OPTIMASI MEDIA PRODUKSI Lactobacillus plantarum...
Transcript of OPTIMASI MEDIA PRODUKSI Lactobacillus plantarum...
OPTIMASI MEDIA PRODUKSI Lactobacillus plantarum TSD-10
DENGAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
SEBAGAI PROBIOTIK SAPI
AGUSTINA TRI PUSPITA SARI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Media
Produksi Lactobacillus plantarum TSD-10 dengan Response Surface
Methodology (RSM) Sebagai Probiotik Sapi adalah benar karya saya sebagai
bagian dari kegiatan penelitian di Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2016
Agustina Tri Puspita Sari
NIM G84120023
ABSTRAK
AGUSTINA TRI PUSPITA SARI. Optimasi Media Produksi Lactobacillus
plantarum TSD-10 dengan Response Surface Methodology (RSM) Sebagai
Probiotik Sapi. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan RONI RIDWAN.
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu mikroorganisme yang
sudah umum digunakan sebagai probiotik. Bakteri ini membutuhkan media
kompleks untuk tumbuh seperti medium MRS (de Man Rogosa and Sharpe).
Media produksi menggunakan MRS biayanya sangat tinggi, diperlukan media
alternatif yang efisien dan optimum untuk pertumbuhan probiotik. Tujuan
penelitian ini untuk mendapatkan media optimum untuk produksi probiotik
Lactobacillus plantarum TSD-10 menggunakan metode Response Surface
Methodology (RSM), mengukur viabilitas probiotik, dan menguji aktivitas
penghambatan probiotik terhadap Eschericia coli dan Staphylococcus aureus.
Kondisi optimum media produksi L. plantarum dengan jumlah sel sebesar 10.56
109
CFU/mL (CFU = colony forming unit) adalah konsentrasi glukosa 1.48%
(w/v), molase 3.72% (v/v), mineral mix 0.34% (w/v), dan protein mix 7.69%
(v/v). Viabilitas probiotik pada suhu ruang sangat rendah hanya mampu disimpan
selama 2 minggu. Penyimpanan pada refrigerator dapat mempertahankan
viabilitas probiotik selama 6 minggu. Aktivitas penghambatan probiotik terhadap
E. coli lebih besar dibanding aktivitas penghambatannya terhadap S. aureus.
Kata kunci: antibakteri, Lactobacillus plantarum TSD-10, media produksi, RSM,
viabilitas,
ABSTRACT
AGUSTINA TRI PUSPITA SARI. Optimization of Lactobacillus plantarum
TSD-10 Production Medium using Response Surface Methodology (RSM) as
Probiotic Cows. Supervised by MARIA BINTANG and RONI RIDWAN.
Lactic acid bacteria (LAB) is microorganism that are commonly used as
probiotics. These bacteria require complex media to grow, such as MRS (de Man
Rogosa and Sharpe) medium. MRS as medium production takes highly cost,
alternative media are efficient and optimum required for the growth of probiotics.
The objective of this research was to get medium production for probiotic of
Lactobacillus plantarum TSD-10 using Response Surface Methodology (RSM),
measuring the viability of probiotic, and examine inhibitory activity of probiotics
against Eschericia coli and Staphylococcus aureus. The optimum conditions of
production L. plantarum were used concentration 1.48% (w/v) glucose, 3.72%
(v/v) molasses, 0.34% (w/v) mineral mix, and 7.69% (v/v) protein mix, with
number of cell was 10.56 109
CFU/mL (CFU = colony forming unit). Probiotic
that storage at room temperature is able to preserve viability for 2 weeks. Storage
in the refrigerator can maintain viability of probiotic for 6 weeks. Inhibitory
activity of probiotic against E. coli greater than S. aureus.
Keywords: antibacterial, Lactobacillus plantarum TSD-10, medium production,
RSM, viability
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
OPTIMASI MEDIA PRODUKSI Lactobacillus plantarum TSD-10
DENGAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
SEBAGAI PROBIOTIK SAPI
AGUSTINA TRI PUSPITA SARI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul
“Optimasi Media Produksi Lactobacillus plantarum TSD-10 dengan Response
Surface Methodology (RSM) Sebagai Probiotik Sapi” sebagai salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Sains Biokimia.
Penulis berterima kasih atas segala bimbingan Prof Dr drh Maria Bintang, MSi
selaku dosen pembimbing I. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Roni
Ridwan, MSi selaku pembimbing II untuk segala bimbingan, dan kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian ini, serta kepada
Puslit Bioteknologi LIPI yang telah mendanai penelitian ini. Penulis mengucapkan
terima kasih atas bimbingan dan arahan Rohmatussolihat, SSi, MSi, serta semua
staf dan teknisi laboratorium mikrobiologi terapan yang telah membantu selama
proses penelitian. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Jerri H.
Manalu, A.A. Win Ariga B., Eka S., Lilis Riyanti, Mas Joni, dan Mbak Mira dan
teman-teman Biokimia angkatan 49 yang telah memberikan dukungan serta
membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Agustina Tri Puspita Sari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode Penelitian 2
HASIL 5
Optimasi Media Produksi L. Plantarum TSD-10 5
Viabilitas Probiotik Selama Masa Penyimpanan 7
Aktivitas Antibakteri Probiotik 8
PEMBAHASAN 9
Optimasi Media Produksi L. Plantarum TSD-10 9
Viabilitas Probiotik Selama Masa Penyimpanan 11
Aktivitas Antibakteri Probiotik 12
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 22
DAFTAR TABEL
1 Kombinasi empat variabel dan lima tingkat kombinasi percobaan dengan
Central Composite Design (CCD) 4 2 Data hasil analisa respon pada optimasi media produksi menggunakan
central composite design (CCD) 5 3 ANOVA untuk model response surface kuadratik media produksi L.
plantarum TSD-10 6 4 Nilai diameter zona hambat probiotik terhadap bakteri uji 8
DAFTAR GAMBAR
1 Response surface plots (a) bentuk tiga dimensi dan (b) bentuk contour
yang menggambarkan pengaruh konsentrasi protein mix dan molase
terhadap jumlah sel L. plantarum 7 2 Response surface plots (a) bentuk tiga dimensi dan (b) bentuk contour
yang menggambarkan pengaruh konsentrasi protein mix dan glukosa
terhadap jumlah sel L. plantarum 7 3 Perubahan jumlah bakteri selama 8 minggu penyimpanan 8 4 Mekanisme plantarisin merusak dinding sel bakteri dengan model barrel-
slave (Jorgenrud 2009) 13 5 Mekanisme plantarisin merusak dinding sel bakteri dengan model carpet
(Jorgenrud 2009) 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian 18 2 Koefisien regresi dan signifikansi dari model Response Surface Quadratic 18
3 Data uji viabilitas probiotik selama 8 minggu 19 4 Analisis statistik viabilitas probiotik selama penyimpanan 19 5 Kurva standar diameter zona hambat tetracycline HCl 20
PENDAHULUAN
Peningkatan produktivitas sapi merupakan salah satu upaya yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional dan menurunkan angka impor.
