STIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH M. …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...

14
USAHA PENINGKATAN PRODUKSI ANTIBODI T3 DAN T4 DENGAN STIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH M. Soewarsono*, dan Adria P. Murni* ABSTRAK USAIIA PENINGKATAN PRODUKSI ANTIBODI T3 DAN T4 DRNGAN STIIfULASI IRADIASI SINAR GAItHA OOSIS RBNDAII. Kelompok kelinci yang diiradiasi sinar gamma seluruh tubuhnya dengan dosis 0,75 - 1 Gy pada 72 jam setelah diimunisasi dengan imunogen dosis 1/2 mg T3-HSA dan atau 1/2 mg T4-HSA/mll ekor dan kemudian dilanjutkan dengan suntikan booster pad a setiap 14 hari dengan cara dan dosis yang sama seperti imunisasi ter- nyata titer antisera T3 dan T4 yang dipanen pada setiap 10 hari menunjukkan pening- katan lebih tinggi dari titer antisera antisera kelinci non-iradiasi (kontrol imuni- sasil.Peningkatan titer antisera kelinci iradiasi ini disertai pula prnduksi antibodi yang merata pada semua kelinci iradiasi. Produksi dan peningkat.an titer antisera T3 berlangsung lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan antisera T4. Sedangkan cara penyuntikan subkutan dan mutipel intradermal tidak berpengaruh terhadap produksi antibodi. ABSTRACT DRVRLOPHANT OP INCRKASING T3 AND T4 ANTlBODIRS PRODUCTION USING STIKULATION OP LOW DOSB GAMMA lRADIATION. Whole body gamma irradiation with the dose of 0,75-1 Gy on immunized rabbits after 72 hours introducing irnmunigen with the dose of 1/2 IDg T3-HSA and 1/2 mg T4-HSA/ml/rabbi t and by following booster injection as same as immunization, indicated increasing of T3 and T4 ant.iserum titer which is yielded every at 10 days, are higher than non-iradiatet rabbits (immunization control). The increasing of antiserum titer and the development of raising antibodies production are homogenously in all iradiated rabbits. The raising of T3 antibody and the T3 antiserumn titer are faster and higher than T4 antibody production. The route of immunization and booster injection, i.e.subcutaneous and multiple intradermal, have no effect to the production of both T3 and T4 antibodies. * Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BArAN 543

Transcript of STIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH M. …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...

USAHA PENINGKATAN PRODUKSI ANTIBODI T3 DAN T4 DENGANSTIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH

M. Soewarsono*, dan Adria P. Murni*

ABSTRAK

USAIIA PENINGKATAN PRODUKSI ANTIBODI T3 DAN T4 DRNGAN STIIfULASI IRADIASI SINAR

GAItHA OOSIS RBNDAII. Kelompok kelinci yang diiradiasi sinar gamma seluruh tubuhnya

dengan dosis 0,75 - 1 Gy pada 72 jam setelah diimunisasi dengan imunogen dosis 1/2

mg T3-HSA dan atau 1/2 mg T4-HSA/mll ekor dan kemudian dilanjutkan dengan suntikan

booster pad a setiap 14 hari dengan cara dan dosis yang sama seperti imunisasi ter­

nyata titer antisera T3 dan T4 yang dipanen pada setiap 10 hari menunjukkan pening­

katan lebih tinggi dari titer antisera antisera kelinci non-iradiasi (kontrol imuni­

sasil.Peningkatan titer antisera kelinci iradiasi ini disertai pula prnduksi

antibodi yang merata pada semua kelinci iradiasi. Produksi dan peningkat.an titer

antisera T3 berlangsung lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan antisera

T4. Sedangkan cara penyuntikan subkutan dan mutipel intradermal tidak berpengaruh

terhadap produksi antibodi.

ABSTRACT

DRVRLOPHANT OP INCRKASING T3 AND T4 ANTlBODIRS PRODUCTION USING STIKULATION OP

LOW DOSB GAMMA lRADIATION. Whole body gamma irradiation with the dose of 0,75-1 Gy

on immunized rabbits after 72 hours introducing irnmunigen with the dose of 1/2 IDg

T3-HSA and 1/2 mg T4-HSA/ml/rabbi t and by following booster injection as same as

immunization, indicated increasing of T3 and T4 ant.iserum titer which is yielded

every at 10 days, are higher than non-iradiatet rabbits (immunization control). The

increasing of antiserum titer and the development of raising antibodies production

are homogenously in all iradiated rabbits. The raising of T3 antibody and the T3

antiserumn titer are faster and higher than T4 antibody production. The route of

immunization and booster injection, i.e. subcutaneous and multiple intradermal, have

no effect to the production of both T3 and T4 antibodies.

