme akan segera memanfaatkannya untuk memetabolisme dirinya.

Produksi NH3 dapat dikaitkan dengan pH rumen. Menurut Sugoro (2010),

pH akan meningkat bila konsentrasi NH3 tinggi. Namun hal tersebut berbeda

dengan nilai pH pada penelitian yang mengalami penurunan (Gambar 11). Hal

23.62 21.03

6.41

31.74

40.98 38.26

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

Kontrol A B

mM

ol/

10

0m

l

Perlakuan

Jam ke-0

Jam ke-24

Page 60: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

46

tersebut dapat terjadi karena adanya proses degradasi pakan dengan hasil produksi

VFA yang lebih tinggi dibandingkan produksi NH3.

Gambar 14. Dedradasi protein menjadi asam amino di dalam rumen (Isnaeni, 2006)

Protein pakan mula-mula masuk ke dalam rumen, kemudian mengalami

fermentasi oleh mikroorganisme rumen. Bakteri dan protozoa di dalam rumen

menghasilkan enzim proteolitik seperti protease, peptidase dan deaminase untuk

mendegradasi protein menjadi peptida dan asam amino. Protein mengalami

hidrolisis menjadi peptide oleh aktifitas enzim mikroba. Enzim proteolitik akan

menguraikan protein dengan cara memutuskan ikatan peptida pada protein

sehingga dihasilkan asam amino (Gambar 14) (Isnaeni, 2006). Asam amino bebas

selanjutnya akan didegradasi oleh enzim deaminase dan menghasilkan NH3, asam

lemak terbang dan karbon dioksida. Beberapa asam amino dapat langsung

digunakan oleh bakteri untuk sintesis protein tubuhnya, tetapi NH3 merupakan

jumlah nitrogen larut yang utama dalam cairan rumen yang dibutuhkan oleh

bakteri rumen untuk sintesis protein tubuhnya

4.4.4 Degradasi Bahan Organik (DBO) dan Degradasi Neutral Detergent

Fiber (DNDF)

Analisis Degradasai Bahan Organik (DBO) dapat menentukan kualitas

pakan. Konsentrasi DBO setelah inkubasi selama 24 jam menunjukkan hasil yang

berbeda pada setiap perlakuan yang berkisar antara 40,53-52,08%. (Gambar 15).

Hasil uji statistik DBO pada setiap perlakuan tidak mengalami perbedaan yang

nyata (P≤0,05) (Lampiran 6).

OH C

H

R2 O

C H2N

O

C NH C

H

R1

OH C

H

R1 O

C H2N OH C

H

R2 O

C H2N +

Page 61: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

47

Gambar 15. Konsentrasi DBO jam ke-24 cairan rumen kambing yang disuplementasi

ektrak heksana (A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi.

Perlakuan A menunjukkan tingkat DBO tertinggi, hal tersebut terjadi karena

tingginya konsentrasi NH3 dari hasil degradasi protein yang menyebabkan

meningkatnya aktivitas mikroba rumen dan digesti terhadap bahan organik

(Gambar 13). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al. (1998), kecernaan

bahan organik mencerminkan banyaknya zat yang tercerna terutama protein,

karbohidrat dan lemak.

Perlakuan B memiliki konsentrasi DBO lebih rendah dibandingkan

perlakuan A. Hal tersebut dapat disebabkan perlakuan B merupakan pakan yang

disuplementasi ekstrak butanol yang mengandung tanin lebih banyak

dibandingkan ekstrak heksana. Sehingga dapat menurunkan degradasi bahan

organik cairan rumen (Tabel 4). Jayanegara et al. (2009), mengemukakan bahwa

penambahan tanin dari berbagai tanaman dapat menurunkan kecernaan bahan

organik. Rendahnya hasil degradasi bahan organik pada kontrol dapat disebabkan

tingginya serat kasar rumput lapangan (Tabel 7). Menurut Murni et al. (2004),

Peningkatan kandungan serat kasar dapat menurunkan jumlah bahan organik yang

dapat dicerna karena aktivitas mikroba rumen.

40.53

52.08 50.87

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Kontrol A B

% D

BO

Konsentrasi

Jam ke-24

Page 62: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

48

Produksi NH3 dan VFA pada rumen menggambarkan nilai kecernaan bahan

organik suatu pakan yang dikonsumsi, semakin tinggi produksi NH3 dan VFA

dalam rumen, menunjukkan kecernaan bahan organik ransum semakin tinggi.

Bahan organik yang telah didegradasi seperti karbohidarat akan diubah menjadi

VFA, sedangkan protein didegradasi menjadi asam amino kemudian mengalami

deaminasi dan menghasilkan NH3. Semakin tinggi kandungan protein pada pakan,

maka semakin tinggi pula kemungkinan terbentuk NH3 (Firsoni et al., 2010).

DBO digunakan sebagai indikator penentuan kualitas pakan, karena nilai

degradasi menunjukkan banyaknya zat makanan dalam pakan yang dapat

digunakan oleh mikroorganisme rumen dan manfaat yang diberikan pada ternak.

Proses pemecahan zat-zat makanan (kecernaan) diperlukan karena bahan-bahan

organik pada pakan tersedia dalam bentuk tidak larut. Bahan organik yang dicerna

dalam saluran pencernaan ternak meliputi komponen seperti karbohidrat, protein,

lemak dan vitamin (Suardin et al., 2014).

Selain DBO, analisis Degradasai NDF juga dilakukan untuk menentukan

kualitas pakan. Hasil DNDF setelah inkubasi selama 24 jam menunjukkan hasil

yang berbeda pada setiap perlakuan yang berkisar antara 40,53-52,08%. (Gambar

16). Hasil uji statistik DBO pada setiap perlakuan tidak mengalami perbedaan

yang nyata (P≤0,05) (Lampiran 6). Kontrol memiliki nilai degradasi NDF

tertinggi. Hal tersebut disebabkan kandungan serat yang tinggi pada rumput

lapangan (Tabel 5). Wati et al. (2012), menjelaskan bahwa degradasi NDF

dipengaruhi oleh kandungan serat pakan. Komponen NDF adalah lignin,

hemiselulosa, selulosa dan kandungan abu tidak larut yang digunakan sebagai

indikator dari konsumsi hijauan (Cunningham et al., 2005).

