Odon Angie 2

43
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dental traits atau karakteristik gigi manusia merupakan morfologi yang mengandung komponen genetis yang sangat kuat, karenanya sangat berguna untuk dimanfaatkan dalam mencari tahu berbagai permasalahan yang menyangkut faktor keturunan ataupun afinitas antar populasi. Penelitian dibidang ini sering diiringi dengan studi di bidang lain,misalnya di bidang linguistik, arkeologi, sejarah, ataupun genetika, dan berguna untuk memperkuat kesimpulan yang diambil. Studi mengenai morfologi dan karakteristik gigi di Indonesia masih belum banyak dilakukan, padahal Indonesia sangat kaya dengan beragam etnis yang mempunyai ragam ciri- ciri morfologis, dan tentunya juga ragam ciri-ciri morfologis dentisi. Sebagai contoh, dari sisi ras, penelitian oleh Glinka memberikan kesimpulan bahwa di Indonesia terdapat beberapa kelompok sub ras berdasarkan ukuran-ukuran antropometrisnya (Artharia, 2009).

description

DS

Transcript of Odon Angie 2

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dental traits atau karakteristik gigi manusia merupakan morfologi

yang mengandung komponen genetis yang sangat kuat, karenanya sangat

berguna untuk dimanfaatkan dalam mencari tahu berbagai permasalahan yang

menyangkut faktor keturunan ataupun afinitas antar populasi. Penelitian

dibidang ini sering diiringi dengan studi di bidang lain,misalnya di bidang

linguistik, arkeologi, sejarah, ataupun genetika, dan berguna untuk

memperkuat kesimpulan yang diambil. Studi mengenai morfologi dan

karakteristik gigi di Indonesia masih belum banyak dilakukan, padahal

Indonesia sangat kaya dengan beragam etnis yang mempunyai ragam ciri-ciri

morfologis, dan tentunya juga ragam ciri-ciri morfologis dentisi. Sebagai

contoh, dari sisi ras, penelitian oleh Glinka memberikan kesimpulan bahwa di

Indonesia terdapat beberapa kelompok sub ras berdasarkan ukuran-ukuran

antropometrisnya (Artharia, 2009).

Inti dari proses identifikasi adalah mengenali seseorang dari komponen

yang ada pada orang tersebut misalnya karakteristik alami atau ciri fisik yang

relatif stabil seperti pola gigi, pola iris, sidik jari dan lain-lain. Karakteristik

gigi pada seseorang dapat digunakan digunakan sebagai dasar identifikasi

karena sangat bervariasinya struktur gigi pada manusia (Abiyanto dkk, 2011).

Hal lain yang hampir sama adalah mengidentifikasi jasad orang yang

telah terbakar, atau identifikasi dari bencana dalam skala besar sehingga

banyak sekali jasad-jasad yang telah lama meninggal sehingga telah

1

2

membusuk dan karakteristik biometrik yang masih dapat diteliti adalah gigi

(Abiyanto dkk, 2011).

Dalam makalah ini akan di bahas mengenai tahap-tahap pertumbuhan

dan perkembangan gigi sulung dan permanen, struktur serta variasi

morfologisnya, dan teknik pemeriksaan odontologi pada gigi-geligi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi sulung dan

permanen?

2. Bagaimana mikroskopik dan makroskopik gigi sulung dan permanen?

3. Bagaimana identifikasi dan pemeriksaan penunjang odontologi forensik

pada gigi geligi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi sulung dan

permanen.

2. Mengetahui mikroskopik dan makroskopik gigi sulung dan permanen.

3. Mengetahui identifikasi dan pemeriksaan penunjang odontologi forensik

pada gigi geligi.

1.4 Hipotesa

1. Peran odontologi forensik sebagai salah satu sarana identifikasi dan

penegakan hukum

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyusun gigi

2.1.1 Bagian Mikroskopis dan Makroskopis dari gigi

Bagian gigi secara makroskopis dan mikroskopis

1. Secara makroskopis dilihat menurut letak email dan sementum

a. Mahkota (korona) adalah bagian gigi yang dilapisi jaringan

enamel email dan normal terletak diluar jaringan gusi atau gingival

b. Akar atau radix ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum

dan ditopang oleh tulang alveolar dari maksila danmandibula.

c. Garis servikal atau semento-enamel junction ialah batas antara

jaringan sementum dan email yang merupakan pertemuan mahkota

dan akar gigi.

d. Ujung akar/apeks ialah titik yang terujung dari suatu benda yang

runcing atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.

e. Tepi insisal ialah suatu tonjolan kecil dan panjang bagian korona

dari gigi insisivus yang merupakan sebagaian dari permukaan

insisivus dan yang digunakan untuk memotong makanan. Tonjolan

atau cusp ialah tonjolan pad bagian korona gigi kaninus dan gigi

posterior yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal

(Itjiningsih, 1991).

2. Secara mikroskopis

a. Jaringan keras

Ialah jaringan yang mengandung bahan kapur , terdiri dari jaringan email, jaringan dentin atau tulang gigi, dan jaringan sementum. Email dan sementum merupakan bagian luar yang melindungi dentin.

b. Jaringan lunak

Jaringan pulpa ialah jaringan yang tedapat di dalam rongga pulpa sampai foremen apical umumnya mengandung bahan dasar, bahan

3

4

perekat, sel saraf yang peka sekali terhadap rangsangan mekanis, termis dan kimia, jaringan limfe, jaringan ikat dan pembuluh darah arteri dan vena.

c. Rongga pulpa

Terdiri dari :1) Tanduk pulpa yaitu ujung ruang pulpa

2) Ruang pulpa yaitu ruang pulpa di korona gigi

3) Saluran pulpa saluran di akar gigi

Foremen apical yaitu lubang di apeks gigi tempat masuknya jaringan pulpa ke rongga pulpa (Itjiningsih, 1991)..

2.1.2 Nomenklatur Gigi

Nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi. Ada beberapa cara menulis

gigi geligi yang biasa digunakan, yaitu:

1. Cara Zsigmondy

Gigi Sulung:

V IV III II I I II II IV V

V IV III II I I II III IV V

2. Gigi Permanen:

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

3. Cara WHO

Gigi Sulung:

56 55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

86 85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

2.1.3 Perbedaan Gigi Sulung dan Permanen

Pada manusia terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang

berkembang dari interaksi sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim.

5

Setiap gigi berbeda-beda secara anatomi, tapi dasar proses pertumbuhannya sama

pada semua gigi.

Setiap gigi tumbuh berturut-turut mulai dari tahap bud, cup, dan tahap

bell. Pada tahap bell dibentuk enamel dan dentin. Mahkota terbentuk dan

termineralisasi, akar gigi mulai terbentuk juga. Setelah kalsifikasi akar, jaringan

pendukung gigi, sementum, ligamentum periodontal, serta tulang alveolar

tumbuh. Pertumbuhan ini terjadi pada gigi insisivus dengan akar satu, premolar

dengan beberapa akar atau molar dengan akar multipel. Kemudian mahkota gigi

komplit erupsi ke rongga mulut. Pertumbuhan akar dan sementogenesis yang

lanjut sampai gigi berfungsi dan didukung oleh struktur gigi yang tumbuh

sempurna.

2.1.4 Perkembangan Gigi Desidui dan Gigi Permanen

Perkembangan gigi desidui dan gigi permanen sangat mirip, walaupun

perkembangan gigi desidui lebih cepat daripada gigi permanen. Gigi desidui

mulai berkembang sejak di dalam rahim dan korona mulai lengkap sebelum lahir,

sementara gigi permanen mulai dibentuk saat lahir atau setelah lahir. Beberapa

kelainan sistemik prenatal dapat mempengaruhi mineralisasi korona gigi desidui.

Sedangkan trauma postnatal dapat mempengaruhi perkembangan korona gigi

permanen.

Gigi desidui berfungsi dalam mulut kira-kira sampai umur 8,5 tahun.

Periode waktu ini dapat dibagi atas tiga periode: pertama, perkembangan mahkota

dan akar, kedua, maturasi akar dan resorpsi akar, dan ketiga gigi tanggal. Periode

pertama berlangsung sekitar satu tahun, periode kedua sekitar 3,75 tahun, dan

tahap terakhir resorpsi dan pergantian gigi berlangsung sekitar 3,5 tahun.

Sedangkan beberapa gigi permanen berada pada mulut dari umur 5 tahun sampai

meninggal. Hal yang harus dipertimbangkan adalah molar permanen yang muncul

di rongga mulut dari umur 25 tahun sampai tanggal pada saat individu meninggal.

Gigi permanen berfungsi 7-8 kali sama seperti gigi desidui banyak pemisahan

yang terjadi selama beberapa milimeter selama perkembangan gigi. Contoh dari

6

proses kompleks selama pembentukan gigi adalah tidak terjadi resorpsi pada gigi

desidui dan pembentukan akar gigi permanen.

Pada anak umur 6 gigi molar pertama tumbuh/formatif dan berlangsung

sampai muncul gigi permanen dengan jumlah 28 atau 32 gigi, 20 gigi desidui

terjadi resorpsi. Pada proses formatif, gigi desidui mengalami resorpsi dan

regenerasi pulpa.

2.1.4 Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan

selama siklus kehidupannya, yaitu (Harshanur, 1991):

a. Tahap Pertumbuhan

1) Tahap insiasi adalah permulaan pembentukkan kuntum gigi (bud)

dari jaringan epitel mulut (epitelial bud stage)

2) Tahap ploreferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari

organ enamel (cap stage)

3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang

mengalami perubahan histologi dan susuannnya (sel-sel epitel

bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblast, sel-sel perifer

dari organ sentin pulpa menjadi odontoblast

4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk

sepanjang dentino enamel dan dentino cemental junction uang akan

datang, yang memberi garis luar bentuk dan ukuran korona dam

akar yang akan datang

b. Erupsi Intraseous

1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin

dalam lapisan dalam lapisan tambahan

2) Tahap klasifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan

garam-garam kalsium(Harshanur, 1991).

7

c. Erupsi

Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi

menembus gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi

permanen (Purba, 2004).

Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu (Purba, 2004):

1) Tahap praerupsi

Tahap praerupsi dimulai saat pembentuksn benih gigi sampai

mahkota selesai dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami

pertumbuhan pesat dibagian posterior dan permukaan lateral yang

mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar

ke arah anterior-posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan

dengan tulang rahang yang mengalami pertumbuhan pesat maka

benih gigi bergerak ke arah oklusal.

2) Tahap prafungsional

Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi

mencapai daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak

lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak ke arah vertikal, pada

tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan

miring dan rotasi gigi ini bertujuan untuk meperbaiki posisi gigi

berjejal di dalam tulang rahang yang masih mengalami

pertumbuhan.

3) Tahap fungsional

Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi

telah tanggal. Selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah

oklusal, mesial dan proksimal. Pergerekan gigi pada tahap

fungsional ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi

gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik

kontak proksimal dari gigi dapat dipertahankan

Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu

sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna

8

mencapai oklusi yang normal didalam deretan susunan gigi geligi

Purba, 2004).

2.2 Odontologi Forensik

Ilmu kedokteran gigi forensic memilikibeberapa nama-nama sesuai dengan

sumber yaitu :Forensic Dentistry, Odontology Forensic, dan Forensic

Odontology.

Beberapa pengertian mengenai Odontology Forensic sebagaiberikut :

1. Menurut Arthur D. Goldman bahwa ilmu kedokteran gigi forensic adalah

suatu ilmu yang berkaitan dengan erat dengan hokum dalam penyidikan

melalui gigi geligi.

2. Menurut Dr. Robert Bj. Dorian bahwa ilmu kedokteran gigi forensik

adalahsuatuaplikasi semua ilmu pengantar tentang gigi yang terkait dalam

memecahkan hokum perdata dan pidana.

3. Menurut DjohansyahLukman bahwa ilmu kedokteran gigi forensik adalah

terapan dari semua disiplin ilmukedokteran gigi yang berkaitan erat dalam

penyidikan demi terapan hukum dan proses peradilan (Lukman, 2006)

Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan

data gigi yang diperoleh dari pemeriksaan orang atau jenazah tak dikenal (data

post-mortem) dengan data gigi yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang

diperkirakan (data ante-mortem) (Lukman, 2006)

Data ante-mortem merupakansyaratutama yang harus ada apabila

identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data ante-mortem

tersebut berupa

Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau catatan

keadaan gigi pada waktu pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi.

1. Fotorontgengigi.

2. Cetakangigi.

3. Prosthesis gigiatauorthodonsi

4. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi.

9

5. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah.

Untuk data gigi post-mortem yang perludicatatpadapemeriksaanantara lain

1. Gigi yang ada dan tidakada, bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru

atau sudah lama.

2. Gigi yang ditambal, jenis dan klasifikasi bahan tambal.

3. Anomali bentuk dan posisi.

4. Karies atau kerusakan yang ada.

5. Jenis dan bahan restorasi.

6. Atrisi dataran kunyah gigi merupakan proses fisiologs untuk fungsi

mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur.

7. Gigi molar kketiga sudah tumbuh atau belum.

8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis.

a. Pencatatan Data Antemortem

Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya,biasanya

berisikan antara lain (Lukman, 2006):

1. Identitas pasien.

2. Keadaan umum pasien.

3. Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan).

4. Data perawatan Kedokteran Gigi.

5. Nama dokter gigi yang merawat.

6. Hanya sedikit sekali dokter gigi yang membuat surat persetujuan

tindak medik (inform consent) baik praktek pribadi atau di rumah

sakit.

Bila menurut buku DEPKES tentang penulisan data gigi dan rongga mulut

yang berisikan standar baku mutu nasional antara lain (Lukman, 2006):

1. Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan

alamat pekerjaan serta kelengkapan alat komunikasinya.

2. Keadaan umum pasien yaitu berisikan tentang golongan darah,

tekanan darah, kelainan-kelainan darah, kelaianan penyakit sistemik,

10

kelaianan penyakit hormonal, kelaianan alergi terhadap makanan dan

obat-obatan, alergi terhadap debu, serta kelaianan dari virus yang

berkembang saat ini.

3. Odontogram

Semua data gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah dan

nomenklatur yang baku nasional.

4. Data perawatan kedokteran gigiyaitu berisikan waktu awal perawatan,

runtut waktu kunjungan,keluhan dan diagnosa, gigi yang dirawat,

tindakan lain yang dilakukan oleh dokter tersebut.

5. Roentgenogram yang dimaksud adalah baik intra oral ataupun ekstra

oral.

6. Pencatatan status gigi,mempunyai kode tertentu sesuai dengan standar

Interpol,dengan kata lain Kodifikasi Informasi Gigi menurut Interpol.

7. Formulir data antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna

kuning. Didalam formulir ini terdapat pula catatan data orang hilang.

B. Pencatatan Data Postmortem

Pencatatan data postmortem menurut formulir DEPKES bewarna merah

dengan catatan Victim Identification (identifikasi korban) pada mayat atau dead

body ( tubuh korban) (Lukman, 2006).

Pencatatan data postmortem ini mula mula dilakukan topografi kemudian

proses pembukaan rahang bila kaku mayat untuk memperoleh data gigi dan

rongga mulut, dilakukan pencatatan rahang atas dan rahang bawah, apabila terjadi

kaku mayat maka lidah yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga

lengkung rahang bebas dari lidah baru dilakukan pencetakan, untuk rahang atas

tidak bermasalah karena lidah kaku ke bawah. Kemudian studi model rahang

korban juga merupakan suatu bukti (Lukman, 2006).

Pencatatan gigi pada formulir odontrogram sedangkan kelainan kelainan di

rongga mulut dicatat pada kolom kolom tertentu. Catatan ini semua merupakan

lampiran dari visum et repertum korban (Lukman, 2006).

11

Kemudian dilakukan pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu

nasional dan internasional, setelah itu dituliskan surat rujukan untuk pemeriksaan

laboratoris dengan formulir baku mutu nasional pula (Lukman, 2006).

Setelah diperoleh hasil dari pemeriksaan laboratoris maka dilakukan

pencatatan kedalam formulir lengkap barulah dapat dibuatkan suatu berita acara

sesuai dengan KUHAP demi proses peradilan dalam menegakkan keadilan

(Lukman, 2006).

Visum yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran lampirannya serta

barang bukti dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke sidang acara hukum

pidana (Lukman, 2006).

2.2.1 Macam-Macam Forensik

a. Identifikasi Komparatif

Identfikasi koparatif, yaitu apabila bersedia data post-mortem

(pemeriksaan jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal mengenai cirri-

ciri fisik, pakaian, identita skhusus berupa tahi lalat, bekas luka/operasi, dll),

dalam komunitas yang terbatas.

1. Post-Mortem atau otopsi adalah prosedur bedah yang sangat khusus yang

terdiri dari pemeriksaan menyeluruh terhadap mayat untuk menentukan

penyebab dan carakematian dan untuk mengevaluasi setiap penyakit atau

cedera yang mungkin ada.

2. Ante-Mortem adalah data-data pribadi dari korban seperti cirri-cirifisik,

pakaian, identitas khusus (tandalahir), bekas luka/operasi, dan sebagainya

sebelum korban meninggal.

b. Identifikasi Rekronstruktif

Identifikasi rekonstruktif, yaitu identifikasi yang dilakukan apabila tidak

tersedia data ante-mortem pada korban (contoh: penemuan jasad tanpa identitas)

dan dalam komunitas yang tidak terbatas.

12

2.2.2 Data yang diperlukan untuk identifikasi forensik

Data-data yang digunakan dalam pemeriksaan odontologi forensik adalah

sebagai berikut:

Data antemortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila

identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data antemortem

tersebut berupa (Julianti dkk, 2008).

1. Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau

catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan,pengobatan dan

perawatan gigi.

2. Foto rontgen gigi

3. Cetakan gigi

4. Prothesis gigi atau alat orthodonsi

5. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi

6. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah

Untuk data gigi postmortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antaara

lain (Julianti dkk, 2008).

1. Gigi yang ada dan tidak ada,bekas gigi yang tidak ada apakah

masih baru atau sudah lama.

2. Gigi yang ditambal,jenis dan klasifikasi bahan tambal

3. Anomali bentuk dan posisi

4. Karies atau kerusakan yang ada

5. Jenis dan bahan restorasi

6. Atrisi dataran kunyah gigi yang merupakan proses fisiologis untuk

fungsi mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur

7. Gigi molar ketiga sudah tumbuh atau belum

8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis

Kesulitan yang dijumpai adalah adanya kenyataan bahwa belum semua

orang yang giginya terarsipkan. Selain itu keadaan gigi setiap orang berubah

karena perkembangan, kerusakan dan perawatan (Julianti dkk, 2008).

Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk

membcedakan usia seseorang, jenis kelamin, golongan darah, kebiasaan tertentu

13

dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau

untuk membenarkan/memperkuat identitas korban (Julianti dkk, 2008).

2.2.3 Gigi berperan penting dalam forensik

Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi sangat penting

disebabkan karena :

1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan

pengaruh lingkungan yang ekstrim.

Perbedaan Tulang dengan Gigi

a. Tulang

• Bagian tulang

• Substansia spongiosa (berrongga) : trabeculae

• Substansia compacta (padat)

• Os compactum, terdiri dari :

• 75% matriks anorganik / mineral (Ca)

• 25% matriks organik (97% kolagen, 3% air)

• 2 komponen terdiri dari :

• Anorganik : calcium fosfat (hydroxyapatite :

Ca₁₀(PO₄)₆(OH)₂), magnesium, natrium, sodium, sitrat,

potasium, karbonat

• Organik : serabut kolagen

14

b. Gigi

• Terdiri 3 jaringan yang termineralisasi:

1. Enamel

15

2. Dentin

3. Cementum

• Enamel

– Terdiri jutaan enamel rods / prisma.

– DEJ – permukaan mahkota

– Paling keras & kalsifikasi tinggi

• Komposisi kimia :

• 96 – 97% bahan anorganik

hydroxyapatite Ca₁₀(PO₄)₆(OH)₂)

• 4% bahan organik

• 3 – 4% air

Kenapa gigi Terkeras

– Komposisi bahan anorganik terbesar

– Di dalam cavum oris

– Terlindung dan terbasahi oleh air liur

– Menurut scott (1997):

• Gigi à abu pada suhu 1000 F - 1200 F (538 C – 649 C)⁰ ⁰ ⁰ ⁰

• Denture akrilik à abu pada suhu 1000 F - 1200 F (538 C ⁰ ⁰ ⁰

– 649 C)⁰

• Mahkota & inlay alloy emas à abu pada suhu 1600 F - ⁰

2000 F (871 C - 1093 C) ⁰ ⁰ ⁰

• Mahkota / jembatan porselen hancur pada 2000 F (1093 C)⁰ ⁰

• Tumpatan Amalgam à abu pada 1600 F (871 C) ⁰ ⁰

2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan

restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.

16

3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan

medis gigi (dental record) dan data radiologis.

4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan

morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan

pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut

terlebih dahulu.

5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian

bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.

6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.

7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang

terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,

sedangkan giginya masih utuh.

8. Gigi terletak dibagian yang mudah dicapai dan tidak memerlukan

persiapan khusus.

9. Dari Gigi geligi, kita dapat memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis

kelamin, golongan darah, ciri-ciri khas, bentuk wajah atau raut muka

korban,dan diharapkan juga dapat melakukan identifikasi terhadap korban

itu sendiri dan memberikan kepastian terrhadap identitasnya (Julianti dkk,

2008).

17

Gambar 1

Pada gambar 1 menunjukkan bahwa gigi tetap dalam keadaan utuh pada suhu

yang tinggi, walaupun tubuh telah rusak, tetapi gigi masih dapat diidentifikasi.

a. Usia

Gigi dapat digunakan untuk menentukan usia. Menurut Etti Indriati,

Guru Besar Antropologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada

ketika permukaan kunyah gigi geligi sudah aus dan enamelnya (email)

menipis hingga menyempulkan lapisan gigi, korban diperkirakan usia 40

tahun. Untuk usia 15-22 dapat dilihat dari perkembangan geraham bungsu

yang pertumbuhannya bervariasi (Zaid, M. 2012)

Penentuan usia melalui gigi juga dapat dilakukan melalui berbagai

cara, antara lain dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi.

Diketahui bahwa perkembangan gigi mulai dapat dipantau sejak

mineralisasi gigi sementara, yaitu pada usia 4 bulan dalam kandungan

hingga mencapai saat sempurnanya gigi geraham kedua tetap.

Pemanfaatan graham bungsu mulai terbatas karena graham ini sudah

banyak yang tidak ditemukan lagi.

Setelah masa ini maka pertumbuhan dan perkembangan gigi tidak

banyak lagi membantu untuk penentuaan usia karena kondisinya dapat

dikatakan menetap. Untuk menyelesaikan masalah tersebut ada 6 hal yang

dapat membantu menentukan usia, yaitu :

(1) Atrisi : akibat penggunaan yang rutin pada saat makan, maka

permukaan gigi secara berlanjut akan menyalami keausan. Ausnya

gigi ini akan bertambah, sesuai dengan pertambahan umur.

18

(2) Penurunan tepi gusi sesuai dengan pertumbuhan dan pertambahan

umur, maka tepi gusi akan bergerak ke arah ujung akar.

(3) Pembentukan dentin sekunder : sebagai upaya perlindungan alami,

pada dinding pulpa gigi akan dibentuk dentin sekunder, yang

bertujuan menjaga ketebalan jaringan gigi yang melindungi pulpa.

Semakin tua seseorang maka semakin tebal jaringan dentin

sekunder.

(4) Pernbentukan semen sekunder : dengan bertambahnya umur,

terjadi pula pembentukan semen sekunder di daerah ujung akar.

(5) Transparansi dentin : karena proses kristalisasi pada bahan mineral

gigi, maka jaringan dentin gigi berangsur-angsur menjadi

transparan. Proses transparan ini dimulai dari ujung akar gigi

meluas ke arah mahkota.

(6) Penyempitan/penutupan foramen apikalis : sejalan dengan

pertambahan umur, foramen apikalis akan semakin menyempit,

dan tidak jarang menutup sama sekali(Alphonsus R. Quendangen,

1993)

b. Ras

Gigi dapat digunakan untuk menunjukkan ras seseorang. Hal ini

menunjukkan perbedaan ras terletak pada ukuran gigi dan morfologi

tulang pada langit-langit mulut (Zaid, M. 2012)

Umat manusia di dunia, secara antropologis dibagi ke dalam 3 ras

utama yaitu : kaukasoid, mongoloid dan negroid. Ternyata tiap ras

memiliki ciri khas tertentu pada tubuhnya, yang membedakan satu sama

lain. Ciri tersebut diturunkan secara genetic sesuai dengan hukum

Mendel(Alphonsus R. Quendangen, 1993)

Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak ditemukan suatu ciri yang

19

mutlak hanya terdapat pada satu ras. Demikian pula dapat dikatakan

hampir tidak akan ditemukan satu individu yang masih murni satu ras.

Karena itu penentian ras akan lebih berhubungan dengan fenotip yang

timbul, daripada genotip (Alphonsus R. Quendangen, 1993)

Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut (Julianti dkk,

2008):

1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata

berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid

dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop

walaupun tidak terlalu jelas.

2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal

premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.

3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20%

mongoloid.

4. Lengkungan palatum berbentuk elips.

5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus

Gambar 2.

Gambaran gigi untuk Ras kaukasoid adalah sebagai berikut: (Julianti

dkk, 2008)

20

1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.

2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari

mandibula.

3. Maloklusi pada gigi anterior.

4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.

5. Dagu menonjol.

Gambar 3

Gambaran gigi untuk ras negroid adalah sebagai berikut (Julianti dkk,

2008)

1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.

2. Sering terdapat open bite.

3. Palatum berbentuk lebar.

4. Protrusi bimaksila.

Di bawah ini merupakan contoh gambar open bite (Julianti dkk, 2008)

Gambar 4

21

c. Jenis Kelamin

Penentuan jenis kelamin secara umum, dapat dilakukan dari tanda--

tanda fisik seksual. Namun dalam hal jaringan lunak telah hilang, maka

penentuan pada tulang dapat dilakukan dari beberapa tulang, khususnya

tulang panggul.

Beberapa peneliti juga menyatakan adanya ciri khas antara lain :

(1) Bentuk lengkung gigi pada pria cenderung meruncing, sedangkan

pada wanita, cenderung oval.

(2) Ukuran cervico-incisival di bagian mesio distal pada gigi taring

bawah, pada pria lebih besar (kurang lebih 1,5), sedangkan wanita

lebih kecil (kurang lebih 1).

(3) Beberapa ahli juga merujuk pernyataan Leon Williams di bidang

prostetik, bahwa bentuk gigi seri pertama atas adalah kebalikan

bentuk wajah, sehingga bentuk gigi seri pria cenderung maskulin

sedangkan wanita cenderung feminism(Alphonsus R. Quendangen,

1993)

Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada

wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari

7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk

membedakan jenis kelamin (julianti dkk, 2008).

d. Golongan darah

Penentuan golongan darah dari gigi didasarkan adanya jaringan

pulpa di dalam gigi. Bergantung pada bagaimana kondisi jaringan

pulpa ini, penentuan golongan dapat dilakukan dengan berbagai cara

yaitu :

(1) Jika pulpa masih ditentukan dalam keadaan segar, maka darah

dapat langsung diambil, untuk penentuan golongan darah dengan

22

cara biasa.

(2) Jika ditemukan hanya pulpa yang sudah mengering, dapat

diusahakan melalui prosedur yang sama seperti pengolahan bercak

darah pada kain/darah mengering.

(3) Bila keadaan pulpa sudah demikian rusak, atau bahkan sudah tidak

ditemukan lagi, maka dapat dilakukan dengan bantuan cara

absorption-ilution. Cara ini dilakukan dengan cara mengambil

jaringan dentin dalam ruang pulpa, yaitu bagian dinding yang

melekat pada jaringan pulpa. Jaringan dentin tersebut diabsorpsi

semalam suntuk dengan larutan khusus, kemudian disentrifus.

Endapan yang kemudian terbentuk diambil untuk penentuan

golongan darah(Alphonsus R. Quendangen, 1993)

e. Kebiasaan/pekerjaan

Ada beberapa pekerjaan atau kebiasaan yang meninggalkan

tanda-tanda tertentu pada gigi, sehingga dapat memberikan petunjuk

untuk mengenali si korban, misalnya :

(l) Pekerjaan rutin di pabrik batu baterai mengakibatkan pewarnaan

gelap pada tepi ginggiva akibat terlalu banyak berkontak dengan

timah hitam.

(2) Pekerjaan penata rambut atau tukang sepatu yang mempunyai

kebiasaan menggunakan gigi untuk membuka jepitan rambut atau

mempersiapkan paku sepatu, akan menyebabkan tanda-tanda hair-

dresser teeth atau shoemaker’s teeth berupa lekuk-lekuk pada

permukaan gigi berukuran sebesar jepitan rambut dan paku sepatu.

(3) Kebiasaan merokok, telah diketahui rokok menyebabkan

pewarnaan pada akibat asap rokok yang dihisap(Alphonsus R.

Quendangen, 1993)

23

f. Ciri khas

Kadang-kadang ada hal-hal spesifik yang dapat segera

menunjukan pada seseorang tersebut, misalnya jika terdapat sejumlah

perawataan gigi di dalam mulut, dan ditemukan rekam data gigi

tersebut dapat menentukan identitas seseorang dengan pasti, selain itu

juga terdapat tanda-tanda spesifik tertentu yang akan segera dikenali

oleh orang-orang terdekat dengan si korban, misalnya ompong pada

depan, gigi yang kecil dan lain-lain. Ciri-ciri tersebut dapat

membimbing identifikasi setelah didukung berbagai data yang

lain(Alphonsus R. Quendangen, 1993)

g. Sidik jari DNA

Akhir-akhir ini dikembangkan cara identifikasi dengan melalui

analisis DNA. Ternyata dengan cara khusus, DNA dapat pula diisolasi

dari jaringan gigi. Melalui analisis DNA profiling ini, dapat ditentukan

hubungan kekeluargaan antara anak dengan bapak dan

ibunya(Alphonsus R. Quendangen, 1993).

2.2.3 Syarat gigi dalam Forensik

Gigi memenuhi syarat untuk dapat dijadkan sarana identifikasi karena

mempunyai faktor (julianti dkk, 2008).

1. Derajat individualitas yang tinggi

Berdasarkan perhitungsn dan penelitian untuk menentukan orang yang

giginya sama giginya adalah satu per dua triliyun. Adanya pola erupsi

dengan 20 gigi susu dan 32 gigi geligi, perubahan karena kerusakan atau

tindakan perawatan serta ciri khas seperti lngkung gigi membuat gigi

merupakan ciri khas tiap-tiap orang.

2. Derajat kekuatan dan ketahanan terhadap berbagai pengaruh kerusakan.

Identifikasi dengan sarana gigi sangat mungkin dilakukan karena sifat gigi

yang sangat kuat dan tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan. Hal ini

24

karena gigi tersusun dari bahan anorganik dan tempatnya yang trlindung

oleh mulut yang cukup memberikan perlindungan.

2.2.4 Identifikasi dan pemeriksaan Odontologi Pada Gigi

Macam-macam Identifikasi :

1. Identifikasi korban melalui gigi berdasarkan pekerjaan menggunakan gigi

Bagi mereka yang mempunyai pekerjaan dengan menggunakan gigi antara

lain tukang jahit, piñata rambut / pegai salon, tukang kayu maka akan

terlihat atrisi permukaan aclusi sesuai dengan benda keras yang digunakan

dalam pekerjaannya.

a. Misalnya tukang jahit akan menggigit jarum baik diameter kecil sampai

besar

Gambar 5

Memperlihatkan seorang penjahit sedang menggigit jarum sehingga atrisi

insisal berongga sesuai dengan diameter jarum.

b. Bagi penata rambut atau yang biasa disebut caster maka akan terlihat pada

gigi insisif sentral khususnya, umumnya gigi insisif sentral lateral. Suatu

atrisi pada gigi atas dan bawah yang berbentuk rongga sesuai dengan

penjepit rambut karena ia sebelum menata rambut tamunya, ia menggigit

jepit rambut beberapa buah pada gigi insisifnya, rongga tersebut sesuai

dengan jepit rambut yang besar.

25

Gambar 6. Memperlihatkan seorang penata rambut (caster) sedang

menggigit sehingga rongga atrisi gigi insisif persis seperti bentuk jepit

rambut

c. Bagi pekerja bangunan khusunya yang dianggap sebagai tukang kayu

maka ia dalam melakukan pekerjaannya sebelum memaku kayu akan atau

papan ia akan menggigit atau paku pada gigi depannya. Maka gigi

depannya tersebut akan teratrisi berbentuk bulat sesuai dengan paku yang

digunakan, derajat atrisi bisa kecil sampai dengan besar sesuai dengan

diameter paku.

Gambar 7. Memperlihatkan artisi gigi insisif ada dua buah rongga yaitu

satu rongga bekas gigit paku dengan diameter agak besar sedangkan

lainnya rongga artrisi agak kecil karena menggigit paku diameter agak

kecil.

Data-data ini dicatat ke dalam odontogram yang terdapat kolom-kolom

catatan untuk rongga mulut sehingga tim identifikasi akan segera

mengetahui bahwa ia mempunyai pekerjaan sesuai dengan bentuk atrisi

pada gigi atas dan bawah.

2. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang dan tulang facial

26

Dalam identifikasi wajah korban haruslah dilakukan rekontruksi

gigi ke dalam soket tulang rahang apabila giginya terlepas setelah semua

lengkung gigi terekonstruksi barulah dilakukan rekonstruksi tulang rahang

atas maupun rahang bawah terhadap tulang tengkorak terutama fiksasi

rahang bawah terhadap rahang atas dan terhadap tulang kepala.

Apabila prosesus condoloideus atau ramus ascenden mandibulanya patah

dan tidak ditemukan maka harus dibuat dengan bahan yang keras atau

acrilik sehingga prosesus codoloideus buatan tersebut dapat difiksasai ke

tulang kepala (Lukman, 1994).

3. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku

Menurut Lukman pada tahun 2003 pola gigitan mempunyai suatu

gambaran dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan

pola gigitan pada jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan

maupun manusia yang masing-masing individu sangat berbeda (Lukman,

1994).

Klasifikasi Pola Gigitan

Pola gigtan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan

pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas,yaitu :

1) Kelas 1

Pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisif dan kaninus.

Gambar 8 . Memperlihatkan pola gigi seri sentralis dan naturalis

dan kaninus denga jarak sesuai dengan susunan gigi geliginya.

2) Kelas II

27

Pola gigitan kelas II seperti pola gigiyan kelas I tetapi terlihat pola

gigitan cups bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp

lingualis tetapi derajat pola gigitannya masih sedikit.

Gambar 9. Memperlihatkan pola gigitan dari gigi insisif, kaninus,

dan cusp premolar rahang atas dan rahang bawah.

3) Kelas III

Pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu

permukaan gigi insisif telah menyatu akan tetapi dalamnya luka

gigitan mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.

Gambar 10. Memperlihatkan permukaan kulit dengan luka sesuai

dengnan garis gigitan gigi insisif dan kaninus sedangkan gigi

premolar lebih mempunyai luka lebih dalam.

4) Kelas IV

Pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah

kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola

gigitan irregular.

28

Gambar 11. Memperlihatkan ketidakteraturan dari keparahan

derajat pola gigitan dari gigi kaninus dan insisif yang sangat dalam

baik pada rahang atas maupun rahang bawah sedangkan pola

gigitan gigi premolar kedua cusp hamper menyatu.

5) Kelas V

Pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan insisif,

kaninus, dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.

Gambar 12. Memperlihatkan pola luka gigitan yang sangat lebar

serta ketidakteraturan dari semua gigi depan dan premolar.

6) Kelas VI

Pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari

gigi rahang atas dan bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot

terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dam pembukaaan mulut.

29

Gambar 13. Memperlihatkan luka akibat pola gigitan sangat dalam

dan buas pada jaringan kulit dan jaringan ikat terlepas seluruhnya.

4. Identifikasi golongan darah korban dan pelaku melalui saliva

Identifikasi golongan darah korban melalui saliva haruslah dibuat

sediaan ulas pada TKP maupun pada korban yang masih terdapat saliva

baik masih basah maupun sudah kering.

Identifikasi golongan darah dari saliva yang disebut juga sebagai saliva

washing atau analisa air liur maka sediaan ulas yang tim identifikasi buat

haruslah dikirim ke laboratorium serologis, apabila saliva tersebut secretor

maka dapat diketahui golongan darah dari saliva tersebut. Apabila saliva

tersebut non secretor maka sulit ditentukan golongan darah oleh karena

terlampau banyak kemungkinan yang mempengaruhinya (Lukman, 1994).