OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM...

88
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) pada NEOVASKULARISASI LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS Sprague dawley Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M

Transcript of OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM...

Page 1: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN

BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) pada

NEOVASKULARISASI LUKA BAKAR DERAJAT II

TIKUS Sprague dawley

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

ALFI ALFINA

NIM: 1113103000008

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 2: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

ii

Page 3: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

iii

Page 4: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

iv

Page 5: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan

rahmat-Nya yang telah diberikan kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan

penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa pula saya ucapkan

kepada bimbingan kita Nabiyuallah Muhammad SAW beserta keluarga dan

shohabat.

Penelitian ini bisa terlaksana dengan bimbigan dan bantuan berbagai

pihak, karenanya saya ingin mengucapkan terimasih yang sebanyak-banyaknya

kepada:

1. Prof. Dr, H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter

3. Ibu Rr. Ayu fitri hapsari M. Biomed dan dr. Dyah Ayu Woro M. Biomed

selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing saya

selama penelitian ini.

4. Kedua orang tua saya tercinta H. M Arifin, MM dan Hj. Suaibatul Islamia

yang telah memberikan saya segala yang saya butuhkan. Juga kedua adik

saya Alfi Afrida dan Achmad Alfarisi serta keluarga besar Bani Sulaiman

dan H. Samin yang selalu memberikan dukungan dalam menjalani kuliah

di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Silvia Nasution, M. Biomed selaku penanggung jawab Laboratorium

Parasitologi, Ibu Nurlaeley Mida Rachmawati, S. Si, M. Biomed, Ph. D

selaku penanggung jawab Animal House, Ibu DR, Endah Wulandari, M.

Biomed selaku penanggung jawab Laboratorium Biokimia dan Ibu Rr.

Page 6: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

vi

Ayu Fitri Hapsari M. Biomed selaku penanggung jawab Laboratorium

Histologi yang telah memberikan izin untuk menggunakan laboratorium.

6. Mba Novi, Mas Panji, Mba Ai, Mba Din, selaku laboran yang telah

membantu selama penelitian

7. Teman- teman seperjuangan saya Kelompok Riset Binahong Jaya

8. Pihak LIPI, BALITRO, BATAN, Pak Heri dan iRATco yang telah

membatu dalam pembuatan ektrak, preparat, dan menyediakan tikus

9. Teman- teman saya Annisa M, Kirana W PSKPD 2013, kak Nita Program

Studi Farmasi 2012, Pidia Awalia M Program Studi Farmasi 2013,

Arzaqillah Mubarokah Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UIN

Sunan Ampel Surabaya 2013 yang telah membantu saya dalam mengolah

data, pembahasan, dan menterjemahkan abstrak pada penelitian ini.

10. Kak Syifa, Kak Audi, Kak Farah, kak Seflan, kak Asmie yang melakukan

penelitian ini sebelum saya

11. Bapak Satpam dan OB FKIK UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta yang

bersedia menunggu sampai malam hari

Saya menyadari penelitian ini jauh dari kata sempurna karenanya saya

mengharapkan saran dan kritik. Sekian laporan penelitian yang saya susun

semoga dapat memberikan manfaat.

Wassalamualaikum wr.wb

Ciputat, 12 Oktober 2016

Penulis

Page 7: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

vii

ABSTRAK

Alfi Alfina. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BINAHONG

(Anrederacordifolia (Tenore) Steenis) pada NEOVASKULARISASI

LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS Sprague dawley.

Pendahuluan: Asia Tenggara menjadi urutan pertama dengan kasus kejadian

luka bakar. Daun binahong sering digunakan sebagai pengobatan untuk

penyembuhan luka. Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

ekstrak daun binahong (Anrederacordifolia (Tenore) Steenis) pada

neovaskularisasi luka bakar tikus derajat II dan mengetahui efektivitas

pemberian secara topikal dan oral. Metode: Penelitian ini menggunakan

desain eksperimental analitik. Subjek penelitian adalah tikus strain Sprague

dawley dengan jumlah 25 ekor. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan

masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus.kelompok salep estrak daun

binahong 40%, ekstrak daun binahong oral, kombinasi salep dan oral, kontrol

positif, dan kontrol negatif. Luka dibuat sediaan histopatologi dengan

pewarnaan H&E. Hasil: Kelompok perlakuan salep memiliki jumlah rerata

neovaskularisasi sebesar 5.32, kelompok oral 6.64, kelompok kombinasi

salep dan oral 7.36, kelompok kontrol positif 6.68 positif dan

kelompokkontrol 8.80. Kesimpulan: Ekstrak daun binahong tidak pengaruh

secara bermakna terhadap peningkatan jumlah neovaskularisasi pada luka

bakar tikus derajat II.

Kata Kunci: Anrederacordifolia (Tenore) Steenis, pembuluh darah baru,

Sprague dawley, penyembuhan luka.

Page 8: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

viii

ABSTRACT

Alfi Alfina. Medical Study Program and Doctor Profession. The Effects

of Binahong Leafes Extracts (Anrederacordifolia (Tenore) Steenis) on the

Formation of Neovascularization in Rats Sprague dawley Second degree

Burns.

Introduction: Southeast Asia become the first in the case of occurrence of

burns. Binahong leafes are often used as a treatment for wound healing. This

experiment aims to know the effects of binahong leafes extracts

(Anrederacordifolia (Tenore) Steenis) on the formation neovascularization in

rats second degree burns and examine the effectiveness of topical and oral

administration. Methods: This study used an experimental design analytics.

The subject of research is the Sprague dawley rat strain with the number of 25

head. Rats were divided into five treatment groups of each treatment

consisted of 5 rats. Group ointment binahong leaf extract with a concentration

of 40%, binahong leaf extract oral, combination both ointment and oral,

positive control, and negative control. The wound were stain by H&E.

Results: The mean of vascularization in ointment group is 5.32, oral group

6.64, combintaion both oinment and oral 7.36, positive control group 6.68,

and negative control group 8.80. Conclusion: Binahong leafes extract have

influence on the formation of increasing neovascularization in rats second

degree burns but not statistically significant.

Key word: Anrederacordifolia (Tenore) Steenis, neovascularization, Sprague

dawley, wound healing, burn injury.

Page 9: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………...... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. iii

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….. iv

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… v

ABSTRAK ………………………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… xii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiv

BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3

1.3 Hipotesis........................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................. 3

1.4.1 Tujuan Umum.......................................................................... 3

1.4.2 Tujuan Khusus......................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian............................................................................ 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5

2.1 Landasan Teori.................................................................................. 5

2.1.1 Anatomi dan Faal Kulit............................................................ 5

2.1.2 Histologi Kulit.......................................................................... 6

2.1.3 Luka Bakar............................................................................... 10

2.1.3.1 Epidemiologi Luka Bakar........................................... 10

2.1.3.2 Penyebab Luka Bakar................................................. 12

2.1.3.3 Klasifikasi Luka Bakar................................................ 13

2.1.3.4 Patofisiologi Luka Bakar............................................. 16

2.1.3.5 Penyembuhan Luka Bakar .......................................... 18

2.1.3.6 Penanganan Luka Bakar.............................................. 27

2.1.4 Tanaman Binahong ...................................................................29

Page 10: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

x

2.1.5 Silver Sulfadiazin...................................................................... 32

2.1.6 Bentuk Sediaan Obat................................................................ 33

2.2 Kerangka Teori................................................................................ 36

2.3 Kerangka Konsep ............................................................................... 37

2.4 Definisi Operasional......................................................................... 38

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 40

3.1 Desain Penelitian ...............................................................................40

3.2 Lokasi dan Waktu Peneltian............................................................. 40

3.3 Bahan Uji.......................................................................................... 40

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian........................................................ 41

3.4.1 Besar Sampel ........................................................................... 41

3.4.2 Kriteria Inklusi........................................................................ 41

3.4.3 Kriteria Eksklusi...................................................................... 41

3.4.4 Pembagian Kelompok Sampel................................................. 42

3.5 Alat dan Bahan Penelitian................................................................. 42

3.5.1 Alat Penelitian.......................................................................... 42

3.5.2 Bahan penelitian....................................................................... 43

3.6 Adaptasi dan Pemelihaaan Hewan Sampel........................................ 43

3.7 Pembuatan Sediaan Salep.................................................................. 43

3.8 Pembuatan Sediaan Oral.................................................................. 44

3.9 Identifikasi Variabel......................................................................... 45

3.9.1 Variabel Bebas........................................................................ 45

3.9.2 Variabel Terikat....................................................................... 45

3.10 Perlakuan Luka Bakar Tikus........................................................... 45

3.11 Cara Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong............................... 46

3.12 Cara Pemberian Sediaan Oral......................................................... 46

3.13 Pengambilan Jaringan..................................................................... 46

3.14 Pengamatan Histologi.................................................................... 46

3.14.1 Cara Pengukuran................................................................. 47

3.14.2 Cara Penggunaan Adobe Photoshop................................... 47

3.15 Manajemen Analisi Data Pembentukan Neovaskularisasi.............. 49

3.16 Etika penelitian.............................................................................. 49

Page 11: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

xi

3.17 Alur Kerja Penelitian...................................................................... 50

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 51

4.1 Hasil.................................................................................................. 51

4.2 Pembahasan....................................................................................... 54

4.3 Keterbatasan Penelitian ......................................................................58

BAB 5. PENUTUP....................................................................................... 59

5.1 Kesimpulan...................................................................................... 59

5.2 Saran................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 60

LAMPIRAN................................................................................................. 65

Page 12: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Luka Bakar Bedasarkan Kedalaman……………………...14

Tabel 2.2 Sistim Penilaian Keparahan Luka Bakar……………………………...16

Tabel 2.3 Penyembuhan Luka...............................................................................26

Tabel 2.4 Definisi Operasional..............................................................................38

Tabel 4.1 Jumlah Neovaskularisasi.......................................................................53

Tabel 4.2 Hasil Statistik Menggunakan one way ANOVA..................................54

Page 13: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Lapisan Kulit...................................................................................... 10

Gambar 2.2 Lapisan Epidermis..............................................................................10

Gamar 2.3 Frekuensi Mortalitas Luka Bakar per 100.000 Anak-anak................ 11

Gambar 2.4 Distribusi Penyebab Kematian Anak di Asia Tenggara dan Timur.. 12

Gambar 2.5 Penyebab Luka Bakar.........................................................................12

Gambar 2.6 Rule of Nine untuk Dewasa................................................................15

Gambar 2.7 Rule of Nine untuk Anak....................................................................15

Gambar 2.8 Zona pada Luka Bakar........................................................................17

Gambar 2.9 Faktor Pertumbuhan pada Luka Bakar...............................................20

Gambar 2.10 Sel yang Berperan dalam Penyembuhan Luka...................................21

Gambar 2.11 Hasil Inflamasi Akut………………………………………………. 22

Gambar 2.12 Langkah-langkah Proses Angiogenesis..............................................23

Gambar 2.13 Fase Penyembuhan Luka Menyeluruh…………………………….. 25

Gambar 2.14 Penyembuhan Luka Primer dan Sekunder......................................... 27

Gambar 2.15 Daun Binahong.................................................................................. 30

Gambar 2.16 Absorpsi Obat di Epitel Saluran Cerna.............................................. 35

Gambar 3.1 Pengaturan Gird Line pada Adobe Photoshop CS3........................... 48

Gambar 3.2 Pengaturan Guide, Grid & Slices pada Adobe Photoshop CS3........ 48

Gambar 3.3 Gird Line pada Adobe Photoshop CS3.............................................. 49

Gambar 4.1 Gambaran Makroskopik Luka Bakar Tikus Sprague dawley ............51

Gambar 4.2 Gambaran Mikroskopik Luka Bakar Tikus Sprague dawley ............51

Gambar 4.3 Gambaran Neovaskularisasi...............................................................52

Gambar 4.4 Grafik Rerata Jumlah Pembuluh Darah Baru.................................... 54

Gambar 4.5 Sirkulasi Kulit.................................................................................... 56

Page 14: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman Binahong................ ......................... 65

Lampiran 2 Surat Ekstrasi....................................................... ......................... 66

Lampiran 3 Surat Keterangan Sehat Tikus Sprague dawley ........................... 67

Lampiran 4 Foto Riset .......................................................... ........................... 68

Lampiran 5 Uji Statistik ....................................................... ........................... 73

Lampiran 6 Riwayat Hidup.................................................... .......................... 74

Page 15: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian luka bakar menjadi penyebab yang signifikan untuk morbiditas

dan mortalitas di seluruh dunia.1 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Centers

for Disease Control and Prevention, seseorang di United States meninggal

175 menit karena luka bakar dan mengalami cedera setiap 31 menit.

