New UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EFEK IRADIASI GAMMA … · 2015. 2. 12. · UIN SYARIF...

98

Transcript of New UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EFEK IRADIASI GAMMA … · 2015. 2. 12. · UIN SYARIF...

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP AKTIVITAS

    ANTI INFLAMASI KITOSAN SECARA IN VITRO

    SKRIPSI

    DIAS PRAKATINDIH

    NIM : 1110102000022

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    September 2014

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP AKTIVITAS

    ANTI INFLAMASI KITOSAN SECARA IN VITRO

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    DIAS PRAKATINDIH

    NIM : 1110102000022

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    September 2014

  • iiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

    dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

  • iiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Nama : Dias Prakatindih

    NIM : 1110102000022

    Program Studi : Farmasi

    Judul : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti

    inflamasi Kitosan Secara In Vitro

  • ivUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh :

    Nama : Dias Prakatindih

    NIM : 1110102000022

    Program Studi : Farmasi

    Judul Skripsi : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti inflamasi

    Kitosan Secara In Vitro

    Telah berhasil mempertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana

    Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • vUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ABSTRAK

    Nama : Dias PrakatindihProgram Studi : FarmasiJudul : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan

    Secara In Vitro

    Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang berasal dari laut yang palingbanyak ditemukan. Kitosan berasal dari hasil deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi danberat molekul merupakan parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan.Fernandes (2010) menyebutkan bahwa kitosan memiliki aktivitas anti inflamasisecara in vivo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iradiasigamma terhadap derajat deasetilasi, berat moleku, serta aktivitas anti inflamasinya.Hasil pengamatan menunjukan bahwa kitosan non iradiasi mempunyai DDA96,658% dan kitosan radiasi 94,073%. Radiasi juga menyebabkan penurunan beratmolekul kitosan, semakin besar dosis radiasi semakin rendah berat molekul yangdihasilkan. Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas anti inflamasi kitosan noniradiasi dan kitosan radiasi dengan 3 dosis radiasi yang berbeda masing-masing 50,100, dan 150 kGy yang dibandingkan dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif.Telah diketahui persentase stabilisasi membran sel darah merah kitosan 0 kGy(25,05%), kitosan 50 kGy (36,27%), kitosan 100 kGy (55,87%), dan kitosan 150 kGy(39,92%). Berdasarkan kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darahmerah, kitosan 100 kGy mempunyai aktivitas anti inflamasi yang tertinggi dan jugasebanding dengan Na diklofenak. Selain itu, hasil uji analisis statistik ANOVAmenunjukan bahwa kitosan 100 kGy berbeda secara bermakna dengan kitosan 0, 50,dan 150 kGy tetapi identik dengan Na diklofenak. Hasil ini mebuktikan bahwakitosan 100 kGy dapat dijadikan sebagai referensi obat anti inflamasi.

    Kata kunci : kitosan, derajat deasetilasi, berat molekul, anti inflamasi, Na diklofenak,sel darah merah manusia, stabilisasi membran

  • viUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ABSTRACT

    Name : Dias PrakatindihProgram Study : PharmacyTittle : The Effect of Gamma Irradiation on the In Vitro Anti-

    Inflammatory Activity of Chitosan

    Chitosan is one of the most abundant marine-based biopolymers. Chitosan isthe product of deacetylation of chitin. The main parameters influencing thecharacteristics of chitosan are its degree of deacetylation and molecular weight.Fernandes (2010) reported that chitosan had in vivo anti inflammatory effect. The aimof this research is to determine the influence of gamma irradiation on the degree ofdeacetylation, molecular weight, and its anti inflammatory activity. The results ofdegree deacetylation showed that unirradiated and iiradiated chitosan have 96,658%and 94,073%, respectively. Irradiation caused the reduction of molecular weight ofchitosan, the higher doses of irradiation resulted in lower molecular weight. In thisexperiment the anti inflammatory activity of uniiradiated and irradiated chitosan inthree irradiation doses 50, 100, and 150 kGy was compared with sodium diclofenacas a positive control. The result showed that the percentage membrane stabilizationof red blood cell of chitosan 0, 50, 100, and 150 kGy are 25,05%, 36,27%, 55,87%and 39,92%, respectively. The ability to stabilize the membranes of red blood cell,chitosan irradiated with 100 kGy has the higher anti inflammatory activity and alsohas the same anti inflammatory effect with sodium diclofenac. Moreover, thestatistical analysis ANOVA showed that chitosan irradiated with 100 kGy has thesignificant different with chitosan 0, 50, and 150 kGy but comparable to sodiumdiclofenac. This result indicated that chitosan irradiated with 100 kGy has a potencyto develop as anti inflammatory drug.

    Keyword : chitosan, degree of deacetylation, molecular weight, anti inflammatory,sodium diclofenac, human red blood cell, membrane stabilization

  • viiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    KATA PENGANTAR

    Dengan Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

    berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi

    ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

    Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

    masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk

    menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Dr. Darmawan Darwis, Apt. selaku pembimbing pertama dan Bapak

    Yardi, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar

    dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala

    bantuan dan bimbingan bapak mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

    2. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan , Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan Program Studi

    Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga

    penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    5. Kepada Ibu Dewi, Ibu Susi, Ibu Ayu, dan Ibu Ilin yang telah memberikan

    masukan kepada penulis selama penelitian di BATAN.

    6. Kepada Kak Rani, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Liken, dan Kak

    Rahmadi yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama

    penelitian di kampus.

    7. Kepada kedua orang tua saya, Ayahanda H. Abdul Ghozi dan Ibunda Hj. Suparti

    Adik-adikku Felisa Angularsih dan David Pamungkas, dan semua keluarga besar

  • viii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual, hingga selesainya

    skripsi ini.

    8. Untuk sahabat-sahabatku “Ngocol”, Syarifatul Mufidah, Afifah Nurul Izzah,

    Diah Azizah, Melia Puspitasari, Jaga Paramudita, Zakiya Kamila, Desi Syifa

    Nurmillah, dan Fatmah Syafiqoh yang selalu setia memberikan masukan, tak

    bosan memberikan dukungan doa dan semangat, serta mendengarkan keluhan,

    tangisan, dan teriakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    9. Teman-teman seperjuangan ANDALUSIA dari Farmasi 2010 yang sama-sama

    berjuang bersama selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan ini.

    10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut

    membantu menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh

    karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna

    tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

    Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil

    penelitian ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa

    farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

    Ciputat, September 2014

    Penulis

  • ixUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

    Sebagai sivitas akademi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Dias Prakatindih

    NIM : 1110102000022

    Program Studi : Farmasi

    Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi pengembangan ilmi pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah

    saya dengan judul

    EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP AKTIVITAS ANTI INFLAMASI

    KITOSAN SECARA IN VITRO

    untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

    Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    untuk kepentingan akademik sebatas sesuai Undang – Undang Hak Cipta.

    Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

    sebenarnya.

    Dibuat di: Ciputat

    Pada Tanggal : 1 September 2014

    Yang Menyatakan,

  • xUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv

    ABSTRAK ............................................................................................................ v

    ABSTRACT ......................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ix

    DAFTAR ISI.......................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv

    DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xv

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

    BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3

    1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 4

    1.4 Manfaat penelitian................................................................................. 4

    1.5 Hipotesis................................................................................................ 4

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5

    2.1 Kitosan ................................................................................................. 5

    2.1.1 Sumber Kitosan............................................................................ 5

    2.1.2 Karakteristik Kitosan ................................................................... 6

    2.1.3 Proses Pembuatan Kitosan ........................................................... 7

    2.2 Radiasi ................................................................................................... 9

    2.2.1 Macam-macam Radiasi ............................................................... 9

    2.2.2 Fungsi Radiasi............................................................................ 10

    2.3 Metode Perhitungan Berat Molekul .................................................... 11

    2.3.1 Viskometer ................................................................................. 11

  • xi

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4 Inflamasi.............................................................................................. 12

    2.4.1 Definisi....................................................................................... 12

    2.4.2 Mekanisme Inflamasi Akut ........................................................ 13

    2.4.3 Penyebab Inflamasi .................................................................... 15

    2.4.4 Tipe Inflamasi ............................................................................ 16

    2.4.5 Mediator Inflamasi ..................................................................... 17

    2.5 Obat Anti Inflamasi............................................................................. 22

    2.5.1 Obat Anti Inflamasi Steroid ....................................................... 22

    2.5.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid ............................................... 22

    2.6 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit... 22

    2.7 Spektrofotometri UV-VIS ................................................................... 24

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 26

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 26

    3.2 Bahan................................................................................................... 26

    3.2.1 Bahan Uji .................................................................................. 26

    3.2.2 Bahan Kimia............................................................................... 26

    3.3 Alat ...................................................................................................... 26

    3.4 Prosedur Kerja..................................................................................... 27

    3.4.1 Penyiapan Kitosan...................................................................... 27

    3.4.2 Iradiasi........................................................................................ 27

    3.4.3 Perhitungan Derajat Deasetilasi ................................................. 27

    3.4.4 Perhitungan Berat Molekul ...................................................... ..27

    3.4.5 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran

    Eritrosit....................................................................................... 28

    3.4.6 Analisa Data ............................................................................. ..31

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 32

    4.1 Hasil .................................................................................................... 32

    4.1.1 Hasil Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan .................................. 32

    4.1.2 Hasil Berat Molekul Kitosan...................................................... 33

  • xii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.1.3 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Kitosan

    Hasil Iradiasi dan Non Radiasi................................................... 35

    4.1.4 Hasil Analisa Statistik ................................................................ 37

    4.2 Pembahasan ......................................................................................... 38

    4.2.1 Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan............................................ 38

    4.2.2 Berat Molekul Kitosan ............................................................... 39

    4.2.3 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ...................................... 40

    BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 44

    5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 44

    5.2 Saran.................................................................................................... 44

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45

    LAMPIRAN......................................................................................................... 50

  • xiiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan............................................................. 33

