Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyarakat

42
Bagaimana HFA dipraktekkan di Tingkat Masyarakat? Pengalaman Komunitas Praktisi PRBBK di Indonesia Disampaikan Ninil Jannah 1

Transcript of Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyarakat

1

Bagaimana HFA dipraktekkan di Tingkat Masyarakat?Pengalaman Komunitas Praktisi PRBBK di

Indonesia

Disampaikan Ninil Jannah

2

5 Prioritas Aksi

1. Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas.

2. Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini.

3. Membangun budaya keamanan dan ketahanan.

4. Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama.

5. Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.

3

Komunitas

• Sekelompok orang yang berbagi satu atau lebih hal yang sama

• Keprihatinan masalah yang sama, harapan, dan mungkin pola prilaku yang sama

4

Hak Masyarakat(Pasal 26 UU 24/2007)

• Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana

• Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan PB

• Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial dasar

• Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan PB, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya

• Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan PB

5

Kewajiban Masyarakat(Pasal 27 UU 24/2007)

• Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup

• Melakukan kegiatan penanggulangan bencana• Memberikan informasi yang benar kepada publik

tentang PB

6

COMMUNITY BASED DISASTER RISK MANAGEMENT

7

PRBBK

• Pendekatan yang bersifat top-down dan mengabaikan peran masyarakat di lokasi rawan bencana dianggap tak lagi efektif

• community based disaster risk management• Upaya pengelolaan risiko bencana yang melibatkan

secara aktif masyarakat yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanannya dan meningkatkan kemampuannya

• Termasuk kemampuannya mengembangkan kapasitas adaptif terhadap dampak buruk perubahan iklim.

8

PRBBK• memerlukan serangkaian proses termasuk melakukan

interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya, melakukan prioritas penanganan/ pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, mengurangi serta memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana.

• Sebagai pendekatan upaya pemberdayaan komunitas agar dapat mengelola risiko bencana dengan tingkat keterlibatan pihak atau kelompok masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam kegiatan implementasi oleh masyarakat sendiri.

• Pokoknya adalah penyelenggaraan yang seoptimal mungkin memobilisasi sumber daya yang dimiliki komunitas dan yang dikuasainya serta merupakan bagian integral dari kehidupan keseharian komunitas.

9

Tahapan 1-21. Analisis situasi dan

kondisi. Prediksi kebutuhan untuk penanggulangan bencana agar terjadi kesesuaian antara kebutuhan. Menyusun profil masyarakat -memahami risiko bencana melalui riset partisipatif tentang: informasi historis kebencanaan, ciri-ciri geo-klimat, fisik, keruangan, tatanan sosiopolitik dan budaya, kegiatan ekonomik, dan kelompok rentan.

2. Pemahaman konteks. Memungkinkan masalah dapat ditangani melalui intervensi yang tepat. Kegiatan-kegiatan untuk secara bersama- sama menggeluti konteks risiko bencana melalui pelatihan, berbagi pengalaman dan lainnya: manajemen bencana & kedaruratan, penanganan penderita gawat darurat, pengamatan & pemantauan bahaya, advokasi kebijakan, ekonomi mikro dan lainnya

10

Tahapan 3-43. Pengkajian-risiko-partisipatif.

Pengkajian menyeluruh mengenai keterpaparan komunitas terhadap bahaya, analisis mengenai kerentanan mereka, serta kapasitas mereka merupakan dasar dalam semua aktivitas - proses partisipatif dalam menentukan sifat, cakupan, dan besarnya dampak negatif dari bahaya terhadap komunitas dan rumah tangga di dalamnya. Menentukan dampak negatif yang mungkin atau cenderung terjadi (kerusakan dan kerugian) pada aset penghidupan yang berisiko. Meliputi: persepsi masyarakat atas risiko, pemetaan (karakter) bahaya, pemetaan kerentanan, pemetaan kapasitas dalam menangani bahaya, pemetaan kapasitas dalam menangani kerentanan, identifikasi risiko, evaluasi dan penilaian risiko, pemetaan potensi sumberdaya yang tersedia dan mobilisasi sumberdaya, serta analisis dan pelaporan bersama ke komunitas.