American Burn Association memperkirakan lebih dari 450.000 orang cedera-

luka bakar mengunjungi rumah sakit di United States pertahunnya, hasilnya

45.000 orang harus rawat inap dan 4.000 orang meninggal. Seseorang

berisiko untuk meninggal akibat cedera luka bakar akan meningkat dengan

usia yang semakin menua, luas luka bakar dan adanya cedera inhalasi.2

Safe kids and worldwide burn and fire menunjukkan sebanyak 126.035

anak usia dibawah 19 tahun berada di ruangan emergensi karena luka bakar

pada tahun 2013, dan meninggal sebanyak 334, yang mana angka tersebut

meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya berjumlah 257

anak-anak.3 WHO melaporkan distribusi regional terkait luka bakar. Asia

Tenggara dan Timur menempati urutan pertama sebesar 58%, kemudian

diikuti Afrika 16% dan 10% utuk Mediterania Timur, selanjutnya dengan

angka yang sama 9% untuk Pasifik Barat dan Eropa, terakhir USA 4%.4

Luka bakar merupakan luka yang ditimbulkan akibat trauma termal.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi luka

bakar di Indonesia sebesar 0,7%. Prevalensi tertinggi pada usia 1-4 tahun

sebesar 1,5%.5

Melalui studi analisis deskriptif yang dilakukan di Unit Luka

Bakar RSCM untuk menganalisa rekam medik pasien dari Januari 2011 –

Desember 2012 didapatkan hasil 275 pasien, 203 diantaranya dewasa. Jumlah

pasien dewasa yang meninggal adalah 76 pasien dengan penyebab kematian

yang berbagai macam.6

Pembentukan jaringan granulasi merupakan proses penting dari fase

penyembuhan luka, yang akan berubah secara terus-menerus. Jaringan

Page 16: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

2

granulasi akan mengisi celah luka, dimana berfungsi sebagai barier untuk

melawan zat kontaminan yang berasal dari luar. Jaringan granulasi juga

menyediakan miofibroblas untuk kontraksi luka, dan jaringan granulasi

membentuk dasar untuk pertumbuhan epitelium. Komponen jaringan

granulasi terderi atas sel leukosit, fibroblas, dan angiogenesis.7

Masyarakat di Indonesia khusunya Jawa menggunakan obat herbal sebagai

penyembuhan luka, salah satunya adalah daun binahong. Daun binahong

berasal dari negara Brazil, dan dibudidayakan di daerah beriklim tropis.

Tanaman ini dipercayai bisa menyembuhkan berbagai penyakit seperti

diabetes melitus, tipes, hipertensi, hemoroid, tuberkulosis, rematik, asam urat,

asma, meningkatkan volume urin untuk diuretik, penyembuhan setelah

melahirkan, penyembuhan luka, setelah sirkumsisi, kolitis, diare, gastritis dan

kanker.8

Hampir seluruh bagian binahong dapat dimanfaatkan untuk terapi herbal.

Binahong mempunyai zat aktif diantaranya flavonoid sebagai anti-bakteri,

asam oleanolic sebagai anti-inflamasi yang bisa mengurangi rasa nyeri pada

luka bakar, ancordin (protein pada akar binahong) yang bisa menstimulasi

sistim imun untuk menstimulasi antibodi. Protein tersebut bisa menstimulasi

nitrit oksida, dimana bisa memperbaiki aliran darah yang membawa nutrien

yang dibutuhkan untuk setiap sel dalam jaringan dan menstimulasi tubuh

untuk memproduksi hormon pertumbuhan dan menggantikan sel yang rusak

dengan sel yang baru.8

Penelitian yang dilakukan Miladiyah (2012) menunjukkan salep ekstrak

binahong diberikan selama 15 hari dengan konsentrasi 20% mampu

menyembuhkan luka, semakin tinggi konsentrasi yakni 40%, semakin besar

penyembuhan luka dan bermakna.9 Penelitian lain yang dilakukan oleh

Zulfitri (2012) menunjukkan hasil yang bermakna juga bahwa gel ekstrak

binahong yang diberikan selama 4 hari makin tinggi konsentrasinya 80%

jumlah sel fibroblas dan vaskular makin banyak pasca pencabutan gigi pada

marmut,10

dan penelitian yang dilakukan Rohma (2015) juga menunjukan gel

ektrak binahong yang diberikan selama 20 hari dapat mempengaruhi proses

Page 17: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

3

penyembuhan luka dan semakin tinggi dosis 200 mg yang diberikan semakin

cepat pula proses penyembuhan luka.11

Penelitian ini melanjutkan dari penelitian yang sebelumnya sudah

dilakukan oleh Aini (2014) yakni mengetahui pengaruh pemberian salep

ekstrak daun binahong terhadap pembentukan jaringan granulasi. Hasil

penelitian didapatkan bahwa konsentrasi terbesar 40% dari salep ekstrak daun

binahong menunjukkan jumlah neovaskularisasi yang terbentuk tinggi

dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain.12

Berdasarkan hal diatas,

penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberiaan ekstak daun

binahong secara salep dan oral terhadap pembentukan neovaskularisasiluka

bakar derajat II tikus Sprague dawley.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifollia

(Tenore) Steenis) dan ekstrak daun binahong sediaan oral berpengaruh pada

neovaskularisasi luka bakar derajat II tikus Sprague dawley?

1.3 Hipotesis

Salep ekstrak daun binahong dan ekstrak daun binahong sediaan oral

berpengaruh terhadap peningkatan jumlah neovaskularisasi pada luka bakar

derajat II tikus Sprague dawley.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun binahong (Anredera

cordifollia Tenore) Steenis) terhadap peningkatan jumlah neovaskularisasi

pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley.

1.4.2 Tujuan Khusus

Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memperlihatkan jumlah

neovaskularisasi yang paling banyak setelah diberikan ekstrak daun

binahong secara salep dan oral.

Page 18: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

4

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi peneliti

- Penelitian ini dapat menjadi salah satu persyaratan kelulusan dalam

menyelesaikan program sarjana kedokteran

- Penelitian ini dapat menjadi salah satu cara menambah

pengetahuan dan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya

- Menambah pengalaman untuk melakukan pembelajaran di bidang

histopatologi

1.5.2 Bagi institusi

- Penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Penelitian ini dapat dikembangkan lagi untuk melihat pengaruhnya

ditingkat manusia

1.5.3 Bagi masyarakat

- Penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat terkait

manfaat daun binahong sebagai obat herbal untuk kesehatan

- Penelitian ini dapat dikembangkan menjadi obat herbal dalam

bentuk salep untuk penyembuhan luka bakar

Page 19: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi dan Faal kulit

Kulit adalah organ tunggal yang terberat di tubuh dengan berat sekitar 5

kg, membentuk 15-20% berat badan total orang dewasa, yang memiliki luas

permukaan 1,5-2 m2.13&14

Kulit merupakan organ yang sangat istimewa karena

berada disisi terluar tubuh manusia sehingga mudah dilakukan pengamatan.

Kulit memiliki pelengkap diantaranya rambut, kuku, dan kelenjar. Bila

diamati lebih teliti terdapat variasi kulit sesuai daerah tubuh. Kulit yang tidak

berambut disebut kulit glabrosa, contohnya bisa ditemukan pada telapak

tangan dan kaki. Pada telapak tangan dan kaki, kulit memiliki gambar yang

jelas di permukannya yang disebut dermatoglyphics. Secara histologi kulit

yang tidak berambut kaya akan kelenjar keringat tetapi sedikit kelenjar

sebasea. Sedangkan untuk kulit yang berambut memiliki folikel dan juga

kelenjar sebasea.14

Secara fisiologis kulit memiliki berbagai fungsi.14

perlindungan fisik (terhadap gaya mekanik, sinar ultraviolet, dan bahan

kimia)

perlindungan imunologik

ekskresi

pengindera

pengaturan suhu tubuh

pembentukan vitamin D

Fungsi–fungsi tersebut lebih mudah dipahami dengan meninjau secara

mikroskopik kulit yang terbagi menjadi 3 lapisan: epidermis, dermis dan

subkutis.14

Page 20: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

6

2.1.2 Histologi Kulit

1. Epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, selalu beregenerasi,

berespon terhadap rangsangan diluar maupun di dalam tubuh manusia.

Epidermis berasal dari ektoderm dan terutama tersusun atas epitel berlapis

gepeng yang disebut keratinosit. Sel langerhans dan melanosit terselip

diantara keratinosit, dan terkadang ditemukan juga sel merkel dan limfosit

yang jumlahnya lebih sedikit.14

Epidermis antara kulit tebal dan tipis berbeda,

yang menjadi perbedaan adalah ketebalan lapisan itu sendiri. Kulit tebal

berkisar 400-1.400 µm dan kulit tipis 75-150 µm. Epidermis terdiri atas lima

lapisan keratinosit dengan urutan terbawah terdapat:13

a. Stratum basal

Tersusun atas selapis sel kuboid yang terletak diatas membran basal pada

perbatasan epidermis-dermis. Keratinosit basal berdiri kokoh diatas membran

basal karena protein struktural yang mempertahankan membran sitoplasma

keratinosit pada membran basal yang disebut hemidesmosom. Stratum basal

ditandai dengan tingginya aktivitas mitosis dan bertanggung jawab bersama

lapisan berikutnya untuk produksi sel-sel epidermis secara

berkesinambungan.9

Terdapat tiga subpopulasi keratinosit pada stratum basal

yaitu:14

1. Sel punca, yang biasanya aktif saat terjadi kerusakan luas epidermis

yang membutuhkan regenerasi cepat.14

Sel punca biasanya diam.

Sel punca mempunyai sifat khusus yakni kemampuan memperbaiki

diri yang bersifat jangka panjang, prulipotensial, dan yang paling

penting adalah kemampuannya untuk mengalami pembelahan tidak

simetris.15

2. Sel transit-amplifying, aktif bermitosis dan merupakan subpopulasi

terbesar. Sel transit-amplifying adalah hasil proliferasi terakhir dari

sel punca. Sel transit-amplifying berkomitmen dengan garis

keturunan yang spesifik dan ditandai dengan kemampuannya untuk

Page 21: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

7

mengalami beberapa pembelahan simetris.11

Sel ini tidak selamanya

menetap di stratum basalis.14

3. Sel pascamitosis

Sel transit-amplifying setelah beberapa kali membelah diri

(pascamitosis) dan berkomitmen untuk berdiferensiasi, akan

berpindah ke lapisan di atas stratum basalis (suprabasal).14

Epidermis manusia diperbarui setiap 15-30 hari, bergantung pada usia,

bagian tubuh, dan fakor lain.13

Sitoplasma keratinosit banyak mengandung

melanin, pigmen warna yang tersimpan dalam melanosom. Melanosit

mensintesis melanin dan mendistribusikannya sekitar keratinosit di stratum

basal. Melanin yang tersebar inilah yang akan memberikan warna pada kulit

manusia.14

b. Stratum spinosum

Secara normal lapisannya paling tebal, terdiri atas sel-sel kuboid atau

agak gepeng dengan inti di tengah dengan nukleus dan sitoplasma yang aktif

mensintesis filamen keratin. Filamen keratin membentuk berkas yang tampak

pada mikroskopik yang disebut tonofibril yang berkonvergensi dan berakhir

pada sejumlah desmosom yang menghubungkan sel bersama-sama secara

kuat untuk menghindari gesekan.13

Keratinosit stratum spinosum membentuk stuktur khusus yang disebut

granul lamelar yang merupakan bakal seramid yang berperan untuk

pembentukan sawar lipid. Sawar lipid akan bersinergi dengan sawar sruktural

yang dibentuk oleh filamen keratin intermediate pada startum korneum.14

Pada stratum spinosum dan granulosum terdapat sel Langerhans, sel

dendritik yang merupakan sel penyaji antigen. Antigen yang masuk ke sawar

kulit akan difagosit dan diproses oleh sel Langerhans, kemudian dibawa dan

disajikan kepada limfosit utuk dikenali. Jadi sel Langerhans berperan penting

dalam pertahanan imunologik dengan cara melepaskan sitokin proinflamasi

saat terjadi jejas yang mengancam.14

c. Stratum granulosum

Page 22: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

8

Sekitar 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang mengalami diferensiasi

terminal menyusun stratum granulosum. Sitoplasmanya berisikan massa

basofilik intens yang disebut granul keratohialin.13

Granul keratohialin

mengandung protein profilagrin dan loricrin yang penting dalam

pembentukan cornified cell envelope (CCE). Keratinosit mengalami

diferensiasi dari basal dan puncakya menuju epidermis yaitu korneosit.

Korneosit merupakan sel tanpa nukleus, yang membentuk struktur tidak larut

dan kaku yang disebut dengan amplop cornified. Formasi dari amplop

cornified ini sangat penting untuk fungsi barier pada kulit.16

Keratinosit di stratum granulosum memulai program kematiannya sendiri

(apoptosis). Profilagrin akan dipecah menjadi filagrin yang akan bergabung

dengan filamen keratin intermediet menjadi makro filamen. Beberapa

molekul filagrin nantinya akan dipecah menjadi molekul asam urokanat yang

memberikan kelembaban stratum korneum dan menyaring sinar ultraviolet.

