N ni Log N ni H

72

Transcript of N ni Log N ni H

Page 1: N ni Log N ni H
Page 2: N ni Log N ni H

Kepala Balai Besar Penelitian DipterokarpaHalaman:1-62

Jurnal Penelitian DipterokarpaVol. 7 No. 1 Juni Th. 2013

ISSN: 1978-8746

Jurnal Penelitian Dipterokarpa adalah media resmi publikasi ilmiah dari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa yangmemuat hasil penelitian bidang- bidang Silvikultur, Nilai Hutan, Pengaruh Hutan, Perhutanan Sosial dan KonservasiSumberdaya Alam yang terkait dengan ekosistem hutan dipterokarpa. Terbit dua kali dalam setahun, setiap Juni danDesember. Terbit pertama kali pada Juni 2007.Jurnal Penelitian Dipterokarpa is an official scientific publication of the Dipterocarps Research Centre (DiReC)publishing research findings of Silviculture, Forest Influences, Social Forestry and Natural Resources Conservationwhich connected of forest dipterocarps ecosystem. Published two times a year, every June and December. Firstpublished in June 2007.

Penanggung Jawab Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa(Responsible person) (Director of the DiReC)Dewan Redaksi (Editorial Board):Ketua merangkap anggota Dr. Kade Sidiyasa(Chairman and member) (Taksonomi, Balitek KSDA Samboja)Anggota (Member) 1. Prof. Dr. Wawan Kustiawan (Silvikultur, Fahutan Unmul Samarinda)

2. Prof. Dr. Sipon Muladi (Teknologi Hasil Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)3. Dr. Sukartiningsih (Pemuliaan Tanaman dan Kultur Jaringan, Fahutan Unmul

Samarinda)4. Dr. Fadjar Pambhudi (Biometrika Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)5. Dr. Djumali Mardji (Hama dan Penyakit Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)6. Dr. Simon Devung (Kehutanan Sosial, Fahutan Unmul Samarinda)7. Dr. Acep Akbar (Silvikultur, Balai Litbanghut Banjar Baru)8. Dr. Rizki Maharani (Mikrobiologi dan Biomassa Hutan, B2PD Samarinda)9. Dr. Tien Wahyuni (Sosial Ekonomi dan Kebijakan, B2PD Samarinda)

Mitra Bestari (Peer Reviewer) 1. Prof. Dr. Ir. Iskandar Z Siregar, M.For.Sc (Silvikultur, Fahutan IPB)2. Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono (Agroforestry & Perhutanan Sosial,

Fahutan Unmul Samarinda)3. Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka (Konservasi, Fahutan Unhas Makassar)4. Prof. Andry Indrawan (Silvikultur, Fahutan IPB Bogor)5. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, MP (Dendrologi, Fitogeografi dan Arsitektur

Pohon, Fahutan UGM Yogyakarta)

Sekretariat Redaksi (Editorial Secretariat):Ketua merangkap anggota Kepala Bidang Data, Informasi dan KerjasamaChairman and member (Head of Data, Information and Cooperation)Anggota (Member) 1. Kepala Seksi Data, Informasi dan Diseminasi.

2. Ir. Selvryda Sanggona.3. Muhamad Sahri Chair, S. Kom, MT.4. Maria Anna Raheni, S.Sos.

Isi dari jurnal dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya.Citation is permitted with acknowledgement of the source.Diterbitkan secara teratur satu volume dua nomor setiap tahun oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.Published regularly one volume and two number yearly by the Dipterocarp Research Centre.

Alamat (Address) : Jl. A. Wahab Syahranie No. 68, Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur.Telepon (Phone) : +62-541-206364Fax (Fax) : +62-541-742298Website/Home page : http://b2pd.litbang.dephut.go.idEmail : [email protected] : CV. Artomulyo, Samarinda

Page 3: N ni Log N ni H

ISSN: 1978-8746

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPAVol. 7 No. 1, Juni 2013

DAFTAR ISI

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU SHOREA MACROPTERA ssp. SANDAKANENSIS(Sym.) ASHTON SEBAGAI BAHAN BAKU MEBELPhysical and Mechanical Properties of Shorea macroptera ssp. Sandakanensis (Sym.) Ashton Woodas Raw Material for FurnitureAndrian Fernandes dan Amiril SaridanHal. 1-6

MODEL HUBUNGAN TINGGI DAN DIAMETER TAJUK DENGAN DIAMETERSETINGGI DADA PADA TEGAKAN TENGKAWANG TUNGKUL PUTIH (Shoreamacrophylla (de Vriese) P.S. Ashton) DAN TUNGKUL MERAH (Shorea stenoptera Burck.)DI SEMBOJA, KABUPATEN SANGGAUCorrelation Model Between Height and Crown Diameter with Diameter at Breast Height onTengkawang Tungkul Putih (Shorea macrophylla (de Vriese) P.S. Ashton) and Tungkul Merah(Shorea stenoptera Burck.) Stand in Semboja, Sanggau RegencyAsef K. HardjanaHal. 7-18

KAJIAN PELAKSANAAN PELELANGAN KAYU MERANTI DI KALIMANTAN TIMURStudy onThe Implementation of Meranti Wood Auction in East KalimantanCatur Budi WiatiHal. 19-28

MODEL PENDUGAAN VOLUME POHON DIPTEROCARPUS CONFERTUS V.SLOOTENDI WAHAU KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMURVolume Estimation Modelling for Dipterocarpus confertus v. Slooten in Wahau East Kutai, EastKalimantanAbdurachmanHal. 29-34

SIFAT TANAH PADA AREAL APLIKASI TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DIPT. INTRACAWOOD, BULUNGAN, KALIMANTAN TIMURSoil Properties at Selective Cutting and Line Planting (SCLP) Application Area in PT.Intracawood, Bulungan, East KalimantanRini Handayani dan KarmilasantiHal. 35-42

Page 4: N ni Log N ni H

PERTUMBUHAN KEBUN PANGKASAN JENIS Shorea leprosula Miq.Growth of Shorea leprosula Miq. in Vegetative Multiplication GardenDeddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini HandayaniHal. 43-52

KEANEKARAGAMAN FUNGI MAKRO PADA TEGAKAN BENIHDIPTEROCARPACEAE DI TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING DAN TAMANNASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAHThe Diversity of Macro Fungy In Forest Seed Stand of Dipterocarpaceae in Tanjung PutingNasional Park and Sebangau Nasional Park in Central KalimantanMassofian Noor dan Amiril SaridanHal. 53-62

Page 5: N ni Log N ni H

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPA(Journal of Dipterocarps Research)

ISSN : 1978-8746 Vol. 7 No. 1, Juni 2013Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

sehingga dapat memberikan data yang cukup mendekatidari hasil pengukuran yang sebenarnya. Dari hasilinventarisasi dan identifikasi diketahui bahwa jenistengkawang tungkul mendominasi jenis tengkawang dilokasi penelitian dengan kerapatan tegakan berkisar 63 –166 pohon/ha, yang terdiri dari jenis tungkul putihsebanyak 128 pohon (79,48%), dan tungkul merahsebanyak 47 pohon (20,52%). Selanjutnya model regresihubungan tinggi pohon dengan diameter batang (dbh)yang dapat terbangun adalah Ttp = -2,2697 + 1,2711d -0,0162d2 (n= 128; R2= 0,8177; SE= 2,1271) untuk tungkulputih, sedangkan model regresi untuk tungkul merahadalah Ttm = -0,0803 + 0,9334d - 0,0072d2 (n= 47; R2=0,8759; SE= 1,3891). Persamaan hubungan diameter tajukdengan diameter batang (dbh) tidak berbeda nyata,sehingga dapat disusun pula model persamaan regresiuntuk tungkul putih yaitu DTtp = 0,7174 + 0,4360d –0,0045d2 (n= 128; R2= 0,5172; SE= 1,7739 ) dan tungkulmerah yaitu DTtm = 3,3287d0,2327 (n= 47; R2=0,0658; SE=0,322).

Kata kunci : Diameter tajuk, Tinggi, Diameter batang,Tengkawang

UDC630*832.3Andrian Fernandes dan Amiril Saridan (Balai BesarPenelitian Dipterokarpa)Sifat Fisik Dan Mekanik Kayu Shorea Macroptera ssp.Sandakanensis (Sym.) Ashton Sebagai Bahan BakuMebelJ. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 1-6Adanya perkembangan industri mebel membukapeluang digunakannya jenis-jenis kayu yang kurangdikenal. Salah satunya adalah Shorea macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton yang tergolong jenismeranti merah yang belum diketahui sifat dasarnya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat dasar danpeluang penggunaan kayu S. macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton sebagai bahan bakumebel. S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashtondiambil dari RKT 2012 IUPHHK PT Hutan SanggamLabanan Lestari. Sifat dasar yang diuji meliputi beratjenis kayu dan perubahan dimensi kayu mengikutistandar DIN-2135 1975, pengujian mekanik kayumenggunakan standar uji BS 373-1957, dan pengujianpengetaman kayu mengikuti standar uji ASTM D-1666-64 1981 yang dimodifikasi oleh Abdurachman danKarnasudirdja (1982). Hasil penelitian menunjukkanbahwa kayu S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.)Ashton tergolong ke dalam berat jenis kelas III,memiliki kekuatan lengkung statis kelas II, kekuatantekan sejajar serat kelas III dan mudah dikerjakan.Berdasarkan sifat tersebut kayu S. macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton dapat digunakan untukbahan baku mebel.

Kata kunci : Shorea macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton, jenis kurang dikenal, mebel, sifat dasar

UDC630*88Catur Budi Wiati (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa).Kajian Pelaksanaan Pelelangan Kayu Meranti diKalimantan TimurJ. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 19- 28Kebijakan pelelangan kayu termasuk kayu meranti telahmengalami beberapa kali perubahan dari SK Menhut No.319/Kpts-II/1997 direvisi menjadi Permenhut No.P.02/Menhut-II/2005, dan yang terakhir menjadiPermenhut No. P.48/Menhut-II/2006, dengan harapandapat mempercepat proses pelelangan kayu. Artikel inibertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pelelangan kayumeranti di Kalimantan Timur sekaligus untuk mengetahuipermasalahan yang ada. Hasil penelitian menunjukkanbahwa pemerintah mendapat pendapatan sekitar Rp 35milyar pada tahun 2006 dan Rp 17 milyar pada tahun 2007dari hasil pelelangan kayu termasuk meranti di KPKNLSamarinda. Nilai ini tidak termasuk nilai lelang barang-barang bukan kayu seperti kapal motor dan truk. Namundemikian pelaksanaan pelelangan kayu di KalimantanTimur masih tidak berjalan maksimal karena ketiadaanpendanaan untuk melaksanakan illegal logging,terbatasnya jumlah PPNS di institusi kehutanan danlemahnya koordinasi antar institusi yang menanganipelelangan kayu.

Kata kunci : pelelangan kayu, meranti, perubahankebijakan, Dinas Kehutanan

UDC630*561.2Asef K. Hardjana (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa)Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk DenganDiameter Setinggi Dada pada Tegakan TengkawangTungkul Putih (Shorea Macrophylla (De Vriese) P.S.Ashton) dan Tungkul Merah (Shorea Stenoptera Burck.)Di Semboja, Kabupaten Sanggau.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 7-18Pengukuran diameter merupakan pekerjaan yang relatifmudah, murah dan dapat menghasilkan ukuran yangakurat, sedangkan pengukuran tinggi dan tajuk pohonmerupakan pekerjaan yang relatif sulit danmembutuhkan banyak tenaga. Penyusunan modelhubungan antara tinggi pohon dan tajuk pohon dengandiameter pohon merupakan salah satu alternatif teknisyang dapat mengurangi pekerjaan pihak penggunadalam mengukur tinggi dan diameter tajuk pohon,

Page 6: N ni Log N ni H

UDC630*844.41Massofian Noor dan Amiril Saridan (Balai BesarPenelitian Dipterokarpa).Keanekaragaman Fungi Makro Pada Tegakan BenihDipterocarpaceae di Taman Nasional Tanjung Putingdan Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 53-62.Penelitian keanekaragaman fungi makro dilaksanakanpada tegakan benih Dipterocarpaceae di Taman NasionalTanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau Kalteng.Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan, yaitu bulanMaret-Desember 2012. Latar belakang flora fungi makropada suatu daerah tertentu yang belum pernah diketahuipotensi dan keanekaragaman fungi makro sangatdiperlukan eksplorasi dan tujuan untukmengidentifikasikan jenis dan manfaat fungi makro untukkepentingan manusia. Metode yang dipergunakan adalahmetode jalur dengan lebar 20 m (10 m dari kiri dan kanandari garis sumbu sepanjang 1000 m) dengan jarak antarjalur 200 m, pengumpulan fungi makro dilakukan sensus100%. Identifikasi fungi makro mempergunakan kuncideterminasi. Hasil penelitian yang diperoleh pada tegakanbenih Dipterocarpaceae di Hutan Taman NasionalTanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau diperolehrata-rata sebanyak 18 genus 44 jenis dan 335 individu,yang terdiri dari fungi makro penghancur kayu (71,91%),penghancur serasah (4,13%), sembion pada jenisDipterocarpaceae (10,41%), ramuan obat (0,96%), dandapat dikonsumsi sebagai bahan makanan (9,46 %). Iklimmakro pada kedua lokasi relatif sama. Hasil Uji-t tingkatkeanekaragaman fungi makro dari dua lokasi yangberbeda menunjukan tidak berbeda nyata, nilai kesamaanMorisita Horn (CmH) diperoleh 1,31 atau 1 lebih,menunjukkan bahwa distribusi fungi makro pada keduaareal penelitian menyebar.Kata Kunci : Fungi Makro, tegakan benihDipterocarpaceae, Taman Nasional Tanjung Puting,Taman Nasional Sebangau

UDC630*524.315Abdurachman (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa)Model Pendugaan Volume Pohon DipterocarpusConfertus V. Slooten di Wahau Kutai Timur,Kalimantan Timur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 29-34.Beberapa persamaan sederhana dianalisis dari pohonDipterocarpus confertus yang datanya diambil di PTGunung Gajah Abadi Wahau Kutai Timur, KalimantanTimur . Tujuan dari penelitian ini adalah untukmembangun persamaan yang akurat yang dapat dipakaiuntuk penaksiran volume pohon pada daerahpenelitian.Model persamaan yang dibuat hanyaberdasarkan satu peubah saja yaitu diameter. Analisismodel dengan satu peubah ini dilanjutkan setelahdilakukan pengujian hubungan diameter dan tinggi bebascabang. Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai-nilai,koefisien determinasi (R2), galat baku (Se),simpanganagregatif (SA) dan simpangan rataan (SR). Hasil analisismenunjukkan ada hubungan yang erat antara diameterdan tinggi bebass cabang dengan nilai koefisien korelasi(r) sebesar 0.85. Adapun persamaan terpilih yangdiusulkan untuk pembuatan tabel volume pohon adalahV = 0.2758 - 0.0286 d + 0.0014 d2.Kata Kunci : Model estimasi, diameter, persamaan,Dipterocarpus confertus, volume pohonUDC630*114.1Rini Handayani dan Karmilasanti (Balai Besar PenelitianDipterokarpa).Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi Tebang Pilih TanamJalur (TPTJ) Di PT. Intracawood, Bulungan, KalimantanTimur.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 35-42Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitashutan alam bekas tebangan adalah dengan menerapkansistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarianhutan dan lingkungan, yaitu sistem Tebang Pilih TanamJalur (TPTJ). Pengusahaan hutan alam yang intensif akanberpengaruh terhadap kondisi lingkungan terutama tanah.Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap sifatfisik dan kimia tanah di areal hutan yang menerapkansistem TPTJ. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada3 penggunaan lahan, yaitu jalur antara, jalur tanam danjalan sarad. Sampel tanah yang diambil ada 2 jenis, yaitusampel tanah utuh untuk penetapan sifat-sifat fisik tanahdan sampel tanah terganggu untuk penetapan sifat-sifatkimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teksturtanah pada jalur antara dan jalan sarad cabang yaitu liat,sedangkan pada jalur tanam yaitu lempung liat berpasir.Bulk density (BD) pada jalur antara berkisar antara 0,51sampai 0,66 g/cm3, pada jalur tanam berkisar antara 0,65sampai 0,69 g/cm3, sedangkan pada jalan sarad berkisarantara 0,91 sampai 0,92 g/cm3. Pori total tanah pada jalurantara berkisar antara 74,62 sampai 80,42%, pada jalurtanam berkisar antara 73,04% sampai 74,71% dan padajalan sarad berkisar antara 64,13 % sampai 64,63%. pHtanah pada ketiga penggunaan lahan adalah sangatmasam. Kandungan hara tertinggi terdapat pada jalurtanam.Kata Kunci : TPTJ, penggunaan lahan, sifat fisik tanah,sifat kimia tanah

UDC630*232.12Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani(Balai Besar Penelitian Dipterokarpa)Pertumbuhan Kebun Pangkasan Jenis Shorea LeprosulaMiq.J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 43-52.Kebun pangkasan merupakan tahapan dalam membangunkebun pangkas. Pembangunan kebun pangkasan bertujuanmenyediakan materi stek pucuk, dalam kegiatan ini jugamendukung pemuliaan. Pengamatan pertumbuhan tingkatsemai Shorea leprosula dilakukan untuk mengukurbeberapa parameter pertumbuhan yaitu tinggi dandiameter di kebun pangkasan dari enam provenans,meliputi ITCIKU, Gunung Lumut, Carita, Gunung Bunga,Sungai Runtin dan SBK. Rancangan Acak Berblok (RAB)digunakan dengan provenans dan pohon induk sebagaiperlakuan. Hasil pengamatan menunjukkan perbedaanpertumbuhan tinggi dan diameter bibit antar provenansdan pohon induk sangat signifikan. Provenan SungaiRuntin menunjukkan pertumbuhan tinggi yang palingtinggi (60,092cm) sedangkan pertumbuhan terbesar untukdiameter (4,515mm) adalah provenan Gunung Bunga.Kata kunci : Shorea leprosula, provenans, pohon induk,tinggi, diameter

Page 7: N ni Log N ni H

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPA(Journal of Dipterocarps Research)

ISSN : 1978-8746 Vol. 7 No. 1, Juni 2013Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

UDC630*832.3Andrian Fernandes and Amiril Saridan (DipterocarpsResearch Centre)Physical and Mechanical Properties of Shoreamacroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton Woodas Raw Material for Furniture.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 1-6The development of furniture industry givesopportunities in use of less well known species. Oneof them is Shorea macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton that classified as red meranti,that notyet known their nature. The aim of this research wasto determine the nature and the use opportunities of S.macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton woodas raw materials for furniture. S. macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton was taken from RKT2012 IUPHHK PT Hutansanggam LabananLestari. The nature that tested were wood density anddimensional changes according to Standard DIN-Standard 2135 1975, wood mechanical testingaccording to Standard BS 373-1957, and testing oftimber planing following the Standard ASTM D-19811666-64 that has been modified by Abdurachman andKarnasudirdja (1982). The results showed that S.macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton woodis classified into class III density, has a grade II instatic bending strength, compressive strength parallelto the fiber class III and easy to be processed bymachine. Based on those natures, S. macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton can be used as rawmaterial for furniture.

Keywords : Shorea macroptera ssp. Sandakanensis(Sym.) Ashton, leswell known species, furniture,natures

and therefore it will provide sufficient data approaching toactual measurement results. Inventory and identificationresults indicated that tengkawang tungkul is the mostdominant tengkawang species in the research area with thedensity ranging from 63-166 trees/ha, which consists oftungkul putih a total of 128 trees (79,48%), and tungkulmerah much as 47 trees (20,52%). Furthermore, regressionequation of correlation model between height and stemdiameter (dbh) can be defined as Ttp = -2,2697 + 1,2711d -0,0162d2 (n= 128; R2= 0,8177; SE= 2,1271) for tungkulputih, and for tungkul merah is Ttm = -0,0803 + 0,9334d -0,0072d2 (n= 47; R2= 0,8759; SE= 1,3891). Equation onthe correlation between crown diameter and stem diameter(dbh) was not significantly different, so regressionequation models for tungkul putih can be defined as DTtp= 0,7174 + 0,4360d – 0,0045d2 (n= 128; R2= 0,5172; SE=1,7739 ) and for tungkul merah is DTtm = 3,3287d0,2327 (n=47; R2=0,0658; SE= 0,322).

Keywords : Crown diameter, Height, Stem diameter,Tengkawang

UDC630*88Catur Budi Wiati (Dipterocarps Research Centre).Study onThe Implementation of Meranti Wood Auction inEast KalimantanJ. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 19-28

The policy of wood auction including meranti had beenchanged many times from SK Menhut No. 319/Kpts-II/1997 successively to be Permenhut No. P.02/Menhut-II/2005, and the last Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006,is expected to accelerate the process of wood auction.This article has an aim to know the implementation ofmeranti wood auction in East Kalimantan after theguideline for the implementation of wood auction hasbeen changed and at the same time to know its existingproblems. Results of research show that government gotincome approximately Rp 35 billion in year 2006 and Rp17 billion in year 2007 from wood auction includingmeranti in KPKNL Samarinda. This value not includedvalue of goods auction for non wood such as motor shipand truck. However the implementation of wood auctionin Kalimantan East still does not operate maximallybecause of lack of funding to handling illegal logging, thelimited amount of PPNS in forestry institution and weakof coordination between institutions related to handlingmanagement of wood auction.Keywords : wood auction, meranti, policy change, forestryinstitution

UDC630*561.2Asef K. Hardjana (Dipterocarps Research Centre)Correlation Model Between Height and CrownDiameter with Diameter at Breast Height onTengkawang Tungkul Putih (Shorea macrophylla (deVriese) P.S. Ashton) and Tungkul Merah (Shoreastenoptera Burck.) Stand in Semboja, SanggauRegency.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 7-18Diameter measurement is a relatively easy job, cheapand can get an accurate size, while the measurementof height and canopy tree is a relatively difficult andrequires a lot of energy. Modeling the correlationbetween height and canopy with tree diameter is oneof the alternative technic that can make more efficientjob to measure the height and diameter of the canopy,

Page 8: N ni Log N ni H

UDC630*844.41Massofian Noor and Amiril Saridan (DipterocarpsResearch Centre).The Diversity of Macro Fungy In Forest Seed Stand ofDipterocarpaceae in Tanjung Puting Nasional Park andSebangau Nasional Park in Central KalimantanJ. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 h; 53-62The diversity of macro fungy in forest seed stand ofDipterocarpaceae in Tanjung Putting Nasional Park andSebangau Nasional Park in Central Kalimantan. Theplaces that we don’t know about a potency diversity ofmacro fungy that very infortent to exsplorations and thepoint for identification and used for humans lives. Theresearch has done during 10 (ten) months, it’s startedfrom march to December 2012. The method used in thisresearch was transect method, with 20 m wide, 10 m eachfrom left and right of 1.000 m axis line, and spacebetween transect method. lined transect was 200 meter.Macro fungy collection has been done by 100 % censusmethod. While Identification of macro fungy has usedkey determination. The result from Tanjung PuttingNasional Park and Sebangau Nasional Park shows thereare 18 genus 44 species with 335 individuals, consistingof wood decomposer (71,91%), liters decomposer(4,13%), simbionce of Diptercarpaceae species (10,41%),edible mushrooms (9,46 %) and for medicine (0,96%).Macro climate for both area relatively similar. The resultof T- test diversity level of macro fungy in two locationshow that there is no significant difference. The score ofMorishita Horn similarity index (CmH) is 1,31 or norethen 1, indicates that the distribution of macro fungy inboth research location is outspread,.Keywords : Diversity, macro fungy, seed stand ofDipterocarpaceae Tanjung Puting National Park,Sebangau National Park

UDC630*524.315Abdurachman (Dipterocarps Research Centre)Volume Estimation Modelling for Dipterocarpusconfertus V. Slooten in Wahau East Kutai, EastKalimantan.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 29-34Simple equations were analyzed for estimating thevolume of Dipterocarpus confertus in PT Gunung GajahAbadi Wahau East Kutai, East Kalimantan. Theobjective of this research was to develop accurateequations that can be applied to estimate the tree volumein the research area .These equations were made onlybased on one variable,i.e. the diameter.This modelanalysis was further continued after examining thecorrelation between diameter and clearbole height. Thebest model based was chosen based on the followingvalues, namely: determination coefficient (R2), standarderror (SE), aggregatif deviation (SA) and averagedeviation (SR). Analysis results showed that there was aclose correlation between diameter and clear height with(r) value of 0.85. The proposed equation for the treevolume table is V = 0.2758 - 0.0286 d + 0.0014 d2.Keywords : Estimation model, diameter, equation,Dipterocarpus confertus, tree volumeUDC630*114.1Rini Handayani and Karmilasanti (DipterocarpsResearch Centre).Soil Properties at Selective Cutting and Line Planting(SCLP) Application Area in PT. Intracawood,Bulungan, East Kalimantan.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 35-42One alternative to improve the productivity of logged-over forests is to implement a system of forestmanagement based on sustainability forest andenvironment, such as Selective Cutting and LinePlanting (SCLP) System. Intensive exploitation ofnatural forests will affect the environment, especially thesoil. Therefore, it is necessary to study the physical andchemical properties of soil in the forest areas that applySCLP system. Soil sampling was conducted in threeland use, antara lines, planting lines and skid trails.There are 2 types of soil sample taken, namelyundisturbed soil samples for determination of soilphysical properties and disturbed soil samples fordetermination of soil chemical properties. The resultsshowed that soil texture of antara lines and skid trailswere clay and planting lines were sandy clay loam.Bulk density (BD) of antara lines ranged from 0,51 to0,66 g/cm3 and planting lines ranged from 0.65 to 0.69g/cm3, whereas the BD of skid trails ranged from 0.91to 0.92 g/cm3. Total soil pore of antara lines ranged from74,62 to 80,42 %, planting lines ranged from 73.04 to74,71 % and total pore of skid trails ranged from 64.13to 64.63%. Soil pH in three land use is very acid. Thehighest nutrient was found in plant lines.

Keywords : SCLP, land use, soil physical properties,soil chemical properties

UDC630*232.12Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani(Dipterocarps Research Centre)Growth of Shorea leprosula Miq. in VegetativeMultiplication Garden.J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 43-52Vegetative Multiplication Graden (VMG) is a stage todevelopment hedge orchard. The aim of hedge orcharddevelopment is to provide cuttings material,in this studyalso to support breeding. Observation on growth ofShorea leprosula seedling was conducted to measuredparameters were growth of height and diameter in VMGof six provenances, namely ITCIKU, Gunung Lumut,Carita, Gunung Bunga, Sungai Runtin and SBK.Randomized Blok Design (CRD) was applied,where theprovenancesand mothertrees were used as treatments.The result show that correlation of height and diametergrowth between provenances and mother tree issignificantly different. Sungai Runtin provenance showedthe highest height growth performance (60.092 cm )whilethe highest diameter growth (4.515 mm) is GunungBunga provenance.Keywords : Shorea leprosula, provenance, mother tree,height, diameter

Page 9: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 1-6ISSN: 1978-8746

1

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU SHOREA MACROPTERA ssp.SANDAKANENSIS (Sym.) ASHTON SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL

Physical and Mechanical Properties of Shorea macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton Wood as Raw Material for Furniture

Andrian Fernandes1) dan Amiril Saridan1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email : [email protected]

Diterima 26 Pebruari 2013, direvisi 21 Mei 2013, disetujui 28 Mei 2013

ABSTRACT

The development of furniture industry gives opportunities in use of les well known species. One of them is Shoreamacroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton that classified as red meranti,that not yet known their nature. The aim ofthis research was to determine the nature and the use opportunities of S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashtonwood as raw materials for furniture. S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton was taken from RKT 2012IUPHHK PT Hutansanggam Labanan Lestari. The nature that tested were wood density and dimensional changesaccording to Standard DIN-Standard 2135 1975, wood mechanical testing according to Standard BS 373-1957, andtesting of timber planing following the Standard ASTM D-1981 1666-64 that has been modified by Abdurachman andKarnasudirdja (1982). The results showed that S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton wood is classified intoclass III density, has a grade II in static bending strength, compressive strength parallel to the fiber class III and easyto be processed by machine. Based on those natures, S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton can be used asraw material for furniture.

Keywords: Shorea macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton, leswell known species, furniture, natures

ABSTRAK

Adanya perkembangan industri mebel membuka peluang digunakannya jenis-jenis kayu yang kurang dikenal. Salahsatunya adalah Shorea macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton yang tergolong jenis meranti merah yang belumdiketahui sifat dasarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat dasar dan peluang penggunaan kayu S.macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton sebagai bahan baku mebel. S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.)Ashton diambil dari RKT 2012 IUPHHK PT Hutansanggam Labanan Lestari. Sifat dasar yang diuji meliputi berat jeniskayu dan perubahan dimensi kayu mengikuti standar DIN-2135 1975, pengujian mekanik kayu menggunakan standaruji BS 373-1957, dan pengujian pengetaman kayu mengikuti standar uji ASTM D-1666-64 1981 yang dimodifikasi olehAbdurachman dan Karnasudirdja (1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu S. macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton tergolong ke dalam berat jenis kelas III, memiliki kekuatan lengkung statis kelas II, kekuatan tekansejajar serat kelas III dan mudah dikerjakan. Berdasarkan sifat tersebut kayu S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.)Ashton dapat digunakan untuk bahan baku mebel.