    Tabel 1.2 Tabel Waktu Alir Rata – Rata Tiap Konsentrasi Larutan ........................... 33

    Tabel 1.3 Tabel Viskositas Spesifik dari Berbagai Dosis Radiasi .............................. 34

    Tabel 1.4 Tabel Viskositas Intrinsikdan Berat Molekul ............................................ 34

    Tabel 1.5 Efek Stabilisasi Membran SDM dari Larutan Uji dan Kontrol Positif

    Terhadap Induksi Panas&Larutan Hipotonik Pada Konsentrasi 100 ppm . 36

    Tabel 1.6 Nilai Persen Rata-Rata Stabilitas Membran SDM Kitosan dan Natrium

    Diklofenak Pada Konsentrasi 100 ppm ...................................................... 38

  • xivUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Struktur Kitin.......................................................................................... 5

    Gambar 2 Struktur Kitosan ..................................................................................... 6

    Gambar 3 Reaksi Deasetilasi Kitin dengan Basa Kuat Menjadi Kitosan ............... 8

    Gambar 4 Skema Mekanisme Inflamasi Akut ...................................................... 15

    Gambar 5 Diagram Metabolisme Asam Arakidonat............................................. 20

    Gambar 6 Efek Utama yang Ditimbulkan oleh IL-1 & TNF pada Inflamasi ....... 21

    Gambar 7 Grafik Hubungan Dosis Radiasi dengan Berat Molekul Kitosan ........ 35

    Gambar 8 Stabilisasi Membran SDM dari Larutan Uji & Kontrol Positif Terhadap

    Induksi Panas dan Larutan Hipotonik ................................................. 37

  • xvUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR ISTILAH

    BM : Berat Molekul

    COX : Cyclooxygenase

    DDA : Degree of Deacetylation

    HRBC : Human Red Blood Cell

    Ig : Imunoglobulin

    IL : Interleukin

    kGy : Kilogray

    NMR : Nuclear Magnetic Resonance

    PAF : Platelet Activating Factor

    PGE/F : Prostaglandin

    PGI : Prostasiklin

    TNF : Tumor Necrosis Factor

    TXA : Tromboksan

  • xviUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Kerangka Penelitian................................................................................. 50

    Lampiran 2 Pengukuran Berat Molekul Kitosan ........................................................ 51

    Lampiran 3 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan Pada Konsentrasi 100 ppm........... 52

    Lampiran 4 Pembuatan Larutan Uji dan Standar ........................................................ 53

    Lampiran 5 Perhitungan Pembuatan Buffer Asetat dan Buffer Posfat ....................... 54

    Lampiran 6 Spektrum 1H NMR Kitosan 0 kGy dan Kitosan 75 kGy ........................ 56

    Lampiran 7 Perhitungan Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan..................................... 60

    Lampiran 8 Hasil Pengukuran Waktu Rata – Rata Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy

    pada Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% ...................................... 61

    Lampiran 9 Hasil Perhitungan Viskositas Spesifik Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy

    pada Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,0%, dan 0,4% ...................................... 63

    Lampiran 10 Nilai Viskositas Intrinsik Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada

    Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%.............................................. 66

    Lampiran 11 Penentuan Berat Molekul Kitosan ......................................................... 67

    Lampiran 12 Nilai Absorbansi Larutan Uji Kitosan 0, 50, 100, 150 kGy, dan Na

    Diklofenak.............................................................................................. 68

    Lampiran 13 Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji dan Kontrol Negatif .................. 69

    Lampiran 14 Penentuan Stabilitas Membran SDM Terhadap Kitosan 0, 50, 100, &

    150 kGy pada Konsentrasi 100 ppm ...................................................... 70

    Lampiran 15 Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Kitosan 0, 50, 100, 150 kGy dan Na

    Diklofenak pada Konsentrasi 100 ppm ................................................ 72

    Lampiran 16 Lembar Pernyataan Kesediaan Menjadi Sukarelawan .......................... 77

    Lampiran 17 Gambar Kitosan Sebelum dan Sesudah Radiasi.................................... 78

    Lampiran 18 Foto-Foto Alat Penelitian ...................................................................... 79

    Lampiran 19 Foto Proses Uji Aktivitas....................................................................... 80

  • 1UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati laut yang melimpah dan

    beragam. Sumber daya kelautan Indonesia yang melimpah itu dapat berpotensi

    sebagai obat, contohnya alga, rumput laut, bulu babi, udang, dan lain-lain. Salah

    satu komoditas laut Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah

    udang. Dewasa ini pengembangan dan penelitian mengenai udang terus

    dilakukan, terutama dalam bidang aktivitas farmakologisnya, salah satunya

    sebagai anti inflamasi (Fernandes et al., 2010).

    Udang merupakan salah satu komoditas andalan dari sektor perairan

    Indonesia yang terus mengalami peningkatan produksi, baik diperoleh dari usaha

    penangkapan di alam ataupun dari hasil budidaya. Selama ini potensi udang

    Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% per tahunnya. Data tahun 2001

    menunjukkan potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Udang juga

    merupakan salah satu sumberdaya perikanan dengan nilai ekspor terbesar selain

    dari hasil perikanan lainnya dan umumnya diekspor dalam bentuk beku. Dari

    proses pembekuan udang untuk ekspor, 60 - 70% dari berat total udang menjadi

    limbah (kulit udang) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah kulit udang

    sebesar 510.266 ton (Darmawan et al., 2007). Namun, proses pengolahan limbah

    kulit udang tersebut belum dilakukan secara optimal di Indonesia.

    Limbah kulit udang mengandung 16,9% protein, 23,5% kitin, dan 24,8%

    kalsium (Sossrowinoto, 2007). Berdasarkan data tersebut, kulit udang merupakan

    sumber potensial sebagai bahan baku pembuatan kitin yang selanjutnya dapat

    menghasilkan kitosan. Kitosan adalah senyawa turunan kitin hasil proses

    deasetilasi yang mempunyai ikatan (1-4) 2-amido-2-deoksi-β-D-glukosa serta

    mempunyai karakteristik fisika kimia yang lebih baik dibandingkan dengan kitin.

    Saat ini kitosan banyak digunakan dalam farmasi sebagai bahan tambahan untuk

  • 2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    memperbaiki sistem penghantaran obat, mempunyai aktivitas sebagai anti

    mikroba, anti tumor, anti hiperlipidemia, dan anti inflamasi (Xia et al., 2011).

    Proses peradangan (inflamasi) merupakan suatu respon perlindungan

    normal terhadap kerusakan jaringan dan merupakan suatu proses yang kompleks

    disertai dengan aktivasi enzim, pelepasan mediator, ekstravasasi cairan, dan

    migrasi sel. Mediator-mediator kimia juga berperan sebagai pemberi respon

    terjadinya inflamasi, mediator tersebut dapat berikatan pada reseptor yang

    spesifik pada sel target dan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

    dan kemotaksis neutrofil, merangsang kontraksi otot polos, memiliki aktivitas

    enzimatik secara langsung, menginduksi rasa nyeri atau stress oksidatif (Kumar et

    al., 2010). Stress oksidatif ini telah terbukti berkaitan dengan jalur patogenesis

    beberapa penyakit seperti aterosklerosis, kanker, kerusakan hati, artritis rematoid

    dan gangguan syaraf (Kumar, 2011).

    Aktivitas biologis dari kitosan dipengaruhi oleh berat molekulnya.

    Proses pemutusan rantai molekul kitosan dapat dilakukan dengan cara kimia,

    enzimatik, dan radiasi. Proses radiasi selain digunakan untuk memutus rantai

    molekul, juga dapat digunakan sebagai proses sterilisasi yang berguna untuk

    membunuh mikroba. Selain itu, pemutusan rantai molekul kitosan dengan cara

    radiasi tidak meninggalkan residu seperti pada proses kimia dan enzimatik. Proses

    radiasi juga tidak menyebabkan bahan yang diradiasi menjadi radioaktif sehingga

    obat yang dihasilkan dapat dikonsumsi dengan aman. Akhir-akhir ini proses

    radiasi mendapatkan perhatian yang lebih dalam bidang teknologi karena

    beberapa faktor diantaranya mempunyai realiabilitas yang baik, dapat

    diaplikasikan pada produk skala besar, dan lebih ekonomis (Tahtat et al., 2012).

    Penelitian yang dilakukan oleh Matsuhashi dan Kume 1997 menunjukkan bahwa

    terdapat peningkatan aktivitas antimikroba dari kitosan yang telah diiradiasi. Hal

    ini menunjukkan bahwa iradiasi dapat meningkatkan aktivitas biologis dari

    kitosan.

  • 3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Kitosan mempunyai sifat sukar larut dalam air dan pelarut organik lain.

    Hal ini menyebabkan aplikasi penggunaannya menjadi terbatas. Berbagai cara

    dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dari kitosan. Salah satu cara yang dapat

    dilakukan adalah iradiasi, karena iradiasi dapat memperkecil berat molekul

    kitosan. Semakin rendah berat molekulnya maka kelarutan kitosan semakin

    meningkat. Kitosan dengan berat molekul yang lebih rendah disebut oligokitosan.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fernandes et al., 2010, oligokitosan

    memiliki aktivitas anti inflamasi lebih tinggi daripada indometasin. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa oligokitosan dapat menghambat kerja enzim

    siklooksigenase dan mengurangi produksi prostaglandin. Penelitian lainnya juga

    menunjukkan bahwa kitosan dapat digunakan sebagai anti inflamasi dengan

    menghambat ekspresi protein prostaglandin E2 (PGE2) dan kerja enzim

    cyclooxygenase-2 (COX-2) (Chou et al., 2003). Berdasarkan hasil penelitian

    tersebut maka kitosan mempunyai potensi yang besar sebagai alternatif obat anti

    inflamasi baru yang selektif terhadap COX-2.

