New Makalah t. Argento & Komplekso

download New Makalah t. Argento & Komplekso

If you can't read please download the document

Transcript of New Makalah t. Argento & Komplekso

TITRASI ARGENTOMETRI DAN TITRASI KOMPLEKSOMETRI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik Dasar

Dosen Pengampu : Drs. Sukirno, Apt

Disusun oleh : Kelompok 2 Silvia Anggraeni Diah Ika Rusmawati Marifah Agus Styawan Ria Yanna Kharista Amir Maksum (4301408045) (4301408054) (4301408066) (4301408068) (4301408075) (4301407065)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2009KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah mengenai Titrasi Argentometri dan Titrasi Kompleksometri ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyusun makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik Dasar. Dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini, penulis tidak lepas dari bantuan pihak lain, sehingga pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya. 2. Bapak Drs. Sukirno,Apt selaku dosen mata kuliah Kimia Analitik Dasar. 3. Ayah dan Ibu yang selalu mendukung dan memberikan motivasi. 4. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang berkenan memberikan kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan pembaca tentang organisasi lembaga pendidikan serta pemanfaatannya bagi pembaca yang memerlukan informasi tentang hal ini.

Semarang, November 2009

Penulis

TITRASI ARGENTOMETRIIstilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas : 1. Asidimetri dan alkalimetri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa. 2. Oksidimetri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi. 3. Argentometri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+). Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992) Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu: 1. Indikator 2. Amperometri 3. Indikator kimia Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari

perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu : 1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen/ analit. 2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990) Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion. AmBn Ma+ + NbHasil kali kelarutan = (CA+)M (CB-)N. Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil . AgNO3 + 2 KCN K(Ag(CN)2) +KNO3 Ag+ + 2 nn- Ag(CN)2 Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk senyawa kompleks yang tak larut . Ag+ (Ag(CN)2)- Ag(Ag(CN)2) Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent. salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.

Ciri-ciri titrasi argentometri : Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksioksidasi (redoks) Kesulitan mencari indikator yang sesuai Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek kopresipitasi Kelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu tertentu.(dalam keadaan setimbang). Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan. Faktor yg mempengaruhi kelarutan : 1. Suhu 2. Sifat pelarut 3. Ion sejenis 4. Aktivitas ion 5. pH .6. Hidrolisis 7. Hidroksida logam 8. Pembentukan senyawa kompleks Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil (misal Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak arut dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yang dibebaskan pada saat interaksi ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka

padat endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Contoh : campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak larut. Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung ion sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 10-10)di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 10-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 10-6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl. Ke dalam endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun. Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan : 1) menyempurnakan pengendapan 2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar (Underwood, 1986). Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada penukaan (Khopkar, 1990). Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut

terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990). Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan. Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi. Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut. Indikatorindikator tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990). 1. Dasar Reaksi 50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion klorida selama titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl= 10 x 10-10. Awal sebelum titrasi : [Cl-] = 0,10 M, maka pCl = 1,00. Setelah penambahan 10 ml AgNO3 : Ag+ m: 1,00 mmol r: -1,00 mmol s: + Cl5,00 mmol -1,0 mmol 4,0 mmol AgCl (p) +1,0 mmol 1,00 mmol

[Cl-] = 4,00 mmol / 60,0 ml = 0,067 M, pCl = 1,17. Setelah penambahan 49,9 ml AgNO3 : Ag+ + ClAgCl (p)

m : 4,99 mmol m :- 4,99 mmol s: -

5,00 mmol - 4,99 mmol 0,01 mmol 4,49mmol

[Cl-] = 0,01 mmol / 99,9 ml = 1,0 x 10-4 M, pCl = 4,00 Pada titik ekivalen (TE) : Ag+ m : 5,00 mmol r : - 5,00 mmol s : + Cl5,00 mmol - 5,00 mmol 5,00mmol AgCl (p)

[Ag+] = [Cl-] [Ag+][Cl-] = Ksp = 1,0 x 10-10 [Cl-] = 1,0 x 10-5 maka pCl = 5,00 Setelah penambahan 60,0 ml AgNO3 : Ag+ m :6,00 mmol r :- 5,00 mmol s : 1,00 mmol + Cl5,00 mmol - 5,00 mmol AgCl (p)

[Ag+] = 1,00 mmol / 110 ml = 9,1 x 10-3 M pAg = 2,04 maka pCl = 10,00 2,04 = 7,96 2. Kurva Titrasi

Secara umum untuk halida : Ag+ + ClAgCl (p)