Page 63: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

49

Gambar 16. Konsentrasi DNDF jam ke-24 cairan rumen kambing yang disuplementasi

ektrak heksana (A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi.

Perlakuan A dan B memiliki nilai degradasi NDF yang lebih rendah bila

dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut dapat disebabkan adanya senyawa

tanin yang terdapat pada ekstrak heksana dan butanol ampas serai wangi.

Beauchemin et al. (2007), mengemukakan bahwa adanya kandungan tanin dalam

pakan dapat menurunkan kecernaan serat dalam rumen karena terbentuknya ikatan

tanin dengan selulosa maupun hemiselulosa sehingga sulit dicerna. Tanin yang

masuk ke dalam rumen akan membentuk ikatan kompleks dengan protein,

karbohidrat (selulosa, hemiselulosa dan pektin) dan enzim mikroba rumen

sehingga tidak mudah terdegradasi (Widyobroto et al., 2007). Tingkat kecernaan

NDF sebesar 55,07-79,60% telah memenuhi kebutuhan nutrisi pada ruminansia.

Menurut Thalib et al. (2000), bahwa kisaran normal kecernaan untuk hidup ternak

ruminansia membutuhkan bahan hijauan pakan dengan nilai kecernaan minimal

50-55%.

4.4.5 Populasi Mikroorganisme Cairan Rumen

Rumen merupakan ekosistem yang kompleks bagi mikroorganisme seperti

protozoa, bakteri, dan jamur. Mikroorganisme tersebut berperan dalam mencerna

79.60

65.87

55.07

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

Kontrol A B

% D

ND

F

Perlakuan

Jam ke-24

Page 64: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

50

pakan secara anaerob. Analisis populasi mikroorganisme rumen yang dilakukan

meliputi total bakteri, total Butyrivibrio fibrisolvens, total metanogen dan total

protozoa (Gambar 17). Total bakteri pada perlakuan A dan B lebih rendah

dibandingkan kontrol (Gambar 17). Dilihat dari total bakteri Butirivibrio

fibrisolvens pada kontrol mengalami peningkatan sedangkan perlakuan A dan B

mengalami penurunan.

Total bakteri metanogen cenderung mengalami peningkatan setelah 24 jam,

namun pada perlakuan A dan B yang diberi ekstrak lebih rendah dibandingkan

dengan kontrol (Gambar 17). Metanogen merupakan bakteri yang menghasilkan

CH4 dan termasuk ke dalam golongan Archaea yang didominasi oleh

Methanobrevibacter spp. Terdapat 3 substrat yang digunakan oleh metanogen

dalam memproduksi CH4 yakni CO2 (hidrogenotropik), senyawa metil

(metilotropik), dan asetil (asetoklastik). Jalur utama yang digunakan oleh

metanogen adalah hidrogenotropik yakni penggunaan CO2 sebagai sumber karbon

yang direduksi oleh H2 (Morgavi et al., 2010).

Page 65: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

51

Keterangan : : Jam ke-0

: Jam ke -24

Gambar 17. Hasil RT-PCR Total Bakteri, Total Butyrivibrio fibrisolvens, Total

Metanogen, Total Protozoa cairan rumen kambing yang disuplementasi

ektrak heksana (A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi

Bakteri B.fibrisolvens pada perlakuan yang diberi ekstrak mengalami

penurunan setelah 24 jam. Bakteri B.fibrisolvens merupakan bakteri yang bekerja

dalam mendegradasi pakan, sehingga apabila populasi bakteri tersebut meningkat

kecernaan pakan juga meningkat, hasil ini dapat dihubungkan dengan nilai

degradasi bahan organik (DBO) dan serat (Gambar 15 dan 16). Hasil

B.fibrisolvens berkorelasi positif dengan degradasi serat. Hasil kontrol bakteri

B.fibrisolvens yang tinggi menghasilkan degradasi serat yang tinggi pula.

0

20000000

40000000

60000000

80000000

100000000

Kontrol A B

Sel

/ml

Total Bakteri

0

10000000

20000000

30000000

40000000

50000000

60000000

kontrol A B

Sel

/ml

Total Butyrivibrio

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

4000000

Kontrol A B

Sel

/ml

Total Metanogen

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

900000

kontrol A B

Sel

/ml

Total Protozoa

Page 66: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

52

Namun, hasil DBO pada penelitian ini tidak berkorelasi positif. Hal ini dapat

disebabkan terjadinya degradasi pakan bahan organik oleh bakteri jenis lain.

Total protozoa cenderung tinggi dibandingkan dengan total bakteri.

Perlakuan B dihasilkan total protozoa yang paling tinggi, sedangkan kontrol dan

perlakuan A mengalami penurunan setelah 24 jam. (Gambar 17). Protozoa

merupakan salah satu mikroba yang hidup secara anaerob dalam rumen dan ikut

mempengaruhi fermentasi rumen. Keberadaan protozoa dalam rumen sering

mengganggu ekosistem bakteri, karena mempunyai sifat memangsa bakteri,

sehingga tingginya populasi protozoa akan menyebabkan populasi bakteri

menurun. Protozoa dapat berasosiasi dengan metanogen dalam menghasilkan CH4

(Hook et al., 2010).

4.4.6 Produksi Gas Total dan Gas Metana

Produksi gas pada semua perlakuan setelah inkubasi 24 jam berkisar antara

24,84-32,93 ml/200mg. Produksi gas yang dihasilkan meningkat seiring dengan

bertambahnya waktu pada saat inkubasi (Gambar 18). Hal tersebut

menggambarkan adanya fermentasi pakan oleh mikroba rumen. Hasil uji statistik

menunjukkan adanya perbedaan nyata akibat perlakuan sampel (P≤0,05)

(Lampiran 6).