Produktivitas sapi dapat ditingkatkan dengan menjaga kesehatan ternak dan
menghindari infeksi saluran pencernaan. Probiotik merupakan salah satu bahan
aditif hidup yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas ternak (Astuti et
al. 2007). Peningkatan produktivitas sapi dapat dilihat dari beberapa parameter,
diantaranya pertambahan bobot badan (PBB) sapi dan kecernaan pakan di dalam
rumen. Ngadiyono et al. (2001) menyatakan bahwa pemberiaan probiotik pada
sapi Madura dapat meningkatkan PBB harian sebesar 0.61 kg. Pemberian
probiotik pada sapi Bali juga meningkatkan PBB sebesar 0.55 kg (Ella et al. 2004
dalam Riswandi et al. 2015). Penelitian Ngadiyono dan Baliarti (2001)
menunjukkan bahwa pemberian probiotik meningkatkan PBB pada sapi Bali
sebesar 0.98 kg.
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu mikroorganisme yang
sering ditambahkan ke dalam pakan atau diberikan secara langsung sebagai
probiotik bagi ternak. Salah satu spesies BAL yang digunakan dalam produksi
probiotik adalah Lactobacillus plantarum. Bakteri L. plantarum merupakan jenis
bakteri anaerob fakultatif yang dapat hidup pada berbagai habitat di alam, seperti
pada tanaman maupun saluran pencernaan. Bakteri ini dapat mengendalikan
pertumbuhan mikrob patogen dengan memproduksi asam organik, hidrogen
peroksida, diasetil dan bakteriosin (Januarsyah 2007).
Biaya media produksi merupakan hal yang penting dalam produksi skala
besar probiotik sapi. Komponen biaya utama dalam produksi probiotik adalah
harga media pertumbuhan BAL. Bakteri asam laktat tumbuh dengan baik pada
medium yang kaya akan nutrisi. Media MRS (de Man Rogosa and Sharpe)
merupakan media yang umum digunakan untuk menumbuhkan BAL. Penggunaan
media MRS untuk produksi skala besar akan mengakibatkan tingginya biaya
produksi sehingga kurang efisien dan sulit dijagkau oleh peternak. Hal ini yang
menyebabkan perlunya dilakukan pengembangan media alternatif yang dapat
menurunkan biaya produksi tersebut.
Ketahanan hidup (viabilitas) bakteri probiotik juga menjadi hal yang perlu
diperhatikan dalam produksi probiotik. Viabilitas probiotik penting untuk
mengetahui umur simpan probiotik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri mungkin tidak dapat mempertahankan jumlah yang cukup jika berada dalam
berbagai kondisi penyimpanan (Candramouli et al. 2004; Sultana et al.2000). Probiotik harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga jumlah populasi
bakteri di dalamnya dapat tetap terjaga. Dengan demikian diharapkan dapat
ditentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk probiotik sehingga dapat
mempertahankan jumlah populasi bakteri di dalamnya. Uji aktivitas antibakteri
perlu dilakukan untuk melihat efektivitas produk probiotik dalam menghambat
bakteri pathogen, seperti Eschericia coli dan Staphylococcus aureus.
Optimasi pada penelitian ini menggunakan metode RSM dengan rancangan
Central Composite Design (CCD). Response Surface Methodology (RSM)
merupakan teknik statistik dan matematik yang digunakan untuk pengembangan,
perbaikan, dan optimasi proses produksi dengan cara memperkirakan hubungan
2
antara variabel bebas dengan hasil (respon) yang diamati sehingga mendapatkan
informasi optimum variabel-variabel bebas yang mempengaruhi respon (Carley et
al. 2004). Central Composite Design merupakan salah satu rancangan RSM yang
terdiri dari rancangan faktorial tingkat dua level (tertinggi dan terendah), dan
ditambah beberapa titik (starting point dan center point) yang memungkinkan
untuk meramal adanya efek interaksi antar faktor yang dicoba. Starting point
merupakan matriks bujur sangkar yang diagonal utamanya bernilai ± 2k/4
, dengan
k adalah jumlah faktor yang dioptimasi. (Palamakula et al. 2004).
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan media produksi untuk probiotik
dari L. plantarum TSD-10 menggunakan metode Response Surface Methodology
(RSM), mengukur viabilitas probiotik yang disimpan pada suhu ruang dan
refrigerator, dan menguji aktivitas penghambatan probiotik terhadap E.coli dan S.
aureus. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan media
produksi L. plantarum untuk produksi probiotik sapi dalam skala besar. Penelitian
ini juga diharapkan dapat memberikan dorongan dalam mencari inovasi baru
terkait penelitian dalam penembangan media alternatif untuk produksi probiotik
menggunakan BAL.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Erlenmeyer, autoklaf,
inkubator, sentrifus, mikropipet (ukuran 100 L dan 1000 L), refrigerator, gelas
ukur, Laminar air flow, neraca analitik, magnetic stirrer, penangas, kompor gas,
panci, pipet Mohr, vorteks dan gelas ukur. Bahan yang digunakan adalah kultur
koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Lactobacillus plantarum TSD-10,
akuades, bakteri uji (Escherichia coli BTCCB609 dan Streptococcus aureus
BTCCB611), media MRS, media NB (nutrient broth), glukosa, bacto pepton, lab
lemco, yeast ekstrak, K2HPO4, natrium asetat, CaCO3, diamonium sitrat,
MgSO4.7H2O, MnCl2.2H2O, Tween 80, agar, molase, mineral mix, tepung ikan,
bungkil kelapa, meat bone meal (MBM), corn gluten meal (CGM), soy bean meal
(SBM), akuades, tetrasiklin HCl, aluminium foil, botol plastik, kapas, cawan
Petri, tabung corning, sudip, tip (ukuran 100 L dan 1000 L), kain kasa, panci,
pipet Mohr, dan cakram.
Metode Penelitian
Pembuatan Protein Mix (Protokol Laboratorium Mikrobiologi Terapan-
LIPI)
Bahan yang digunakan untuk membuat protein mix adalah tepung ikan,
bungkil kelapa, meat bone meal (MBM), corn gluten meal (CGM), dan soy bean
meal (SBM). Masing-masing bahan ditimbang dengan komposisi 5% dalam 2 L
akuades. Campuran tersebut dimasak sampai mendidih, sambil terus diaduk
3
selama 60 menit (dihitung dari waktu mendidih). Dilakukan penyaringan
menggunakan kain kasa 4 lapis dan diambil filtratnya.
Optimasi media produksi L. plantarum TSD-10 (Liew et al. 2005; Wanmeng
et al. 2009)
Optimasi media pada penelitian ini menggunakan metode RSM, sebuah
metodologi yang memungkinkan untuk memperoleh penjelasan menyeluruh mulai
dari desain penelitian, analisis data dan hasil optimasi. Optimasi RSM meliputi:
penentuan faktor optimum besaran campuran dan respon optimasi, pencampuran
kombinasi level faktor yang diberikan RSM, serta pencarian solusi terbaik
(kombinasi optimum). Desain faktorial dilakukan untuk menentukan kondisi yang
optimum untuk media produksi L. plantarum TSD-10. Pengunaan metode RSM
untuk dapat mengetahui model empirik yang menyatakan hubungan antara
variabel-variabel independen dengan variabel respon, serta dapat diketahui nilai-
nilai variabel independen yang dapat menyebabkan nilai variabel respon menjadi
optimal. Adanya beberapa tahapan dalam RSM intinya adalah untuk mencari
fungsi yang menyatakan hubungan antara variabel respon dan variabel
independen, mengestimasi parameter-parameter dari fungsi aproximasi yang
diperoleh dengan metode kuadrat terkecil, dan analisis ketidak tepatan model.
