NI - Makalah

20
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam kebutuhan untuk mencari sumber sumber dengan topik penyembuhan dengan ritual tradisional. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

description

Project Citizen

Transcript of NI - Makalah

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan

Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya

yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat

dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun

pedoman bagi pembaca dalam kebutuhan untuk mencari

sumber – sumber dengan topik penyembuhan dengan

ritual tradisional.

Harapan kami semoga makalah ini membantu

menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para

pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk

maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih

baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan

karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.

Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca

untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah berperan serta dalam

penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Malang, 15 Oktober 2012

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang plural, negara

ini terdiri dari berbagai suku, agama, ras. Berbagai suku

yang ada di Indonesia tersebar di segala penjuru

Indonesia mulai dari ujung aceh sampai dengan ujung

papua terdapat tak kurang dari 1.128 suku bangsa

menurut BPS (Badan Pusat Statistik). Suku yang banyak

tersebut jelaslah memiliki budaya yang berbeda – beda.

Perbedaan inilah yang membuat kita semua saling

menghargai budaya antar suku dan yang tak kalah

pentingnya dengan adanya berbagai suku yang ada di

Indonesia kita dapat belajar dari satu suku ke suku yang

lain. Dengan begitu kita dapat mengetahui bagaimana

kehidupan berbagai suku yang ada di Indonesia.

Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah

Suku Kaili yang bermukim di wilayah Paltu, Donggala

dan Parigi di Sulawesi Tengah. Salah satu ritual budaya

yang masih dipertahankan di dunia modern oleh suku

tersebut adalah ritual Balia. Ritual balia merupakan ritual

yang digunakan sebagai media pengobatan etnis kaili.

Oleh karena itu, tim kami ingin mengkaji tari balia

sebagai ritual untuk mengobati dan merawat orang sakit

di masyarakat daerahnya.

Rumusan Masalah

1. Apa itu tari balia?

2. Bagaimana sejarah Tari Balia?

3. Apa saja tingkatan dalam Tari Balia?

4. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam Tari

Balia?

5. Apa prospek nilai yang perlu dilestarikan?

Tujuan dan Manfaat

1. Menambah pengetahuan tentang budaya di

Indonesia.

2. Mengetahui bagaimana masyarakat suku Kaili

mengobati orang–orang yang sakit dengan

menggunakan cara tradisional mereka.

3. Mengetahui prosesi ritual Balia yang digunakan

masyarakat Suku Kaili untuk mengusir roh jahat

yang diyakini sebagai penyebab sakitnya

masyarakat.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode tinjauan

pustaka yang diperoleh dari sumber kepustakaan

internet.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Balia

Balia berasal dari daerah Sulawesi Tengah.

Tepatnya tari Balia ini dilakukan oleh suku Kaili.

Pengertian Balia sendiri ialah TANTANG DIA

(Bali = tantang, ia/iya = dia), yang artinya melawan

setan yang telah membawa penyakit dalam tubuh

manusia. Balia dipandang sebagai prajurit kesehatan

yang mampu untuk memberantas atau

menyembuhkan penyakit baik itu penyakit berat

maupun ringan melalui upacara tertentu. Peserta

atau orang-orang yang terlibat dalam upacara

(pesakitan) disebut memperata dengan pengertian

bahwa memperata adalah proses awal untuk

menyiapkan diri dan menerima kehadiran makhluk-

makhluk halus kedalam tubuhnya. Masuk atau

tidaknya makhluk-makhluk tersebut ditentukan oleh

irama pukulan gimba (gendang), lalove (seruling)

yang mengiringi jalannya upacara ini. Karena itu,

agar semua peserta balia bisa kesurupan maka irama

gimba, lalove dan gong itu harus berubah-ubah dan

bersemangat hingga nantinya peserta balia tersebut

akan melakukan gerak-gerak tarian yang kasar,

cepat dan tak beraturan dalam kondisi kesurupan.

Pemimpin upacara ini ialah seorang dukun yang

biasa disebut Tina Nu Balia yang berpakaian

seragam terdiri atas buya (sarung), siga (destar) dan

halili (baju dari kain kulit kayu), namun saat ini

pemimpin upacara balia lebih sering menggunakan

baju model kebaya.