Kata kunci : Shorea macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton, jenis kurang dikenal, mebel, sifat dasar

I. PENDAHULUANRatnasingam dan Ioras (2005)

menyebutkan bahwa terjadi peningkatanindustri perkayuan, termasuk industri mebel diAsia, seperti Cina, Malaysia, Indonesia,Thailand dan Filipina.

Berdasarkan kegunaannya, Garcia et al.(2011) membagi mebel menjadi dua kelompokbesar, yaitu mebel indoor dan mebel outdoor.Mebel indoor adalah mebel yang berada dalamruang, seperti lemari, rak, tempat tidur danmeja, sedangkan mebel outdoor adalah mebel

Page 10: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.7 No.1 Juni 2013: 1-6

2

yang berada di luar ruangan, diantaranya alatpermainan anak, meja, kursi dan aksesoris yangdiletakkan di taman.

Sebagai bahan baku mebel, kayu harusmudah dikerjakan dengan mesin dan memilikipermukaan yang halus (Bovea dan Vidal,2004). Secara lebih detil Dumanau (1982)menjelaskan bahwa kayu untuk perkakas(mebel) harus memiliki berat sedang, dimensistabil, memiliki corak dekoratif, mudahdikerjakan, mudah dipaku, dibubut, disekrup,dilem dan direkat. Berdasarkan beberapa sifattersebut, kehalusan permukaan kayu merupakansifat terpenting yang harus dimiliki oleh kayusebagai bahan baku mebel (Zhong et al., 2013).

Secara umum, industri mebel telahberkembang untuk memenuhi kebutuhan dalamdan luar negeri. Boon dan Thiruchelvam (2012)

menyebutkan bahwa mebel berbahan baku kayuharus dapat dikemas dan didistribusikan kekonsumen baik di dalam maupun di luar negeri.Oleh karena itu kayu sebagai bahan baku mebeldiharapkan memiliki berat jenis sedang. OeyDjoen Seng (1990) membagi berat jenis (BJ)kayu menjadi lima kelas, yaitu Kelas I (sangatberat dengan BJ > 0,9), Kelas II (berat denganBJ 0,6 – 0,9), Kelas III (sedang dengan BJ 0,4 –0,6), Kelas IV (ringan dengan BJ 0,3 – 0,4) danKelas V (sangat ringan BJ < 0,3).

Mebel yang baik memiliki kestabilan padadimensi dan bentuknya, baik akibat perubahankadar air setimbang dalam kayu ataupun akibatpemberian beban pada mebel (Smardzewski danDziegielewski, 1993). Tabel 1 menunjukkanpembagian kelas kuat kayu berdasarkan sifatmekaniknya.

Tabel 1. Pembagian Kelas Kuat Kayu Menurut Oey Djoen Seng (1990).Table 1. Wood strength grade according to Oey Djoen Seng (1990)

Kelas Kuat(Strength Grade)

Lengkung Statis(Static Bending) Tekan Sejajar Serat (N/mm2)

(Compression Parallel to Grain)MOE (N/mm2) MOR (N/mm2)Kelas kuat I > 15.000 > 110 > 65,0Kelas kuat II 11.200-15.000 72,5-110 42,5-65,0Kelas kuat III 9.000-11.200 50,0-72,5 30,0-42,5Kelas kuat IV 7.000- 9.000 30,0-50,0 21,5-30,0Kelas kuat V < 7.000 < 30,0 < 21,5

Sumber: Oey Djoen Seng (1990).

Selama digunakan, mebel akan mengalamipembebanan baik dalam waktu yang singkatmaupun dalam waktu yang lama (Atar et al.,2009). Shmulsky dan Jones (2011)menyebutkan bahwa salah satu cara untukmengetahui kekuatan kayu adalah denganmengukur kekuatan lengkung statis kayu.Dalam hal penggunaan kayu, kemungkinangaya pelengkungan yang terjadi dapat lebihbesar dari pada gaya lainnya (Desch danDindwoodie, 1981). Shmulsky dan Jones (2011)menjelaskan bahwa dalam pengujian kekuatanlengkug statis kayu ada dua parameter yangdiukur, yaitu MOE dan MOR. MOE (Modulusof Elastisity) adalah kemampuan bahanmenahan beban tanpa terjadi perubahan bentukyang tetap, sedangkan MOR (Modulus ofRupture) merupakan ukuran kekuatan suatu

bahan saat menerima beban maksimum yangmenyebabkan terjadinya kerusakan.

MOE dan MOR merupakan bagian darisifat mekanika kayu yang harus diketahuisebelum menggunakan kayu. Dengandiketahuinya sifat fisik dan mekanik kayumembuka peluang penggunaan berbagai jeniskayu untuk mebel. Mebel di Indonesia kinitidak hanya menggunakan bahan baku kayu Jatisaja, namun sudah ada diversifikasi bahan bakudiantaranya kayu karet, mahoni dan kenari(Anggraini, 2002). Adanya diversifikasi bahanbaku ini membuka peluang digunakannya jenis-jenis kurang dikenal untuk digunakan sebagaibahan baku mebel.

Kessler (2000) menyebutkan bahwa Shoreamacroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashtonmerupakan salah satu jenis kayu meranti merah.

Page 11: N ni Log N ni H

Sifat Fisik dan Mekanika Kayu Shorea macroptera …(Andrian Fernandes dan Amiril Saridan)

3

Jenis-jenis meranti merah yang telahdikenal antara lain S leprosula, S johorensis, Sparvifolia, S smithiana, S platyclados dan telahdiketahui sifat serta kegunaan kayunya(Martawijaya et al., 2005). Sebagai jenis yangkurang dikenal kayunya, S macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton belum diketahuisifat kayunya. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui sifat fisik dan mekanik sertapeluang penggunaan kayu S macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton sebagai bahanbaku mebel.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Shorea macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton diambil dari RKT 2012IUPHHK PT Hutansanggam Labanan Lestaripada koordinat N : 01o 54’ 49,4”, E : 117o 02’46,1”, K : 117 m. Batang pohon silindris, tinggibanir 50 cm, lebar banir 60 cm. Diameter

pangkal pohon 52 cm, tinggi bebas cabang 22,8m, tinggi total 29,3 m, dan diameter tajuk 6 m.

Contoh uji diambil dari bagian pangkal,tengah dan ujung pohon. Dari tiap bagian dibuatcontoh uji sifat fisik dan mekanik. Untuk setiapbagian, pengujian sifat fisik kayu terdiri atas 15contoh uji, mekanik kayu sebanyak 5 contoh ujidan 4 contoh uji untuk pengetaman. Pengujianfisik kayu meliputi berat jenis dan perubahandimensi kayu. Pengujian mekanik kayu terdiriatas kekuatan lengkung statis, kekerasan,kekuatan sejajar serat dan kekuatan tegak lurusserat. Skema pembuatan contoh uji pada setiapbagian sesuai dengan Gambar 1.

Pengujian berat jenis kayu dan perubahandimensi kayu mengikuti standar Standar DIN-2135 1975, sedangkan pengujian mekanik kayumenggunakan standar uji BS 373-1957.Pengujian pengetaman kayu mengikuti standaruji ASTM D-1666-64 1981 yang dimodifikasioleh Abdurachman dan Karnasudirdja (1982).

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 1. Pola pengambilan contoh ujiFigure 1. Sampling pattern

III. HASIL DAN PEMBAHASANHasil pengujian terhadap sifat fisik dan

mekanik kayu S macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa berat jenisberdasarkan berat kering tanur dan volumebasah kayu S macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton sebesar 0,57. Berat jenis initergolong ke dalam kelas III atau sedang (OeyDjoen Seng, 1990). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa terjadi perbedaan nilaipenyusutan pada tiga arah. Hal ini, menurut

Panshin (1980), disebabkan oleh strukturdinding sel, orientasi sel serta susunan seldalam zone kayu awal dan kayu akhir.Penyusutan pada arah longitudional mempunyainilai terrendah diduga karena adanya sel-selyang arahnya longitudional, kecuali sel jari-jari.

Pada sel longitudinal, air yang mudahkeluar adalah air bebas yang terdapat dalamrongga sel sehingga bentuk kayu tidak banyakmengalami perubahan. Sedangkan pada arahtangensial, nilai penyusutan memiliki nilaitertinggi. Hal ini dikarenakan sel jari-jari yang

A

A

A

A

B

B

B

B

Keterangan:

A : bagian yang digunakan untuk contohuji berat jenis dan perubahan dimensikayu

B : bagian yang digunakan untuk contohuji mekanik dan pengetaman kayu

Page 12: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.7 No.1 Juni 2013: 1-6

4

ada pada bidang ini berupa lembaran pita tipissehingga air yang mudah keluar adalah airterikat (Shmulsky dan Jones, 2011).

Perubahan kembang susut atau dimensikayu dalam tiga arah tidak sama, ini disebutanisotropis (Shmulsky dan Jones, 2011). Nilairataan anisotropis kayu S macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton sebesar 1,845.Nilai anisotropis tersebut menunjukkan bahwakemungkinan kayu masih mengalami masaperkembangan yang dipengaruhi oleh tajuk atau

dikenal sebagai masa juvenile, Dumail danCastera (1997) menjelaskan bahwa nilaianisotropis untuk kayu juvenile bervariasiantara 1,4 hingga 3. Nilai anisotropis kayu yangbesar menyebabkan deformasi kayu saatdikeringkan (Shmulsky dan Jones, 2011). Untukmengurangi efek perubahan dimensi dapatdilakukan proses finishing kayu sekaligus untukmemberikan warna yang sesuai dengan mebelyang dibuat (Purwanto, 2011).

Tabel 2. Sifat fisik dan mekanik kayu S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) AshtonTable 2. Physical and mechanical wood of S. macroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashton

Sifat kayu(Wood Properties)

Rata-rata(Mean)

SD(SD)

Berat jenis (Berdasarkan berat kering tanur dan volume basah) 0,57 0,05Penyusutan arah Longitudinal (L) 0,89 0,16Penyusutan arah Tangensial (T) 4,66 1,10Penyusutan arah Radial (R) 2,52 0,97Anisotropis (T/R) 1,85 0,73Kekuatan Lengkung Statis (MOE) (N/mm2) 11.288,83 2.161,02Kekuatan Lengkung Statis (MOR) (N/mm2) 72,64 23,85Kekerasan (N/mm2) 93,49 16,64Kekuatan Tekan Sejajar Serat (N/mm2) 39,67 4,11Kekuatan Tekan Tegak Lurus Serat (N/mm2) 11,16 2,37Bebas cacat pengetaman (%) 96,00 3,92

Sumber: diolah dari data primer.

Berdasarkan kekuatan lengkung statis, baikMOE maupun MOR, kayu S macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton tergolong kedalam kelas kuat II. Bila ditinjau dari kekuatantekan sejajar serat, temasuk ke kelas kuat III.Beban pada kayu mebel cenderung lebih ringanbila dibandingkan dengan kayu konstruksi, olehkarena itu kayu mebel tidak mensyaratkan kelaskuat I. Berdasarkan SNI. 01-0608-89 tentangpersyaratan kekuatan mekanik kayu untukmebel harus memiliki kekuatan lengkung statisdan kekuatan tekan sejajar serat adalah minimalkelas III.

Hasil pengujian pengetaman kayu Smacroptera ssp. sandakanensis (Sym.) Ashtonmenghasilkan rata-rata bebas cacat sebesar 96%dengan tipe cacat serat berbulu. Permukaanyang dihasilkan memiliki kesan raba yanghalus. Fotin et al., (2009) menjelaskan bahwakayu mebel harus menghasilkan permukaanyang halus setelah diketam. Berdasarkanpersentase bebas cacat, kayu S macroptera ssp.sandakanensis (Sym.) Ashton tergolong ke

dalam jenis kayu yang mudah dikerjakan(Martawijaya et al., 2005).

IV. KESIMPULAN

Kayu S. macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton tergolong ke dalam berat jeniskelas III, memiliki kekuatan lengkung statiskelas II, kekuatan tekan sejajar serat kelas IIIdan mudah dikerjakan. Berdasarkan sifattersebut kayu S macroptera ssp. sandakanensis(Sym.) Ashton dapat digunakan untuk bahanbaku mebel.

DAFTAR PUSTAKAAbdurachman, A. J. dan S. Karnasudirdja. 1982. Sifat

Permesinan Kayu-kayu Indonesia. Laporan no. 160.Balai Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Hal. 23-34.

Anggraini, S. 2002. Furniture Kayu Indonesia di PasarBelgia. Industrial and Commercial Attache –Indonesian Mission to the EU. Brussels, Belgium.

Page 13: N ni Log N ni H

Sifat Fisik dan Mekanika Kayu Shorea macroptera …(Andrian Fernandes dan Amiril Saridan)

5

Atar, M., A. Ozcifci, M. Altinok dan U. Celikel. 2009.Determination of Diagonal Compression andTension Performances for Case Furniture CornerJoints Constructed with Wood Biscuits. Materialand Design Journal. Vol.30. Hal.665-670. Elsevier.

Boon, K. dan K. Thiruchelvam. 2012. The Dinamics ofInnovation in Malaysia’s Wooden FurnitureIndustry : Innovation Actors and Linkages. ForestPolicy and Economics Journal. Vol.14. Hal.107-118. Elsevier.

Bovea, M. D. dan R. Vidal. 2004. Materials Selection forSustainable Product Design : a Case Study of WoodBased Furniture Eco-design. Material and DesignJournal. Vol.25. Hal.111-116. Elsevier.

Desch, H. E. and Dinwoodie. 1981. Timber, It’sStructure, Properties, and Utoilization, 2nd edition.The Macmillan Press Ltd. London and Baringstone

Dumanau, J. F. 1982. Mengenal Kayu. PT. Gramedia.Jakarta.

Dumail, J. F. dan P. Castera. 1997. Transverse Shrinkagein Maritime Pine Juvenile Wood. Wood Scienceand Technology Vol.31. Hal.251-264. Springer-Verlag.

Fotin, A., I. Cismaru, E. A. Salca dan M. Cismaru. 2009.Influence of the Parameters of the MachiningRegimes Upon the Surface Quality Obtained byStraight Milling. Por-Ligno Journal. Vol.5. No.4.Hal.53-63.

Garcia, S. G., C. M. Gasol, R. G. Lozano, M. T. Moreira,X. Gabarrel, J. R. I Pons dan G. Feijoo. 2011.Assessing the Global Warming Potential ofWooden Product from the Furniture Sector toImprove Their Ecodesign. Science of the TotalEnvironment Journal. Vol.410. Hal.16-25. Elsevier.

Kessler, P. J. A. 2000. A Field Guide to The ImportantTree Species of The Berau Region. Berau ForestManagement Project, PT Inhutani I. Jakarta.

Martawijaya, A., I. Kartasudjana, S.A. Prawira dan K.Kadir,. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. BadanPenelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Oey Djoen Seng, O. D. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenisKayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayuuntuk Keperluan Praktek. Pengumuman No.13.Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.

Panshin, A.J., 1980. Text Book of Wood Technologyvolume 1. Mc Graw Hill Book Company, NewYork.

Purwanto, D. 2011. Finishing Kayu Kelapa (Cocosnucifera L.) Untuk Bahan Interior Ruangan. JurnalRiset Industri Hasil Hutan. Vol.3. No.2. Hal.31-36.

Ratnasingam J dan F Ioras. 2005. The Asian FurnitureIndustry : The Reality Behind The Statistics. Holzals Roh- und Werkstoff. Vol.63. Hal.64-67.Springer-Verlag.

Smardzewski, J. dan S. Dziegielewski. 1993. Stability ofCabinet Furniture Backing Boards. Wood Scienceand Technology. Vol.28. Hal.35-44. Springer-Verlag.

Shmulsky, R dan P. D. Jones, 2011, Forest Products andWood Science, An Introduction, Sixth Ed., WileyBlackwell, Oxford, UK.

Zhong, Z. W., S. Hiziroglu dan C. T. M. Chan. 2013.Measurement of the Surface Roughness of WoodBased Materials Used in Furniture Manufacture.Measurement Journal. Vol.46. Hal.1482-1487.Elsevier.

Page 14: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.7 No.1 Juni 2013: 1-6

6

Page 15: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18ISSN: 1978-8746

7

MODEL HUBUNGAN TINGGI DAN DIAMETER TAJUK DENGAN DIAMETERSETINGGI DADA PADA TEGAKAN TENGKAWANG TUNGKUL PUTIH

(Shorea macrophylla (de Vriese) P.S. Ashton) DAN TUNGKUL MERAH(Shorea stenoptera Burck.) DI SEMBOJA, KABUPATEN SANGGAU

Correlation Model Between Height and Crown Diameter with Diameter at BreastHeight on Tengkawang Tungkul Putih (Shorea macrophylla (de Vriese) P.S. Ashton)and Tungkul Merah (Shorea stenoptera Burck.) Stand in Semboja, Sanggau Regency

Asef K. Hardjana1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: [email protected]

Diterima 18 Oktober 2012, direvisi 21 Mei 2013, disetujui 28 Mei 2013

ABSTRACT

Diameter measurement is a relatively easy job, cheap and can get an accurate size, while the measurement of heightand canopy tree is a relatively difficult and requires a lot of energy. Modeling the correlation between height andcanopy with tree diameter is one of the alternative technic that can make more efficient job to measure the height anddiameter of the canopy, and therefore it will provide sufficient data approaching to actual measurement results.Inventory and identification results indicated that tengkawang tungkul is the most dominant tengkawang species in theresearch area with the density ranging from 63-166 trees/ha, which consists of tungkul putih a total of 128 trees(79,48%), and tungkul merah much as 47 trees (20,52%). Furthermore, regression equation of correlation modelbetween height and stem diameter (dbh) can be defined as Ttp = -2,2697 + 1,2711d - 0,0162d2 (n= 128; R2= 0,8177;SE= 2,1271) for tungkul putih, and for tungkul merah is Ttm = -0,0803 + 0,9334d - 0,0072d2 (n= 47; R2= 0,8759; SE=1,3891). Equation on the correlation between crown diameter and stem diameter (dbh) was not significantly different,so regression equation models for tungkul putih can be defined as DTtp = 0,7174 + 0,4360d – 0,0045d2 (n= 128; R2=0,5172; SE= 1,7739 ) and for tungkul merah is DTtm = 3,3287d0,2327 (n= 47; R2=0,0658; SE= 0,322).

Keywords: Crown diameter, Height, Stem diameter, Tengkawang

ABSTRAK

Pengukuran diameter merupakan pekerjaan yang relatif mudah, murah dan dapat menghasilkan ukuran yang akurat,sedangkan pengukuran tinggi dan tajuk pohon merupakan pekerjaan yang relatif sulit dan membutuhkan banyak tenaga.Penyusunan model hubungan antara tinggi pohon dan tajuk pohon dengan diameter pohon merupakan salah satualternatif teknis yang dapat mengurangi pekerjaan pihak pengguna dalam mengukur tinggi dan diameter tajuk pohon,sehingga dapat memberikan data yang cukup mendekati dari hasil pengukuran yang sebenarnya. Dari hasil inventarisasidan identifikasi diketahui bahwa jenis tengkawang tungkul mendominasi jenis tengkawang di lokasi penelitian dengankerapatan tegakan berkisar 63 – 166 pohon/ha, yang terdiri dari jenis tungkul putih sebanyak 128 pohon (79,48%), dantungkul merah sebanyak 47 pohon (20,52%). Selanjutnya model regresi hubungan tinggi pohon dengan diameter batang(dbh) yang dapat terbangun adalah Ttp = -2,2697 + 1,2711d - 0,0162d2 (n= 128; R2= 0,8177; SE= 2,1271) untuk tungkulputih, sedangkan model regresi untuk tungkul merah adalah Ttm = -0,0803 + 0,9334d - 0,0072d2 (n= 47; R2= 0,8759;SE= 1,3891). Persamaan hubungan diameter tajuk dengan diameter batang (dbh) tidak berbeda nyata, sehingga dapatdisusun pula model persamaan regresi untuk tungkul putih yaitu DTtp = 0,7174 + 0,4360d – 0,0045d2 (n= 128; R2=0,5172; SE= 1,7739 ) dan tungkul merah yaitu DTtm = 3,3287d0,2327 (n= 47; R2=0,0658; SE= 0,322).

Kata kunci : Diameter tajuk, Tinggi, Diameter batang, Tengkawang

Page 16: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18

8

I. PENDAHULUANKondisi tegakan di setiap tapak (tempat

tumbuh) biasanya digambarkan oleh diameterbatang setinggi dada (dbh) dan tinggi pohonyang merupakan gambaran penampilan individupohon. Peninggi merupakan indikator kualitastempat tumbuh, jumlah pohon dan luas bidangdasar merupakan penjabaran dari diameter yangmencerminkan kerapatan tegakan, volumetegakan mencerminkan massa kayu, dan luastajuk yang merupakan penjabaran dari diametertajuk dapat menggambarkan produksi buah dansemai suatu tegakan (Sumarna, 2008).

Segala informasi di atas dapat diperolehmelalui kegiatan inventarisasi yang biasanyadilaksanakan dengan membuat plot-plot sampelyang diletakkan tersebar merata pada setiapblok tanaman ataupun tempat tumbuh bila dihutan alam. Pengukuran diameter merupakanpekerjaan yang relatif mudah, murah dan dapatmenghasilkan ukuran yang akurat, sedangkanpengukuran tinggi dan tajuk pohon merupakanpekerjaan yang relatif sulit dan membutuhkanbanyak tenaga. Sehubungan dengan kendalatersebut maka perlu dicari teknik untukmeminimalkan pekerjaan pengukuran tinggidan tajuk pohon, tanpa mengurangikelengkapan dan keakuratan data yangdisajikan. Jadi, jika tersedia data tinggi dandiameter pohon atau data tajuk dan diameterpohon, maka dapat dirumuskan modelhubungan tinggi-diameter atau tajuk-diameterdimana tinggi dan tajuk merupakan fungsi daridiameter.

Pengembangan metode pendugaan potensihutan, termasuk di dalamnya pendugaan modelhubungan antara karakteristik individual pohonseperti tinggi, diameter dan luas tajuk telahbanyak dilakukan. Meskipun demikian,penelitian-penelitian tentang pertumbuhan danhubungan karakteristik pohon masih terusdilakukan karena belum ada model atau formulayang dapat diaplikasikan untuk semua jenispohon. Hal ini dikarenakan setiap jenis ataukelompok jenis pohon dapat mempunyaipertumbuhan dan ukuran batang yang berbedasebagai akibat dari interaksi faktor genetik dan

lingkungannya (Husch et al., 1972; Huang etal., 2000).

Penyusunan model hubungan antara tinggipohon dan tajuk pohon dengan diameter pohonmerupakan salah satu alternatif teknis yangdapat mengurangi pekerjaan pihak penggunadalam mengukur tinggi dan diameter tajukpohon, sehingga dapat memberikan data yangcukup mendekati dari hasil pengukuran yangsebenarnya. Buba (2012) menyatakan bahwaterdapat korelasi positif antara tinggi pohon,diameter tajuk dan tinggi tajuk dengan diameterpohon, sehingga model yang dibentuk darihubungan ini dapat digunakan untukmempredikasi ketiga parameter tersebut.Sonmez (2009) juga menyatakan bahwa modelhubungan antara diameter batang (dbh) dandiameter tajuk memiliki nilai statistik yangsignifikan, sehingga dengan indikator diameterbatang dapat memprediksi diameter tajuk.

Hipotesa yang dapat dinyatakan dalampenelitian ini adalah diameter batang (dbh)memiliki fungsi terhadap tinggi pohon dandiameter tajuk tegakan tengkawang.

Dengan beberapa informasi dari penelitianserupa yang dilakukan pada jenis dan lokasiyang berbeda, maka informasi dari hasilpenelitian ini menjadi perlu untukdisebarluaskan, terutama yang berkaitan dengankonservasi jenis tengkawang. Oleh karena itu,penelitian ini bertujuan untuk menyusun modelhubungan tinggi pohon dan tajuk pohon dengandiameter pohon setinggi dada pada tegakantengkawang (Shorea spp.), agar dapatmemberikan data akurat mengenai produktivitaspertumbuhan dan pendugaan produksi buah daritegakan tengkawang tersebut.

Kabupaten Sanggau yang dahulunyamenjadi salah satu daerah penghasil bijitengkawang terbesar di Kalimantan Barat,merupakan lokasi yang tepat untuk dihidupkankembali usaha pelestarian tengkawang ini.Dengan kondisi iklim secara umum sering turunhujan dengan rata-rata hari hujan tertinggiterjadi pada bulan November, yaitu 106 hari,sedangkan hari hujan terendah selama 48 haripada bulan Juli. Angka curah hujan tertinggijuga terjadi pada bulan November sebesar 2.538

Page 17: N ni Log N ni H

Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan Diameter Setinggi Dada Pada Tegakan Tengkawang …(Asef K. Hardjana)

9

mm, dan curah hujan terendah sebesar 537 padabulan Februari (BPS Kab. Sanggau, 2010).Informasi ini menjadi sangat penting dalammendukung proses pertumbuhan dari tegakantengkawang tersebut hingga menghasilkanbuah, serta pengembangannya melaluipenelitian yang terpadu.

II. METODOLOGI PENELITIANKegiatan penelitian ini dilaksanakan pada

tegakan tengkawang di Semboja, KabupatenSanggau, Kalimantan Barat. Areal tegakantersebut masih berada dalam kawasan kotaSanggau, di mana kedepannya dapat menjadihutan kota. Tegakan yang didominasi jenistengkawang ini, dahulunya adalah bekas arealpenanaman jenis-jenis tengkawang yangmerupakan hasil kerjasama teknis antaraIndonesia dan Jerman melalui ProyekPengembangan Hutan Kemasyarakatan (SFDP,Social Forestry Development Project) padatahun 1991. Dalam kegiatan penelitian ini,pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Aprilhingga Nopember 2011.

Secara umum kondisi topografi relatif datarsampai berbukit dan berawa-rawa. Jenis tanahpodsolik merah kuning batuan dan padat yanghampir merata di sebagian besar wilayahKabupaten Sanggau (BPS Kab. Sanggau, 2010).

Bahan yang digunakan dalam penelitian iniadalah peta lokasi, cat, tinner, baterai dan label.Peralatan yang digunakan adalah phiband, GPS,pita meter, distancemeter, clinometer, kompas,galah berkait dan kamera digital.

Prosedur penelitian yang dilaksanakanmulai dari persiapan, meliputi penyediaan petakontour atau peta rupa bumi dengan skala1:50.000 - 1:25.000 atau skala yang tersedia.Peta lokasi penelitian menggambarkan panjangdan lebar areal yang disurvei kemudian dapatdihitung banyaknya pohon yang akan diamati.

Teknik survei yang digunakan adalahdengan cara sensus, dimana setiap bagian arealyang dijumpai tegakan tengkawang dilakukanpendataan. Diperkirakan luas areal 10 ha yangdahulunya ditanami jenis tengkawang, tidaksemuanya terdapat tegakan tengkawangnya.

Dan areal yang berpotensi terdapat tegakantengkawang hanya berkisar 5 ha denganbeberapa variasi jenis tengkawang denganjumlah dan posisinya pada petak tanamanbervariasi pula. Sehingga dengan keterbatasanyang ada dilakukan pembuatan petak ukursebagai sampel areal untuk melakukanpendataan terhadap objek yang diteliti.

Lokasi pembuatan petak ukur tanamansebagai objek penelitian dipilih secara sengaja(purposive) untuk memperoleh sebarandiameter seluas mungkin denganmempertimbangkan ketersediaan tegakan dilapangan. Petak ukur dibuat berbentuk bujursangkar dengan ukuran 100 m x 100 m yangditetapkan sebanyak 2 petak ukur pada lokasitersebut. Kemudian dilakukan pendataan secarasensus untuk setiap pohon tengkawang yangberada di dalam petak ukur tersebut. Kegiatanini dilakukan untuk mengetahui sebaran dankeragaman jenis dari tengkawang di kawasantersebut.

Pengumpulan data dilakukan dengan caramelakukan pengukuran dan pengamatanterhadap dimensi pertumbuhan (diameter dantinggi pohon) dari jenis tengkawang yangmenjadi objek penelitian dalam petak ukurtersebut. Data tersebut merupakan data primerdalam kegiatan penelitian ini. Data primerterdiri dari diameter setinggi dada (dbh),diameter tajuk, tinggi pohon, tinggi bebascabang dan kerapatan tajuk.

Secara umum pengukuran diameterdilakukan setinggi 1,3 m dengan menggunakanalat phiband, kemudian pengukuran tinggipohon menggunakan galah berkait dan jikakondisi pohon terlalu tinggi dilakukanpengukuran dengan alat clinometer yangdipadukan dengan alat digital distancemeteruntuk mengukur jarak pengukur dan objek.Selanjutnya untuk mengukur diameter tajukdilakukan dengan menggunakan proyeksibentuk tajuk yang diukur dalam dua bagianpada proyeksi tersebut dengan menggunakantongkat atau pita meter, sedangkan untuk datakerapatan tajuk didapatkan melalui pengamatankondisi tajuk yang saling bertautan maupunjarak antara tajuk.