Karakteristik metode RSM digunakan untuk menentukan titik stasioner
maksimum, minimum, atau titik pelana.
Tahap awal optimasi diawali dengan pengamatan dan pengukuran respon
untuk menentukan nilai tengah (level 0) dari variabel yang akan diuji. Setelah
didapatkan nilai tengah yang sesuai, dilakukan pembuatan rancangan percobaan
dengan software Design Expert 7 (Stat-Ease, Inc., USA, 2009). Desain
eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah CCD, suatu rancangan
dengan tiga taraf faktor yang dikodekan dari selang konsentrasi untuk tiap faktor
dan level konsentrasi tiap faktor sebelum dikodekan. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui secara jelas bentuk atau pola permukaan responnya. Percobaan
ini terdiri dari suatu rancangan faktorial 23, yang diperbesar dengan 8 starting
point, dan 5 center point. Parameter yang dibuat terdiri atas empat faktor, yaitu
glukosa (X1), molase (X2), protein mix (X3), dan mineral mix (X4). Setiap variabel
dipelajari pada 5 kode level (-1.682, -1, 0, +1, +1.682) (Tabel 1). Model yang
digunakan adalah response surface mengikuti persamaan:
∑ i
k
i
i ∑ ii
k
i
i
∑
∑ ij
k
i j
i j
Respon Y adalah jumlah sel bakteri L. plantarum, sedangkan 0 merupakan
koefisien intersep, i(k) adalah koefisien untuk efek linier, ij(k) adalah koefisien
untuk efek interaksi, dan ii(k) adalah koefisien untuk efek kuadratik. Xi, Xj,...., Xk
merupakan variabel independen yang diuji. Kombinasi variabel dan tingkat
kombinasi yang digunakan pada percobaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Kultur L. plantarum diinokulasikan ke dalam 25 mL media MRS cair,
kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam dan selanjutnya dipakai
sebagai inokulum. Sebanyak 5% inokulum diinokulasi ke 25 mL media produksi
yang bervariasi berdasarkan desain eksperimen menggunakan RSM, kemudian
diinkubasi pada suhu 30 °C selama 24 jam. Masing-masing sampel diencerkan
4
berseri dari 10-1
hingga 10-8
menggunakan pengencer air akuades. Hasil
pengenceran 10-4
hingga 10-8
masing-masing dipindahkan sebanyak 100 µL ke
dalam cawan Petri dan ditambahkan dengan media MRS agar yang sudah
dilarutkan, kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam. Jumlah koloni
dihitung menggunakan metode total plate count (TPC). Verifikasi terhadap
kondisi optimum dilakukan dengan menginokulasikan 5% inokulum L. plantarum
ke dalam 25 mL media produksi optimum. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan Software Statistic Design-ExpertR 7.
Tabel 1 Kombinasi empat variabel dan lima tingkat kombinasi percobaan dengan
Central Composite Design (CCD)
Uji Viabilitas (BAM 2001) Sebanyak 5 % inokulum L. plantarum diinokulasi ke 4.8 L media produksi
komposisi optimum, lalu diinkubasi pada suhu 30 °C selama 24 jam. Selanjutnya,
probiotik dipindahkan ke dalam botol plastik berukuran 100 mL masing-masing
diisi sebanyak 60 mL. Sebagian jumlah botol disimpan pada suhu ruang, dan
sisanya disimpan dalam refrigerator. Uji viabilitas bakteri asam laktat dilakukan
dengan metode total plate count (TPC). Masing-masing sampel diencerkan berseri
dari 10-1
- 10-8
menggunakan air pengencer air akuades. Hasil pengenceran 10-4
-
10-8
masing-masing dipindahkan sebanyak 100 µL ke dalam cawan Petri dan
ditambahkan dengan media MRS agar yang sudah dilarutkan, kemudian
diinkubasi pada suhu 30 °C selama 24 jam. Jumlah koloni dihitung dan
dinyatakan dalam CFU/mL. Pengujian dilakukan pada minggu ke-0 sampai
minggu ke-8 penyimpanan. Setiap pengujian dilakukan pengulangan triplo, dan
pengambilan sampel dari botol yang berbeda.
Uji Aktivitas Antibakteri (Bromberg et al. 2004; Rahayuningtyas 2011)
Sebanyak 1 mL probiotik dimasukkan ke dalam Eppendorf, lalu disentrifus
dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit. Supernatan diambil untuk uji
antibakteri. Media NA (nutrient agar) dituang dalam cawan Petri sebanyak 15 mL
sebagai lapisan dasar (bottom layer) dan 5 mL lapisan pembenihan (top layer).
Lapisan pembenihan mengandung biakan bakteri uji (sebanyak 0.1% untuk
Staphylococcus aureus dan 0.2% untuk Eschericia coli). Sampel yang diuji yaitu:
probiotik (tanpa sentrifugasi) dan supernatan bebas sel. Masing-masing dipipet
sebanyak 60 µL pada kertas cakram, didiamkan hingga kering. Setelah itu cakram
diletakkan pada cawan yang telah berisi medium dan bakteri uji, kemudian cawan
tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator selama 30 menit. Kontrol negatif yang
digunakan adalah akuades, sedangkan kontrol positif menggunakan tetracycline
HCl dan dibuat kurva standar dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20 µg/mL.
Inkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Zona bening (clear zone) yang terbentuk
disekitar kertas cakram diamati dan diukur dua kali menggunakan jangka sorong.
Faktor Level
-1.682 -1 0 1 1.682
Glukosa (%) 0.159 0.500 1.000 1.500 1.841
Molase (%) 0.000 2.000 5.000 8.000 10.045
Mineral Mix (%) 0.000 0.100 0.250 0.400 0.502
Protein mix (%) 0.000 2.000 5.000 8.000 10.045
5
HASIL
Komposisi Optimum Media Produksi L. Plantarum TSD-10
Lactobacillus plantarum TSD-10 ditumbuhkan pada media produksi
dengan beberapa variabel dan level konsentrasi. Variabel yang dipilih yaitu
glukosa, molase, mineral mix, dan protein mix. Pengaruh variabel-variabel tersebut
dianalisis menggunakan response surface methodology (RSM). Hasil penghitungan
jumlah bakteri yang tumbuh ditampilkan pada Tabel 2. Banyaknya bakteri yang
tumbuh pada media produksi berbeda pada setiap komposisi media produksi.
Jumlah bakteri yang dihasilkan berkisar antara 1.094 CFU/mL hingga 10.455
CFU/mL. Jumlah total bakteri terendah dihasilkan oleh media nomor 11 dengan
komposisi glukosa 1%, molase 0%, mineral mix 0.25%, dan protein mix 5%.
Jumlah total bakteri tertinggi dihasilkan oleh media nomor 16 dengan komposisi
glukosa 1%, molase 5%, mineral mix 0.25%, dan protein mix 10.045%. Data
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa media yang dan media yang tidak mengandung
protein mix (nomor 15) cenderung menghasilkan bakteri dalam jumlah sedikit.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan software Design-Expert 7.