4. Perencanaan program dan formulasi rencana. Tindakan perencanaan program dan memformulasikan rencana dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko. Perencanaan ini meliputi formulasi tujuan (meningkatkan kapasitas & mengurangi kerentanan untuk meningkatkan kemampuan mencegah, memitigasi dan menyiapkan diri), manfaat dan hasil (mengurangi risiko), merencanakan kegiatan, mengidentifikasi dan mencari dukungan finansial, memformulasikan rencana kegiatan.

11

Tahapan 5-65. Pelaksanaan dan

pemantauan program. Menjalankan kesepakatan perencanaan yang telah diformulasikan yang dianggap mampu mengurangi risiko. Terdiri dari: pengorganisasian pelaksana kegiatan, memobilisasi sumberdaya, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan, melakukan pemantauan kegiatan dan menggunakan hasil pemantauan untuk memperbaiki rencana PRB yang dilaksanakan.

6. Penilaian dan umpan balik. Penilaian dan memberikan umpan balik cenderung jarang dilakukan. Menilai hasil kegiatan yang disesuaikan dengan hasil yang diharapkan untuk mengurangi risiko bencana diharapkan dapat digunakan untuk sejak dini mengetahui efektifitas usaha yang telah dilakuakn. Untuk selanjutnya menggunakan hasil evaluasi untuk pemberdayaan komunitas lain dalam meningkatkan kemampuan.

12

Tahapan 7-87. Penyebarluasan dan

pengintegrasian. Mendokumentasikan proses pembelajaran dan penyebarluasan praktik-praktik sukses ke masyarakat dan wilayah lain menjadi proses penting untuk dapat mengurangi sebanyak mungkin tumpang tindih tindakan dalam PRB yang sama. Penyebarluasan ini bukan hanya dari sisi geografis, tetapi sekaligus penyebarluasan secara sektoral yang sekaligus juga mengupayakan pengintegrasian usaha-usaha peredaman risiko bencana pada aspek pembangunan dan perikehidupan lainnya dan untuk pembudayaan usaha- usaha PRB.

8. Pelembagaan dan konsultasi. Melengkapi kelembagaan peredaman bencana yang bertumpu pada kelompok siaga bencana untuk menjaga keberlanjutan, penyebarluasan dan pengintegrasian. Dibangun mekanisme konsultatif antara (organisasi) masyarakat dengan aktor lain, karena proses intervensi peredaman risiko bencana yang melibatkan pihak lain pada umumnya bersifat ”sebagaian” dari upaya pengurangan seluruh risiko. Masyarakat secara mandiri yang harus melanjutkan upaya-upaya tersebut. Sebuah pemastian bahwa upaya PRB tidak berhenti.

13

Mengembangakan Modal

Masyarakat

manusa: memiliki

pengetahuan dan sehat

sosial: tertata baik

dan terhubung

politik: turut serta dalam pengembangan kebijakan

lokal

fisik: memiliki

infrastruktur dan jasa

yang memadai

finansial: memiliki

kesempatan ekonomi

alam: Dapat mengelola sda secara

berkelanjutan

14

TUGAS-TUGAS HFA

15

Menjadikan Pengurangan Risiko Bencana sebagai prioritas

• Ikut serta dalam dialog berbagai pemangku kepentingan (multi-stakeholder) untuk mendirikan basis bagi pengurangan risiko bencana

• Menciptakan atau memperkuat mekanisme untuk koordinasi yang sistematis dalam mengurangi risiko bencana

• Menilai dan Mengembangkan Basis Kelembagaan bagi PRB

• Memprioritaskan Pengurangan Risiko Bencana dan Mengalokasikan Sumber yang Tepat

16

Praktik Prioritas Aksi 1• Kebijakan/Peraturan di

Desa/Kel tentang PB/PRB• Rencana Penanggulangan

Bencana, Rencana Aksi Komunitas, dan/atau Rencana kontingensi

• Forum PRB• Kerjasama antar pelaku dan

wilayah• Dana tanggap darurat• Dana untuk PRB• Legalisasi Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Komunitas (RAK) PRB dengan Peraturan Desa

• Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dibentuk untuk merencanakan, melaksanakan, memantau dan memonitoring kegiatan PRB/PB.