Loricrin akan bergabung dengan protein-protein struktural desmosom, dan

berikatan dengan membran plasma keratinosit. Proses-proses diatas

menghasilkan CCE yang akan menjadi sawar kulit di stratum korneum.14

Waktu yang diperlukan untuk keratinosit basal untuk mencapai stratum

korneum kira-kira 14 hari bahkan bisa lebih.14

d. Stratum lusidum

Stratum lusidum hanya ditemukan pada kulit tebal dan terdiri atas

lapisan tipis transluen sel eosinofilik yang sangat pipih. Organel dan inti telah

menghilang dan sitoplasma hampir sepenuhnya terdiri atas filamen keratin

padat yang berhimpitan dalam matriks padat-elektron.13

e. Stratum korneum

Stratum korneum terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti

dan sitoplasma yang dipenuhi keratin filamentosa birefringen.13

Cornified cell

envelope (CCE) yang mulai terbentuk pada stratum korneum akan

mengalami penataan bersama dengan lipid yang dihasilkan oleh granul

lamelar. Susunan tersebut sering diibaratkan dengan dinding yang tersusun

Page 23: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

9

atas batu bata dan semen disekitarnya. Cornified cell envelope (CCE) sebagai

batu bata dan lipid sebagai semen. Matrik ekstrasuler mampu menahan

kehilangan air dan mengatur permeabilitas, deskuamasi, aktivitas peptida

antimikroba, penyerapan kimia secara selektif. Waktu yang dibutuhkan

korneosit (sel pada stratum korneum yang mengalami keratinisasi dan tak

berinti) untuk melepaskan diri dari epidermis kira-kira 14 hari.14

2. Dermis

Berasal dari mesoderm dan merupakan jaringan ikat yang menunjang

epidermis dan mengikatnya pada jaringan subkutan (hipodermis). Dermis

juga memberikan ketahanan bagi kulit, termoregulasi, imunologik dan

ekskresi. Hal tersebut bisa dilakukan karena berbagai elemen yang berada di

dermis yakni struktur fibrosa dan filamentosa, zat sekitar sel, dan seluler yang

terdiri atas endotel, fibroblas, sel radang, kelenjar, folikel rambut, dan saraf.14

Dermis terdiri dari 2 lapisan:13

1. Lapisan papilar

Terdiri atas jaringan ikat longgar, dengan fibroblas dan sel jaringan ikat

lainnya seperti sel mast dan makrofag.

2. Lapisan retikuler

Lebih tebal, yang terdiri atas jaringan ikat padat ireguler (kolagen tipe

I) dan memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada lapisan

papilar.13

3. Jaringan subkutan

Terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada

organ-organ dibawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser diatasnya.

Lapisan ini juga disebut hipodermis sering mengandung sel lemak yang

jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh.13

Page 24: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

10

Gambar 2.1 Lapisan kulit13

Sumber: Mescher, Anthony L. Hitologi dasar Junqueira. 2011

Gambar 2.2 Lapisan epidermis17

Sumber: The East-West School for Herbal and Aromatic and Jade Shutes, Anatomy and

Physiology of the Skin, 2012.

2.1.3 Luka Bakar

2.1.3.1 Epidemiologi Luka Bakar

Page 25: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

11

WHO Global Burden Disease mengestimasikan tahun 2004, lebih dari

310.000 orang meninggal karena luka bakar, dari 30% jumlah total masih

dibawah usia 20 tahun. Luka bakar menjadi urutan ke-11 yang menyebabkan

kematian pada anak-anak usia antara 1-9 tahun. Frekuensi kematian di negara

berpendapatan redah-sedang sebelas kali lebih tinggi dibandingkan dengan

negara berpendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang terhadap 0,4 per

100.000.18

Gambar 2.3 Frekuensi mortalitas luka bakar per 100.000 anak-anak18

Sumber: WHO (2008), Global Burden Disease: 2004 Update

Wilayah Asia Tenggara dan Timur, kecelakaan lalu lintas, banjir, luka

bakar, dan cedera karena tindakan sendiri menjadi penyebab utama kematian

pada anak-anak.19

HIC= Negara berpendapatan

tinggi

LIMIC=Negara berpendapatan

rendah dan sedang

Page 26: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

12

Gambar 2.4 Distribusi penyebab kematian anak-anak usia (1-14 tahun) di

wilayah Asia Tenggara dan Timur19

Sumber: Child Injury Prevention In South-East Asia Regio WHO, 2008

2.1.3.2 Penyebab Luka Bakar

Studi yang dilakukan secara deskriptif analitik dengan mengumpulkan

rekam medis pasien di pusat pelayanan luka bakar di RS. Cipto

Mangunkusumo, Jakarta mendapatkan hasil penyebab kematian dengan

etiologi luka bakar yang berbeda.6

Gambar 2.5 Penyebab luka bakar6

Sumber: Nungki dan Aditya, Mortality Analysis of Adult Burn Patient.

2013

Di negera berkembang luka bakar yang disebabkan oleh api lebih banyak

terjadi pada wanita, hal ini berhubungan saat seorang wanita sedang

memasak. Luka bakar akibat listrik terjadi saat listrik mengalir ke tubuh

seseorang. Energi panas dari listrik akan menyebabkan kerusakan jaringan.

Keterangan:

78%=Api

14%=Listrik

4%=Air panas

3%=Bahan

kimia

1%=Metal

Page 27: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

13

Berdasarkan dari tegangannya, luka bakar listrik dibedakan menjadi 2

kelompok:4

1.Voltase rendah

Luka bakarnya kecil dan hanya mengenai superfisial kulit

2. Voltase tinggi

Lebih dari 1000 volts, yang akan menyebabkan kerusakan jaringan

yang dalam.

Luka bakar akibat listrik akan mengganggu siklus jantung dan

menyebabkan aritmia. Monitoring jantung harus dipertimbangkan saat

seseorang terkena luka bakar listrik.4

Bahan kimia yang bisa menimbulkan luka bakar antara lain bahan yang

bersifat asam seperti contoh sulful, bahan bersifat basa, contoh sodium atau

potasium, dan bahan organik seperti bitumen.4

2.1.3.3 Klasifikasi Luka Bakar

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan luka bakar. WHO membagi 3

klasifikasi:14

1. Mekanisme cedera

Luka bakar api

Luka bakar inhalasi

Terjadi akibat menghirup udara yang sangat panas, yang pada

akhirnya akan menyebabkan luka pada jalan napas dan paru.14

2. Kedalaman luka bakar

Melihat kedalaman dan ketebalan luka bakar.2

Page 28: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

14

Tabel 2.1 Klasifikasi luka bakar bedasarkan kedalaman

Klasifikasi Kedalaman

Luka

Bakar

Tampilan Rasa nyeri Hasil

Superfisial

Derajat 1 Epidermis Kering dan

merah pucat

Nyeri Penyembuhan

spontan

Kedalaman parsial

Derajat 2

Dermal

superfisial

Epidermis

dan atas

dermis

Melepuh,

lembab, merah

dan pucat

Nyeri akibat

udara dan

temperatur

Penyembuhan

spontan

Dermal

lebih dalam

Epidermis

dan dermis

lebih dalam

Melepuh,

basah atau

setengah

kering, bula,

putih atau

merah, tidak

pucat

Hanya

tekanan

Memerlukan eksisi

dan cangkok kulit

untuk

mengembalikan

fungsi

Seluruh lapisan kulit

Derajat 3 Kerusakan

epidermis

dan dermis

Putih seperti

lilin, abu kasar

atau bahkan

hitam, kering

dan tidak pucat

Tekanan

yang besar

Memerlukan eksisi

keseluruhan dan

fungsi terbatas

Derajat 4 Otot, fasia,

dan tulang

- Tekanan

yang besar

cangkok kulit

keseluruhan

Page 29: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

15

3. Berdasarkan luas luka bakar

Dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh yang terkena. Untuk

pengukurannya bisa menggunakan “rule of nine”.2

Gambar 2.6 Rule of nine untuk mengevaluasi keparahan luka bakar dan

kaitannya dengan penanganan cairan20

Sumber: Advance Traumat Life Suport. American College of Surgeon 9th

.2012

Gambar 2.7 Rule of nine untuk mengevaluasi keparahan luka bakar dan

kaitannya dengan penanganan cairan20

Sumber: Advance Traumat Life Suport. American College of Surgeon 9th

2012

Anak

Dewasa

Page 30: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

16

Setelah diestimasi seberapa luas luka bakar yang mengenai tubuh, hitung

dan sesuaikan dengan kriteria berikut:

Tabel 2.2 Sistim penilaian keparahan luka bakar2

Luka Bakar Ringan Luka Bakar Sedang Luka Bakar Berat

Kriteria

<10% LPB dewasa 10-20% LPB dewasa >20% LPB dewasa

<5% LPB orang muda

dan tua

5-10% LPB orang

muda dan tua

>10% LPB orang

muda dan tua

<2% ketebalan LB

seluruh lapisan kulit

2-5% ketebalan LB

seluruh lapisan kulit

>5% ketebalan LB

seluruh lapisan kulit

dengan luka voltase

tinggi, trauma

inhalasi, mengenai

wajah, disertai fraktur

atau trauma mayor

lainnya

Disposisi

Rawat jalan Rawat inap Rujuk ke pusat luka

bakar

2.1.3.4 Patofisiologi

Luka bakar yang berat menyebabkan destruksi masif jaringan dan

mengaktifkan respon inflamasi yang pada akhirnya akan terjadi gangguan

fisiologi yang parah.Patofisiologi luka bakar mempunyai 2 fase yang berbeda.

Dimana keduanya akan berdampak pada managemen anastesi dengan adanya

perubahan hemodinamik. Pertama fase shock burn kemudiaan diikuti fase

hipermetabolik. Fase shock burnefek lokal luka bakarberat menyebakan

sekresi mediator pada sirkulasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF) dan

interleukin yang efeknya timbul pada respon inflamasi. Dalam 6-8 jam sejak

terjadi luka terjadi peningkatan permeabilitas mikrovaskular, vasodilatasi,

vaskular statis, penurunan kotraktilitas jantung, dan penurunan curah jantung

Page 31: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

17

yang hasilnya akan menjadi edema baik pada jaringan yang luka maupun

tidak.2

Fase hipermetabolik terjadi lebih parah. Lonjakan masif katekolamin dan

kortikosteroid pada plasma 10-15 kali lebih besar dibanding tempat yang

tidak terjadi cedera, dengan adanya fase hipermetabolik akan menyebabkan

peningkatan kebutuhan oksigen jantung dan kerja jantung. Persisten takikardi,

hipertensi sistemik, peningkatan degradasi protein otot, resisten insulin,

peningkatan suhu tubuh dan adanya disfungsi hati merupakan karakteristik

fase ini, yang dikhawatirkan dari respon hipermetabolik berhubungan dengan

luas permukaan tubuh dan durasi waktu terpajan dimana terjadi peningkatan

hormon stres dan katekolamin, dan jika tidak ditangani akan menyebabkan

kelelahan fisiologi dan kematian.2

Luka bakar dengan etiologi apapun memberikan respon lokal dan pada

luka bakar yang serius akan menimbulkan respon sistemik. Respon lokal

berupa inflamasi, regenerasi dan proses perbaikan. Luka bakar dibagi menjadi

3 zona:4

Zona koagulasi atau nekrosis

Zona stasis

Zona hiperemis

Gambar 2.8 Zona pada luka bakar4

Sumber: International Best Practice Guidelines: Effective skin andwound management of

noncomplexburns. Wounds International, 2014

Zona hiperemis:

perfusi bagus, ada di

bagian tepi luka

Zona stasis: mengelilingi

zona koagulasi, perfusi

jaringan

Zona koagulasi: tidak ada

perfusi jaringan dan ireversibel

Page 32: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

18

Luka bakar kompleks mengenai 10-20% dari luas total permukaan tubuh,

dan juga terjadi respon sistemik untuk memperpanjang proses sekresi

mediator inflamasi di tempat cedera. Efeknya berupa hipotensi sistemik,

bronkokonstriksi, peningkatan laju basal metabolik, dan penurunan sistim

imun.4

2.1.3.5 Penyembuhan Luka

Luka didefinisikan sebagai adanya gangguan atau kerusakan dari struktur

normal anatomi dan fungsi. Luka bisa terbatas hanya pada lapisan epidermis

dan lebih parah bisa mencapai jaringan subkutan.21

Tanpa melihat penyebab

dari suatu luka, proses penyembuhannya sama. Luka akan menyebabkan

kerusakan jaringan, dimana akan menstimulasi proses fisiologis untuk

memicu hemostasis dan menginisiasi proses inflamasi, proliferasi, dan

remodeling. Luka akut, contohnya adalah luka akibat insisi bedah, biasanya

waktu yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan relatif cepat. Luka yang

memperlihatkan penyembuhannya terhambat 12 minggu dari awal luka

menyebabkan luka menjadi kronik, seringkali terjadi inflamasi patologi.

Tahapan penyembuhan luka ada 4:22

1. Fase hemostasis

Kerusakan pada arteri akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah

melalui kontraksi otot polos yang melapisi dinding pembuluh darah,

dimediasi dengan peningkatan kadar kalsium sitoplasma. Penurunan aliran

darah terjadi dalam beberapa menit akibat konstriksi arteri yang akan

menyebabkan hipoksia jaringan dan asidosis. Penurunan aliran darah akan

menyebabkan peningkatan produksi nitrit oksida, adenosin dan vasoaktif

metabolisme lain yang akan menimbulkan dilatasi dan relaksasi pembuluh

arteri. Secara berasamaan, histamin juga disekresi dari sel mast untuk

bertindak sebagai vasodilator, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,

memfasilitasi masuknya sel-sel inflamasi ke dalam ruang eksta-seluler

disekitar luka. Penjelasan di atas akan tampak sebagai rubor, kalor, dolor, dan

tumor di tempat terjadinya luka.22

Page 33: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

19

Kehilangan darah lebih lanjut juga dicegah melalu pembentukan bekuan

yang dicapai melalui 3 mekanisme kunci:22

Jalur intrinsik dari kaskade pembekuan (jalur aktivasi kontak) –

kerusakan endotel sebagai akibat dari cedera jaringan akan

mengekspose jaringan sub-endotel sampai ke darah yang

menyebabkan aktivasi faktor XII, hal ini memulai kaskade

pemecahan proteolitik, di mana akan mengaktivasi faktor X yang

mengubah protombin menjadi trombin yang menyebabkan

perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin nanti yang akan

membentukk jala fibrin.