Page 18: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18

10

Sedangkan pengumpulan data yangdilakukan dengan cara studi literaturemerupakan kegiatan untuk mendapatkan datasekunder. Data sekunder merupakan datapendukung dalam kegiatan ini. Data sekunderyang dibutuhkan meliputi data iklim makro(curah hujan, jumlah hari hujan selama periode5 tahun), penggunaan lahan, administrasiwilayah dan topografi.

Dalam analisa vegetasi yang meliputikomposisi jenis dan bentuk atau strukturvegetasi dan inventarisasi hutan untukmenentukan potensi hutan digunakan datadiameter dan tinggi. Data diameter digunakankarena dalam hutan terjadi overlap dari tajukhutan, dimana hubungan antara diameter dandiameter tajuk (cover atau proyeksi tajuk)sangat erat dan berbanding lurus.

Data hasil pengukuran berupa dbh,diameter tajuk dan tinggi pohon dianalisissecara statistik dengan tujuan untuk

mendapatkan model hubungan dari ketigaparameter. Penyusunan model hubungan antaradbh, tinggi dan diameter tajuk dilakukan denganpendekatan regresi, dimana tinggi dan diametertajuk merupakan fungsi dari diameter. Berikutmodel persamaan regresi yang dapat menjadiacuan dalam penyusunan model hubunganantara tinggi dan diameter tajuk dengan dbh(Tabel 1). Dari berbagai bentuk persamaan padaTabel 1, diketahui bahwa model hubunganantara tinggi dan diameter tajuk dengan dbhdapat disusun dengan berbagai bentukpersamaan regresi, baik bentuk linear maupunnon-linear.

Namun dari berbagai model dipilih modelterbaik berdasarkan nilai keakuratan yang tinggidan praktis penggunaannya di lapangan. Ataudapat juga dipilih berdasarkan dari nilaikeofisien diterminasi (R2) terbesar dan nilaigalat baku atau standard error (SE) terkecil.

Tabel 1. Persamaan yang digunakan untuk menyusun model hubungan antara tinggi dan diameter tajukdengan diameter setinggi dada (dbh).

Table 1. The equation used to develop the model of the correlation between height and crown diameterwith diameter at breast height (dbh).

Nomor(Number)

Persamaan(Equation)

Bentuk(Form)

1. y = b0 + b1(dbh) Linear2. Y = b0 + b1(dbh) + b2(dbh2) Quadratic3. y = b0 ln(dbh) - b1 Logarithmic4. y = b0(dbh)b1 Power5. y = b0eb1(dbh) Exponential

Keterangan: y = tinggi pohon atau diameter tajuk (m); x = diameter setinggi dada (cm); b0, b1 = konstantaSumber: Sonmez Turan (2009).

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Potensi dan Sebaran Diameter

Dari hasil inventarisasi pada kedua petakukur penelitian diketahui bahwa petak ukur 2memiliki keragaman jenis yang lebih besardibandingkan petak ukur 1. Pada petak ukur 2sebanyak 6 jenis tengkawang dengan tingkatkehadiran yang cukup merata dari setiap jenisdan untuk tengkawang tungkul tingkatkehadirannya sebesar 34,24%. Pada petak ukur1 hanya terdapat 4 jenis tengkawang dengantingkat kehadiran didominasi oleh jenis

tengkawang tungkul sebesar 93,26%. Jenis-jenis tengkawang yang dijumpai di kedua petakukur tersebut meliputi tengkawang tungkul(Shorea spp.), layar (S. mecystopteryx Ridl.),terindak (S. seminis (de Viese) v. Slooten),rambai (S. splendida), majau (S. palembanicaMiq.) dan pinang (S. pinanga Scheff.). Namundalam penelitian ini lebih difokuskan padategakan tengkawang tungkul putih dan tungkulmerah, hal ini dikarenakan jenis tengkawangtersebut buahnya masih menjadi primadonauntuk dikonsumsi dan diperjualbelikan di

Page 19: N ni Log N ni H

Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan Diameter Setinggi Dada Pada Tegakan Tengkawang …(Asef K. Hardjana)

11

wilayah Kalimantan Barat (Winarni et al.,2005).

Dengan keadaan topografi dan lingkunganyang relatif sama, sehingga pembahasan hasilpenelitian lebih ditekankan pada jenis karenahasil identifikasi jenis secara total(penggabungan dari petak ukur 1 dan 2) dapatdiketahui bahwa jenis tengkawang tungkulmendominasi keberadaannya di kedua petakukur penelitian, dengan jumlah total sebesar229 pohon. Dimana kemudian tengkawangtungkul ini diklasifikasikan lagi menjadi duamacam tengkawang tungkul yaitu tengkawangtungkul putih (S. macrophylla (de Vriese) P.S.Ashton) dan tengkawang tungkul merah(Shorea stenoptera Burck). Secara umumtungkul merah memiliki bentuk daunmemanjang, warnanya lebih tua, stipulaberwarna merah dan permukaan batangnyakurang mulus. Sedangkan untuk tungkul putih

memiliki bentuk daun agak membulat,warnanya lebih muda, stipula berwarna hijaukeputihan dan permukaan batangnya lebihmulus. Tengkawang tungkul putih mendominasijenis tengkawang tungkul dalam lokasipenelitian ini dengan jumlah 128 pohon(79,48%), sedangkan tengkawang tungkulmerah hanya berjumlah 47 pohon (20,52%).

Dapat diketahui pula bahwa potensitegakan tengkawang tungkul di Semboja,Kabupaten Sanggau berkisar antara 63 – 166pohon/ha dengan posisi tegakan tidak tersebarmerata dan hanya terpusat pada beberapa titiktertentu di dalam petak ukur.

Untuk mengetahui potensi sebarandiameter dari tengkawang tungkul putih danmerah, maka dilakukan pengelompokan kelas-kelas diameter dengan interval 5 cm, sepertiyang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran diameter tegakan tengkawang tungkul putih (S. macrophylla) dan tungkul merah(S. stenoptera) di lokasi penelitian.

Table 2. Distribution of diameter of tengkawang tungkul putih (S. macrophylla) and tungkulmerah (S. stenoptera) in research area.

Nomor(Number)

JenisTengkawang(Tengkawang

species)

Jumlah Pohon Tiap Kelas Diameter (cm) (The number of trees of each diameter class) (N/ha)

5-9,9 10-14,9 15-19,9 20-24,9 25-29,9 30-34,9 35-39,9 40-44,9

1. Tungkul Putih 35 61 46 19 12 3 5 12. Tungkul Merah 17 21 3 5 0 1 0 0

Sumber: diolah dari data primer.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa kedua jenistengkawang ini didominasi oleh pohon yangberkelas diameter 10-14,9 cm dan hanya sedikityang mencapai kelas diameter di atas 30 cm.Selanjutnya dari sebaran yang terlihat bahwatungkul putih memiliki kelas sebaran diameteryang lebih banyak dibandingkan dengantungkul merah, selain itu beberapa tegakantungkul putih diameter pohonnya sudahmelebihi dari 35 cm. Berdasarkan informasidiameter tersebut menunjukkan bahwapertumbuhan tengkawang tungkul putih lebihcepat dibandingkan tungkul merah. Diametermerupakan salah satu parameter untukmenentukan pertumbuhan suatu tegakan,disamping tinggi pohon.

Pertumbuhan diameter dipengaruhi olehaktivitas fotosistesis, dimana pertumbuhandiameter berlangsung apabila hasil fotosintesisseperti respirasi, penggantian daun,pertumbuhan akar dan tinggi telah terpenuhi(Davis dan Jhonson, 1987). Oleh karena ituperbedaan pertumbuhan yang terjadi padakedua jenis tengkawang ini, dapat sajadipengaruhi oleh faktor genetik dan faktorlingkungannya. Setidaknya terdapat tiga faktorlingkungan (tempat tumbuh) dan satu faktorgenetik (intern) yang sangat nyata berpengaruhterhadap pertumbuhan diameter maupun tinggi,yaitu kandungan nutrien mineral tanah,kelembaban tanah dan cahaya matahari, sertakeseimbangan sifat genetik antara pertumbuhan

Page 20: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18

12

0

10

20

30

40

50

60

70

0 10 20 30 40 50

Jum

lah

Poho

n

Kelas Diameter (cm)

Tungkul Putih

tinggi dan diameter suatu pohon (Davis danJhonson, 1987).

Selain dari segi pertumbuhannya yanglebih baik dari tengkawang tungkul merah,untuk sebaran dan jumlah pohon tengkawangtungkul putih juga lebih dominan di lokasipenelitian. Hal ini dapat terjadi mungkin karenapada kondisi awal penanaman lebih banyakditanam jenis tengkawang tungkul putih

dibandingkan dengan jenis tengkawang tungkulmerah.

Kondisi sebaran kelas diameter ini jugadapat digambarkan dari bentuk kurva, sepertiyang tersaji pada Gambar 1. Seperti yang telahdinyatakan oleh Suyana dan Abdurachman(2006; 2011) bahwa kondisi sebaran diameteryang menyerupai genta atau lonceng merupakansalah satu ciri dari hutan tanaman.

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 1. Kurva sebaran diameter tegakan tengkawang tungkul putih (S. macrophylla) dantungkul merah (S. stenoptera) di lokasi penelitian.

Figure 1. Curve of diameter distribution of tengkawang tungkul putih (S. macrophylla) andtungkul merah (S. stenoptera) in research area.

Pada Gambar 1 terlihat bahwa kurvasebaran diameter tengkawang tungkul putihmasih dapat dikatakan menyerupaigenta/lonceng, namun belum bisa dikatakannormal yang sempurna tapi masuk dalamkondisi lognormal. Pada tengkawang tungkulmerah kurva sebaran diameternya masih belumdapat dikatakan menyerupai genta/lonceng,sehingga dapat dikatakan bahwa sebarandiameternya belum normal.

Untuk itu dalam pengelolaan selanjutnyaperlu dilakukan tindakan silvikultur agar dapatmemperoleh hasil yang maksimal, baik itu daririap, buah dan regenerasi alamnya. Diharapkankondisi tegakan tengkawang pada areal bekasProyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatanini secara biometrika bentuk kurva sekitar titikpuncak dapat bergeser ke arah sebelah kanan

pada sumbu X yang menyatakan bahwa hasilproduksi yang diperoleh menjadi besar.

B. Hubungan Tinggi Pohon dan DiameterBatangKedua petak ukur yang menjadi sampel

dalam penelitian ini, memiliki kondisitopografi, tanah dan iklim yang relatif sama.Dengan komposisi jenis didominasi oleh jenistengkawang tungkul, dimana pada petak ukurpertama ditemukan sebanyak 157 pohontengkawang tungkul putih dan 7 pohontengkawang tungkul merah, sedangkan padapetak ukur kedua ditemukan sebanyak 23pohon tengkawang tungkul putih dan 40 pohontengkawang tungkul merah. Jadi jumlah totalkeseluruhan pohon tengkawang tungkul putihyang menjadi sampel berjumlah 180 pohon,

Page 21: N ni Log N ni H

Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan Diameter Setinggi Dada Pada Tegakan Tengkawang …(Asef K. Hardjana)

13

sedangkan tengkawang tungkul merahberjumlah 47 pohon.

Sebelumnya telah diketahui bahwa kondisilingkungan lokasi penelitian yang relatif sama,sehingga dalam analisa model dilakukandengan menggabungkan data dari kedua petak

ukur tersebut berdasarkan dari jenisnya. Untukitu dalam mempertegas data yang dianalisa,terlebih dahulu melakukan analisa statistikuntuk kedua variabel ini, yaitu dengan mencarinilai rataan, maksimum, mínimum danvariasinya seperti yang tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Statistik tinggi pohon dan diameter batang (dbh) pada tegakan tengkawang tungkul putih(S. macrophylla) dan tungkul merah (S. stenoptera) di lokasi penelitian.

Table 3. Statistics of height and stem diameter (dbh) of tengkawang tungkul putih (S.macrophylla) and tungkul merah (S. stenoptera) in research location).

Nomor(Number)

Peubah(Variable)

Rataan(Mean)

Maksimum(Maximum)

Minimum(Minimum)

Variasi(Variance)

1. Tungkul putihTinggi (m) 12,8176 25 4 24,3499Diameter (cm) 15,6270 42,5 7 49,6837

2. Tungkul merahTinggi (m) 10,1956 22 5 15,0942Diameter (cm) 12,4673 33 7 27,1933

Sumber: diolah dari data primer.

Hasil statistik pada Tabel 2 menunjukkanlebar rentang ukuran dari tinggi dan diameterpada kedua jenis tengkawang, nilai tersebutmemberikan indikasi adanya variasi yang besardalam tegakan tengkawang tersebut. Karenaadanya perbedaan yang cukup besar antararataan pada variabel kedua jenis tersebut,menjadikan perlunya dilakukan perlakuansilvikultur pada kondisi tegakan tengkawangtersebut.

Selanjutnya bila ditinjau dari hasil analisaregresi hubungan tinggi pohon dengan diameterbatang (dbh) untuk kedua jenis tengkawangtersebut, maka dapat dihasilkan modelpersamaan regresi seperti pada Gambar 2 dan 3.Model persamaan regresi atau allometrik yangdihasilkan dari hubungan tinggi pohon dengandiameter batang untuk kedua jenis tengkawangtersebut, adalah sebagai berikut :Ttp = -2,2697 + 1,2711d - 0,0162d2

Ttm = -0,0803 + 0,9334d - 0,0072d2

dimana :Ttp : Tinggi pohon tengkawang tunggul putih (m)Ttm : Tinggi pohon tengkawang tunggul merah (m)d : Diameter batang (dbh) (cm)

Model persamaan di atas merupakan modelyang terpilih dan terbaik dari kelima modelyang telah diuji dan di analisa. Hasil analisamodel hubungan tinggi pohon dan diameterbatang terpilih untuk kedua jenis tengkawangmenunjukan hubungan yang cukup erat atautidak berbeda nyata antara tinggi pohon dengandiameter pohon.

Persamaan hubungan kedua variabeldengan kedua jenis tengkawang mempunyainilai koefisien determinasi (R2) yang cukuptinggi dengan nilai galat baku atau standarderror (SE) yang kecil, yaitu R2 = 0,8177 dan SE= 2,1271 untuk jenis tengkawang tungkul putih,sedangkan pada tengkawang tungkul merahmemiliki R2 = 0,8759 dan SE = 1,3891.

Disamping itu bila ditinjau dari nilaikoefisien korelasi (R) antara tinggi dandiameter batang adalah 0,9043 untuktengkawang tungkul putih dan 0,9359 untuktengkawang tungkul merah. Hal inimenunjukkan bahwa hubungan antara tinggidengan diameter batang setinggi dada adalahsangat nyata, dimana lebih dari 90% keragamandiameter batang dapat menerangkan keragamantinggi pohon.

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Oktober 2013: 6-17

Page 22: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18

14

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 2. Model regresi hubungan tinggi pohon dengan diameter batang (dbh) tengkawangtungkul putih (S. macrophylla) di lokasi penelitian.

Figure 2. Regression model of the correlation between height and stem diameter (dbh) oftengkawang tungkul putih (S. macrophylla) in research location.

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 3. Model regresi hubungan tinggi pohon dengan diameter batang (dbh) tengkawangtungkul merah (S. stenoptera) di lokasi penelitian.

Figure 3. Regression model of the correlation between height and stem diameter (dbh) oftengkawang tungkul merah (S. stenoptera) in research location.

Ditinjau dari nilai galat baku (SE), keduamodel ini cukup memenuhi syarat ketelitiandengan nilai masing-masing galat baku (SE)adalah 2,13% untuk tengkawang tungkul putihdan 1,39% pada tengkawang tungkul merah.Seperti yang telah dikemukakan oleh Prodan(1965) bahwa suatu persamaan regresipendugaan yang menggunakan satu peubah

maka galat baku maksimum yang dapatditenggang adalah 20% dan apabilamenggunakan dua peubah maka tenggangnyasebesar 25%.

Untuk menguji tingkat signifikansikeeratan hubungan tinggi pohon dan diameterpohon dilakukan analisis varian (Anova),seperti yang tersaji pada Tabel 4 berikut ini.

0

5

10

15

20

25

30

0 10 20 30 40 50

Ting

gi P

ohon

(m)

Diameter Pohon (cm)

0

5

10

15

20

25

0 5 10 15 20 25 30 35

Ting

gi P

ohon

(m)

Diameter Pohon (cm)

Page 23: N ni Log N ni H

Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan Diameter Setinggi Dada Pada Tegakan Tengkawang …(Asef K. Hardjana)

15

Tabel 4. Analisis varian hubungan tinggi pohon dan diameter batang (dbh) pada tegakantengkawang tungkul putih (S. macrophylla) dan tungkul merah (S. stenoptera) di lokasipenelitian.

Table 4. Analysis of variance on the correlation between height and stem diameter (dbh) oftengkawang tungkul putih (S. macrophylla) and tungkul merah (S. stenoptera) in researchlocation.

Variabel(Variable)

Derajat Bebas(Degree of Freedom)

Jumlah Kuadrat(Sum of Square)

Rataan Kuadrat(Mean of Square) Fhit Ftab

95%Tengkawang Tungkul Putih Regresi 2 3633.835 1816.918 401.5518 6.8888 Sisa 179 809.9285 4.52474 Jumlah 181 4443.764

Tengkawang Tungkul Merah Regresi 2 599.0535 299.5267 155.2245 1.1666 Sisa 44 84.90395 1.929635 Jumlah 46 683.9574

Sumber: diolah dari data primer.

Hasil analisis varians dari kedua jenistengkawang menunjukkan bahwa besarnya nilaiF hitung lebih besar dari F tabel 95% yangmengindikasikan bahwa keduanya memilikihubungan yang sangat signifikan, dimanadengan bertambahnya diameter akanberpengaruh juga terhadap pertumbuhan daritinggi pohon tersebut. Dengan demikian,diharapkan kedepannya model persamaanalometrik ini dapat membantu para praktisikehutanan dalam menghitung potensi tegakantengkawang dalam suatu unit tanaman hutan,tanpa kesulitan lagi untuk mengukur tinggipohon dari tegakan tengkawang tersebut.

C. Hubungan Diameter Tajuk danDiameter BatangModel regresi yang digunakan untuk

hubungan diameter tajuk dan diameter batang(dbh) pada kedua jenis tengkawang adalah tiperegresi power, seperti yang tersaji pada Gambar4 dan 5 berikut ini. Model persamaan regresiatau allometrik yang dihasilkan dari hubungandiameter tajuk dengan diameter batang untukkedua jenis tengkawang tersebut, adalahsebagai berikut :DTtp = 0,7174 + 0,4360d – 0,0045d2

DTtm = 3.3287d0.2327

dimana :

DTtp : Diameter tajuk tengkawang tunggulputih (m)

DTtm : Diameter tajuk tengkawang tunggulmerah (m)

d : Diameter batang (dbh) (cm)

Dari Gambar 4 dan 5 menunjukan bahwaanalisa regresi hubungan antara diameter tajukdan diameter batang pada kedua jenistengkawang menunjukan hubungan yang cukuperat atau tidak berbeda nyata. Persamaanhubungan kedua variabel dengan kedua jenistengkawang mempunyai nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0,5172 untuktengkawang tungkul putih dan 0,0658 padatengkawang tungkul merah.

Selain itu tingkat ketelitian dari hubunganantara diameter tajuk dan diameter batang darikedua model persamaan regresi tersebut, dapatjuga ditinjau dari nilai galat baku atau standarderror (SE), dimana masing-masing sebesar1,7739 (1,77%) untuk tengkawang tungkulputih dan 0,322 (0,32%) pada tengkawangtungkul merah. Nilai galat baku (SE) tersebutdapat dikatakan bahwa kedua persamaan regresiyang diperoleh cukup memenuhi syaratketelitian.

Walaupun bila ditinjau dari nilai koefisienkorelasi (R) antara diameter tajuk dan diameterbatang pada kedua model tersebut memilikiperbedaan yang cukup signifikan, yaitu 0,7192

Page 24: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18

16

untuk tengkawang tungkul putih dan 0,256 untuk tengkawang tungkul merah.

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 4. Model regresi hubungan diameter tajuk dengan diameter batang (dbh) tengkawangtungkul putih (S. macrophylla) di lokasi penelitian.

Figure 4. Regression model of the correlation between crown diameter and stem diameter (dbh)of tengkawang tungkul putih (S. macrophylla) in research location.

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 5. Model regresi hubungan diameter tajuk dengan diameter batang (dbh) tengkawangtungkul merah (S. stenoptera) di lokasi penelitian.

Figure 5. Regression model of the correlation between crown diameter and stem diameter (dbh)of tengkawang tungkul putih (S. stenoptera) in research location.

Hal ini tetap menunjukkan bahwahubungan antara diameter tajuk dengandiameter batang setinggi dada adalah nyata,dimana lebih dari 25% dan 70% keragaman

diameter batang dapat menerangkan keragamandiameter tajuk. Hal ini mengindikasikan bahwadi setiap unit hutan tanaman tengkawangtungkul (Shorea spp.), keragaman diameter

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 10 20 30 40 50

Diam

eter

Taj

uk (

m)

Diameter Pohon (cm)

0

2

4

6

8

10

12

0 5 10 15 20 25 30 35

Diam

eter

Taj

uk (

m)

Diameter Pohon (cm)

Page 25: N ni Log N ni H

Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan Diameter Setinggi Dada Pada Tegakan Tengkawang …(Asef K. Hardjana)

17

tajuk pohon dapat diterangkan oleh keragamandiameter batangnya.

Untuk menguji tingkat signifikansikeeratan hubungan diameter tajuk dan diameterbatang dilakukan analisis varian (Anova),seperti yang tersaji pada Tabel 5 berikut ini.

Hasil analisis varian dari kedua jenistengkawang menunjukkan bahwa besarnya nilaiF hitung lebih besar dari F tabel 95% yangmengindikasikan bahwa keduanya memilikihubungan yang signifikan, dimana denganbertambahnya diameter akan berpengaruh jugaterhadap pertumbuhan dari tajuk pada pohontersebut. Seperti yang telah dilaporkan oleh

Sumarna (2008) menyebutkan bahwa padapohon induk gaharu hasil uji Anova dan hasiluji beda antar kelas diameter batang denganluas tajuk mempunyai saling keterkaitan yangsignifikan diantara keduanya dan berpengaruhterhadap potensi permudaan alam. Dengandemikian, diharapkan model persamaanalometrik ini dapat membantu para praktisikehutanan dalam memprediksi produksi buahpada setiap tegakan tengkawang dalam satuanunit hutan tanaman, tanpa mengalami kesulitanlagi untuk mengukur luas atau diameter daritajuk tegakan tersebut.

Tabel 5. Analisis varian hubungan diameter tajuk dan diameter batang (dbh) pada tegakantengkawang tungkul putih (S. macrophylla) dan tungkul merah (S. stenoptera) di lokasipenelitian.

Table 5. Analysis of variance on the correlation between crown diameter and stem diameter (dbh)of tengkawang tungkul putih (S. macrophylla) and tungkul merah (S. stenoptera) inresearch area.

Variabel(Variable)

Derajat Bebas (Degreeof Freedom)

Jumlah Kuadrat(Sum of Square)

Rataan Kuadrat(Mean of Square) Fhit Ftab

95%Tungkul Putih Regresi 2 603.5894 301.7947 95.90314 4.9222 Sisa 179 563.2897 3.14687 Jumlah 181 1166.879

Tungkul Merah Regresi 1 0.328 0.328 3.169 0.082 Sisa 45 4.654 0.103 Jumlah 46 4.982

Sumber: diolah dari data primer.

IV. KESIMPULANModel persamaan regresi yang dapat

dipergunakan untuk menduga tinggi pohon padakedua jenis tengkawang adalah Ttp = -2,2697 +1,2711d - 0,0162d2 untuk jenis tengkawangtungkul putih dan Ttm = -0,0803 + 0,9334d -0,0072d2 untuk jenis tengkawang tungkulmerah. Sedangkan model persamaan regresiyang dapat dipergunakan untuk mendugadiameter tajuk pada kedua jenis tengkawangadalah DTtp = 0,7174 + 0,4360d – 0,0045d2

untuk jenis tengkawang tungkul putih dan DTtm= 3.3287d0.2327 untuk jenis tengkawang tungkulmerah. Adanya hubungan yang erat atau salingsignifikan antara tinggi pohon dan diameter

tajuk dengan diameter pohon (dbh), makadalam kegiatan inventarisasi hutan tanamantengkawang (Shorea spp) seperti pengukurantinggi dan diameter tajuk dapat dieliminirdengan hanya mengukur diameter pohonsetinggi dada (dbh).

DAFTAR PUSTAKABPS Kab. Sanggau. 2010. Kabupaten Sanggau Dalam

Angka 2010. Badan Pusat Statistik KabupatenSanggau.

Buba, T. 2012. Prediction Equations for Estimating TreeHeight, Crown Diameter, Crown Height and CrownRatio of Parkia biglobosa in The Nigerian GuineaSavanna. African Journal of Agricultural ResearchVol.7 No.49, Hal.6541-6543, 27 Desember 2012.

Page 26: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 7-18

18

Davis, L.S and K. N. Jhonson. 1987. Forest Management.Mc Graw-Hill Book Company. New York.

Huang, S., D. Price and S. J. Titus. 2000. Development ofEcoregion-Based Height-Diameter Models forWhite Spruce in Boreal Forests. Forest Ecology andManagement Vol.129, Hal.125-141.

Husch, B., C. I. Miller and T. W. Beers. 1972. ForestMensuration. Second Edition. The Ronald PressCompany. New York.

Prodan, M. 1965. Forest Biometric. Perganon. Oxford-London.

Siswanto, B.E. dan R. Imanuddin. 2008. ModelPendugaan Isi Pohon Agathis loranthifolia Salisb diKesatuan Pemangkuan Hutan Kedu Selatan, JawaTengah. Jurnal Penelitian Hutan dan KonservasiAlam Vol.V No.5 Hal.485-496, 2008. Bogor.

Sonmez, T. 2009. Diameter at Breast Height - CrownDiameter Prediction Models for Picea orientalis.African Journal of Agri5cultural Research Vol.4No.3, Hal.215-219, March 2009.

Sumarna, Y. 2008. Pengaruh diameter dan luas tajukpohon induk terhadap potensi permudaan alamtingkat semai tumbuhan penghasil gaharu jeniskaras (Aquilaria malaccensis Lamk). JurnalPenelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol.V No.1Hal.21-27, 2008. Bogor.

Suyana, A. dan Abdurachman. 2006. Kondisi tegakanShorea leprosula Miq. umur 13 tahun pada berbagaijarak tanam di KHDTK Sebulu, Kabupaten KutaiKartanegara, Kalimantan Timur. Prosiding SeminarBersama Hasil-hasil Penelitian. Balai LitbangKehutanan Kalimantan. Balitbang Hutan Tanaman,Loka Litbang Satwa Primata. Samarinda.

Suyana, A. dan Abdurachman. 2011. Kondisi tegakanmeranti tembaga (Shorea leprosula Miq.) dikawasan bekas kebakaran Samboja, KalimantanTimur. Junal Penelitian Dipterokarpa Vol.5 No.1,Juni 2011. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.Samarinda.

Winarni I., E.S. Sumadiwangsa dan D. Setyawan 2005.Beberapa Catatan Pohon Penghasil Biji. Info HasilHutan Vol. 11 No.1. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.

Page 27: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28ISSN: 1978-8746

19

KAJIAN PELAKSANAAN PELELANGAN KAYU MERANTI DI KALIMANTAN TIMURStudy onThe Implementation of Meranti Wood Auction in East Kalimantan

Catur Budi Wiati 1)

1) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: [email protected]

Diterima 1 Mei 2012, direvisi 20 Mei 2013, disetujui 27 Mei 2013

ABSTRACT

The policy of wood auction including meranti had been changed many times from SK Menhut No. 319/Kpts-II/1997successively to be Permenhut No. P.02/Menhut-II/2005, and the last Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006, is expectedto accelerate the process of wood auction. This article has an aim to know the implementation of meranti wood auctionin East Kalimantan after the guideline for the implementation of wood auction has been changed and at the same timeto know its existing problems. Results of research show that government got income approximately Rp 35 billion in year2006 and Rp 17 billion in year 2007 from wood auction including meranti in Kantor Pelayanan Kekayaan Negara danLelang (KPKNL) Samarinda/State Property and Auction Office of Samarinda. This value not included value of goodsauction for non wood such as motor ship and truck. However the implementation of wood auction in East Kalimantanstill does not operate maximally because of lack of funding to handling illegal logging, the limited amount of PenyidikPegawai Negeri Sipil (PPNS) in forestry institution and weak of coordination between institutions related to handlingmanagement of wood auction.

