OHO DM

10
A-Z Obat diabetes Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Obat Hipoglikemik Oral (OHO) merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan ol dokter khusus bagi diabetesei. Obat Penurun Glukosa Darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja mela beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obatan ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk menggunakan insulinnya sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasa glukosa oleh hati. Terdapat beberapa macam OHO untuk mengendalikan glukosa darah pen diabetes. Apabila pembaca ingin mengetahui merk jenis OHO yang digunakan silakan melihat tabel halaman 3. Penyandang diabetes sebaiknya mengetahui dengan lengkap informasi nebgenai OHO yang diminumnya, mulai dari nama obatnya (nama, denerik, dan merk ), dosis, cara dan waktu meminumny cara kerja dan lama kerja OHO tersebut. Selain itu penyandang diabetes juga perlu mengetahui ge terjadinya kadar glukosa darah rendah (hipoglikemia) dan cara mengatasinya. Penyandang diabetes perlu untuk memperhatikan beberapa hal dalam kaitannya dengan OHO diresepkan oleh dokter: Jangan mengubah dosis ataupun merk obat tanpa izin dokter Mengikuti jadwal pemakaian obat secara tepat tiap hari Jangan menambah obat ekstra bila kadar glukosa darah tinggi OHO tetap diperlukan walaupun kadar glukosa darah sudah normal Dapat terjadi hipoglikemia, penyandang diabetes harus mengetahui cara mengatasinya Bila terjadi hipoglikemia, segera bertindak lalu kemudian hubungi dokter. Orang lanjut usia aka mudah mengalami hipoglikemia, terutama bila mereka tidak akan atau bila fungsi hati dan fungsi teganggu, atau memakai obat lalin yang berinteraksi dengan OHO Menyampaikan kepada dokter mengenai obat lain yang diminum selain OHO Pemilihan OHO Pemberian OHO atau obat untuk menurunkan glukosa darah (table3) harus dipertimbangkan penyandang diabetes tidak dapat mencapai kadar glukosa darah yang normal atau mendekati normal dengan perencanaan makan dan olahraga teratu. Pertanyaannya adalah, obat manakah yang untuk penyandang diabetes? Dokter akan menjawab, pertanyaan tersebutdengan berbagai pertimbangan, termasuk diantaranya, kadar glukosa darah awal dan kadar glukosa darah yang diinginkan, usia dan berat badan penyandang diabetes, penyakit penyerta, kemungkinan terhadap pengobatan,kemampuan penyandang diabetesuntuk merawat dirinya sendiri, tingkat pengetahuan penyandang diabetes akan diabetes, tingkat motivasi penyandang diabetes dan penerim penyandang diabetes akan obat yang bermacam-macam. Jenis OHO OHO saat ini terbagi dalam 2 kelompok: 1. Obat yang memperbaiki kerja insulin 2. Obat yang meningkatkan produksi insulin.

Transcript of OHO DM

A-Z Obat diabetesObat Hipoglikemik Oral (OHO)

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesei. Obat Penurun Glukosa Darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obatan ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk menggunakan insulinnya sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan glukosa oleh hati. Terdapat beberapa macam OHO untuk mengendalikan glukosa darah penyandang diabetes. Apabila pembaca ingin mengetahui merk jenis OHO yang digunakan silakan melihat tabel 3 di halaman 3. Penyandang diabetes sebaiknya mengetahui dengan lengkap informasi nebgenai OHO yang diminumnya, mulai dari nama obatnya (nama, denerik, dan merk ), dosis, cara dan waktu meminumnya, cara kerja dan lama kerja OHO tersebut. Selain itu penyandang diabetes juga perlu mengetahui gejala terjadinya kadar glukosa darah rendah (hipoglikemia) dan cara mengatasinya. Penyandang diabetes perlu untuk memperhatikan beberapa hal dalam kaitannya dengan OHO yang diresepkan oleh dokter: Jangan mengubah dosis ataupun merk obat tanpa izin dokter Mengikuti jadwal pemakaian obat secara tepat tiap hari Jangan menambah obat ekstra bila kadar glukosa darah tinggi OHO tetap diperlukan walaupun kadar glukosa darah sudah normal Dapat terjadi hipoglikemia, penyandang diabetes harus mengetahui cara mengatasinya Bila terjadi hipoglikemia, segera bertindak lalu kemudian hubungi dokter. Orang lanjut usia akan lebih mudah mengalami hipoglikemia, terutama bila mereka tidak akan atau bila fungsi hati dan fungsi ginjal teganggu, atau memakai obat lalin yang berinteraksi dengan OHO Menyampaikan kepada dokter mengenai obat lain yang diminum selain OHO Pemilihan OHO Pemberian OHO atau obat untuk menurunkan glukosa darah (table3) harus dipertimbangkan bila penyandang diabetes tidak dapat mencapai kadar glukosa darah yang normal atau mendekati normal dengan perencanaan makan dan olahraga teratu. Pertanyaannya adalah, obat manakah yang sesuai untuk penyandang diabetes? Dokter akan menjawab, pertanyaan tersebut dengan berbagai pertimbangan, termasuk diantaranya, kadar glukosa darah awal dan kadar glukosa darah yang diinginkan, usia dan berat badan penyandang diabetes, penyakit penyerta, kemungkinan kontradiksi terhadap pengobatan, kemampuan penyandang diabetes untuk merawat dirinya sendiri, tingkat pengetahuan penyandang diabetes akan diabetes, tingkat motivasi penyandang diabetes dan penerima penyandang diabetes akan obat yang bermacam-macam. Jenis OHO OHO saat ini terbagi dalam 2 kelompok: 1. Obat yang memperbaiki kerja insulin 2. Obat yang meningkatkan produksi insulin.

Obat-obatan seperti metformin, glitazone, dan akarbose-adalah obat-obatan kelompok pertama. Mereka bekerja pada hati, otot dan jaringan lemak, usus. Singkatnya mereka bekerja di tempat dimana terdapat insulin yang mengatur glukosa darah. Sulfonil, Repaglinid, Nateglinid dan insulin yang disuntikkan adalah obat-obatan kelompok kedua. Sulfonil, Repaglinid, Nateglinid meningkatkan penglepasan insulin yang disuntikkan menambah kadar insulin di sirkuliasi darah. Mekanisme kerja dari obat-obat tersebut diatas berbeda, oleh karena itu marilah kita coba bahas satu persatu: Berdasarkan cara kerja, OHO dibagai menjadi 3 golongan : A. Memicu produksi insulin 1. Sulfonilurea Obat ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia pada penyandang diabetes melitus tipe 2 selama lebih dari 40 tahun. Mekanisme kerja obat ini cukup rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pankreas untuk meningkatkan produksi insulin sebelum maupun setelah makan. Sel beta pankreas merupakan sel yang memproduksi insulin dalam tubuh. Sulfonilurea sering digunakan pada penyandang diabetes yang tidak gemuk di mana kerusakan utama diduga adalah terganggunya produksi insulin. Penyandang yang tepat untuk diberikan obat ini adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kekurangan insulin tapi masih memiliki sel beta yang dapat berfungsi dengan baik. Penyandang yang biasanya menunjukkan respon yang baik dengan obat golongan sulfoniurea adalah usia saat diketahui menyandang diabetes melitus lebih dari 30 tahun, menyandang diabetes diabetes melitus lebih dari 5 tahun, berat badan normal atau gemuk, gagal dengan pengobatan melalui pengaturan gaya hidup, perubahan pengobatan dengan insulin dengan dosis yang relatif kecil. 2. Golongan Glinid Meglitinide merupakan bagaian dari kelompok yan gmeningkatkan produksi insulin (selain sulfonilurea). Maka dari itu ia membutuhkan sel beta yang masih berfungsi baik. Repaglinid dan Nateglinid termasuk dalam kelompok ini, mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara cepat segera setelah dimakan, mencapai kadar puncak di dalam darah dalam 1 jam.

B.

Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin) 1. Biguanid Metformin adalah satu-satunya biguanid yang tersedia saat ini. Metformin berguna untuk penyandang diabetes gemuk yang mengalami penurunan kerja insulin. Alasan penggunaan metformin pada penyandang diabetes gemuk adalah karena obat ini menurunkan nafsu makan dan menyebabkan penurunan berat badan. Sebanyak 25% dari penyandang diabetes yang diberikan metformin dapt mengalami efek samping pada saluran pencernaan, yaitu rasa tak nyaman di perut, diare dan rasa seperti logam di lidah. Pemberian obat ini bersama makanan dan dimulai dengan dosis terkecil dan meningkatkannya secar perlahan dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping. Obat ini tidak seharusnya diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal, hati, jantung dan pernafasan. Metformin dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi. Obat-obatan oral mungkin gagal untuk mengontrol gula darah setelah beberapa saat sebelumnya berhasil (kegagagalan sekunder) akibat kurangnya kepatuhan penyandang atau fungsi sel beta yang memburuk dan / atau terjadinya gangguan kerja insulin (resistansi insulin). Pada kasus-kasus ini, terapi kombinasi metformin dengan sulfonilurea atau penambahan penghamba-

glucosidase biasanya dapat dicoba. Kebanyakan penyandang pada akhirnya membutuhkan insulin.

2.

Tiazolidinedion Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaiturosiglitazon dan pioglitazon. Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin) dengan meningkatkan kerja insulin (menurunkan resistensi insulin) pada penyandang diabetes melitus tipe 2. Obat golongan ini juga menurunkan kadar trigliserida da asam lemak bebas. Rosiglitazone (Avandia) Dapat pula digunakan kombinasi dengan metformin pada penyandang yang gagal mencapai target kontrol glukosa darah dengan pengaturan makan dan olahraga. Pioglitazone (Actos), juga diberikan untuk meningkatkan kerja (sensitivitas) insulin. Efek samping dari obat golongan ini dapt berupa bengkak di daerah perifer (misalnya kaki), yang disebabkan oleh peningkatkan volume cairan dalam tubuh. Oleh karena itu maka obat goolongan ini tidak boleh diberikan pada penyandang dengan gagal jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat in ipemeriksaan fungsi hati secara berkala harus dilakukan.

C.

Penghambat enzim alfa glukosidase Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose, menghambat penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus (enzim ini bertanggung jawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini terutama menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek sampingnya yaitu kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif obat ini harus dikonsumsi bersama dengan makanan. Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin tinggi. Obat ini tidak mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik pada penyandang diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama dengan sulfonilurea, metformin atau insulin.

DOSIS PEMBERIAN OHO Setelah obat tertentu dipilih untuk penyandang diabetes, biasanya pemberian obat dimulai dari dosis terendah. Dosis kemudian dinaikkan secara bertahap setiap 1-2 minggu, hingga mencapai kadar glukosa darah yang memuaskan atau dosis hampir maksimal. Jika dosis hampir maksimal namun tidak menghasilkan kontrol kadar glukosa darah yang memadai, maka dipertimbangkan untuk diberikan obat kombinasi atau insulin. Tidak ada keuntungan menggunakan dua OHO dari golongan yang sama secara bersamaan.[] Baca juga:

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Posted on March 3, 2012 by diploma3 farmasi

Tatalaksana Farmakologi DM

Empat pilar tatalaksana DM : (1) edukasi, (2) nutrisi, (3) latihan jasmani, (4) intervensi farmakologis (OHO, insulin). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien,sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.1

Terapi Insulin Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa DM tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena, intramuskular, dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan. -5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah kali lipat daripada subkutan

abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerja (kerja cepat, sedang, dan panjang) atau dibedakan berdasarkan asal spesiesnya. Berdasarkan puncak dan jangka waktu efeknya:

a. kerja cepat -satunya insulin jernih/larutan insulin (yang lain suspensi). Satu-satunya yang cocok untuk pemberian intravena. Untuk kebutuhan postprandrial. b. kerja sedang pengaruhi reaksi imunologik seperti urtikaria pada lokasi suntikan. Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal. c. campur kerja cepat dan sedang d. kerja panjang insulin basal.

Indikasi dan Tujuan Terapi2 Insulin subkutan umumnya diberikan kepada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan antidiabetik oral, pasien DM pascapankreatomi atau DM dengan kehamilan, Dm dengan ketoasidois, koma nonketosis, atau komplikasi lain, dan sebelum tindakan operasi.

Preparat dan Dosis2 Sediaan insulin umumnya diperoleh dari bovine (sapi) atau porcine (babi). Insulin reguler dapat dikombinasi dengan beberapa jenis insulin lain. Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U sehari. Satu unit insulin kira-kira sama dengan insulin yang dibutuhkan untuk menurunkan glukosa puasa 45 mg/dl pada kelinci. Dosis terbagi insulin digunakan pada: 1. DM yang tidak stabil dan sukar dikontrol 2. Bila hiperglikemia berat sebelum makan pagi dan tidak dapat dikoreksi dengan insulin dosis tunggal per hari 3. Pasien yang membutuhkan insulin lebih dari 100 U per hari.

Banyak pasien yang mendapat insulin membutuhkan makanan kecil menjelang tidur untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari. Kerja fisik perlu pada pasien DM untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh otot, karena kerja fisik menurukan kebutuhan insulin pada DM terkontrol.

Efek Samping 1. Hipoglikemia2,3

Hipoglikemia terjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin. 2. Reaksi Alergi dan Resistensi2,3 3. Lipoartrofi dan Lipohipertrofi2 Lipoartrofi jaringan lemak subkutan di tempat suntikan dapat timbul akibat varian respon imun terhadap insulin; sedangkan lipohipertrofi dimana terjadi penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada daerah tempat suntikan. 4. Efek samping lain2 Edema, rasa kembung di abdomen, dan gangguan vius, timbul pada banyak pasien DM dengan hiperglikemia berat atau ketoasidosis yang sedang diterapi dengan insulin.

Interaksi2 Beberapa hormon bersifat antagonis terhadap efek hipoglikemik insulin, seperti hormon pertumbuhan, kortikotropin, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Salisilat meningkatkan sekresi insulin, namun bisa menyebabkan hipoglikemia.

OBAT ANTIDIABETIK ORAL Ada 5 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan untuk DM dan telah dipasarkan di Indonesia, yakni golongan: sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat -glukosidase, dan tiazolidinedion.

Golongan Sulfonilurea2,4 Terdiri dari 2 generasi: 1. Generasi 1: tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. 2. Generasi 2: gliburid/glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan glimepirid.

Mekanisme Kerja2

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca maka Ca2+ akan masuk ke sel , merangsang granula yang berisi insulindan akan terjadi sekresi insulin.

Farmakokinetik dan Farmakodinamik2 Berbagai sulfonilurea memiliki sifat kinetik berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Dalam plasma 90-99 % berikatan dengan protein plasma terutama albumin. Masa paruh dan metabolisme sulfonilurea generasi 1 sangat bevariasi. Masa paruh dan metabolisme sulfonilurea generasi 1 sangat bervariasi. Masa paruh asetoheksamid pendek tapi metabolit aktifnya, 1hidroksihelsamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja. Klorpropamid dalam darah terkait albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh di urin. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah 91-96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar diubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal. Tolazamid, absorbsinya lebih lambat dibandingkan yang lain. Masa paruh sekitar 7 jam. Sulfonilurea generasi 2, umumnya potensi hipoglikemianya hampir 100x lebih besar dari generasi 1. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan sekali sehari. Glipizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Potensinya 100 x lebih kuat dari tolbutamid. Metabolismenya di hepar, menjadi metabolit yang tidak aktif, sekiytar 10% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh. Gliburid (glibenklamid), potensinya 200 kali lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar. Pada pemberian dosis tunggal hanya 25 % metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

Efek Samping2 Insidens efek samping generasi 1 sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagiuntuk generasi 2. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia

lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama dengan menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek samping lain, reaksi laergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologik, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya. Gejala susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, dsb. Gejala hemetologik seperti leukopenia dan agranulositosis. Efek samping lain adalah gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktif yang bersifat sementara.

Indikasi Memilih sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu sangat penting untuk suksesya terapi. Yang menentukan bukanlah umur pasien, waktu terapi dimulai, melainkan usia pasien waktu penyakit DM mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada pasien yang diabetesnya mulai timbul di atas 40 tahun. Sulfonilurea tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenil, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.

Interaksi Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan sulfonilurea adalah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat mono amin oksidase, guanetidin, anabolic steroid, fenfluramin, dan klofibrat.

Meglitinid Meglitinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% di metabolisme di ginjal. Efek samping utamanya hipohlikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

Biguanid2 Sebenarnya ada tiga jenis dari golongan ini: fenformin, buformin, dan metformin. Tetapi yang pertama telah ditarik dari pasaran karena sering menyebabkan asidosis laktat.2,3 Sekarang yang paling banyak digunakan adalah metformin.

Mekanisme kerja Biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu obat hiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel. Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terkait dengan protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam. Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan 3x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g.

Efek Samping Hampir 20 % pasien dengan metformin mengalami mual, muntah, diare serta metalic state; tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang.

Indikasi Sediaan biguanid tidak daapt menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.

Kontraindikasi Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.

Golongan Tiazolidinedion Mekanisme kerja Insulin dapat merangsang pembentukan dan translokasi GLUT ke membran sel di organ perifer. Hal ini terjadi karena insulin merangsang Peroxixome-Proliferators-Aactivated-Receptor (PPAR- ) di inti sel dan mengaktivasi insulin insulin-responsive genes, gen yang bereperan pada metabolisme karbohidrat dan lemak. PPAR- terdapat di target insulin, yakni di jaringan adiposa, hepar, pankreas, keberadaannya di otot masih diragukan. Bagian lain dari kelompok resptor ini, retinoic x receptor (RXR) merupakan heterodimer partner PPAR, PPAR- aktif bila membentuk kompleks PPAR-RXR yang akan terikat pada responsive DNA elements dan merangsang transkripsi gen, membentuk GLUT baru. Bila terjadi resistensi

insulin, maka rangsangan insulin tidak akan menyebabkan aktivasi PPAR-RXR dan tidak terjadi pembentukan GLUT baru. Tiazolidinedion merupakan agonis poten dan selektif PPAR, mengaktifkan PPAR membentuk kompleks PPAR-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa PPAR mengurangi keluarnya asam lemak menuju otot, dan karenanya dapat mengurangi resistesni insulin. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin. Pada pemberian oral absorbsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung kurang lebih 2 jam. Metabolismenya di hepar. Ekskresnya melalui ginjal. Efek sampinya anatar lain peningkatanb berat badan, edema, pertambahan volume plasma dan memperbutuk gagal jantung kongestif. Penghambat enzim -glukosidase2 Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba dan miglitol secara kompetitif menghmbat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plama postparandial pada DM tipe 1 dan 2. Efek sampinya bersifat dose-dependent, antara lain malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating.

OBAT HIPERGLIKEMIK2 Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan merangsang enzin adenilsiklase dalam pembentukan CAMP, kemudian CAMP ini mengaktifkan fosforilase, suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Sebagian besar glukagon endogen mengalami metabolisme di hati. Glukagon terutama diberikan pada pengobatan hipoglikemaia yang ditimbulkan oleh insulin. Obat tersebut dapat diberikan secara IV, IM, atau SK dengan dosis 1 mg.

Daftar Pustaka 1. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. 2. Suharti K. Suherman. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Sulistia Gan Gunawan, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. 3. Sidartawan Soegondo. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W sudoyo, editor. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. 4. Bertram G Katzung. Basic Clinical Pharmacology. Edisi ke-10. San Fransisco: McGrawHill inc,. 2006.