Tabel 2 Hasil analisis respon pada optimasi media produksi menggunakan central
composite design (CCD)
Sampel
Faktor perlakuan Jumlah bakteri
(109 CFU/mL)
Glukosa
(%)
Molase
(%)
Mineral mix
(%)
Protein mix
(%)
1 1.5 8 0.4 2 5.000
2 1.5 8 0.1 2 2.390
3 1.5 2 0.4 8 9.500
4 0.5 8 0.1 8 8.200
5 1.5 2 0.1 8 8.200
6 0.5 2 0.4 2 2.610
7 0.5 8 0.4 8 7.450
8 0.5 2 0.1 2 2.130
9 0.159 5 0.25 5 1.202
10 1.841 5 0.25 5 10.000
11 1 0 0.25 5 1.094
12 1 10.045 0.25 5 3.000
13 1 5 0 5 4.400
14 1 5 0.502 5 6.000
15 1 5 0.25 0 1.190
16 1 5 0.25 10.045 10.455
17 1 5 0.25 5 5.940
18 1 5 0.25 5 5.000
19 1 5 0.25 5 5.000
20 1 5 0.25 5 7.353
21 1 5 0.25 5 5.020
6
Hasil analisis ragam anova (Tabel 3) menunjukkan faktor yang
berpengaruh nyata terhadap produksi L. plantarum TSD-10 adalah glukosa,
molase, protein mix, serta interaksi antara molase dan protein mix. Berdasarkan
tabel ANOVA dan koefisien regresi, model regresi terbaik dengan nilai regresi
(R2) sebesar 0.95 adalah Y = 5.373 + 2.616 X1 + 2.755 X4 + 2.028 X2X4 0.956
X22. Variabel X1, X2, X4 masing-masing menunjukkan konsentrasi glukosa,
molase, dan protein mix, dan Y jumlah sel bakteri L. plantarum. Merujuk pada
Tabel 3, model yang diperoleh telah signifikan dengan lack of fit (LOF) tidak
signifikan yang menunjukkan model telah cukup menggambarkan data. Kondisi
optimal untuk produksi Lactobacillus plantarum adalah 1.48% glukosa, 3.72%
molase, 0.34% mineral mix, dan 7.69% protein mix. Berdasarkan kondisi tersebut,
perhitungan dari persamaan yang diperoleh jumlah sel L. plantarum yaitu sebesar
10.56 109
CFU/mL.
Hasil grafik divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi dan plot contour,
ditampilkan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Peningkatan konsentrasi protein mix
dan molase, serta interaksinya berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sel
bakteri L. plantarum (Gambar 1). Peningkatan konsentrasi glukosa dan protein
mix juga berpengaruh terhadap jumlah sel bakteri L. plantarum (Gambar 2).
Tabel 3 ANOVA untuk model response surface kuadratik media produksi L.
plantarum TSD-10
Sumber
Jumlah
kuadrat
total
Derajat
bebas
Mean
Square Nilai F
Nilai P
Prob > F Keterangan
Model 167.218 14 11.944 7.77 0.0094 Signifikan
X1-Glukosa 38.702 1 38.702 25.19 0.0024
X2-Molase 1.816 1 1.816 1.18 0.3187
X3-Mineral mix 2.935 1 2.935 1.91 0.2162
X4-Protein mix 42.920 1 42.920 27.93 0.0019
X1X2 0.034 1 0.034 0.02 0.8858
X1X3 2.184 1 2.184 1.42 0.2782
X1X4 0.801 1 0.801 0.52 0.4974
X2X3 0.001 1 0.001 0.00 0.9825
X2X4 13.631 1 13.631 8.87 0.0247
X3X4 0.806 1 0.806 0.52 0.4960
X12
1.334 1 1.334 0.87 0.3874
X22
13.708 1 13.708 8.92 0.0244
X32
0.368 1 0.368 0.24 0.6418
X42
2.125 1 2.125 1.38 0.2841
Sisa 9.219 6 1.537
Lack of Fit 4.994 2 2.497 2.36 0.2101 Tidak signifikan
Pure Error 4.225 4 1.056
Cor Total 176.437 20
Keterangan:
Cetak tebal dipergunakan dalam pengembangan model regresi untuk produksi
L.plantarum
7
Gambar 1 Response surface plots (a) bentuk tiga dimensi dan (b) bentuk contour
yang menggambarkan pengaruh konsentrasi protein mix dan molase
terhadap jumlah sel L. plantarum
Gambar 2 Response surface plots (a) bentuk tiga dimensi dan (b) bentuk contour
yang menggambarkan pengaruh konsentrasi protein mix dan glukosa
terhadap jumlah sel L. plantarum
Viabilitas Probiotik Selama Masa Penyimpanan
Viabilitas probiotik dilihat dari jumlah sel bakteri yang hidup dalam produk
probiotik tersebut. Viabilitas diukur selama delapan minggu penyimpanan pada
suhu ruang dan refrigerator. Data perubahan jumlah bakteri selama penyimpanan
disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan data tersebut, penyimpanan probiotik pada
suhu ruang dan refrigerator menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel
probiotik seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan jumlah bakteri
(a) (b)
(a) (b)
8
lebih signifikan pada probiotik yang disimpan di suhu ruang dibanding probiotik
yang disimpan dalam refrigerator. Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap total
bakteri, lama penyimpanan probiotik berpengaruh nyata terhadap total bakteri
yang terkandung di dalamnya (p<0.05).
Aktivitas Antibakteri Probiotik
Aktivitas antibakteri diuji terhadap dua jenis bakteri, yaitu Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus. Hasil pengukuran diameter zona hambat ditampilkan
pada Tabel 4. Sampel probiotik tanpa sentrifugasi menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap E. coli dan S. aureus, dengan zona hambat masing-
masing sebesar 7.65 mm dan 6.59 mm. Zona hambat yang terbentuk pada E. coli
dan S. aureus dari supernatan bebas sel masing-masing sebesar 9.30 mm dan 6.34
mm. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa probiotik menghambat E.
coli lebih baik dibangding dengan S. aureus.
Kontrol positif yang digunakan pada percobaan ini adalah tetrasiklin HCL,
yang dibuat dalam konsentrasi 5, 10, 15, dan 20 g/mL kemudian diukur zona
hambatnya terhadap E. coli dan S. aureus. Berdasarkan persamaan linier dari
kurva standar zona hambat tetrasiklin, diperoleh hasil bahwa aktivitas
penghambatan sampel probiotik terhadap E. coli sebanding dengan 6.97 g/mL
tetrasiklin. Aktivitas penghambatan sampel probiotik terhadap S. aureus
sebanding dengan 3.57 g/mL tetrasiklin. Supernatan bebas sel memiliki aktivitas
penghambatan terhadap E. coli yang sebanding dengan 8.76 g/mL tetrasiklin,
sedangkan aktivitas penghambatannya terhadap S. aureus sebanding dengan 3.40
g/mL tetrasiklin.
Tabel 4 Nilai diameter zona hambat probiotik terhadap bakteri uji (mm)
Sampel Bakteri uji
Escherichia coli Staphylococcus aureus
Probiotik 7.65 6.59
Supernatan Bebas Sel 9.30 6.34
Keterangan: Diameter cakram 6 mm (termasuk ke dalam zona hambat)
Gambar 3 Perubahan jumlah bakteri selama 8 minggu penyimpanan
9
PEMBAHASAN
Komposisi Optimum Media Produksi L. Plantarum TSD-10
Media produksi harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba.
Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang sulit tumbuh selain pada media
kompleks (Zacharof dan Lovitt 2012). Sumber karbon dan nitrogen merupakan
bahan utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Sumber karbon
berfungsi menyediakan kebutuhan energi untuk mikroba dan dapat berfungsi
sebagai substrat untuk enzim yang diperlukan oleh mikroba (Riadi 2007). Oleh
karena itu, sumber karbon dalam media harus mencukupi untuk pertumbuhan
bakteri. Sumber karbon yang digunakan pada percobaan ini adalah glukosa dan
molase. Menurut Mandenius (2011), molase termasuk media komplek karena
selain mengandung gula yang cukup tinggi, molase juga memiliki kandungan
mineral seperti Mg, Ca, Fe dan Zn yang dibutuhkan oleh mikroba. Sumber
nitrogen berfungsi untuk menyediakan asam amino dan protein untuk proses
pertumbuhannya (Riadi 2007). Sumber nitrogen yang digunakan pada percobaan
ini, yaitu meat bone meal (MBM), corn gluten meal (CGM), soy bean meal
(SBM), tepung ikan, dan bungkil kelapa. Bahan-bahan tersebut merupakan hasil
dari limbah pertanian yang memiliki kadar protein cukup tinggi. Pemilihan bahan
tersebut sebagai sumber protein pada media produksi, bertujuan memanfaatkan
dan mengurangi jumlah limbah pertanian yang ada di masyarakat. Media produksi
juga ditambahkan mineral mix untuk mencukupi kebutuhan mineral bagi
pertumbuhan bakteri.
Pembuatan media produksi menggunakan komposisi media MRS sebagai
acuan. Sumber karbon pada media MRS diperoleh dari glukosa 2%. Sumber
karbon pada media produksi menggunakan glukosa konsentrasi optimum sebesar
1%, serta molase dengan konsentrasi optimum sebesar 5%. Penelitian Todorov
(2004) dan Jenie (2000) menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa sebanyak 2%
pada media mencukupi untuk pertumbuhan BAL. Pernyataan ini didukung oleh
Pramono et al. (2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi glukosa 1.5-2% dalam
MRS cair mencukupi untuk pertumbuhan L. plantarum. Sumber nitrogen pada
media MRS diperoleh dari pepton 1%, lab lemco 0.8%, dan yeast ekstrak 0.4%.
Sumber nitrogen tersebut digantikan oleh meat bone meal (MBM), corn gluten
meal (CGM), soy bean meal (SBM), tepung ikan, dan bungkil kelapa yang
terkandung dalam protein mix. Mikroorganisme membutuhkan lebih dari 15%
(b/b) nitrogen untuk sintesis protein struktural dan fungsional serta untuk sintesis
asam nukleat. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan menambahkan nitrogen
ke media dengan konsentrasi 1-2 g/L (Waites et al. 2001). Menurut Ogunbanwo
(2003) sumber N sebanyak 0.1-0.3% pada media, mencukupi untuk pertumbuhan
Lactobacillus.
Penelitian ini menggunakan RSM dengan rancangan CCD yang merupakan
salah satu desain RSM dengan sebuah desain fraksional dan nilai tengah (center
point) yang diperbesar dengan sekelompok start point yang memungkinkan
penentuan titik lengkung kurva. Rancangan CCD juga membutuhkan batas bawah
(-1) dan batas atas (+1). Perbedaan yang stabil antar batas bawah (-), titik pusat
(0), dan batas atas (+1) pada model diperlukan untuk memperoleh orde yang
10
bagus dalam menghasilkan nilai respon. Rancangan CCD diawali dengan
pengamatan dan pengukuran respon untuk menentukan nilai tengah (level 0) dari
variabel yang akan diuji dengan rancangan acak lengkap (RAL). Respon yang
diamati adalah jumlah total bakteri (CFU/mL), sedangkan variabel yang diuji
adalah konsentrasi glukosa, molase, protein mix, dan mineral mix. Kombinasi
perlakuan (variabel) dan level yang tertinggi dalam menghasilkan bakteri L.
plantarum TSD-10 pada rancangan RAL tersebut akan menjadi nilai tengah atau
titik pusat (0) dalam rancangan CCD.
Hasil analisis produksi L. plantarum TSD-10 pada rancangan RAL
menunjukkan kombinasi 1% glukosa, 5% molase, 0.25% mineral mix, dan 5%
protein mix agar menghasilkan L. plantarum TSD-10 dalam jumlah yang tinggi.
Kombinasi ini selanjutnya digunakan sebagai titik pusat (0) untuk rancangan
RSM. Melalui kombinasi tersebut juga ditentukan batas atas (+1) dan batas bawah
(-1) untuk masing-masing faktor. Respon yang dianalisis adalah jumlah total
bakteri yang dinyatakan dalam CFU/mL. Data yang telah didapatkan kemudian
diolah menggunakan software Design Expert. Hasil yang diperoleh akan
diterjemahkan ke dalam model persamaan fungsi respon terhadap variabel bebas.
Data yang diolah nantinya juga akan menunjukkan berpengaruh atau tidaknya
variabel bebas yang dipilih terhadap respon dan interaksi antar respon.
Produksi L. plantarum TSD-10 dievaluasi dengan metode RSM melalui 21
percobaan yang dilakukan dengan 5 ulangan pada titik pusat (center point).
Analisis pemilihan model dilakukan berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan
model, pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dan ringkasan model secara
statistika. Model yang terpilih untuk menjelaskan respon (jumlah sel bakteri
CFU/mL) berdasarkan hasil analisis ialah model kuadratik. Model yang
digunakan dengan nilai p (prob>F) signifikan terhadap respon (jumlah sel
bakteri), artinya model dapat diterima untuk melihat perkiraan pengaruh setiap
peubah dan interaksi faktor independen dengan respon. Pengujian ketidaktepatan
model lack of fit dilakukan untuk melihat ketidakcocokkan antara model dengan
rancangan kuadratik. Hasil yang diperoleh menunjukkan data lack of fit yang tidak
signifikan dengan nilai p (prob>F) lebih dari taraf nyata α 0.05, artinya model
yang diperoleh memiliki kecocokkan dengan rancangan kuadratik.
Analisis ragam memperlihatkan bahwa konsentrasi glukosa dan protein mix
pada efek linier berpengaruh nyata terhadap produksi L. plantarum. Hasil ini
sesuai dengan Pramono et al. (2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi glukosa
berpengaruh terhadap pertumbuhan L. plantarum. Grafik permukaan respon dan
kontur plot menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi glukosa dan protein mix
berpengaruh terhadap jumlah sel L. plantarum yang dihasilkan. Konsentrasi
glukosa di atas 1% (b/v) level (0) dan konsentrasi protein mix di atas 5% (v/v)
level (0) menyebabkan peningkatan jumlah sel bakteri. Interaksi antara glukosa
dan protein mix tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel bakteri (p=0.4974).
Efek kuadratik molase dan interaksinya dengan protein mix juga
berpengaruh nyata terhadap produksi L. plantarum. Nurjannah (2012)
menyebutkan penambahan molase ke dalam media produksi dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri. Grafik permukaan respon dan kontur plot menunjukkan
bahwa kenaikan konsentrasi molase dan protein mix berpengaruh terhadap jumlah
sel L. plantarum yang dihasilkan. Konsentrasi molase di atas 5% (v/v) level (0)
dapat menurunkan jumlah sel L. plantarum, dan konsentrasi protein mix di atas
11
5% (v/v) level (0) menyebabkan peningkatan jumlah sel bakteri. Interaksi antara
molase dan protein mix berpengaruh nyata terhadap jumlah sel bakteri
(p=0.0247). peningkatan konsentrasi molase dan protein mix secara bersamaan
dapat meningkatkan jumlah sel L. plantarum.