Keywords: wood auction, meranti, policy change, forestry institution

ABSTRAK

Kebijakan pelelangan kayu termasuk kayu meranti telah mengalami beberapa kali perubahan dari SK Menhut No.319/Kpts-II/1997 direvisi menjadi Permenhut No. P.02/Menhut-II/2005, dan yang terakhir menjadi Permenhut No.P.48/Menhut-II/2006, dengan harapan dapat mempercepat proses pelelangan kayu. Artikel ini bertujuan untukmengetahui pelaksanaan pelelangan kayu meranti di Kalimantan Timur sekaligus untuk mengetahui permasalahan yangada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah memperoleh pendapatan sekitar Rp 35 milyar pada tahun 2006dan Rp 17 milyar pada tahun 2007 dari hasil pelelangan kayu termasuk meranti di KPKNL Samarinda. Nilai ini tidaktermasuk nilai lelang barang-barang bukan kayu seperti kapal motor dan truk. Namun demikian pelaksanaanpelelangan kayu di Kalimantan Timur masih tidak berjalan maksimal karena ketiadaan pendanaan untuk menanganimasalah illegal logging, terbatasnya jumlah PPNS di institusi kehutanan dan lemahnya koordinasi antar institusi yangmenangani pelelangan kayu.

Kata kunci: pelelangan kayu, meranti, perubahan kebijakan, dinas kehutanan

I. PENDAHULUANProduksi kayu hutan alam Kalimantan

Timur yang umumnya didominasi jenisdipterokarpa merupakan penyumbang terbesardari total produksi kayu hutan alam Indonesia.Data dari Departemen Kehutanan (2007)melaporkan bahwa total produksi kayu bulatIndonesia asal hutan alam tahun 2006 adalah5.586.722 m3, sekitar 1.987.444 m3 berasal dari

Kalimantan Timur. Namun demikian,penebangan kayu ilegal (ilegal logging) yangterjadi di Kalimantan Timur juga cukup besar.Data dari Kotijah (2006) melaporkanbahwakasus terkait ilegal logging yang ditanganiKepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Timursepanjang tahun 2004 terjadi sekitar 103 kasus,tahun 2005 terjadi 237 kasus dan tahun 2006terjadi 45 kasus. Tahun 2007 jumlah tersebut

Page 28: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

20

kembali meningkat menjadi 432 kasus(Elshinta, 2008). Jumlah ini menunjukkanbahwa potensi kerugian negara akibat ilegallogging cukup besar, terlebih jika kayu hasilpenangkapan tidak segera dilakukan pelelangan.

Untuk tujuan mempercepat prosespelaksanaan pelelangan kayu demimengamankan barang bukti dan menjaga hak-hak negara dari kerugian akibat pencurian,kerusakan, penyusutan dan penurunan kualitaskarena penyimpanan dalam waktu yang lama,pemerintah telah melakukan perubahankebijakan pelaksanaan pelelangan kayu dari SKMenhut No.319/Kpts-II/1997 menjadiPermenhut No.P.02/Menhut-II/2005, danterakhir direvisi menjadi PermenhutP.48/Menhut-II/2006.

Beberapa perubahan mendasar yangdilakukan diantaranya adalah penguranganjumlah peserta lelang, pembentukan panitialelang di instansi kehutanan serta penggunaanSurat Angkutan Lelang (SAL) sebagai dokumenangkut. Bila dicermati, perubahan kebijakantersebut tidak hanya bermaksud untukmempercepat proses pelaksanaan pelelangandengan menyederhanakan aturan pelelangantetapi juga membuka peluang keterlibataninstansi di luar Kantor Pelayanan KekayaanNegara dan Lelang (KPKNL) dalam prosespelaksanaannya.

Penyederhanaan aturan pelaksanaanpelelangan maupun pelibatan instansi di luar

KPKNL belum dapat dipastikan akanmeningkatkan jumlah proses lelang maupunvolume kayu yang dilelang. Kurang siapnyainstansi di luar KPKNL untuk bekerja dalammasalah pelaksanaan pelelangan kayu,lemahnya koordinasi antar instansi yangterlibat, dan minimnya pendanaan seringkalimenjadi penyebab pelaksanaan pelelangan kayutidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan.Dampaknya negara akan mengalami kerugianakibat hilangnya nilai ekonomis dari hasil hutantemuan, sitaan atau rampasan.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahuipelaksanaan pelelangan kayu di KalimantanTimur sekaligus untuk mengetahuipermasalahan yang dihadapi.

II. METODOLOGI PENELITIANPerubahan kebijakan pelaksanaan

pelelangan kayu yang dilakukan pemerintahbertujuan untuk mengurangi potensi kerugiannegara akibat proses pelelangan yangsebelumnya sangat memakan waktu. Namundemikian, seringkali permasalahan tidak sajaterletak pada kesalahan substansi kebijakan,tetapi juga pada pelaksanaan kebijakan tersebut.Ketidaksiapan instansi yang melaksanakan,lemahnya koordinasi antar instansi danminimnya dana seringkali menjadi kendalasuatu kebijakan untuk dijalankan.

Sumber : Diolah penulis untuk memperjelas kerangka pemikiran penelitian

Gambar 1. Alur Pikir PenelitianFigure 1. Research Framework

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

20

kembali meningkat menjadi 432 kasus(Elshinta, 2008). Jumlah ini menunjukkanbahwa potensi kerugian negara akibat ilegallogging cukup besar, terlebih jika kayu hasilpenangkapan tidak segera dilakukan pelelangan.

Untuk tujuan mempercepat prosespelaksanaan pelelangan kayu demimengamankan barang bukti dan menjaga hak-hak negara dari kerugian akibat pencurian,kerusakan, penyusutan dan penurunan kualitaskarena penyimpanan dalam waktu yang lama,pemerintah telah melakukan perubahankebijakan pelaksanaan pelelangan kayu dari SKMenhut No.319/Kpts-II/1997 menjadiPermenhut No.P.02/Menhut-II/2005, danterakhir direvisi menjadi PermenhutP.48/Menhut-II/2006.

Beberapa perubahan mendasar yangdilakukan diantaranya adalah penguranganjumlah peserta lelang, pembentukan panitialelang di instansi kehutanan serta penggunaanSurat Angkutan Lelang (SAL) sebagai dokumenangkut. Bila dicermati, perubahan kebijakantersebut tidak hanya bermaksud untukmempercepat proses pelaksanaan pelelangandengan menyederhanakan aturan pelelangantetapi juga membuka peluang keterlibataninstansi di luar Kantor Pelayanan KekayaanNegara dan Lelang (KPKNL) dalam prosespelaksanaannya.

Penyederhanaan aturan pelaksanaanpelelangan maupun pelibatan instansi di luar

KPKNL belum dapat dipastikan akanmeningkatkan jumlah proses lelang maupunvolume kayu yang dilelang. Kurang siapnyainstansi di luar KPKNL untuk bekerja dalammasalah pelaksanaan pelelangan kayu,lemahnya koordinasi antar instansi yangterlibat, dan minimnya pendanaan seringkalimenjadi penyebab pelaksanaan pelelangan kayutidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan.Dampaknya negara akan mengalami kerugianakibat hilangnya nilai ekonomis dari hasil hutantemuan, sitaan atau rampasan.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahuipelaksanaan pelelangan kayu di KalimantanTimur sekaligus untuk mengetahuipermasalahan yang dihadapi.

II. METODOLOGI PENELITIANPerubahan kebijakan pelaksanaan

pelelangan kayu yang dilakukan pemerintahbertujuan untuk mengurangi potensi kerugiannegara akibat proses pelelangan yangsebelumnya sangat memakan waktu. Namundemikian, seringkali permasalahan tidak sajaterletak pada kesalahan substansi kebijakan,tetapi juga pada pelaksanaan kebijakan tersebut.Ketidaksiapan instansi yang melaksanakan,lemahnya koordinasi antar instansi danminimnya dana seringkali menjadi kendalasuatu kebijakan untuk dijalankan.

Sumber : Diolah penulis untuk memperjelas kerangka pemikiran penelitian

Gambar 1. Alur Pikir PenelitianFigure 1. Research Framework

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

20

kembali meningkat menjadi 432 kasus(Elshinta, 2008). Jumlah ini menunjukkanbahwa potensi kerugian negara akibat ilegallogging cukup besar, terlebih jika kayu hasilpenangkapan tidak segera dilakukan pelelangan.

Untuk tujuan mempercepat prosespelaksanaan pelelangan kayu demimengamankan barang bukti dan menjaga hak-hak negara dari kerugian akibat pencurian,kerusakan, penyusutan dan penurunan kualitaskarena penyimpanan dalam waktu yang lama,pemerintah telah melakukan perubahankebijakan pelaksanaan pelelangan kayu dari SKMenhut No.319/Kpts-II/1997 menjadiPermenhut No.P.02/Menhut-II/2005, danterakhir direvisi menjadi PermenhutP.48/Menhut-II/2006.

Beberapa perubahan mendasar yangdilakukan diantaranya adalah penguranganjumlah peserta lelang, pembentukan panitialelang di instansi kehutanan serta penggunaanSurat Angkutan Lelang (SAL) sebagai dokumenangkut. Bila dicermati, perubahan kebijakantersebut tidak hanya bermaksud untukmempercepat proses pelaksanaan pelelangandengan menyederhanakan aturan pelelangantetapi juga membuka peluang keterlibataninstansi di luar Kantor Pelayanan KekayaanNegara dan Lelang (KPKNL) dalam prosespelaksanaannya.

Penyederhanaan aturan pelaksanaanpelelangan maupun pelibatan instansi di luar

KPKNL belum dapat dipastikan akanmeningkatkan jumlah proses lelang maupunvolume kayu yang dilelang. Kurang siapnyainstansi di luar KPKNL untuk bekerja dalammasalah pelaksanaan pelelangan kayu,lemahnya koordinasi antar instansi yangterlibat, dan minimnya pendanaan seringkalimenjadi penyebab pelaksanaan pelelangan kayutidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan.Dampaknya negara akan mengalami kerugianakibat hilangnya nilai ekonomis dari hasil hutantemuan, sitaan atau rampasan.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahuipelaksanaan pelelangan kayu di KalimantanTimur sekaligus untuk mengetahuipermasalahan yang dihadapi.

II. METODOLOGI PENELITIANPerubahan kebijakan pelaksanaan

pelelangan kayu yang dilakukan pemerintahbertujuan untuk mengurangi potensi kerugiannegara akibat proses pelelangan yangsebelumnya sangat memakan waktu. Namundemikian, seringkali permasalahan tidak sajaterletak pada kesalahan substansi kebijakan,tetapi juga pada pelaksanaan kebijakan tersebut.Ketidaksiapan instansi yang melaksanakan,lemahnya koordinasi antar instansi danminimnya dana seringkali menjadi kendalasuatu kebijakan untuk dijalankan.

Sumber : Diolah penulis untuk memperjelas kerangka pemikiran penelitian

Gambar 1. Alur Pikir PenelitianFigure 1. Research Framework

Page 29: N ni Log N ni H

Kajian Pelaksanaan Pelelangan Kayu Meranti Di Kalimantan Timur …(Catur Budi Wiati)

21

Tabel 1. Matriks Jenis dan Uraian Data, Metoda Pengumpulan dan Analisis DataTable 1. Matrix of Type and Data Description, Data Gathering and Data Analysis Method

Nomor(Number)

Jenis dan Uraian Data(Type and Data Description)

Metoda Pengumpulan Data(Data Gathering Method)

Metoda Analisis Data(Data Analysis Method)

I. DATA PRIMER1. Pelaksanaan pelelangan kayu di

Kalimantan Timur:- Alur proses pelaksanaan pelelangan- Peran masing-masing instansi

pemerintah yang terlibat

Observasi, wawancaradan studi literatur

Reduksi data, penyajiandata, dan penarikankesimpulan secara kualitatif

2. Permasalahan dalam pelaksanaanpelelangan kayu di Kalimantan Timur:- Sumberdaya manusia- Pembiayaan- Koordinasi antar instansi

Wawancara dan studiliteratur

Reduksi data, penyajiandata, dan penarikankesimpulan secara kualitatif

II. DATA SEKUNDER1. Data terkait aturan perundangan

pelaksanaan pelelanganStudi literatur Reduksi data, penyajian

data, dan penarikankesimpulan secara kualitatif

2. Dokumen-dokumen resmi dari instansiterkait tentang kegiatan pelelangankayu di Kalimantan Timur

Studi literatur Reduksi data, penyajiandata, dan penarikankesimpulan secara kualitatif

3. Hasil penelitian dan publikasi laintentang pelelangan kayu di KalimantanTimur

Studi literatur Reduksi data, penyajiandata, dan penarikankesimpulan secara kualitatif

Sumber : Diolah penulis untuk memperjelas jenis, metoda pengumpulan dan analisis data

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Kebijakan Penatausahaan Kayu Lelang

dan PerubahannyaKebijakan pelaksanaan pelelangan kayu

sebelumnya diatur oleh SK Menhut No.319/Kpts-II/1997 tentang Petunjuk PelaksanaanKeputusan Bersama Menteri Keuangan,Menteri Kehutanan, Jaksa Agung RepublikIndonesia dan Kepala Kepolisian RepublikIndonesia No. 51/KMM.01/1997, No. 72/Kpts-VI/1997, Kep. 010/JA/2/1997, No. Pol.Kep/01/I/1997 tentang Lelang Kayu Temuan,Sitaan dan Rampasan atas Jenis Kayu selainRimba Campuran.Kebijakan ini kemudiandiganti menjadi Permenhut No.P.02/Menhut-II/2005 tentang Petunjuk PelaksanaanPelelangan terhadap Hasil Hutan Temuan,Sitaan dan Rampasan. Hanya berselang sekitar1,5 tahun sejak diberlakukan, PermenhutNo.P.02/Menhut-II/2005 kemudian direvisi

kembali dengan Permenhut P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan danRampasan.

Beberapa perubahan mendasar yang diaturdalam Permenhut P.48/Menhut-II/2006 antaralain adalah:

1. Pembatasan kubikasi jumlah kayu lelangyaitu maksimal 100 m3 untuk peserta lelangperorangan dan minimal 100 m3 untukpeserta lelang berupa badan usaha.

2. Untuk hasil hutan sitaan, proses pelelangantetap berjalan meski tidak mendapatpersetujuan atau tidak disaksikan olehpihak tersangka dan kuasa hukumnya.

3. Atas persetujuan Gubernur danBupati/Walikota, membentuk panitialelang di instansi yang menangani bidangkehutanan.

Page 30: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

22

4. Perubahan istilah harga dasar lelangmenjadi harga limit lelang, dimana hargalimit lelang tidak hanya berdasarkankewajaran harga penawaran peserta lelangtetapi juga berdasarkan wilayah atau lokasidimana hasil hutan akan dilelang;

5. Perubahan istilah biaya pengganti menjadibiaya persiapan lelang dan dijabarkan lebihdetil misalkan untuk biaya-biaya rapat,biaya pemasangan pengumuman dan lain-lain.

6. Pemanfaatan biaya honor bagi pihak-pihakyang berjasa sebesar 25% dari biayapersiapan lelang diserahkan kepadainstansi pemohon lelang.

7. Penggunaan Surat Angkutan Lelang (SAL)untuk pengangkutan kayu hasil lelang.Sedangkan beberapa perubahan mendasar

yang diatur dalam Permenhut P.47/Menhut-II/2009 antara lain adalah:1. Perubahan jumlah peserta lelang, menjadi

hanya 2 (dua) peserta yang berasal dariperorangan dan Badan Usaha Milik Negaraatau swasta.

2. Perubahan nama instansi pemerintah yangkhusus menangani lelang dari KantorPelayanan Piutang dan Lelang Negara(KP2LN) menjadi Kantor PelayananKekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

3. Perubahan nilai jaminan uang penawaranlelang menjadi paling sedikit 20% danpaling banyak50% dari harga limit yangditetapkan.

4. Pengenaan Provisi Sumber Daya Hutan(PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) kepadapemenang lelang terhadap hasil hutan yangdilelang.Bila dicermati perubahan kebijakan

pelaksanaan pelelangan kayu tidak hanyadilakukan pada penyederhanaan aturan lelangtetapi juga dengan memperbanyak pelibataninstansi daerah dalam proses pelaksanaannya.Ini dapat dilihat dari pemberian kewenangankepada instansi yang menangani kehutananuntuk membentuk panitia lelang sertamembentuk suatu tim yang melibatkan pihakKejaksaan dan Kepolisian untuk melakukanpemantauan atau monitoring lelang.

B. Alur Proses Pelaksanaan Lelang KayuAlur kegiatan pelelangan sesuai Permenhut

No. P.48/Menhut-II/2006 dimulai dari pemohonlelang yang mengajukan permohonan lelangkepada Kepala KPKNL setempat. Pengajuanpermohonan berisi informasi berupa: (a) Jumlahbatang/keping/bundel, jenis, dan volume hasilhutan kayu dan atau bukan kayu yang akandilelang; (b) Harga limit lelang; dan (c) Biayapersiapan lelang. Setelah permohonan disetujuioleh KPKNL maka pemohon lelang harusmembentuk panitia lelang atas persetujuanGubernur/Bupati/Walikota.

Panitia lelang bertugas membantu dalamproses penilaian administrasi dan penentuanpemenang lelang sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Sebelum pelelangan dilakukan,pemohon lelang mengumumkan pelelangankepada masyarakat melalui media massa cetakdan atau media elektronik yang dapatmenjangkau masyarakat luas.

Pihak-pihak yang dapat menjadi pemohonlelang tergantung status hasil hutan yang akandilelang yaitu:

1. Kepala instansi kehutanan apabila obyeklelang hasil hutan berstatus temuan.

2. Penyidik apabila obyek lelang hasil hutanberstatus sitaan dan kasus dalam prosespenyidikan, atau Penuntut Umum apabilaberkas penyidikan telah berada di PenuntutUmum.

3. Kepala Kejaksaan Negeri apabila obyeklelang hasil hutan berstatus rampasan.Permenhut Nomor P.02/Menhut-II/2005

mendifinisikan bahwa hasil hutan temuanadalah hasil hutan yang berdasarkanpemeriksaan ditemukan di dalam dan ataudiluar hutan yang tidak diketahui identitaspemiliknya atau yang menguasai ataupengangkutannya, baik nama maupunalamatnya. Hasil hutan sitaan adalah hasil hutanyang disita berdasarkan hukum acara pidanasebagai barang bukti dalam perkara pidana,sedangkan hasil hutan rampasan adalah hasilhutan yang dirampas untuk negara berdasarkanputusan pengadilan yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap.

Page 31: N ni Log N ni H

Kajian Pelaksanaan Pelelangan Kayu Meranti Di Kalimantan Timur …(Catur Budi Wiati)

23

Permohonanlelangke KPKNL Lelang

Temuan

Sitaan

Rampasan

S A L

Kehutanan

Penyidik

PenuntutUmum

KejaksaanNegeri

Gubernur/ Bupati/Walikota

PanitiaLelang

PanitiaLelang

PanitiaLelang

PanitiaLelang

Sumber : Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006, diolah

Gambar 2. Alur Proses Lelang KayuFigure 2. The Path of Process of Wood Auction

Apabila pelelangan tidak mencapai hargadasar lelang ataupun peserta lelang tidakmencapai batas minimal 3 (tiga) peserta, makapelelangan diulang sampai 3 (tiga) kali. Apabilapelelangan sudah diulang sampai 3 (tiga) kalinamun pelelangan tetap tidak mungkindilaksanakan sedangkan hasil hutan tersebutmasih mempunyai nilai ekonomis, makapembelinya ditunjuk langsung oleh MenteriKehutanan.

Namun apabila hasil hutan tersebut tidakmempunyai nilai ekonomis dan tidak adapembeli yang bersedia untuk membeli,sementara hasil hutan tersebut masih dapatdimanfaatkan, maka Permenhut NomorP.48/Menhut-II/2006 mengatur pemanfaatannyayaitu: (a) Diserahkan untuk Badan Sosial olehGubernur Propinsi setempat setelah adapersetujuan Menteri Kehutanan, atau; (b)Diserahkan Menteri Kehutanan kepadaGubernur Propinsi di propinsi lain yangmembutuhkan dan bersifat mendesak akibatbencana alam dan Gubernur yang bersangkutanmengajukan permohonan kepada MenteriKehutanan.

Selanjutnya penyerahan hasil hutan temuanatau rampasan diberitahukan kepada MenteriKeuangan dan uang hasil lelang hasil hutanlangsung disetorkan ke kas negara olehpemohon lelang dalam waktu paling lambat 7(tujuh) hari kerja setelah selesai pelelangan.

C. Permasalahan dalam PelaksanaanPelelangan Kayu di Kalimantan TimurMenurut dokumen pelaksanaan lelang kayu

hasil ilegal logging yang diperoleh di KPKNLSamarinda, dilaporkan bahwa sepanjang tahun2006 KPKNL Samarinda telah melaksanakan29 lelang, sedang pada tahun 2007 sebanyak 31lelang. Sumber yang sama juga mengemukakanbahwa dari hasil pelaksanaan lelang, sekitar Rp35 milyar pada tahun 2006 dan Rp 17 milyarpada tahun 2007 kekayaan negara berupa hasilhutan kayu telah diselamatkan.

Sayangnya dokumen tersebut tidak dapatmenjelaskan apakah hasil hutan kayu yangdilelang berupa kayu bulat atau kayu olahan.Dokumen lelang umumnya hanyamenyampaikan jenis dan volume kayu,

Page 32: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

24

Bentuk panitia lelangPelaporanPendaftaranPemohon lelang

Hasil HutanTemuanDinas KehutananKab/Kota

Panitia LelangKP2LN Peserta Lelang

Pengumuman LelangPelelangan

Pemenang LelangSAL Tujuan

Tugas:- melakukan persiapan lelang- membantu proses penilaianadministrasi dan penentuanpemenang lelang

Hasil Hutan Lelang

misalnya kayu berbagai ukuran kelompokmeranti sebanyak 6.022 potong.

Hal penting lain adalah barang lelang yangdilaporkan dalam dokumen lelang bukan hanyaberupa kayu tetapi juga dapat menyebutkan

barang lelang bukan kayu seperti truck dankapal motor.

Karena itu kerugian negara akibat ilegallogging sebenarnya lebih kecil dari nilai yangdilaporkan.

Sumber : Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006, diolah

Gambar 3. Alur Proses Lelang Kayu Hasil Hutan TemuanFigure 3. The Path of Process of Wood Auction from Finding Result

Tabel 2. Data Pelelangan Kayu di KPKNL SamarindaTable 2. Wood Auction Data in KPKNL Samarinda

Pemohon Lelang(Auction

applicant)

2006 2007JumlahLelang

(Amountof

Auction)

VolumeLelang

(AuctionVolume)*

(m3)

Hasil Lelang(Result ofAuction)

JumlahLelang

(Amountof

Auction)

VolumeLelang

(AuctionVolume)* (m3)

Hasil Lelang(Result ofAuction)

Kehutanan 7 481,300.37 15,233,090,404.70 7 6,717.35 3,505,856,739.28Kepolisian 12 12,316.50 13,460,250,621.64 16 242,147.02 6,671,445,819.57Kejaksaan Negeri 10 6,122.94 6,157,882,725.80 8 13,234.15 6,495,715,123.45Total 29 499,739.82 34,851,223,752.14 31 262,098.52 16,673,017,682.30

*) data tidak termasuk barang lelang bukan kayuSumber : diolah dari data primer

Page 33: N ni Log N ni H

Kajian Pelaksanaan Pelelangan Kayu Meranti Di Kalimantan Timur …(Catur Budi Wiati)

25

Data salah satu contoh dokumen kutipanrisalah lelang dari KPKNL Samarinda jugamenunjukkan bahwa pemenang lelang kayu diKalimantan Timur tidak hanya berasal dariKalimantan Timur tetapi juga Surabaya. Hal inimenunjukkan bahwa pelelangan kayu diKalimantan Timur tidak menemukan kendaladalam mencari peminat lelang seperti yangterjadi di Kabupaten Barito Utara, KalimantanTengah yang pernah memiliki hanya satupeserta lelang dalam pelaksanaan pelelangankayu (Syahadat dan Prahasto, 2005). PadahalKabupaten Barito Utara merupakan salah satudaerah di Kalimantan Tengah yang terbanyakmelakukan pelelangan kayu selain Sampit(Kabupaten Kotawaringin Timur dan Pangkalanbun(Kabupaten Kotawaringin Barat), dimana untuk satukali pelelangan jumlahnya dapat mencapai 3.000 m3

(Tempo Interaktif, 2005).Hal penting yang dapat dicermati adalah

meskipun Dinas Kehutanan Propinsi/Kabupaten/ Kota telah memiliki kewenanganuntuk membentuk panitia lelang, namun daridata di KPKNL Samarinda pelaksanaanpelelangan kayu di Kalimantan Timur masihlebih banyak dilakukan oleh pihak di luarkehutanan. Menurut data tersebut, beberapapihak dari instansi kehutanan yang menjadipemohon lelang diantaranya adalah DinasKehutanan Propinsi Kalimantan Timur, DinasKehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara, DinasKehutanan Kabupaten Kutai Barat, DinasKehutanan Kabupaten Kutai Timur dan BalaiKonservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)Kalimantan Timur.

Berdasarkan hasil penelitian diperolehinformasi bahwa secara umum kurangmaksimalnya instansi kehutanan di daerahdalam pelaksanaan lelang hasil hutan temuanmaupun sitaan dikarenakan kurangnya danapenanganan illegal logging. Dana penangananillegal logging akan berpengaruh besar terhadappelaksanaan lelang. Hal ini dapat diartikanbahwa jika pemerintah mengalokasikan cukupdana guna penanganan illegal logging makaakan banyak hasil hutan temuan dan sitaan yangdapat dilelang. Responden dari DinasKehutanan Kabupaten Kutai Kertanegaramengemukakan bahwa pada tahun 2005

instansinya sama sekali tidak menangani lelang,dikarenakan pada tahun tersebut pemerintahdaerahnya tidak mengalokasikan dana untukpenanganan ilegal logging. Namun ketika tahun2006 pemerintah setempat mengalokasikandana penanganan ilegal logging sebesar Rp 800juta, Dinas Kehutanan Kabupaten KutaiKertanegara dapat menyumbang pemasukannegara sebesar Rp 2 milyar dari hasil lelang.

Selain permasalahan dana, penyebabkurang maksimalnya pelaksanaan pelelanganoleh instansi kehutanan adalah keterbatasanjumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).Jumlah PPNS yang bekerja di instansikehutanan di Kalimantan Timur sangat terbatas.Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kertanegaramisalnya, saat penelitian ini dilakukan, hanyamemiliki 1 (satu) orang PPNS. Hal tersebutmenyebabkan kasus lelang yang ditangani olehDinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kertanegaraselama ini lebih banyak yang berstatus temuan.

Permasalahan lain yang menyebabkankurang maksimalnya pelaksanaan pelelangankayu oleh instansi kehutanan adalah lemahnyakoordinasi antara instansi kehutanan denganpihak kepolisian, sehingga menyebabkan seringterjadi tarik ulur kewenangan untuk menjadipemohon lelang. Tarik ulur kewenanganumumnya disebabkan karena saling kecurigaanakibat ketidakjelasan aturan yang membatasihasil hutan berupa temuan dan sitaan. Salahsatu responden dari instansi kehutananmenganggap bahwa pihak kepolisian hanyamencari alasan dengan menetapkan statusDaftar Pencarian Orang (DPO) untukmengalihkan hasil hutan yang berstatus temuanmenjadi sitaan. Sementara itu, pihak kepolisiansendiri tidak memberi batasan waktu yang jelastentang status DPO ataupun menyampaikansecara resmi tentang daftar DPO terhadap kasussitaan kepada pihak kehutanan dengan alasanmenghindari kebocoran informasi yangberdampak pada gagalnya penanganan kasushukum.

Tidak jelasnya batasan waktu status DPOdari pihak kepolisian menyebabkan hasil hutanseringkali sudah mengalami kerusakan akibatterlalu lama dibiarkan terkena panas dan hujan.

Page 34: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

26

Hasil hutan yang sudah rusak jelas akanmengalami penurunan nilai ekonomis karenasaat dilelang akan sulit mencari pihak yangmembeli dengan mengikuti lelang. Hasil hutanyang sudah diproses lelang tetapi tidakmendapatkan pembeli dikarenakan kondisinyasudah rusak dapat dikatakan merugikan negara.Hal ini dikarenakan negara telah mengeluarkanbiaya persiapan lelang melalui instansi yangmelakukan permohonan lelang tetapi negaratidak mendapatkan hasil lelang. Denganberlakunya Permenhut P.47/Menhut-II/2009menggantikan Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006, selain kerugian biaya persiapan lelang,negara juga mengalami kerugian berupa PSDHdan DR atas hasil hasil hutan yang dilelang jikalelang sudah dilaksanakan tetapi tidak berhasilmendapatkan pembeli.

Dinas Kehutanan Propinsi KalimantanTimur tidak memiliki data resmi yangmelaporkan berapa nilai hasil hutan yang dapatterselamatkan melalui hasil lelang. Hal tersebutdikarenakan instansi kehutanan tidak mendapatpelaporan tentang jumlah lelang kayu baikberupa temuan, sitaan maupun rampasan yangtelah dilakukan KPKNL. Kebijakan penata-usahaan yang ada saat ini belum mengaturtentang mekanisme pelaporan lelang kayu dariKPKNL yang melakukan lelang ke pemerintahdaerah. Masing-masing KPKNL yang ada diKalimantan Timur yaitu KPKNL Samarinda,KPKNL Balikpapan dan KPKNL Tarakansecara reguler hanya melaporkan data tentanglelang kepada Departemen Keuangan cq.Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Apalagijika Dinas Kehutanan Propinsi tidakmembentuk tim pemantauan/monitoring sepertiyang terjadi di Kalimantan Timur seperti saatpenelitian ini dilakukan.