• Perdes RPJM Desa; Pemaduan PRB dalam pembangunan adalah upaya menjadikan PRB sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan pembangunan desa (RPJMDes), atau memasukkan kegiatan PRB yang beririsan dengan bidang-bidang dengan dimasukkan ke dalam bidang-bidang yang ada, atau berdiri sendiri sebagai bidang kebencanaan

• Alokasi dana desa untuk PRB• Swadaya tenaga, material, waktu

dalam pelaksanaan aksi• Adanya dana siap pakai pada

keadaan darurat yang dikelola melalui koperasi simpan pinjam.

17

Meningkatkan informasi risiko dan peringatan dini.

• Membuat Inisiatif untuk Penilaian Risiko di Seluruh Negeri

• Tinjauan terhadap ketersediaan informasi terkait risiko dan kapasitas untuk pengumpulan dan penggunaan data

• Penilaian kapasitas dan penguatan sistem peringatan dini

• Mengembangkan mekanisme komunikasi dan sosialisasi informasi risiko bencana dan peringatan dini

18

Praktik Prioritas Aksi 2• Peta dan kajian risiko• Sistem peringatan dini• Kajian Partisipatif untuk

menemukenali dan menganalisis ancaman, kerentanan, kapasitas, dan risiko

• Kajian PRA dengan alat kajian Alur Sejarah, Sketsa Desa, Transek, Kalender Musim, dan Diagram Kelembagaan menggali permasalahan dan potensi desa perencanaan pembangunan desa yang berkelanjutan yang memadukan PRB.

• Profil risiko komunitas (menjadi dasar penyusunan RPJM Desa, Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), rencana aksi masyarakat (RAK), dan Rencana Kontinjensi)

• Radio komunitas • Pendirian posko

pemantauan ancaman banjir dan tanah longsor

• Pengadaan alat peringatan dini; ekstensometer

19

Membangun sebuah budaya keselamatan dan ketangguhan

• Mengembangkan program penyadartahuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana, dan Memasukkan Pengurangan Risiko Bencana ke Sekolah

• Mengembangkan pelatihan mengurangi risiko bencana untuk sektor- sektor penting

• Meningkatkan kumpulan, penyebaran dan penggunaan informasi pengurangan risiko

20

KAP SurveyDRR Action Research by Lingkar in 3 village of Bantul District (2008)

Recapitulation (%) Respondents answer on Cause of Disasters

Cause of Disaster Answer

1. Development that does not pay attention to the environmental impact. 14,2%

2. Fate Almighty God that cannot be avoided. 38,2%

3. Natural conditions that cause disasters (volcanoes, fault areas, etc..) 15%

4. Supernatural powers other than God Almighty. 1,5%

5. Failure of technology. 0,3%

6. Climate change (global warming). 3,7%

7. Other (more than one answer choice). 27,1%

21

Praktik Prioritas Aksi 3

• Pelatihan untuk pemerintah desa

• Pelatihan untuk tim relawan

• Pelatihan untuk warga desa

• Pelibatan/partisipasi warga desa

• Pelibatan Perempuan dalam tim relawan

• Diseminasi pengetahuan tentang bangunan yang aman-bencana dalam keluarga

• Pelatihan pertanian terpadu organik dan Pembangunan kebun bibit komunitas

22

Batik patern

23

Mengurangi Risiko di Sektor-Sektor Kunci

• Lingkungan: Memadukan pengurangan risiko bencana dalam tata laksana lingkungan dan sumber daya alam

• Kebutuhan sosial: Mengembangkan mekanisme untuk meningkatkan ketahanan bagi rakyat miskin dan paling rentan

• Perencanaan fisik. Membuat tindakan-tindakan untuk memadukan pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan kota dan penggunaan lahan.