Jalur ekstrinsik dari kaskade pembekuan (jalur faktor jaringan) –

kerusakan endotel menyebabkan tereksposnya faktor jaringan

(ditemukan di banyak sel) ke sirkulasi darah. Hasilnya,

teraktivasinya faktor VII dan sisanya dari jalur ekstrinsik akhirnya

menyebabkan aktivasi trombin.18

Aktivasi platelet – setelah aktivasi trombin, tromboksan atau

adenosin difosfat (ADP), trombosit mengalami perubahan

morfologi. Platelet yang aktif melekat dan menggumpal di tempat

tereksposnya kolagen untuk membentuk sumbat trombosit dan

menghentikan perdarahan sementara. Sumbat diperkuat oleh fibrin

dan faktor von Willeband serta filmen aktin dan miosin di dalam

trombosit.22

Platelet berperan penting selama proses penyembuhan luka, bukan hanya

untuk membentuk bekuan, tetapi juga untuk produksi berbagai faktor

pertumbuhan dan sitokin yang akan melanjutkan regulasi dari kaskade

penyembuhan. Sinyal trombosit sejumlah 300 lebih telah diisolasi dari

platelet yang akitf, dimana akan mempengaruhi dan memodulasi fungsi

platelet lain, leukosit, dan sel endotel. Contoh faktor pertumbuhan yang

terlibat pada proses penyembuhan luka antara lain seperti gambar di bawah,

faktor yang diberikan tanda melingkar terlibat dalam pembentukan

neovaskularisasi saat fase proliferasi.22

Page 34: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

20

Gambar 2.9 Faktor pertumbuhan yang terlibat pada proses penyembuhan luka22

Sumber: Alistair and Clare-Ellen, The Physiology of Woud Healing. 2011

2. Fase inflamasi

Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk mencegah infeksi. Terlepas dari

etiologi luka, pertahanan mekanik digaris terdepan yang melawan masuknya

mikoorganisme tidak lagi utuh. Neutrofil, sebagai “responder pertama”

adalah sel yang sangat motil yang menginfiltrasi luka dalam waktu satu jam

dari kerusakan dimulai, dan bermigrasi berkelanjutan dalam 48 jam

pertama.22

Neutrofil mempunyai 3 mekanisme dalam menghancurkan

mikroorganisme dan debris. Pertama, neutrofil bisa langsung memakan dan

menghancurkan partikel asing, proses yang disebut fagositosis. Kedua,

neutrofil dan mendegranulasi dan mensekresi berbagai macam zat toksik

(lactoferin, katapsin, dan neutrofil elastase) yang akan meghancurkan bakteri

dan host jaringan mati. Oksigen radikal bebas diproduksi sebagai produk

sampingan dari aktivitas neutrofil yang dikenal bersifat antibakteri tetapi juga

dapat membersihkan luka jika bergabung dengan klorin. Neutrofil nantinya

setelah selesai menjalankan tugas akan mengalami apoptosis, kulit yang

kering di atas luka akan difagosit oleh makrofag.22

Page 35: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

21

Makrofag adalah sel fagosit yang sangat besar, dan kadanya akan

memuncak dalam 48-72 setelah infeksi. Sel yang terlibat dalam penyembuhan

luka dirangkum dalam tabel dibawah ini:22

Gambar 2.10 Sel yang berperan dalam penyembuhan luka22

Sumber: Alistair and Clare-Ellen, The Physiology of Woud Healing. 2011

Fase inflamasi akan terus berlangsung selama proses tersebut diperlukan,

memastikan bahwa semua bakteri dan debris dari luka semua sudah bersih.

Inflamasi berkepanjangan bisa terjadi untuk kerusakan jaringan yang luas,

proses proliferasi yang tertunda mengakibatkan pembentukan luka kronis.22

Akhir inflamasi kronik adalah bisa terjadi proses penyembuhan yang

berujung pada terbentuknya jaringan parut atau terjadi regenerasi yang bisa

kembali normal.23

Page 36: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

22

Gambar 2.11 Hasil inflamasi akut23

Sumber: Kumar, Pathology Robbins 2007

3. Fase proliferasi

Setelah stimulus cedera berhenti, hemostasis telah dicapai, dan respon

inflamasi seimbang, luka bersih dari debris, fase proliferasi dimulai untuk

memperbaiki defek. Proses yang kompleks ini menggabungkan pembentukan

neovaskularisasi, pembentukan jaringan granulasi, deposisi kolagen,

epitelisasi, dan retraksi luka yang terjadi secara bersamaan.22

Angiogenesis

Angiogenesis dipicu saat terbentuk sumbat platelet yang

mensekresi TGF-ß, platelet-derived growth factor (PDGF), dan

fibroblast growth factor (FGF). Respon untuk hipoksia adalah

sekresi vascular endothelial growth factor (VEGF), dimana

penggabungannya dengan sitokin lain akan meginduksi sel endotel

untuk memicu pembentukan neovaskulaisasi dan perbaikan

Penyembuhan

Abses

-Infeksi virus-

infeks kronik

-penyakit

autoimun

Cedera

Inflamasi kronik

angiogenesis infiltrasi

sel mononuklear dan

skar

Fibrosiskehilangan

fungsi

-Trauma-

Infeksi

bakteri

-Toksik

Cedera

-Perubahan vaskular

-Rekrutmen neutrofil

-Mediator

Inflamasi akut Pembersihan

mediator dan sel

inflamasi akut

fungsi normal

Perbaikan

Penyembuhan

Penyembuhan

Progresif

Page 37: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

23

pembuluh darah yang rusak. Awalnya pusat luka relatif avaskular

karena hanya bergantung semata-mata dari difusi kapiler yang

tidak rusak di tepi luka. Sebagai hasil pembentukan

neovaskularisasi, jaringan pembuluh darah yang kaya akan kapiler

terbentuk di seluruh luka dari cabang pembuluh sehat.22

Pembentukan pembuluh darah melalui dua proses:

vaskulogenesis prekursornya oleh sel endotel (angioblas) dan

angiogenesis, pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya akan

mengeluarkan tunas kapiler untuk membentuk pembuluh darah

baru.24

Tahap (1) Degradasi membran basalis dan matriks

ekstraseluler (ECM) (2) Migrasi endotel menuju suatu rangsang

angiogenik (3) Proliferasi endotel dibelakang ujung terdepan sel

yang migrasi (mitosis); (4) Pengaturan dan maturasi, rekrutmen

perisit pembuluh darah atau sel otot polos (5) Peningkatan

permeabilitas karena celah interseluler dan meningkatnya

transitosis. Adanya peningkatan permeabilitas memungkinkan

terjadinya deposisi protein plasma di dalam matriks ekstraseluler

dan menyediakan stroma cadangan untuk pertumbuhan fibroblas

dan sel endotel kearah dalam; peningkatan ini juga menimbulkan

edema yang terjadi pada jaringan granulasi.23

Gambar 2.12 Langkah-langkah proses angiogenesis23

Sumber: Kumar, Pathology Robbins 2007

Migrasi fibroblas

Page 38: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

24

Setelah terjadinya luka, fibroblas yang distimulasi untuk

tumbuh oleh faktor pertumbuhan yang disekresi oleh bekuan

platelet akan bermigrasi ke tempat luka (terutama oleh TGF-ß daan

PDGF). Hari ke-3, luka kaya fibroblas yang berada di atas protein

matriks ekstra-seluler (hialuronat, fibronektin, dan proteoglikan)

dan berikutnya produksi kolagen dan fibronektin. Jaringan fibrosa

dan pembuluh darah yang menggantikan gumpalan di tempat luka

disebut jaringan granulasi.22

Jaringan granulasi mengandung kolagen dengan proporsi yang

paling dominan kolagen tipe 3 yang terlihat pada jaringan tidak

luka. Setelah matriks yang mengisi luka cukup, fibroblas berubah

menjadi fenotip miofibroblas dan berkembang menjadi

pseudopodia. Hal itu memungkinkan miofibroblas berhubungan

dengan protein fibronektin dan kolagen sekitar dan membantu

dalam kontraksi luka.22

Kolagen disintesis oleh fibroblas, yang merupakan komponen

kunci dalam memberikan kekuatan terhadap jaringan. Pada luka

tertutup deposisi kolagen maksimal 5 hari dan sering dapat teraba

di bawah kulit sebagai “bubungan luka”. Ketika bubungan ini tidak

teraba, hal ini mengindikasikan bahwa luka berisiko untuk pecah.

Produksi berlebih dari kolagen akan menjadi jaringan parut

hipertrofik.22

Epitelisasi

Sel epitel bermigrasi dari tepi luka secepat mungkin setelah

terjadinya luka sampai sel lengkap menutup luka dan menempel

pada matriks di bawah. Proses embriologi, disebut ephitelial-

mesechymal transtition (EMT), memungkinkan sel epitel mennjadi

motil dan migrasi di seluruh permukaan luka. Luka yang

penutupannya primer, fase ini hanya berlangsung sempurna dalam

24 jam. Luka yang sembuh secara sekunder, area yang epitelnya

sedikit bisa menjadi luas dan luka harus berkontraksi secara

signifikan sebelum proses epitelisasi dapat diselesaikan.

Page 39: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

25

Pencangkokan kulit bisa menutupi cacat ini dan kasus ini juga

jarang terjadi.22

Kontraksi luka

Dimulai 7 hari setelah terjadi cedera, dimediasi terutama oleh

miofibroblas. Interaksi antara aktin dan miosin menarik sel tubuh

menutup bersama penurunan luas jaringan yang butuh

penyembuhan. Kontraksi dipengaruhi faktor termasuk betuk luka,

dengan luka linear kontraksinya cepat dan kontraksi lambat pada

luka sirkular.22

4. Fase remodeling

Tahap akhir dari penyembuhan luka memakan waktu hampir 2 tahun dan

hasil hasilnya adalah pembentukan epitel normal dan maturasi jaringan

parut.22

Tujuan fase remodeling adalah keseimbangan antara sintesis dan

degradasi yang akan menjadikannya bentuk normal.23

Kolagen dan protein

lainnya yang mendeposit luka menjadi bentuk yang sempurna, akhirnya

keseluruhan akan terlihat seperti jaringan yang tidak cedera (penggantian

kolagen tipe 1 menjadi tipe 3). Jaringan parut, tingkat vaskularisasinya

menurun, dan perubahan bekas luka merah muda menjadi abu-abu seiring

waktu.22

Gambar 2.13 Fase penyembuhan luka menyeluruh25

Sumber: Stuart and David, Basic Wound Healin

Page 40: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

26

Tabel 2.3 Penyembuhan Luka23

Waktu Proses

24 jam Neutrofil muncul

24 – 48 jam -Epitel kedua sisi migrasi dan proliferasi di

sepanjang dermis dan mendepositkan komponen

membran basalis selama migrasi

-Terbentuk satu lapisan epitel tipis

Hari ke-3 -Neutrofil sebagian besar tergantikan makrofag,

dan jaringan granulasi yang menginvasi ruang

insisi

-Serat kolagen muncul

-Proliferasi epitel berlanjut dan menjadi suatu

lapisan epidermis penutup yang tebal

Hari ke-5 -Puncak neovaskularisasi

-Kolagen sangat banyak dan mulai

menghubungkan insisi

-Ketebalan epidermis kembali normal

Minggu ke-2 -Kelanjutan penumpukan kolagen dan proliferasi

fibroblas

-Leukosit, edema, dan peningkatan vaskularisasi

berkurang

-Peningkatan deposisi kolagen dalam jaringan

parut bekas insisi

-Regenerasi pembuluh darah

Akhir bulan pertama -Jaringan parut sebagian besar tanpa disertai sel

radang dan ditutupi oleh epidermis yang normal

-Kekuatan regang pada luka meningkat dengan

seiring waktu

Penyembuhan sekunder terjadi jika luka yang terjadi luas dan lebih

kompleks. Proses regenerasi sel parenkim saja tidak dapat mengembalikan

Page 41: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

27

bentuk asli akibatnya terjadi pembentukan jaringan granulasi ke arah dalam

tepi luka, penumpukan ECM, dan pembentukan jaringan parut. Penyembuhan

ini disebut penyembuhan sekunder. Perbedaan penyembuhan primer dan

sekunder:23

Secara intrinsik, ketika jaringan yang rusak luasakanmempunyai debris

nekrotik, eksudat, dan fibrin yang lebih besar yang harus dihilangkan.

Jaringan granulasi yang terbentuk akan semakin besar untuk mengisi

kekosongan yang lebih besar. Secara umum jaringan granulasi yang besar

akan menimbulkan jaringan parut yang lebih besar.

Penyembuhan sekunder menunjukkan fenomena kontraksi luka. Sehingga

ukuran luka bisa berkurang luasnya.