Perlakuan B dihasilkan produksi gas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan A dan kontrol. Hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh tingginya

degradasi bahan organik perlakuan B (Gambar 15). Prihatini et al. (2007),

menyatakan bahwa bahan organik yang terkandung pada pakan dapat didegradasi

menjadi VFA, sebagai sumber energi pada ternak. Perlakuan A menghasilkan

Page 67: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

53

degradasi bahan organik dengan persentase lebih tinggi (Gambar 15), tetapi tidak

diikuti kenaikan produksi gas yang paling tinggi pula. Hal ini dapat diduga

fermentasi BO menjadi VFA rendah (Gambar 12) dan tidak digunakan sebagai

sumber energi bagi ternak, tetapi BO terfermentasi lebih banyak dimanfaatkan

untuk sintesis protein mikroba. Makkar et al. (1995) mengemukakan bahwa

tingginya degradasi pakan yang tidak diikuti dengan peningkatan produksi gas,

mengindikasikan bahwa hasil degradasi banyak dimanfaatkan untuk sintesis

protein mikrobial.

Gambar 18. Produksi gas total cairan rumen kambing yang diberi pakan ektrak heksana

(A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi

Metode gas in vitro dapat digunakan untuk mengukur dan memprediksi nilai

kecernaan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap fermentasi di dalam

rumen dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan mikroba rumen

(Kurniawati, 2007). Pada ternak ruminansia, fermentasi pakan di dalam rumen

disamping menghasilkan VFA dan NH3, juga menghasilkan gas berupa CO2, H2

dan CH4. Gas yang dihasilkan berasal dari fermentasi substrat secara langsung

yaitu CO2 dan CH4, serta berasal dari produksi gas tidak langsung melalui

mekanisme buffering VFA yakni berupa gas CO2 yang dilepaskan dari buffer

24.84

29.54

32.93

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

Kontrol A B

ml/

20

0m

g

Perlakuan

Jam ke-24

Page 68: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

54

bikarbonat yang diproduksi selama proses fermentasi seperti reaksi berikut

(Getachew et al., 1998, Jayanegara et al., 2009) :

2NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2

Pembentukan gas CH4 di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2 oleh H2 yang

dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri metanogen. Pembentukan gas

CH4 di dalam rumen terjadi melalui reaksi berikut :

CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O

Hasil pengukuran gas CH4 pada inkubasi selama 24 jam menunjukkan

semakin tinggi produksi gas total maka semakin tinggi pula produksi gas CH4

yang dihasilkan (Gambar 19). Konsentrasi gas CH4 dapat diketahui dengan

mengukur produksi gas CH4 dalam setiap produksi gas total. Hasil uji statistik

menunjukkan adanya perbedaan nyata akibat perlakuan sampel (P≤0,05).

Gambar 19. Konsentrasi CH4 cairan rumen kambing yang diberi pakan ektrak heksana

(A) dan ekstrak butanol (B) ampas serai wangi

Kontrol menghasilkan gas CH4 lebih rendah dibandingkan dengan

perlakuan A dan B. Hal tersebut disebabkan jumlah protozoa yang dihasilkan

paling rendah dibandingkan dengan bakteri pada perlakuan A (Gambar 17).

2.39

3.55

5.93

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

Kontrol A B

ml

CH

4

Perlakuan

Jam ke-24

Page 69: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

55

Jouany (1991), menyatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara populasi

protozoa dan produksi gas CH4 dalam sistem pencernaan rumen. Semakin tinggi

populasi protozoa maka gas CH4 yang dihasilkan semakin tinggi pula. Protozoa

bersimbiosis dengan bakteri metanogen dalam proses metanogenesis melalui

transfer hidrogen di dalam cairan rumen. Semakin tinggi jumlah protozoa maka

semakin tinggi kemungkinan pembentukan gas CH4.

Perlakuan A menghasilkan gas yang lebih rendah dibandingkan perlakuan

B. Hal dapat disebabkan adanya kandungan asam lemak yang lebih tinggi pada

perlakuan A yaitu asam linoleat (Tabel 6). Menurut Andrade et al. (2012), serai

wangi mengandung asam lemak salah satunya yaitu asam linoleat. Penggunaan

ekstrak ampas serai wangi sebagai pakan tambahan juga dapat memungkinkan

terjadinya proses penjenuhan asam lemak tak jenuh oleh hidrogen yang tersedia

dalam rumen, yang seharusnya digunakan untuk pembentukan gas CH4.

Lemak menurunkan emisi gas CH4 melalui beberapa mekanisme, antara lain

mengurangi fermentasi bahan organik serta mengurangi aktivitas metanaogen dan

jumlah protozoa. Khusus bagi lemak yang kaya akan kandungan asam lemak tidak

jenuh, mekanisme penurunan emisi gas CH4 juga dapat dilakukan melalui reaksi

hidrogenasi pada gugus tidak jenuh sebagai akseptor hidrogen (Johnson dan

Johnson, 1995). Asam lemak tidak jenuh dengan panjang rantai karbon medium,

yakni antara C10-C14, juga terbukti dapat menurunkan emisi CH4 dengan

efektivitas yang menurun seiring dengan semakin panjangnya rantai karbon

disebabkan rendahnya kelarutan asam lemak tersebut (Bucher et al., 2008).

Besarnya produksi gas CH4 perlakuan B dapat juga dikaitkan dengan fraksi

NDF (Gambar 16) dan VFA terutama asam asetat dan butirat yang lebih besar

Page 70: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

56

dibandingkan dengan perlakuan A (Tabel 7). Widiawati et al. (2010) melaporkan

bahwa fraksi NDF yang tinggi akan menghasilkan porsi asam asetat dan gas CH4

yang tinggi. Pembentukan gas CH4 membutuhkan hidrogen yang berasal dari

siklus pembentukan asam asetat dan butirat dari fermentasi karbohidrat yang akan

mereduksi CO2 dan kelebihan H2 menjadi CH4 oleh bakteri metanogen (Moss et

al., 2000; Li et al., 2014).

Pembentukan gas CH4 terjadi untuk menghindari akumulasi hidrogen hasil

pembentukan VFA. Hidrogen bebas yang terbentuk akan menghambat

dehydrogenase dan mempengaruhi proses fermentasi (Sofyan, 2016). Tingginya

asam asetat dan butirat yang terbentuk akan menghasilkan produksi gas CH4 yang

semakin tinggi. Namun, hasil yang didapat (Gambar 19) bertolak belakang dengan

hasil gas CH4 pada kontrol yang memiliki proporsi asam asetat dan butirat yang

paling tinggi yaitu asam asetat 76,01 mmol/100ml dan butirat 15,18 mmol/100ml

(Tabel 7). Hal ini karena pembentukan CH4 tidak hanya dipengaruhi oleh VFA,

tapi juga H2 dan CO2 yang dikonversi mikroorganisme menjadi CH4 oleh

kelompok hidrogenoklastik (Mathius et al., 2004).