2. Sejarah Balia

Berdasarkan keterangan - keterangan dari tokoh-

tokoh pelaku upacara ritual Balia, bahwa yang

pertama-tama mempertunjukan Balia adalah

Sawerigading. Balia yang dilakukan oleh

Sawerigading berupa gerak-gerak tari seperti orang

yang kesurupan sampai mengalami trance. Kala itu

banyak orang yang datang menonton Balia,

termasuk orang yang sakit. Anehnya ketika

menyaksikan Balia, orang-orang yang sakit ketika

sampai dirumahnya pulang menonton Balia, ia

menjadi sembuh.

Dari peristiwa itulah, Balia mulai dilakukan oleh

orang Kaili. Namun diyakini bahwa penyakit yang

diderita tentu ada penyebabnya, hal ini sangat erat

kaitannya dengan keyakinan dan kepercayaan

kepada kekuatan gaib dan penghuni/penjaga alam

semesta.

3. Macam-macam Upacara Balia

Upacara Balia ini terdiri atas 3 macam dengan tingkatan

prosesi yang berbeda-beda :

1. Balia Bone

Balia bone merupakan tingkatan terendah

dalam rangkaian upacara balia yang diibaratkan

sebagai prajurit kesehatan yang besar dan banyak

seperti tumpukan pasir yang sanggup memadamkan

api. Dalam upacara ini tidak terlalu banyak

memerlukan peralatan upacara adat dan prosesi

penyembuhannya pun tidak memakan waktu yang

lama. Balia ini biasanya diperuntukkan bagi kalangan

bawah atau yang penyakitnya tidak terlalu berat serta

tidak merisaukan masyarakat setempat. Pemimpin

upacaranya pun hanya terdiri atas satu orang saja.

2. Balia Jinja

Balia jinja diidentikkan dengan gerakan atau

posisi melingkar yang melibatkan para pengunjung

atau orang-orang yang sedang menyaksikan upacara

balia tersebut turut terlibat dalam upacara ini yang

dibarengi dengan nyanyian dari si pesakitan atau

penderita. Walaupun yang memimpin upacara ini

hanya satu orang saja, namun yang terlibat dalam

prosesi upacara ini sudah lebih banyak jumlahnya

dibandingkan dengan balia bone.

3. Balia Tampilangi

Balia tampilangi diartikan sebagai pasukan

yang bergerak turun secara cepat dari kayangan. Balia

ini merupakan tingkatan tertinggi dari upacara

keseluruhan upacara Balia, dianggap paling sakral

dan bernilai magis karena didalamnya termuat

keseluruhan gerak dari balia bone dan balia jinja serta

memiliki tahapan khusus dalam proses penyembuhan.

Tahapan tersebut dibagi atas dua yang bisa

dilaksanakan bersamaan secara bergantian atau bisa

pula dilaksanakan salah satunya saja.

a. Moraro

Moraro adalah salah satu bagian dari upacara

Balia Tampilangi, suatu upacara adat penyembuhan

bagi masyarakat Kaili dengan cara menombak tumbal

(Noraro). Dalam rangkaian Upacara Adat Moraro ini

dibagi dalam 9 tahapan yaitu :

1. Pamulana, atau awal dari keseluruhan

upacara ini dimana semua penari mendekati

pesakitan yang akan diupacarakan.

2. Mendopi, artinya menghibur pesakitan.

3. Nosive, yakni memercikkan air kepada

pesakitan agar diberi kekuatan dan mampu

mengikuti jalannya upacara Moraro.

4. Notaro, yaitu gerakan kasar dengan

mengehentak-hentakkan parang (guma) untuk

mengusir penyakit dari dalam tubuh

pesakitan.

5. Noparemba, yakni proses sando (dukun)

dan para penari memanggil para roh.

6. Neronde, artinya menyambut para roh yang

menyebar penyakit.

7. Noraro, artinya menombak tumbal.

Bermakna bahwa penyakit telah dibunuh dan

akan pergi jauh dari tubuh si pesakitan.

Harapan yang terkandung di dalamnya bahwa

sang pesakitan akan pulih dari penyakitnya

dan kembali sehat seperti semula.

8. Norumuta, dimana para penari membuat

lingkaran kecil mengeremuni tumbal yang

telah ditombak.

9. Mouramo, bermakna mengembalikan

penyakit kepada para roh sekaligus sebagai

penutup dari upacara Moraro.