Gambar 2.14 Penyembuhan luka primer (kiri) dan luka sekunder (kanan)23

Sumber: Kumar, Pathology Robbins 2007

2.1.3.6 Penanganan luka bakar

Pertolongan pertama26

Tujuan: 1. Stop proses kebakaran

Fibroblas

Kapiler

baru

Penyatuan

fibrosa

Berminggu

-minggu

3-7 hari

24 jam

Kontraksi

luka

Bekuan

Neutrofil

Page 42: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

28

2. Luka bakar didinginkan

1. Hentikan proses kebakaran

- Pasien dijauhkan dari sumer cedera

- Jika berada di api STOP, JATUHKAN, TUTUP wajah, BERGULING

- Cegah melukai diri sendiri selama menolong tindakan di atas

2. Luka bakar didinginkan

- Luka bakar dialirkan air dingin minimal 20 menit dengan suhu air antara

8-250C

- Luka bakar efektif dialirkan air dingin hanya 3 jam dari awal terjadinya

luka

Pasien saat akan dipindahkan ke rumah sakit, cegah kehilangan panas dan

cairan, juga infeksi dengan menggunakan bahan dari plastik.26

3. Tiba di Rumah Sakit

- Tempat pasien kering, steril, dan hangat

- Tetap lapisi bagian yang luka dengan plastik

- Elevasikan anggota tubuh yang terkena luka

Harapan: proses kebakaran akan berhenti dan luka bakar menjadi dingin.26

Tatalaksana nyeri

Tujuan: 1. Mengurangi rasa nyeri yang membuat pasien tidak nyaman

2.Meminimalisasi risiko berlebih atau tidak adekuat obat anti-nyeri26

1. Penilaian

- Seberapa nyeri yang pasien rasakan? Nilai dengan menggunakan Visual

Analoge Scale (VAS) yaitu melihat ekspresi pasien interval 3-5 menit,

kemudian catat hasil

- Berapa banyak anti-nyeri yang sudah pasien dapat sebelum tiba di rumah

sakit?

- Apakan pasien menggunakan obat ilegal dan alkohol?

- Ukur berat badan pasien sehingga bisa menentukan obat anti-nyeri yang

tepat

Page 43: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

29

2. Penanganan akut

- Dosis awal diberikan morfin 2.5-10 mg untuk dewasa dan 0.1-0.2

mg/kgBB untuk anak-anak

- Dosis harus dititrasi dan lihat respon terapi pasien, termasuk frekuensi

napas

- Pada anak- anak rasa nyeri bisa dialihkan dengan menonton televisi,

mendengarkan radio atau teknik yang lain yang bisa dilakukan

- Ikuti ptotokol yang sesuai dengan rumah sakit setempat26

Harapan: nyeri yang dirasakan sesuai level yang bisa pasien terima26

2.1.4 Tanaman Binahong

Tanaman binahong atau dalam bahasa latin (Anredera cordifollia Tenore)

Steenis). Merupakan tanaman medis yang ditemukan sudah sejak lama.

Tanaman ini dibudidayakan secara luas ditemukan di daerah beriklim tropis.

Asal daun ini dari Brazil yang dikenal dengan sebutan Madeira vine atau

Mignonette vine.8

Klasifikasi taksonomi:27

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Caryophyllales

Suku : Basellaceae

Marga : Anredera

Jenis : Anredera cordifollia (Tenore) Steenis

Di Indonesia lebih dikenal dengan binahong. Daun ini tumbuh secara

menjalar, berumur panjang, dan tingginya bisa mencapai 6 m. Memiliki

batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagiandalam solid,

permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak

daun dengan bentuk tak baraturan dan teksturnya kasar. Mempunyai daun

Page 44: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

30

tunggal, bertangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau,

berbentuk seperti jantung, panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tipis

lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin, dan bisa

dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di

ketiak daun, mahkota bewarna krem ke putih-putihan berjumlah lima helai

tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm, berbau harum. Akar

berbentuk rimpang dan berdaging lunak.27

Gambar 2.15 Daun binahong27

Sumber: Badan POM RI-Direktorat Obat Asli Indonesia 2008

Masyarakat Jawa sudah menggunakan binahong ini untuk menyembuhkan

berbagai macam penyakit. Tetapi sayangnya masih sedikit penelitian yang

dilakukan tentang obat herbal ini. Biasanya mereka menggunakan binahong

ini untuk menyembuhkan diabetes melitus, tipes, hipertensi, hemoroid,

tuberculosis, reumatik, asam urat, asma, meningkatkan volume urin untuk

diuretik, penyembuhan setelah melahirkan, penyembuhan luka dan setelah

sirkumsisi, kolitis, diare, gastritis dan kanker.8

Binahong diketahui mempunyai efek terhadap antibakterial, antiobesitas,

antihipoglikemik, antimutagenik, antiviral, antidiabetik, antiinflamasi,dan

sebagainya. Pada saat itu dilakukan penelitian untuk melihat kandungan

dalam binahong yang bisa digunakan sebagai antibakterial, antiobesitas, dan

sebagainya, sampai akhirnya ditemukan bahwa binahong mengandung

saponin, alkaloids, polyphenols, flavonoid and mono polysaccharide

Page 45: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

31

termasuk juga L-arabinose, D-galaktose, L-rhamnose, D-glucose, dimana

semuanya merupakan komponen perlekatan rantai dengan jumlah terbanyak.

Dari daun, tangkai, akar, dan bunganya sendiri mengandung banyak

flavonoid yang berperan sebagai efek antimikroba. Flavonid juga berfungsi

sebagai antibiotik sprektrum luas. Daun binahong mempunyai aktivitas

antioksidan, menyerap asam, tinggi campuran fenol, dan campuran ini

mempunyai kemampuan untuk melawan bakteri gram positif dan gram

negatif dan digunakan untuk pengobatan penyakit menular seksual.8

Saponin ditemukan pada bagian akar dan daun. Saponin bisa menimbulkan

efek antiimikroba. Adanya saponin ini sebagai penstabil larutan koloid.

Fungsinya sebagai pembersih, yang bisa menstimulasi formasi kolagen.

Protein berperan dalam proses penyembuhan luka.8

Flavonoid yang jenis

quercetin ditemukandalam tanaman binahong. Quercetinadalahflavonoid

yang mempunyai beberapa aktivitas farmakologi, di antaranya efek anti-

inflamasi dan anti-oksidan. Aktifitas anti-inflamasi terjadi melalui berbagai

mekanisme antara lain melalui penghambatan produksi nitrat oksida (NO)

dan prostaglandin E2 (PGE2) yang diinduksi oleh lipopolisakarida (LPS)

pada sel makrofag, serta penghambatan enzim inducible nitric oxide synthase

(iNOS) dan siklooksigenase – 2 (COX-2).28

Didugaquercetinjuga mampu mencegah kerusakan oksidatif dan kematian

sel dengan mekanisme menangkap radikal bebas, mencegah terjadinya proses

peroksidasi lemak, menghelat ion logam dan menghancurkan rantai reaksi

radikal. Studi tentang aplikasi topikal senyawa seperti quercetin yang

memiliki kemampuan membersihkan radikal telah terbukti bermakna

meningkatkan penyembuhan luka dan melindungi jaringan dari kerusakan

oksidatif. Quercetinjuga memiliki fungsi meningkatkan angiogenesis dengan

cara menghambat HIF-prolyl hydrocylase yang mengakibatkan aktivasi HIF-

1dan induksi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) yang merupakan

salah satu faktor terpenting dalam proses angiogenesis.28

Flavonoid diketahui memiliki fungsi untuk mengurangi peroksidasi pada

lipid dengan cara mencegah atau memperlambat timbulnya nekrosis sel, dan

Page 46: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

32

juga meningkatkan vaskularisasi yang dapat menghambat perokdiasi lipid

yang juga dipercaya dapat meningkatkan viabilitas serat kolagen serta

meningkatkan kekuatannya, sirkulasi darah, mencegah kerusakan sel dan

meningkatkan sintesis DNA. Kandungan zat astringen dan antimikroba dalam

flavonoid berkontribusi terhadap kontraksi luka dan meningkatkan tingkat

epitelialisasi. Antioksidan yang dimiliki flavonoid juga dapat berkontribusi

untuk penyembuhan luka.8

1.1.5 Silver sulfadiazin

Silver sudah digunakan sebagai obat sejak zaman Hipocrates, yang dalam

tulisannya membahas tentang “Silver sebagai komponen perwatan luka”.

Abad ke-19 sampai ke-20, ahli bedah rutin menggunakan silver untuk

mengurangi risiko peradangan setelah operasi dan infeksi. Pada perang dunia

I, tentara menggunakan daun silver untuk menutup luka, dan pada perang

dunia II penggunaan silver sebagai antimikroba menurun karena munculnya

antibiotik. Hari ini silver telah digunakan kembali untuk pencegahan dan

pengobatan luka, bisul, dan luka bakar.29

Silver mengandung berbagai agen antibakteri yang berbeda, termasuk

topikal krim, salep dan solusio: silver nitart, silver sulfadiazine, dan silver

sulfadiazin dengan nitrat serium. Silver membutuhkan ionisasi untuk

sepenuhnya menunjukkan efek antimikroba. Ion silver bermuatan positif

mudah mengikat ion protein bermuatan negatif cairan luka, sehingga

menghambat pengiriman ion silver pada dasar luka.29

Ketika terkena cairan

luar beberapa ion terlepas dari senyawa. Ion silver sangat reaktif dan

mempengaruhi beberapa tempat, akhirnya menyebabkan kematian sel bakteri.

Ion silver akan mengikat membran sel bakteri, menghancurkan dinding sel

dan menyebabkan kebocoran sel. Ion silver berpindah ke sel dan mengganggu

fungsi sel dengan mengikat protein dan mengganggu produksi energi, fungsi

enzim, dan replikasi sel.30

Penggunaan silver jauh menurun dengan munculnya antibiotik. Pada 1970-

an, Fox mengkombinasikan nitrat silver dengan antibiotik natrium

Page 47: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

33

sulfadiazin. Formulasi ini dikenal dengan silver sulfadiazin, keuntungannya

dari efek penghambat dari silver dan antibakteri dari sulfadiazin. Awalnya

silver sulfadiazin berberntuk salep, namun kemudian masuk kategori krim

hidrofilik. Meskipun silver sulfadiazin strandar emas pengobatan luka bakar,

studi terbaru menunjukkan bahwa silver sulfadiazin dapat menghambat

penyembuhan luka.29

Bukti yang menunjukkan penggunaansilver sulfadiazin dalam luka bakar

masih sedikit. Bukti sementara ditemukan bahwa Silver

sulfadiazinmeningkatkan waktu penyembuhan – luka akan sembuh lama jika

diberikan obat ini, jadi obat ini tidak direkomendasikan oleh penulis dari

tinjauan cochrane.31

2.1.6 Bentuk Sediaan Obat

Bentuk sediaan obat disiapkan untuk kemungkinan setiap penggunannya

dan dibuat formulasi sediaan yang cocok sehingga reaksi terapi yang didapat

dapat maksimal.32

Bentuk sediaan obat berbagai macam bergantung pada

bahan obat (stabilitas, bioavailabilitas, sifat toksik, kemudahan serta lama

pemakaiannya), penerima obat (usia, target obat sistemik atau lokal saja).

Bioavailabilitas adalah gambaran besar dan laju absorbsi obat dari suatu

bentuk sediaan. Bioavailabilitas dapat menentukan jumlah obat yang

diabsorbsi, kecepatan obat tersebut untuk diabsorbsi, lamanya obat tersebut

berada di cairan tubuh, dan hubungan anatara kadar obat dalam darah dengan

keefektifan dan efek toksik suatu obat.32

Salep adalah sediaan setengah padat yang aplikasinya pada daerah luar

atau membran mukosa. Salep mengandung kurang dari 20% air dengan basis

hidrokarbon (vaselin album dan vaselin flavum) dan basis absorbsi (adeps

lanae dan lanolin). Basis hidrokarbon membantu obat bisa berkontak lama

dengan kulit dan juga sebagai penutup luka.33

Suspensi adalah sediaan obat yang terbagi dengan halus yang ditahan

dalam suspensi dengan menggunakan pembawa yang sesuai. Suspensi oral

biasanya menggunakan pembawa yang mengandung air. Bentuk sediaan

Page 48: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

34

suspensi memiliki keuntungan dibanding dengan tablet atau kapsul karena

obat masuk ke dalam tubuh sebagai butir-butir halus dan siap untuk

memasuki proses melarut setelah pemberian.32

Penggunaan secara oral

memiliki kekurangan yakni bioavailabilitasnya yang rendah. Bioavailabilitas

sendiri bergantung pada beberapa faktor yakni kelarutan air, permeabilitas

obat, metabolisme lintas, dan lain sebagainya. Kelarutan air adalah faktor

yang paling berperan.34

Ekstrak daun binahong disuspensikan menggunakan

pelarut NaCMC 1%.35

NaCMC berfungsi sebagai penstabil suspensi,

pengental, dan bahan pengikat.36

Farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh.37

Prosesnya terbagi

menjadi 4 yakni absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Absorbsi

melibatkan 3 langkah. Petama disintergrasi, bentuk obat harus diintegrasikan

terlebih dahulu sebelum obat bisa diabsorbsi. Disintergrasi tidak dilakukan

untuk obat sedian cair atau obat yang didisintergrasikan di luar tubuh misal

didisintegrasikan di dalam gelas air sebelum ditelan. Disintegrasi dilakukan

pada obat bentuk sediaan tablet, kapsul dan supositoria.38

Kedua disolusio,

adalah proses melarutnya obat dalam cairan tubuh.32

Suspensi, tablet dan

kapsul harus melalui tahap disolusio terlebih dahulu, ketika proses disolusio

terjadi molekul obat harus melewati membran permeabel yang selektif di

lapisan saluran cerna untuk bisa sampai ke pembuluh darah, hal ini

bergantung dari bahan fisik dan kimia obat.39

Ketiga absorpsi, dari cairan

tubuh obat melewati dinding kapiler dan akan diabsorbsi ke sistemik.38

Page 49: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

35

Gambar 2.16 Absorpsi obat di epitel saluran cerna39

Sumber: Pharmokinetics: The Absorption, Distribution, and Excretion of Drugs. Chapter 3