Martin et al. (2008), menyatakan bahwa dalam pembentukan VFA yaitu

propionat membutuhkan H2, sedangkan dalam pembentukan asetat dan butirat

menghasilkan H2. Hal ini menandakan bahwa pembentukan asetat dan butirat

memicu terbentuknya H2 sehingga akan dimanfaatkan oleh bakteri metanogen

untuk diubah menjadi CH4. Sedangkan produksi propionat yang tinggi

membutuhkan H2 sehingga terbentuknya CH4 akan menurun. Proses metabolisme

hidrogen dan metanogenesis dapat dilihat pada Gambar 20.

Page 71: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

57

Gambar 20. Metabolisme hidrogen dan metanogenesis dari fermentasi karbohidrat

(McDonald et al., 2002)

Rasio asetat/propionat (A/P) yang dihasilkan kontrol memiliki nilai yang

rendah dibandingkan perlakuan A dan B (Tabel 7), sehingga gas CH4 yang

dihasilkan juga rendah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rasmussen dan

Harrison (2011), bahwa rasio A/P mempengaruhi gas CH4 yang terakumulasi.

Rasio A/P yang tinggi akan menghasilkan CH4 tinggi. Namun, untuk perlakuan A

dan B tidak sesuai dengan pernyataan tersebut. Perlakuan A memiliki rasio A/P

lebih tinggi, namun gas CH4 yang dihasilkan justru lebih rendah, sedangkan

perlakuan B memiliki rasio A/P yang lebih rendah dibandingkan perlakuan A,

tetapi gas CH4 yang dihasilkan lebih tinggi. Hal tersebut, dapat dikaitkan dengan

kandungan asam lemak tak jenuh ganda pada perlakuan A (Tabel 6) yang

mengalami biohidrogenasi dengan kelebihan hidrogen dari hasil fermentasi

karbohidrat. Proses biohidrogenasi tersebut dilakukan agar tidak terjadi akumulasi

pembentukan gas CH4 akibat dari reaksi antara gas CO2 dan gas H2 yang

dihasilkan dari kelebihan pada proses pembentukan VFA.

Karbohidrat, serat,

pati

Piruvat Oksaloasetat

Malat

Fumarat

Suksinat Propionat

Akrilat

Asetil KoA

Asetat Butirat

Membutuhkan H2 Menghasilkan H2

H2

H2

H2

H2

H2 H2

CH4

Page 72: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

58

Hubungan antara produksi gas CH4 dengan VFA parsial memberikan

pengaruh yang berbanding lurus pada kontrol, yang mana rendahnya produksi gas

CH4 dihasilkan karena konsentrasi VFA parsial pada kontrol juga rendah. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Rasmussen dan Harrison (2011), bahwa rasio

VFA parsial (Asam asetat dan propionat) mempengaruhi gas CH4 yang

terakumulasi. Jika rasio Asam asetat dan propionat rendah maka akan dihasilkan

gas CH4 yang rendah pula, begitupun sebaliknya. Sedangkan perlakuan A dan B

menunjukkan pengaruh yang berbanding terbalik antara produksi gas CH4 dengan

VFA parsial. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan peningkatan populasi protozoa

yang menyebabkan terjadinyan peningkatan gas CH4. Jouany (1991), menyatakan

bahwa terdapat hubungan langsung antara populasi protozoa dan produksi gas CH4

dalam sistem pencernaan rumen. Semakin tinggi populasi protozoa maka gas CH4

yang dihasilkan semakin banyak.

Page 73: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

59

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Suplementasi ekstrak heksana dan butanol ampas serai wangi menghasilkan

kualitas cairan rumen yang masih berada pada kisaran normal untuk proses

fermentasi pakan tetapi tidak disertai dengan penurunan gas CH4. Masing-masing

parameter yang dihasilkan yaitu nilai pH 7,18 dan 7,06; NH3 40,98 dan 38,26

mMol, DBO 52,08 dan 50,87 %DNDF 65,87 dan 55,07 %, produksi gas total

29,54 dan 32,93 %, asam lemak tak jenuh ganda dihasilkan asam linoleat, gas

CH4 mengalami peningkatan sebesar 60,32 dan 102,90 % dari kontrol.

5.2 Saran

Penelitian mengenai pengaruh ekstrak ampas serai wangi terhadap

penurunan produksi gas CH4 perlu dilakukan pengujian kembali dengan

melakukan variasi dosis ekstrak dan waktu inkubasi agar diperoleh dosis dan

waktu optimum dalam upaya penurunan gas CH4 pada masing-masing perlakuan

ekstrak.

59

Page 74: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

60

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, Askar S. 2000. Studi Banding Analisis VFA Total dengan Metode

Destilasi dan Kromatografi Gas. Bogor (ID): Temu Teknis Fungsional

Non Peneliti Balai Penelitian Ternak. 153−157.

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka

Utama.

Alwi M, Suryapratama W, Suhartati FM. 2013. Fermentasi Ampas Tebu

(Bagasse) Menggunakan Phanerochaete chrysosporium Sebagai Upaya

Meningkatkan Produk Fermentasi Rumen Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah

Peternakan. 1(2): 479−487.

AOAC. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical

Chemists. Maryland

Astuti WD, Ridwan R, Tappa B. 2007. Penggunaan Probiotik dan Kromium

Organik Terhadap Kondisi Lingkungan Rumen In Vitro. JITV. 12(4):

262−267.

Aurora SP. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta (ID):

UGM Press.

Badan Litbang Pertanian. 2011. [diakses tanggal 30 Desember 2016]. Tersedia

pada http://www.litbang.pertanian.go.id.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2012. Buku I :

Landasan Ilmiah Pedoman Teknis Perhitungan Baseline Emisi dan

Serapan Gas Rumah Kaca Sektor Berbasis Lahan. Jakarta (ID):

BAPPENAS

Beauchemin KA, Kreuzer MF, O‘Mara, McAlister TA. 2008. Nutritional

Management for Enteric Methane Abatement: A Review. Australian

Journal Exp Agric. 48(1):2127.