• Struktur: Memperkuat mekanisme untuk meningkatkan keamanan bangunan dan perlindungan fasilitas-fasilitas penting.

• Merangsang Aktivitas Pengurangan Risiko Bencana dalam sektor pelayanan dan produksi

• Instrumen keuangan/ekonomi: Menciptakan peluang untuk keterlibatan sektor swasta dalam pengurangan risiko bencana alam

• Pemulihan bencana: Mengembangkan proses perencanaan pemulihan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana

24

Praktik Prioritas Aksi 4

• Pelaksanaan mitigasi struktural (fisik)

• Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan masyarakat

• Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan

• Pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk PRB

• Perlindungan aset produktif utama masyarakat

• Rehabilitasi lahan dengan melakukan rehabilitasi lahan (reboisasi, terasiring, dan penanaman vegetasi penutup lahan) terutama pada lahan-lahan kritis untuk ancaman longsor dan kekeringan

• Perbaikan dan pembuatan sarana air bersih, Penampungan Air Hujan (PAH)

• Pelatihan pertanian terpadu organik dan Pembangunan kebun bibit komunitas

• Pengembangan usaha produktif rumah tangga

25

Menguatkan kesiapsiagaan untuk respon

• Menilai mekanisme dan kapasitas kesiapan bencana, dan mengembangkan pemahaman umum dan aktivitas dalam mendukung kesiapsiagaan bencana

• Penguatan perencanaan dan pemrograman dalam kesiapan bencana

26

Praktik Prioritas Aksi 5

• Kebijakan/Peraturan di Desa/Kel tentang PB/PRB

• Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian

• Rencana kontingensi• Kerjasama antar pelaku

dan wilayah• Relawan

Penanggulangan Bencana

• FPRB sebagai pelaksana kegiatan pasca bencana (Tanggap Darurat dan pemulihan)

• Radio komunitas • Pendirian posko pemantauan

ancaman banjir dan tanah longsor

• Pelaksanaan simulasi/gladi teknis penanganan longsor dan banjir

• Pelatihan SAR dan evakuasi dan manajemen pengungsian

• Pengadaan alat tanggap darurat; tenda, HT, alat dapur umum, generator set, peralatan P3K, peralatan evakuasi.

27

Masyarakat Adat• Undang-undang Desa telah memulihkan Otonomi Asli Desa Adat

berdasarkan hak asal-usul. Tetapi belum menjamin hak-hak kolektif lain untuk menentukan nasib sendiri dan memilih model dan bentuk Pembangunan.

• Pengelolaan risiko bencana berbasisi komunitas didalam komunitas (masyarakat) hukum adat; perlu memastikan beberapa hal, diantaranya: (1) Kejelasan dan kepastian wilayah kelola masyarakat (Batas, tata ruang, lokasi-lokasi penting - menurut sejarah, fungsi ekologis, budaya); (2) Kelembagaan (organisasi) masyarakat yang kuat (Pengambilan keputusan adat, pelaksanaan keputusan/penegakan hukum, penyelesaian sengketa); (3) Praktik-praktik kelola sumberdaya alam yang berkelanjutan, (4) Kapasitas pelaksana/pengelola (sikap, wawasan&ketrampilan) dan sosial (solidaritas, nilai-nilai pengikat); (5) Kebijakan yang berpihak dan kelembagaan pemerintah untuk pelayanan yang efektif (Undang-undang, peraturan daerah, dsb.)

28

‘Desa Tanguh’

• BNPB dan BPBD di provinsi/kabupaten/kota - untuk melindungi masyarakat yang tinggal di lokasi-lokasi rawan bencana dari dampak bencana yang merugikan:

• Terkendala karena penerapan manajemen risiko bencana belum dipayungi oleh bagaimana manajemen risiko bencana di kota/kabupaten.