IV. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Sepanjang tahun 2006 KPKNL Samarindatelah melaksanakan 29 lelang, sedang padatahun 2007 sebanyak 31 lelang. Dari hasilpelaksanaan lelang, sekitar Rp 35 milyar padatahun 2006 dan Rp 17 milyar pada tahun 2007

kekayaan negara berupa hasil hutan kayu telahdiselamatkan. Nilai tersebut belum memasuk-kan nilai dari barang lelang bukan kayu sepertitruck dan kapal motor.

Pelaksanaan kebijakan lelang kayu diKalimantan Timur masih belum berjalanmaksimal dikarenakan minimnya danapenanganan ilegal logging di daerah,terbatasnya jumlah PPNS di instansi kehutanandan lemahnya koordinasi antar instansi didaerah yang menangani pelaksanaan pelelangankayu.

B. SaranPotensi nilai hasil lelang yang besar dari

Propinsi Kalimantan Timur seharusnya menjadiperhatian pemerintah daerah denganmemberikan alokasi dana yang cukup bagiinstansi kehutanan untuk menangani ilegallogging, meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan meningkatkan koordinasiantar instansi yang terkait.

Agar instansi kehutanan memiliki datamengenai nilai hasil hutan yang dapatdiselamatkan melalui hasil lelang makakebijakan pelelangan kayu seharusnyamengatur sistem pelaporan data hasil lelang dariKPKNL kepada Dinas Kehutanan Propinsisetempat.

DAFTAR PUSTAKADepartemen Kehutanan, 2007. Statistik Kehutanan

Indonesia 2006. Pusat Rencana dan StatistikKehutanan. Badan Planologi Kehutanan.Departemen Kehutanan.

Elshinta, 2008. Sepanjang 2007 terdapat 342 kasus ilegallogging di Kaltim. Diakses darihttp://www.elshinta.com tanggal 27 April 2012.

Keputusan Bersama Menteri Keuangan, MenteriKehutanan, Jaksa Agung Republik Indonesia danKepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor51/KMM.01/1997, Nomor 72/Kpts-VI/1997, Kep.010/JA/2/1997, Nomor Pol. Kep/01/I/1997 tentangLelang Kayu Temuan, Sitaan dan Rampasan atasJenis Kayu selain Rimba Campuran.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 319/Kpts-II/1997tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan BersamaMenteri Keuangan, Menteri Kehutanan, JaksaAgung Republik Indonesia Tentang Lelang Kayu

Page 35: N ni Log N ni H

Kajian Pelaksanaan Pelelangan Kayu Meranti Di Kalimantan Timur …(Catur Budi Wiati)

27

Temuan, Sitaan dan Rampasan Atas Jenis KayuSelain Rimba Campuran. Departemen Kehutanan

Kotijah, 2006. Penegakan Hukum dalam RangkaPemberantasan Praktek Ilegal Logging diKalimantan Timur. Risalah Hukum FakultasHukum Universitas Mulawarman, Vol. 2 No.1, Juni2006. Universitas Mulawarman.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-II/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelanganterhadap Hasil Hutan Temuan, Sitaan danRampasan. Kementerian Kehutanan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Permenhut P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan PelelanganHasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.Kementerian Kehutanan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan PelelanganHasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.Kementerian Kehutanan.

Syahadat E. dan Hendro Prahasto, 2005. KajianPelaksanaan Pelelangan Kayu Hasil Sitaan danTemuan: Studi Kasus di Kabupaten Barito UtaraPropinsi Kalimantan Tengah. Info Sosial EkonomiVol.5 No.1 Tahun 2005. Pusat Penelitian SosialEkonomi dan Kebijakan.

Tempo Interaktif, 2005. Pemerintah Upayakan PercepatLelang Kayu. Sabtu, 02 April 2005. Diakses darihttp://www.tempo.co/read/news/2005/04/02/05658969/Pemerintah-Upayakan-Percepat-Lelang-Kayutanggal 27 April 2012.

Page 36: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 19-28

28

Page 37: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 29-34ISSN: 1978-8746

29

MODEL PENDUGAAN VOLUME POHON DIPTEROCARPUS CONFERTUSV. SLOOTEN DI WAHAU KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMURVolume Estimation Modelling for Dipterocarpus confertus V. Slooten

in Wahau East Kutai, East Kalimantan

Abdurachman1)

1) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email : [email protected]

Diterima 22 Pebruari 2013, direvisi 21 Mei 2013, disetujui 29 Mei 2013

ABSTRACT

Simple equations were analyzed for estimating the volume of Dipterocarpus confertus in PT Gunung Gajah AbadiWahau East Kutai, East Kalimantan. The objective of this research was to develop accurate equations that can beapplied to estimate the tree volume in the research area .These equations were made only based on one variable,i.e. thediameter.This model analysis was further continued after examining the correlation between diameter and clearboleheight. The best model based was chosen based on the following values, namely: determination coefficient (R2),standard error (SE), aggregatif deviation (SA) and average deviation (SR). Analysis results showed that there was aclose correlation between diameter and clear height with (r) value of 0.85. The proposed equation for the tree volumetable is V = 0.2758 - 0.0286 d + 0.0014 d2

Keywords :Estimation model, diameter, equation, Dipterocarpus confertus, tree volume

ABSTRAK

Beberapa persamaan sederhana dianalisis dari pohon Dipterocarpus confertus yang datanya diambil di PT GunungGajah Abadi Wahau Kutai Timur, Kalimantan Timur . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun persamaanyang akurat yang dapat dipakai untuk penaksiran volume pohon pada daerah penelitian.Model persamaan yang dibuathanya berdasarkan satu peubah saja yaitu diameter. Analisis model dengan satu peubah ini dilanjutkan setelahdilakukan pengujian hubungan diameter dan tinggi bebas cabang. Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai-nilai,koefisien determinasi (R2), galat baku (Se),simpangan agregatif (SA) dan simpangan rataan (SR). Hasil analisismenunjukkan ada hubungan yang erat antara diameter dan tinggi bebass cabang dengan nilai koefisien korelasi (r)sebesar 0.85. Adapun persamaan terpilih yang diusulkan untuk pembuatan tabel volume pohon adalah V = 0.2758 -0.0286 d + 0.0014 d2.

Kata Kunci : Model estimasi, diameter, persamaan, Dipterocarpus confertus, volume pohon

I. PENDAHULUANAlat bantu yang praktis dan memiliki

keakuratan yang tinggi diperlukan untukmenaksir massa tegakan hutan. Tabel volumepohon merupakan salah satu perangkat yangdapat membantu tujuan tersebut. Faktorlingkungan dan jenis pohon akan membentuktampilan luar atau fenotipe yang beragamterkait arsitektur dari pohon yang juga berbedaantara satu dengan lainnya. Hal ini akan terjadi

pula terhadap jenis Dipterocarpus confertusyang merupakan salah satu jenis Dipterokarpapotensial dan banyak dijumpai di daerahWahau, Kalimantan Timur.

Krisnawati dan Bustomi (2004)menyatakan variasi pertumbuhan pohon yangdisebabkan oleh perbedaan jenis dan tempattumbuh akan membuat bentuk serta ukuranbatang berbeda, akibat adanya perbedaan inipendugaan pohon yang bersifat umum

Page 38: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 29-34

30

sebaiknya dihindarkan karena akanmenghasilkan pendugaan yang kurang akurat.Loetsch et.al (1973) menyatakan bahwa tabelvolume lokal dibatasi oleh pemakaiannya yaituterbatas pada jenis atau kelompok dan kondisitapak yang sama.

Pada hutan alam yang lebat, pengukurantinggi akan menjadi kendala yang besar,sehingga diperlukan suatu persamaan yangakurat dengan pengambilan data yang mudahyaitu hanya berdasarkan diameter saja. Lanly(1973) menyatakan bahwa untuk inventarisasidi hutan tropis campuran diperoleh hasil bahwapenggunaan tabel volume lokal lebih efisiendari tabel volume standar, kerena peningkatanketelitian yang diperoleh dengan penambahandata tinggi adalah kecil dalamhubungannyadengan kenaikan biayaenumerasi. Selanjutnya Prodan (1965)menyatakan persamaan regresi dapat dibuatdengan menggunakan satu peubah bebas yaitudiameter pohon. Selanjutnya Özlcelik (2008)menyatakan teknik-teknik regresi digunakanuntuk mengembangkan hubungan volumedengan diameter setinggi dada.Persamaan-persamaan regresi merupakan dasar untukpembuatan tabel volume yang dibuatberdasarkan kaidah-kaidah statistik melalui uji-uji dari persamaan regresi sehingga tingkatakurasinya tinggi.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, makatujuan penelitian ini adalah untuk mengkajipenyusunan tabel volume pohon jenisDipterocarpus confertus berdasarkan padapersamaan regresi yang dibuat, dengan harapandapat meningkatkan ketelitian dan keseksamaandalam menaksir volume tegakan dari jenispohon yang dimaksud, sehingga diperolehpotensi massa yang akurat.

II. METODOLOGI PENELITIANBahan penelitian ini adalah 44 pohon

model jenis Dipterocarpus confertusdariarealpengusahaan hutan alam produksi PTGunung Gajah Abadi yang terletak dalamkelompok hutan Sungai Seleq. Bagian KesatuanPemangkuan Hutan (BKPH) Muara Wahau,CDK Mahakam Tengah. Secara administrarif

berada dalam wilayah Kecamatan MuaraWahau, Kabupaten Kutai Timur, PropinsiKalimantan Timur.

Pohon-pohon tersebut dipilih secarasengaja (purposive sampling) berdasarkanketerwakilan dari setiap kelas diameter yangdiambil dari diameter 10-70 cm dan memilikibentuk normal, sehat serta tidak cacat.

Pengumpulan data pohon model dilakukanpada pohon berdiri. Variabel yang diambiladalah diameter pada ketinggian 1,3 m daripermukaan tanah atau 20 cm di atas banir,diameter perseksi dan tinggi pangkal tajuk.Pengukuran tinggi dan diameter per seksidiukur dengan menggunakan alat spiegelrelascope (model wide scale). Setiap pohoncontoh dibagi menjadi beberapa seksitergantung tingginya, adapun panjang setiapseksi adalah 2 m, kecuali pada awal seksi dibuat1 m dan ujung di bawah pangkal tajuk < 2 m.

Pengolahan data hasil pengukuran pohonmodel di lapangan meliputi :1) Pengukuran diameter

Diameter perseksi di dapat dengan rumusD = a x b x 2

dimana:D = Diameter per seksia = Jarak datarb = Jumlah relatif unit yang masuk

2) Volume perpohonDasar perhitungan volume perseksi yangdipakai adalah berdasarkan rumus Smalian(Chapman dan Meyer, 1949) yaitu :

Vi = (Gpi + Gui)/2 x Pidimana:Vi = Volume seksi ke – i (m3)Gpi = Luas bidang dasar pangkal pada

seksi – iGui = Luas bidang dasar ujung pada

seksi – iPi = Panjang seksi – iSedangkan volume pohon model diperolehdari penjumlahan volume dari seksi-seksiyang membentuknya yang dihitung dengancara :

Vpohon = Vi (i = 1,2,3…n)dimana:Vpohon = Volume pohon (m3)

Page 39: N ni Log N ni H

Model Pendugaan Volume Pohon Dipterocarpus…(Abdurachman)

31

Vi = Volume seksi ke – in = Banyaknya seksi

Pendugaan volume pohon yang dibuatdengan menganalisa persamaan regresi berupahubungan antara volume pohon dengandiameter.

Persamaan regresi yang dianalisismerupakan regresi sederhana sebagaimanaCailliez (1980) menyarankan untuk mencobamodel yang paling sederhana yaitu modeldengan koefisien yang paling sedikit. Model-model yang digunakan adalah:

a. V = aDb

b. V = a + bD2

c. V = a + bD + c D2

dimana :V = volume pohon (m3)D = Diameter setinggi dada (cm)a,b dan c = KonstantaModel persamaan yang terpilih diuji

keabsahannya atau keberlakuannya berdasarkankriteria Spurr (1951), Prodan (1965) dan Husch

(1963) dengan melihat nilai-nilai koefisiendeterminasi (determination coefficient= R2),galat baku (standard error=Se),simpanganagregatif (Agregative deviation = SA) dansimpangan rataan (average deviation = SR)

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Sebaran Pohon Model

Pohon model yang dipakai dalampengolahan data ini berjumlah 44 pohon yangdiambil secara sengaja (purposif) untukmemenuhi kriteria yang dipersyaratkan yaitumenyebar pada setiap kelas diameter dengankisaran antara 10-70 cm. Chapman dan Meyer(1949) menyatakan jumlah pohon untukpenyusunan tabel volume ini berkisar antara25-30 pohon dengan memperhatikan sebarandiameter.

Jumlah pohon pada masing-masing kelasdiameter untuk pohon model berdasarkan kelasdiameter dengan interval 10 cm disajikan padaGambar 1.

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 1. Jumlah pohon model pohon Dipterocarpus confertus pada setiap kelas diameter.Figure 1. Number of trees Dipterocarpus confertus at each diameter class.

B. Hubungan Diameter dan Tinggi BebasCabangHubungan diameter dan tinggi

diperlukan untuk menguji tingkat korelasidari analisis dalam pembuatan model tabelvolume dengan satu variabel. Besarnya

korelasi yang terjadi menjadi dasar utamadalam persamaan yang dicobakan.

Model persamaaan dan nilai-nilaistatistik hubungan antara diameter dan tinggitersaji pada Tabel 1 berikut.

1112

7

54

23

0

2

4

6

8

10

12

14

10 20 30 40 50 60 70

Kelas diameter (cm)

Jum

lah

poho

n

Page 40: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 29-34

32

Tabel 1. Persamaan regresi hubungan antara diameter dan tinggi bebas cabangTable 1. Regression equation of correlationp between diameter dan clear height

Nomor(Number)

Persamaan(Equation)

Koef. Korelasi(Correlation coefficient)

Koef. Determinasi(Determination coefficient)

1. T = 0.5243 + 0.7807 D -0.0067 D2 0.8472 0.7177Sumber: diolah dari data primer.

Tabel 1 di atas menunjukkan nilaikoefisien korelasi (r) sebesar 0.8472.Hal inimenunjukkan bahwa hubungan antara diameterdan tinggi bebas cabang adalah nyata, dimanalebih dari 80% keragaman diameter pohonsampel dapat menerangkan keragamantingginya. Lebih lanjut, nilai r ini dapat jugadijadikan petunjuk bahwa keragaman volumepohon yang disebabkan oleh keragaman tinggibebas cabang pohon dapat terwakili olehkeragaman diameternya. Nilai-nilai inimemenuhi syarat seperti yang dikemukakanoleh Cupyadi (2003) bahwa dalam membuattabel volume lokal untuk memperoleh ketelitian

yang dapat dipertanggungjawabkan, makakoefisien korelasi ditetapkan lebih dari 0,7071atau nilai koefisien determinasi (R2) minimal50%. Pengujian terhadap r-tabel pada tarafsignifikansi 0.01 memiliki nilai 0.376 (Snedecordan Cochran, 1967). Dengan demikian,membuktikan bahwa terjadi hubungan yangsignifikan antara kedua variabel uji berdasarkanbesarnya nilai r hitung yang lebih besar dari rtabel.

Selanjutnya berdasarkan analisis varian(ANOVA) didapatkan hasil perhitungan sepertipada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Analisis varian (ANOVA) variabel diameter dan tinggi bebas cabangTable 2. Analysis of Variance of the diameter and clearbole height

Sumber keragaman(Source of variation)

Derajat bebas(Degree of freedom)

Jumlah kuadrat(Sum of square)

Rataan kuadrat(Mean of square)

Fhit(Fvalue) Ftab99%

Regresi 2 1062.97 531.4851 52.14 3.18Sisa 41 417.9601 10.19415Jumlah 43 1480.93

Sumber: diolah dari data primer.

Hasil pengujian analisis varian pada Tabel2 diperoleh hasil nilai F hitung lebih besar dariF-tabel, dengan demikian ada perbedaan yangsignifikan untuk menggambarkan sebaran dataantara diameter dan tinggi bebas cabang.

Dari hasil analisis di atas maka penyusunanpersamaan volume dengan hanya menggunakansatu variabel saja yaitu diameter (Tarif) dapat dilanjutkan.

C. Model Persamaan RegresiPersamaan regresi untuk model penduga

pohon yang diperoleh dari hasil perhitunganbeberapa persamaan regresi yang dibuat untukpenyusunan tabel volume lokal (Tarif) adalahsebagai berikut :

1. V = 0.00019 D 2.3908

2. V = -0.1979 + 0.0010 D2

3. V = 0.2758 - 0.0286 D + 0.0014 D2

Pengujian untuk melihat hubungan yangsignifikan setiap persamaan yang dihasilkandengan menggunakan analisis variasi darimasing-masing persamaan yang dibentukditunjukkan dalam tabel-Tabel 3, 4 dan 5.

Dari analisis varian diperoleh nilai-nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel, hal inimengartikan terdapat perbedaan yang signifikandari sebaran data dari pembuatan persamaanregresi volume dengan menggunakan fungsidiameter. Dalam proses untuk memilihpersamaan yang terbaik yang dapat digunakandalam pembuatan tabel volume maka nilai-nilaistatistik menjadi acuan seperti tertera padaTabel 6.

Page 41: N ni Log N ni H

Model Pendugaan Volume Pohon Dipterocarpus…(Abdurachman)

33

Tabel 3. Analisis varian (ANOVA) variabel volume dan diameter dari persamaan 1.Table 3. Analysis of variance of the volume and diameter in equation 1.

Sumber Keragaman(Source of variation)

Derajat bebas(degree of freedom)

Jumlah kuadrat(Sum of square)

Rataan kuadrat(Mean of square)

Fhit(Fvalue) Ftab99%

Regresi 2 15.03 15.03 1131.71 3.18Sisa 41 0.56 0.01Jumlah 43 15.59

Sumber: diolah dari data primer.

Tabel 4. Analisis varian (ANOVA) variabel volume dan diameter dari persamaan 2.Table 4. Analysis of variance of the volume and diameter in equation 2.

Sumber Keragaman(Source of variation)

Derajat bebas(degree of freedom)

Jumlah kuadrat(Sum of square)

Rataan kuadrat(Mean of square)

Fhit(Fvalue) Ftab99%

Regresi 2 116.93 116.93 998.98 3.18Sisa 41 4.92 0.12Jumlah 43 121.84Sumber: diolah dari data primer.

Tabel 5. Analisis varian (ANOVA) variabel volume dan diameter dari persamaan 3.Table 5. Analysis of variance of the volume and diameter in equation 3.

Sumber Keragaman(Source of variation)

Derajat bebas(Degree of freedom)

Jumlah kuadrat(Sum of square)

Rataan kuadrat(Mean of square)

Fhit(Fvalue) Ftab99%

Regresi 2 117.53 58.77 559.04 3.18Sisa 41 4.31 0.11Jumlah 43 121.84Sumber: diolah dari data primer.

Tabel 6. Galat baku (Se), koefisien determinasi (R2), simpangan agregatif (SA) dan simpanganrataan dari masing-masing persamaan .

Table 6. Standard error (Se), Determination Coefficient (R2), Agregative Deviation (SA) andAverage Deviation (SR) in each equation.

Persamaan(Equation) Se R2 (%) Simpangan (%) (deviation)

Agregatif (Agregative) Rataan (Average)1 0,1153 96,42 1,25 3.322 0,3421 95,96 0.40 22.173 0,3242 96,46 0.03 3.51

Sumber: diolah dari data primer.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhiterbentuknya regresi hubungan volume dengandiameter sangat kecil yaitu kurang dari 4%, haltersebut terlihat dari besarnya koefisiendeterminasi (R2), yang mengartikan faktorterbesar adalah dari varibel yang diujikansehingga persamaan-persamaan ini layakdipakai.Tetapi untuk dapat dipakai dalampembuatan tabel volume, persamaan-persamaantersebut perlu dilakukan validasi denganmenghitung nilai simpangan agregatif (SA) dansimpangan rataan (SR). Pada dasarnya hasilpersamaan yang dipeoleh memiliki nilai yang

dekat dengan nilai sebenarnya seperti yangdikemukakan Simon (2007) ketepatan ataukecermatan dapat diartikan “kedekatan” dengankeberhasilan penaksiran dengan nilaisebenarnya. Dari persamaan yang diujikan,persamaan 3 adalah yang paling memenuhisyarat dengan nilai simpangan agregatif (SA)adalah 0,03 dan simpangan rataan (SR) adalah3,51.Spurr (1951) dan Husch (1963) yangmenyatakan bahwa model pendugaan volumepohon yang baik adalah persamaan yangmempunyai nilai simpangan agregatif kurangdari 1% dan simpangan rataan kurang dari 10%.

Page 42: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 29-34

34

IV. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis modelpersamaan maka dapat ditarik kesimpulanpersamaan yang terpilih untuk jenis pohonDipterocarpus confertus di Wahau adalahpersamaan regresi yang ke-3 (ketiga), yaituV = 0.2758 - 0.0286 D + 0.0014 D2

B. SaranUntuk jenis Dipterocarpus confertus yang

berasal dari daerah Wahau,persamaan volumeini dapat digunakan, begitu pula dengan jenisyang sama pada lokasi/tapak yang mempunyaikemiripan dengan lokasi penelitian. Persamaanini bersifat lokal karena penggunaan secaraumum akan memberikan hasil yang berbedayang disebabkan oleh perbedaan tapak.

DAFTAR PUSTAKACailliez, F. 1980. Forest Volume Estimation and Yield

Prediction .Volume I.FAO Forestry.

Cupyadi, C. 2003. Penyusunan Tabel Volume Pohonuntuk Jenis Mahoni Daun Besar(Swieteniamacrophylla, King) di BKPHRangkasbitung KPH Banten PerumPerhutani Unit III Jawa Barat dan Banten[Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan FakultasKehutanan IPB Bogor.

Chapman, H. H. and W. H. Meyer. 1949. ForestMensuration. Mc. Graw Hill Book Company Inc.New York.

Husch, B. 1963. Forest Measuration and Statisic.TheRonald Press Company New York.

Krisnawati, H. dan S. Bustomi. 2004. Model Penduga IsiPohon Bebas Cabang Jenis Sungkai (PeronemaCanescens Jack) di KPH Banten. Buletin PenelitianHutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam Bogor.

Lanly, J. P. 1973. Manual of Forest Inventory. FAO.Rome.

Loetsch, F. Zohrer, F. and Haller, K. E., 1973.Forest Inventory Vol.II. Forest Inventory Section.Federal Research Organization For Forest andForest Products, Reinbeck. BLV.Verlagsgesellgchaft Munchen Bern Wien.

Özlcelik, R. 2008. Comparison of Formula for EstimatingTree Bole Volumes of Pinus sylvestri. Scandinavianjournal of Forest Reseach, Vol.23, Hal. 412-418.

Prodan, M. 1965. Holmesslehree. J. D. Dauerlaender’sVerlag. Farankrut.

Simon H. 2007. Metode Inventore Hutan. PenerbitPustaka Pelajar. Yogyakarta.

Snedecor, G. and W. G. Cochran. 1967. StatisticalMethods Sixth Ed. The Iowa State University Press.Ames Iowa. USA.

Spurr, S. H. 1951. Forest Inventory. The Ronald PressCo. New York.

Page 43: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 35-42ISSN: 1978-8746

35

SIFAT TANAH PADA AREAL APLIKASI TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)DI PT. INTRACAWOOD, BULUNGAN, KALIMANTAN TIMUR

Soil Properties at Selective Cutting and Line Planting (SCLP) Application Area inPT. Intracawood, Bulungan, East Kalimantan

Rini Handayani1) dan Karmilasanti1)

1) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: [email protected]

Diterima 5 April 2013, direvisi 14 Mei 2013, disetujui 20 Mei 2013

ABSTRACT

One alternative to improve the productivity of logged-over forests is to implement a system of forest management basedon sustainability forest and environment, such as Selective Cutting and Line Planting (SCLP) System. Intensiveexploitation of natural forests will affect the environment, especially the soil. Therefore, it is necessary to study thephysical and chemical properties of soil in the forest areas that apply SCLP system. Soil sampling was conducted inthree land use, antara lines, planting lines and skid trails. There are 2 types of soil sample taken, namely undisturbedsoil samples for determination of soil physical properties and disturbed soil samples for determination of soil chemicalproperties. The results showed that soil texture of antara lines and skid trails were clay and planting lines weresandy clay loam. Bulk density (BD) of antara lines ranged from 0,51 to 0,66 g/cm3 and planting lines ranged from 0.65to 0.69 g/cm3, whereas the BD of skid trails ranged from 0.91 to 0.92 g/cm3. Total soil pore of antara lines ranged from74,62 to 80,42 %, planting lines ranged from 73.04 to 74,71 % and total pore of skid trails ranged from 64.13 to64.63%. Soil pH in three land use is very acid. The highest nutrient was found in plant lines.

Keywords: SCLP, land use, soil physical properties, soil chemical properties

ABSTRAK

Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam bekas tebangan adalah dengan menerapkan sistempengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarian hutan dan lingkungan, yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).Pengusahaan hutan alam yang intensif akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan terutama tanah. Oleh karena itu,perlu dilakukan penelitian terhadap sifat fisik dan kimia tanah di areal hutan yang menerapkan sistem TPTJ.Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 3 penggunaan lahan, yaitu jalur antara, jalur tanam dan jalan sarad. Sampeltanah yang diambil ada 2 jenis, yaitu sampel tanah utuh untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah dan sampel tanahterganggu untuk penetapan sifat-sifat kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur tanah pada jalur antaradan jalan sarad cabang yaitu liat, sedangkan pada jalur tanam yaitu lempung liat berpasir. Bulk density (BD) pada jalurantara berkisar antara 0,51 sampai 0,66 g/cm3, pada jalur tanam berkisar antara 0,65 sampai 0,69 g/cm3, sedangkan padajalan sarad berkisar antara 0,91 sampai 0,92 g/cm3. Pori total tanah pada jalur antara berkisar antara 74,62 sampai80,42%, pada jalur tanam berkisar antara 73,04% sampai 74,71% dan pada jalan sarad berkisar antara 64,13 % sampai64,63%. pH tanah pada ketiga penggunaan lahan adalah sangat masam. Kandungan hara tertinggi terdapat pada jalurtanam.

Kata Kunci: TPTJ, penggunaan lahan, sifat fisik tanah, sifat kimia tanah

I. PENDAHULUANHutan merupakan kumpulan dari

masyarakat seperti tumbuhan dan mahluk hiduplainnya yang saling berinteraksi denganlingkungan tanah, air dan udara. Kegiatan

pengusahaan hutan adalah salah satu faktorutama penyebab kerusakan hutan. Kerusakanhutan tersebut berawal dari berubahnyakelimpahan dan keanekaragaman flora fauna.Penelitian Muhdi (2008) memperlihatkan

Page 44: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 35-42

36

bahwa kerusakan tegakan tinggal tingkat tiangdan pohon rata-rata per hektar akibatpemanenan kayu teknik konvensional sebesar133 pohon (33,15%), sedangkan kerusakanpermudaan tingkat semai dan pancang perhektar masing-masing sebesar 8467 (34,42%)dan 1227 batang pancang (35,13%).

Salah satu alternatif untuk meningkatkanproduktivitas hutan alam bekas tebangan adalahsistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur(TPTJ). Sistem TPTJ merupakan regimsilvikultur hutan alam yang mengharuskanadanya tanaman pengkayaan pada areal pascapenebangan secara jalur, yaitu 17 m jalur antaradan 3 m jalur tanaman, dengan limit diametertebang dalam jalur berkisar 40 cm. Jalur bebasnaungan secara bertahap diperlebar sesuaidengan perkembangan tanaman maksimal 10 m(Mulyana et al., 2005). Sistem TPTJ tersebutmerupakan pengembangan dari TPTII (TebangPilih Tanam Indonesia Intensif/SILIN).

Pengusahaan hutan alam yang intensiftentu akan berpengaruh terhadap lingkunganterutama tanah. Penurunan pasokan bahanorganik akibat terangkut saat panen dapatmengakibatkan produktivitas tanah menurun.Secara fisik, tanah menjadi padat sehingga tidakmampu meresapkan air secara optimal. Secarakimia, tanah tidak mampu menyediakan harabagi pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan hal tersebut, tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui kondisitanah di areal hutan yang menerapkan sistemTPTJ baik sifat fisik maupun kimia.

II. METODOLOGI PENELITIANPenelitian dilakukan di areal IUPHHK/HA

PT. Intracawood, Bulungan, Kalimantan Timur.Areal yang dipilih adalah jalur antara (JA), jalur

tanam (JT) dan jalan sarad cabang (JS). Padajalur antara terdapat jenis Dipterokarpa meliputijenis-jenis Shorea spp. (Bangkirai, merantiputih, meranti merah dan tengkawang),Dipterocarpus spp., Vatica spp., Hopea spp,dan Parashorea sp.