Secara skematik proses absorpsi obat secara oral tergambar dibawah:32&37

Obat sediaan topikal tidak memerlukan proses disintegrasi, akan secara

cepat terdisolusio dalam cairan jaringan di kulit, bagaimanapun obat topikal

tidak menyempurnakan proses absorbsi sampai akhiri dan tidak memerlukan

distribusi ke aliran sistemik. Efek terapetiknya hanya lokal di tempat

pemberian obat.38

Vena porta Hati

Absorpsi di saluran

pencernaan

Darah sistemik

Pembuluh darah

mesenterik

Pembuluh darah

kapiler Oral

Jaringan

Page 50: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

36

2.2 Kerangka Teori

Ekstrak daun binahong

Salah satu faktor

penyembuhan

luka lebih cepat

Aktifasi HIF-1

(Hypoxia-Inducible

Factor-1)

Menghambat HIF-

prolylhydrocylase

Mengandung

flavonoid (Quercetin)

Aktivasi transkripsi

beberapa gen angiogenik

dan reseptornya. contoh:

VEGF

Terfasilitasinya

rekrutmen sel endotel

di tempat yang

hipoksia

proliferasi sel

endotel dengan

meregulasi gen yang

terlibat dalam siklus sel

dan replikasi DNA

Stimulasi

pembentukan

neovaskularisasi

Vitamin C

Page 51: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

37

2.3 Kerangka Konsep

Ekstrakdaun binahong

konsentrasi 40% sediaan

salep dan ekstrak daun

binahong sediaan oral

Pembentukan

neovaskularisasi

Proses peyembuhan luka

Paparan luka bakar 30 detik

menggunakan plat besi

Page 52: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

38

2.4 Definisi Operasional

Tabel 2.4Definisi Operasional

No Variabel Definisi

operasional

Alat ukur Hasil ukur Skala

ukur

1. Neovaskularisasi Pembuluh

darah yang

terdapat di

jaringan

granulasi

-Mikroskop

Olympus

BX41

-Pogram

Adobe

Photoshop

CS3

Jumlah

neovaskula-

risasi

Numerik

2. Salep ekstrak

daun binahong

Salep ekstrak

daun

binahong

dengan

konsentrasi

ekstrak daun

binahong

40%

- - Kategorik

3. Ekstrak daun

binahong sediaan

oral

Ekstrak daun

binahong

dengan etanol

96% dosis

100

mg/kgBB

- - Kategorik

4. Basis salep Salep yang

berisi vaselin

album dan

adeps lanae

tanpa ekstrak

daun

- - Kategorik

Page 53: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

39

binahong

4.

Kontrol positif Krim silver

sulfadiazin

- - Kategorik

Page 54: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian desain eksperimental bersifat analitik

dengan menggunakan evaluasi histopatologi untuk melihat pengaruh ekstrak

daun binahong terhadap pembentukan neovaskularisasi pada luka bakar tikus

Sprague dawley.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Diawali determinasi

tanaman binahong di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor,

Jawa Barat. Kemudian pembuatan ekstraks daun binahong yang dilakukan di

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor, Jawa Barat.

Pembuatan salep dan oral ekstrak daun binahong di laboratorium Biokimia

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perlakuan terhadap hewan percobaan

dilakukan di Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembuatan sediaan preparat dilakukan di laboratorium Patologi Cito Depok.

Hasil sediaan dilakukan pengamatan di laboratorium Patologi dan

Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian

dilakukan pada bulan Juni- Juli 2016.

3.3. Bahan Uji

Sebanyak 600 gram daun binahong yang didapatkan dari penjual tanaman

obat di daerah Bogor, Jawa Barat. Kemudian daun dideterminasi. Determinasi

dilakukan untuk mengurangi kesalahan identitas sampel. Hasil determinasi

menunjukan bahwa sampel yangdiuji benar adalah spesies Anredera

cordifolia(Tenore) Steenis. Kemudian dilakukan proses ekstraksi di

BALITRO, Bogor didapatkan ekstrak kental, kemudian di keringkan di

BATAN Jakarta Selatan dengan hasil berupa ekstrak kering.

Page 55: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

41

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasipenelitianini adalah tikus strain Sprague dawley yang didapatkan

dari penyedia hewan coba (iRATCo) yang sudah disertakan dengan surat

keterangan sehat dari iRATCo.

1.4.1 Besar Sampel

Jumlah kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah 5 kelompok dan

masing-masing jumlah kelompok ditentukan berdasarkan rumus Federer:40

(N-1) (T-1) ≥ 15 , dengan N= Jumlah sampel dan T= jumlah kelompok.

(N-1) (5-1) ≥ 15

(N-1) (4) ≥ 15

(N-1) ≥ 15/4

N -1 ≥ 3,75

N ≥ 4,75 (bulatkan 5)

Dari rumus tersebut didapatkan bahwa sampel minimal masing-masing

kelompok adalah 5 hewan coba.

1.4.2 Kriteria Inklusi

Tikus Sprague dawley jenis kelamin jantan, tidak cacat dengan berat tikus

150-250 gram.

1.4.3 Kriteria Eksklusi

Tikus Sprague dawley yang mengalami bekas luka di daerah dorsal atau

memiliki kelainan kulit maupun organ lainnya.

Page 56: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

42

3.4.4 Pembagian Kelompok Sampel

Terdapat 5 kelompok pada penelitian ini. Kelompok 1 adalah tikus yang

diberikan salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 40%. Kelompok 2

adalah tikus yang diberikan ekstrak daun binahong sediaan oral dengan dosis

pemberian 100 mg/kgBB/hari. Kelompok 3 adalah tikus yang diberikan salep

ekstrak daun konsentrasi 40% dan ekstrak daun binahong sediaan oral dengan

dosis pemberian 100 mg/kgBB/hari. Kelompok 4 adalah tikus yang diberikan

kontrol positif berupa krim silversulfadiazine. Kelompok 5 adalah tikus yang

diberikan kontrol negatif berupa adeps lanae dan vaseline album tanpa

campuran ekstrak daun binahong.

1.5 Alat dan Bahan Penelitian

1.5.1 Alat penelitian

1. Kandang tikus

2. Tempat minum dan makanan tikus

3. Serbuk kayu untuk tikus

4. Sabun dan alat pembersih kandang tikus

5. Penutup leher yang terbuat dari kertas rontgen

6. Plat besi berukuran 4x2 cm

7. Tabung untuk anastesi

8. Alat bedah minor dan pisau cukur

9. Gelas dan alat pemanas air

10. Lumpang dan alu

11. Timbangan elektronik

12. Sarung tangan dan masker

13.Termometer

14. Mikroskop, komputer dan DVD RW

15. Sonde dan spuit

16. Kuas

17. Kertas karton

18. Magnetic stirrer

Page 57: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

43

3.5.2 Bahan penelitian

1. Ekstrak daun binahong

2. Adeps lanae

3. Vaseline album

4. Eter

5. Formalin

6. NaCl

7. Na CMC

8. Akuades

3.6 Adaptasi dan Pemeliharaan Hewan Sampel

Pada saat tikus pertama kali datang di FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dari penyedia hewan coba (iRATCo) dilakukan adaptasi selama satu

minggu di Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dilakukan

pemantauan berat badannya, kebersihan kandang, dan pemberian makanan

dan minuman secara ad libitum.

1.7 Pembuatan Sediaan Salep

Setelah mendapatkan ekstrak daun binahong dari BALITRO, Bogor dan

hasil ekstrak kering dari BATAN, Jakarta Selatan dilakukan pembuatan salep

di laboratorium Biokimia di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ekstrak

daun binahong ditambahkan basis berupa adeps lanae dan vaselin album.

Pertama- tama panaskan terlebih dahulu lumpang ada alu untuk proses

sterilisasi kedalam oven dengan suhu 500C, setelah itu keluarkan dan mulai

masukkan adeps lanae dan aduk secara perlahan sampai merata. Tambahkan

vaselin album dan aduk kembali sampai semua tercampur secara homogen.

Selanjutnya tambahkan ekstrak daun binahong dan aduk kembali.

Page 58: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

44

Formula standar dasar salep menurut Agoes Goeswin (2006) ialah:41

R/ Adeps Lanae 15 g

Vaselin Album 85 g

m.f salep 100 g

Formula salep diperkecil menjadi:

R/ Adeps Lanae 7.5 g

Vaselin Album 42.5 g

m.f salep 50 g

Hasil yang didapat untuk salep ekstrak daun binahong 40% adalah:

R/ Ekstrak daun binahong 15 g

Dasar salep 22.5 g

m.f salep 37.5 g

Jadi dibutuhkan sebanyak 37.5 gram.

1.8 Pembuatan Sediaan Oral

Sebanyak 1 gram bubuk NaCMC dilarutkan dalam 100 ml akuades

menggunakan magnetic stirrer. Dosis pemberian ekstrak adalah 100

mg/kgBB.42

Pertama hitung terlebih dahulu berat badan masing-masing tikus,

kemudian hasilnya dirata-ratakan. Hasil rata-rata berat badan kemudian

dikalikan dengan rumus pemberian dosis oral, dan didapatkan dosis oral satu

kali/hari. Sebanyak 10 mg ekstrak akan ditambahkan 0.1 ml NaCMC,

kemudian hitung jumlah ml NaCMC yang ditambahkan dalam ekstrak daun

binahong dengan membuat perbandingan hasil dosis oral satu kali/hari.

a). Kelompok oral:

BB rata-rata tikus= 160.18 gram

Dosis oral= 100 mg/kgBB 100 mg/1000 gramBB

= 1 mg/10 gramBB

Jumlah = dosis x BB rata-rata

Page 59: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

45

=1 mg/10 gramBB x 160.18 gram

=16.018 mg

Jadi setiap tikus 1 hari mendapatkan 16.018 mg ekstrak

NaCMC 1% 1 gram NaCMC dilarutkan dalam 100 ml akuades

10 mg ekstrak= 0.1 ml NaCMC

16.018 mg = 0.16 ml NaCMC

Jadi 16.018 mg ekstrak daun binahong dilarutkan dalam 0.16 ml NaCMC

b). Kelompok salep + oral

BB rata-rata tikus= 172,59 gram

Dosis oral= 100 mg/kgBB 100 mg/1000 gramBB

= 1 mg/10 gramBB

Jumlah = dosis x BB rata-rata

=1 mg/10 gramBB x 172,59 gram

=17.259 mg

Jadi setiap tikus 1 hari mendapatkan17.259 mg ekstrak

NaCMC 1% 1 gram NaCMC dilarutkan dalam 100 ml akuades

10 mg ekstrak= 0.1 ml NaCMC

17.259 mg = 0.17 ml NaCMC

Jadi 17.259 mg ekstrak daun binahong dilarutkan dalam 0.17 ml NaCMC

1.9 Identifikasi Variabel

1.9.1 Varibel Bebas

Ekstrak daun binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steenis

dengan konsentrasi 40%

1.9.2 Variabel Terikat

Jumlah neovaskularisasi

3.10 Perlakuan Luka Bakar Pada Tikus

Pertama sebelum dilakukan perlakuan, tikus dimasukkan dalam tabung

yang berisikan eter untuk proses anastesi. Hal tersebut dilakukan sesaat saja

agar memudahkan proses pencukuran rambut. Rambut pada bagian punggung

Page 60: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

46

dicukur dengan menggunakan mesin cukur dan diberikan pula foam. Saat

sudah mulai bersih diberikan veet (R) dan ditunggu selama 2-3 menit. Setelah

itu diusapkan alkohol swab utuk membersihkan sisa veet (R). Kemudian tikus

dimasukkan kembali dalam toples. Saat sudah mulai lemas tikus dikeluarkan

dan dilakukan pembuatan luka bakar. Luka bakar dibuat dengan

menggunakan plat besi berukuran 4x2 cm yang dicelupkan kedalam air

dengan suhu mencapai 1000 C. Luka bakar dibuat dengan cara menempelkan

plat besi pada bagian punggung tikus selama 30 detik untuk meminimalisasi

kesalahan perlakuan dilakukan oleh orang yang sama.

3.11 Cara Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong

Setelah dilakukan pembuatan luka bakar pada bagian punggung proses

selanjutnya adalah pemberian terapi salep ekstrak daun binahong dengan

menggunakan cat kuas untuk aplikasinya. Pemberian salep dilakukan dua kali

sehari yakni pagi dan sore selama 5 hari.

3.12 Cara Pemberian Sediaan Oral

Setelah dilakukan pembuatan luka bakar pada bagian pungung proses

selanjutya adalah pemberian ekstrak sediaan oral dengan sonde. Yang

dilakukan sehari sekali pada sore hari selama 5 hari.