• Belum menyentuh aspek kerentanan komunitas (misalnya tingginya tingkat kemiskinan). Walau telah berhasil mendorong kerjasama diantara para stakeholders dalam PRB, antara pemerintah lokal/daerah, sektor swasta, universitas, organisasi non-pemerintahan, dan kelompok-kelompok lainnya.

29

BP REDD - ‘Desa Hijau’

Desa dengan perikehidupan yang menyatu dengan alam, berbasis SDA lokal dengan mata pencaharian yang berkelanjutan(1) memanfaatkan sumberdaya lokal unggulan(2) membangun kapasitas lokal untuk menciptakan mata-

pencaharian yang berkelanjutan(3) menggali kearifan tradisional: gotong royong, menyatu

dengan alam, dll., (4) merehabilitasi hutan dan lahan gambut yang telah

terdegradasi, dan pertanian berkelanjutan yang tanpa membakar lahan

(5) menjalin kemitraan dgn masyarakat adat dan LSM lokal, dan

(6) meningkatkan akses terhadap sarana produksi dan pasar

30

Jasa Ekosistem

• Strategi pengelolaan risiko bencana yang mengacuhkan ekosistem. Biaya dan manfaat ekosistem tidak dipertimbangkan dalam kalkulasi untuk pengambilan kebijakan.

• Sementara pendekatan berbasis ekosistem tidak dipertimbangkan sebagai pilihan bernilai ekonomis, berkelanjutan dan berbiaya-efektif dalam pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.

31

Manajemen Ekosistem

• Berbagai praktik-praktik PRBBK oleh telah mengelola ekosistem menjadi lebih baik. Pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim bersama komunitas - menggunakan strategi ‘manajemen ekosistem’ dan ‘restorasi ekosistem’. Termasuk mencegah praktik-praktik ‘Mal-adaptasi’ pemerintah yang berujung pada pembangunan yang tidak lestari dan semakin meningkatkan risiko bencana masyarakat.

32

Berbagai Inisiatif• “sekolah lapang” pengurangan risiko bencana yang

mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim. Kegiatan yang memungkinkan petani lokal mengembangkan pengetahauan dan ketrampilannya beradaptasi dengan dampak perubahan iklim berdasarkan pemahaman terhadap masalah dan penyebab-penyebabnya. Proses learning by doing memperbaiki kondisi ekologi tanah, mengelola ternak, dan mengurangi gas metan secara bersamaan.

• Kelompok-kelompok ini juga mengembangkan dan memperkuat praktek-praktek lumbung pangan tradisional di tingkat masyarakat dan rumah tangga dalam rangka meningkatkan ketangguhan dan mengurangi resiko bencana.

• Program PRBBK terkait adapasi perubahan iklim diantarnya: promosi pertanian menetap dimusim tanam kedua, pertanian ramah lingkungan, membuat lubang tanam sebagai penjebak Air hujan, berbagi informasi terkait iklim dan kebencanaan.

33

Konvergensi PRB-API

• menghasilkan berbagai insiatif lokal dari pilihan adaptasi perubahan iklim

• memunculkan model-model adaptasi perubahan iklim yang berpusat pada kelompok rentan

• menghasilkan berbagai praktik baik pengarusutamaan PRB dan API yang bisa diterapkan di berbagai wilayah (lain)

• memasukan PRB dan API ke dalam kurikulum di sekolah dan meningkatkan keterlibatan kaum muda.

34

Pembelajaran

35

Partisipasi• Partisipasi komunitas merupakan suatu proses untuk memberikan

wewenang lebih luas kepada komunitas untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) komunitas dalam kegiatan tersebut.

• Partisipasi komunitas bertujuan untuk mencari jawaban atas masalah dengan cara lebih baik, dengan memberi peran komunitas untuk memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan.

• Partisipasi komunitas dilakukan mulai dari tahapan kegiatan pembuatan konsep, konstruksi, operasional-pemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan.