Tetapan kesetimbangan : K = 1 / [Ag+][X-] = 1 / Ksp. Makin kecil Ksp makin besar K suatu titrasi. Titrasi pengendapan yang paling banyak dipakai adalah Argentometri, karena hasil kali kelarutan garam perak halida (pseudohalida) sangat kecil : Ksp AgCl = 1,82 . 10-10 Ksp AgCN = 2,2 . 10-16 Ksp AgCNS = 1,1 . 10-12 Ksp AgI = 8,3 . 10-17 Ksp AgBr = 5,0 . 10-13 3. Indikator, Larutan Baku, dan Penggunaan Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain: a. Metode Mohr Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,

dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969) Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+. Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi: 2Ag+(aq) + CrO4(aq) Ag2CrO4(s) Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. 2Ag+(aq) + 2OH-(aq) 2AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l) Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi 2H+(aq) + 2CrO42-(aq) Cr2O72- +H2O(l) Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam. b. Metode Volhard Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi

antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih. Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih) Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah) SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq) Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCNsedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan Xditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX: Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) AgX(s) Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s) SCN-(aq) + AgX (s) X-(aq) + AgSCN(aq) Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang). Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi. Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam. c. Metode Fajans Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen,

antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja). HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq) Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+). Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan Xmaupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni i) ii) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih

iii)

Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi. Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa

banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. Metode kekeruhan: Pada metode ini digunakan larutan baku natrium klorida (NaCl) dimana larutan tersebut dititrasi dengan larutan perak dengan adanya asam nitrat bebas atau sebaliknya dengan persyaratan tertentu penambahan indikator tak diperlukan karena adanya kekeruhan yang di sebabkan penimbunan beberapa tetes suatu larutan pada larutan yang lain yang menandakan titik akhir belum tercapai.Titrasi dilanjutkan hingga tidak ada kekeruhan lagi.

0100090000032a0200000200a20100000000a201000026060f003a03574d464301 00000000000100a587000000000100000018030000000000001803000001000000 6c00000000000000000000001a000000370000000000000000000000ac36000023

0100090000032a0200000200a20100000000a201000026060f003a03574d464301 00000000000100a587000000000100000018030000000000001803000001000000 6c00000000000000000000001a000000370000000000000000000000ac36000023

Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang penting adalah: 1. Temperatur: Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. 2. Sifat pelarut: Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasr pemisahan dua zat. 3. Efek ion sejenis: Kelarutan enddapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung satu ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ksp. Baik kation maupun anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Suatu endapan umumnya lebih dapat larut dalam air mumi daripada dalam suatu larutan yang mengandung salah satu ion endapan. Pentingnya efek ion sejenis dalam mengendapkan secara lengkap dalam analisis kuantitatif akan tampak dengan mudah. Dalam melaksanakan opengendapan itu lengkap. Dalam mencuci endapan di mana susut karena melarut mungkin cukup berarti. Dapatlah digunakan suatu ion sejenis dalam cairan pencuci untuk mengurangi kelarutan. Ion itu harus juga ion dari zat pengendap, dan tentu saja bukan ion yang sedang diselidiki. Efek ion-ion lain: Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau

efek aktivitas. Semakin kecil koef sien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. 4. Pengaruh hidrolisis: jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H+). Kation dari spesies gararn mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya. 5. Pengaruh kompleks: Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fimgsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan tewat jenuh. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian pula kopresipitasi.

TITRASI KOMPLEKSOMETRITitrasi Kompleksometri digunakan untuk menitrasi adanya logam atau ion logam (M) dalam larutan menggunakan pereaksi ligan (L) berupa EDTA (etilen diammin tetra asetat) atau C2O42- (polidentat) atau monodentat (NH3, H2O, CN-, CNS-). Penentuan ion Ca2+ dan Mg2+ dalam air sadah. Suatu air sadah akan dianalisis kadar ion Ca2+ dan Mg2+ dengan menambahkan buffer ammonia pada larutan tersebut (pH=10) dengan indicator EBT (Eriochrome Black T) dan larutan penitrasi EDTA. Semula larutan merah akan berubah menjadi ungu biru, berarti titrasi sudah selesai. Reaksi : 1. Mg2+ + EBT Ca2+ + H2Y22. Mg-EBT + H2Y21. Dasar Reaksi Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan kompleks atau ion kompeks yang larut nemun sedikit terdisosiasi. Contohnya adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida terbentuk ion kompleks Ag(CN)2- yang amat stabil. Ag+ + 2CNAg(CN)2Mg-EBT (merah) CaY2- + 2H+ MgY- + EBT + 2H+ (ungu biru)

Kompleks-kompleksnya adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi sebuah ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. Ion logam dalam kompleks disebut atom pusat dan gugus yang tergabung ke atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang terbebntuk oleh atom logam pusat disebut angka koordinasi dari logam tersebut. Pada kompleks di atas, perak adalah atom logam pusat dengan angka koordinasi 2, dan sianida adalah ligannya.

2. Kurva Titrasi Kurva titrasi untuk titrasi kompleksiometri dapat dibuat dan analog dengan kurva titrasi asam basa. Kurva-kurva semacam ini terdiri dari plot logaritma negatif dari konsentrasi ion logam versus milliliter titran. Seperti titrasi asam basa, kurva ini berguna untuk menilai kelayakan dari sebuah titrasi dan dalam memilih indikator yang cocok. Titrasi 50,0 mL 0,0100 M Ca2+ dengan 0.0100 M EDTA pada pH 10 EDTA, mL 0,00 10,0 20,0 30,0 40,0 49,0 49,9 50,0 51,0 60,0 [Ca2+] 0,0100 0,0067 0,0043 0,0025 0,0011 1,0x10-4 1,0x10-5 5,2x10-7 2,8x10-8 2,8x10-10 pCa 2,00 2,17 2,37 2,60 2,96 4,00 5,00 6,28 7,55 9,55 100,0 % Ca 2+ direaksikan 0,00 20,0 40,0 60,0 80,0 98,0 99,8 100,0 100,0

Kurva titrasi untuk Ca2+ yang dititrasi dengan EDTA pada pH 8, 10,dan 12

Kurva titrasinya mempunyai bentuk yang lazim, dengan peningkatan tajam dari nilai pCa pada titik ekivalen. Kurva-kurvanya sama sampai titik ekivalen. Penambahan yang lebih besar dari pCa didapat pada pH yang lebih besar, karena Keff lebih besar dalam larutan yang memiliki konsentrasi ion hydrogen yang rendah. Pada pH rendah, Keff menjadi sangat kecil sehingga titrasi menjadi tidaak layak. Di sekitar titik ekivalen perhitungan yang lebih akurat dapat dibuat dengan menganggap reaksi tidak berjalan lengkap, yaitu dengan memperhitungkan ion Ca2+ yang dihasilkan dari penguraian CaY2- dan memecahkan persamaan kuadratnya secara lengkap. Dampak dari konsentrasi ammonia di kurva titrasi pada Zn2+ dengan EDTA pada pH 9 ditunjukkan pada kurva di bawah ini

Patahan pada titik ekivalen mengecil pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi. Penambahan terlalu banyak penyangga adalah suatu kesalahan yang umum dalam titrasi EDTA, dimana aksi pengkompleksan akhir sering kali memperburuk titik akhir dengan siasia. Jika dalam menitrasi suatu asam kuat, pH dialurkan terhadap volume larutan dari basa kuat yang ditambahkan, terjadilah sebuah titik belok pada titik ekuivalen. Sama halnya, dalam titrasi EDTA, jika pM (logaritma negatif dari konsentrasi ion logam bebas : pM = -log[Mn+]) dilukiskan pada grafik terhadap volume larutan EDTA yang ditambahkan, sebuah titik belok muncul pada titik ekivalen; dalam beberapa keadaan, kenaikan mendadak ini dapat melampaui 10 satuan pM. Kurva penitaran dipengaruhi oleh pM dan komplekson lain. Penitaran ion logam berat dengan EDTA bukan saja diperlukan pendapar tetapi juga penambahan komplekson lain yang berguna untuk menjaga agar ion logam tetap dalam larutan dan tidak mengendap sebagai hidroksida, oksida basa atau garam basa.

Bangun umum kurva titrasi, yang diperoleh dengan menitrasi 10,0 cm3 larutan 0,01M ion logam M dengan larutan EDTA 0,01M, diperlihatkan pada kurva penitaran. Tetapan kestabilan nampak dari berbagai kompleks logam EDTA, ditunjukkan pada ujung kanan sekali dari kurva. Nampak jelas bahwa semakin besar tetapan kestabilan, semakin tajam titik akhir, asalkan pH dijaga konstan. 3. Indikator Indikator yang digunakan dalam titrasi kompleksiometri adalah indikator metallochromic, yang meliputi indikator Eriochrome Black T dan Calmagite. Indikator metallochromic adalah komponen-komponen organik yang berwarna, dimana mereka sendiri membentuk kelat dengan ion-ion metal. Kelat sudah barang tentu harus mempunyai warna yang berbeda dari indikator yang bebas, dan jika blanko indikator besar harus dihindari dan titik akhir yang tajam harus didapat. Indicator-indikator metallochromic yang umum mempunyai kondisi asam basa dan bereaksi sebagai indicator pH seperti juga indicator untuk pM. Sehingga, dalam rangka menentukan warna apa yang akan dipakai sebuah indicator metallochromic dalam sebuah larutan tertentu, secara umum harus

diketahui nilai pH maupun nilai pM untuk ion metal yang hadir. Eriochrome Black T Eriochrome Black T tidak stabil dalam larutan dan larutan-larutan harus dipersiapkan dengan segar untuk mendapatkan perubahan warna yang sesuai. Molekul Eriochrome Black T biasanya dihadirkan dalam bentuk singkatan sebagai asam triprotik, H3In. Spesies asam sulfonat yang terionisasi ini adalah sebuah gugus asam kuat yang terurai dalam sebuah larutan berair yang tidak tergantung pH. Indicator ini berwarna merah anggur. Calmagite Calmagite stabil dalam larutan berair. Calmagite juga merupakan asam triprotik, H3In, dan spesies asam sulfonat terurai secara kuat dalam larutan berair. Nilai pKa untuk H2In- adalah 8,1 dan untuk HIn2- adalah 12,4. Warna untuk H2Inadalah merah, HIn2- adalah biru, dan In3- adalah orange kemerahan. Garis vertical yang memisahkan daerah II dari daerah III tergambar pada nilai pKa dari spesies HIn2-; dengan kata lain, pada titik sepanjang garis ini akan ada konsentrasi yang seimbang untuk kedua spesies HIn2- dan In3-, dengan yang pertama disebut mendominasi di daerah di sebelah kiri dan yang belakangan disebut dominan di sebelah kanan.

4. Larutan Baku Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Contohnya, komponen trietilenatetramina, sebuah ligan kudridentat atau trien. Empat atom nitrogen terhubung oleh jembatan-jembatan etilena dalam sebuah molekul tunggal yang dapat ememnuhi angka koordinasi 4 dari tembaga normal dalam satu langkah:CH2 CH2 NH Cu H2N CH2 NH CH2 CH2 CH22+

H2N

Dapat dianggap bahwa pembentukan dari ikatan nitrogen-tembaga pertama

akan membawa molekul nitrogen lain dari molekul trien sampai suatu kedekatan yang sedemikian rupa sehingga pembentukan dari ikatan tambahan yang melibatkan nitrogen-nitrogen ini jauh lebih mungkin daripada pembentukan ikatan-ikatan antara tembaga dengan molekul trien lainnya. Tidak mungkin satu molekul trien akan berkoordinasi dengan lebih dari satu tembaga, sehingga pada kondisi normal stoikiometri pembentukan kompleks dalam system ini adalah 1 Cu2+ : 1 trien. Cincin bersusun yang dihasilkan secara relative bebas dari regangan. Kompleks amat stabil seperti yang ditunjukkan oleh tetapan pembentuknya. K = [Cu(trien)2+] = 2,5 x 1020 [Cu2+] [trien] Sehingga trien adalah titran yang agus untuk tembaga. Ligan dan ion kompleks, keduanya dapat larut dalam air, hanya sebuah kompleks 1:1 yang terbentuk, tetapan kesetimbangan untuk titrasi tersebut besar dan reaksi berjalan dengan cepat. Hanya sedikit ion logam seperti tembaga, kobalt, nikel, cadmium, dan air raksa (II) yang membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan ligan nitrogen seperti ammonia dan trien. Beberapa ion logam seperti alumunium, timah dan bismuth lebih bagus menjadi kompleks dengan ligan yang mengandung atom oksigen sebagai donor electron. Dari sekian banyak, yang paling dikenal adalah etilenadiaminatetraasetat atau EDTA:HOOCCH2 HOOCCH2 NCH2CH2N CH2COOH CH2COOH

Istilah kelon dari chleon digunakan untuk seluruh reagen termasuk poliamina-poliamina seperti trien, asam poliaminokarboksilat seperti EDTA, dan berbagai senyawa relevan yang membentuk kompleks-kompleks yang stabil, larut dalam air membentuk 1:1 dengan ion logam dan oleh sebab itu digunakan sebagai titran untuk logam-logam.

Etilen

glikol-bis-(-aminoetileter)-N,

N-asam

tetraasetat

(EGTA) membentuk sebuah kelat yang jauh lebih stabil dengan kalsium daripada dengan magnesium (log Kabs = 11,0 vs 5,4) sedangkan dengan EDTA (log Kabs = 10,7 vs 8,7) sehingga kalsium dapat dititrasi secara selektif dengan EGTA dengan adanya magnesium, sedangkan hanya jumlah dari keduanyalah yang dapat diperoleh dengan EDTA kecuali jika magnesium diendapkan.

5. Penggunaan Titrasi Langsung Titrasi langsung terhadap EDTA dapat dilakukan pada minimal 25 kation dengan indicator metalokromik. Zat pengompleks seperti sitrat atau tartrat, sering ditambahkan untuk mencegah pengendapan logam hidroksida. Suatu buffer NH3NH4Cl dengan pH = 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam-logam yang membentuk kompleks dengan ammonia. Kesadahan total air dapat ditentukan langsung melalui titrasi langsung dengan EDTA menggunakan indicator BET (Black Eriochrome T) atau Kalmagit. Kompleks antara kalsium dan indicator terlalu lemah untuk mengakibatkan perubahan warna yang terlihat, tetapi magnesium membentuk kompleks yang lebih kuat dengan indicator dan diperoleh suatu titik akhir yang benar dalam suatu buffer ammonia dengan pH=10. Jika yang dititrasi tidak mengandung magnesium, maka suatu garam magnesium dapat ditambahkan pada EDTA sebelum larutan distandarkan. Maka titran itu merupakan campuran MgY2- dan Y4- dengan ditambahkan titran ini ke dalam larutan yang mengandung Ca2+ terbentuklah CaY2- yang lebih stabil dengan membebaskan Mg2+ untuk bereaksi dengan indicator itu dan membentuk Mg In- yang berwarna merah. Setelah kalsium habis terpakai, titran ditambahkan mengubah MgIn- menjadi MgY2- dan indicator berubah ke bentuk HIn2- berwarna biru. Titrasi Balik Titrasi balik diguanakan bila reaksi antara kation dan EDTA lambat atau

bila tidak tersedia indicator yang cocok. ditambahkan EDTA berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan suatu larutan standar magnesium dengan indicator Kalmagit. Kompleks magnesium EDTA yang kestabilannya relatif rendah dan kation yang akan ditetapkan tidak digeser oleh magnesium. Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan logam dalam endapan-endapan, seperti timbel dalam timbel sulfat dan kalsium dalam kalsium oksalat. Titrasi Penggantian Titrasi penggantian berguna bila indicator yang cocock tidak tersedia untuk ion logam yang akan ditetapkan. Ditambahkan suatu larutan berlebih yang mengandung kompleks magnesium EDTA dan ion logamnya, misalnya M2+ menggantikan magnesium dalam kompleks EDTA yang relatif lemah: M2+ + MgY2MY2- + Mg2+

Kemudian Mg2+ yang digeser, dititrasi dengan suatu larutan EDTA standar dengan menggunakan Kalmagit sebagai indikator.

Titrasi Tidak Langsung Sulfat ditentukan dengan menambahkan ion barium secara berlebihan untuk mengendapkan BaSO4. Kelebihan Ba2+ ini kemudian dititrasi dengan EDTA . fosfat ditentukan dengan titrasi dari Mg MgNH4PO4 yang dapat larut secara moderat. Karena ion-ion metal berbeda dalam hal stabilitas kompleks EDTA-nya, kadang kita bisa saja mendapatkan titik-titik akhir yang berurutan untuk lebih dari satu metal dalam sebuah titrasi tunggal.2+

dalam kesetimbangan dengan

Pemilihan dalam titrasi EDTA Terkadang dengan memperkirakan pH dari sebuah larutan, kita mungkin mendapatkan beberapa tingkat selektivitas titrasi dengan EDTA. Misalnya, untuk

menitrasi larutan-larutan yang memiliki ion pH rendah yang membentuk kompleks-kompleks yang amat stabil. Pada nilai pH yang sedemikian rendah, ionion yang membentuk kompleks-kompleks yang kurang stabil tidak akan mengganggu.

DAFTAR PUSTAKADay, R.A. dan A.L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Day, R.A. dan A.L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Mudjiran. 2002. Kimia Analitik Dasar. Jogjakarta: FMIPA UGM. Winarni. 2003. Dasar Kimia Analitik. Semarang: Universitas Negeri Semarang.