Namun sebelum memasuki proses penyembuhan

dalam 9 tahapan tadi maka dilaksanakan terlebih dahulu

upacara Moragi. Moragi adalah salah satu bagian dari upacara

Moraro, dimana para gadis-gadis membawakan beras kuning,

hitam, merah dan hijau yang dibentuk seperti bintang, pelangi

maupun tombak yang kemudian diletakan dihadapan si

pesakitan dan nantinya sando pun bisa menentukan penyakit

apakah yang diderita oleh si pesakitan tersebut. Beras-beras

tersebut memiliki makna sebagai permohonan petunjuk

kepada To Manuru atau penguasa bumi dan langit. Setelah

sando memilih beras mana yang dipilih, maka gadis-gadis

tersebut mulai menari dengan memakai kipas yang diringi

oleh gendang dan lalove. Pemimpin (sando) dalam upacara ini

disebut Bayasa yang berfungsi sebagai pengobatan dan

penyembuhan orang sakit. Bayasa atau bisa diistilahkan

sebagai gender ketiga (transgender), dimana kaum lelaki

berperilaku dan berpakaian seperti wanita. Upacara adat

Moragi ini untuk menentukan penyakit apa yang diderita oleh

pesakitan dan yang berperan penting disini adalah Bayasa

tersebut dimana merekalah yang dapat mengetahui penyakit

apa yang sedang diderita oleh pesakitan dan dapat

menyembuhkannya. Bayasa ini terdiri atas 6 orang yang

menari bergerak lincah mengelilingi si pesakitan tersebut.

b. Salonde

Salonde merupakan salah satu bagian dari upacara

Balia Tampilangi dan kedua jenis balia lainnya. Salonde

bagian yang selalu terikat dan tak pernah lepas dari upacara

ini. Karena dengan adanya Salonde ini maka prosesi

penyembuhan lebih terlihat sakral. Salonde berasal dari

bahasa Kaili Kuno yang artinya ragam tari-tarian. Disebut

ragam tari-tarian karena didalamnya termuat begitu banyak

unsur gerak yang ritmis, lincah, dinamis dan memiliki makna

yang besar. Gerak-gerak tersebut memiliki nilai estetis yang

sangat menarik, dibagi dalam 7 (tujuh) bagian yang tidak

boleh ditinggalkan dalam upacara balia namun boleh ditarikan

secara terpisah ;

1. Kabiondo : artinya petikan sendu. Gerakannya pelan, lemah

gemulai, penuh perasaan, proses awal dimana Tina Nu Balia

mulai membuka selendang yang menutupi wajahnya dan

wajah si pesakitan.

2. Kancara : artinya melambai, bisa juga diartikan sebagai

perahu yang tertiup angin. Gerakannya sangat cepat sesuai

dengan irama gimba (gendang) sambil memainkan selendang.

3. Saramapede : artinya melenting. Gerakannya dominan

dibagian kaki dengan membanting-bantingkan kaki secara

cepat dan dinamis.

4. Sarondayo : artinya lincah. Gerakannya lincah, cepat dan

energik, proses dimana pesakitan sudah mulai dimasuki roh.

Gerakan awal bagi pesakitan untuk memainkan kipasnya.

5. Torodae-dae : artinya berputar. Gerakannya cepat,

berputar-putar secara tak beraturan, berayun-ayun dari mulai

duduk sampai ia dalam posisi berdiri .

6. Tambilugi : artinya rata. Gerakannya datar, tidak cepat

tetapi juga tidak lambat, proses dimana ia kembali pada posisi

duduk.

7. Tutupendo : artinya penutup. Gerakan sudah sangat pelan,

dimana pesakitan yang kesurupan tadi bergerak sangat pelan

dan langsung terdiam. Ia dianggap telah sembuh dari

penyakitnya karena telah berhasil mengusir roh-roh jahat

dalam tubuhnya.

4. Nilai Multikultural

4.1.Nilai Sosial

Jika dilihat dari segi nilai sosial ritual balia

merupakan sarana komunikasi yang baik antara

warga suku Kaili. Hal tersebut dikarenakan setiap

diadakannya ritual balia pasti banyak warga yang

datang. Ritual ini menjadi tempat bertemu dan

berkumpulnya warga dari segala usia dan strata,

selain itu pada saat ritual ini digelar pun banyak

warga yang memaanfaatkanya sebagai sarana

mencari rejeki. Ini dilakukan dengan cara membuka

stan kecil–kecilan saat diadakanya ritual ini. Ini

menunjukan bahwa ritual balia tak hanya sebagai

upara adat saja tetapi juga sudah menjadi

penghubung antar masyarakat suku Kaili.