3.13 Pengambilan Jaringan

Setelah 5 hari diberikan terapi. Tikus dianastesi total untuk memulai

proses pengambilan jaringan kulit, setelah teranastesi total, bagian kulit yang

terdapat luka dipisahkan dengan bagian kulit yang sehat dengan

menggunakan alat bedah minor. Kemudian kulit direndam sesaat dalam air

NaCl dan setelah itu dibentangkan diatas keras karton kemudian di rendam

dalam formalin 10%, selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan preparat di

laboratorium Patologi Cito, Depok.

3.14 Pengamatan Histopatologi

Saat proses pembuatan sediaan preparat selesai dilakukan pengamatan

preparat terhadap jumlah pembentukan neovaskularisasi. Preparat diamati

Page 61: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

47

dengan menggunakan mikroskop perbesaran 40 kali lensa okuler dan

dilakukan pemotretan 10 lapang pandang pada setiap preparat.43

Setelah

semua foto sudah dilakukan pemotretan, selanjutnya dilakukan penghitungan

jumlah pembentukanneovaskularisasi.

3.14.1 Cara Pengukuran

Jumlah neovaskularisasi dihitung seluruhnya dari foto preparat

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Hasil foto disimpan

dan dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung jumlah neovaskularisasi

yang terbentuk dari 10 lapang pandang yang berbeda. Jumlah

neovaskularisasi dari sepuluh lapang pandang kemudian dirata-rata.

3.14.2 Cara Penggunaan Adobe Photoshop

Berikut adalah lankah-langkah yang dilakukan untuk menghitung jumlah

neovaskularisasipada foto preparat:

1. Buka aplikasi Adobe Photoshop CS3

2. Buka foto yang akan dihitung jumlah pembuluh darahnya dengan cara,

klik file, lalu pilih open, pilih foto yang akan dihitung jumlah pembuluh

darahnya

3. Buat garis bantuan (grid line) untuk mempermudah dan meminimalisasi

kesalahan. Tekan Ctrl+K secara bersamaan sehingga muncul tampilan

seperti berikut:

Page 62: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

48

Gambar 3.1 Pengaturan gird line pada Adobe Photoshop CS3

Sumber: Print screen dari program Adobe Photoshop CS3

4. Pilih Guide, Grid & slices, sehingga akan muncul tampilan sebagai

berikut:

Gambar 3.2 Pengaturan Guide, Grid & slicespada Adobe Photoshop CS3

Sumber: Print screen dari program Adobe Photoshop CS3

Atur warna garis yang diinginkan dan jarak dari setiap garis, setelah itu

klik OK

5. Tekan Ctrl+K untuk memunculkan gird line

Page 63: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

49

Gambar 3.3 Gird line pada Adobe Photoshop CS3

Sumber: Print screen dari program Adobe Photoshop CS3

6. Hitung neovaskularisasi yang terlihat pada foto. Pembuluh darah

ditandai dengan adanya lumen yang dikelilingi oleh sel endotel atau

lumen yang berisi sel darah baik yang terpotong secara melintang atau

memanjang. Perhitungan dimulai dari kotak paling atas kiri ke kotak

bawah kanan. Selanjutnya pembuluh darah dijumlahkan.

3.15 Manajemen Analisis Data Pembentukan Neovaskularisasi

Setelah semua dilakukan perhitungan dilakukan pengolahan data dengan

menggunakan program SPSS versi 16.0. data pada penelitian ini berupa

variabel numerik lebih dari 2 kelompok tidak berpasangan sehingga

menggunakan uji one way ANOVA jika distribusi normal, jika distribusi data

tidak normal maka menggunakan uji nonparametrik yakni uji Kruskall-Walls.

3.16 Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mengajukan permohonan etik sampai pada tingkat

kampus dengan menyerahkan proposal penelitian.

Page 64: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

50

3.17 Alur kerja penelitian

Determinasi daun di LIPI,

Bogor

Pembelian tikus dari iRATCo

sebanyak 30

Mendapatkann surat

keterangan kesehatan tikus

di iRATCo

Pengolahan dan analisa data

Pembelian daun binahong di

toko tanaman obat di Bogor,

Jawa Barat

Persiapan penelitian

Tikus di anastesi

menggunakan eter

Aklimatisasi tikus selama 7

hari di animal house

Pemberian terapi sesuai

kelompok perlakuan

Eksisi kulit dan nekropsi

pada hari ke-6

Pemberian terapi salep

binahong 2 kali sehari dan

sediaan oral satu hari sekali

selama 5 hari

Perlakuan luka bakar 30 detik

dengan plat besi berukuran

4x2 cm yang sudah

dipanaskan dalam air

mendidih 1000C

Tikus di anastesi

menggunakan eter

Pengamatan sediaan preparat

di laboratorium Parasitologi

FKIK UIN Jakarta

Pengiriman organ ke

laboratorium Patalogi CITO

Jakarta

Pembuatan ekstrak daun

binahong sediaan salep

konserasi 40% dan oral

Ekstraksi daun di BALITRO,

Bogor

Pembuatan ekstrak kering di

BATAN Jakarta Selatan

Page 65: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil makroskopik yang terlihat pada pelakuan luka bakar tikus Sprague

dawleydengan paparan plat besi selama 30 detik terlihat gambaran kulit yang

berwarna merah.

Gambar 4.1 Gambaran Makroskopik Luka Bakar tikus Sprague dawley

Sumber: Dokumentasi selama proses penelitian

Gambar 4.2 Mikroskopik luka bakar tikus Sprague dawley

Sumber: Foto preparat tikus luka bakar derajat II yang dilihat di bawah

mikroskop

Page 66: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

52

Pada gambar 4.2 terlihat epidermisnya sudah hilang dan mengenai bagian

dermis tetapi tidak sampai mengenai otot.

Luka bakar kemudian diberikan pengobatan berupa salep ekstrak daun

binahong 40%, ekstrak daun binahong sediaan oral dengan dosis 100

mg/kgBB/hari, kombinasi salep ekstrak daun binahong 40% dan ekstrak daun

binahong sediaan oral dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, krim silver

sulfadiazin (K+) dan basis salep (K-). Semua diberikan selama 5 hari. Untuk

salep dioleskan 2 hari sekali dan oral dilakukan sehari sekali.

Berikut adalah gambaran mikroskopik pembentukan neovaskularisasi pada

luka bakar tikus Sprague dawley dengan paparan 30 detik plat besi terlihat

lumen yang dikelilingi sel endotel dan lumen yang dikelilingi sel darah

merah.

D C

B A

Page 67: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

53

Gambar 4.3 Neovaskularisasi (A) kelompok P1, (B) kelompok P2, (C)

kelompok P3, (D) kelompok P4, dan (E) kelompok P5. Dilihat dengan

perbesaran 400 kali.

Jumlah neovaskularisasi yang terbentuk dari semua kelompok penelitian

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah neovaskularisasi

Kelompok

Perlakuan

N Rerata Jumlah

Neovaskularisasi

P1 5 5.32

P2 5 6.64

P3 5 7,36

P4 5 6,68

P5 5 8,8

E

Page 68: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

54

Gambar 4.4 Grafik rerata Jumlah Neovaskularisasi

Data yang sudah didapat dilakukan perhitungan statistik menggunakan one

way ANOVA. Hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil statistik menggunakan one way ANOVA

Kelompok

penelitian

N Mean P value

Neovaskularisasi P1 5 5.320 0.478

P2 5 6.640

P3 5 7.360

P4 5 6.680

P5 5 8.800

4.2 Pembahasan

Luka baka derajat II mengenai lapisan kulit epidermis dan dermis

superfisial.2 Pembuluh darah kapiler bisa ditemukan pada lapisan dermis

superfisial berbentuk pleksus subpapilar.44

5.32 6.64 7.36 6.68 8.8 0

2

4

6

8

10

12

P1 P2 P3 P4 P5Rer

ata

Ju

mla

h N

eovask

ula

risa

si

(Ju

mla

h)

Kelompok Penelitian

Grafik Rerata Jumlah Neovaskularisasi

Page 69: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

55

Gambar 4.5 Sirkulasi kulit44

Sumber: Faculty of Biological Sciences at Leeds. Webside The Histology Guide.

Pembuluh darah baru berupa kapiler. Saat dilakukan pengamatan secara

histologi kapiler hanya dilapisi oleh selapis sel endotel saja yang terlihat

gepeng, sedangkan pembuluh darah artei dan vena dilapisi oleh tunika.13

Hasil yang terlihat pada gambar 4.4 rerata jumlah neovaskularisasi dapat

disimpulkan bahwa neovaskularisasi yang terbentuk pada kelompok

perlakuan P5 (kontrol negatif, adeps lanae dan vaseline album

tanpacampuran ekstrak daun binahong) lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok perlakuan yang lain. Basis salep tidak mempunyai bahan aktif

sehingga tidak memiliki efek antiinflamasi, sehingga pembentukan

neovaskularisasi pada P5 meningkat.

Basis salep yang berbahan dasar lemak dapat membantu obat bisa

berkontak lama dengan kulit dan juga sebagai penutup luka.33

Penutupan luka

akan menyebabkan luka berkontak secara terus menerus dengan proteinase,

kemotaksik, komplemen dan faktor pertumbuhan, dimana hal ini akan hilang

ketika luka itu terbuka, sehingga penutupan luka ini akan mempercepat re-

epitelisasi, sintesis kolagen, dan peningkatan angiogenesis dengan membuat

kondisi hipoksia pada dasar luka dan menurunkan pH dasar luka sehingga

akan menurunkan kejadian infeksi.45

Basis salep dalam fase penyembuhan

luka berperan dalam fase hemostasis, yaitu aktivasi platelet.

Proses absorpsi obat secara oral dimulai dari saluran lambung dan usus

kemudian ke sistim sirkulasi ke jaringan, dan menuju kapiler.32

Absorpsi obat

Page 70: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

56

topikal tidak melewati fase absorbsi sampai tuntas dan tidak mencapai

sistemik. Efek terapetik obat topikal hanya lokal ditempat awal masuknya

obat.41

Daun binahong mempunyai kandungan Quercetin yang dapat

meningkatkan pembentukan neovaskularisasi dengan cara menghambat HIF-

prolylhydrocylaseyang mengakibatkan aktivasi HIF-1.HIF-1 (Hypoxia-

Inducible Factor-1) yang teraktivasi mentranskripsi beberapa gen angiogenik

dan reseptornya seperti contoh: VEGF. Aktivasi VEGF akan memfasilitasi

rekrutmen sel endotel di tempat yang hipoksia sehingga terjadi peningkatan

proliferasi sel endotel dengan meregulasi gen yang terlibat dalam siklus sel

dan replikasi DNA dan berakhir dengan stimulasi pembentukan

neovaskularisasi.46

Ekstrak daun binahong dalam fase peyembuhan luka

berperan dalam fase hemostasis.

Absorbsi zat quercetin sangat rendah. Quercetin yang berpotensi sebagai

zat aktif hanya sekitar 2/3 dari senyawa murni yang akan diserap setelah

pemberian ekstrak tanaman.47

Neovaskularisasiberfungsi sebagai pemberi oksigen dan nutrisi untuk

jaringan.28 Kombinasi antara pemberiaan oral dan topikal akan meningkatkan

jumlah pembuh darah pada perlakuan P3.

Vitamin C dalam binahong sangat baik untuk meningkatkan fungsi

neutrofil dan fibroblas juga akan mendorong pembentukan neovaskularisasi

dan menguatkannya.48

Suplemen vitamin C yang diberikan oral cukup bagus

absorbsinya.49

Kandungan vitamin C dalam binahong 6.67+/- 0.77

mg/100g.50

Pembuluh darah sebagian dibentuk pada saat fetal, namun bisa terbentuk

juga saat dewasa sebagai respon terjadinya luka. Pembentukan ini

dipengaruhi oleh faktor pro dan anti-angiogenesis yang terdapat dalam tubuh.

Angiogenesis pada proses penyembuhan luka akan ditekan oleh faktor anti

angiogenesis pada tahap tertentu. Faktor pertumbuhan menurun sebagaimana

seiring penyembuhan jaringan yang mereda dan inhibitor angiogenesis

Page 71: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

57

menjadi dominan. Perisityang berperan dalam proses stabilisasi sel endotel

mensekresi inhibitor TGF-β yang apabila proliferasi pembuluh darah telah

mencukupi, berfungsi untuk stabilisasi dan mencegah proliferasi pembuluh

darah.28

Perlakuan P3 (salep ekstrak daun konsentrasi 40% dan ekstrak daun

binahong sediaan oral) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P4

(kontrol+, silver sulfadiazin), hal ini disebabkan oleh karena silver sulfadiazin

berfungsi sebagai antibiotik, bukti sementara menunjukkan bahwa Silver

sulfadiazinmeningkatkan waktu penyembuhan – luka akan sembuh lama jika

diberikan obat ini, jadi obat ini tidak direkomendasikan.29&31

Perlakuan P2 (ekstrak sediaan oral) lebih tinggi dibandingkan P1 topikal

(salep ekstrak daun konsentrasi 40%) dikarenakan salep ekstrak daun

binahong tidak diabsorbsi secara sempurna dan tidak mencapai dalam darah

sehingga efeknya jauh lebih rendah dibanding dengan pemberian oral

walaupun pemberian oral memiliki bioavailabilitas yang rendah dan absorbsi

yang baik untuk vitamin C.