Kondisi optimum pada media produksi diperkirakan dapat menghasilkan
jumlah sel bakteri L. plantarum sebesar 10.56 109
CFU/mL. Kondisi optimum
yang telah diperoleh selanjutnya diverifikasi ulang sebanyak 5 kali. Verifikasi
kondisi optimum media produksi diperoleh jumlah sel L. plantarum sebesar 10.45
109
CFU/mL. Jumlah tersebut mencapai 98.94% dari hasil yang diprediksi oleh
model. Xu et al. (2008) menyebutkan bahwa hasil verifikasi prediksi model
dengan ketepatan pengulangan lebih besar dari 90% menyatakan penggunaan
model untuk optimasi sudah sesuai, dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain
dalam media produksi yang tidak diteliti (Spolaore et al. 2006). Variabel lain pada
penelitian ini yang dapat mempengaruhi respon antaralain pH media, lama waktu
inkubasi, serta suhu inkubasi. Hal ini dapat disiasati dengan cara melakukan
optimasi terhadap faktor atau variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh
kondisi optimum berupa pH, lama waktu dan suhu inkubasi yang sesuai untuk
produksi probiotik.
Viabilitas Probiotik Selama Masa Penyimpanan
Pengukuran jumlah sel dalam produk probiotik dilakukan untuk mengetahui
perubahan jumlah sel selama penyimpanan pada suhu ruang dan refrigerator.
Pengujian viabilitas dilakukan dengan metode TPC. Prinsip dari metode ini adalah
menumbuhkan sel mikroba yang masih hidup pada media agar. Koloni bakteri
yang muncul akibat pertumbuhan mikroorganisme, diasumsikan berasal dari satu
sel bakteri (Waluyo 2008). Viabilitas probiotik dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kondisi fermentasi (media fermetasi, pH dan keasaman, suhu, dan
kadar oksigen), pengemasan dan kondisi penyimpanan, serta agen pelindung
(bahan pengawet) (Tripathi dan Giri 2014).
Probiotik yang disimpan dalam refrigerator memiliki viabilitas yang lebih
tinggi dibanding probiotik yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gardiner et al. (2000) bahwa viabilitas bakteri probiotik selama
penyimpanan berbanding terbalik dengan suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan
3-4 C dapat mengontrol terjadinya over acidity oleh BAL dan suhu yang lebih
rendah dapat merusak sel (Adhikari et al. 2000). Gardiner (2000) menyatakan hasil
penelitian sebelumnnya menunjukkan ketahanan hidup probiotik paling lambat
mengalami penurunan pada probiotik dengan suhu penyimpanan 4°C dibandingkan
dengan penyimpanan pada suhu 15°C dan 30°C. Lama penyimpanan berpengaruh
nyata terhadap viabilitas probiotik. Semakin lama waktu penyimpanan
menyebabkan bertambahnya kematian sel sehingga jumlah populasi probiotik
menurun. Kematian sel probiotik dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
berkurangnya ketersediaan nutrisi pada media, energi cadangan dalam sel habis,
serta adanya penumpukan asam laktat dan metabolit lainnya. Perubahan pH
medium karena penumpukan asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri,
selain itu akumulasi hasil-hasil metabolisme dapat membahayakan bagi viabilitas
bakteri karena dapat bersifat racun (Vinderolla et al. 2002).
12
Viabilitas menunjukkan kemampuan hidup BAL dalam probiotik selama
penyimpanan. Jumlah BAL hidup harus dipertahankan di atas standar yaitu 107
CFU/mL selama penyimpanan (Davidson et al. 2000). Vinderolla et al. (2000)
juga menyatakan bahwa probiotik untuk ternak dan manusia, minimal
mengandung mikroba sebanyak 106
-108 CFU/mL atau 10
8 -10
10 CFU/gram.
Menurut Suscovic et al. (2001), probiotik harus mempunyai viabilitas atau jumlah
sel bakteri hidup di atas 106. Berdasarkan standar tersebut, penyimpanan probiotik
pada suhu ruang dapat mempertahankan viabilitas probiotik sampai 2 minggu
dengan jumlah sel bakteri sebesar 3.28 107
CFU/mL. Penyimpanan pada
refrigerator mampu mempertahankan viabilitas probiotik selama 7 minggu
dengan jumlah sel bakteri sebesar 3.86 106
CFU/mL. Cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan viabilitas dari probiotik ini adalah dengan
melakukan enkapsulasi dan freeze-dry sehingga produk probiotik dapat disimpan
lebih lama.
Aktivitas Antibakteri Probiotik
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap sampel probiotik dan
supernatan bebas sel. Keduanya menunjukkan adanya aktivitas penghambatan
terhadap E. coli dan S. aureus. Hasil ini sesuai dengan Hadiyana (2013) dan
Supriatna (2012) yang menyatakan bahwa L. plantarum memiliki aktivitas
antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan S. aureus. Omemu
dan Faniran (2011) juga menyatakan bahwa supernatant bebas sel dari L.
plantarum mampu menghambat bakteri pathogen. Jika dilihat dari diameter zona
hambat yang dihasilkan, probiotik dan supernatannya memiliki aktivitas
penghambatan yang sedang terhadap bakteri uji. Hasil ini sejalan dengan
Supriatna (2012) yang menyatakan bahwa aktivitas penghambatan bakteri
dikategorikan sedang apabila zona hambat yang dihasilkan berkisar 5-10 mm.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang
pendek lurus, biasanya tidak berkapsul, tidak membentuk spora, penghuni normal
usus, dan mudah tumbuh pada media pertumbuhan sederhana (Pelczar and Chan
2008). Bakteri Gram negatif memiliki membran luar pada dinding selnya.
Membran luar tersebut berperan sebagai barrier permeabel. Membran ini
bertanggung jawab untuk mencegah masuknya molekul seperti antibiotik,
deterjen, enzim pencernaan, ke dalam membran sitoplasma (Parada et al 2007).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bola (kokus)
yang menghasilkan staphylococcal enterotoksin yaitu agen penyebab sindrom
keracunan dalam makanan (Purnomo 2006). Bakteri ini memiliki dinding sel yang
mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam tekoat yang
berkaitan dengannya (Pelczar & Chan 2008). Peptidoglikan yang tebal pada
dinding sel tersebut membentuk suatu struktur yang kaku (Jawetz et al. 2001). Hal
ini menyebabkan senyawa aktif dari L. plantarum sulit untuk merusak sel bakteri.
Bakteri L. plantarum menghasilkasn senyawa aktif bakteriosin yang disebut
dengan plantarisin. Plantarisin merusak membran sel bakteri melalui dua
mekanisme, yaitu barrel-stave dan carpet (Jorgenrud 2009). Mekanisme barrel-
stave diawali dengan penempelan bagian hidrofobik plantarisin ke permukaan
membran sel bakteri. Selanjutnya, plantaricin akan bergabung dan membentuk
13
pori-pori pada membran sel yang mengakibatkan kebocoran sel (Gambar 4).