4.2.Nilai Budaya

Jika dilihat dari segi budaya ritual Balia

merupakan budaya yang unik. Di Indonesia banyak

jenis pengobatan alternatif, ada yang menggunakan

tanaman obat dan ada juga yang menggunakan

jampi–jampi. Di Sulawesi Tengah ini Ritual Balia

merupakan kebiasaan masyarakat suku Kaili untuk

mengobati warganya yang sedang sakit. Ritual ini

dilakukan dalam bentuk tarian. Selain tari–tarian di

dalam ritualnya juga terdapat dukun yang bertugas

untuk menarik dan mengeluarkan roh–roh yang

merasuki para penari.

4.3.Nilai Agama

Nilai agama yang ada dalam upacara ritual

Balia adalah adanya kepercayaan etnis kaili

kekuatan gerakan dan pujian-pujian kepada Tuhan

yang mampu menyembuhkan orang sakit. Etnis kaili

masih percaya bahwa roh-roh gaib mampu murka

dan dapat menyebabkan penyakit.

5. Prospek Nilai yang Perlu Dilestarikan

Tari Balia sebagai tari tradisional yang

berorientasi pada pengobatan memiliki prospek nilai

yang perlu dilestarikan yaitu sebagai suatu

keragaman budaya daerah khususnya dari daerah

Sulawesi Tengah sekaligus sebagai pemersatu

masyarakat Sulawesi Tengah khususnya etnis Kaili.

Karena pada saat ritual diadakan, akan banyak

masyarakat yang datang.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Tari Balia adalah tari tradisional dari daerah

Sulawesi Tengah khususnya dari Etnis Kaili yang

berperan sebagai media pengobatan bagi

masyarakat daerahnya. Tari Balia sendiri

memiliki beberapa jenis yang terbagi menjadi

beberapa tingkatan dan dalam pelaksanaannya,

Tari Balia memiliki tahapan-tahapan yang harus

dilalui sebagai pemenuhan syarat upacara

tradisional.

Dibalik fungsinya sebagai upacara pengobatan

tradisional masyarakat Kaili, Tari Balia juga kini

mulai dijadikan suatu tarian yang bernilai estetik

atau keindahan dimana Tari Balia ini juga

ditarikan sebagai tarian selamat datang untuk

menyambut wisatawan atau tamu-tamu daerah.

2. Saran & Rekomendasi

Dengan dibuatnya makalah tentang tari

tradisional yang berfungsi sebagai upacara

pengobatan ini, diharapkan semoga dapat

menumbuhkan rasa memiliki dan rasa cinta

terhadap keragaman budaya Negeri Indonesia

dan di tengah perkembangan pengobatan yang

semakin canggih diharapkan masyarakat tidak

melupakan budaya ini. Meskipun penggunaannya

terhadap pengobatan sudah tidak begitu banyak

digunakan, namun diharapkan masyarakat masih

tetap menghargai tari ini sebagai suatu tarian

yang memiliki nilai estetika untuk dinikmati

keindahannya.

3. Refleksi & Rencana Tindak Lanjut

Untuk rencana tindak lanjut dari makalah ini,

penulis harap tidak sebatas pada makalah ini saja

tetapi penulis mengharapkan adanya aksi yang

jelas untuk melestarikan tarian ini baik sebagai

tarian yang berorientasi pengobatan maupun

sebagai tarian daerah yang merupakan kekayaan

dari budaya Indonesia yang memiliki nilai

keindahan untuk dinikmati.

Daftar Isi

Lawiide, Iin. 2012. BALIA : Memaknai Sebuah Estetika

Tubuh Dalam Konsep Tari. ( online) ,

(http://iinainarlawide.blogspot.com/2010/10/balia-

memaknai-sebuah-estetika-tubuh.html, diakses tanggal

15 Oktober 2012).

Palloe, Kahar. 2010. Ritual Penyembuhan Etnis Kaili di

Sulawesi Tengah. (on line),

(http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/02/ritual-

penyembuhan-etnis-kaili-di-sulawesi-tengah/, diakses

tanggal 15 Oktober 2012).