Sedangkan jalur tanam adalah jalur yangditanami jenis Dipterokarpa yang telah berumur3 tahun. Jalan sarad cabang kelerengannya tidakmelebihi 40% .

Analisis sifat fisik tanah dilakukan diLaboratorium Ilmu Tanah, Balai BesarPenelitian Dipterokarpa, Samarinda. Analisissifat kimia tanah dilakukan di LaboratoriumTanah, Pusat Penelitian Hutan Tropis,Universitas Mulawarman.

Bahan yang digunakan pada penelitian iniadalah sampel tanah utuh (undisturbed soilsample) untuk penetapan sifat-sifat fisik tanahdan sampel tanah terganggu (disturbed soilsample) untuk penetapan tekstur dan sifat-sifatkimia tanah.

Alat yang digunakan adalah ring sampel,cangkul, bor tanah, kantong plastik tebal, pisautajam tipis, label dan alat tulis.

Sampel tanah terganggu diambil secarakomposit sebanyak 3 titik pada kedalaman 0-20cm dari petak seluas 1 Ha. Penentuan titikdilakukan secara acak. Sampel tanah utuhdiambil sebanyak 3 titik pada kedalaman 0-10cm dan 10-20 cm dari petak seluas 1 Ha.Jumlah sampel tanah keseluruhan adalah 3sampel tanah terganggu dan 18 sampel tanahutuh. Metode analisa tanah yang digunakandisajikan dalam Tabel 1.

Data tanah hasil analisa laboratorium tanahditabulasi selanjutnya dianalisa denganmenggunakan metode analisa deskriptif.

Tabel 1. Metode Analisa TanahTable 1. Methods of Soil Analysis

Jenis Analisa (Kindsof Analysis)

Parameter(Parameter)

Metode Analisa(Analysis Method)

Sifat Fisik*(Physical Characteristic)

Tekstur PipetBulk density Ring sampel

Pori total Hitung

Sifat Kimia**(Chemical

Characteristic)

pH H2O (1:2) pH meterC-organik Walkey & Black

N-total KjedhalP2O5 Bray 1K2O HCl 25%

KTK, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd Penjenuhan dengan NH4OAc pH 7Sumber: *Kurnia (2006); **Prasetyo (2005);

Page 45: N ni Log N ni H

Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) …(Rini Handayani dan Karmilasanti)

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Sifat Fisik Tanah

Hasil analisa sifat fisik tanah di areal TPTJPT Intracawood meliputi beberapa parameter,yaitu tekstur, Bulk Density (BD) dan pori totalyang disajikan dalam Tabel 2. Tekstur tanah diareal PT Intracawood bervariasi yaitu liatsampai lempung liat berpasir. Tekstur tanahyang berbeda pada setiap kondisi lahandisebabkan distribusi partikel tanah berbeda.

Tekstur tanah pada jalur antara adalah liatdengan kadar pasir, debu dan liat berturut-turutadalah 23%, 23% dan 54%. Tekstur tanah padajalur tanam adalah lempung liat berpasir dengankadar pasir, debu dan liat berturut-turut adalah48%, 23% dan 29%. Sedangkan tekstur tanahpada jalan sarad cabang adalah liat dengan

kadar pasir, debu dan liat berturut-turut adalah29%, 21% dan 50%. Kandungan liat pada jalurtanam lebih rendah dibandingkan pada jalurantara dan jalan sarad cabang didugadisebabkan liat tercuci oleh aliran permukaankarena terbukanya naungan.

Menurut Ohta, et al. (1992), tekstur tanahmerupakan salah satu faktor yang palingpenting dalam mengatur status unsur hara danproduktivitas tanah. Penelitian Ohta dan Syarif(1996) memperlihatkan bahwa tanah yangbertekstur liat memiliki kandungan hara lebihtinggi dibandingkan tanah yang bertekstur pasir.Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyailuas permukaan yang besar sehinggakemampuan menahan dan menyimpan air danunsur hara tinggi (Hardjowigeno, 2003).

Tabel 2. Tekstur tanah pada tiga penggunaan lahan di areal TPTJ PT. IntracawoodTable 2. Soil texture of the three land use in SCLP area, PT. Intracawood

Penggunaan Lahan(Land Use)

Pasir (%)(Sand)

Debu (%)(Silt)

Liat (%)(Clay)

Tekstur(Texture)

JA 23 23 54 LiatJT 48 23 29 Lempung liat berpasirJS 29 21 50 Liat

Keterangan: JA = Jalur Antara; JT = Jalur Tanam; JS = Jalan Sarad CabangSumber: diolah dari data primer.

Dengan demikian, secara potensial tanahpada jalur antara dan jalan sarad cabang yangbertekstur liat lebih menguntungkan untukpertumbuhan tanaman dibandingkan jalurtanam yang bertekstur lempung liat berpasirkarena tanahnya mampu menyimpan air danunsur hara lebih tinggi. Upaya konservasi tanahpada jalur tanam perlu dilakukan untukmenghindari kehilangan liat yang berkelanjutan.

Hasil penetapan bulk density pada tigapenggunaan lahan di areal TPTJ PT.Intracawood disajikan dalam Gambar 1. Bulkdensity jalur antara dan jalur tanam berkisarantara 0,51 sampai 0,69 g/cm3, sedangkan bulkdensity pada jalan sarad cabang berkisar antara0,91 sampai 0,92 g/cm3. Bulk density jalansarad cabang lebih tinggi dibandingkan bulkdensity jalur antara dan jalur tanam. Hal inidisebabkan tanah pada jalan sarad cabangmengalami pemadatan.

Penelitian mengenai kepadatan tanahakibat penyaradan oleh forwarder telahdilakukan Wilson (2006). Hasil penelitiantersebut menunjukkan bahwa intensitaspenyaradan (rit) berpengaruh nyata terhadapkenaikan kepadatan tanah dan penurunanporositas tanah.

Hasil analisa pada Gambar 1 diketahuibahwa bulk density pada jalur tanam lebihtinggi dibandingkan jalur antara. PenelitianWasis (2012) mengenai sifat tanah di hutanalam yang rusak akibat konversi lahan diTaman Nasional Gunung Leuser, SumateraUtara menunjukkan bahwa penurunan bahanorganik dapat meningkatkan bulk density danmenurunkan porositas tanah. Dengan demikian,berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwakondisi bulk density tanah tergantung padapenggunaan lahan dan bahan organik tanah.

Page 46: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 35-42

38

0.51

0.66 0.65 0.69

0.92 0.91

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0-10 cm 0-20 cm 0-10 cm 0-20 cm 0-10 cm 0-20 cm

JA JT JS

Bulk

Den

sity

(g/c

m3 )

Penggunaan Lahan

Sumber: diolah dari data primer.Gambar 1. Bulk density tanah pada tiga penggunaan lahan di areal TPTJ PT. Intracawood.Figure 1. Soil bulk density of the three land use in SCLP area, PT. Intracawood.

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwaBulk density lapisan atas (0-10 cm) pada jalurantara dan jalur tanam lebih rendahdibandingkan lapisan di bawahnya (10-20 cm),sedangkan bulk density lapisan atas pada jalansarad cabang lebih tinggi dibandingkan lapisandi bawahnya. Bulk density lapisan atas pada

jalur antara dan jalur tanam lebih rendahdibandingkan di bawahnya disebabkankandungan bahan organik lapisan atas lebihtinggi. Kondisi seperti ini yang memungkinkanbulk density lapisan atas pada jalur antara danjalur tanam lebih rendah dibandingkan lapisandi bawahnya.

Sumber: diolah dari data primer.Gambar 2. Pori total tanah pada tiga penggunaan lahan di areal TPTJ PT. IntracawoodFigure 2. Total soil pore of the three land use in SCLP area, PT. Intracawood.

80.4274.62 74.71 73.04

64.13 64.63

0102030405060708090

0-10 cm 0-20 cm 0-10 cm 0-20 cm 0-10 cm 0-20 cm

JA JT JS

Pori

Tota

l (%

)

Penggunaan Lahan

Page 47: N ni Log N ni H

Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) …(Rini Handayani dan Karmilasanti)

39

Sinuraya (2009) mengemukakan bahwapenambahan bahan organik berupa limbahkompos leguminosa dapat menurunkan bulkdensity dan meningkatkan ruang pori tanah.

Bulk density lapisan atas pada jalan saradcabang lebih tinggi dibandingkan lapisan dibawahnya. Hal ini dikarenakan adanya prosespemadatan tanah pada lapisan atas sebagaiakibat dari penggunaan alat berat pada saatpenyaradan. Penelitian karakterisasi tanah padalahan reklamasi bekas tambang batubara yangdilakukan oleh Murjanto (2011) ternyatamenunjukkan hasil yang sejalan denganpenelitian ini.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwatanah yang mengalami pemadatan akibat alatberat memiliki bulk density lapisan atas lebihtinggi dibandingkan di bawahnya. Hasilpenetapan pori total tanah disajikan dalamGambar 2, terlihat bahwa nilai pori totalberbanding terbalik dengan bulk density.

Pori total tanah pada jalur antara dan jalurtanam lebih tinggi dibandingkan pori total padajalan sarad cabang. Pori total tanah pada jalurantara dan jalur tanam berkisar antara 73,04 %sampai 80,42 % dan pori total pada jalan saradcabang berkisar antara 64,13 % sampai 64,63%. Pori total jalan sarad cabang lebih rendahdibandingkan jalur, antara dan jalur tanamdikarenakan tanahnya mengalami pemadatanakibat aktivitas penyaradan (Wilson, 2006.)

B. Sifat Kimia TanahSifat kimia tanah pada tiga penggunaan

lahan di areal TPTJ PT. Intracawood disajikandalam Tabel 3. Kondisi pH tanah pada ketigapenggunaan lahan di areal TPTJ PT.Intracawood adalah sangat masam, yaituberkisar antara 3,47-3,87 (PPT, 1983). pHtanah yang rendah disebabkan terjadinyapencucian kation-kation basa seperti Ca, Mg, Kdan Na (Supriyo, 1996).

Tabel 3. Sifat kimia tanah pada tiga penggunaan lahan di areal TPTJ PT. IntracawoodTable 3. Soil chemical properties of the three land use in SCLP area, PT. Intracawood

Sumber: diolah dari data primer.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwakandungan C-organik dan N-total tertinggiterdapat pada jalur tanam. Kandungan C-organik pada jalur tanam, yaitu 3,55 % danpada jalur antara dan jalan sarad cabang, yaitumasing-masing 2,03 %. Kandungan N-totalpada jalur tanam yaitu 0,21 % dan pada jalurantara dan jalan sarad cabang, yaitu masing-masing 0,11 % dan 0,15 %. Hal tersebut terjadikarena tanah disekitar jalur tanam mendapatkansuplai serasah yang berasal dari kegiatanpemeliharaan tanaman seperti pembersihangulma, pemangkasan dan pembebasan naungan.Hasil penelitian ini menguatkan penelitianHayuningtyas (2006). Penelitian tersebutmenunjukkan bahwa jalur tanam yang dikelola

dengan sistem TPTJ umur 5 tahun memilikikandungan C-organik dan N-total lebih tinggidibandingkan jalur antara.

Hasil analisa kandungan P2O5 pada Tabel 3menunjukkan kecenderungan yang samadengan hasil analisa C-organik dan N-total.Kandungan P2O5 pada jalur tanam juga palingtinggi dibandingkan pada jalur antara dan jalansarad cabang. Kandungan P2O5 pada jalurtanam, yaitu 6,11 ppm dan pada jalur antara danjalan sarad cabang, yaitu masing-masing 1,31ppm dan 1,74 ppm. Minerasilasi bahan organikmengakibatkan terjadinya peningkatankandungan P2O5 pada jalur tanam.

Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 3menunjukkan bahwa kandungan K2O berbeda

PenggunaanLahan

(Land Use)

pHH2O

C-organik

N-total P2O5 K2O Ca-dd Mg-dd Na-dd K-dd KTK

...%... ppm mg/100g ...me/100g...

JA 3,47 2,03 0,15 1,31 45,06 0,37 0,26 0,04 0,13 14,34JT 3,70 3,55 0,21 6,11 87,82 0,44 0,49 0,04 0,28 15,76JS 3,87 2,03 0,11 1,74 99,01 0,29 0,21 0,03 0,12 8,04

Page 48: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 35-42

40

dengan hasil analisa C-organik, N-total danP2O5 yang menunjukkan kadar paling tinggiterdapat pada jalur tanam. Kandungan K2Opada jalan sarad cabang ternyata paling tinggidibandingkan pada jalur antara dan jalur tanam.Kandungan K2O pada jalan sarad cabang, yaitu99,01 mg/100g dan pada jalur antara dan jalurtanam, yaitu masing-masing 45,06 mg/100g dan87,82 mg/100g. Hal ini diduga karena banyakterdapat sejumlah kation (amonium, natriumdan lain-lain) yang berperan meningkatkanketersediaan K tanah pada jalan sarad cabang.

Hasil penelitian Nursyamsi, et al. (2009)mengenai pengaruh Na+, NH4

+ dan Fe3+

terhadap ketersediaan K tanah menunjukkanbahwa diantara kation yang dicoba ternyata Fe3+

paling efektif dalam melepaskan K tidak dapatdipertukarkan menjadi K dapat ditukar dan Klarut.

Penelitian ini juga menemukan bahwakandungan Ca-dd, Mg-dd, Na-dd, K-dd danKTK paling tinggi terdapat pada jalur tanamdan paling rendah pada jalan sarad cabang.Berdasarkan hasil analisa C-organik pada Tabel3 menunjukkan bahwa tingginya kandunganbahan organik pada jalur tanam dibandingkanpada penggunaan lahan lainnya diduga menjadisumber basa-basa dapat ditukar dan dapatmeningkatkan nilai KTK tanah.

Berdasarkan hasil analisa sifat kimia tanahpada Tabel 3 diketahui bahwa kandungan haratertinggi terdapat pada jalur tanam. Kandunganhara yang lebih tinggi pada jalur tanamdibandingkan jalur antara dan jalan saradcabang dikarenakan bahan organiknya lebihtinggi. Hasil dekomposisi bahan organik inilahyang menyebabkan kandungan haranya tinggi.

IV. KESIMPULAN

Tekstur tanah pada jalur tanam lebih kasardibandingkan pada jalur antara dan jalan saradcabang. Pembukaan lahan dan aktivitas alatberat berpengaruh terhadap peningkatan Bulkdensity dan penurunan pori total tanah.Pembukaan jalur tanam pada sistem TPTJberpengaruh terhadap peningkatan bahanorganik tanah pada tahun ketiga setelah

penanaman. Sifat kimia tanah seperti pH, N-total, P2O5, K2O, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Mg-dddan KTK pada jalur tanam lebih tinggidibandingkan jalur antara dan jalan saradcabang. Lahan dengan kandungan bahanorganik lebih tinggi menunjukkan sifat fisik dankimia lebih baik dibandingkan lahan denganbahan organik lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKAHayuningtyas, R. A. D. H. 2006. Perubahan Sifat Fisik

dan Kimia Tanah dalam Pelaksanaan SistemTebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPHTI PT.Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, KalimantanTengah. Skripsi. Fakultas Kehutanan. InstitutPertanian Bogor. Bogor. Diakses tanggal: 25Pebruari 2013. (repository.ipb.ac.id/bitstream/-handle/123456789/.../E06rad.pdf?...1).

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: CV.Akademika Presindo.

Kurnia, U., Agus F., Adimihardja A., dan Dariah A.,2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya.Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.Bogor.

Muhdi. 2008. Evaluasi Pemanenan Kayu dengan TeknikReduced Impact Logging dalam Pengelolaan HutanAlam. Skripsi. Fakultas Kehutanan. UniversitasSumatera Utara. Diakses tanggal: 4 Januari 2013(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/922/1/08E00713.pdf)

Mulyana, M., Hardjanto, T., dan Hardiansyah, G. 2005.Membangun Hutan Tanaman Meranti. Banten:Wana Aksara.

Murjanto, D. 2011. Karakterisasi dan PerkembanganTanah pada Lahan Bekas Tambang Batubara PT.Kaltim Prima Coal. Tesis. Sekolah PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor. Diakses tanggal: 24 Juli2012. (repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/12345-6789/52278/2011dmu.pdf?sequence=1).

Nursyamsi, D., Idris, K., Sabiham, S., Rachim, D. A., danSofyan, A. 2009. Jerapan dan Pengaruh Na+, NH4

+,dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K pada Tanah-tanahyang Didominasi Mineral Liat Smektit. J. TanahTrop., Vol.14, No.1, Hal. 33-40. 2009.

Ohta, S and Syarif, E. 1996. Soils Under LowlandDipterocarp Forest – Characteristics andClassification. Ed: Schulte A and Schöne, D.Dipterocarp Forest Ecosystems: TowardsSustainable Management. World Science.Singapore.

Page 49: N ni Log N ni H

Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) …(Rini Handayani dan Karmilasanti)

41

Ohta, S, Syarif, E, Tanaka, N and Miura, S. 1992.Characteristics of Major Soils Under LowlandDipterocarp Forest in East Kalimantan, Indonesia.Tropical Rain Forest Research Project JTA-9(a)-137. PUSREHUT. Special Publication No.2,September 1992.

Prasetyo, S. H., Santoso D., dan Widowati L. R., 2005.Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,Air, dan Pupuk Balai Penelitian Tanah. BadanLitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Sinuraya, M.B. 2009. Konservasi Lahan Kritis BahorokLangkat dengan Berbagai Bahan Organik terhadap

Perbaikan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol sertaProduksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi.Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.Medan.(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16232/7/Cover.pdf, diakses tanggal 22 Pebruari 2013).

Supriyo, H. 1996. Chemical and Physical Charasteristicof Mayor Soils Under Dipterocarp Forest in PT.Silva Gama, Jambi, Sumatera. Ed: Suhardi, et al.Proceedings of The Seminar on Ecology andReforestation of Dipterocarp Forest. Hal.72-84.Yogyakarta, 24-25 January. Faculty of Forestry.Gadjah Mada University.

Page 50: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 35-42

42

Page 51: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 43-52ISSN: 1978-8746

43

PERTUMBUHAN KEBUN PANGKASAN JENIS Shorea leprosula Miq.Growth of Shorea leprosula Miq. in Vegetative Multiplication Garden

Deddy Dwi Nur Cahyono1), Rayan1) dan Rini Handayani1)

1)Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email : [email protected]

Diterima 8 Agustus 2012, direvisi 29 April 2013, disetujui 6 Mei 2013

ABSTRACT

Vegetative Multiplication Graden (VMG) is a stage to development hedge orchard. The aim of hedge orcharddevelopment is to provide cuttings material,in this study also to support breeding. Observation on growth of Shorealeprosula seedling was conducted to measured parameters were growth of height and diameter in VMG of sixprovenances, namely ITCIKU, Gunung Lumut, Carita, Gunung Bunga, Sungai Runtin and SBK. Randomized BlokDesign (CRD) was applied,where the provenancesand mothertrees were used as treatments. The result show thatcorrelation of height and diameter growth between provenances and mother tree is significantly different. SungaiRuntin provenance showed the highest height growth performance (60.092 cm )while the highest diameter growth(4.515 mm) is Gunung Bunga provenance.

Keywords :Shorea leprosula, provenance, mother tree, height, diameter

ABSTRAK

Kebun pangkasan merupakan tahapan dalam membangun kebun pangkas. Pembangunan kebun pangkasan bertujuanmenyediakan materi stek pucuk, dalam kegiatan ini juga mendukung pemuliaan. Pengamatan pertumbuhan tingkatsemai Shorea leprosula dilakukan untuk mengukur beberapa parameter pertumbuhan yaitu tinggi dan diameter di kebunpangkasan dari enam provenans, meliputi ITCIKU, Gunung Lumut, Carita, Gunung Bunga, Sungai Runtin dan SBK.Rancangan Acak Berblok (RAB) digunakan dengan provenans dan pohon induk sebagai perlakuan. Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa perbedaan pertumbuhan tinggi dan diameter bibit antar provenans dan pohon induk sangatsignifikan. Provenan Sungai Runtin menunjukkan pertumbuhan tinggi yang paling tinggi (60,092 cm) sedangkanpertumbuhan terbesar untuk diameter (4,515 mm) adalah provenan Gunung Bunga.

Kata kunci : Shorea leprosula, provenans,pohon induk, tinggi, diameter

I. PENDAHULUANShorea leprosula merupakan salah satu

jenis dari famili Dipterocarpaceae yang cepattumbuh dengan riap tinggi sehingga memilikipotensi untuk pengembangan hutan tanaman.Sebarannya cukup luas mulai dari ThailandSelatan (Patani), Semenanjung Malaysia danhampir di seluruh semenanjung kecuali di Perlisdan Pulau Langkawi, Sumatera (Bangka,Belitung dan Kep. Riau) dan seluruh Borneo(Kalimantan, Serawak, Brunei danSabah)(Soekotjo, 2009). Sebaran yang luasmencerminkan masih terdapat variabilitas yang

tinggi dari populasi yang ada dan menjadi salahsatu indikasi bahwa jenis ini ideal untukprogram pemuliaan/breeding (Widyantoro danSukadri, 2007).

Sesuai dengan SK Kepala Badan LitbangNo. SK63/VIII/P3PH-1/2010 tanggal 28Desember 2010 tentang Pembangunan DemplotSumber Benih untuk Mendukung PembangunanKehutanan, bahwa mulai tahun 2009 UPTBadan Litbang diharuskan membangun demplotsumber benih, maka Balai Besar PenelitianDipterokarpa (B2PD) Samarinda akanmembangun kebun pangkas jenis S. leprosula.

Page 52: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 43-52

44

Berdasarkan latar belakang diatas maka akandilakukan kegiatan pemuliaan dalam rangkapembangunan kebun pangkas.

Kebun pangkas bertujuan menyediakanmateri stek pucuk yang akan digunakan untukpengadaan bibit. Pembibitan S. leprosulaterutama yang berasal dari benih sangatlah sulitkarena periode pembungaan yang tidak teraturdan benih tidak dapat disimpan dalam waktulama (recalcitrant). Salah satu alternatif metodeuntuk memperbanyak dalam jumlah yang besardan terus menerus adalah melalui stek pucukmeng-gunakan teknik KOFFCO (Subiakto et al,2007). Pembangunan kebun pangkas dapatmenyediakan tunas-tunas ortothrop (tunas yangtumbuh vertikal) dan selalu muda (juvenil)sebagai bahan stek berkualitas (Leppe danSmits, 1988).

Pembangunan kebun pangkas yangdilakukan B2PD Samarinda dibagi dalambeberapa tahapan. Tahapan tersebut mencakup1) eksplorasi materi genetik (Rayan danCahyono, 2012), 2) pembibitan danpemeliharaan di persemaian, 3) seleksi bibitterbaik berdasarkan pertumbuhannya danpemba-ngunan kebun pangkasan (Cahyono danRayan, 2011), 4) analisis DNA (heterozigositas)dan perbanyakan, 5) uji klondi lapangan hingga6) pembangunan kebun pangkas hasil uji klon.Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkanpengaruh asal populasi dan pohon induk

terhadap variasi pertumbuhan S. leprosula padatahapan sebagai kebun pangkasan sebelumdilakukan kegiatan perbanyakan dengan stekpucuk untuk uji klon dan membangun kebunpangkas.

II. METODOLOGI PENELITIANKegiatan dilaksanakan pada bulan Oktober

2011 hingga Pebruari 2012. Lokasi kegiatan dipersemaian B2PD Samarinda. Objekpengamatan adalah tanaman jenis S. leprosulasebagai kebun pangkasan yang berasal dari 6provenans (Tabel 1).

Pembangunan kebun pangkasan yaitudengan seleksi bibit S. leprosula hasileksplorasi tahun 2010 yang memilikikenampakan fenotip dan pertumbuhan terbaik.

Bibit terpilih berjumlah 10 bibit perpohon induk kemudian dipindahkan ke polybagbesar ukuran 30cm x 40cm denganperbandingan media (v/v) pupuk kandang :sekam : top soil (1:1:4) kemudian disusun dipersemaian berdasarkan provenans dan pohoninduknya sehingga terbangunlah kebunpangkasan (Cahyono dan Rayan, 2011).Dilakukan pemeliharaan selama proses dansetelah terbangunnya kebun pangkasan meliputipenyiraman, penyiangan dan pengendalianhama/penyakit.

Tabel 1. Informasi sumber materi genetik dari 6 provenansTable 1. Information of geneticmaterial source of six provenances

Lokasi(Location)

Titik GPS(GPS point)

Ketinggian tempat(Altitude) (m dpl)

Jumlah pohon induk(Number of mother tree)

ITCIKU Kaltim S 0o44’5,17”-0o55’5,41”E 116o22’4,34”-116o33’7,07” 177 – 358 10

Gunung Lumut Kaltim S 01o26’14,5”-01o26’45,5”E 115o54’27,9”-115o54’56,3” NA 10

KHDTK Carita Banten S 06o17’18,3”-06o17’49,5”E 105o50’21,5”-105o50’37,4” 59 – 116 10

Gunung Bunga Kalbar S 01o30’2,59”-01o30’4,23”E 110o42’0,68”-110o42’3,31” 106 – 139 7

Sungai Runtin Kalbar NA NA 9

SBK Kalteng S 00o51’5,62”-01o58’3,45”E 112o20’0,64”-112o26’2,91” NA 9

Keterangan: NA = data tidak tersediaSumber: diolah dari data primer.

Page 53: N ni Log N ni H

Pertumbuhan Kebun Pangkasan Jenis Shorea leprosula …(Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani)

45

Pengambilan data dilakukan pada periodetanaman berumur 4 bulan setelah dipindahkanke polybag besar. Parameter penelitianmeliputi pertumbuhan tinggi dan diameter.engukuran tinggi dari pangkal batang yangberbatasan dengan permukaan media sampaipucuk, sedangkan diameter dilakukan padaketinggian 5 cm dari pangkal batang.

Rancangan penelitian yang digunakanadalah Rancangan Acak Berblok denganprovenans sebagai blok. Terdapat 55 pohoninduk dari 6 provenans (Tabel 1). Masing-masing pohon induk digunakan 2 bibit dengan5 kali ulangan.

Data kemudian dianalisis statistikmenggunakan SAS 9. Untuk mengetahuiperlakuan yang berpengaruh nyata dilakukananalisis sidik ragam (analisis varians).Apabila hasil analisis varians menunjukkanperbedaan yang signifikan, maka dilanjutkandengan uji Duncan Multiple Range Test(DMRT) untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan. Model ANOVA yangdigunakan adalah sebagai berikut (Steel danTorie, 1995) :

Yijk = μ + Ri(1,2,...) + Aj(1,2,...) + Bk(1,2,...)(Aj(1,2,...)) + Eijk

dengan :Yijk : rata-rata pengamatan pada

ulangan ke-i,asal populasi ke-j,pohon induk ke-k

μ : rerata umum pengamatan;Ri : pengaruh ulangan ke-i;Aj : pengaruh provenan ke-j;Bk(Aj) : pengaruh pohon induk ke-k dalam

provenan ke-j;Eijk : random error

III. HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan pengamatan dan

pengukuran, diketahui bahwa pertumbuhantinggi dan diameter bervariasi baik itu antarprovenans maupun pohon induk. Hasilpengukuran menunjukkan bahwapertumbuhan tinggi berkisar antara 0,6–87,2cm sedangkan pertumbuhan diameter berkisarantara 0–8,21 mm. Analisis varians untukmengetahui pengaruh provenans dan pohoninduk seperti padaTabel 2.

Tabel 2. Rekap hasil analisis varians untuk pertumbuhan tinggi dan diameter S. leprosulaTable 2. Summary of variance analysis result on height and diameter growth of S . leprosula

Sumber Variasi(Source of Variation)

Derajat Bebas(Degree of Freedom )

Kuadrat Tengah (Mean Square)Pertumbuhan tinggi

(Height growth)Pertumbuhan diameter

(Diameter growth)Replikasi (R) 4 1297,48669** 42,7799134**Provenans (A) 5 6544,43615** 21,1065008**Pohon induk {B(A)} 49 1008,63818** 6,7209236**Error 482 310,5031 1,918635Jumlah 540Keterangan: ** = berbeda sangat nyataSumber: diolah dari data primer.

A. ProvenansVariasi pertumbuhan tinggi dan diameter

menunjukkan hasil berbeda nyata pada tingkatprovenans(Tabel 2). Halini diduga karenasumber bibit berasal dari materi dengan sebarangeografis yang cukup luas dan berjauhan satusama lain (Rohandi dan Widyani, 2010).Sebelumnya, Zobel dan Talbert (1984) telahmenyatakan bahwa perbedaan geografi ini akan

mempengaruhi sifat genetikyang kemudian sifatgenetik ini lebih kuat mempengaruhi karaktertinggi dibandingkan diameter. Dimungkinkanmasing-masing individu tiap provenans telahmengalami evolusi dan seleksi sehingga sifat-sifat utama tiap provenans sudah terbentuk(Soekotjo, 2009). Hasil uji lanjut (Tabel 3)memperlihatkan bahwa provenans yang berasaldari Kalbar unggul pada pengukuran karakter

Page 54: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 43-52

46

pertumbuhan. Untuk pertumbuhan tinggi,provenan Sungai Runtin memiliki pertumbuhantinggi yang tertinggi dan berbeda nyata denganprovenans lainnya. Sementara itu untukdiameter, provenan Gunung Bunga merupakanprovenan dengan pertumbuhan terbesar namuntidak berbeda nyata bila dibandingkan denganCarita dan ITCI.