    Sel darah merah (eritrosit) manusia telah banyak digunakan sebagai

    model studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi dan obat anti

    inflamasi non steroid (OAINS) dapat mencegah lepasnya hemoglobin (Hb) dari

    sel darah merah (eritrosit) ketika terjadi kondisi hipotonik. Teori ini digunakan

    sebagai metode yang sangat berguna untuk menilai aktivitas anti inflamasi dari

    bermacam-macam senyawa secara in vitro (Kumar, 2011). Melihat adanya

    potensi yang tinggi pada kitosan hasil iradiasi sebagai anti inflamasi, maka pada

    penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas anti inflamasi kitosan hasil iradiasi

    secara in vitro dengan metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood

    Cell).

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian

    sebagai berikut :

    1. Bagaimana pengaruh iradiasi terhadap berat molekul kitosan?

  • 4

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Apakah kitosan yang telah diiradiasi memilki aktivitas anti inflamasi

    secara in-vitro dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran

    sel darah merah?

    3. Adakah peningkatan aktivitas anti inflamasi dari kitosan hasil iradiasi

    dibandingkan dengan kitosan tanpa iradiasi?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Mengetahui pengaruh iradiasi terhadap berat molekul kitosan.

    2. Mengetahui apakah kitosan yang telah diiradiasi memilki aktivitas anti

    inflamasi secara in-vitro dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan

    membran sel darah merah.

    3. Mengetahui ada atau tidaknya peningkatan aktivitas anti inflamasi dari

    kitosan hasil iradiasi dibandingkan dengan kitosan tanpa iradiasi

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

    1. Sebagai informasi ilmiah bagi peneliti lanjutan tentang aktivitas anti

    inflamasi yang terdapat pada kitosan hasil iradiasi.

    2. Sebagai pengetahuan dalam bidang ilmu kimia bahan alam dan bidang

    industri farmasi dalam upaya pengembangan obat anti inflamasi yang

    dihasilkan dari kitosan hasil iradiasi.

    1.5 Hipotesis

    Kitosan hasil iradiasi yang diproduksi oleh BATAN mempunyai aktivitas

    anti inflamasi lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan tanpa radiasi, dilihat dari

    kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah.

  • 5UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kitosan

    2.1.1 Sumber Kitosan

    Kitosan (poli-β-(1,4)-D-glukosamin) merupakan makromolekul

    biologi yang dapat diperoleh dari proses deasetilasi kitin yang banyak

    ditemukan pada cangkang kepiting, kulit udang dan cangkang serangga.

    Kitin (poli-β-(1,4)-N-asetil-D-glukosamin) merupakan biopolimer alami

    kedua terbanyak di alam setelah selulosa (Dutta et al., 2004). Kitin dan

    kitosan memiliki struktur yang mirip dengan selulosa. Perbedaannya

    terletak pada posisi C2 dimana pada kitin posisi C2 adalah gugus

    asetamida dan pada kitosan posisi C2 adalah gugus amina. Setiap tahun

    sekitar 100 milyar ton kitin diproduksi dari krustasea, kerang, rajungan,

    serangga, jamur dan organisme lainnya (Kim, 2011).

    Akhir-akhir ini, kitosan banyak digunakan diberbagai bidang,

    misalnya, kosmetik, obat-obatan, makanan tambahan dan pertanian.

    Selain itu, kitosan juga digunakan sebagai komponen dari pasta gigi,

    krim, sampho, penurun kadar kolesterol, anti mikroba, anti koagulan,

    sebagai pembawa obat, bahan untuk produksi lensa kontak, atau perban

    mata, dan lain-lain (Prashanth, 2007).

    Gambar 1 Struktur Kitin (Abreu et al., 2005)

  • 6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 2 Struktur Kitosan (Yin et al., 2009)

    2.1.2 Karakteristik Kitosan

    Kitin dan kitosan merupakan polimer alami yang banyak

    ditemukan, bersifat biodegradabel, biokompatibel, dan tidak toksik.

    Dalam proses reaksi, kitosan jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan

    selulosa karena kitosan memiliki gugus NH2. Ikatan 1-4

    anhidroglukosidik pada kitin juga dimiliki oleh selulosa, namun tidak

    semua sifat karakteristik kitin/ kitosan dimiliki oleh selulosa. Kitin

    sangat hidrofobik, tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut

    organik, larut dalam heksafluoroisopropanol, heksafluoroaseton, dan

    kloroalkohol. Kitosan mempunyai kelarutan yang lebih baik daripada

    kitin.

    Kitosan merupakan poli-(β-1, 4-D-glukosamin) yang berasal

    dari N-deasetilasi kitin. Kitosan larut dalam asam asetat, asam laktat,

    asam malat, asam format dan asam suksinat encer. Kitin dapat

    sepenuhnya atau sebagian mengalami N-deasetilasi, tetapi tingkat

    asetilasi biasanya kurang dari 0,35. Rasio asetilasi dapat dideteksi

    dengan berbagai metode, seperti kromatografi gas, kromatografi

    permeasi gel, spektroskopi ultra violet (UV), spektrometri masa,

    spektroskopi X-ray, spektroskopi inframerah (IR), dan spektroskopi

    NMR (Kumirska, 2010). Kitosan bersifat polikationik pada pH < 6 dan

    mudah berinteraksi dengan molekul bermuatan negatif, seperti protein,

    polisakarida anionik (misalnya, alginat dan karagenan), asam lemak,

    asam empedu dan fosfolipid. Meskipun demikian, kitosan juga bersifat

  • 7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    selektif terhadap kelat ion logam seperti besi, tembaga, kadmium dan

    magnesium (Shahidi, 1999).

    Secara umum kitosan mempunyai bentuk fisik berupa padatan

    amorf berwarna putih dengan struktur kristal yang tidak berubah dari

    bentuk kitin. Kitosan mempunyai karakteristik kimia dan biologi sebagai

    berikut (Dutta, 2004):

    Karakteristik Kimia :

    Memiliki gugus amino reaktif

    Memiliki gugus hidroksil reaktif

    Mampu mengkelat logam-logam transisi

    Karakteristik Biologi :

    Biokompatibel (polimer alami, biodegradabel didalam tubuh

    manusia, aman, dan tidak toksik)

    Mampu berikatan dengan sel mamalia dan mikroba dengan kuat

    Mempercepat pembentukan osteoblas yang bertanggung jawab

    untuk pembentukan tulang

    Hemostatik

    Fungistatik dan spermisid

    Antitumor dan antikolesterol

    Mempercepat pembentukan tulang

    Depresan sistem saraf pusat

    Immunoadjuvant

    2.1.3 Proses Pembuatan Kitosan

    Kitosan dihasilkan dari kulit udang yang diperoleh dari proses

    deasetilasi (penghilangan gugus asetil) senyawa kitin. Kitin dalam

    cangkang udang terdapat sebagai mukopolisakarida yang berikatan

    dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),

    protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk

  • 8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    memperoleh kitin dari cangkang udang diperlukan pemisahan protein

    (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk

    mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Reaksi

    pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida

    oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai

    basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke

    dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO-

    sehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan. Reaksi pembentukan

    kitosan dari kitin adalah sebagai berikut :

    Gambar 3 Reaksi deasetilasi kitin dengan basa kuat menjadi

    kitosan (Nugroho, 2011)

    Proses deasetilasi umumnya dilakukan dengan perendaman kitin

    di dalam larutan NaOH berkonsentrasi tinggi disertai pemanasan.

    Senyawa kitosan banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti

    bidang pangan, pertanian, pengolahan limbah, biomedis, dan juga

    bioteknologi. Sifat-sifat kitosan seperti kelarutan, bobot molekul yang

    relatif besar, dan juga viskositas yang tinggi menyebabkan kendala

    dalam aplikasinya. Oleh karena itu dibutuhkan turunan kitosan yang

    memiliki kelarutan dalam air dan viskositas yang rendah. Sifat-sifat

  • 9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    tersebut dimiliki oleh oligomer dari kitosan (oligokitosan). Oligokitosan

    merupakan senyawa hasil hidrolisis kitosan, baik secara kimiawi

    (dengan asam kuat), secara enzimatis (dengan enzim kitosanase), dan

    menggunakan iradiasi.

    2.2 Radiasi

    2.2.1 Macam-macam Radiasi

    Ada tiga jenis radiasi yang sering kali dipancarkan dari inti

    radioaktif yaitu radiasi alfa, beta, dan gamma.

    1. Partikel Alfa

    Radiasi alfa terbentuk oleh partikel zat yang terdiri dari dua

    proton dan dua neutron. Jadi, partikel alfa sama dengan inti

    Helium yang kehilangan dua buah elektron. Di dalam udara

    partikel alfa terdapat dalam rentang kira-kira 5 cm, tetapi di dalam

    jaringan kurang dari 100µ (Leswara, 2008).

    2. Partikel Beta

    Radiasi beta ada dua jenis, oleh karena itu kita mengenal dua

    jenis elektron yaitu negatron (elektron bermuatan negatif) dan

    positron (elektron bermuatan positif). Positron dan negatron adalah

    sama, kecuali dalam hal muatannya yaitu +1 dan -1. Elektron –

    elektron ini dipancarkan dari inti radioaktif yang disebut partikel

    beta. Partikel beta mempunyai rentang lebih dari 3 meter di dalam

    udara dan kira-kira 1 mm di dalam jaringan (Leswara, 2008).

    3. Radiasi Gamma

    Radiasi gamma adalah gelombang elektromagnetik sedangkan

    radiasi alfa dan beta adalah partikel. Sinar gamma dipancarkan

    sebagai foton atau kuantum energi dengan kecepatan c = 3,0 x 1010

    cm/det. Perbedaan radiasi gamma dengan sinar X dan sinar UV,

    sinar tampak dan sinar lainnya hanya dalam panjang gelombang

    atau frekuensinya. Sinar gamma mempunyai penetrasi yang paling

  • 10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    besar diantara radiasi – radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop

    (kecuali netrino) dan dapat dengan mudah menembus jaringan

    lebih dari 30 cm dan timbal (Pb) dengan ketebalan beberapa inci

    (Leswara, 2008).