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BArAN

543

PENDAHULUAN

Cara pembuatan antibody untuk reagen radioimmuoassay (RIA)

Jllalulan JenJan meKJiMU~iuIDi ~JUlh be~CO~AAn JenJan zal ImunoJen,

pada dasarnya sangat mudah dan sederhana (1,2,3). Hewan-hewan per­

cobaan yang biasa digunakan untuk pembuatan antibody ialah marmut,

kelinci, domba atau kambing, keledai dsb. Pemilihan macam hewan

percobaan didasarkan atas jenis ligand yang akan diproduksi anti­

bodinya. Marmut sangat baik uIltuk memproduksi hormon Chorionic

Gonadotropin (HCG); anti gammaglobulin dan antibodi hormom-hormon

steroid biasa dibuat pada. domba, kambing atau keledai; sedangkan

antibodi hormon-hormon polipeptida diproduksi pada kelinci.

Penyuntikan imunisasi dilakukan dengan berbagai cara, masing­

masing cara memiliki keunggulan' dan kelemahan (3). Penyuntikan

secara subkutan (sc) dan multiple intradermal (id) dilakukan dalam

penelitian ini pada kelinci untuk m<>mbuflt I\nt.ibodi T:~ (Tr.iLt2!tQ.::

thyronine) dan T4 (Thyroxine). VAITUKAITlS, dkk (1960), Lelah ber­

hasil memproduksi antibodiB HCG dan testosteron specifik pada

kelinci dengan imunogen dosis rendah (20-100 ug) dengan penyuntikan

secara multiple intradermal (4). Penyuntikan imunisasi yang paling

baik untuk pembuatan antibodi ialah secara intra-nodula melalui

pembedaan tubuh hewan percobaan, tetapi cara ini memiliki resiko

tinggl karena akibat pembedahl\n dan tnfeksi bakteri hewan percobaaninl akan mati.

Dalam pelaksanaan pembuatan antibodi ternyata lebih banyak

ditentukan oleh faktor "mujur" karena salah satu kendala yang sukar

diramalkan dan diatasJ ialah sHat individu hewan yang memiliki

respon-imun berlainan terhadap imunagen yang disuntikan. Dengan

memperbanyak jumlah hewan percobaan yang diimunisasi, belum dapat

menjamin bahwa prosentase hewan percobaan yang mampu membentuk anti­

bodi bartiter tinggi akan meningkat pula.

Radiasi sinar-X atau sinal' gamma dasis rendah (0,25-1 GY) ter­

hadap seluruh tubuh hewan percobaan yang diimunisasi dapat mempenga­

ruhi sistem imunnya sehingga respon primer pada pembentukkan anti­

bodi diperpanjang (5). ARIFIN, dkk.(1983) mendapatkan dosis

iradiasi sinal' gamma sebesar 1,5 GY merupakan dosis stimulasi

efektif pada marmut untuk memproduksi antibodi (6).

544

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini merupakan usaha untuk

memperkecil sifat individu kelinci-kelinci yang diimunisasi dengan

imunogen '1'3dan '1'4,sehingga dengan stimulasi iradiasi sinar gamma

dosis rendah terhadap seluruh tubuh kelinci dapat dihasilkan produk­

si antibodi '1'3dan '1'4spesifik bertiter tinggi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan hewan percobaan kelinci jenis Selan­

dia Baru sebanyak 30 ekor, jenis kelamin jantan dan betina, usia 3 ­

4 bulan, dibeli dari BPT - Ciawi. Kelinci-kelinci tersebut terbagi

atas 5 kelompok, A sampai E masing-masing berangotakan 6 ekor dan

setiap kelompok dibagi menjadi 2 sub kelompok masing-masing terdiri

atas 3 ekor kelinci, kecuali kelompok E tidak mempunyai sub kelom­

pok. Pemilihan hewan-hewan ini dilakukan secara acak.

Setiap kelinci dalam kelompok A dan B diimunisasi dengan emulsi

imunogen T3-HSA dalam Complete Freud's adjuvant (v/v=1:1), dosis 1/2

mg T3-HSA/ekor, penyuntikan dilakukan dengan 2 cara, yaitu subkutan

dan multiple intradermal i sedangka kelompok C dan D di imunisasi

dengan emulsi T4-HSA dalam Complete Freud's Adjuvant (v/vl:l),

dosis 1/2 mg T4-HSA/ekor, cara penyuntikan sarna dengan Kelompok A

dan B. Setelah 72 jam imunisasi masing-masing kelinci dari kelompok

B dan D termasuk kelinci dalam kelompok E diiradiasi sinar gamma

dosis tunggal 0,75-1 Gy menggunakan sinar radiasi samping Iradiator

"IRPASENA". Kelinci kelompok A dan C diperlakukan sebagai kontrol

imunisasi dan kelompok E tidak diimunisasi sebagai kontrol iradiasi.

Penyuntikan booster dengan cara yang sarna seperti imunisasi dilaku­

kan setiap 14 hari sampai dengan booster ke IV, kemudian pemberian

booster diteruskan pada setiap bulan. Pengambilan darah untuk peme­

riksaaan titer antisera dilakukan pada setiap 10 hari setelah

pemberian booster, dan penghi tungan jumlah lekosi t darah perifer

dilakukan pada setiap minggu.

Zat imunogen T3-HSA dan T4-HSA dibuat dengan cara penggabungan

(coupling) T3-metyl ester T4-etyl ester dengan human serum albumin

,(HSA) menggunakan metode "MORPHO CDI" dan pemurnian dengan cara

dialisis dalam kantung selulosa. Semua regean yang digunakan dalam

545

penelitian ini dibeli dari Sigma. Sedangkan senyawa bertanda 1251_

T3 dan 1251-T4 untuk pengujian titer antisera dibeli dari DPC.

PQn~ujiRn tit~r nnti~ern TJ dnn T~ dilnkukftn doniRn IDQtodQ

Radioimmunoassay.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Tabel 1, 2, 3, dan 4 dapat diikuti produksi antibodi T3

dan T4, serta perbandingan titer antisera antara kelompok kelinci

yang diiradiasi dan non-iradiasi.

Pada Tabel 1 tampak jelas bahwa titer antisera T3 kelompok

kelinci iradiasi dengan pengenceran 1:10 sampai dengan 1 : 100 pada

10 hari setelah imunisasi lebih tinggi dari titer antisera T3 kelom­

pok kelinci non-iradiasi (kontrol imunisasi). Sedangkan titer anti­

sera T4 dari kelinci iradiasi dan non-iradiasi belum tampak perbeda­

annya. Produksi antibodi T3 kelompok kelinci iradiasi ternyata pula

lebih merata dari pada kelinci non-iradiasi.

Pada Tabel 2, setelah 10 had pemeberian booster I, tampak

respon imun kelinci iradiasi lebih aktif dan pada pengenceran anti­

sera T3 yang lebih tinggi yaitu 1:100 sampai dengan 1:400 peningkat­

an titernya lebih pesat dan lebih seragam,demikian pula titer anti­

sera T4 kelompok kelinci iradiasi tampak sudah mulai meningkat,

tetapi respon imun berjalan lebih lambat dan seragam.

Pada Tabel 3, 10 hari setelah pemberian booster II tampak ter­

jadi kelainan pada kelopmpok kelinci iradiasi yang memproduksi anti­

bodi T3 terutama pada sub-kelompok kelinci yang disuntik secara

subkutan sedang menderita infeksi skabies sehingga titernya menu run

atau lebih rendah dari kelinci non-iradiasi. Titer antisera T4 ke­

lompok kelinci iradiasi selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan

kelompok kelinci non-iradiasi meskipun peningkatannya keeil.

Penyuntikan secara sub-kutan atau mul tipel intradermal tidak

mempunyai efek yang berbeda terhadap produksi antibodi.

Kadang-kadang penyuntikan secara multipel intradermal menimbul­

kan abses pada bekas penyuntikan sehingga dapat menurunkan produksi

antibodi. Penyakit scabies sering berjangkit pada kelinci dan masih

sulit pencegahannya. Penyakit kelinei seperti ini sangat merugikan

dalam pembuatan antibodi.

546

Pengujian titer antisera baru dilakukan sampai dengan suntikan

booster III dan akan dilanjutkan sampai dengan pemberian suntikan

booster IV.

Keseragamam produksi antibodi dan peningkatan titer antiseia T3

dan T4 pada semua kelompok kelinci iradiasi ini mungkin disebabkan

oleh efek stimilasi iradiasi sinar gamma dosis rendah pada sistem

imun kelinci (5, 6) sehingga respon primer dapat diperpanjang.

Dengan perpanjangan respon primer berarti produksi antibodi berlang­

sung lebih lama. Hal tersebut kemungkinan akan memberikan keseragam­

an respon imun pada setiap individu kelinci dalam produksi antibodi.

Secara tidak langsung pengaruh stimulasi sinar gamma dosis

rendah terhadap sistem imun dapat diidentifikasi melalui penghitung­

an jumlah lekosit darah perifer kelinci iradiasi ( Gambar 1 dan 2 ).

Berdasarkan hukum sensitifitas dan resistensi bahwa organ-organ

hemapoi tik adalah paling peka terhadap radias i (9). Dengan terjadi­

nya kerusakan pada stemcells organ hemapoitik ( limpa, sumsum

tulang, dan timus) maka sel-sel darah tidak dapat diproduksi (Gambar

3), sehingga tampak jumlah sel-sel darah peri fer menurun terutama

pada tujuh hari setelah iradiasi termasuk pula jumlah lekositnya

(Gambar 1).

Seperti telah diketahui bahwa lekosi t berdiferensiasi menjadi

limfosit B dan limfosit T , masing-masing berfungsi sebagai sistem

imun yang memproduksi antibodi humoral dan antibodi selular (2).

Dengan berkurangnya jumlah lekosi t dalam hal ini limfosi t, maka

kelinci iradiasi akan menderita immunosuppresive,reaktivitas respon

imun berkurang dan imunitasnya menu run (10, 11).

Besarnya kerusakan stem-cells tergantung dari dosis iradiasi

yang diterima, misalnya LD (50) pada tikus putih (albino-rat) ialah

lebih kurang 6 Gy dan sebagian dari tikus putih akan sembuh kembali

setelah 30 hari iradiasi (7, 8). Setiap individu biologi mempunyai

kemampuan untuk penyembuhan dirinya kembali sepanjang kerusakan pada

stem-cells tidak bersifat total. Oleh karena itu, pada Gambar 2 dan

3 tampak jumlah lekosit darah perifer kelinci pada 14 hari setelah

iradiasi mulai naik kembal i dan akhirnya menjadi normal pada hari

ke-35.

Dengan demikian, stimulas i iradiasi sinar gamma dosis rendah

terhadap seluruh tubuh kelinci dapat mengganggu sistem imun sehingga

547

reaktifitas respon imun dibatasi, respon primer diperpanjang, waktu

produksi anti bodi berlangsung lebih lama, titer antiserra T3 dan T4

kelinci iradiasi meningkat, dan variasi sifat individu hewan per-

cobaan diperkecil sehingga terjadi keseragaman produksi antibodi

pada tubuh kelinci.

KESIMPULAN

Dari data sementara hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa

stimulasi iradiasi sinar gamma dosis tunggal sebesar 0,75 - 1 Gy

terhadap seluruh tubuh kelinci yang diimunisasi dan kemudian diboos­

ter imunogen T3-HSA dan T4-HSA dapat meningkatkan titer antisera T3

dan T4, dan kemungkinan pula sifat individu respon imun kelinci

menjadi berkurang.

Untuk memantapkan dan melengkapi data, penelitian ini akan

diulang pada tahun anggaran 1990/1991 dengan melakukan penyempurnaan

metoda dan memberikan perhatian khusus pada pemeliharaan kelinci

untuk membatasi infeksi scabies yang sangat menggangu dalam pemben­

tukan antibodi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ucapkan terima kasih kepada Sdr. Ode Irwanto dan Sdr.

Mawardi yang telah bersedia memelihara kelinci percobaaan secara

tekun dan sabar. Terima kasih kami tujukan pula kedapa Sdr. Samsul

Bachri dan Sdri. Setiowaty yang telah membantu kami melakukan imuni­

sasi dan booster serta pengambilan darah kelinci.

Khusus terima kasih kami tujukan kepada Sdr. Kicky, dkk yang

telah membantu iradiasi kelinci-kelinci percobaan ini dan penetapandosis rendah iradiasi dari IRPASENA.

DAFTAR PUSTAKA

1. THORELL, J. 1., and LARSON, S.M., Radioimmunoassay and Related

Techniques (Methodology and Clinical Application), Mosby,Saint Louis (1978).

548

2. EDWARS, R., Antibidies : Polyclonal and Monoclonal, Immunuassayan Introduction, William Heinemann Medical Books, London

(1985).

3. HURN, B.A.L., Pratical problems in raising antisera, Br. Med.Bull. 30 1 (1975) 26.

4. VALTUKAITIS, J., A method for producing specific antisera withsmall doses of immunogen, J. Clin. Endocr. 33 (1971) 988.

5. DUPLAN, J.F., Radiation Effects on Immune System (Tech. Rep.

Series No. 123), IAEA, Vienna (1971).

6. ARIFIN, M., dan SOEWARSONO, M., Dosis stimulasi efektif radiasi

simar gamma pada marmut untuk memproduksi antibodi, MajalahBATAN, XVI 1 (1983) 14.

7. SOEWARSONO, M., dan WATTIMENA, C., Efek radiasi gamma dari Co­

60 terhadap susunan darah perifer dari tikus putih, PAIR­BATAN, Jakarta (1970).

8. HARRISS, E.B., Effects of Radiation on Enithropoiesis (Tech.

Rep. Series No. 123), IAEA, Vienna (1971).

9. BOND, V.P., Radiobiological Bases for the Undestanding of Haemo­

tological Consequences of Radiation Exposure (Tech. Rep. Se­ries No. 123), IAEA, Vienna (1971).

10. FELDMAN, M., and GALLILY, R., "Mechanism of the immunosuppresiveeffect of total body irradiation", Radiation and the Control

of Immune Response (Proc. Panel Paris, 1967), IAEA, Vienna

(1968) 5.

11. JOROSLOW, B.N., Radiation and the Immune Responce, MedicalRadiation BiologY1 W.B. Saunders, Philadelphia (1973).

549

Tabel 1. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4, 10 hari se­telah imunisasi atau 7 hari setelah radiasi

Perlakuan Pengenceran A/8 dan % Bo------------------------------------------

1 : 10 1 : 50 1 : 100

A'/S =NR

R

(A)

NR-T3/sc5,820,121,7

n=3

NR-T3/id

6,59,38,0n=3

--------------------------------------------------------------

(B)

NR-T3/sc26,350,550,1

n=3

NR-T3/id

10,823,319,3n=3

--------------------------------------------------------------

(C)NR-T4/sc

6,75,24,7n=3

NR-T3/id

4,85,65,2n=3

--------------------------------------------------------------

(D)NR-T4/sc

7,15,74,6n=3

NR-T3/id

8,27,06,2n=3

--------------------------------------------------------------

Antisera

= non-iradiasi

= stimulasi iradiasi

550

Tabel 2. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4 10 hari

setelah booster I

--------------------------------------------------------------

Perlakuan Pengenceran A/S dan % BO

1 : 100 1 : 200 1 : 400--------------------------------------------------------------

(A)

NR-T3/sc

32,732,510,4

n=3NR-T3/id

28,318,811,6

n=3

--------------------------------------------------------------

(B)R-T3/sc

41,428,8J6,6

n=3R-T3/id

40,437,625,7

n=3

--------------------------------------------------------------

1 : 10 1 : 50 1 : 100-------------------------------------------

(C)

NR-T4/sc

19,713,910,0

n=3NR-T3/id

11,213,18,8

n=3

--------------------------------------------------------------

(D)R-T4/sc

24,721,212,0

n=3R-T3/id

11,418,714,0

n=3

--------------------------------------------------------------

551

Tabel 3. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4 10 harisetelah booster II

Per lakuan Pengenceran A/S dan % BO

1 : 100 1 : 200 1 : 400

(A)

NR-T3/sc

37,635,417,7n=3

NR-T3/id

31,529,716,5n=3

(B)R-T3/sc

29,521,414,1n=3

R-T3/id

72,326,223,0n=3

1 : 10 1 : 50 1 : 100

552

(c)NR-T4/sc

19,620,31'7,2n=3

NR-T4/id

21,616,515,2n=3

(D)R-T4/sc

26,020,718,4n=3

R-T4/id

23,520,917 ,8n=3

Tabel 4. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4 10 harisetelah booster III

Perlakuan Pengenceran A/S dan % BO

1 : 100 1 : 200 1 : 400

(A)

NR-T3/sc

40,314,514,7n=3

NR-T3/id

35,220,4j 6, 7n=3

(B)R-T3/sc

50,839,025,8n=3

R-T3/id

79,546,223,7n=3

(C)NR-T4/sc

n=3

NR-T3iidn=3

1 : 10 1 : 50 1 : 100

(D)R-T4/sc

48,030,720,5n=3

R-T4/id

46,831,219,7n=3

553

14 sebelumkl setelah radiasi ?if

tIR-TJ/ id",- 12 -- - -. \~ - - NR:T31sc", _o

Radiasi non-imun T3/T4

14

(ha ri )

'::;ambar 1. Kurva efek radiasi galrrna dosis rendah (O,S - 1,0 Gy)

terhadap IIlekosit" darah peri fer kelinci yang disun­tik emuls; T3/F.A.

14

(har i)

Gambar 2. Kurva efek radiasi garrma dosis rendah (0.5 - 1,0 Gy)terhadap "Iekositll darah perifer ke1inci yang disun­tik emulsi T4/F.A.

Radiasi non-T3/T4

sebelu"lc • _ - - setelah radiasi -- -Jt ..-- -, - -, '/iR-T4/id

\ -,\ ", NR-T4/sc

J

14

12'"

0~

8

~0-"~-;;5..,

0

21

21

23

28

35

35

WA~

SETELAR IRADIASI

1 J~

1 Hoari

2 fuari

4 H~i

5 H~i

Surnber r.olJD (9,p.16)

Gambar 3. Skema kerusakan sel-sel pembuat darah

setelah iradiasi yang berawal dari ke­

rusakan sel-stemnya hingga tampak padadarah perifer

DISKUS I

IBRAHIM G.

1. Berapa laju dosis yang digunakan pada penelitian ini ?

2. Mungkin adanya perbedaan laju dosis dapat mempengaruhi hasil

penelitian ?

ADRIA

1. Laju dosis yang digunakan disini ditentukan oleh Sdr Kicky dkk.

dengan penetapan dosis rendah. Iradiasi di IRPASENA.

2. Perbedaan laju dosis dapat mempengaruhi hasil peneli tian, yaitu

bila dosis yang diberikan besar maka organ-organ hemopotik akan

mengalami gangguan/kerusakan. Seperti sebelumnya pernah dilakukan

oleh ARIFIN dkk. (1983), dosis stimulasi efektif pada marmut

untuk memproduksi antibodi ialah 1,5 Gy.

SRI ASMINAH

Pada kesimpulan tadi dinyatakan bahwa stimulasi radiasi dosis rendah

dapat meningkatkan titer T3 dan T4. Seperti diketahui volume darah

kelinci sedikit sekali. Bagaimana aplikasinya nanti di lapangan ?

Biasanya hewan yang dipakai kambing, bagaimana pendapat Anda ?

ADRIA

Memang pada percobaan yang kami lakukan stimulasi radiasi dosis

rendah dapat meningkatkan titer T3 dan T4. Digunakan hewan kelinci

sebab pemilihan macam hewan percobaan untuk pembuatan antibodi dida­

sarkan pada jenis ligard yang akan diproduksi antibodinya. Misalnya

marmot sangat baik untuk memproduksi hormon Chorionik bonadoropin

(HCB), sedangkan kambing, keledai sangat baik untuk memproduksi

hormon steroid dan anti gamma globulin dan untuk kelinci sangat baik

untuk antibodi hormon-hormon polireptida.

SUGIARTO

1. Radiasi di lakukan pada seluruh tubuh atau lokal pada tiroid ?

2. kalau seluruh tubuh, selain mungkin "menstimulasi" tiroid, juga

555

"merusak" organ-organ lain yang peka (ternyata leukosit menurun).

3. Stimulasi aktivitas tiroid akibat radiasi bersifat tetap atau

sementara dan apllkah tidak mungkin menimbulklln over llktivitllStiroid ?

ADRIA

1. Radiasi dilakukan pada seluruh tubuh kelinci.

2. Memang. menurut BOND (1971) berdasarkan hk. sensitivitas dan

resistensi, organ-organ hemopotik paling peka terhadap iradiasi.

Kerusakan terjadi pada stemcells organ hemopotik (limpa, sumsum

tulang dan timus), walaupun kerusakan ini tidak bersifat total.

Di sini terlihat bahwa sampai dengan hari ke 7 leukosit mengalami

penurunan, tapi kemudian jumlah lekosi t darah perifer kelinci

pada hari ke 14 setelah iradiasi mulai naik kembali dan akhirnya

normal pada hari ke 35.

3. Bersifat sementara.

556