Neonatus Resiko

55
NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir. Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Transcript of Neonatus Resiko

Page 1: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini

sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan

dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka

kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada

masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai

perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses

fisiologik.

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan

penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan

lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa

perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini

timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai,

manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir.

Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang

kecil.

B. Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun makalah ini, maka kami rumuskan sebagai

berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan sindrom gangguan pernapasan

2. Apa yang diaksud dengan kejang

3. Apa yang dimaksud dengan hipotermi

4. Apa yang dimaksud dengan hipertermi

5. Apa yang dimaksud dengan hipoglikemi

6. Apa yang dimaksud dengan tetanus neonatorum

7. Apa yang dimaksud penyakit yang diderita ibu selama kehamilan

Page 2: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

C. Tujuan Penulisan

Selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Neonatus Bayi dan Balita,

juga untuk:

1. Mengetahui sindrom gangguan pernapasan

2. Mengetahui kejang

3. Mengetahui hipotermi

4. Mengetahui hipertermi

5. Mengetahui hipoglikemi

6. Mengetahui tetanus neonatorum

7. Mengetahui penyakit yang diderita ibu selama kehamilan

D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN : Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan, sistematika penyusunan.

BAB II PEMBAHASAN : Berisi tentang pengertian kebidanan, pelayanan kesehatan, fungsi

etika dan moralitas pelayanan kebidanan, hak dan kewajiban dan tangungjawab bidan, aspek

legal dalam pelayanan kebidanan.

BAB III PENUTUP : Berisi tentang kesimpulan dan saran

Page 3: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sindrom Gangguan Pernapasan

1. Tinjauan

Sindrom ganguan pernapasan adalah kondisi yang berkaitan dengan keadaan preterm

dan setiap faktor yang merupakan akibat dari defisiensi fungsi surfaktan, seperti pada

ibu diabetes dan hipoksia. Manifestasi klinis mungkin ada saat kelahiran atau dalam

beberapa jam setelah kelahiran. Manifestasi klinisnya berupa takipnea, pernafasan

mendengkur, pernapasan cuping hidung pada inspirasi, retraksi subkosal atau

interkosal, pucat dan sianosis, apnea, kesulitan bernpas, peningkatan kebutuhan

oksigen, dan hipotonus. Foto rontgen dada menunjukan densitas retikuloglanular difus

bilateral, dengan bagian cabang trakeobrobkial yang terisi udara (bronkogram udara)

yang ditandai dengan paru-paru yang tidak tembus cahaya. Sindrom gangguan

pernapasan biasanya dapat pulih dalam 4 hingga 7 hari, jika terapi pengganti surfaktan

telah diberikan. Komplikasi yang kerap kali terjadi adalah patent ductus arteriosus

(PDA).

2. Terapi klinis

Penatalaksanaan suportif mencakup pemberian oksigen, terapi ventilasi, uji gas darah

untuk memantau kadar oksigen dan karbondioksida, metode transkutaneus atau

oksimetri nadi, dan koreksi ketidakseimbangan asam basa. Terapi ventikulor bertujuan

untuk mencegah hipoventilasi dan hipoksia. Tingkat kebutuhan dukungan ventilator

berkisar dari kontraksi oksigen yang meningkat sampai penggunaan tekanan jalan napas

positif kontinu (continous positive airway pressure, CPAP) dan ventilasi mekanik

penuh serta penggunaan intubasi. Terapi pengganti surfaktan telah menunjukan

perbaikan kecepatan oksigenasi dan penurunan kebutuhan dukungan ventilator. Terapi

pengganti surfaktan harus diberikan oleh tenaga yang telah terlatih khusus.

3. Pengkajian Keperawatan Penting

1. Kaji bayi baru lahir untuk setiap faktor resiko. Waspada terhadap bayi prematur dan

setiap bayi yang diduga hipoksia, saat berada dalam uterus atau segera setelah

kelahiran.

2. Kaji usaha pernapasan bayi baru lahir. Catat pergerakkan dinding dada, usaha

pernapasan (mendengkur, prnapasan cuping hidung, retraksi), dan warna (sianosis,

Page 4: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

pucat, kehitam-hitaman) kulit dan membran mukosa; aulkultrasi paru bilateral bila

ada pemasukan udara.

3. Kaji kebutuhan peningkatan oksigen dan lakukan ventilasi bantuan. Catatan: PaO2

normal: 50-70 mm Hg, PaCO2: 35-45 mm Hg, dan pH 7,35-7,45. Pantau tekanan

darah (rata-rata bagi bayi cukup usia, 80/45-40; bayi preterm 64/39).

4. Kaji asupan dan keluaran cairan yang tidak tampak.

5. Kaji tanda-tanda infeksi ketidakstabilan suhu, letargi, asupan ASI yang kurang, den

hipotonia.

4. Contoh Diagnosis Keperawatan

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakcukupan surfaktan

paru.

Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedut invasif.

Ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan dengan peningkatan usaha nafas,

sekunder akibat sindrom gangguan pernapasan.

5. Intervensi Keperawatan Penting

1. Berikan oksigen yang telah dilembabkan, dihangatkan dengan berbagai rancangan

rute: kepala oksigen, tekanan jalan napas positif kontinu (continuous positive

airway pressure, CPAP), dan intubasi.

2. Ubah konsentrasi oksigen dengan peningkatan sebesar 5% hingga 10%, atau sesuai

permintaan untuk mempertahankan kecukupan kadar PaO2. Periksa kadar gas darah

setelah setiap perubahan yang signifikan pada konsentrasi oksigen.

3. Lakukan uji gas darah arteri sesuai permintaan. Pertahankan kestabilan lingkungan

sebelum pemeriksaan gas darah (jangan lakukan pengisapan, merubah kadar

oksigen atau penataan ventilatoratau menggangu bayi).

4. Melakukan pengisapan jika perlu. Sekresi didapati jarang hingga hari kedua atau

ketiga, saat ini paru-paru mulai terbuka. Perhatikan pemantauan oksigen

transkutaneus atau oksimetri nadi untuk menilai desaturasi, selama prosedur.

5. Periksa dan kalibrasi seluruh alat pemantauan dan alat pengukur yang dipergunakan

setiap 8 jam.

6. Pertahankan kepatenan IV.

7. Pertahankan suhu lingkungan netral. Ketidaksatabilan suhu meningkatkan konsumsi

oksigen dan asidosis metabolik.

8. Pemberian obat-obatan sesuai intruksi: antibiotic, diuretic, sedative dan analgesic.

Fentenil dan morfin yang digunakan untuk mendapatkan efek sedative dan

Page 5: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

analgesiknya. Penggunaan pankuronium (pavulon) ditujukan untuk relaksasi otot,

masih menjadi kontrofersial.

9. Cuci tangan dengan hati-hati, gunakan sarung tangan selama prosedur dan

perhatikan pengendalian infeksi, merupakan hal yang penting.

10. Sediakan waktu untuk menjawab pertanyaan orang tua tentang keadaan bayi dan

peralatan yang digunakan, serta berikan motivasi emosional. Jelaskan perawatan

pendukung ke orang tua.

11. Catat dan laporkan seluruh hasil pemantauan klinis.

6. Evaluasi

Risiko sindrom gangguan pernapasan yang diidenfikasi dengan tepat dan interfensi

awal segera dimulai.

Bayi baru lahir tidak menampakkan gejala gangguan pernapasan dan gangguan

metabolic.

Orang tua mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap masalah kesehatan

masalah bayi mereka, dan kemampuan bertahan, serta memahami alasan rasional

dibalik penatalaksanaan terhadap bayi mereka.

B. Kejang

1. Tinjauan

Kejang pada neonatus didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap fungsi neurologis

seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir (BBL)

dibatasi sampai hari ke 28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi premature,

batasan ini digunakan sampai usia gestasi 42 minggu.

Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi

tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya kelak. Kejang pada

neonatus relative sering dijumpai dengan manipestasi klinis yang berfariasi. Timbulnya

sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada

kognitip dan pekembangan jangka panjang.

2. Penyebab

Neuron dalam susunan saraf pusat (SSP) mengalami depolarisasi sebagai akibat dari

masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium. Kejang timbul bila

terjadi depolarisasi berlebihan akibat arus listrik yang terus menerus dan berlebihan.

Volpe mengemukakan 4 kemungkinan alasan terjadi depolarisasi yang berlebihan,

yaitu:

Page 6: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

gagalnya pompa natrium kalium karena gangguan produksi energi

selisih relative antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi

perubahan membran neuron menyebabkan hambatan gerakan natrium.

Penyebab kejang pada neonatus:

1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering

timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.

2. Perdarahan otak, dapat timbul sebagai akibat drai kekurangan oksigen atau

trauma pada kepala. Perdarahan subdural yang biasanya diakibatkan oleh trauma

dapat menimbulkan kejang.

3. Gangguan metabolic

a. Kekurangan kadar gula darah (hipoglikemi), sering timbul dengan gangguan

pertumbuhan dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes

mellitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum

pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang lebih

jarang timbul pada ibu penderita DM, kemungkinan karena waktu

hipoglikemia yang pendek.

b. Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat

badan lahir rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi

dengan ibu penderita hiperparatiroidisme.

c. Kekurangan natrium (hiponatremia)

d. Kelebihan natrium (hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan

dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan.

3. Penatalaksanaan

Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi)

�      Terapi etiologi spesifik :

o     Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit

o     Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan aquades

sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila diduga hipokalsemia)

o     Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis

o     Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin, kejang akan

berhenti dalam beberapa menit

Page 7: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

�      Terapi anti kejang :

o     Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler� dalam 5 menit, jika

tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang

waktu 30 menit.

o     Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena

dalam� 30 menit.

o     Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara intramuskuler

atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam setelah loading dose.

o     Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam dosis terbagi

tiap 12 jam.

Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan

penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi

otak bermakna pada USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat

akan pulang.

�      Diazepam

C. Hipotermi

1. Definisi

Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada dibawah 35°Celsius.

2. Penyebab

Luas permukaan tubuh pada bayi baru lahir (terutama jika berat badannya rendah), relatif

lebih besar dibandingkan dengan berat badannya sehingga panas tubuhnya cepat hilang.

Pada cuaca dingin, suhu tubuhnya cenderung menurun. Panas tubuh juga bisa hilang

melalui penguapan, yang bisa terjadi jika seorang bayi yang baru lahir dibanjiri oleh cairan

ketuban.

3. Gejala

Gejalanya bisa berupa:

- bayi tampak mengantuk

Page 8: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

- kulitnya pucat dan dingin

- lemah, lesu

- menggigil.

Hipotermia bisa menyebabkan hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah), asidosis

metabolik (keasaman darah yang tinggi) dan kematian. Tubuh dengan cepat menggunakan

energi agar tetap hangat, sehingga pada saat kedinginan bayi memerlukan lebih banyak

oksigen. Karena itu, hipotermia bisa menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke

jaringan.

4. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran

suhu tubuh.

5. Pengobatan

Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus

dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan

dibawah cahaya penghangat.

6. Pencegahan

Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada dalam keadaan

hangat. Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas

tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.

D. Hipertermi

1. Defenisi

Hipertertmia adalah suhu tubuh yang tinggi dan bukan disebabkan oleh mekanisme

pengaturan panas hipotalamus.

2. Etiologi

Disebabkan oleh meningkatnya produksi panas andogen (olahraga berat, hipertermia

maligna,sindrom neuroleptik maligna,hipertiroidisme), pengurangan kehilangan panas,

atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas).

Page 9: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

3. Gejala

- Suhu badannya tinggi

- Terasa kehausan

- Mulut kering-kering

- Kedinginan, lemas

- Anoreksia (tidak selera makan)

- Nadi cepat dan

- Pernafasan tidak teratur.

4. Tindakan / Pengobatan

- Bila suhu diduga karena paparan panas yang berlebihan :

· Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25ºC – 28ºC).

· Lepaskan sebagian atau seluruh pakaiannya bila perlu

· Periksa suhu aksiler setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal.

· Bila suhu sangat tinggi (<39ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-15 menit

dalam air yg suhunya 4ºC lebih rendah dari suhu tubuh bayi.

- Bila bayi pernah diletakkan di bawah pemancar panas atau inkubator

· Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, buka inkubator sampai

suhu dalam batas normal.

· Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit kemudian.

· Beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan

· Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal.

· Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengatur suhu.

Page 10: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

- Manajemen lanjutan suhu lebih 37,5ºC

· Yakinkan bayi mendapatkan masukan cukup cairan

Ø Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat menyusui, beri ASI peras

dengan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Ø Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasinya.

· Periksa kadar glukosa darah,bila kurang 45 mg/dl (2,6 mmol/l), tangani hipoglikemia.

· Cari tanda sepsis sekarang dan ulangi leagi bila suhu tubuh mendapai batas normal.

· Setelah suhu bayi normal :

Ø Lakukan perawatan lanjutan

Ø Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3 jam.

· Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi minum dengan baik serta tidak

ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan,

nasehati ibu cara menghangatkan bayi di rumah dan melindungi dari pancaran panas yang

berlebihan.

E. Hipoglikemi

1. Batasan

Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45

mg/dL (2.6 mmol/L).

2. Patofisiologi

Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon

insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka

transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient

hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan

kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan

menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.

Page 11: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses

persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan

penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan

pernapasan.

3. Diagnosis

Anamnesis

� Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan

� Riwayat bayi prematur

� Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

� Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

� Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

� Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

� Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia

-   Bayi dari ibu diabetes (IDM)

-   Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)

-   Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)

-   Bayi prematur dan lewat bulan

-   Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

-   Bayi puasa

-   Bayi dengan polisitemia

-   Bayi dengan eritroblastosis

-  Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta

blocker

4. Gejala Klinis/Pemeriksaan fisik

Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas

Ÿ  Jitteriness

Ÿ  Sianosis

Ÿ  Kejang atau tremor

Ÿ  Letargi dan menyusui yang buruk

Page 12: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Ÿ  Apnea

Ÿ Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

Ÿ Hipotermia

Ÿ RDS

5. Diagnosis Banding

insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia,

abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia,

defisiensi piridoksin).

Penyulit

��� - �Hipoksia otak

��� - �Kerusakan sistem saraf pusat

6. Tatalaksana

a. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3

hari pertama :

o     Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

o     Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2

kali pemeriksaan

Kadar glukosa ≤� 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

o      

o     Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan

hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

�     Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

�     Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920

mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9

g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5%

digunakan vena sentral.

�     Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.

Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)

Page 13: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

6 x berat (Kg)

Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari

Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam

GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%)   = 100 = 6 mg/kg/min 6 x 3=18

� Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam

� Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas

� Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :

-  Infus D10 diteruskan

-  Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

-  ASI diberikan bila bayi dapat minum

Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

-  Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)

-  ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan

-  Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar� glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :

� ASI teruskan

� Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

� Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

� Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)

� Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum

� Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

d. Kadar glukosa normal IV teruskan

� IV teruskan

� Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

� Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali

pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)

� konsultasi endokrin

� terapi : kortikosteroid� hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2

mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.

� bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,

diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)

F. Tetanus Noenatorum

Page 14: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

1. Penyebab

Penyebab tetanus neonatorum adalah Clostridiun tetani, yang masuk melalui tali pusat

sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses

pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah

terkontaminasi dengan spora Clostridium tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk

tali pusat yang juga telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan

persalinan dan obat tradisionil yang tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam

terjadinya Tetanus neonatorum.

2. Masa Inkubasi

Masainkubasi berkisarantara 3-14 hari, tapi bias lebih pendek ataupun lebih panjang. Berat

ringannya penyakit juga tergantung pada lamany masa inkubasi, makin pendek masa

inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

3. Diagnosa

Diagnosa tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis.

Gejalaklinikyangkarakteristikberupa:

Malas minum, mudah terangsang dan anak menangis terus menerus.

Tidak sanggup mengisap dan belakangan bayi berhenti menangis karena rahang sukar

dibuka disebabkan terjadinya kekakuan.

Kemudian diikuti kekakuan pada seluruh tubuh disertai kejang yang tersentak

(intermittent jerking spasm), teruta mahal Individu yang imun tetapi sensitive terhadap

bahan toxinakan menimbulkan reaksi terhadap keduanya, toxin dan toxoid. Reaksi kulit

yang terjadi umumnya maksimal pacta 48-72 jam, dan kemudian mulai menyusut dan

menghilang. Ini berbeda bila hasil Schick test positif, dimana reaksi ini akan menetap

sampai beberapa hari. Bila individu tidak mempunyai antitoxin didalam serumnya, tetapi ia

alergi terhadap toxoid, reaksi akan dijumpai pacta kedua belah tangan, tetapi reaksi pada

sebelah tangan yang mendapat suntikan toxin akan mencapai puncaknya pada hari ke-5

dan menetap, sedang reaksi terhadap toxoid akan berkurang pada hari ke 5-7. Schicktest

dikatakan positif bilad ijumpai indurasi yang diameternya sebesar 10 mm atau lebih. Bila

test dilakukan tanpa menggunakan kontrol, pembacaan dilakukan setelah 5X 24jam setelah

suntikan dilakukan. Ini dilakukan untuk menghindari pseudoreaksi yang timbul, yang

biasanya akan sudah menghilang pada hari ke-3 atau ke-4.

4. Kriteria penilaian

Reaksi positif, bila dijumpai indurasi berwarna merah kecoklatan yang kadang disertai

nekrosis jaringan dengan diameter lebih besar atau sama dengan 10 mm.

Page 15: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Reaksi negatif, bila tidak dijumpai keadaan di atas, berarti anak mempunyai daya lindung

terhadap difteri. Initerjadi bila ada rangsangan dari luar seperti suara yang keras, cahaya

dan tactil stimuli antara lain bila dipegang, pada pemberian injeksi untuk pengobatan dan

pada waktu melakukan pengisapan lendir.

Mulut mencucur, dan bila bayi menangis suaranya tangisan tidak jelas, terdengar seperti

mendesis.

Diagnostik test yang sering digunakan adalah reflex spasm dari dinding perut yang

dapat dilakukan engan melakukan palpasi abdomen dan sebagai akibatnya akan timbul

kejang dan kekakuan dinding perut.

Prognosa tetanus neonatorum adalah jelek bila:

1. Umur bayi kurang dari 7 hari

2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

3. periode timbulnya gejala kurang dari 48 jam

4. Dijumpai muscular spasm

5. Penanggulangan

I. Perawatan Umum

A. Tindakan pertama pada saat penderita masuk ke rumah sakit

Atasi kejang dengan pemberian anti-convulsan, seperti diazepam dengan dosis 2

-10 mg I.V. ataupun secara I.M.

Bila kejang sudah teratasi pasang nasa-gastric tube dan beri cairan intra-vena

Dextrose-NaCl untuk mengatasi kebutuhan cairan dan elektrolit, dan juga untuk

jalan pemberian obat.

Kalau memungkinkan hindari pemberian obat secara I.M. karena ini akan

merangsang terjadinya muscular spasm.

B. Perawatan

1. Tempatkan bayi dalam incubator untuk menghindari rangsangan dari luar.

2. Usahakan agar temperature ruangan tetap.

3. Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan.

4. Catat dan awasi denyut jantung, pols, pernafasan ,temperature bayi dan

temperature inkubator, frekwensi dan beratnya muscular spasm.

5. Bersihkan mulut, nasofaring dari sekresi cairan yang menumpuk dengan cara

melakukan pengisapan lender secara berulang, teratur dan hati-hati.

6. Catat pengeluaran kencing dan tinja, bila dijumpai gumpalan tinja, lakukan

pengosongan dengan penggunaan salineonema.

Page 16: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

7. Buat daftar cairan yang masuk dan keluar.

8. Lakukan perobahan posisi bayi setiap 2 jam.

9. Lakukan fisioterapi pada daerah dada secara hati-hati setiap 4 jam.

10. Gerakkan tangan dan kaki secara pasif.

11. Jangan lupa memberi zalf anti biotika pada mata.

Catatan

Pada setiap tindakan yang dilakukan terhadap bayi yang dirawat dengan tetanus

neonatorum harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati, oleh karena semua

tindakan ini dapat merangsang terjadinya spasme dan kejang.

C. Perawatantalipusat

Bila tali pusat masih ada bersihkan dengan hydrogen peroxide dan bila perlu

dilakukan tindakan bedah.

II. Antibiotika, Tetanus anti-toxin dan Toxoid

A. Antibiotika

Crystal line penicillin diberikan dengan dosis 100.000 unit/kg BB hari dibagi dalam 4

dosis dan diberikan secara intravena untuk selama 7 hari, atau bila ini tidak ada dapat

digunakan Penicllin procaine 100.000 unit/kgBB/hari, diberikan secara I.M. Bila

dijumpai adanya komplikasi, broad spectrum anti biotika dapat ditambahkan pemakaian

broad spectrum anti biotika ini harus segera dipikirkan, mengingat bahwa Tetanus

neonatorum ini adalah termasuk penyakit yangb erat [tetanus yang berat].

B.Pemberian Anti-toxin

Pemberian anti-toxin bertujuan hanya untuk mengikat toxin yang masih beredar dalam

darah, atau pun toxin yang belum terikat dengan kuat. A.T.S dengan dosis 10.000 units

dapat diberikan secara I.V., ataupun dengan pemberian tetanus immuneglobulin 500

units secara I.M. berupa dosis tunggal.

C. Tetanus toxoid

Tetanus toxoid harus diberikan, karena penderita yang sembuh dari tetanus neonatorum

tidak membentuk daya kebal terhadap tetanus [noconvertofimmunity], sehingga

kemungkinan untuk mendapat infeksi dengan tetanus pada waktu mendatang akan tetap

ada. Pada tetanus neonatorum pemberian tetanus toxoid ini sebaiknya diberikan setelah

penderita sembuh dan diberikan pada saat bayi ber-umur 2 bulan atau lebih, bersamaan

dengan pemberian imunisasi yang lain. Berbeda dengan pemberian BCG, Polio dan

hepatitis, dimana pemberian vaksin ini dapat diberikan sesudah bayi lahir, sedang untuk

pemberian tetanus toxoid hal ini tidak dianjurkan sebelum bayi berusia diatas 6 mgg.

Page 17: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

G. Penyakit Yang Diderita Ibu Selama Kehamilan

Sebagian besar Bayi Baru Lahir yang terlahir dari Ibu yang bermasalah dalam arti

menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan gejala sakit pada saat dilahirkan atau beberapa

waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut aman dari gangguan akibat dari

penyakit yang diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bayi

Baru Lahir (BBL), dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi. Ibu bermasalah

disini diartikan sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum, selama hamil, atau pada saat

menghadapi proses persalinan.

Dari State of the World’s Newborn, Save The Children 2001, terdapat Rumus dua per tiga

yaitu, Lebih dari 7 juta bayi meninggal setiap tahun antara lahir hingga umur 12 bulan., hampir

dua pertiga bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama, dari yang meninggal tersebut, dua

pertiga meninggal pada umur satu minggu, dan dua pertiga diantaranya meninggal pada dua

puluh empat jam pertama kehidupannya. Disini sangat jelas bahwa masalah kesehatan Neonatal

tidak dapat dilepaskan dari masalah kesehatan perinatal dimana proses kehamilan, dan

persalinan memegang faktor yang amat penting

Sasaran kesehatan anak tahun 2010 diantaranya adalah angka kematian bayi turun dari

45,7 per seribu kelahiran, menjadi 36 per seribu kelahiran (SKN), BBLR (Bayi Berat Lahir

Rendah atau kurang 2500 gram) menurun setinggi-tingginya 7% (SKN), di mana secara

nasional th 1995-1999 diperkirakan BBLR 8% (Save The Children 2001) akan tetapi kalau

dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian Neonatus penurunannya sangat lambat, dan

menempati 47% dari angka kematian bayi, bahkan pada 2003 AKN 20 per seribu kelahiran.

Dari angka tersebut, 79,4% kematian pada bayi baru lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila

dikaji lebih mendalam, ternyata dari kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini

bayi resiko cepat diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan yang akurat,

dan cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari sumber SKRT 2001,

ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari pertolongan pada tenaga kesehatan

hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di lini terdepan baik di pelayanan perifer

ataupun di pusat, sangat diharapkan mempunyai ketrampilan baik deteksi dini bayi resiko

ataupun penanganan kegawatan, dan menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk,

dan persiapan apa yang harus dilakukan.

Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih banyak terkait

dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari tujuh hari sampai dua

bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak. Karena kebanyakan bayi baru lahir yang sakit

jarang dibawa oleh orang tua ke pusat pelayanan karena kultur masyarakat, maka kunjungan

rumah bagi tenaga kesehatan sangat diperlukan, dengan ASUH yaitu awal sehat untuk hidup

Page 18: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

sehat. Karena kelainan BBL sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan,

maka komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan Dokter Anaestesi serta

bidan setempat sangatlah penting.

Upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, telah banyak dilakukan,

diantaranya adalah Asuhan Persalinan Normal, Safe Mother Hood, Pelayanan Obstetri

Neonatal Esensial Dasar dan Komprehensip, awal Sehat untuk hidup sehat, Manajemen

Terpadu Balita Sakit, dan Manajemen Bayi Muda Sakit karena kelainan BBL sangat erat

hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, maka komunikasi yang erat diantara

dokter Anak, dokter Obstetri dan dokter Anaestesi serta bidan setempat sangatlah penting.

Sebenarnya banyak sekali macam penyakit yang dapat diderita ibu selama periode tersebut.

Dalam makalah ini akan di bahas manajemen Bayi Baru Lahir (BBL) dari ibu yang mengalami

penyakit yang relatif sering, seperti kecurigaan infeksi intra uterin, Hepatitis B, Tuberkulosis,

Diabetes Mellitus, Sifilis, dan HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat

serta Ibu dengan kecanduan Obat.

1. Ibu Dengan Kecurigaan Infeksi Intra Uterin

Tanda-tanda ibu yang diduga mengalami infeksi dalam kandungan yang dapat berakibat

infeksi atau bakteriemi pada bayinya adalah bila :

Ibu mengalami panas tubuh lebih atau sama dengan 380 C selama proses

persalinan sampai 3 hari pasca persalinan,

Cairan ketuban hijau keruh apalagi berbau busuk,

Cairan ketuban pecah 18 sampai 24 jam sebelum bayi lahir,

Atau pecah pada saat umur kehamilan baru menginjak 37 minggu.

Pada keadaan tersebut, BBL sangat rawan terhadap terjadinya infeksi yang dapat

mengancam jiwanya, karena BBL tersebut dapat menderita sepsis. Perubahan Neonatus ke

arah kondisi yang buruk berlangsung sangat cepat.

Apabila suatu sebab, keluarga meminta pulang sebelum waktunya, pengawasan yang perlu

dilakukan oleh keluarga terhadap bayi adalah :

apakah pernapasan bayi menjadi cepat

bayi lethargi

hipotermi atau panas

muntah setiap minum

kembung, merintih

MANAJEMEN

Page 19: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Bayi umur lebih dari 3 hari tanpa melihat umur kehamilan, tidak perlu antibiotika.

Nasehati ibu agar segera membawa bayinya kembali bila ada tanda sepsis dan nasehati ibu

kembali jika ada salah satu tanda sepsis.

Bayi berumur 3 hari atau kurang, ambil sampel darah bayi, dan kirim ke

Laboratorium untuk kultur/kultur kuman dan uji sensitivitas Obati sesuai umur kehamilan

seperti di bawah ini :

BAYI DENGAN UMUR KEHAMILAN 35 MINGGU ATAU LEBIH, ATAU BERAT

LAHIR 2000 gram ATAU LEBIH

Infeksi Intra uterin yang telah jelas, atau demam dugaan infeksi, DENGAN ATAU

TANPA KPD :

Ambil sampel darah, beri antibiotika seperti pemberian untuk kemungkinan besar

sepsis.

Bila hasil kultur negatif, dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis hentikan

antibiotika.

Bila hasil kultur positif, dan bayi menunjukkan tanda sepsis kapan saja; obati untuk

kemungkinan besar sepsis.

Bila kultur kuman tidak dapat dilakukan, dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis,

hentikan antibiotika setelah 5 hari.

Amati bayi selama 24 jam setelah antibiotika dihentikan :

Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di rumah

sakit, bayi dapat dipulangkan.

Nasehati ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau infeksi.

ADA KPD TANPA Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi :

Tidak perlu antibiotika.

Amati tanda sepsis setiap 4 jam dalam waktu 48 jam.

Bila setelah 48 jam kultur darah negatif, bayi tampak sehat, dan tidak ada gejala yang

memerlukan perawatan di rumah sakit, bisa dipulangkan, beri nasehat pada orang tua

atau petugas, apabila ada tanda infeksi, segera dibawa kembali ke Rumah Sakit.

Bila kapan saja ada tanda sepsis atau kultur positif, diobati seperti kemungkinan besar

sepsis.

Bila kultur darah tidak diperiksa, amati 3 hari dan pulangkan bila keadaan bayi baik.

BAYI DENGAN UMUR KEHAMILAN KURANG DARI 35 MINGGU, ATAU

BERAT LAHIR KURANG 2000 gram

Page 20: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Ada KPD , Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi

Ambil sampel darah, beri antibiotika untuk sepsis

Bila kultur darah negatif, bayi tidak ada tanda sepsis :

Ada KPD tanpa Infeksi Intra Uterin atau demam dugaan infeksi, hentikan antibiotika

setelah 3 hari.

Ada Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi berat, hentikan antibiotika setelah 5

hari.

Bila kultur darah positif, bayi menunjukkan gejala sepsis atau kapan saja bayi/

menunjukkan gejala seosis, obati sebagai kemungkinan besar sepsis.

Bila kultur darah tidak dapat dilakukan, bayi tidak menunjukkan gejala sepsis

antibiotika dihentikan setelah pemberian 5 hari.

Amati bayi selama 24 jam setelah antibiotika dihentikan :

Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di rumah

sakit, bayi dapat dipulangkan.

Nasehati ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau

infeksi.

TABEL 1 : RINGKASAN TATALAKSANA BAYI DARI IBU DENGAN

KECURIGAAN INFEKSI INTRA UTERIN

Bayi ≥ 35 minggu / 2000 gram Bayi < 35 minggu / < 2000 gram

Infeksi Ibu ⊕ KPD /⊕ ⊝

Berikan antibiotika

Kultur ⊝ Stop antibiotika

Kultur ⊕ teruskan

antibiotika

Kultur tidak dilakukan,

Infeksi

bayi ⊝ antibiotika stop 5

hari, amati 24 jam

KPD ⊕

Kultur Infeksi ⊝ Ibu ⊕ antibiotika

5 hari

Kultur Infeksi ⊝ Ibu ⊝ antibiotika

3 hari

Kultur Infeksi ⊕ bayi ⊕ antibiotika

manajemen sepsis

Kultur tidak dilakukan, Infeksi bayi ⊝

antibiotika stop setelah 5 hari

Page 21: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

KPD Infeksi Ibu ⊕ ⊝

Tidak perlu antibiotika

Amati tiap 4 jam sampai 48

jam :

Bila infeksi bayi ⊝

pulang

Bia infeksi bayi ⊕

antibiotika

Bila kultur tidak

dilakukan, bayi baik, pulang

setelah umur 3 hari

2. Ibu Dengan Hepatitis B

Indonesia masih merupakan negara endemis tinggi untuk Hepatitis B, di dalam populasi,

angka prevalensi berkisar 7-10%. Pada ibu hamil yang menderita Hepatitis B, transmisi

vertikal dari ibu ke bayinya sangat mungkin terjadi, apalagi dengan hasil pemeriksaan

darah HbsAg positif untuk jangka waktu 6 bulan, atau tetap positif selama kehamilan dan

pada saat proses persalinan, maka resiko mendapat infeksi hepatitis kronis pada bayinya

sebesar 80 sampai 95%. Perlu adanya komunikasi aktip antara ibu, dengan dokter

kandungan, dokter anak, atau dengan bidan penolong agar memanajemen terhadap BBL

dapat segera dimulai.

Definisi / Batasan Operasional

Kriteria ibu mengidap atau menderita hepatitis B kronik :

1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap

positif selama masa kehamilan dan melahirkan.

2. Bila status HbsAg positif tidak disertai dengan peningkatan SGOT/PT maka, status ibu

adalah pengidap hepatitis B.

3. Bila disertai dengan peningkatan SGOT/PT pada lebih dari kali pemeriksaan dengan

interval pemeriksaan @ 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita hepatitis B kronik.

4. Status HbsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HBeAg positif.

PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN IBU HEPATITIS B

Penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis

kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, dokter

Page 22: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

spesialis anak mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis

B. Pada saat partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin

persalinan diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar

bidan dapat juga memberikan imunisasi yang diperlukan.

Ibu yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan

hepatitis B pada bayinya :

Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya

dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi

hepatitis.

Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5

ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya

dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).

Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak

mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak

dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah

diberikan (Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami

Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.

Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HbaAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan

setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1

tahun.

1) Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang anti

HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

2) Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan

satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif,

dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir a.

3) Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi

dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang

tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis. (10)

4) Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan pemeriksaan

HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis

kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto protein, dan

HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan HBV-DNA setiap 1-2 tahun.

Page 23: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

b. Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan.

Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3

bulan, pertimbangkan terapi anti virus.

Tatalaksana umum

Pemantauan tumbuh-kembang, gizi, serta pemberian imunisasi, dilakukan sebagaimana

halnya dengan pemantauan terhadap bayi normal lainnya.

Pada HCV sebaiknya tidak memberikan ASI karena 20 % ibu dengan Hepatitis C

ditemukan Virus dalam kolostrumnya. Pada penelitian Kumal dan Shahul, ditemukan

infeksi HCV pada bayi yang tidak mengandung HCV RNA padahal bayi-bayi tersebut

mendapat ASI eksklusif dari Ibu dengan HCV.

3. Bayi Baru Lahir Dengan Ibu Tuberkulosis

Pada ibu yang menderita Tuberkulosis aktif, penularan dapat terjadi sebelum bayi lahir

melalui plasenta, atau menghirup amnion yang tercemar, atau melalui pernapasan setelah

bayi lahir. Ibu perlu berterus terang pada dokter atau bidan dalam hal ini, karena

sehubungan dengan pemberian vaksin BCG dan peningkatan morbiditas dan mortalitas,

dapat menimbulkan abortus dan kematian bayi.

Tuberkulosis kongenital amat sangat jarang, dapat terjadi apabila terjadi infeksi aktif

pada placenta. Yang sangat tinggi resiko terjadi TB bayi adalah pada saat proses persalinan

dan segera sesudah lahir.

Kematian TBC kongenital yang tidak diobati adalah 38% dan yang diobati 22%, dengan

gejala distres nafas, lethargi, panas, pembesaran kelenjar getah bening,

hepatosplenomegali. Bila selama hamil ibu mendapat terapi Streptomycin atau Kanamycin,

waspada terjadinya gangguan pendengaran pada bayi.

Bila menderita Tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2

bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis TBC setelah melahirkan :

Jangan diberi vaksin BCG saat setelah lahir;

Beri profilaksis Isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari secara oral;

Pada umur 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan

pemeriksaan tes Mantoux dan radiologi bila memungkinkan :

bila ditemukan kecurigaan TBC aktif, mulai berikan pengobatan anti TBC lengkap

(sesuaikan dengan program pengobatan TBC pada bayi dan anak dan kirim ke pusat

pelayanan kesehatan setempat);

bila bayi baik dan dan hasil tes negatif, lanjutkan pencegahan dengan isoniazid

selama waktu 6 bulan.

Page 24: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai. Bila

vaksin BCG sudah terlanjur diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah

pengobatan INH selesai.

Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan. Lakukan tindak lanjut terhadap bayinya

tiap 2 minggu untuk menilai kenaikan berat bayi.

Obat yang diminum ibunya seperti INH, Rifampisin, Ethambutol, aman untuk Breast

Feeding. Tapi pemberian PAS pada ibu, hati hati karena efek pada bayinya.