Buccioni A, Decandia M, Minieri S, Molle G, Cabiddu A. 2012. Lipid

Metabolism in the Rumen: New Insights on Lipolysis and

Biohydrogenation with an Emphasis on the Role of Endogenous Plant

Factors. Animal Feed Science and Technology. 174(1):1–25.

Bunthoen PEN. 2007. Studies on Manipulation of Ruminal Fermentation and

Methanogenesis by Natural Products [Dissertation]. Iwate (JP): Iwate

University.

Cavinanto C. 2011. Anaerobic Digestion Fundaentals I. Venezia (IT): Universita

Ca Foscari Venezia.

Page 75: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

61

Cunningham M, Latour MA, Acker D. 2005. Animal Science and Industry 7th Ed.

New Jersey (US): Pearson Prantice Hall, Upper Saddle River.

Collier WB, Rachman, Supardi, Rahmadi BA, Jurendar AM. 1984. Cropping

System and Marginal Land Development in the Coastal Wetland of

Indonesia. Manila (PH): Workshop on Research Priorities in Tidal Swamp

Rice.

CSIRO. 1998. Crude Fat Determination Soxhlet Method. [diakses tanggal 31

November 2016]. Tersedia pada http://www.meatupdate.csiro.au.

Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak). 2007. Statistik Peternakan 2007.

Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan.

Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak). 2012. Statistik Peternakan dan

Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan.

General Laboratory Procedure. 1966. Department of Dairy Sciences. Madison

(US): University of Wisconsin.

Ganjewala. 2009. Cymbopogon Essential Oils: Chemical Compositions and

Bioactivities. International journal of essential oil therapeutics. 3(1):56−65.

Gustiar F, Suwignyo RA, Suheryanto, Munandar. 2014. Reduksi Gas Metana

(CH4) dengan Meningkatan Komposisi Konsentrat dalam Pakan Ternak

Sapi. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 3(1): 14−24.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Bandung (ID): ITB.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta

(ID): Gramedia.

Hart S. 2008. The Ruminant Digestion System. [diakses tanggal 15 Januari 2016].

Tersedia pada http://articles.extension.org/pages/19363/goat-nutrition-gi-

tract.

Haryanto B, Thalib A. 2009. Emisi Metana dari Fermentasi Enterik :

Kontribusinya Secara Nasional dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

pada Ternak. Wartazoa. 19(4): 157—165.

Idawanni. 2016. http://nad.litbang.pertanian.go.id/serai-wangi-tanaman-penghasil-

atsiri-yang-potensial. [diakses tanggal 2 Desember 2016].

Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Depok (ID): Kasinus.

Page 76: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

62

Imanda S, Yunus E, Sihono, Sugoro I. 2006. Evaluasi In Vitro Silase Sinambung

Sorgum Varietas Samurai 2 yang Mengandung Probiotic BIOS K2 dalam

Cairan Rumen Kerbau. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.

12(1):1−6

Indriani N, Sutardi TR, Suparwi. 2013. Fermentasi Limbah Soun dengan

Menggunakan Aspergillus niger Ditinjau dari Kadar Volatile Fatty Acids

(VFA) Total dan Amonia (NH3) secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan.

31(3): 804−812.

Jafari S, Meng GY, Rajion MA, Jahromi MF, Ebrahimi M. 2016. Manipulation of

Rumen Microbial Fermentation by Polyphenol Rich Solvent Fractions

from Papaya Leaf to Reduce Green-House Gas Methane and

Biohydrogenation of C18 PUFA. Journal of Agricultural and Food

Chemistry. 40(15): 1−8

Janusz Czarniecki. 1998. GC/MS Analysis for Unsaturated Fat Content in Animal

Feed. GCMS 48. Switzerland: Varian Nafag Company.

Jayanegara A, Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2010. Reduction in Methane

Emissions from Ruminants by Plant Secondary Metabolites: Effects of

Polyphenols and Saponins. Rome : Food and Agriculture Organization of

the United Nations. 151–157.

Jayanegara A, Kreuzer M, Wina E, Leiber F. 2011. Significance of Phenolic

Compounds in Tropical Forages for the Ruminal bypass of

Polyunsaturated Fatty Acids and the Appearance of Biohydrogenation

Intermediates as Examined In Vitro. Animal Production Science. 51(1):

1127–1136.

Jayanegara A, Sofyan A. 2008. Penentuan Aktivitas Biologis Tanin Beberapa

Hijauan Secara In Vitro Menggunakan ‗Hoheinheim Gas Test‘ dengan

Polietilen Glikol Sebagai Determinan. Media Peternakan. 31(1): 44—52.

Jayanegara A, Tjakradidjaja AS, Sutardi T. 2006. Fermentabilitas dan Kecernaan

In Vitro Ransum Limbah Agroindustri yang Disuplementasi Kromium

Anorganik dan Organik. Media Peternakan. 29(2): 54−62.

Jayanegara A, Togtokhbayar N, Makkar HPS, Becker K. 2009. Tannins

Determined by Various Methods as Predictors of Methane Production

Reduction Potential of Plants by an In Vitro Rumen Fermentation System.

Journal Animal Feed Science and Technology. 150(1): 230−237.

Jenkins RJ, Wallace PJ, Moate, EE Mosley. 2008. Board-Invited Review: Recent

Advances in Biohydrogenation of Unsaturated Fatty Acids within the

Rumen Microbial Ecosystem. J. Anim Sci. 86:397-412.

Page 77: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

63

Jouany JP. 1991. Defaunation of the Rumen. Di dalam: Jouany JP, editor. Rumen

Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. Paris: INRA.

Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta (ID):

UI Press.

Knapp JR, Laur PA, Vadas PA, Weiss PA, Tricarico JM. 2014. Enteric Methane

in Dairy Cattle Production: Quantifying the Opportunities and Impact of

Reducing. Journal Dairy Science. 97(1):3231–3261.

