NSAID
-
Upload
alifia-faraghta -
Category
Documents
-
view
58 -
download
0
description
Transcript of NSAID
NSAID : obat- obat anti radang non steroid
Pendahuluan
Obat-obat anti radang , analgesic dan antipiretik merupakan suatu kelompok senyawa yang
heterogen , yang sering tidak berkaitan secara kimiawi , namun mempunyai kerja terapetik dan
efek samping yang sama. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin. 1
Klasifikasi AINS tidak banyak manfaat klinis nya, karena AINS dari subgolongan yang sama
memliliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi
memiliki sifar serupa.2 Klasifikasi yang lebih bermafaat untuk diterapkan klinis adalah
berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX)
Gambar 14-1
Sifat dasar NSAID
Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai dilaporkan pada tahun 1971
oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin
mengambat produksi enzimatik Prostaglandin.
Obat golongan ini menghambat enzim siklooksigenase, sehingga konversi asam arakidonat
menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghabat sikooksigenase COX dengan kekuatan dan
selektivitas yang berbeda.
enzim siklooksigenase terdapat 2 isoform disebut cox 1 dan cox 2.Kedua isoform dikode oleh
gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.Secara garis besar sikooksiganase esensial dalam
pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal diberbagai jaringan khusunya ginjal, saluran
cerna dan trombosit. Di mukosa labung , aktivasi COX-1 menghasilakn prostasiklin yang bersifat
sitoptotektif. COX-2 semula diduga diinduksi berbagai stimululus infkamantoar, termasuk
sitokin, endotoksin dan growth factors. COX-2 juga memiliki fungsi fisiologis yaitu di ginjal,
jaringan vascular dan pada proses perbaikan jaringan. Tromboksan A2 yang disintesis trombosit
oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos.
Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular untuk
melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan
efek anti proliferative. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX-2.
Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan
inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksistas saluran cerna dan perdarahan. Anti-
inflamasi nonsteroid yang tidak selektif dinamakan AINS tradisional (AINSt).
Khusus parasetamol , hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar
peroksid yaitu di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang
dihasilakan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti-inflamasi parasetamol praktis tidak
ada. Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3 , suatu variant dari COX-1. COX-3 ini
hanya ada di otak. Aspirin bekerja dengan cara mengasetilasi gugus serin 530 dari COX-1.
Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim , karena trombosit tidak mampu
mensintesis enzim baru. Dosis tunggal asprin 40 mg sehari cukup untuk menghambat
siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari.
Demam
Pengaturan suhu tubuh memerlukan keseimbangan yang akurat antara pembentukan dan
hilangnya panas , hipotalamus mengatur set point sehingga suhu tubuh dipertahankan. Alat
pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam keseimbangan ini terganggu
dan set point meningkat tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat NSAID. Peningkatan
suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin
misalnya IL1 yang memicu pelepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus
kemudian PGE2 terbukti menimbulkan demam. Obat NSAID menekan efek zat pirogen endogen
dengan menghambat sintesis PG. . Obat ini tidak mempengaruhi suhu tubuh jika suhu tubuh naik
oleh faktor seperti olahraga atau meningkatnya suhu lingkugan.2
INFLAMASI
Fenomena inflamasi pada tingkat bioselular semakin jelas. Respon inflamasi terjadi dalam 3
fase dan diperantarai mekanisme yang berbeda.
1. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi local dan peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
3. Fase proliferative kronik, saat degenerasi dan fibrosis terjadi.
Kalau pada masa lalu dalam proses inflamasi ditekankan promosi migrasi sel, akhir-akhir ini
focus tertuju pada interaksi mediator-mediator adesif antara leukosit dan trombosit, termasuk
selektin-L, -E, -P, ICAM-1 (intercellular adhesive molecule-1), dan leukosit integrin dalam
proses adhesi leukosit dan trombosit dengan endothelium di area inflamasi. Sel endotel
teraktivasi merupakan kunci tertariknya sel dari sirkulasi ke tempat inflamasi. Adesi sel terjadi
karena peningkatan ekspresi sel yang telah teraktivasi oleh molekul adesi, mengenali
glikoprotein dan karbohidrat permukaan sel di sirkulasi. Ada dugaan bahwa beberapa t-AINS
mengganggu adesi dengan menghambat ekspresi atau aktivitas molekul adesi-sel tertentu.
Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas
kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu
kalor, rubor, tumor, dolor dan fungtiolaesa. Selama berlangsungnya fenomoena inflamasi banyak
mediator kimiawi yang dilepaskan secara local antara lain histamine. 5-hidroksitriptamin (5HT),
factor kemotaktik, bradikinin, leukotrien da PG. penelitian akhir menunjukkan autacoid lipid
PAF (platelet-activating-factor) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit
ke daerah ini, terjadi lisis membrane lisozim dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip-aspirin
dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator kimiawai tersebut kecuali PG.
Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam
jumlah nanogram, menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah local.
Histamine dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vascular, tetapi efek vasodilatasinya
tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi histamine plasma dan bradikinin
menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses
inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi roduk lain dari asam arakidonat yakni
leukotriene B, merupakan zat kemotaktik yang sangat poten. Obat mirip-aspirin tidak
menghambat system lipoksigenase yang menghasilkan leukotriene sehingga golongan obat ini
tidak menekan migrasi sel. Walaupun demikian pada dosis tinggi terlihat juga penghambatan
migrasi sel tanpa mempengaruhi enzim lipoksigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG
maupun leukotriene diharapkan biosintesis PG maupun leukotriene diharapkan akan lebih poten
menekan proses inflamasi.
NYERI
PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi.
Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator
kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.
Obat mirip-aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh
efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG dihambat oleh golongan obat ini, dan
bukannya blockade langsung pada reseptor PG.
Efek farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgetik dan anti inflamasi. Ada perbedaan
aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik
dan analgesic tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali
Efek analgetik
Sebagai analgetik obat aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artalgia dan nyeri lain yang berasal dari integument,
terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah
daripada efek analgesic opiate. Tetapi berbeda dengan opiate , obat NSAID tidak menimbulkan
efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. NSAID hanya
mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak mengubah sensorik lain. Nyeri akibat
terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi dengan NSAID. Sebaliknya nyeri kronis pasca bedah
dapat diatasi oleh NSAID.
Efek antipiretik
Sebagai antipiretik, NSAID akan menurunkan suhu badan hanya saat demam. Walaupun
kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai
antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan
dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama COX-3 dimana hanya
parasetamol dan beberapa obat NSAID lainya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik
lainya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alas an tersebut.
Efek antiinflamasi
Kebanyakan obat NSAID t, lebih dimanfaaatkan sebagai antiinflamasi pada pengobatan kelainan
musculoskeletal , misalnya arthritis rheumatoid , OA dan spondilitis ankilosa
Efek samping
Selain menimbulan efek terapi yang sama, NSAID jugan menimbulkan efek samping serupa,
karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obatbersifat
asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di lambung, ginjal
dan jaringan inflamasi. Jelas efek ini akan lebih nyata pada tempat yang kadar asamnya tinggi
Secara umum NSAID berpotensi menyebabkan pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal
dan hati. Efek samping paling sering adalah ulkus peptikum (ulkus duodenum dan ulkus gaster)
yang kadang disertai dengan anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya
efeksamping ini berbeda setiap obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi gaster :
1. Iritasi yang bersifat local yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa
dan menyebabkan kerusakan jaringan
2. Iritas yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGE1 . Kedua PG
ini banyak ditemukan di mukosa lambing dengan fungsi menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Mekanisme ini terjadi pada pemberian parenteral.
Uji klinis menyimpulkan bahwa gangguan saluran cerna penghambat selektif COX-2 lebih
ringan dari pada COX-1. Diantara pengahambat COX yang selektifpun insidenns gangguan
cerna berbeda.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis
tromboksan A2 (TX2) dengan akibat pemanjangan waktu perdarahan. Efek ini dimanfaatkan
untuk terapi profilaksis tromboemboli.
Penghambatan biosintesis PG di ginjal terutama PGE2, mendasari gangguan homeostasis
ginjal yang ditimbulkan oleh NSAID .Pada pasien hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai
asites dan pasien gagal jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan laju filtrasi glomerolus
akan berkurang, bahkan dapat terjadi gagal ginjal akut. Penggunaan berlebih dan lama dapat
menyebabkan nefropati analgesil. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas
terhadap NSAID. Reaksi umunya berupa rhinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtika
luas, hipotensi sampai syok. Diantara NSAID dapat terjai hipertensivititas silang. Hal ini
terjadi bukan karena suatu reaksi imunologis tertapi akibat tergsernya metabolimse asam
arakidonat ke jalur lipoksigenase yang menghasikan leukotrien. Kelebihan produksi
leukotrien ini lah yang mendasari terjadinya gejala tersebut.
Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analsesik
antipiretik dan anti inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain
sebagai prototype obat ini merupakan standar dalam menilai obat sejenis
FARMAKODINAMIS
Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksisk obat ini justru
memperlihatkan efek antipiretik sehingga pada keracunan berat terjai demam dan
hiperhidrosis. Untuk memperololeh efek anti inflamasi yang baik kadar plasmaperlu
dipertahankan antara 250-300 µg/mL. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram /
hari untuk orang dewasa. Pada penyakit demam rematik , aspirin masih dijadikan sebagai
standar dalam terapi
Efek terhadap pernapasan
Efek salisilat pada pernafasan terjadi karena gangguan keseibangan asam basa dalam darah.