Kebocoran ini menyebabkan keluarnya materi sel dari dalam membrane sehingga
terjadi kematian sel. Perusakan membrane sel dengan mekanisme carpet diawali
dengan interaksi antara bagian hidrofobik pada plantarisin dengan fosfolipid
bilayer pada membran sel bakteri. Plantarisin akan membentang pada permukaan
membran sel seperti karpet, hal ini akan mengganggu permeabilitas membran sel
dan menyebabkan lisis (Gambar 5). Kerusakan pada membran sel akan
menyebabkan komponen di dalam sel terlepas keluar, dan berakibat pada
kematian sel.
Gambar 4 Mekanisme plantarisin merusak dinding sel bakteri dengan model
barrel-slave (Jorgenrud 2009)
Gambar 5 Mekanisme plantarisin merusak dinding sel bakteri dengan model
carpet (Jorgenrud 2009)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode Optimasi menggunakan RSM menunjukkan kondisi optimum media
produksi probiotik L. plantarum yaitu konsentrasi glukosa 1.48% (w/v), molase
3.72% (v/v), mineral mix 0.34% (w/v), dan protein mix 7.69% (v/v) dengan
menghasilkan jumlah sel sebesar 10.56 109
CFU/mL. Penyimpanan probiotik di
14
refrigerator viabilitasnya tiga kali lebih tinggi dibanding penyimpanan pada suhu
ruang. Probiotik L. plantarum memiliki aktivitas terhadap E. coli 1.16-1.47 kali
lebih besar dibanding aktivitas penghambatannya terhadap S. aureus.
Saran
Perlu dilakukan optimasi dengan faktor dan variabel berbeda, seperti
konsentasi inokulum, pH media, dan lama inkubasi. Senyawa antimikrob dari
probiotik L. plantarum TSD-10 perlu dikarakterisasi dan purifikasi, untuk
menentukan senyawa yang berperan dalam menghambat mikrob patogen. Umur
simpan produk probiotik perlu ditingkatkan dengan melakukan enkapsulasi
menggunakan teknik spray drying atau freeze drying.
DAFTAR PUSTAKA
[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Bacteriological Analytical
Manual Chapter 3: Aerobic plate count. U.S. Food and Drug [terhubung
berkala]
Administration.www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMetho
ds/BacteriologicalAnalyticalManualBAM/ucm063346.htm [3 Agustus 2016]
Adhikari K, Mustapha A, Grun IU, Fernando L. 2000. Viability of
microencapsulated bifidobacteria in set yoghurt during refrigerated storage.
J Dairy Sci. 83:1946-1951.
Aritama RD. 2013. Viabilitas kandidat probiotik pada berbagai konsentrasi awal
dan mutu togurt tepung pisang uli modifikasi sinbiotik selama penyimpanan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Astuti WD, Ridwan R, Tappa B. 2007. Penggunaan probiotik dan kromium
organik terhadap kondisi lingkungan rumen in vitro. JITV. 12(4): 262-267.
Bromberg R, Moreno I, Zaganini CL, Delboni RR, Oliveira J. 2004. Isolation of
bacteriocin producing lactic acid bacteria from meat and meat products and
its spectrum of inhibitory activity. Braz J Microbiol. 35 (1-2): 137-144.
Carley KM, Kamneva NY, Reminga J. 2004. Response Surface Methodology.
Pittsburgh (US): Carnegie Mellon University.
Carvalho AS, Joana S, Peter H, Paula T, Malcata FX, Paul G. 2004. Relevan
factor for the preparation of freeze-dried lactic acid bacteria. International
Diary Journal. 14: 835-847.
Chandramouli V, Kailasapathy K, Peiris P, Jones M. 2004. An improved method
of microencapsulation and its evaluation to protect Lactobacillus spp. In
simulated gastric conditions. J of Microbiol Methods. 56: 27-35.
Davidson RH, Duncan SE, Hackey CR, Eigel WN, Boling W. 2000. Probiotic
culture survival and implications in fermented frozen yogurt characteristic. J
Dairy Sci. 83:666-673.
15
Gardiner GE, O’Sullivan E, Kelly J, Auty MA, Fitzgerald GF, Collins JK, Ross
RP, Stanton C. 2000. Comparative survival rates of human-derived probiotic
Lactobacillus paracasei and L. salivarius strains during heat treatment and
spray drying. Applied and Environmental Microbiology. 66: 2605-2612.
Hadiyana N. 2013. Pengaruh suhu produksi terhadap aktivitas ekstrak kasar
bakteriosin dari berbagai galur Lactobacillus sp dalam menghambat
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus [skripsi] Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Januarsyah T. 2007. Kajian aktivitas hambat bakteriosin dari bakteri asam laktat
galur SCG 1223 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jawetz E. 2001. Mikrobiologi untuk Kesehatan. Jakarta (ID): EGC.
Jenie BSL. 2000. Pengembangan produk makanan tradisional rendah garam
berbasis ikan melalui aplikasi bakteri asam laktat penghasil bakteriosin
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jorgenrud BM. 2009. Construction of a heterologous expression vector for
plantaricin F one of the peptides constituting the two peptides bacteriocin
plantaricin EF. [Thesis]. Oslo (NO). University of Oslo.
Liew SL, Ariff AB, Raha AR, Ho YW. 2005. Optimization of medium
composition for the production of a probiotics microorganism, Lactobacillus
rhamnosus, using response surface methodology. International Journal of
Food Microbiology. 102: 137-142.
Mandenius CF, Brundin A, Lepholin G. 2008. Bioprocess optimization using
design of experiment methodology. J. Biotechnol. 24: 1191-1203.
Ngadiyono N, Baliarti E. 2001. Laju pertumbuhan dan produksi karkars sapi
peranakan Ongole jantan degan penambahan probiotik starbio pada
pakannya. Media Peternakan. 24(2): 63-67.
Ngadiyono N, Hartadi H, Winugroho M, Siswansyah DD, Ahmad SN. 2001.
Pengaruh pemberian bioplus terhadap kinerja sapi Madura di Kalimantan
Tengah. JITV. 6(2): 69-75.
Nurjannah L. 2012. Tetes tebu sebagai alternative sumber karbon untuk produksi
asam laktat oleh Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ogunbanwo ST, Sanni AT, dan Unilude AA. 2003. Influence of cultural condition
on the production of bacteriosin by Lactobacillus bevis OG1. African J
Biotech. 2(7): 179-184.
Omemu AM, Faniran OW. 2011. Assessment of the antimicrobial activity of
lactic acid bacteria isolated from two femented maize products-ogi and
kunnu-zaki. Mal. J. Microbiol. 7(3): 124-128.
Palamakula K, Nutan S, Khan MA. 2004. Response surface methodology for
optimation and characterization of limonene-based coenzyme Q1O
selfnanoemulsified cap suledosage form. Apps. Pharm. Sci. Tech. 5(4): 1-8.
16
Parada JL, Caron CR, Medeiros ABP, Soccol CR. 2007. Bacteriocin from lactic
acid bacteria: purification, properties and use as biopreservatives. Bracilli.
Arch. J. Biol. Technol. 50 (3): 521-542.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta (ID): UI
Press.
Pramono YB, Harmayani E, Utami T. 2003. Kinetika pertumbuhan Lactobacillus
plantarum dan Lactobacillus sp. pada media MRS cair. Jurnal Teknol dan
Industri Pangan. 14 (1): 46-50.