Pertumbuhan tinggi provenans asalKalimantan (Gunung Bunga dan SBK) tidakberbeda nyata apabila dibandingkan denganprovenan Carita. Walaupun secara geografiberasal dari pulau yang berbeda, namun curahhujan asalprovenan tersebut tinggi>3.000mm/th (Tabel 4). Disamping itu, secara genetikprovenan SBK memiliki kekerabatan yangdekat dengan provenan Carita (Resmisari,2006).Provenan SBK berbeda nyata denganITCI dan secara genetik memang memilikikekerabatan yang jauh (Resmisari, 2006).

Pertumbuhan tinggi antar 2 provenan dariKaltim yaitu Gunung Lumut dan ITCI berbedanyata. Pengaruh faktor lingkungan yaituperbedaan curah hujan antara Gunung Lumutdan ITCI dimungkinkan membentuk karaktergenetik sehingga pertumbuhan tinggi keduanyaberbeda nyata. Terlihat bahwa tanaman yangdiperoleh dari lokasi dengan curah hujan yanglebih rendah (<3.000 mm/th) cende-rungmenunjukkan pertumbuhan tinggi yang rendah.

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwabibitberasal dari lokasi yang memiliki jenistanah podsolikdan aluvial. Hal tersebutmenunjukkan bahwa S. leprosula mampu hiduppada kedua jenis tanah tersebut, sehinggapembangunan hutan menggunakan jenis S.leprosula diluar daerah asal penyebarannyadapat dilakukan dengan syarat kondisilingkungan yang lain mendukung.

Tabel 3. Pengaruh provenan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter S. leprosulaTable 3. Effect of provenance to height and diameter growth of S. leprosula)

Provenans(Provenances)

Karakter (Character)Pertumbuhan tinggi

(Height growth)Pertumbuhan diameter

(Diameter growth)ITCIKU Kaltim 42,879 c 4,177 abGunung Lumut Kaltim 36,842 d 3,112 cKHDTK Carita Banten 50,314 b 4,252 abGunung Bunga Kalbar 53,723 b 4,515 aSungai Runtin Kalbar 60,092 a 4,002 bSBK Kalteng 53,655 b 3,838 bKeterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%Sumber: diolah dari data primer.

Tabel 4. Informasi curah hujan tahun 2010 dan jenis tanahTable 4. Information of rain 2010 and soil

Lokasi(Location)

Rata-rata curah hujan(Rainfall average) (mm/th)

Jenis tanah(Soil types)

ITCIKU Kaltim 1.800 (kaltimprov.go.id) Podsolik merah kuning (Akhiarni, 2008)Gunung Lumut Kaltim 2.142 (kaltimprov.go.id) Podsolik merah kuning (Zainun, 2009)KHDTK Carita Banten 3.950 (Samsoedin et al, 2010) Aluvial kelabu (Balitbanghut, 2005)Gunung Bunga Kalbar 3.516 (BPS Kalbar, 2010) Podsolik (BPS Kalbar, 2010)Sungai Runtin Kalbar 3.516 (BPS Kalbar, 2010) Podsolik (BPS Kalbar, 2010)SBK Kalteng 3.388 (Adytia, 2011) Podsolik merah kuning (Adytia, 2011)Sumber: diolah dari data primer.

Apabila pertumbuhan tinggi dan diameterdikelompokkan berdasarkan lokasi administratif

hasilnya seperti pada Gambar 1. Untuk wilayahKalimantan saja, berdasarkan rata-rata

Page 55: N ni Log N ni H

Pertumbuhan Kebun Pangkasan Jenis Shorea leprosula …(Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani)

47

pertumbuhan tinggi terlihat kelompokprovenans dari Kalimantan Barat (GunungBunga dan Sungai Runtin) pertumbuhantingginya lebih tinggi dibanding dengankelompok provenan dari Kalimantan Tengah(SBK) kemudian semakin menurun untukKalimantan Timur (Gunung Lumut dan ITCI).Dilihat secara geografis pada populasi hutanalam Kalimantan saja, semakin ke arah timurpertumbuhan tinggi dan diameter terlihatsemakin menurun.

Hasil yang berbeda disampaikan olehMashudi et. al, (2012) yang menyatakan bahwaprovenan Kaltim pertumbuhannya lebih baikdibanding Kalbar maupun Kalteng. Hal inidapat terjadi karena materi genetik yangterseleksi dapat dari pohon induk yang berbedayang memiliki kualitas genetik berbeda.Disamping itu kondisi media maupunlingkungan yang berbeda akan mampumemunculkan potensi genetik (Schmidt, 2002).

Sumber: diolah dari data primer.Gambar 1. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter berdasarkan lokasi administratifFigure 1. Average of height and diameter growth based on location

B. Pohon IndukBerdasarkan hasil analisis varians (Tabel

2), menunjukkan bahwa perbedaan pohonindukdalam provenans berpengaruh nyataterhadap pertumbuhan tinggi dan diametertanaman. Meskipun bahan tanaman diunduhpada lokasi provenans yang sama, waktu yangsama serta penanganan yang sama, namunpertumbuhannya sangat beragam. Hal inimengindikasikan bahwa diantara pohon indukmempunyai keragaman genetik yang tinggiuntuk kedua karakter tersebut.

Keragaman genetik dari individu-individupenyusun dalam provenans jenis S. leprosulaternyata lebih tinggi dibanding antar provenans

yaitu sebesar 96% : 4% (Rimbawanto danSuharyanto, 2005) dan 70,2% : 29,8% (Caoet.al, 2006). Keragaman genetik diantaraindividu dalam satu pohon induk sangatdimungkinkan. Hal ini karena bahan tanamanberasal dari pohon induk di hutan yangmemungkinkan terjadinya perkawinan terbukasehingga satu induk pohon dapat dibuahi olehbanyak induk jantan.

Untuk mengetahui lebih detil pohon indukyang memberikan perbedaan nyata disajikanpada Lampiran 1. Sementara itu, 10 terbaikpertumbuhan tinggi dan diameter berdasarkanpohon induk seperti pada Tabel 5.Rata-ratapertumbuhan tinggi dari 10 pohon induk terbaikberkisar antara 60,67-76,5 cm, sedangkan

56.9153.65

50.31

39.864.259

3.838

4.252

3.645

2

3

4

5

6

20

30

40

50

60

Kalbar Kalteng Banten Kaltim

Pert

umbu

han

diam

eter

(mm

)

Pert

umbu

han

tingg

i(c

m)

Page 56: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 43-52

48

pertumbuhan diameter berkisar antara 4,812-5,843 mm. Sepuluh terbaik tersebut secarastatistik pada dasarnya tidak berbeda nyata satusama lain. Namun kecenderungan untukpertumbuhan tinggi didominasi oleh pohoninduk yang berasal dari Kalimantan (GunungBunga, Sungai Runtin dan SBK) sebanyak90%. Berbeda dengan pertumbuhan tinggi,untuk pertumbuhan diameter tidak ada

provenan yang dominan berada pada posisisepuluh terbaik. Dari Tabel 5 juga diketahuibahwa lima pohon induk dengan tinggi tertinggijuga sekaligus memiliki diameter terbesar dari10 pohon induk terbaik. Dapat diasum-sikanbahwa antara pertumbuhan tinggi dan diameterterdapat korelasi. Hal ini sejalan denganpenelitian Mashudi et.al, (2012) terhadap jenisyang sama.

Tabel 5. Sepuluh terbaikpertumbuhan tinggi dan diameter berdasarkan pohon indukTable 5. The top ten height and diameter growth based on mother tree

Nomor(Number)

Pertumbuhan tinggi(Height growth)

Pertumbuhan diameter(Diameter growth)

Pohon induk(Mother tree)

Rata-rata(Average of height growth)

Pohon induk(Mother tree)

Rata-rata(Average of diameter growth)

1 17SR 76,500 a 54ITCI 5,8430 a2 33SBK 71,140 ab 4CR 5,1600 ab3 15SR 69,490 abc 26GB 5,1480 ab4 14SR 67,960 abcd 55ITCI 5,1110 ab5 31SBK 67,230 abcde 23GB 5,0830 abc6 16SR 65,440 abcdef 17SR 5,0520 abc7 1CR 62,580 abcdefg 8CR 5,0420 abc8 23GB 60,810 abcdefgh 35SBK 4,9370 abcd9 26GB 60,790 abcdefgh 1CR 4,8360 abcde

10 35SBK 60,670 abcdefgh 43ITCI 4,8120 abcdeKeterangan : Pohon induk 1 – 10 = Provenan Carita (CR); 11 – 19 = Provenan Sungai Runtin (SR); 20 – 26 =

Provenan Gunung Bunga (GB); 27 – 35 = Provenan SBK (SBK); 36 – 45 = Provenan Gunung Lumut(GL); 46 – 55 = Provenan ITCI (ITCI).

Sumber: diolah dari data primer.

Kebun pangkasan yang telah dibangun inidapat digunakan sebagai alternatif untukmemenuhi kebutuhan bibit menggunakanperbanyakan vegetatif terutama pada masaketika jenis S. leprosula tidak berbuah. Jikamelihat hasil pertumbuhan saja, maka dapatdipilih 10 provenans dan pohon induk yangmemiliki pertumbuhan terbaik untukdiperbanyak menghasillkan bibit. Namundemikian bibit yang dihasilkan belum dapatdikategorikan bibit unggul.

Bibit unggul tidak hanya dilihat secarafisik- fisiologis tetapi juga secara genetik.Tahapan berikutnya akan dilakukan seleksigenetik dengan uji DNA yaitu untukmengetahui heterozigositasnya. Heterozigositasdimaksudkan untuk mengeliminasi individu

hasil kawin kerabat. Informasi individu-individu S. Leprosula bergenotipe heterozigotnantinya akan digunakan untuk uji klon danhasil uji klon potensial dijadikan klon ungguluntuk membangun kebun pangkas.

IV. KESIMPULANPertumbuhan jenis S. leprosula di kebun

pangkasan dipengaruhi oleh asal provenans danpohon induk. Provenan dengan pertumbuhantinggi terbaik adalah Sungai Runtin sedangkanpertumbuhan diameter terbesar adalah GunungBunga.

Tampak bahwa S. leprosula yang diperolehdari lokasi dengan curah hujan rendahmenunjukkan pertumbuhan yang rendah. Kebun

Page 57: N ni Log N ni H

Pertumbuhan Kebun Pangkasan Jenis Shorea leprosula …(Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani)

49

pangkasan dapat digunakan sebagai sumberbibit. Untuk memperoleh bibit yang unggulperlu dilakukan seleksi terhadap kebunpangkasan yaitu dengan uji DNA dilanjutkandengan uji klon.

DAFTAR PUSTAKAAdytia, P.M. 2011. Kualitas Tanah Pada Sistem

Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) diAreal Kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi KusumaPropinsi Kalimantan Tengah. Skripsi. FakultasKehutanan IPB Bogor.

Akhiarni, Y. 2008. Komposisi dan Struktur VegetasiPada Hutan LOA Bekas Kebakaran 1997/1998Serta Pertumbuhan Anakan Meranti (Shorea spp)Pada Areal PMUMHM di IUPHHK PT. ITCIKartika Utama Kalimantan Timur. Skripsi. FahutanIPB Bogor.

Badan Litbang Kehutanan. 2005. Hutan Penelitian (HP)Carita, Propinsi Banten. Balitbanghut. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Prov. Kalimantan Barat. 2010.Kalimantan Barat Dalam Angka 2010.

Cahyono, D.D.N. dan Rayan. 2011. Kebun PangkasanJenis Shorea leprosula Dalam Rangka PenyediaanBibit Unggul. Prosiding Seminar ProduktivitasHutan. B2PD. Samarinda.

Cao, C.P., R. Finkeldey, I.Z. Siregar, U.J. Siregar, and O.Gailing. 2006. Genetic Diversity Within andAmong Population of Shorea leprosula Miq. AndShorea parvifolia Dyer (Dipterocarpaceae) inIndonesia Detected by AFLPs. In Genetic Variationof The Genus Shorea (Dipterocarpaceae) inIndonesia. Dissertation. Faculty of Forest Sciencesand Forest Ecology. Georg August University ofGőttingen.

Leppe, D. dan W.T.M. Smits. 1988. Metode Pembuatandan Pemeliharaan Kebun Pangkas Diptero-carpaceae. Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APHI).Jakarta.

Mashudi, S. Pudjiono, Rayan dan M. Sulaeman. 2012.Pengaruh Asal Populasi dan Pohon Induk TerhadapPertumbuhan Bibit Meranti Tembaga (Shorealeprosula Miq.) Sebagai Materi Untuk PerbanyakanKlonal. Jurnal Penelitian Dipterokarpa Vol.6 No.2Desember.

Rayan dan Cahyono, D. D. N., 2012. EksplorasiPengumpulan Materi Genetik Shorea leprosulaMiq. Untuk Populasi Dasar dan PopulasiPemuliaan. Info Teknis Dipterokarpa Vol.5 No.1September 2012.

Resmisari, R.S. 2006. Variasi DNA Kloroplas Shorealeprosula Miq. di Indonesia Menggunakan PenandaPCR-RFLP. Tesis. Fakultas Kehutanan. IPB.Bogor.

Rimbawanto, A. dan Suharyanto. 2005. KeragamanGenetik Populasi Shorea leprosula Miq. danImplikasinya untuk Program Konservasi Genetik.Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Hutan.Fahutan UGM. Yogyakarta.

Rohandi, A. dan N. Widyani. 2010. PertumbuhanTigaProvenans Mahoni Asal Kostarika. TeknoHutan Tanaman Vol.3 No.1 April 2010. PusatPenelitian dan Pengembangan PeningkatanProduktivitas Hutan. Bogor.

Samsoedin, I., N. M. Heriyanto dan E. Subiandono. 2010.Struktur dan Komposisi Jenis Tumbuhan HutanPamah di KHDTK Carita, Prov. Banten. JurnalPHKA. Vol.7 No.2.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih TanamanHutan Tropis dan Sub Tropis 2000. DirektoratJenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.Departemen Kehutanan. Jakarta.

SK Kepala Badan Litbang Kehutanan NomorSK.63/VIII/P3PH-1/2010 tanggal 28 Desember2010 tentang Pembangunan Demplot Sumber Benihuntuk Mendukung Pembangunan Kehutanan.

Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif (SILIN).Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan ProsedurStatistik Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Subiakto, A., R. Effendi dan Ernayati. 2007. KetersediaanIPTEK Pembibitan, Penanaman dan PemeliharaanHutan Tanaman Dipterokarpa. Prosiding SeminarPengembangan Hutan Tanaman Dipterokarpa danEkspose TPTII/SILIN. Samarinda 4-5 September2007. B2PD. Samarinda.

Widyantoro, B. dan D. Sukadri. 2007. Peluang pasar kayuhasil hutan tanaman dipterokarpa. ProsidingSeminar Pengembangan Hutan TanamanDipterokarpa dan Ekspose TPTII/SILIN. Samarinda4-5 September 2007. B2PD. Samarinda.

Zainun, M. 2009. Strategi Pengembangan EkowisataHutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten PaserPropinsi Kalimantan Timur. Tesis. FakultasKehutanan IPB Bogor.

Zobel, B.J. dan J.T. Talbert. 1984. Applied Forest TreeImprovement. John Willey and Sons, Inc. Canada.

Page 58: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 43-52

50

Lampiran 1. Hasil uji DMRT pertumbuhan tinggi dan diameterAppendix 1. Result of DMRT on height and diameter growth

Nomor(Number)

Pertumbuhan tinggi (Height growth) Pertumbuhan diameter (Diameter growth)Pohon induk(Mother tree)

Rata-rata(Average of height growth)

Pohon induk(Mother tree)

Rata-rata(Average of diameter growth)

1 17 76,500 a 54 5,8430 a2 33 71,140 ab 4 5,1600 ab3 15 69,490 abc 26 5,1480 ab4 14 67,960 abcd 55 5,1110 ab5 31 67,230 abcde 23 5,0830 abc6 16 65,440 abcdef 17 5,0520 abc7 1 62,580 abcdefg 8 5,0420 abc8 23 60,810 abcdefgh 35 4,9370 abcd9 26 60,790 abcdefgh 1 4,8360 abcde

10 35 60,670 abcdefgh 43 4,8120 abcde11 4 60,480 abcdefgh 38 4,7430 abcdef12 32 60,360 abcdefgh 9 4,7320 abcdef13 48 59,400 abcdefghi 25 4,6830 abcdefg14 20 58,540 abcdefghi 52 4,6370 abcdefg15 18 57,260 bcdefghij 46 4,6180 abcdefgh16 19 56,710 bcdefghijk 21 4,5780 abcdefgh17 3 56,600 bcdefghijk 15 4,5740 abcdefgh18 22 55,530 bcdefghijkl 32 4,5290 abcdefghi19 24 53,100 bcdefghijklm 14 4,4810 abcdefghi20 54 53,080 bcdefghijklm 42 4,3460 abcdefghij21 12 52,970 bcdefghijklm 6 4,2890 bcdefghijk22 9 51,650 bcdefghijklmn 20 4,2810 bcdefghijk23 42 51,530 bcdefghijklmn 19 4,2310 bcdefghijkl24 50 50,950 cdefghijklmno 18 4,2300 bcdefghijkl25 8 50,860 cdefghijklmno 27 4,1920 bcdefghijkl26 43 50,020 cdefghijklmno 33 4,1920 bcdefghijkl27 46 49,860 cdefghijklmno 2 4,1230 bcdefghijklm28 27 49,760 cdefghijklmno 16 4,0900 bcdefghijklm29 30 48,600 defghijklmnop 24 4,0500 bcdefghijklm30 52 48,020efghijklmnopq 29 4,0188 bcdefghijklm31 5 47,980 efghijklmnopq 50 3,9980 bcdefghijklm32 28 47,650 efghijklmnopq 10 3,9630 bcdefghijklm33 11 47,470 efghijklmnopq 53 3,8367 bcdefghijklmn34 13 47,030 fghijklmnopq 5 3,8340 bcdefghijklmn35 21 44,210 ghijklmnopq 22 3,7870 bcdefghijklmn36 10 44,180 ghijklmnopq 31 3,5980 bcdefghijklmn37 2 44,130 ghijklmnopq 3 3,5830 bcdefghijklmn38 45 43,750 ghijklmnopqr 49 3,5275 cdefghijklmn39 25 43,080 ghijklmnopqr 11 3,4140 defghijklmn40 6 42,630 ghijklmnopqr 28 3,3710 defghijklmn41 53 42,478 hijklmnopqr 39 3,3133 efghijklmn42 7 42,050 hijklmnopqr 40 3,2610 efghijklmno43 34 40,340 ijklmnopqr 12 3,2330 fghijklmno44 37 38,150 jklmnopqr 45 3,1370 ghijklmno45 55 37,030 klmnopqr 51 3,0600 hijklmno46 36 35,670 lmnopqrs 30 2,9930 ijklmno47 38 33,800 mnopqrs 7 2,9630 ijklmno48 49 33,325 mnopqrs 36 2,7910 jklmno49 29 33,013 nopqrs 34 2,7470 klmno

Page 59: N ni Log N ni H

Pertumbuhan Kebun Pangkasan Jenis Shorea leprosula …(Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani)

51

Nomor(Number)

Pertumbuhan tinggi (Height growth) Pertumbuhan diameter (Diameter growth)Pohon induk(Mother tree)

Rata-rata(Average of height growth)

Pohon induk(Mother tree)

Rata-rata(Average of diameter growth)

50 40 31,640 opqrs 13 2,7140 lmno51 44 29,970 pqrs 44 2,7060 lmno52 51 29,238 pqrs 37 2,6220 mno53 39 28,622qrs 38 2,3840 no54 41 24,450 rs 41 1,7680o55 47 18,267 s 47 1,7678o

Keterangan : Pohon Induk1 – 10 = Provenan Carita (CR);11 – 19 = Provenan Sungai Runtin (SR);20 – 26 = Provenan Gunung Bunga (GB);27 – 35 = Provenan SBK (SBK);36 – 45 = Provenan Gunung Lumut (GL);46 – 55 = Provenan ITCI (ITCI).

Sumber: diolah dari data primer.

Page 60: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 43-52

52

Page 61: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 53-62ISSN: 1978-8746

53

KEANEKARAGAMAN FUNGI MAKRO PADA TEGAKAN BENIHDIPTEROCARPACEAE DI TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING

DAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAHThe Diversity of Macro Fungy In Forest Seed Stand of Dipterocarpaceae in

Tanjung Puting Nasional Park and Sebangau Nasional Park in Central Kalimantan

Massofian Noor1) dan Amiril Saridan1)

1) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, SamarindaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telepon. (0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email : [email protected]

Diterima 21 Pebruari 2013, direvisi 23 Mei 2013, disetujui 27 Mei 2013

ABSTRACT

The diversity of macro fungy in forest seed stand of Dipterocarpaceae in Tanjung Putting Nasional Park andSebangau Nasional Park in Central Kalimantan. The places that we don’t know about a potency diversity of macrofungy that very infortent to exsplorations and the point for identification and used for humans lives. The research hasdone during 10 (ten) months, it’s started from march to December 2012. The method used in this research was transectmethod, with 20 m wide, 10 m each from left and right of 1.000 m axis line, and space between transect method.lined transect was 200 meter. Macro fungy collection has been done by 100 % census method. While Identification ofmacro fungy has used key determination. The result from Tanjung Putting Nasional Park and Sebangau Nasional Parkshows there are 18 genus 44 species with 335 individuals, consisting of wood decomposer (71,91%), liters decomposer(4,13%), simbionce of Diptercarpaceae species (10,41%), edible mushrooms (9,46%) and for medicine (0,96%).Macro climate for both area relatively similar. The result of T- test diversity level of macro fungy in two location showthat there is no significant difference. The score of Morishita Horn similarity index (CmH) is 1,31 or nore then 1,indicates that the distribution of macro fungy in both research location is outspread,.

Keywords : Diversity, macro fungy, seed stand of Dipterocarpaceae Tanjung Puting Nasional Park and SebangauNasional Park

ABSTRAK

Penelitian keanekaragaman fungi makro dilaksanakan pada tegakan benih Dipterocarpaceae di Taman NasionalTanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan, yaitubulan Maret - Desember 2012. Latar belakang flora fungi makro pada suatu daerah tertentu yang belum pernahdiketahui potensi dan keanekaragaman fungi makro sangat diperlukan eksplorasi dan tujuan untukmengidentifikasikani jenis dan manfaat fungi makro untuk kepentingan manusia. Metode yang dipergunakan adalahmetode jalur dengan lebar 20 meter (10 meter dari kiri dan kanan dari garis sumbu sepanjang 1000 meter) dengan jarakantar jalur 200 meter, pengumpulan fungi makro dilakukan sensus 100 %. Identifikasi fungi makro mempergunakankunci determinasi. Hasil penelitian yang diperoleh pada tegakan benih Dipterocarpaceae di Hutan Taman NasionalTanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau diperoleh rata-rata sebanyak 18 genus 44 jenis dan 335 individu., yangterdiri dari fungi makro penghancur kayu (71,91 %), penghancur serasah (4,13 %), sebagai sembion pada jenisDipterocarpaceae (10,41 % ), sebagai ramuan obat (0,96 %) , dan dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan (9,46 %).Iklim makro pada kedua lokasi relatif sama. Hasil Uji- t tingkat keanekaragaman fungi makro dari dua lokasi yangberbeda menunjukan tidak berbeda nyata, nilai kesamaan Morisita Horn (CmH) diperoleh 1,31 atau 1 lebih,menunjukkan bahwa distribusi fungi makro pada kedua areal penelitian menyebar.

Kata Kunci : Fungi Makro, tegakan benih Dipterokarpaceae, Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman NasionalSebangau

Page 62: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 53-62

54

I. PENDAHULUANKalimantan terkenal akan kekayaan flora

dan fauna termasuk juga keanekaragaman fungimakronya. Berkaitan dengan keanekaragamanfungi makro, Smits (1994) melaporkan darihasil eksplorasi selama 8 tahun (1986 - 1994) diRintis Kadri Samboja, Kalimantan Timurmenemukan fungi makro sebanyak 208 jenis.Sedangkan Marji dan Noor (2005) menemukanfungi makro sebanyak 119 jenis di lokasi HutanLindung Gunung Lumut, Kalimantan Timur.

Hasil penelitian Noor (2002) yangmelakukan pengamatan di hutan lindung SungaiWain khususnya pada hutan tidak terbakarmenemukan fungi makro sebanyak 16 jenis dari65 individu dan hutan terbakar ringan sebanyak6 jenis dari 21 individu, dimana semua jenisfungi makro yang ditemukan bersimbiosisdengan pohon terutama dari familiDipterocarpaceae, Leguminosae danAnnonaceae. Pada areal PT Inhutani I LabananKm 26 Berau dan PT Narkata RimbaKecamatan Muara Wahau, Kalimantan Timurditemukan rata-rata jumlah fungi makrosebanyak 27 jenis dengan 257 individu, yangterdiri 28,80 % fungi makro ektomikoriza(Ecm) dan 71,20 % bukan fungi makroektomikoriza. Semua fungi makro yangditemukan bersimbiosis dengan pohon terutamadari famili Dipterokarpaceae, Leguminosae,Annonaceae, Sapotaceae, Fagaceae, danMyristicaceae ( Noor,2010).

Hasil eksplorasi lain yang pernahdilakukan dan dilaporkan menyatakan bahwakeanekaragaman fungi makro cukup bervariasi,tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi tipe hutan,tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kondisiiklim mikro dan tipe tanahnya. Beberapa hasilpenelitian yang telah dilakukan sudah cukupbanyak, khususnya di daerah ProvinsiKalimantan Timur, akan tetapi masih sangatterbatas di luar Provinsi Kalimantan Timur,seperti di Kalimantan Tengah, dan KalimantanBarat.

Sehubungan masih terbatasnya kegiataneksplorasi keanekaragaman fungi makro di luarProvinsi Kalimantan Timur, kegiatan penelitianeksplorasi fungi ini dilanjutkan dan

dilaksanakan pada tegakan benihdipterocarpaceae di Taman Nasional TanjungPuting dan Taman Nasional Sebangau ProvinsiKalimantan Tengah. Adapun dasarpertimbangan pemilihan kedua lokasi ini, selainberada di luar Provinsi Kalimantan Timur,kedua lokasi ini masih dalam kondisi hutanyang cukup baik, sehingga diasumsikan akanbanyak ditemukan keanekaragaman fungimakro dan dapat menjadi referensi yang baik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapatmenambahkan hasil penelitian sebelumnya,sehingga dapat melengkapi kondisikeanekaragaman fungi makro di wilayah hutanKalimantan. Data dan informasi ini diharapkandapat bermanfaat tidak hanya bagi parapengumpul/kolektor jamur, pakar jamur, pakarbiologi, pakar botani, pakar penyakit tumbuhan,pencinta flora dan masyarakat luas lainnya,akan tetapi dapat dimanfaatkan sebagai dasaruntuk penelitian lanjutan lainnya ataupunsebagai bahan masukan didalam pengelolaanhutan secara lestari.

Tujuan penelitian adalah: untukmengidentifikasikan, mengetahui peranan danmanfaat fungi makro pada tegakan benihDipterocarpacaeae di Taman Nasional (TN)Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau.

Sasaran prioritas yang perlu dicapai adalahtersedianya data keanekaragaman, peranan danmanfaat fungi makro pada tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional TanjungPuting dan Taman Nasional SebangauKalimantan Tengah.

II. METODOLOGI PENELITIANKegiatan penelitian ini dilakukan di 2 (dua)

Provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya padategakan benih Dipterocarpaceae di TamanNasional Tanjung Puting dan Taman NasionalSebangau Kalimantan Tengah. Dilaksanakanselama 10 bulan, dari bulan Maret-Desember2012.

Alat dan bahan yang dipergunakan didalam mendukung kegiatan penelitian iniadalah kompas, altimeter, lux meter,higrometer, temperatur udara, alat pengukurtemperatur tanah, GPS, kamera, kapur barus,

Page 63: N ni Log N ni H

Keanekaragaman Fungi Makro Pada Tegakan Benih Dipterocarpaceae Di Taman Nasional Tanjung …(Massofian Noor dan Amiril Saridan)

55

plastik sil, cool box tempat penyimpan fungi,pisau kecil, kaca pembesar (lup).

Pengumpulan specimen fungi makrodilakukan di lapangan untuk di identifikasi,difoto dan dikeringkan. Fungi makro yangdikumpulkan diberi lebel, dan dimasukankedalam kantong plastik. Data yang berkaitandengan koordinat lokasi penelitian, intensitascahaya, ketinggian tempat, kelembaban udara,suhu tanah dan curah hujan serta jenis pohonyang bersimbiosis dengan fungi makrodilakukan langsung bersamaan di lapangan.

Rancangan pengumpulan fungi makrodilakukan di lapangan dengan membuat petakcontoh dengan luas 1000 meter x 1000 meter.Di dalam petak contoh kemudian dibuat 5 jalur(transect system) dengan jarak antar jalur 200 mdan selebar 20 meter (10 m kiri dan 10 m kanandari sumbu jalur utama) (Kusmana, 1997).Selanjutnya di dalam jalur dilakukan sensus100% untuk mengumpulkan fungi makro.