    2.2.2 Fungsi Radiasi

    Proses radiasi saat ini banyak digunakan dalam berbagai

    bidang seperti sterilisasi alat-alat kedokteran, pengawetan bahan

    makanan, serta digunakan juga untuk diagnosa maupun terapi suatu

    penyakit yang dalam hal ini digunakan suatu radionuklida. Selain itu

    radiasi juga dapat berfungsi sebagai salah satu metode untuk memutus

    bobot molekul suatu senyawa. Proses radiasi adalah metode yang

    paling menjanjikan, karena prosesnya yang sederhana, dapat dilakukan

    pada suhu kamar dan tidak ada pemurnian produk yang diperlukan

    setelah pengolahan. Proses radiasi juga tidak menyebabkan perubahan

    struktur utama dari suatu senyawa yang diputus berat molekulnya

    (Chmielewski, 2010).

    Sinar radiasi yang umunya digunakan saat ini adalah radiasi

    sinar gamma. Daya tembus dari sinar gamma memiliki banyak aplikasi

    dalam kehidupan manusia, dikarenakan sinar gamma dapat menembus

    beberapa bahan, dan sinar gamma tidak akan membuatnya menjadi

    radioaktif. Sejauh ini ada tiga radionuklida pemancar gamma yang

    paling sering digunakan yakni cobalt-60, cesium-137 dan technetium-

    99m.

    1. Cesium -137 digunakan dalam perawatan kanker, mengukur dan

    mengontrol aliran fluida pada beberapa proses industri,

    menyelidiki subterranean strata pada oil wells, dan memastikan

    level pengisian yang tepat untuk paket makanan, obat – obatan dan

    produk yang lain.

  • 11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Cobalt-60 bermanfaat untuk: sterilisasi peralatan medis di rumah

    sakit, pasteurize beberapa makanan dan rempah, sebagai terapi

    kanker, dan mengukur ketebalan logam dalam stell mills.

    3. Tc-99m adalah isotop radioaktif yang paling banyak digunakan

    secara luas untuk studi diagnosa sebagai radiofarmaka.

    (Technetium-99m memiliki waktu paruh yang lebih singkat).

    Radiofarmaka ini digunakan untuk mendiagnosa otak, tulang, hati

    dan juga mampu menghasilkan pencitraan yang dapat digunakan

    untuk mendiagnosa aliran darah pasien

    2.3 Metode Perhitungan Bobot Molekul

    2.3.1 Viskometer (Hwang et al., 1997)

    Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan

    suatu larutan polimer. Perbandingan antara viskositas larutan polimer

    terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan

    massa molekul nisbi polimer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih

    cepat, lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih

    sederhana. Alat yang digunakan adalah viskometer Ostwald.

    Berat molekul kitin dan kitosan diukur berdasarkan viskositas

    intrinsik (ƞ). Sejumlah kitosan dilarutkan dalam 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,3

    M NaCl/ 0,1 M CH3COOH lalu dimasukkan ke dalam viskometer.

    Kemudian 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer

    Ostwald dalam media air pada suhu 25°C. Data yang diperoleh

    dipetakan pada grafik ƞsp /C terhadap C. Viskositas intrinsik adalahtitik pada grafik yang menunjukkan nilai C=0. Berat molekul

    ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink yaitu:

  • 12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    [ƞ] = kMα

    Keterangan:

    [ƞ] = viskositas intrinsik

    k = konstanta pelarut

    α = konstanta

    M = berat molekul

    2.4 Inflamasi

    2.4.1 Definisi

    Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi

    atau zat asing, sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh. Pada

    reaksi inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin,

    prostaglandin, ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan

    perbaikannya yang ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan

    biasanya respon ini terjadi pada beberapa kondisi penyakit yang serius,

    seperti penyakit kardiovaskular, gangguan inflamasi dan autoimun,

    kondisi neurodegeneratif, infeksi dan kanker (Kumar et al., 2010 &

    Chippada et al., 2011).

    Ada empat tanda klinis terjadinya inflamasi yaitu rubor

    (kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas), dolor (rasa nyeri),

    dan functio laesa (kehilangan fungsi). Kemerahan terjadi pada tahap

    pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan

    akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan

    histamin). Pelepasan histamin menyebabkan dilatasi arteriol.

    Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi, dimana plasma

    masuk ke dalam jaringan interstitial pada tempat cedera. Kinin

    mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Rasa

    panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya

    pengumpulan darah dan mungkin juga dapat disebabkan oleh pirogen

    (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat

  • 13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pengatur panas pada hipotalamus. Adanya pembengkakan serta

    pelepasan mediator-mediator kimia menyebabkan timbulnya rasa

    nyeri. Rasa nyeri dan terjadinya penumpukan cairan pada tempat

    cedera jaringan dapat menyebabkan gangguan mobilisasi pada daerah

    yang terkena (Kee & Hayes, 1993).

    2.4.2 Mekanisme Inflamasi Akut

    Ada dua fase yang terjadi dalam mekanisme inflamasi akut

    yaitu fase perubahan vaskular dan fase reaksi selular. Fase perubahan

    vaskular terjadi pada pembuluh darah. Mula-mula akan terjadi

    vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh

    darah kecil (arteriol). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik

    sampai beberapa menit tergantung pada kerasnya jejas. Kemudian

    akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang

    tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu.

    Akibat dilatasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga

    pembuluh darah akan penuh terisi darah dan tekanan hidrostatiknya

    meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan

    plasma dari pembuluh darah itu. Setelah itu, aliran darah melambat

    karena permeabilitas kapiler juga bertambah. Sehingga cairan darah

    dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah

    menjadi kental. Proses tersebut dikenal dengan proses eksudasi.

    Keseluruhan proses ini terjadi akibat adanya zat kimia yang

    menyerupai histamin dan prostaglandin (Pringgoutomo, 2002).

    Setelah fase vaskuler selesai, terjadi reaksi seluler pada daerah

    yang mengalami inflamasi. Fase ini dimulai setelah sel darah putih

    dalam darah berpindah ke tempat cedera atau infeksi. Sel - sel darah

    putih dan trombosit tertarik ke daerah tersebut oleh zat - zat kimia

    yang dihasilkan dari sel yang cedera, sel mast, melalui pengaktifan

    komplemen, dan pembentukan sitokinin yang terjadi setelah antibodi

  • 14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    berikatan dengan antigen. Tertariknya sel darah putih ke area cedera

    disebut kemotaksis. Ketika berada di area tersebut, berbagai stimulant

    menyebabkan sel endotel kapiler dan sel darah putih, terutama

    neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesi komplementer.

    Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di daerah yang mengalami

    inflamasi. Neutrofil bekerja dengan memfagositosis, mendegradasi sel

    debris, serta membunuh mikroba. Neutrofil dapat membunuh

    mikroorganisme melalui dua cara yaitu menggunakan enzim lisosomal

    pencernaan dan memproduksi okigen bebas radikal (Corwin &

    Elizabeth, 2008)

    Urutan proses yang terjadi pada leukosit terdiri atas penepian

    (marginasi), pelekatan (sticking), diapedesis (emigrasi), dan

    fagositosis. Proses marginasi adalah proses ketika sel darah putih

    melekat pada sel endotel, sehingga sel darah putih bergerak ke perifer

    kapiler. Proses ini ditandai dengan terjadinya emigrasi sel darah putih

    disepanjang kapiler yang kemudian mengelilingi dan memfagositosis

    sel yang rusak. Trombosit yang memasuki area tersebut merangsang

    pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol perdarahan. Sel

    – sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan

    penyembuhan (Corwin & Elizabeth, 2008)

  • 15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 4 Skema Mekanisme Inflamasi Akut (Pringgoutomo, 2002)

    2.4.3 Penyebab Inflamasi

    Penyebab yang paling umum dari proses peradangan antara

    lain :

    1. Infeksi mikrobial (bakteri piogenik, virus)

    2. Agen fisik (trauma, radiasi pengion, panas, dan dingin)

    3. Cedera kimiawi (korosif, asam, basa, agen pereduksi, dan toksin

    bakteri)

    Jejas

    StimulasiSaraf

    Kerusakan Jaringan

    Mediator

    Permeabilitas meningkatDilatasipembuluh

    darah

    Protein keluar (koloid osmotik darah menurun)

    Eksudasi (koloid osmotik diluar pembuluh darah meningkat)

    Retardasi marginasi

    Statis Emigrasi leukosit

    Trombosis Enzim proteolitik

    PUSNekrosis

    Kemotaksis

  • 16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4. Jaringan nekrosis misalnya infark iskemik

    5. Reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkolosis

    (Underwood, 1999).

    2.4.4 Tipe Inflamasi

    Berdasarkan waktu kejadiannya inflamasi diklasifikasikan menjadi :

    1. Inflamasi akut, yaitu inflamasi yang terjadi dalam waktu yang

    segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama terhadap cedera

    jaringan. Karakteristik utamanya adalah adanya eksudasi cairan

    (edema) dan emigrasi sel polimorfonuklear (neutrofil).

    2. Inflamasi kronis, yaitu inflamasi yang terjadi dalam waktu dan

    durasi yang lebih lama dengan melibatkan limfosit serta makrofag

    dan menimbulkan proliferasi pembuluh darah serta pembentukan

    jaringan parut.

    Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut, dapat

    dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi :

    a. Inflamasi serosa

    Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam

    jaringan dan menunjukkan sedikit peningkatan permeabilitas

    vaskuler. Pada peritoneum, pleura, dan perikardium keadaan ini

    dinamakan efusi, namun dapat juga ditemukan ditempat lain

    (misalnya lepuh karena luka bakar pada kulit).

    b. Inflamasi fibrinosa

    Inflamasi fibrinosa merupakan keadaan meningkatnya

    permeabilitas vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang

    mengandung fibrinogen dalam jumlah besar. Fibrinogen tersebut

    akan diubah menjadi fibrin melalui sistem koagulasi. Keterlibatan

    permukaan serosa (misalnya perikardium atau pleura) disebut

    dengan istilah perikarditis fibrinosa atau pleuritis fibrinosa.

  • 17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    c. Inflamasi supuratif atau purulen

    Pola ini ditandai oleh eksudat purulen (pus atau nanah) yang terdiri

    atas leukosit dan sel – sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada

    kumpulan inflamasi purulen setempat yang disertai dengan

    nekrosis likuefaksi (misalnya abses stafilokokus).

    d. Ulkus

    Ulkus merupakan erosi lokal pada permukaan epitel yang

    ditimbulkan oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau

    mengalami inflamasi (misalnya ulkus lambung) (Richard, et.al

    2006).

    2.4.5 Mediator Inflamasi

    Selama berlangsungnya proses inflamasi banyak mediator

    kimia yang dilepaskan dari plasma, sel atau jaringan yang rusak.

    Mediator inflamasi dibagi dalam beberapa kelompok :

    1. Amin vasoaktif : histamin dan serotonin

    2. Protein plasma : komplemen, kinin, dan sistem pembekuan

    3. Metabolit asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien, dan lipoksin

    4. Platelet-Activating Factor (PAF)

    5. Sitokin dan kemokin

    6. Nitrogen oksida

    7. Konstituen lisosom pada leukosit

    8. Radikal bebas yang berasal dari oksigen

    9. Neuropeptida dan mediator lainnya

    Beberapa mediator inflamasi yang penting antara lain :

    a. Histamin dan Serotonin

    Histamin dan serotonin merupakan dua dari beberapa

    mediator pertama dalam proses inflamasi. Pelepasan histamin dan

    serotonin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan

  • 18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    permeabilitas vaskuler. Kedua mediator ini berasal dari sel mast,

    basofil, dan trombosit. Beberapa faktor yang menyebabkan

    pelepasan amin dari sel mast adalah sebagai berikut :

    1. Adanya agen fisik (trauma atau panas)

    2. Reaksi imun yang melibatkan Ig E

    3. Fragmen komplemen C3a serta C5a (anafilatoksin)

    4. Sitokin (IL 1 serta IL 8)

    5. Faktor –faktor pelepasan histamin yang berasal dari leukosit.

    b. Komplemen C3a dan C5a

    C3a dan C5a disebut juga sebagai anafilatoksin.

    Anafilatoksin mampu memicu degranulasi pada sel endotelial,

    mastosit, dan fagosit yang lebih lanjut memicu respon peradangan.

    C3a dan C5a merupakan polipeptida yang berfungsi

    layaknya sitokin yang hanya dilepaskan pada area peradangan.

    C3a dan C5a akan menstimulasi pelepasan histamin dari sel mast

    dan dengan demikian terjadi peningkatan permeabilitas vaskular

    dan vasodilatasi. C5a juga mengaktifkan metabolisme arakidonat

    sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi tambahan.

    c. Bradikinin

    Pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa nyeri,

    vasodilatasi dan edema/ pembengkakan yang terjadi dalam proses

    inflamasi. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis. Bradikinin

    dihasilkan dari pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim

    protease spesifik (kalikrein). Kalikrein juga memiliki aktivitas

    kemotaktik dan menyebabkan agregasi neutrofil.

  • 19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    d. Prostaglandin

    Prostaglandin merupakan golongan asam lemak rantai

    panjang turunan dari asam arakidonat dan disintesis oleh berbagai

    jenis sel. Prostaglandin dihasilkan melalui jalur siklooksigenase.

    Terdapat beberapa jenis prostaglandin antara lain prostaglandin I2

    (prostasiklin) dan prostaglandin E2 yang menyebabkan

    vasodilatasi. Selain itu prostaglandin E2 juga dapat meningkatkan

    sensitivitas terhadap rangsangan nyeri dan dapat memediasi

    demam (Richard et al., 2006).

    Prostaglandin memiliki sejumlah efek fisiologi dan

    farmakologi luas, antara lain terhadap otot polos (dinding

    pembuluh, rahim, bronchi, dan lambung – usus), agregasi

    trombosit, produksi hormon, lipolisis di depot lemak dan SSP.

    Senyawa ini terbentuk bila membran sel mengalami kerusakan

    oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau mekanis, maka enzim

    fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat di

    daerah tersebut menjadi asam arakidonat yang kemudian

    sebagiannya diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam

    enderoperoksida dan seterusnya menjadi zat – zat prostaglandin.

    Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipoksigenase

    menjadi zat-zat leukotrien (Tjay & Rahardja, 2007).

  • 20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 5 Diagram metabolisme asam arakidonat

    (Tjay dan Rahardja, 2007)

    e. TNF dan IL-1

    TNF dan IL-1 merupakan sitokin utama yang memediasi

    inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel-sel

    makrofag aktif. Kerjanya yang paling penting dalam proses

    inflamasi meliputi efek pada endothelium, leukosit, dan induksi

    reaksi sistemik fase akut. Sekresi TNF dan IL-1 distimulasi oleh

    endotoksin, kompleks imun, toksin, jejas fisik, dan berbagai

    produk inflamasi. TNF dan IL-1 menginduksi aktivasi endotel

    yang meliputi induksi molekul adhesi endotel dan mediator kimia

    (sitokin lainnya seperti IL-6, IL-8, faktor pertumbuhan, PGI2, PAF

    Fosfolipidamembran sel

    Lipooksigenase

    Asam arakidonat

    Siklooksigenase

    Asamhidroperoksida

    Endoperoksida

    LeukotrienPeradangan,

    vasokonstriksi,dan

    permeabilitasmeningkat

    COX - 1 COX - 2

    Tromboksan(TXA2)

    Vasokonstriksi,bronko -

    konstriksi, danagregasi

    meningkat

    Prostasiklin(PGI2)

    Proteksilambung,

    vasodilatasi,dan

    antiagregasi

    Prostaglandin(PGE2/ PGF2)Peradangan

  • 21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dan nitrit oksida). Kedua sitokin ini juga menginduksi enzim-

    enzim yang berkaitan dengan remodeling matriks dan peningkatan

    trombogenisitas endotel.

    IL-1 dan TNF menginduksi respon fase akut sistemik yang

    menyertai infeksi atau jejas seperti demam, anoreksia, letargi,

    neutrofilia, pelepasan kortikotropin serta kortikosteroid, dan efek

    hemodinamik akibat oleh syok septik-hipotensi, penurunan

    resistensi vaskular, peningkatan frekuensi jantung serta asidosis.

    Gambar 6 Berbagai efek utama yang ditimbulkan oleh IL-1

    dan TNF pada inflamasi (Richard, 2006)

    Produk bakteri,kompleks imun,

    toksin, jejas fisik,sitokin lainnya

    AKTIVASIMAKROFAG

    (dan sel lainnya)

    IL-1 / TNF

    Reaksi Fase AkutDemam, tidur, seleramakan, protein fase akutmeningkat, efekhemodinamik (syok),neutrofilia

    Efek EndotelialDaya rekat leukosit, sintesisPGI, aktivitas prokoagulanmeningkat, aktivitasantikoagulan menurun, IL-1,IL-8, IL-16, PDGFmeningkat

    Efek FibroblasProliferasi, sintesis kolagen,kolagenase, protease,sintesis PGE meningkat

    Efek LeukositSekresi sitokin meningkat

  • 22

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.5 Obat Anti Inflamasi

    2.5.1 Obat Anti Inflamasi Steroid

    Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon,

    seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini

    dapat mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah

    banyak komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera.

    Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan

    merupakan hasil biosintesis dari kolesterol. Mekanisme kerja anti

    inflamasi steroid adalah mengambat berbagai sel yang memproduksi

    faktor-faktor penting untuk membangkitkan respon radang (Gilman,

    2008).

    2.5.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid

    Obat – obat yang termasuk dalam golongan ini adalah

    indometasin, asam mefenamat, ibu profen, asam salisilat, diklofenak,

    dan fenilbutazon. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat

    sintesis prostaglandin atau siklooksigenase, dimana enzim tersebut

    mengkatalisis pembentukan asam arakidonat menjadi prostaglandin

    dan tromboksan (Gilman, 2008).

    2.6 Uji Aktivitas Anti inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit

    Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti

    inflamasi dari suatu obat, kandungan kimia, maupun herbal. Metode yang

    dapat dilakukan secara in vivo antara lain pembentukan edema buatan,

    eritema, iritasi dengan panas, pembentukan kantong granuloma, iritasi pleura,

    dan penumpukan kristal sinovitis (Vogel, 2002 & Turner, 1965). Selain itu,

    metode in vitro juga dapat dilakukan unutk menguji aktivitas anti inflamasi,

    antara lain pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP), menghambat denaturasi

    protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal,

    pengujian fibrinolitik dan agregasi platelet (Oyedapo et al., 2010).

  • 23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Sel darah merah manusia (eritrosit) telah digunakan sebagai suatu

    model untuk mempelajari interaksi antara obat dengan membran. Obat-obatan

    seperti anastetik transquilisers dan obat anti inflamasi non steoid dapat

    menstabilkan eritrosit untuk melawan terjadinya haemolisis hipotonik pada

    konsentrasi rendah. Ketika sel darah merah mengalami stress hipotonik,

    pelepasan hemoglobin (Hb) dari sel darah merah dapat dicegah oleh agen anti

    inflamasi (Kumar, 2011).

    Membran sel darah merah merupakan analog dari membran lisosomal.