Rahayuningtyas N. 2011. Uji aktivitas antibakteri isolat Lactobacillus plantarum
dari buah-buahan tropis dan kaitannya dengan ekspresi gen plantaricin.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Riadi MM. 2007. Production of glucoamylase by marine endophytic aspergillus
sp. jan-25 under optimized solid-state fermentation conditions on agro
residues. Australian .J. Basic. Applied. Sci. 6: 41-54.
Riswandi, Muhakka, Lehan M. 2015. Evaluasi nilai kecernaan secara in vitro
ransum ternak sapi Bali yang disuplementasi dengan probiotik bioplus. J
Peternakan Sriwijaya. 4(1): 35-46.
Spolaore P, Claire JC, Elie D, Arsene I. 2006. Optimization of Nannochloropsis
oculata growth using the response surface methodology. J. Chem. Technol.
Biotechnol. 81:1049–1056.
Sultana K, Godward G, Reynolds N, Arumugaswamy R, Peiris P, Kailasapathy K.
2000. Encapsulation of probiotic bacteria with alginate-starch and
evaluation of survival in simulated gastro intestinal condition and in yogurt.
Int J Food Microbiology. 62: 47-55
Supriatna D. 2012. Stabilitas dan aktivitas antimikrob plantaricin asal galur
Lactobacillus plantarum terhadap ph alkali [skripsi] Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Suskovic J, Kos B, Goreta J, Matosic S. 2001. Role of lactic acid bacteria and
Bifidobacteria in cynbiotic effect. Food technol Biotechnol. 39:227-235.
Todorov SD, Leon MT. 2004. Influence of growth condition on the production of
a bacteriosin by Latobacillus lactis ST34BR, a stain isolated from barley
beer. J Basic Microbiol. 44(4):305-316.
Tripathi MK, Giri SK. 2014. Probiotic functional foods: survival of probiotics
during processing and storage. J of Functional Food. 9: 225-241.
Vinderolla CG, Mocchutti P, Reinheimer JA. 2002. Interactions among lactic acid
starter and probiotic bacteria used for fermented dairy products. J Dairy Sci.
85: 721-729.
Waites MJ, Morgan NL, Rockey JS, Higton G. 2001. Industrial Microbiology: An
Introduction. UK: Blackwell Science Ltd.
Waluyo L. 2008. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang (ID):
UMM Press.
17
Wanmeng M, Chao C, Xinfeng L, Tao Z, Bo J. 2009. Optimization of culture
medium for the production of phenyllactic acid by Lactobacillus sp. SK007.
Bioresource Technology. 100: 1366-1370.
Xu YX, Yan LI, Shao CX, Yong L, Xin W, Jiangwu T. 2008. Improvement of
xylanase production by Aspergillus niger XY-1 using response surface
methodology for optimizing the medium composition. J. Zhejiang. Univ.Sc.
9(7): 558-566.
Zacharof MP, Lovitt RW. 2012. Bacteriocins produced by lactic acid bacteria, a
review article. APCBEE Procedia. 2: 50-56.
18
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Lampiran 2 Koefisien regresi dan signifikansi dari model Response Surface
Quadratic
Faktor Coefficient
Estimate db
Standard
Error
95% CI
(Low)
95% CI
(High)
Intercept 5.373 1 0.531 4.075 6.672
X1-Glukosa 2.616 1 0.521 1.340 3.891
X2-Molase 0.567 1 0.521 -0.709 1.842
X3-Mineral mix 0.464 1 0.335 -0.357 1.284
X4-Protein mix 2.755 1 0.521 1.479 4.030
X1X2 0.102 1 0.681 -1.564 1.768
X1X3 0.523 1 0.438 -0.550 1.595
X1X4 0.492 1 0.681 -1.175 2.158
X2X3 0.010 1 0.438 -1.062 1.082
X2X4 2.028 1 0.681 0.362 3.694
X3X4 -0.318 1 0.438 -1.390 0.755
X12
0.299 1 0.321 -0.486 1.083
X22
-0.958 1 0.321 -1.742 -0.173
X32
0.157 1 0.321 -0.628 0.942
X42
0.377 1 0.321 -0.408 1.162
Kultur L. plantarum TSD-10
Optimasi media produksi
dengan RSM
Uji viabilitas
Uji aktivitas antibakteri
19
Lampiran 3 Data uji viabilitas probiotik selama 8 minggu
Minggu ke- Jumlah bakteri (CFU/mL) Log CFU/mL
Suhu ruang Refrigerator Suhu ruang Refrigerator
0 7.26E+09 7.26E+09 9.861 9.861
1 6.90E+09 2.35E+10 9.839 10.372
2 3.28E+07 4.91E+09 7.516 9.691
3 8.19E+05 4.60E+09 5.913 9.663
4 5.10E+03 2.59E+08 3.708 8.414
5 1.90E+03 3.22E+07 3.279 7.508
6 1.49E+02 5.91E+06 2.174 6.772
7 0.00 3.86E+06 - 6.587
8 0.00 4.96E+05 - 5.696
Lampiran 4 Analisis statistik viabilitas probiotik selama penyimpanan
a. Tabel analisis ragam ( = 0.05) viabilitas probiotik selama penyimpanan
20
Lanjutan Lampiran 4 Analisis statistik viabilitas probiotik selama penyimpanan
b. Tabel uji lanjut Duncan ( = 0.05) viabilitas probiotik selama
penyimpanan
Lampiran 5 Kurva standar diameter zona hambat tetracycline HCl
a. Kurva standar diameter zona hambat tetracycline HCl terhadap E. coli
y = 0.92x + 1.24 R² = 0.9818
0
5
10
15
20
25
0 5 10 15 20 25
Zon
a B
enin
g (m
m)
Konsentrasi (g/mL)
21
Lanjutan Lampiran 5 Kurva standar diameter zona hambat tetracycline HCl
b. Kurva standar diameter zona hambat tetracycline HCl terhadap S. aureus
y = 1.5134x + 1.19 R² = 0.9869
0
5
10
15
20
25
30
35
0 5 10 15 20 25
Zon
a B
enin
g (m
m)
Konsentrasi (g/mL)
22
RIWAYAT HIDUP
Agustina Tri Puspita Sari, lahir di Pati pada tanggal 23 Agustus 1995.
Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Tugimin Mintarjo dan
Naomi Supiyati (alm). Penulis memulai pendidikan di TK PKK Kelet Kab.
Jepara-Jawa Tengah, SDN 01 Kelet Kab. Jepara-Jawa Tengah, SMP Negeri 1
Tayu Kab. Pati-Jawa Tengah, dan pada tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri
1 Tayu Kab. Pati-Jawa Tengah dan pada tahun yang sama berhasil lulus masuk
IPB melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur
undangan. Penulis memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan pelayanan
UKM PMK IPB di Komisi Pelayanan Anak (KPA PMK IPB) dan pada organisasi
mahasiswa derah (OMDA). Penulis juga mengikuti kegiatan kepanitiaan
antaralain, anggota divisi Danus dan Sponsorship Lomba Karya Ilmiah Populer
2014, MPD Departemen Biokimia tahun 2014, Seminar Nasional kesehatan 2014,
Retreat Komisi Pelayanan Anak tahun 2014 dan 2015, dan Retreat Kelompok Pra-
Alumni (Kopral) PMK tahun 2016. Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Bioteknologi
bidang Mikrobiologi Terapan, Cibinong-Jawa Barat dengan judul Optimasi Media
Produksi Lactobacillus plantarum TSD-10 dengan Response Surface
Methodology (RSM).