Krehbiel CR, Rust SR, Zhang G, Gilliland SE. 2003. Bacterial Diect-Fed

Microbials in Ruminant Diets: Performance Response and Mode of Action.

Journal Animal Science. 81(1):120−132.

Krishnamoorthy, U. 2001. RCA Training Workshop on In Vitro Techniques for

Feed Evaluation. The International Atomic Energy Agency. Jakarta(ID):

1−17.

Kurniawati A. 2007. Teknik Produksi Gas In Vitro untuk Evaluasi Pakan Ternak :

Volume Produksi Gas dan Kecernaan Pakan. Jurnal Ilmiah Isotop dan

Radiasi. 3(1): 40−49.

Kurniawati A. 2004. Pertumbuhan Mikroba Rumen dan Efisiensi Pemanfaatan

Nitrogen pada Silase Red Clover (Trifolium pratense cv. Sabatron).

Jakarta (ID): Risalah Seminar Ilmiah Penelitian dan Pengembangan

Aplikasi Isotop dan Radiasi. 1−5.

Leung AY, Foster S. 1996. Encyclopedia of Common Natural Ingredients Used in

Food, Drugs and Cosmetic. Ed ke-2. New York (US): John Wiley & Sons

Mane AV, Karadge BA, Samant JSJ. 2010. Salinity Induced Changes in

Photosynthetic Pigments and Polyphenols of Cymbopogon Nardus (L.)

Rendle. Journal Chem Pharm. 2(3):338−347.

Margarida RG, Chaudary LC, Figueres L, Wallace RJ. 2007. Metabolism of

Polyunsaturated Fatty Acids and Their Toxicity to The Microflora of The

Rumen. Antonie van Leeuwenhoek. 91:303-314

Masruroh S, CH Prayitno, Suwarno. 2013. Populasi Protozoa dan Produksi Gas

Total dari Rumen Kambing Perah yang Pakannya Disuplementasi Ekstrak

Herbal secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(2): 420−429.

Martin OV, Shialis T, Lester JN, Scrimshaw MD, Boobis AR, Voulvoulis N.

2008. Testicular Dysgenesis Syndrome and the Estrogen Hypothesis: a

Quantitative Meta-Analysis. Environ Health Perspect. 116(1):149–157.

Mathius IW, D Sitompul, BP Manurung, Azmi. 2004. Produk Samping Tanaman

dan Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong:

Page 78: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

64

Suatu tinjauan. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa

Sawit–Sapi. Badan Litbang Pertanian, Pemerintahan provinsi Bengkulu

dan PT. Agricinal, Jakarta: 120−128.

McDonald P, Edward RA, Greenhalhg JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition

6th

Edition. New York (US): John Willey and Sons inc.

Menke KH, Raab L, Salewski A, Steingass H, Fritz D, Schneider W. 1979. The

Estimation of the Digestibility and Metabolizable Energy Content Of

Ruminant Feeding Stuffs From the Gas Production When They Are

Incubated with Rumen Liquor In Vitro. Journal of Agricultur Science. 93

(1): 217−222.

Morgavi DP, Forano E, Martin C, Newbold CJ. 2010. Microbial Interactions with

Tannins: Nutritional Consequences for Ruminants. Anim. Feed Sci.

Technol. (91): 83−93

Moss AR, Jouany JP, Newbold J. 2000. Methane Production by Ruminants: Its

Contribution to Global Warming. Ann Zootech. 49(3): 231−253.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.

Jurnal kesehatan. 7(2): 1−5

Nam IS, Garnsworthy PC. 2006. Biohydrogenation of Linoleic Acids by Rumen

Fungi Compared with Rumen Bacteria. Journal of Applied Microbiology.

103(2007):551–556.

Nolan JV, Leng RA, Dobos RC, Boston RC. 2014. The production of Acetate,

Propionate And Butyrate in the Rumen of Sheep: Fitting Models to 14

C−13

C

Labelled Tracer Data to Determiner Synthesis Rate and Interconversations.

Animal Production Science. 54(11/12): 2082−2088.

Orskov ER, Ryle M. 1990. Energy Nutrition in Ruminant. London (UK):

Elseivier.

Pamungkas D, Anggraeni YN, Kusmartono, Krishna NH. 2008. Bogor (ID):

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 197−204.

Pino O, Sánchez Y, Rojas MM. 2013. Plant Secondary Metabolites as an

Alternative in Pest Management. I: Background, Research Approaches and

Trends. Rev Protección veg. 28(2): 81−94.

Plummer DT. 1971. An Introductional of Biochemistry. New York (US):

McGraw-Hill Publishing company.

Prabowo A. 2010. Budidaya Ternak Kambing. Palembang (ID): BPTP Sumatra

Selatan.

Page 79: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

65

Preston TR, Leng RA. 1987. Matching Ruminant Production Sistems with

Available Resources in the Tropic and Sub-Tropic. Stanthorpe (AU):

International colour production.

Rahman MM., Salleh MAM, Sultana N. Kim MJ, Ra CS. 2013. Estimation of

Total Volatile Fatty Acids (VFA) from Total Organic Carbons (TOCs)

Assessment Through In Vitro Fermentation of Livestock Feeds. African

Journal of Microbiology Research. 7(15):1378−1384.

Sari AF. 2017. Degradasi Pakan dan Karakteristik Fermentasi Residu Serai

Wangi (Cymbopogon nardus L.) oleh Mikroorganisme Cairan Rumen

Kerbau Secara In Sacco dan In Vitro. [Tesis]. Depok (ID): Universitas

Indonesia

Selly. 1994. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Berkualitas Rendah dengan

Amoniasi dan Inokulasi Digesta Rumen. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Simaremare EV. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea

decuma Roxb). Pharmacy. 11(1):98−107.

Sretenovic LJ, Petrovic MP, Aleksic S, Pantelic V, Katic V, Bogdanovic V,

Beskorovajni R. 2008. Influence of Yeast, Probiotics and Enzymes in

Rations on Dairy Cows Performances During Transition. Biotechnology in

Animal Husbandry. 24(5):33−43.