    Enzim lisosomal yang dilepaskan selama inflamasi menyebabkan berbagai

    gangguan pada jaringan, kerusakan makromolekul, dan peroksidasi lipid yang

    dianggap dapat bertanggung jawab pada kondisi patologis tertentu seperti

    serangan jantung, syok septik, rheumatoid artritis, dan lain - lain. Aktivitas

    ekstraseluler dari enzim ini dianggap berhubungan pada inflamasi akut dan

    kronik (Chippada et al., 2011).

    Stabilisasi dari membran lisosomal merupakan hal yang sangat penting

    pada respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal

    yang mengaktifkan neutrofil seperti enzim, bakterisidal, dan protease, yang

    dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan kerusakan selama extra

    cellular release atau dengan menstabilkan membran lisosomal (Kumar et al.,

    2011).

    Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan

    fosfolipase A2 yang menyebabkan hidrolisis fosfolipid untuk memproduksi

    mediator inflamasi. Stabilisasi membran pada sel ini menghambat lisis dan

    pelepasan isi dari sitoplasma yang ikut membatasi kerusakan jaringan dan

    eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu, diharapkan senyawa

    dengan aktivitas penstabil membran dapat memberikan perlindungan secara

    signifikan pada membran sel dalam melawan pelepasan zat-zat penyebab luka

    (Karunanithi, 2012).

  • 24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.7 Spektofotometri UV-Vis

    Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak telah banyak

    diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya

    dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil.

    Prinsip kerjanya berdasarkan pada penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh

    suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan

    pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati,

    1985).

    Spektrum elektromagnetik pada spektrofotometri UV-Vis adalah 200-

    750 nm. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang 200-400 nm,

    sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 - 750 nm

    (Gholib, 2007).

    Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak didasarkan pada

    penggunaan hukum Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa

    jumlah radiasi cahaya tampak, ultraviolet dan cahaya-cahaya lain yang diserap

    atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari

    konsentrasi zat dan tebal larutan (Triyati, 1985). Hubungan antara intensitas,

    tebal medium dan konsentrasi zat digambarkan dengan persamaan yang sesuai

    dengan Hukum Lambert-Beers, yakni :

    Keterangan :

    A : Absorban

    a : absorptivitas

    b : tebal kuvet (cm)

    c : konsentrasi

    A = a . b . c

  • 25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Mekanisme kerja spektrofotometer UV –Vis dapat diuraikan sebagai

    berikut :

    1. suatu sumber cahaya dipancarkan melalui monokromator.

    2. Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya

    tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk

    pengukuran suatu zat tertentu, yang menunjukkan bahwa setiap gugus

    kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda.

    3. Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap

    oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet.

    4. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan

    signal elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding

    dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut.

    5. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai

    angka (Triyati, 1985).

  • 26UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2014 di

    Laboratorium Kelompok Bahan Kesehatan, Bidang Proses Radiasi, Pusat

    Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)

    Jalan Lebak Bulus Raya No.9 Pasar Jumat Jakarta Selatan serta di Laboratorium

    Pharmacy Sterile Technology (PST). FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3.2 Bahan

    3.2.1 Bahan Uji

    Bahan uji yang digunakan adalah kitosan yang diproduksi oleh

    (Badan Tenaga Nuklir Nasional) BATAN, Pusat Aplikasi Isotop dan

    Radiasi (PAIR) dan sel darah merah manusia.

    3.2.2 Bahan Kimia

    Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    NaCl (Merck), dapar posfat pH 7,4 (0,15 M), natrium diklofenak (P.T

    Indofarma), asam asetat (Merck), natrium asetat (Merck), natrium

    hidroksida, alkohol, dan aquades.

    3.3 Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Iradiator gamma

    IRKA, Spektrofotometer UV-Vis (U 2910), sentrifugator, tabung EDTA,

    tabung sentrifus, autoklaf (All American), spuit, gelas ukur, timbangan analitik

    (Acculab BL-2015), pH meter, water bath, gelas kimia, labu ukur, labu

    erlemeyer, mikropipet, tips, pipet tetes, batang pengaduk, spatula, termometer,

    viskometer Ostwald (Cannon P 865), laminar air flow, NMR (Jeol JNM ECA-

    500), kuvet, dan kaca arloji.

  • 27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.4 Prosedur Kerja

    3.4.1 Penyiapan Kitosan

    Kitosan yang akan digunakan, diproduksi oleh BATAN.

    Kitosan ini berasal dari limbah kulit udang yang diambil bagian

    punggungnya. Selanjutnya diproses secara kimiawi melalui proses

    deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi.

    3.4.2 Iradiasi

    Pada proses ini dilakukan iradiasi terhadap kitosan. Sumber

    radiasi menggunakan radiasi gamma 60Co dengan berbagai dosis

    iradiasi. Kitosan dikemas dalam 3 (tiga) kantong plastk klip dan masing-

    masing diberi label 50, 100, dan 150 kGy. Kemudian kitosan yang telah

    dikemas tersebut di masukan kedalam iradiator. Iradiasi dilakukan

    dengan kecepatan dosis 10 kGy/jam.

    3.4.3 Perhitungan Derajat Deasetilasi

    Derajat deasetilasi diukur menggunakan instrument 1H NMR.

    Kitosan dilarutkan dalam D2O dan asam asetat D2O. Kemudian kitosan

    yang telah dilarutkan diinjeksikan kedalam insterumen 1H NMR (Jeol

    JNM ECA-500).

    3.4.4 Perhitungan Bobot Molekul

    Dibuat larutan kitosan dari setiap dosis iradiasi dengan

    konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% dalam larutan buffer asetat pH

    4,3. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu sebanyak 10 mL

    pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer Ostwald dalam media

    air pada suhu 25°C. Lalu cairan dihisap dengan menggunakan pushball

    sampai melewati 2 batas. Kemudian siapkan stopwatch, lalu kendurkan

    cairan sampai batas pertama lalu mulai penghitungan. Hasil yang

    diperoleh dicatat. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Langkah

  • 28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang sama juga dilakukan pada masing-masing larutan kitosan.

    Viskositas spesifik dihitung dengan persamaan dibawah ini :

    ƞsp=dimana ƞsp adalah viskositas spesifik, t2 adalah waktu alir untuk larutan

    dan t1 adalah waktu alir untuk pelarut Viskositas intrinsik diperoleh

    dengan memplotkan hasil ƞsp/C terhadap C. Kemudian bobot molekul

    kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink.

    [ƞ] = kMvα

    Keterangan:

    [ƞ] = viskositas intrinsic (mL/gr)

    Mv= berat molekul viskositas rata-rata

    k dan α = tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya

    ( k = 1,181 x 10-3 & α = 0,93 pada suhu 25°C )

    (Hwang et al., 2000)

    3.4.5 Uji Aktivitas Anti inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit

    3.4.5.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan

    a. Pembuatan Dapar Posfat (0,15 M pH 7,4)

    Sebanyak 2,67 gram dinatrium hydrogen posfat

    dihidrat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam 100 mL

    aquades. Kemudian sebanyak 2,07 gram natrium

    dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4 . H2O) dilarutkan

    dalam 100 mL aquades. Kemudian 81 mL larutan

    Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL

    larutan NaH2PO4 . H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin,

    1999). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf

    121°C selama 15 menit.

  • 29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    b. Pembuatan Larutan Isosalin

    Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar

    posfat 0,15 M pH 7,4 kemudian di add hingga volumenya

    100 mL (Kumar et al., 2011 dan Oyedapo et al., 2010).

    Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 121°C

    selama 15 menit.

    c. Pembuatan Larutan Hiposalin

    Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar

    posfat 0,15 M pH 7,4 kemudian di add hingga volumenya

    100 mL (Kumar et, al., 2011 dan Oyedapo et al., 2010).

    Kemudian di sterilisasi menggunakan autoklaf 121°C

    selama 15 menit.

    d. Penyiapan Konsentrasi Sampel Uji Dan Na Diklofenak

    5 mg kitosan dari masing-masing dosis radiasi

    dilarutkan dalam 0,5 mL asam asetat lalu diencerkan

    dengan aquades sampai 50 mL (100 ppm) pada suhu ruang.

    Kemudian 5 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 0,5 mL

    NaOH lalu diencerkan dengan aquades sampai 50 mL

    (100 ppm) pada suhu ruang.

    3.4.5.2 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah

    Sel darah manusia dikumpulkan dari volunteer yang

    tidak mengonsumsi NSAID selama 2 minggu. Sel darah merah

    tersebut di masukan kedalam tabung EDTA, kemudian

    didiamkan selama 24 jam. Supernatan yang diperoleh

    dipisahkan, kemudian residu yang diperoleh dipindahkan

    kedalam tabung sentrifus dan ditambahkan isosalin hingga 8

    mL. Sentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu

    27°C. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan, kemudian residu

    yang dihasilkan dicuci kembali dengan menggunakan larutan

  • 30

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    isosalin dan disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulangi

    sebanyak 3 kali hingga larutan isosalin berwarna jernih. Lalu

    dibuat suspensi sel darah merah 10% dengan mencampurkan

    sejumlah volume sel darah dan diresuspensi menggunakan

    larutan isosalin (Oyedapo et al., 2010)

    3.4.5.3 Pengujian Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan Terhadap

    Stabilisasi Membran Eritrosit

    a. Pembuatan Larutan Uji

    Dibuat larutan uji dengan mencampurkan 1 ml

    larutan sampel, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin dan 0,5

    ml suspensi 10% sel darah merah.

    b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif

    Dibuat dengan mencampurkan 1 ml larutan Na

    diklofenak, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin, dan 0,5 ml

    suspensi 10% sel darah merah.

    c. Pembuatan Larutan Kontrol Larutan Uji

    Dibuat dengan mencampurkan 1 ml larutan

    sampel, 1 ml dapar posfat, 2 ml hiposalin, dan 0,5 ml

    larutan isosalin sebagai pengganti suspensi sel darah

    merah.

    d. Pembuatan Kontrol Negatif

    Dibuat dengan mencampurkan 1 ml aquades

    sebagai pengganti larutan sampel, 1 ml dapar posfat, 2 ml

    hiposalin, dan 0,5 ml suspensi 10% sel darah merah.