Identifikasi fungi makro dilakukan dengancara melihat dan mencocokan bentuk, ukurandan sifat hidupnya secara makrokopis, baiksecara eksternal maupun internal dari tudungdan tangkai (Breitenbach dan Kranzlin,1991).Untuk keperluan tersebut, tubuh buah fungimakro yang bertangkai dibelah menggunakanpisau cutter.

Setelah fungi makro diidentifkasi,selanjutnya menentukan apakah fungi makrotersebut berperan sebagai parasit, saprofit,bersimbiosis, ataupun untuk obat atau dapatdikomsumsi sebagai bahan makanan,berdasarkan beberapa literatur yang tersediaseperti Bigelow (1979), Nonis (1982), Imazeki(1988), Julich (1988), Bresinsky dan Besl(1990), Breitenbach dan Kranzlin (1991),Laessoe dan Lincoff (1998), Pace (1998) danPhillips (1981).

Analisis data untuk membandingkandominansi fungi makro pada kedua lokasitersebut digunakan rumus Heddy dan Kurniati(1996) yang dikutip Wahyuni (2002) adalah :Di= x 100%dimana:

Di = dominansi jenisn i = jumlah individu fungi makro ke i,N = jumlah individu seluruh fungi makro.

Untuk mengetahui indeks kekayaan fungimakro pada kedua areal tersebut digunakanrumus Margalef dalam Ludwig dan Reynolds(1988) adalah :R (S-1)LNdimana:S = jumlah jenis fungi makro yang teramatiN = jumlah seluruh individu fungi makroL = Logaritma natural

Untuk mengetahui indeks keragamanfungi makro pada kedua areal tersebut dapatmempergunakan rumus Shannon – Wieverindeks diversity dalam Ludwig dan Reynolds(1988) adalah:

n

niiNniLogNniH )/(/)/('

dimana:H’ = indeks keragaman jenis ke ini = jumlah individu fungi makro ke iN = jumlah individu seluruh jenis fungi

makroSelain menghitung nilai keragaman (H’)

fungi makro, perbedaan tingkat signifikansi duanilai keragaman dilakukan dengan Uji-t,kemerataan fungi makro di kedua areal denganmempergunakan indeks Margalef dan kesamaanfungi makro dengan mempergunakan Indekskesamaan jenis (Morishita Horm) dalamLudwig dan Reynolds (1988).

III. HASIL DAN PEMBAHASANHasil dominansi eksplorasi fungi makro

pada tegakan benih Dipterocarparpaceae diTaman Nasional Tanjung Puting dan TNSebangau di Kalimantan Tengah dapatdiperlihatkan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 disajikan pada halaman lampiran,dimana pada tegakan benih Dipterocarpaceae diTaman Nasional Tanjung Puting diperoleh 5besar dominan tertinggi, yaitu Polyporus spp(34,54%), Tremestes spp (9,18%), Russula spp

53

Page 64: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 53-62

56

(8,45%), Ganoderma spp (6,28%), Ascocorinespp (4,73 %) dan Phylloporus spp (4,35%).

Tabel 2. disajikan pada lampiran, dimanapada tegakan benih Dipterocarpaceae di TamanNasional Sebangau diperoleh 5 dominantertinggi, yaitu Polyporus spp (53,04 %),Clitocybe spp (12,16 %), Ganoderma spp (8,78%), Xylaria spp (4,73 %), dan Ascocorine spp(4,73 %). (Tabel 1 dan 2 halaman lampiran).

Data kemudian dikelola untuk rataanindeks keanekaragaman fungi makro, yaituindeks kekayaan (Margalef indexs), indekskeragaman jenis (Shannon indexs), indekkemerataan (Evennes indexs) pada kedua lokasitegakan benih Dipterocarpaceae TamanNasional Tanjung Puting dan Taman NasionalSebangau diperlihatkan pada gambar grafik 1berikut :

Sumber: diolah dari data primer.Gambar 1. Grafik rataan indeks keragaman fungi makro pada tegakan benih Dipterocarpaceae di

Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau di Kalimantan TengahFigure 1. The graphic of diversity index average of macro fungy in Tanjung Putting Nasional

Parks and Sebangau nasional park in central Kalimantan

Gambar 1 di atas, menyajikan nilai indekskekayaan (R) fungi makro pada tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional Sebangauyaitu lebih besar, yakni R= 5,2483, biladibandingkan dengan tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional TanjungPuting R= 1,6657. Dalam hal ini dipengaruhiadanya komposisi jenis dan jumlah individufungi makro pada plot pengamatan di tegakanbenih Dipterocarpacae Taman NasionalSebangau. Wahyuni (2002), menyatakan bahwakekayaan jenis sebagai indikatorkeanekaragaman dipengaruhi oleh jumlah jenisdan jumlah individu fungi makro pada setiapplot pengamatan.

Nilai keragaman (H’) pada kedua lokasipenelitian menunjukkan nilai yang lebih kecilbila dibandingkan dengan Nilai keragamanMaksimal (H’maks). Hal ini dipengaruhi oleh

proposi individu fungi makro di antara fungiyang ada atau kelimpahan relatif.

Fungi makro yang mempunyai kelimpahanrelatif tinggi pada tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional TanjungPuting adalah : Polyporus spp, Tremestes spp,Russula spp, Gamoderma spp dan Phylloporusspp. Untuk tegakan benih Dipterocarpaceae diTaman Nasional Sebangau adalah Polyporusspp, Ganoderma spp, Clitocybe spp, Xylariaspp, dan Ascocorine spp. Jumlah fungi makropada tegakan benih Dipterocarpaceae di TamanNasional Tanjung Puting diperoleh 23 genus, 56jenis dengan 414 individu. Pada tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional Sebangaujumlah fungi makro diperoleh 13 genus, 33jenis dengan 296 individu.

Dalam penelitian ini diperoleh pula fungimakro berdasarkan atas identifikasi dari

Page 65: N ni Log N ni H

Keanekaragaman Fungi Makro Pada Tegakan Benih Dipterocarpaceae Di Taman Nasional Tanjung …(Massofian Noor dan Amiril Saridan)

57

beberapa literatur dan manfaatnya untuktegakan benih Dipterocarpaceae di TamanNasional Tanjung Puting adalah:a. Sebagai penghancur serasah: Collybia spp

dan Coprinus spp (5,55 %).b. Sebagai penghancur kayu : Polyporus spp,

Ganoderma spp, Xylaria spp, Tremestesspp, Sterium spp, Fomitopsis spp,Auricalpium spp, Phylloporus spp, danPhellinus igniarius (62,07 %). 3). Fungisebagai bahan makanan (Clitocybe sp,Clitocybe ectypoides, Sarcoscyphacoccinia, Auricularia auriculata danHygrocybe coccinea (6,76 %). 4). Sebagaisimbion dengan pohon Dipterocarpaceae:Clitocybe sp, Leccinum halopus, Russulalacteolata, Boletus enodensis, Amanitarubescen, Russula lepida, Amanita sp1,Russula grevipes, Amanita vica, danRussula euborneorolata (16,43 %). 5).Fungi sebagai penurun obat deman dansakit ulu hati : Tulostoma simulans(1,93%).Untuk manfaat fungi makro yang diperoleh

di tegakan benih Dipterocarpaceae TamanNasional Sebangau berdasarkan atas beberapaliteratur dan identifikasi jenis fungi makroadalah :a. Fungi sebagai penghancur serasah :

Marasmius sp (2,70 %).b. Fungi sebagai penghancur kayu ( Polyporus

spp, Polyporus tulipiferae, Ganoderma spp,Coriolus spp, Xylaris spp, Fomesfomentarius, Fomitopsis spp, danIschnoderma resinosum (81,76%).

c. Fungsi sebagai bahan makanan : Clitocybeectyopoides, Ascocoryne sarcoides, danClitocybe sp1 ( 12,16 %).

d. Fungi sebagai simbion dengan pohonDipterocarpaceae (Boletus enodensis,Clitocybe ectypoides, Lactarius spp 1,Clitocybe revulosa, Clitocybe sp 1, danAmoroderma sp 1(4,39 %).

e. Fungi sebagai bahan campuran obat (tidakditemukan).Kemerataan (E) jenis fungi makro di Taman

Nasional Sebangau lebih besar biladibandingkan dengan kemerataan (E) jenisfungi makro di Taman Nasional TanjungPuting, yaitu diperoleh sebesar E= 1,2684 untukTaman Nasional Sebangau dan E= 0,1925 untukTaman Nasional Tanjung Puting, yangmengidentifikasikan adanya konsentrasi jumlahindividu fungi makro pada beberapa jenistertentu. Hal ini disebabkan oleh proporsiindividu fungi makro yang tidak tersebar meratadi antara seluruh fungi makro yang ditentukanpada masing-masing lokasi penelitian.

Untuk mengetahui kemerataan (E) jenisfungi makro pada kedua tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional TanjungPuting dan Taman Nasional Sebangau diKalimantan Tengah di lakukan Uji- t dantingkat kesamaan jenis menggunakan indeksMorishita (CmH).

Berdasarkan hasil perhitungan tersaji padaTabel 3 menunjukkan bahwa rataan jenis fungimakro di kedua lokasi tidak berbeda nyata,relatif sama. Untuk nilai kesamaan MorisitaHorm (CmH) diperoleh 1,31 % atau satu lebihyang mengindikasikan bahwa komposisi jenisfungi makro pada kedua plot pengamatankurang lebih sama menyebar.

Tabel 3. Indeks kesamaan (E) fungi makro pada tegakan benih Dipterocarpaceae di TamanNasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah

Table 3. The evenes indiexs of macro fungy in forest seed stand of Dipterocarpaceae TanjungPuting Nasional Parks and Sebangau Nasional Parks in Central Kalimantan

Plot pengamatan(Plot activity)

Rataan(Average)

T- tabel(T-table)

T-hitung(T-value)

Signifikasi (5%)(Significancy) (5%)

Taman Nasional Tanjung Puting 0,1925 2 0,1953 Not significant (NS)Taman Nasional Sebangau 1,2684 - -

Sumber: diolah dari data primer.

Page 66: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 53-62

58

Tabel 4. Keadaan iklim makro di Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangaudi Kalimantan Tengah

Table 4. The macro climate condation for boht area of Tanjung Puting Nasional Park andSebangau Nasional Parks in Central Kalimantan

Nomor(Number)

Jenis Kegiatan(Activity)

TN. Tanjung Puting(Tanjung Puting National Park)

TN. Sebangau(Sebangau National Park)

1. Curah Hujan 200-300 ml/h 300-400 ml/h2. Intensitas Cahaya 20 Lux 15 Lux3. Kelembapan Udara 78% 86%4. Suhu Tanah 260C 250C5. Temperatur Udara 320C 300C6. Ketinggian Tempat 30 dpl 52 dpl

Sumber: diolah dari data primer.

Keanekaragaman fungi makro yangdiperoleh cukup bervariasinya jenis danjumlah fungi makro yang ditemukan didugaberkaitan dengan keadaan iklim mikro danketinggian tempat di kedua lokasi penelitiandiperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 3 tersebut di atas, dimana iklimmikro pada kedua lokasi penelitian relatipsama, hanya kelembaban pada tegakan benihTaman Nasional Sebangau lebih tinggi, biladibandingkan dengan tegakan benih TamanNasional Tanjung Puting. Hal ini disebabkanpada tegakan benih Taman NasionalSebangau keadaan hutan belum tergangguoleh aktipitas penebangan, sedangkan padategakan benih Taman Nasional TanjungPuting bekas penebangan.

Pengaruh iklim ini dapat mempengaruhikeberadaan fungi makro pada kedua lokasipenelitian. Selain elemen seperti tersebut diatas Tabel 4. Juga dipengaruhi oleh faktor tipetanah dan jenis pohon yang ada. Seperti dikemukakan oleh Smits ( 1994), bahwakeberadaan fungi makro di pengaruhi olehsifat tanah dan jenis pohon atau pegetasi yangada. Jumlah jenis maupun individu fungimakro yang diperoleh pada tegakan benihDipterocarpaceae di Taman Nasional TanjungPuting lebih banyak yaitu 23 genus 56 jenisdengan 414 individu bila dibandingkandengan tegakan benih Taman NasionalSebangau, yaitu 13 genus, 33 jenis dengan296 individu. Akan tetapi Nilaikeanekaragaman fungi makro (R) di TamanNasional Sebangau jauh lebih besar diperoleh

R= 5,2483, dan Taman Nasional TanjungPuting indeks Kekayaan jenis (R) hanya =1,6657.

IV. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Jumlah fungi makro yang diperoleh padategakan benih Dipterocarpaceae TamanNasional Tanjung Puting dan TamanNasional Sebangau di Kalimantan Tengahrata-rata adalah 18 genus 44 jenis dengan 335individu, yang terdiri dari: Fungi makrosebagai penghancur serasah (4,13%),penghancur kayu (71,91%), sebagai bahanmakanan (9,46%), simbion dengandipterocarpaceae (10,41%), dan sebagaipenurun obat deman dan sakit ulu hati(0,96%).

Pengaruh kelembaban udara dapatmempengaruhi keanekaragaman fungi makropada kedua areal penelitian tersebut.Dominansi jenis fungi makro pada kedualokasi penelitian, umumnya didominansi olehfungi makro antara lain: olyporus spp,Tremestes spp, Russula spp, Ganoderma spp,Phylloporus spp, Clitocybe spp, Xylaria spp,dan Fomitopsis spp. Hasil Uji-t tingkatkeragaman jenis fungi makro pada kedualokasi penelitian diperoleh tidak berbedanyata, dimana T- tabel 2 > T- hit 0,1953,sedangkan nilai kesamaan Morishita (CmH)sebesar 1,31 atau lebih, mengindentifikasikanpenyebaran fungi makro pada kedua lokasipenelitian menyebar.

Page 67: N ni Log N ni H

Keanekaragaman Fungi Makro Pada Tegakan Benih Dipterocarpaceae Di Taman Nasional Tanjung …(Massofian Noor dan Amiril Saridan)

59

B. SaranHasil keanekaragaman jenis fungi makro

di Taman Nasional Tanjung Puting danTaman Nasional Sebangau di peroleh fungimakro potensial yang dapat dikembangkansebagai bahan inokulun untuk mempercepatpertumbuhan anakan meranti yaitu; Russulalepida, Russula grives, Russula lecteolata,Russula euborneorolata, Leccinum holopus,Amanita vica dan Amanita rubescen.

DAFTAR PUSTAKABigelow, H.E. 1979. Musrhroom pocket field guide.

Hal.117. Macmilan Publishing Co. Inc,NewYork.

Breitenbach, J. and F. Kranzlin. 1991. Fungi ofSwitzerland. Boletes and agarics. MycologiaLucerne, Switzerland. Hal.361.

Bresinsky, A and H. Besl. 1990. A colour atlas ofpoisonous fungi. Wolfe Publishing Ltd, London.Hal.295.

Imazeki, R.; Y. Otani and T. Hongo. 1988. Nihon nokinoko. Yama-kei Publishing Ltd., Tokyo.Hal.623.

Julich, W. 1988. Dipterocarpaceae and mycorrhizae.Special Issue, GFG Report of MulawarmanUniversity Vol.9. Hal.103.

Kusmana, C. 1997. Metode survey vegetasi. InstitutPertanian Bogor.

Laessoe, T. And G. Lincoff. 1998. Mushroom. DorlingKindersley Ltd., London. Hal.304.

Ludwig, J.A and G. Reynolds. 1988. Statiscal Ecology.Wiley Interscience Publication John Wiley andSons. Toronto. H. Hal.60-67.

Nonis, U. 1982. Mushroom and toadstools. A colourfield guide. David and Charles, London. Hal.229.

Noor, M. 2002. Keanekaragaman jamur ektomikorizapada areal hutan bekas terbakar dan tidakterbakar di Hutan Lindung Sungai Wain KotaMadya Balikpapan. Tesis Program Pasca sarjanaUniversitas Mulawarman. Samarinda.

Marji, D. dan Noor, M. 2005. Biodiversity Assessment.Gunung Lumut Protecton Forest. TropenbosInternasional Indonesia Program

Noor, M. 2010. Keanekaragaman fungi Makro BalaiPenelitian Teknologi Konservasi Sumber DayaAlam. Balikpapan.

User, G. 1979. Dictionary of Botany. Constable.London. Hal.480.

Pace, G. 1998. Mushroom of the world. Firefly BooksLtd., Spain. Hal.310.

Philllips, R. 1981. Mushrooms and other fungi of GreatBritain & Europe. The most comprerhensivelyillustrated book on the subject this century.London.

Smits, W.T.M. 1994. Dipterocarpaceae: Mycorrhizaeand Regeneration. PhD Thesis, WageningenAgricultural University, The Netherlands.Hal.242.

Wahyuni. 2002. Studi Keanekaragaman danPenyebaran Jenis Burung Untuk PengembanganRekreasi Alam di Kebun Raya SamarindaLempake, Provinsi KalimantanTimur. Tesisprogram Pascasarjana Universitas MulawarmanSamarinda. Hal. 123.

Page 68: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 53-62

60

Lampiran Tabel 1.Tabel 1. Dominansi fungi makro yang ditemukan pada tegakan benih dipterocarpaceae di Taman

Nasional Tanjung Puting Kalimantan TengahTable 1. The dominancy of fungy macro was pounding in seed stand of dipterocarpaceae in

Tanjung Puting Nasional Park in central KalimantanNomor

(Number) Jenis(Species) Pamili (Family) Tempat Tumbuh(Habitate)

Jumlah(Sum)

Dominansi(Dominancy)

1. Phellinus igniarius Hymenochaetaceae Kayu mati 4 6,89652. Polyporus sp 1 Polyporaceae Kayu mati 5 8,62063. Ganoderma sp 1 Ganodermataceae Kayu mati 5 8,62064. Collybia sp 1 Tricolomataceae Serasah 7 12,06895. Coprinus sp 1 Coprinaceae Serasah 5 8,62066. Polyporus sp 2 Polyporaceae Kayu mati 8 13,79317. Polyporus sp 3 Polyporaceae Kayu mati 30 51,72418. Hygrocybe coccinea Hygrophoraceae Serasah 4 6,89659. Polyporus sp 4 Polyporaceae Kayu mati 5 8,6206

10. Polyporus sp 5 Polyporaceae Kayu mati 10 17,241311. Microporus sp 1 Polyporaceae Rting kayu 3 5,172412. Clitocybe sp 1 Tricolomataceae Th. Organis 6 10,344813. Xerocomus sp 1 Boletaceae Akar kayu 6 10,344814. Ganoderma sp 2 Gonodermataceae Kayu mati 3 5,172415. Phylloporus hodoxanthus Polyporaceae Kayu mati 18 31,034416. Polyporus sp 6 Polyporaceae Kayu mati 4 6,896517. Tremestes sp 1 Polyporaceae Kayu mati 6 10,344818. Polyporus sp 7 Polyporaceae Kayu mati 7 12,068919. Microporus sp 2 Polyporaceae Kayu mati 6 10,241320. Leccinum holopus Bolutaceae Akar kayu 10 17,241321. Russula luteolacta Russulaceae Th. Organis 6 10,344822. Boletus enodensis Bolutaceae Akar kayu 5 8,620623. Ganoderma sp 3 Ganoderrmataceae Kayu mati 3 5,172424. Polyporus sp 8 Polyporaceae Kayu mati 15 25,862025. Amanita rubescen Amanitaceae Th .organis 4 6,896526. Clitocybe ectypoides Tricholomataceae Kayu mati 10 17,241327. Russula lepida Russulaceae Th. Organis 4 6,896528. Polyporus sp 9 Polyporaceae Kayu mati 12 20,689629. Polyporus sp 10 Polyporaceae Kayu mati 10 17,241330. Microporus sp 3 Polyporaceae Akar kayu 3 5,172431. Tulostoma simulan Tolustonataceae Kayu mati 8 13,793132. Ganoderma sp 4 Ganodermataceae Kayu mati 15 25,862033. Marasmius sp 1 Marasmiaceae Akar kayu 3 5,172434. Polyporus multycalour Polyporaceae Kayu mati 7 12,068935. Collybia sp 2 Tricholomataceae Kayu mati 8 13,793136. Microporus sp 4 Polyporaceae Kayu mati 6 10,344837. Sarcoscypha coccinea Sarcoscyphaceae Kayu mati 4 6,896538. Aucularia auriculata Auriculariaceae Kayu mati 4 6,896539. Xylaria polymorpha Xylariaceae Kayu mati 6 10,344840. Polyporus sp 11 Polyporaceae Th. Organis 3 5,172441. Polyporus sp 12 Polyporaceae Kayu mati 5 8,620642. Amanita sp 1 Amanitaceae Akar phn 4 6,896543. Polyporus sp 13 Polyporaceae Kayu mati 3 5,172444. Hygrocybe sp 2 Hygrophoraceae Kayu mati 4 6,896545. Tremestes sp 2 Polyporaceae Kayu mati 30 51,724146. Polyporus sp 14 Polyporaceae Kayu mati 4 6,896547. Polyporus sp 15 Polyporaceae Kayu mati 5 8,620648. Amanita sp 2 Amanitaceae Th.organis 4 6,8965

Page 69: N ni Log N ni H

Keanekaragaman Fungi Makro Pada Tegakan Benih Dipterocarpaceae Di Taman Nasional Tanjung …(Massofian Noor dan Amiril Saridan)

61

Nomor(Number) Jenis(Species) Pamili (Family) Tempat Tumbuh

(Habitate)Jumlah(Sum)

Dominansi(Dominancy)

49. Russula grivipes Russulaceae Th.organis 25 43,103450. Auriscalpium sp 1 Hydnaceae Kayu mati 4 6,896551. Polyporus xanthopus Polyporaceae Kayu mati 3 5,172452. Polyporus sp 15 Polyporaceae Kayu mati 6 10,344853. Tremestes sp 3 Polyporaceae Kayu mati 3 5,172454. Polyporus sp 16 Polyporaceae Kayu mati 6 10,344855. Stereum sp 1 Stereaceae Kayu mati 12 20,689656. Fomitopsis penicola Polyporaceae Kayu mati 3 5,172457. Xylaria sp 1 Xylariaceae Kayu mati 5 8,6206

Jumlah 23 genus,56 jenis 414Sumber: diolah dari data primer.

Lampiran Tabel 2.Tabel 2. Dominansi fungi makro yang ditemukan pada tegakan benih dipterocarpaceae di Taman Nasional

Sebangau Kalimantan TengahTable 2. The dominancy macro fungy was pounding in seed stand of Dipterocarpaceae in Sebangau

Nasional Park in Central KalimantanNomor

(Number)Jenis

(Species)Pamili

(Family)Tempat tumbuh

(Habitate)Jumlah(Sum)

Dominansi(Dominancy)

1. Polyporus sp 1 Polyporaceae Kayu mati 8 2,68452. Boletus enodensis Bolutaceae Akar kayu 5 1,67783. Clitocybe ectypoides Tricolomataceae Kayu mati 12 4,02684. Xylaria polymorpha Xylariaceae Kayu mati 8 2,68455. Polyporus sp 2 Polyporaceae Kayu mati 6 2,01346. Polyporus sp 3 Polyporaceae Kayu mati 15 5,03357. Lactarius sp 1 Russulaceae Akar kayu 5 1,67788. Polyporus sp 4 Polyporaceae Kayu mati 12 4,02689. Ganoderma sp 1 Ganodermataceae Kayu mati 8 2,6845

10. Polyporus sp 5 Polyporaceae Kayu mati 10 3,355711. Ganoderma sp 2 Ganodermataceae Kayu mati 5 1,677812. Ascocoryne sarcoides Ascocorynaceae Kayu mati 14 4,697913. Clitocybe rivulosa Tricolomataceae Kayu mati 14 4,697914. Polyporus sp 6 Polyporaceae Kayu mati 20 6,711415. Ganoderma sp 3 Ganodermataceae Kayu mati 3 1,006716. Clitocybe sp 1 Tricolomataceae Kayu mati 10 3,355717. Polyporus sp 7 Polyporaceae Kayu mati 8 2,684518. Xylaria sp 1 Xylariaceae Kayu mati 6 2,013419. Polyporus sp 8 Polyporaceae Kayu mati 30 10,067120. Fomitopsis sp 1 Polyporaceae Kayu mati 4 1,342221. Polyporus sp 9 Polyporaceae Kayu mati 18 6,040222. Coriolus sp 1 Polyporaceae Kayu mati 10 3,355723. Polyporus tulipiferae Polyporaceae Kayu mati 16 5,369124. Amoroderma sp 1 Ganodermataceae Th. Arganis 3 1,006725. Fomes fomentarius Polyporaceae Kayu mati 5 1,677826. Fomitopsis sp 2 Polyporaceae Kayu mati 6 2,013427. Ischmoderma resinosum Hapalopilaceae Kayu mati 3 1,006728. Polyporus sp 10 Polyparaceae Kayu mati 6 2,013429. Ganoderma sp 4 Ganodermataceae Kayu mati 4 1,342230. Polyporus sp 11 Polyporaceae Kayu mati 3 1,006731. Marasmius sp 1 Tricolomataceae Serasah 8 2,684532. Polyporus sp12 Polyporaceae Kayu mati 5 1,577833. Ganoderma sp 5 Ganodermataceae Kayu mati 6 2,0134

Jumlah 13 genus, 33 jenis 296 99,2275Rataan 8,9696 3,0068

Sumber: diolah dari data primer

Page 70: N ni Log N ni H

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, Juni 2013: 53-62

62

Page 71: N ni Log N ni H

PETUNJUK BAGI PENULIS

BAHASA: Naskah ditulis dalam bahasa Indonesiadengan abstrak dalam bahasa Inggris.FORMAT: Naskah diketik diatas kertas A4 pada satupermukaan dengan satu spasi. Pada semua tepi kertasdisisakan ruang kosong minimal 3 cm.JUDUL: Judul dibuat tidak lebih dari dua baris danharus mencerminkan isi tulisan. Nama penulisdicantumkan di bawah judul.ABSTRAK: Abstrak dibuat tidak lebih 250 kata berupaintisari permasalahan secara meneyluruh, dan bersifatinformative mengenai hasil yang dicapai.KATA KUNCI: Kata kunci dicantumkan di bawahabstrakTABEL: Judul tabel dan keterangan yang diperlukanditulis dengan bahasa Indonesia dan Inggris denganjelas dan singkat. Tabel harus diberi nomor.Penggunaan tanda koma (,) dan titik (.) pada angka didalam tabel masing- masing menunjukkan nilaipecahan/ decimal dan kebulatan seribu.GAMBAR: Grafik dan ilustrasi lain yang berupagambar harus kontras. Setiap gambar harus diberinomor, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasaIndonesia dan Inggris.FOTO: Foto harus mempunyai ketajaman yang baik,diberi judul dan keterangan yang jelas dalam bahasaIndonesia dan InggrisDAFTAR PUSTAKA: Daftar Pustaka yang dirujukharus disusun menurut abjad nama pengarang denganmencantumkan nama pengarang, tahun terbit, judulpustaka, media (Vol., No., Hal.), penerbit dan kotapenerbit

NOTES FOR AUTHORS

LANGUAGE: Manuscripts must be written inIndonesia with English Abstract.FORMAT: Manuscripts should be typedsingle spaced on one face of A4 white paper 3 cmmargin should be left all side.TITLE: Title must not exceed two lines and shouldreflect the content of the manuscript. The author’sname follows immediately under the title.ABSTRACT: Abstract must not exceed 150 words, andshould comprise, informative essence of the entirecontent of the article.KEYWORDS: Keywords should be written following aabstract.TABLE: Title of tables and all necessary remarks mustbe written both in Indonesian and English. Tablesshould be numbered. The uses of comma (,) and point(.) in all figures in the table indicated a decimalfraction, and a thousand multiplication, respectively.

LINE DRAWING: Graphs and other line drawingillustrations must be drawn in high contrast black ink.Each drawing must be numbered, title and suppliedwith necessary remarks in Indonesia and English.PHOTOGRAPH: Photographs submitted should havehigh contrast, and must be supplied with necessaryinformation as line drawing.REFERENCE: Reference must be listed in alphabeticalorder of author’s name with their year of publications,publisher, and the place of published.

CONTOH PENGUTIPAN

BUKU:Steel, R. G. D, & J.H. Torrie. 1960. Principles and Procedures of Statistic. Mc. Graw-Hill Book Co. Inc. New York.

JURNAL:Beck, A. T., Epstein, N., Brown, G., & Steer, R. A. (1988). An inventory for measuring clinical anxiety: Psychometric

properties. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol.56, Hal.893–897.

JURNAL ONLINE:Wheeler, D. P., & Bragin, M. (2007). Bringing it all back home: Social work and the challenge of returning veterans.

Health and Social Work, Vol.32, Hal.297-300, diambil dari http://www.naswpressonline.org

PROSIDING:Herculano-Houzel, S., Collins, S. E., Wong, P., Kaas, J. H., & Lent, R. (2008). The basic nonuniformity of the cerebral

cortex. Proceedings of the National Academy of Sciences Vol.105, Hal.12593-12598.

Page 72: N ni Log N ni H