Sofyan. 2016. Analisis Emisi Metana dari Rumen Ternak Ruminansia Secara In

Vitro Menggunakan Metode Stoikiometri Kimia. [Tesis]. Bogor (ID):

Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Sugoro I. 2010. Pemanfaatan Probiotik Khamir untuk Peningkatan Produksi

Teknik Ruminansia. Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi Ilmiah Jabatan

Peneliti. 1(1): 253−314.

Sukamto M, Djazuli, Suheryadi. 2011. Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Sebagai Penghasil Minyak Atsiri, Tanaman Konservasi dan Pakan Ternak.

Jakarta (ID): Prosiding Seminar Nasional Inovasi Perkebunan. 175−180.

Suprapto H, Suhartati FM, Widiyastuti T. 2013. Kecernaan Serat Kasar dan

Lemak Kasar Completed Feed Limbah Rami dengan Sumber Protein

Berbeda pada Kambing Peranakan Etawa Lepas Sapih. Jurnal Ilmiah

Peternakan. 1(3): 938− 946.

Suryani NN, Budiasa IKM, Astawa IPA. 2014. Fermentasi Rumen dan Sintesis

Protein Mikroba Kambing Peranakan Etawa yang Diberi Pakan dengan

Komposisi Hijauan Beragam dan Level Konsentrat Berbeda. Majalah

Ilmiah Peternakan. 17(2): 56−60.

Page 80: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

66

Thalib A. 2004. Uji Efektivitas Saponin Buah Sapindus Rarak sebagai Inhibitor

Metanogenesis secara In Vitro pada Sistem Pencernaan Rumen. JITV. 9

(3): 164- 171.

Thalib A, Hamid H, Suherman D. 2000. Pembuatan Silase Jerami Padi dengan

Penambahan Cairan Rumen. Semarang (ID) : Fakultas Peternakan UNDIP

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Ledbosoekojo S.

1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): UGM Press.

Van SPJ. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant 2nd

Edition. London (UK):

Comstock Publishing Associates a Division of Cornell University Press.

Vlaming JB. 2008. Quantifying Variation in Estimated Methane Emission from

Ruminants Using the SF6 Tracer Fechnique [Tesis]. New Zealand (AU):

Massey University.

Wahyono T. 2015. Evaluasi Fermentabilitas Ransum Kerbau yang Mengandung

Sorgum dengan Pendekatan In Sacco, In Vitro dan Rusitec [Tesis]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Wati NE, J Achmadi, E Pangestu. 2012. Degradasi Nutrien Bahan Pakan Limbah

Pertanian dalam Rumen Kambing secara In Sacco. Animal Agriculture

Journal. 1(1): 485−498.

Widiawati Y, Winugroho M, Teleni E. 2007. Perbandingan Rumput Gajah dan

Tanaman Leguminosa di dalam Rumen. Bogor (ID): Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. 374−379.

Widyobroto BP, Budhi SPS, Agus A. 2007. Pengaruh Undegraded Protein dan

Energy Terhadap Kinetik Fermentasi Rumen dan Sintesis Protein Mikroba

Pada Sapi. Journal Indonesia Tropical Animal Agriculture. 32(1): 194−200.

Wilson JR, Kennedy PM. 1996. Plant and Animal Constraints to Voluntary Feed

Intake Associated with Fibre Characteristics and Particle Breakdown and

Passage in Ruminants. Australian Journal of Agricultural Research. 47(2):

199−225.

Wolin MJ, Miller TL. 1988. Microbe-Microbe Interactions. in: the Rumen

Microbial Ecosystem. London (UK): Elsevier Applied Science.

Yulistiani D, Setiadi B, Subandriyo. 1997. Jenis dan Komposisi Kimia Hijauan

Pakan Ternak Domba di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Semarang.

Bogor (ID): Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner

Page 81: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

67

LAMPIRAN

Page 82: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

68

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Residu serai wangi

dipotong

Di oven suhu 60oC

selama 48 jam

Ekstraksi dengan

metanol dan

fraksinasi

Fraksi ekstrak

heksana

Fraksi ekstrak

butanol

Analisis in Vitro

Hohenheim Gas

Test

Diambil cairan rumen pada jam ke-

0 sebelum inkubasi dan jam ke-24

setelah inkubasi

Parameter uji cairan rumen :

1. Derajat Keasaman (pH)

2. Volatile Fatty Acids (VFA)

3. Amonia (NH3)

4. Degradasi Bahan Organik (DBO)

5. Degradasi Neutral Detergen Fiber (DNDF)

6. Populasi Mikroorganisme Cairan Rumen

7. Produksi Gat Total dan Gas CH4

8. Kandungan Asam Lemak

Pakan dihaluskan

dan diuji proksimat

Parameter proksimat

1. % Bobot organik

2. % Bobot kering

3. % Serat kasar

4. % Lemak kasar

5. % Protein kasar

Analisis data

Page 83: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

69

Lampiran 2. Kondisi pengaturan RT-PCR

Target (°C) Waktu (detik) Ramp Rate

(°C/detik)

Pre-Incubation

95 180 4

Amplification 45 siklus

95 3 5

60 20 4

72 20 4

Melting

Initial

60 20 4

Final

95 20 0,05

Lampiran 3. Kondisi Instrumen GCMS

Parameter Kondisi

Ionisation electron impact

Electron energy 70 Ev

HP innowax

Capilarry Coloumn

Length (m) 30 x 0,25 (mm) LD x 0,25 mikrometer film thickness

Oven temperature At 40'C hold for 0,5 minute rising at 8'C min to 195'C hold for 0 minute

and finally rising 1'C/min to 225'C hold for 22 minute

Injection

temperature

260 'C

Ion source 230'C

Interface

Temperature

280'C

Quadrapole

temperature

140'C

Carrier gas Helium

Coloum mode Contans

Flow column 1.8614 ml /minute

Injection volume 1 µL

Split 250:1

Page 84: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

70

Lampiran 4. Hasil Kromatogram GCMS

Page 85: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

71

Lampiran 5. Contoh Perhitungan

A. Analisis proksimat

Ulangan %BK %Abu %BO %PK %LK %NDF

1 94,72 14,14 85,86 8,35 4,29 60,59

2 95,84 17,57 82,43 8,18 4,81 63,62

3 94,75 8,42 91,58 9,11 3,79 61,35

Rata-rata 94,77 13,38 86,62 8,55 4,29 61,85

Contoh Perhitungan Bahan Kering (BK) :