Penelitian Aini (2014) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun

binahong dapat meningkatkan pembentukan neovaskularisasi sesuai

konsentrasi yang diberikan pada luka bakar tikus Sprague dawley dengan

paparan luka bakar 30 detik plat besi namun secara statistik tidak bermakna.12

Hasil dapat terlihat bahwa nilai (P>0.05) yang menunjukkan bahwa

perbedaan jumlah neovaskularisasi antar kelompok penelitian tidak bermakna

dikarenakan tidak semua lapang pandang dari setiap sampel kelompok

perlakuan ditemukan neovaskularisasi sehingga bernilai nol, jadi bisa

disimpulkan bahwa ekstrak daun binahong tidak berpengaruh secara

bermakna terhadap peningkatan jumlah neovaskularisasi pada luka bakar

derajat II tikus Sprague dawley.12

Page 72: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

58

1.3 Keterbatasan Penelitian

1. Tidak menghitung luas luka bakar yang dilihat secara

makroskopik dari awal pembuatan luka sampai hari terakhir

pengobatan.

2. Daun binahong yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sedikit

sehingga berpengaruh terhadap jumlah salep.

Page 73: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan:

1. Pemberian ekstrak daun binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steenis

tidak berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan jumlah

neovaskularisasi pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley.

2. Jumlah neovaskularisasi yang terbentuk paling banyak adalah kelompok

P5 (kontrol negatif berupa adeps lanae dan vaseline album tanpa

campuran ekstrak daun binahong), diikuti kelompok P3 (salep ekstrak

daun binahong konsentrasi 40%) dan ekstrak daun binahong sediaan oral),

kelompok P4 (kontrol positif berupa krim silver sulfadiazine), kelompok

P2 (ekstrak daun binahong sediaan oral), dan kelompok P1 (salep ekstrak

daun binahong dengan konsentrasi 40%).

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan perhitungan luas luka bakar secara makroskopik dari awal

pembuatan luka sampai hari terakhir pengobatan.

2. Dilakukan penelitian dengan dosis oral ekstrak daun binahong yang

bervariasi.

3. Waktu pemberian obat bisa diberikan lebih lama.

Page 74: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

60

DAFTAR PUSTAKA

1. Golshan A, Cyra P, Adnan AH. A systematic review of the epidemiology

of unintentional burn injuries in South Asia. Journal of Public Health.

January 2013; 35 ( 3); 384–396

2. Kimy R. Harbin, and Teresa EN. Anesthetic Management of Patients With

Major Burn Injury. AANA Journal. December 2012; 80 (6); 430-439

3. Burn and Fire Safety Fact Sheet. Safe Kids Worldwide. February 2015

4. International Best Practice Guidelines: Effective Skin and Wound

Management of Noncomplexburns. Wounds International, 2014; 1-24

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan

RI. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 (RISKESDAS 2013). Kementrian

Kesehatan RI. p101-109

6. Ratna NM and Aditya W. Mortality Analysis of Adult Burn Patients. JPR

Journal. April - June 2013; 2 (2); 96-100

7. Wilmink Jacintha M, and P. Rene VW. Treatment of Exuberant

Granulation Tissue. ResearchGate. June 2004; 141-147

8. Murni Sri A, Mimi S, Retno A, etc. Determination of Saponin Compound

from Anredera cordifollia Tenore) Steenis Plant (Binahong) to Potential

Treatment for Several Diseases. Journal of Agricultural Science.

December 2011; 3 (4); 224-232

9. Miladiyah Isnatin and Bayu RP. Ethanolic Extract of Anredera Cordifolia

(Ten.) Steenis Leaves Improved Wound Healing in Guinea Pigs. Universa

Medicina. January- April 2012; 31 (1); 4-11

10. Zulfitri AI, Christian K, Istiati. Efek Gel Ekstrak Daun Binahong

(Anredera cordifolia) terhadap Jumlah Sel Fibroblas dan Pembuluh Darah

Kapiler pada Luka Pasca Pencabutan Gigi Marmut (Cavia cobaya). Oral

Biology Dental Journal. Juli-Desember 2012; 4 (2); 51-55

11. Rohma SC, Evi M, dan Diana. Pengaruh Gel Binahong (Anredera

Cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap Penyembuhan Luka Tikus Diabetes

yang Diinduksi Alakson. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. September 2015; 3

(3); 414-418

Page 75: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

61

12. Aini SQ. Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia

(Tenore.) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka

Bakar Tikus Sprague dawley. Repository UIN Jakarta. Januari 2015

13. Mescher, Anthony L. Hitologi dasar Junqueira : teks dan atlas ; alih

bahasa, Frans Dany ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto-

Ed.12- Jakarta: EGC, 2011

14. Linuwih Sri M, Kusmarinah B, Wresti I. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin- Ed.7- Jakarta Badan Penerbit FK UI, 2015

15. Grey Benjamin R, Jeremy EO, Michael DB, etc. CD133; A marker of

transit amplification rather than stem cell phenotype in the prostate?.

Journal Compilation. 2008; 1-3

16. Hanel Kai H, Christian C, Bernhard L, etc. Cytokines and the Skin

Barrirer. International journal of Molecular Sciences. 2013; 14; 6720-6745

17. The East-West School for Herbal and Aromatic and Jade Shutes. Anatomy

and Physiology of the Skin. 2012

18. WHO. World report on child injury prevention/ edited by Margie Peden, et

al. 2008; 79-93

19. WHO. Child Injury Prevention in the South-East Asia Region. December

2008; 1-4

20. Advance Traumat Life Suport. American College of Surgeon 9th

. 2012

21. Velnar T, T Bailey, V Smrkolj. The Wound Healing Process; an Overview

of the Cellular and Molecular Mechanism. The Journal of International

Medical Research. 2009; 37; 1528-1542

22. Young Alistair and Clare EM. The Physiology of Wound Healing.

ResearchGate. December 2011; 475-479

23. Buku ajar patologi Robins / editor, Vinay Kumar, Ramzi SC, Stanley LR ;

alih bahasa, Asroruddin, Huriawati H, Nurwany W.- Ed. 7. – Jakarta :

EGC, 2007.

24. Johnson KE and Traci AW. Vascular endothelial growth factor and

angiogenesis in the regulation of cutaneous wound repair. Wound Care.

2014; 3 (10); 647-661

Page 76: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

62

25. Enoch Stuart, David JL. Basic Science of Wound Healing. ResearchGate.

2007; 31-37

26. Connolly Siobhan. Clinical Practice Guidlines: Burn Patient Management.

ACI NWS Agency for Clinical Innovation. 2011; 2-45

27. Badan POM RI-Direktorat Obat Asli Indonesia 2008

28. Mamba’ul Arif IZ, Christian K, Istiati S. Efek gel ekstrak daun binahong

(Anredera cordifolia) terhadap jumlah sel fibroblas dan pembuluh darah

kapiler pada luka pasca pencabutan gigi marmut (Cavia cobaya). Oral

Biology Dental Journal. Juli-Desember 2012; 4 (2); 51-55

29. Dai Tianhong, Ying-ying H, Sulba K, et al. Topical Antimicrobial for

Burn Wound Infection. National Isntitutes Health. June 2010; 5 (2); 124-

151

30. International Concencus. Appropiate Use of Silver Dressings in Wound.

An Expert Working Group Concencus. London: Wound International,

2012; 1-20

31. Ali Heyam, Rasha S, Ahmad A, Babiker EH. A Study of Light Influence

on Silver Sulfadiazin Cream: causes, effect, and solution. International

Journal of Pharmacy & Pharmaceutical January 2016; 140-152

32. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Pengarang: Howard C. Ansel;

penerjemah Farida Ibrahim; pendamping Asmanizar, Iis A- Cet 1- Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia. 2008

33. Ueda Clarence T, Vinod PS, Kris D, et al. Topical and Transdermal Drug

Product. The United States Pharmacopeial, Inc. 2009; 35 (3); 750-764

34. Savjani ketan T, Anuradha KG, and Jignasa KS. Drug solubility:

Importance and Enhancement Techniques. International Scholarly

Research Network. 2012; 1-10

35. Sulasanti CD, EY sukandar, Fidrianny. Acute and Sub Chronic Toxicity

Study of Ethanol Extract of Anredera Cordifolia (TEN) V. Steenis Leaves.

International Journal of Pharmacy & Pharmaceutical January. 2014; 6 (5);

348-352

Page 77: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

63

36. Wijayani Arum, Khoirul U, and Siti T. Characterization of Carboxy

Methyl Cellulose (CMC) from Eichornia crassipes (Mart) Sloms. Indo J.

Chem. 2005; 5 (3); 228-231

37. Sulistia GG, Rianto SN, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi- Ed. 5 – 2012.

Balai Penerbit FKUI, Jakarta

38. Tuley Susan M. Understanding Pharmacology for Helth Professional

ed.4th

. 2010. Pearson Education Inc; 47-63

39. Pharmokinetics: The Absorption, Distribution, and Excretion of Drugs.

Practical Phamacology for The Pharmacy Technician. Chapter 3; 27-40

40. Budijanto Didik. Populasi, sampling, dan besar sampel. Pusdatin-KemKes

RI. Available from URL

http://www.risbinkes.litbang.depkes.go.id/2015/wp-

content/uploads/2013/02/SAMPLING-DAN-BESAR-SAMPEL.pdf.

Diakses 24 September, pukul 19:24

41. Fachrial Paputungan, Paulina PYY, dan Gayatri C. Uji Efektifitas Salep

Ekstrak Etanol Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata Lamk) dan

Pengujian terhadap Proses Penyembuhan Luka Punggung Kelinci yang

Diinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi-

UNSRAT. Februari 2014; 3 (1); 16-26

42. Sukandar EY, Fidrianny I, Adiwiowo LF. Efficacy of Ethanol Extract of

Anrederacordifolia (Tenore) Steenis Leaves on Improving Kidney Failure

on Rats. International Journal of Pharmacology. 2011; 7 (8); 850-855

43. Gopalakrishnan A, M Ram, S Kumawat, et al. Quercetin Accelerated

Cutaneous Wound Healing in Rats by Increasing Level of VEGF and

TGF-ß1. Indian Journal of Experimental Biology. Marc 2016; 54; 187-195

44. Faculty of Biological Sciences at Leeds. Webside The Histology Guide.

Available from http://www.histology.leeds.ac.uk/skin/skin_layers.php.

Diakses 19 Oktober, pukul 16:53

45. Dhivya S, Vismanadha VP, Elango S. Wound Dressings- a review.

BioMedicine. 2015; 5 (4); 24-28

46. Zimna Agneiszka and Maceijk K. Hypoxia-Inducible Factor-1 in

Physiological and Pathophysiological Angiogenesis: Applications and

Page 78: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

64

Therapies. BioMed Research International. 2015; 13

https://www.hindawi.com/journals/bmri/2015/549412/ - sec4.1. Diakses

24 September, pukul 17:12 WIB.

47. Grafea EU, Joerg W, Silke M, et al. Pharmacokinetic and Biovailability of

Quercetin Glycosides in Humans. Journal of Clinical Pharmacology.

2001; 41; 492-499

48. David Emery T, Dawe A, and Solomon H. Natural Wound Healing and

Bioactive Natural Products. Inforeisghts Publishing UK. 2013; 4 (3); 532-

560

49. Callen Pacier and Danik MM. Vitamin C: optimal dosage,

supplementation and use in disease prevention. Functional Food in Health

and Disease. 2015; 5 (3); 89-107

50. Tri Endang WM, Yusrin, Ana HM. Analisis Vitamin C dan Kalium pada

Daun Bianahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis). 2015; 441-444;

ISNN 2407-9189

Page 79: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

65

LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil Determinasi Tanaman Binahong

Page 80: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

66

Lampiran 2

Surat Ekstrasi

Page 81: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

67

Lampiran 3

Surat Keterangan Sehat Tikus Sprague dawley

Page 82: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

68

Lampiran 4

Foto Riset

Pembuatan salep

Page 83: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

69

(lanjutan)

Pembuatan suspensi oral

Page 84: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

70

(lanjutan)

Foto preparat yang sudah jadi

Page 85: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

71

(lanjutan)

Proses pembuatan luka bakar

Page 86: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

72

(lanjutan)

Pengambilan jaringan

Page 87: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

73

Lampiran 5

Uji statistik

Descriptives

Rerata jumlah pembuluh darah baru

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

P1 5 5.320 4.1523 1.8570 .164 10.476 .3 10.7

P2 5 6.640 1.9047 .8518 4.275 9.005 4.6 9.5

P3 5 7.360 3.8161 1.7066 2.622 12.098 3.0 13.5

P4 5 6.680 2.0861 .9330 4.090 9.270 3.9 9.3

P5 5 8.800 2.0821 .9311 6.215 11.385 6.7 11.8

Total 25 6.960 2.9479 .5896 5.743 8.177 .3 13.5

ANOVA

Rerata jumlah pembuluh darah baru

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 32.080 4 8.020 .909 .478

Within Groups 176.480 20 8.824

Total 208.560 24

Page 88: OLEH : ALFI ALFINA NIM: 1113103000008 PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34277/1/ALFI... · Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

74

Lampiran 6

Riwayat Hidup

Identitas

Nama : Alfi Alfina

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal, Lahir : Surabaya, 02 April 1997

Agama : Islam

e-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

2001-2003 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal 1 Gempol-Pasuruan

2003-2009 : MI Nahdlotul Ulama Kedungcangkring- Sidoarjo

2009-2011 : Mts. Amanatu Ummah- Surabaya

2011-2013 : MA. Amanatul Ummah- Surabaya

2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta