Obes adn DM

16
Pendahuluan a. Definisi Obesitas Obesitas adalah penyakit kompleks multifaktorial yang berkembang dari interaksi antara genotipe dan lingkungan , tentang bagaimana dan mengapa o besitas terjadi tidak lengkap, namun melibatkan integrasi sosial, perilaku, budaya, fisiologis, metabolik, dan faktor genetik (NHLBI, 2000 ). Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebihan di jaringan adiposa, karena sulit untuk mengukur lemak tubuh secara langsung. Body Mass Index (BMI), biasanya digunakan untuk menunjukkan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa (Secretariat of the Pacific Community, 2002). Adapun klasifikasi IMT (Indeks Massa Tubuh menurut WHOWPR/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment adalah: a. BB Kurang <18,5 b. BB Normal 18,5-22,9 c. BB Lebih ≥23,0 Dengan resiko23,0-24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II ≥30. Faktor-faktor Penyebab Obesitas 1

Transcript of Obes adn DM

Page 1: Obes adn DM

Pendahuluan

a. Definisi

Obesitas

Obesitas adalah penyakit kompleks multifaktorial yang berkembang dari

interaksi antara genotipe dan lingkungan, tentang bagaimana dan mengapa

obesitas terjadi tidak lengkap, namun melibatkan integrasi sosial, perilaku,

budaya, fisiologis, metabolik, dan faktor genetik (NHLBI, 2000).

Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebihan di jaringan adiposa,

karena sulit untuk mengukur lemak tubuh secara langsung. Body Mass

Index (BMI), biasanya digunakan untuk menunjukkan kelebihan berat badan dan

obesitas pada orang dewasa (Secretariat of the Pacific Community, 2002).

Adapun klasifikasi IMT (Indeks Massa Tubuh menurut WHOWPR/IOTF

dalam The Asia-Pacific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment

adalah:

a. BB Kurang <18,5

b. BB Normal 18,5-22,9

c. BB Lebih ≥23,0

Dengan resiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes II ≥30.

Faktor-faktor Penyebab Obesitas

Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor

eksogen/nutrisional (obesitas primer), sedangkan faktor endogen (obesitas

sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar

10%.

1. Faktor Genetik

Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperan besar. Bila kedua

orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua

obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,

prevalensi menjadi 14% (Syarif, 2003). Hipotesis Barker menyatakan bahwa

1

Page 2: Obes adn DM

2

perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan

organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemograman janin yang

dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan

merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari.

Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas terjadi melalui efek pada resting

metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol

nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas

ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.

2. Faktor lingkungan

a. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure,

yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju

mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian

obesitas, dimana setiap individu dengan aktivitas fisik yang rendah

mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian di

Jepang menunjukkan resiko obesitas yang rendah (Odd Ratio: 0,48) pada

kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedangkan penelitian di

Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (Odd Ratio:

0,57), aerobik (Odd Ratio: 0,59), tetapi untuk olah raga tenis tidak

menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.

b. Faktor nutrisional

Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok

dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih

besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan Odd Ratio:

1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan

meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan

karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih

tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil

dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat.

Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan

keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai

protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi

Page 3: Obes adn DM

3

dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di

oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam

bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat

di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat

mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh

rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari

karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak

mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan

lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak

akan disimpan dalam jaringan lemak (WHO, 2000).

c. Faktor sosial ekonomi

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,

serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi.

3. Hormon

Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormon tiroid pada

tubuhnya mengalami penurunan. Akibatnya kemampuan penggunaan energi akan

berkuarang. Hormon insulin juga dapat menimbulkan kegemukan. Seseorang

yang mengalami peningktan insulin juga akan mengalami peningkatan

penimbunan lemak. Adapun gangguan produksi hormone yang juga dapat

menimbulkan kegemukan misalnya hipopituitarism dan hipotiroidism. Orang

seperti ini biasanya mengalami obesitas sejak kecil.

4. Faktor Psikogenik

Penelitian pada penderita obesitas menunjukan bahwa sebagian besar

disebabkan oleh faktor ini, karena anjuran kebiasaan makan yang sehat tiga kali

dalam sehari, dan setiap kali makan harus penuh, sehingga akan terjadinya

peningkatan berat badan yang akhirnya seseorang terjadinya obesitas. Faktor

psikogenik yang lain adalah kebiasaan makan, seringkali merupakan untuk

pelepas ketegangan akibat tekanan jiwa seperti depresi, sehingga akhirnya tidak

disadari akan terjadinya peningkatan berat badan.

Page 4: Obes adn DM

4

5. Faktor neurogenik

Dalam penilitian yang dilakukan pada binatang percobaan, bahwa lesi pada

nukleus ventromedialis hipotalamus menyebabkan binatang makan secara

berlebihan dan menjadi gemuk. Lesi demikian juga menyebabkan produksi insulin

meningkat yang akhirnya penyimpanan lemak sehingga binatang tersebut

mengalami obesitas.

Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO (1980) menyatakan bahwa Diabetes

Mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban

yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan suatu kumpulan masalah

anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana

didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan

resistensi insulin dan disfungsi relatif β-sel. Hiperglikemia yang terus-menerus

terjadi dapat memberikan kontribusi tinggi terhadap komplikasi seperti penyakit

mikrovaskular dan penyakit makrovaskular.

Klasifikasi

1. Diabetes Mellitus tipe 1, disebabkan karena kerusakan sel β (Beta), biasanya

insulin tidak dapat diproduksi sama sekali.

2. Diabetes Mellitus tipe 2, Berkaitan dengan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin.

3. Tipe lain : defek genetik fungsi sel-βeta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokrin pancreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, Sebab

imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

4. Diabetes Mellitus Gestasional.

Page 5: Obes adn DM

5

Beberapa pasien tidak dapat diklasifikasikan secara jelas, sebagai jenis yang

memiliki diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan

penyakit bervariasi di kedua jenis DM tersebut. Terkadang pasien yang

dinyatakan DM tipe 2 dapat hadir dengan ketoasidosis. Demikian pula pasien

dengan DM tipe 1 mungkin memiliki onset lambat, walaupun memiliki fitur

penyakit autoimmun, sehingga kesulitan dalam mendiagnosa dapat terjadi pada

anak-anak, remaja, dan dewasa (ADA, 2010).

b. Fisiologi Insulin

1. Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,

preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang

kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel

tersebut. Enzim peptidase membantu proinsulin diurai menjadi insulin dan

peptida-C (C-peptide) yang keduanya siap untuk disekresikan secara bersamaan

melalui membran sel. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membran

sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain.

Glucose transporter (GLUT), fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa

masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang

terdapat dalam sel beta, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam

darah melewati membran ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan

selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan

fosforilasi didalam sel beta dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul

ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses

mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat

terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya

tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca

channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga

menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Proses terbentuknya hormon

insulin dapat dilihat pada gambar, dibawah ini : (Manaf, 2007).

Page 6: Obes adn DM

6

2. Kerja Insulin

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan

dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada

membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan

semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa

didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya

belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam

meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga

pada mendorong penempatannya pada membran sel.

Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan

glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme (Gb

2.1). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan

mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula kerja insulin

yang berlangsung normal (Manaf, 2007).

c. Patogenesis1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari

reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.

Gambar 2.2 Mekanisme normal dari kerja insulin dalam transport glukosa di jaringan

perifer (Girard, 1995 ).

Gambar 2.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel Beta akibat stimulasi glukosa

(Kramer, 1995 )

Page 7: Obes adn DM

7

1. Resistensi Insulin

Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan jaringan

perifer untuk berespons terhadap hormon insulin. Faktor-faktor yang mempengaruhi

resistensi insulin pada berat badan lebih meliputi kadar asam lemak bebas yang

tinggi di dalam darah yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak bebas yang tinggi

di dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi insulin lipotoksisitas dan

sejumlah sitokin yang dilepaskan oleh jaringan adiposa adipokin, sitokin ini meliputi

leptin, adiponektin, dan resistin PPAR-r (Peroxisome Proliferator-Activated Receptor

Gamma), yaitu suatu reseptor nukleus adiposit yang diaktifkan oleh kelas preparat

antidiabetik baru yang dinamakan thiazolidinedion dapat memodulasi ekspresi

gen dalam adiposit dan hal ini akhirnya akan mengurangi resistensi insulin.

2. Disfungsi sel-β

Disfungsi sel-β bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat

dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel-β bersifat

kualitatif (hilangnya pola sekresi insulin normal yang berayun dan pulsatil serta

pelemaan fase pertama sekresi insulin cepat yang dipicu oleh peningkatan

glukosa plasma) maupun kuantitatif dimana berkurangnya massa sel-β, degenerasi

pulau Langerhans, dan pengendapan amiloid dalam pulau Langerhans.

d. Manifestasi Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut

di bawah ini.

a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

e. Faktor Resiko DM

a. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2), menurut (Rasouli et al., 2007),

mekanisme hubungan antara obesitas yaitu adanya peningktan level

Page 8: Obes adn DM

8

insulin, peningkatan pengeluaran glukosa hepatik, intoleransi glukosa, dan

peningkatan lipid plasma.

b. Riwayat keluarga dengan diabetes, Jika terdapat salah seorang anggota

keluarga yang menyandang diabetes maka kemungkinan anda untuk

menyandang diabetes pun meningkat.

c. Kurangnya Aktivitas fisik, melakukan kebiasaan seperti (hanya duduk-

duduk tanpa aktivitas fisik) yang seiring perkembangan ilmu dan

teknologi, seperti televisi, komputer, internet, dan play station yang

menyebabkan meningkatnya angka obesitas.

d. Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring

dengan meningkatnya usia. Usia diatas > 45 tahun harus dilakukan

pemeriksaan DM.

e. Ras dan Etnik, Biasanya Suku bangsa Afro-Amerika, Meksiko-Amerika,

Indian-Amerika, Hawai memiliki risiko diabetes dan penyakit jantung

yang lebih tinggi.

f. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir > 4000gr atau pernah

menderita DM gestasional (DMG).

g. Riwayat lahir rendah dengan BB < 2500gr. bayi dengan BB rendah lebih

tinggi resikonya dibandingkan dengan bayi lahir dengan BB normal.

h. Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250mg/dl).

i. Diet tak sehat (Unhealth diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat

akan meningkatkan resiko menderita prediabetes dan DM tipe 2.

j. Penderita Polycystic Ovary Syndrom (PCOS) atau keadaan klinis lain yang

terkait dengan resistensi insulin.

k. Penderita sindrom metabolik. Memiliki riwayat Toleransi Glukosa

Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)

sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke,

Penyakit Jantung Koroner (PJK), Peripheral arterial disease.

Page 9: Obes adn DM

9

f. Komplikasi

1. Komplikasi mikrovaskuler (retinopati, nefropati dan neuropati), khusus untuk

diabetes terutama retinopati digunakan untuk membantu menentukan kriteria

diagnostik untuk diabetes.

2. Komplikasi makrovaskular : penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskular dan penyakit pembuluh darah perifer (Asian Pacific Type 2

Diabetes Policy Group, 2005).

h. Upaya Pencegahan Penyakit DM Bagi Penderita Obesitas

Sebagian besar semua diabetes tipe 2 (85% - 95%), dalam banyak kasus

dapat dicegah. Kegagalan untuk menjalankan gaya hidup sehat telah menjadi

faktor penting dalam peningkatan prevalensi diabetes, dan harus segera

diatasi. Banyak studi prospektif menetapkan bahwa berat badan lebih dan

kurangnya aktivitas fisik adalah faktor resiko terkena Diabetes Mellitus tipe 2,

dengan usaha penurunan berat badan, dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan

sekresi insulin dalam jangka pendek.

Beberapa strategi seperti memodifikasi asupan makanan yang

direkomendasikan adalah tidak hanya memodifikasi asupan kalori tetapi juga

mengurangi lemak dan kolesterol. Peningkatan aktivitas fisik adalah tidak hanya

penting untuk menurunkan berat badan tetapi juga pemeliharaan dampak terhadap

morbiditas lain dan faktor risiko seperti tingginya tekanan darah, dan kadar

kolesterol darah yang tinggi (NHLBI, 2000).

Kebanyakan kasus DM tipe 2 dapat dihubungkan langsung dengan obesitas.

Risiko DM bervariasi berdasarkan tingkat, durasi, dan distribusi obesitas. Diet

pembatasan kalori telah ditunjukkan untuk meningkatkan kontrol kadar glukosa

darah dengan menurunan berat badan.

Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola

makan dan peningkatan aktifitas fisik. Apabila tidak cukup maka pendekatan

farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi bedah.

Menurut Rosenstock (1982) upaya dalam perubahan perilaku hidup sehat

seseorang dapat diubah, berdasarkan teorinya yang terkenal Healthy Belief Model

(HBM) yang terdapat dalam buku Sarwono (2005) mengemukakan bahwa :

Page 10: Obes adn DM

10

a. Persepsi individu tentang kemungkinan terkena suatu penyakit (perceived

susceptibility), mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan

lebih cepat merasa terancam.

b. Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived

sriousnes), yaitu resiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari

penyakit tersebut.

c. Makin beratnya resiko suatu penyakit dan semakin besar kemungkinannya

bahwa individu itu terserang penyakit tersebut besar ancaman (perceived

treats).

d. Alternatif tindakan yang dianjurkan petugas kesehatan (perceived benefit

&barriers).

e. Faktor pencetus yang dapat datang dari dalam individu ataupun dari luar

individu (ceusto action).

Gaya hidup tidak sehat merupakan perilaku berisiko terhadap penyakit tidak

menular. Perilaku berisiko sudah banyak dipraktekkan oleh masyarakat di

perdesaan dan perkotaan di Indonesia. Perilaku berisiko tersebut adalah merokok,

makan kurang serat dan kurang aktivitas fisik (Handayani et al., 2007).

Referensi

American Diabetic Assocition. 2010. Standards of Medical Care in Diabetes-

2010. http://care.diabetesjournals.org/content/33/Supplement_1/S11.full?

sid=f232eb07-73a3-4dbb-a9e5-9cd846f281c7.[diakses pada tanggal 18

November 2012]

Anonim. 2000. The Practical Guide Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults. https://docs.google.com/viewer?url= http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/obesity/prctgd_c.pdf. [diakses pada : 18 November 2012. Published; NHLBI].

Manaf A. 2007. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. http://repository.unand.ac.id/96/1/INSULIN__MEKANISME_SEKRESI_DAN_ASPEK_METABOLISME.doc.

PERSI. 2008. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=914&tbl= kesling. [diakses pada : 18 November 2012].

WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic WHO Technical Report Series; 894. Geneva.

Page 11: Obes adn DM

11

Sarwono S. 2005. Sosiologi Kesehatan. Gajah Mada University Press. Yokyakarta.