% BK Ulangan 1 =

x 100% % Abu Ulangan 1 = 100 − BO

=

x 100% = 100 – 85,86

= 94,72% = 14,14%

% BO Ulangan 1 = 100 – (

x 100 )

= 100 – (

x 100 )

= 85,86%

Protein Kasar (PK) :

% PK Ulangan 1 =

x 100%

=

x 100%

= 8,35%

Page 86: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

72

Lemak Kasar (LK) :

% LK Ulangan 1 = 100 – (

x 100)

= 100 – (

x 100)

= 4,29%

Neutral Detergen Fiber (NDF) :

% NDF Ulangan 1 =

x 100%

=

x 100%

= 60,59%

B. Nilai derajat keasaman (pH)

Jam Perlakuan Ulangan

Rata-rata 1 2

0

Kontrol 7,25 7,26 7,26

A 7,23 7,15 7,19

B 7,21 7,22 7,22

24

Kontrol 7,22 7,21 7,22

A 7,20 7,16 7,18

B 7,02 7,1 7,06

Contoh Perhitungan :

Rata-rata pH =

=

= 7,26

C. Konsentrasi NH3

Jam Perlakuan Absorbansi [NH3] (mg/100 ml)

Rata-rata U1 U2 U1 U2

0

Kontrol 0,427 0,539 20,88 26,36 23,62

A 0,422 0,438 20,64 21,42 21,03

B 0,124 0,139 6,06 6,80 6,41

24

Kontrol 0,518 0,78 25,33 38,14 31,74

A 0,811 0,865 39,66 42,30 40,98

B 0,63 0,935 30,81 45,72 38,26

Contoh Perhitungan :

Rata-rata NH3 =

=

= 23,62

Page 87: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

73

D. Konsentrasi DBO

Parameter Perlakuan

Kontrol A B

DBO (%) 37,28 52,08 58,20

43,78 52,08 43,54

Rerata 40,53 52,08 50,87

Contoh Perhitungan :

% DBO = 100 – (

x 100)

= 100 – (

x 100)

= 37,28

E. DNDF

Parameter Perlakuan

Kontrol A B

DNDF (%) 78,64 72,58 50,86

80,55 59,16 59,28

Rerata 79,60 65,87 55,07

Contoh Perhitungan :

% DNDF = 100 – (

x 100)

= 100 – (

x 100)

= 78,64

F. RT-PCR

Sampel Jam ke- Total

Bakteri

Total

Metanogen

Total

Butyrivibrio

Total

Protozoa

Kontrol 0 35500000 1780000 18000000 716000

(sel/ml) 24 95000000 3390000 50800000 76700

A 0 35500000 1780000 18000000 716000

(sel/ml) 24 4030000 2680000 13700000 481000

B 0 35500000 1780000 18000000 716000

(sel/ml) 24 8370000 2070000 8360000 778000

Page 88: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

74

G. Produksi Gas Total

Parameter Perlakuan

Kontrol A B

Gas Total

(ml/200

mg)

26,84 27,94 37,74

23,55 30,34 32,59

24,18 32,33 34,83

29,64 30,08 33,59

25,41 30,50 34,14

19,44 26,07 24,69

Rerata 24,84 29,54 32,93

Contoh Perhitungan :

Rata-rata =

=

= 24,84

F. Konsentrasi CH4

Parameter Perlakuan

Kontrol A B

CH4 (ml) 2,37 2,93 6,38

2,41 3,19 5,48

Rata-rata 2,39 3,55 5,93

Contoh Perhitungan :

Rata-rata =

=

= 2,39

Lampiran 6. Analisis data pengujian in vitro dengan uji ANOVA

A. Uji ANOVA

Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig.

pH

Between

Groups

0,026 2 0,013 9,79 0,048

Within

Groups

0,004 3 0,001

Total 0,03 5

NH3 Between

Groups

90,321 2 45,161 0,689 0,567

Page 89: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

75

Within

Groups

196,687 3 65,562

Total 287,008 5

DBO

Between

Groups

161,188 2 80,594 1,88 0,296

Within

Groups

128,583 3 42,861

Total 289,771 5

DNDF

Between

Groups

604,328 2 302,164 7,12 0,073

Within

Groups

127,32 3 42,44

Total 731,648 5

CH4

Between

Groups

14,145 2 7,072 48,265 0,005

Within

Groups

0,44 3 0,147

Total 14,585 5

Gas

total

Between

Groups

197,907 2 98,954 8,268 0,004

Within

Groups

179,522 15 11,968

Total 377,429 17

pH

Duncana

Ulangan N Subset for alpha = 0.05

1 2

B 2 7,0600

A 2 7,1800

Kontrol 2 7,2150

Sig. 1,000 ,411

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Page 90: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

76

NH3

Duncana

Ulangan N Subset for alpha = 0.05

1

Kontrol 2 31,7350

B 2 38,2650

A 2 40,9800

Sig. ,334

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

2,000.

DBO

Duncana

Ulangan N Subset for alpha = 0.05

1

Kontrol 2 40,5300

B 2 50,8700

A 2 52,0800

Sig. ,175

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

2,000.

DNDF

Duncana

Ulangan N Subset for alpha = 0.05

1 2

B 2 55,0700

A 2 65,8700 65,8700

Kontrol 2 79,5950

Sig. ,196 ,126

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

2,000.

Page 91: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

77

CH4 Duncan

a

Ulangan N Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 2 2,3900

A 2 3,0600

B 2 5,9300

Sig. ,178 1,000

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

2,000.

Lampiran 7. Dokumentasi Cara Kerja Penelitian

Sampel ampas serai wangi Proses ekstraksi ampas serai wangi

Pengambilan cairan rumen Pemerasan cairan rumen

Page 92: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat

78

Analisis in vitro gas test Analisis RT-PCR

Pengukuran produksi gas total Pengukuran konsentrasi gas CH4

Page 93: KUALITAS IN VITRO CAIRAN RUMEN KAMBING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47602...Kambing merupakan hewan ruminansia kecil yang setiap tahun populasinya meningkat