Salisilat merangsang pernapasan secara langsung dan tidak langsung . Pada dosis terapi
salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian PCO2 akan
merangsang pernapsan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2
dalam plasma turun. Hai ini ditandai dengan penapasan cepat dan dalam
Efek terhadap keseimbangan asam basa
Dalam dosis terapi yang tinggi salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan
produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif.
Karbondioksida yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernafasan
sehinggaCO2 dalam darah tidak meningkat. Ekskresi bikarbonat melalui ginjal meningkat
disertai Na+ dan K+ , sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali
normal.Keadaaan ini disebut alkalosis respiratorik terkompensasi dan sering dijumpai pada
orang dewasa yang mendapat terapi salisilat secara intensif.
Efek urikosurik
Efek ini sangat bergantung pada dosis obat . Dosis kecil (1 atau 2 gr / hari) menghambat
ekskersi asam urat , sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 gr /
hari biasanya tidak mengubah asam urat. Tetapi dosis > 5gr/ hari terjadi peningkatan ekskresi
asam urat melaui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjaid
karena pada dosis rendah menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi juga
menghambat reabsorbsinya. Efek urikosurik juga bertambah jika urin basa, maka bila perlu
di berikan NaHCO3
Efek terhadap darah
Pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan . Hal ini bukan karena
hipoprotrombinemia, tetapi karena asetilasi siklooksigenase trombosit sehingga pembentukan
TXA2 terhambat. Dosis tunggal 650 mg aspirin dapat memperpanjang msasa pserdarahan
hingga 2 x lipat. Saat ini aspirin dosis kecil digunakan untuk profilaksis thrombosis koroner
dan serebral. Aspirin tidak boleh digunakan pada pasien dengan kerusakan hati berat,
hipoprotrombinemia, def vit K dan hemophilia, karena dapat menyebabkan perdarahan.
Efek terhadap hati dan ginjal
Salisilat bersifat hepatotoksikdan ini berkaitan dengan dosis bukan reaksi imun. Gejala yang
sseing terjadi hanya kenaikan SGOT dan SGPT
FARMAKOKINETIK
Pada pemberian oral , sebagian salisilat diabsobsi dengan cepat dalam bentuk utuh di
lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi di capai 2 jam
setelah pemberian. Kecepatan absobsi nya tergantng dari kecepatan disintegrasi dan disolusi
tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Absorbsi pada pemberian
rectal lambat, sehingga tidak disarankan melalui rectal. Absobsi melalui kulit cepat, terutama
bila dipakai dengan sediaan minyak atau salep. Setelah di absosbsi , salisilat segera menyebar
ke seluruh tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan synovial,
peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah otak. 80-90% salisilat
plasma terikat albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam
salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30 menit berada dalam plasma.
Biotranformasi salisilat terjadi banyak dijaringan, tetapi terutama di mikrosom dan
mitokondria hati. Salisilat diekskesikan dalam berntuk metabolitnya terutama melalui ginjal,
sebagian kecil melalui keringat dan empedu
Indikasi
Antipiretik
dosis salsilat untuk dewasa adalah 325-650 mg, diberikan secara oral tiap 3-4 jam . untuk
anak 15-20mg/KgBB, diberikan tiap 4-6 jam. Berdasarkan asosiasi penggunaan aspirin
dengan sindrom Reye, aspirin di kontraindikasikan sebagai antipiretik pada anak di bawah 12
tahun.
Analgesik
Salisilat bermanfaat terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit
kepala, mialgia, artalgia dan nyeri lain yang berasal dari integument, terutama terhadap nyeri
yang berkaitan dengan inflamasi. Dosis sema seperti pada penggunaan antipiretik.
Demam rematik Akut
Dalam waktu 24-48 ja setelah pemberian obat yang cukup terjadi pengurangan nyeri,
kekakuan, pembengkakan , rasa panas dan memerahnya jaringan setempat. Dosis untuk
dewasa 5-8 gr/ haridiberikan 1 gr/ kali. Dosis untuk anak 100-125 mg/KgBB/hari diberikan
tiap 4-6 jam selama seminggu. Setelah itu dosis berangsur turun sampai 60 mg/kgBB/hari
Artritis rheumatoid
Sebagian pasien RA (rheumatoid arthritis) dapat dikontrol dengan salisilat saja , bila hasilnya
tidak memadai dapat digunakan oabt lai, Selain menghilangkan nyeri salisilat menhambat
inflamasinya. Dosisnya 4-6 gr. Hari, tetapi dosis 3 gr/hari kadang cukup memuaskan