    Setiap larutan kemudian diinkubasi pada suhu 56°C selama 30

    menit dan disentrifugasi kembali pada 5000 rpm selama 10

    menit. Cairan supernatan yang diperoleh mengandung

    hemoglobin, cairan tersebut diambil dan diukur absorbansinya

  • 31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pada panjang gelombang 560 nm dengan menggunakan

    spektrofotometer UV-Vis. Hasilnya kemudian dimasukan ke

    dalam rumus dibawah ini :

    %= 100 − { − x 100%}(Oyedapo et al., 2010)

    3.4.6 Analisa Data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Saphiro Wilk untuk

    melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat

    homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka

    dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah dengan

    taraf kepercayaaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan

    yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna,

    dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD

    (Santoso, 2008).

  • 32UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    4.1.1. Hasil Derajat Deasetilasi Kitosan

    Kitosan dihasilkan dari kulit udang yang diperoleh dari proses

    deasetilasi (penghilangan gugus asetil) senyawa kitin. Kitosan produksi

    BATAN yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kulit udang yang

    diambil bagian punggungnya saja. Kulit udang tersebut kemudian diproses

    menjadi kitin melalui dua tahapan yaitu pemisahan protein (deproteinasi) dan

    pemisahan mineral (demineralisasi). Proses deproteinasi dan demineralisasi

    yang dilakukan masing –masing menggunakan NaOH 1 N dan HCl 1 N. Setelah

    melalui dua tahapan tersebut dilakukan proses deasetilasi untuk menghasilkan

    kitosan. Proses deasetilasi yang dilakukan menggunakan NaOH dengan

    konsentrasi 50% selama 8 jam sambil dipanaskan pada suhu 95°C.

    Untuk mengetahui berapa banyak kitosan yang telah terbentuk maka

    dilakukan pengukuran derajat deasetilasi. Spektroskopi NMR merupakan salah

    satu metode yang paling akurat untuk mengukur derajat deasetilasi. Pada

    penelitian ini digunakan dua sampel kitosan, kitosan non radiasi dan kitosan

    yang diiradiasi dengan dosis 75 kGy. Lampiran 6 menunjukkan spektrum NMR

    dari kitosan hasil iradiasi dan non radiasi. Derajat deasetilasi dapat dihitung

    dengan menggunakan integral dari peak proton H1 N-glukosamin, peak proton

    H1 N-Asetilglukosamin, dan peak dari tiga proton pada gugus asetil (H-Ac).

    Hasil perhitungan Derajat Deasetilasi (DDA) dari kitosan iradiasi dan

    non radiasi dapat dilihat pada tabel 1.1.

  • 33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 1.1 Derajat Deasetilasi (DDA) Kitosan Radiasi dan Non Radiasi

    Dosis Radiasi

    (kGy)

    Integral ProtonDDA (%)

    IH1-GlcN IH1-GlcNAc

    0 0,839 0,029 96,66

    75 1 0,063 94,07

    dimana IH1-GlcN adalah integral H dari N-Glukosamin dan IH1-GlcNAc adalah

    integral H dari N-Asetilglukosamin. Derajat deasetilasi kitosan non radiasi

    sebesar 96,66% dan kitosan radiasi sebesar 94,07%.

    4.1.2. Hasil Berat Molekul Kitosan

    Berat molekul kitosan diukur menggunakan viskometer Otswald Cannon

    P 865. Setiap konsentrasi larutan uji diukur pada suhu 25°C. Setelah dilakukan

    pengukuran diperoleh nilai pada tabel 1.2.

    Tabel 1.2 Tabel Waktu Alir Rata-Rata Tiap Konsentrasi Larutan

    Dosis Radiasi

    (kGy)

    Waktu Alir Rata-Rata (detik) Tiap Konsentrasi

    0,1% 0,2% 0,3% 0,4%

    0 78,99 168,86 295,65 497,69

    50 51,73 70,42 94,76 126,16

    100 38,44 46,18 53,92 62,12

    150 37,39 43,25 50,09 57,42

    Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin

    cepat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing larutan untuk mengalir pada

    pipa kapiler dengan jarak tertentu. Hasil menunjukan bahwa semakin besar

    konsentrasi larutan uji maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk

    mengalir pada pipa kapiler. Hasil yang diperoleh pada tabel diatas kemudian

    diukur viskositas spesifiknya. Hasil perhitungan viskositas spesifik dapat dilihat

    pada tabel 1.3

  • 34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 1.3 Tabel Viskositas Spesifik dari Berbagai Dosis Radiasi

    Dosis Radiasi

    (kGy)

    Ƞsp dari Masing-Masing Konsentrasi Larutan

    0,1% 0,2% 0,3% 0,4%

    0 1,464 4,269 8,225 14,528

    50 0,614 1,197 1,957 2,936

    100 0,199 0,441 0,682 0,938

    150 0,167 0,349 0,563 0,792

    Ƞsp = 2 − 11dimana t1 adalah waktu yang dibutuhkan pelarut untuk mengalir pada pipa

    kapiler yaitu 32,053 detik dan t2 adalah waktu yang dibutukan masing-masing

    larutan untuk mengalir pada pipa kapiler. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh

    hasil bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin kecil nilai viskositas

    spesifik dimana nilai viskositas spesifik semakin meningkat dengan

    meningkatnya konsentrasi larutan. Nilai viskositas spesifik yang diperoleh

    kemudian diplotkan dalam grafik Ƞsp/C dan diperoleh nilai viskositas intrinsik

    seperti pada tabel dibawah ini.

    Tabel 1.4 Tabel Viskositas Intrinsik dan Berat Molekul

    Dosis Radiasi

    (kGy)α K [Ƞ]

    Mv

    (Da)

    0 0,93 1,181x10-3 11,4 19.256,405

    50 0,93 1,181x10-3 4,9 7.767,204

    100 0,93 1,181x10-3 2,1 3.123,135

    150 0,93 1,181x10-3 1,6 2.362,672

    [Ƞ] = K x Mvα

    dimana α dan K adalah konstanta yang ditentukan berdasarkan pelarut yang

    digunakan, yaitu α = 0,93 dan K = 1,181x10-3. Hubungan dosis radiasi dengan

    berat molekul dapat dilihat dengan jelas pada grafik dibawah ini.

  • 35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 7. Grafik Hubungan Dosis Radiasi dengan Berat Molekul Kitosan

    Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa kitosan non radiasi mempunyai

    berat molekul viskositas (Mv) sebesar 19.256,405 dalton sedangkan kitosan

    hasil radiasi mempunyai berat molekul yang lebih rendah. Hal ini menunjukan

    bahwa radiasi dapat menyebabkan pemutusan pada rantai utama kitosan dan

    menyebabkan penurunan berat molekul kitosan. Semakin tinggi dosis radiasi

    yang digunakan maka semakin rendah berat molekul yang dihasilkan.

    4.1.3. Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah (SDM)

    Kitosan Hasil Iradiasi dan Non Radiasi

    Stabilisasi membran sel darah merah merupakan salah satu metode

    yang digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi

    secara invitro. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

    dimana absorbansi diukur pada λ 560 nm. Panjang gelombang 560 nm

    digunakan karena pada panjang gelombang tersebut dapat terukur serapan

    hemoglobin yang terdapat dalam larutan uji. Dari hasil pengamatan dan

    perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan persen stabilitas membran sel

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    16000

    18000

    20000

    0 50 100 150

    Bera

    t Mol

    ekul

    (Da)

    Dosis Radiasi (kGy)

  • 36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    darah merah pada tabel 1.5 dan gambar 8 serta perhitungannya pada lampiran

    14.

    Tabel 1.5 Efek Stabilisasi membran SDM dari larutan uji dan kontrolpositif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik padakonsentrasi 100 ppm.

    Larutan A Larutan A % SRata-rata

    % S

    Uji I

    (Kitosan 0 kGy)

    1,067Kontrol

    Lar.Uji I

    0,011 24,83

    25,051,091 0,010 23,06

    1,032 0,010 27,25

    Uji II

    (Kitosan 50 kGy)

    0,971Kontrol

    Lar.Uji II

    0,010 31,60

    36,270,811 0,011 43,06

    0,933 0,008 34,16

    Uji III

    (Kitosan 100 kGy)

    0,627Kontrol

    Lar.Uji III

    0,012 56,22

    55,870,647 0,013 54,87

    0,622 0,011 56,51

    Uji IV

    (Kitosan 150 kGy)

    0,898Kontrol

    Lar.Uji IV

    0,011 36,86

    39,920,897 0,012 37,01

    0,771 0,011 45,90

    Uji V

    (Na Diklofenak)

    0,622Kontrol

    Lar.Uji V

    0,002 55,87

    55,580,685 0,003 51,45

    0,572 0,002 59,43

    Keterangan :

    A : Absorbansi

    %S : Persentase Stabilitas Membran SDM

    Persentase stabilitas membran sel darah merah dihitung dengan rumus dibawah

    ini :% = 100 − { − x 100%}

  • 37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 8. Stabilisasi membran SDM rata-rata dari larutan uji dan kontrol

    positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik.

    Berdasarkan perhitungan hasil uji aktivitas anti inflamasi dengan

    menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia,

    menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi dengan dosis 100 kGy mempunyai

    aktivitas tertinggi sebagai anti inflamasi. Hal ini juga ditunjang dengan analisa

    secara statistik, yang menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi 100 kGy

    berbeda secara bermakna terhadap larutan uji yang lain namun identik terhadap

    Na diklofenak sebagai kontrol positif.

    4.1.4. Hasil Analisa Statistik

    Data persen stabilitas membran sel darah merah kitosan 0 kGy, 50

    kGy, 100 kGy,dan 150 kGy pada konsentrasi 100μg/ml dilakukan uji

    persyaratan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas

    Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data nilai persen

    stabilitas membran sel darah merah terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05).

    0.00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    Kito 0% Stabilitas 25.05

    Pers

    enta

    se S

    tabi

    litas

    (%)

    37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 8. Stabilisasi membran SDM rata-rata dari larutan uji dan kontrol

    positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik.

    Berdasarkan perhitungan hasil uji aktivitas anti inflamasi dengan

    menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia,

    menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi dengan dosis 100 kGy mempunyai

    aktivitas tertinggi sebagai anti inflamasi. Hal ini juga ditunjang dengan analisa

    secara statistik, yang menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi 100 kGy

    berbeda secara bermakna terhadap larutan uji yang lain namun identik terhadap

    Na diklofenak sebagai kontrol positif.

    4.1.4. Hasil Analisa Statistik

    Data persen stabilitas membran sel darah merah kitosan 0 kGy, 50

    kGy, 100 kGy,dan 150 kGy pada konsentrasi 100μg/ml dilakukan uji

    persyaratan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas

    Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data nilai persen

    stabilitas membran sel darah merah terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05).

    Kito 0 Kito 50 Kito 100 Kito 150 Na Diklo25.05 36.28 55.87 39.93 55.59

    37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 8. Stabilisasi membran SDM rata-rata dari larutan uji dan kontrol

    positif terhadap induksi panas dan larutan hipotonik.

    Berdasarkan perhitungan hasil uji aktivitas anti inflamasi dengan

    menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia,

    menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi dengan dosis 100 kGy mempunyai

    aktivitas tertinggi sebagai anti inflamasi. Hal ini juga ditunjang dengan analisa

    secara statistik, yang menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi 100 kGy

    berbeda secara bermakna terhadap larutan uji yang lain namun identik terhadap

    Na diklofenak sebagai kontrol positif.

    4.1.4. Hasil Analisa Statistik

    Data persen stabilitas membran sel darah merah kitosan 0 kGy, 50

    kGy, 100 kGy,dan 150 kGy pada konsentrasi 100μg/ml dilakukan uji

    persyaratan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas

    Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data nilai persen

    stabilitas membran sel darah merah terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05).

    Na Diklo55.59

    Kito 0

    Kito 50

    Kito 100

    Kito 150

    Na Diklo

  • 38

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 1.6 Nilai Persen Rata-Rata Stabilitas Membran Sel Darah Merah

    Kitosan dan Natrium Diklofenak pada Konsentrasi 100 ppm

    Sampel Uji % Rata-rata Stabilitas

    Natrium Diklofenak 55,58

    Kitosan 0 kGy 25,05

    Kitosan 50 kGy 36,27

    Kitosan 100 kGy 55,87

    Kitosan 150 kGy 39,92

    Hasil analisa statistik ANOVA menunjukkan bahwa persen stabilitas

    berbeda secara bermakna (p

  • 39

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    (%) = x 100 (1)(%) = [1 − x 100 (2)(%) = x 100 (3)

    Formula (1) dan (2) tidak dapat digunakan karena peak pada H-Ac mengalami

    overlapping dengan asam asetat pada sampel (Lavertu, 2003). Oleh karena itu

    perhitungan DDA hanya dapat dihitung dengan menggunakan formula (3). Dari

    hasil pengamatan diperoleh DDA kitosan non radiasi sebesar 96,658% dan

    DDA kitosan hasil iradiasi sebesar 94,073%. Hasil ini menunjukkan bahwa

    proses deasetilasi kitin menjadi kitosan yang dilakukan oleh BATAN telah

    mampu menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi. Proses

    deasetilasi kitin menjadi kitosan yang dilakukan menggunakan NaOH dengan

    konsentrasi 50% selama 8 jam sambil dipanaskan pada suhu 95°C.

    Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukan semakin banyak gugus asetil

    yang diubah menjadi gugus amino. Gugus amino bebas dalam bentuk NH2

    maupun dalam keadaan terprotonasi NH3+ dapat berpengaruh terhadap aktivitas

    biologis yang dimiliki oleh kitosan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa

    derajat deasetilasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas biologis yang

    dimiliki kitosan (Park et.al.,2011). Berdasarkan hasil ini juga dapat dilihat

    bahwa radiasi tidak menyebabkan peningkatan derajat deasetilasi kitosan karena

    radiasi tidak menyebabkan pemutusan pada gugus asetil pada stuktur kitin.

    4.2.2. Berat Molekul Kitosan

    Berat molekul dapat mempengaruhi karakteristik fisika dari suatu

    polimer seperti kitosan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur

    berat molekul kitosan adalah metode viskometer menggunakan viskometer

  • 40

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Cannon. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu lebih mudah, lebih

    cepat, dan cara perhitungannya yang sederhana.

    Prinsip pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah dengan

    mengukur waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir

    pada pipa kapiler pada jarak tertentu dan gaya yang disebabkan oleh berat cairan

    itu sendiri. Dari tabel 1.4 terlihat bahwa kitosan yang tidak diradiasi mempunyai

    berat molekul viskositas (Mv) sebesar 19.256,405 dalton. Iradiasi dengan dosis

    50, 100, dan 150 kGy menyebabkan penurunan berat molekul kitosan menjadi

    masing-masing 7.767,204 Da, 3.123,135 Da, dan 2.362,672 Da. Hal ini

    menunjukan bahwa semakin tinggi dosis radiasi yang digunakan maka semakin

    kecil berat molekul yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena radiasi

    menyebabkan pemutusan rantai utama kitosan pada ikatan 1,4 glikosida sehingga

    menjadi kitosan dengan rantai yang lebih pendek. Semakin pendek jumlah rantai

    polimer maka semakin kecil berat molekulnya. Polimer dengan jumlah rantai

    yang panjang mempunyai berat molekul yang besar dan viskositas yang besar

    pula.

    4.2.3. Stabilisasi Membran Sel Darah Merah

    Stabilisasi membran sel darah merah merupakan salah satu metode yang

    dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti inflamasi secara invitro. Hal ini

    disebabkan karena membran sel darah merah manusia analog dengan membran

    lisosom yang dapat mempengaruhi proses inflamasi. Stabilitas membran lisosom

    ini dapat membatasi respon inflamasi yang terjadi dengan cara mencegah

    pelepasan isi dari lisosom yang dapat mengaktifkan neutrofil seperti enzim dan

    protease yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan dan cairan

    ekstraseluler. Oleh karena itu stabilitas membran sel darah merah yang diinduksi

    dengan panas dan larutan hipotonik dapat digunakan sebagai ukuran untuk

    mengetahui stabilitas membran lisosom (Chippada et.al,. 2011).

    Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah merah

    diinduksi oleh panas maupun stress hipotonik. Hal tersebut menyebabkan

  • 41

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    terbentuknya stress oksidatif yang dapat menggangu kestabilan biomembrannya.

    Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehinggu memicu

    kerusakan membran yang ditandai dengan terjadinya hemolisis. Besar kecilnya

    hemolisis yang terjadi pada membran sel darah merah yang diinduksi panas dan

    larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas anti

    inflamasi dari kitosan (Kumar, 2011).

    Aktivitas anti inflamasi dari kitosan dapat dilihat dari adanya penurunan

    absorbansi pada campuran larutan uji. Semakin kecil nilai absorbansi yang

    dihasilkan maka semakin kecil hemolisis yang terjadi, sehingga semakin besar

    aktivitas anti inflamasi yang dimiliki oleh sampel. Pengukuran absorbansi

    dilakukan pada panjang gelombang 560 nm dengan Na diklofenak sebagai kontrol

    positif. Na diklofenak digunakan sebagai kontrol positif karena Na diklofenak

    merupakan obat anti inflamasi non steroid yang bekerja dengan cara mencegah

    pelepasan mediator anti inflamasi sehingga dapat menghambat sintesis

    prostaglandin atau siklooksigenase (Gilman et al., 1985). Selain itu Na diklofenak

    dipilih karena Na diklofenak merupakan OAINS yang banyak digunakan untuk

    mengobati inflamasi serta mudah didapatkan. Dari hasil pengamatan yang

    dilakukan pada kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada konsentrasi 100 ppm,

    kitosan 100 kGy memiliki aktivitas anti inflamasi yang lebih besar. Konsentrasi

    100 ppm dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yousef et.al,.

    2012 konsentrasi 100 ppm dapat menekan induksi bakteri lipopolisakarida (LPS)

    dan sitokin TNF-α yang dapat berpengaruh pada jalur patogenesis penyakit

    radang usus.

    Hasil persentase stabilitas kitosan 0 kGy sebesar 25,05%, kitosan 50

    kGy sebesar 36,27%, kitosan 100 kGy sebesar 55,87%, dan kitosan 150 kGy

    sebesar 39,92%. Kitosan 100 kGy mempunyai aktivitas anti inflamasi yang paling

    besar, dimana hasil ini juga sebanding dengan persen stabilitas Na diklofenak

    yaitu sebesar 55,58%. Hal ini juga ditunjang dengan analisa statistik dimana

    kelompok perlakuan kitosan 100 kGy mempunyai nilai signufikansi yang lebih

  • 42

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dari 0,05 dibandingkan dengan kitosan 0, 50, dan 150 kGy, namun sebanding

    dengan nilai signifikansi Na diklofenak sebagai kontrol positif.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leelaprakash dan Mohan

    2010, Na diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mampu menghambat hemolisis

    sel darah merah sebesar 51%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mittal et.al

    ,.2013 juga menyebutkan bahwa Na diklofenak pada konsentrasi 100 ppm

    mempunya