• PRBBK fokus pada sejauh mana pengelolaan risiko bencana dilakukan oleh masyarakat (community-managed) sehingga PRBBK tidak hanya kegiatan service delivery atau penyediaan layanan kepada komunitas, yang berlangsung di akar rumput.

36

Tingkat Partisipasi

• 7 (tujuh) tingkatan yang didasarkan pada mekanisme interaksinyai. penolakanii. berbagi informasi iii. konsultasi tanpa komentariv. konsensus dan pengambilan kesepakatan

bersamav. kolaborasivi. berbagi penguatan dan risikovii. pemberdayaan dan kemitraan

37

Pelembagaan (1)

• Kendati telah banyak organisasi mengadopsi PRBBK dalam kegiatan kebencanaan dan ada dukungan moril dari pemerintah, upaya pelembagaan atau institusionalisasi PRBBK belum menunjukkan hasil yang berarti.

• Di sisi lain, tampaknya ada saja komunitas atau masyarakat di daerah rawan bencana yang tidak siap mengambil semua inisiatif secara mandiri, sehingga agak sukar untuk menerapkan PRBBK. Belum lagi berurusan dengan proses pembuatan kebijakan pemerintah yang minim koordinasi.

38

Pelembagaan (2)

• Pelembagaan (institusionalisasi) dianggap sebagai harus dicapai oleh sebuah gerakan sosial. Tanpa pelembagaan (adanya payung hukum, lembaga formal, dan afirmasi anggaran), sebuah gerakan dianggap tidak berhasil.

• Oleh karenanya, perubahan/pembuatan payung hukum, pembentukan lembaga formal, dan alokasi anggaran pemerintah dianggap sebagai indikator keberhasilan suatu gerakan sosial, tidak terkecuali dalam bidang Pengelolaan Risiko Bencana Risiko Bencana Berbasis Komunitas.

39

Contoh Capaian Pelembagaan

• Dari sekadar aksi warga yang teroganisir, menjadi aksi warga yang mempunyai dasar kebijakan, dasar kelembagaan, melakukan tanggap darurat sambil berinvestasi untuk mengurangi risiko, memasukkannya dalam program pendidikan dan memulai pengenalan budaya sadar bencana.

• Perubahan ini belum sepenuhnya tercapai di seluruh wilayah, pencapaiannya masih sporadis.

40

Pelembagaan - Budaya

• Dalam konteks PRBBK, konsep institusionalisasi kultural sesungguhnya merupakan salah satu proses terpenting yang sangat diharapkan terjadi. Para pendukung gerakan menginginkan masyarakat dan pemerintah menjadikan PRBBK bagian yang normal dan menyatu dalam kehidupan sehari-hari maupun perencanaan pembangunan.

• Institusionalisasi kultural tak diragukan lagi adalah proses yang amat menantang. Bukan saja karena besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapainya, tetapi juga karena diperlukan waktu yang tidak sebentar dan komitmen yang kuat.

41

Formalisasi PRBBK

• PRBBK secara praktis juga dilakukan dengan berbagai cara. Ada banyak strategi yang telah dimunculkan untuk menciptakan kondisi atau lingkungan yang memungkinkan PRBBK menjadi konsep penting dalam agenda pemerintah, masyarakat sipil, maupun sektor swasta.

• Berbagai bentuk ‘formalisasi’ – pelembagaan PRBBK yang dilakukan oleh pemetingah yang bisa dikenali, antara lain dibawah ini: (1) Desa Tangguh Bencana oleh BNPB, (2) Desa Siaga Bencana oleh Kementrian Kesehatan, (3) Desa Pesisir dan Pantai Tangguh oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan, (4) Desa Iklim oleh Kementrian Lingkungan Hidup.

42

Thank You - Terimakasih

• Name of Organization: Perkumpulan Lingkar• Office Address: Jl. Banteng Perkasa 40,

Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta, Indonesia – 55581

• Telephone/Fax: +62 274 886 320• Email: [email protected]• Website: http://www.lingkar.or.id/• Contact Person: Ninil R. Miftahul Jannah

(Executive Director) Email: [email protected]