4. Ibu Dengan Diabetes Mellitus

Bayi lahir dari ibu dengan Diabetes Melitus, berisiko untuk terjadi hipoglikemia pada 3

hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik. Ibu dengan DM

mempunyai resiko kematian bayi lima kali dibanding ibu tidak dengan DM., dan sering

mengalami abortus ataupun kematian dalam kandungan. Bayi dengan ibu DM mengalami

Transient Hiperinsulinism yang dapat mengakibatkan Hipoglikemia, Macrosomia pada bayi

yang dilahirkan, dan dapat berakibat kesulitan lahir. Tanda bayi hipoglikemia adalah Distres

nafas, malas minum, jitteriness, mudah terangsang, sampai kejang.

KADAR GLUKOSE DARAH RENDAH (HIPOGLIKEMIA)

Adalah bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2,6 mmol/L)

MASALAH

a. Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda Hipoglikemi.

b. Glukose darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L) _ 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda

Hipoglikemia.

PENGELOLAAN HIPOGLIKEMIA

a. Glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda hipoglikemi

Pasang jalur IV jika belum terpasang.

Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.

Infus glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan.

Periksa kadar glukose darah satu jam setelah bolus glukose dan kemudian tiap tiga jam :

Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose melalui pipa lambungdengan dosis yang sama

Page 25: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

- Jika kadar glukose darah masih kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), ulangi pemberian

bolus glukose seperti tersebut di atas dan lanjutkan pemberian infus

- Jika kadar glukose darah 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), lanjutkan infus dan ulangi

pemeriksaan kadar glukose setiap tiga jam sampai kadar glukose 45 mg/dL (2,6

mmol/L) atau lebih ;

- Bila kadar glukose darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih dalam dua kali

pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi pemeriksaan kadar

glukose darah setelah kadar glukose darah kembali normal.

- Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

- Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian cairan infus setiap hari

secara bertahap. Jangan menghentikan infus glukose dengan tiba-tiba.

b. Glukose darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L)-45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda

Hipoglikemia

Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda tersebut, tangani seperti tersebut di

atas.

Periksa kadar glukose darah dalam tiga jam atau sebelum pemberian minum

berikutnya :

- Jika kadar glukose darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), atau terdapat tanda

hipoglikemia, tangani seperti tersebut di atas;

- Jika kadar glukose darah masih antara 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), naikkan

frekuensi pemberian minum ASI atau naikkan volume pemberian minum dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum;

- Jika kadar glukose darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih, lihat tentang frekuensi

pemeriksaan kadar glukose darah di bawah ini.

FREKUENSI PEMERIKSAAN GLUKOSE DARAH SETELAH KADAR GLUKOSE

DARAH NORMAL

Jika bayi mendapatkan cairan IV, untuk alasan apapun, lanjutkan pemeriksaan kadar

glukose darah setiap 12 jam selama bayi masih memerlukan infus. Jika kapan saja kadar

glukose darah turun, tangani seperti tersebut di atas.

Page 26: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar glukose darah setiap 12

jam sebanyak dua kali pemeriksaan:

- Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti tersebut di atas;

- Jika kadar glukose darah tetap normal selama waktu tersebut, maka pengukuran

dihentikan.

Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali sehari, siang

dan malam.

Bila bayi berumur kurang 3 hari, amati sampai umur 3 hari, periksa kadar glukose pada :

saat bayi datang atau pada umur 3 jam;

tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai

kadar glukose dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan berturut–turut.

Bila kadar glukose 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemi (tremor atau

letargi), tangani untuk hipoglikemi (lihat Hipoglikemi);

Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau masalah lain, bayi dapat minum

dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke 3.

Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, bayi

tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang

memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

5. Ibu Dengan Sifilis

Pada tahun 1987 Sifilis kongenital dilaporkan 10 kasus setiap 100.000 kelahiran hidup.

Terjadi kenaikan menjadi 107 kasus setiap 100.000 kelahiran pada 1991. Sehingga

direkomendasikan oleh CDC pada semua ibu hamil harus diperiksa VDRL pada kunjungan

pertama antenatal care, (7,8) dan pada trimester ketiga. Apabila hasil positip, pemeriksaan

Serologi untuk Treponema harus diperiksa, sehingga tidak ada satupun Bayi yang pulang dari

Rumah Sakit tanpa diketahui status sereologi Ibu untuk Sipilis.

Bila hasil tes pada ibu positif dan sudah diobati dengan Penisillin 2,4 juta unit dimulai

sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.

Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui status

pengobatannya, maka :

- Beri bayi Benzathine Benzylpenicillin IM dosis tunggal (lihat Dosis Pemberian

Antibiotika) ;

- Beri Ibu dan Bapaknya Benzathine penicillin 2,4 juta unit I.M dibagi dalam dua

suntikan pada tempat yang berbeda ;

Page 27: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

- Rujuk Ibu dan Bapaknya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual untuk

tindak lanjut.

1. Lakukan tindak lanjut dalam 4 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan

memeriksa tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi;

2. Cari tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di telapak

tangan/kaki, kondiloma di anus, rinitis, hidrops fetalis/hepato-splenomegali);

3. Bila ada tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifilis kongenital (lihat bab Masalah

kulit dan selaput lendir);

4. Laporkan kasusnya ke Dinas Kesehatan setempat.

6. Ibu Dengan Hiv

Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987 pada seorang WNA di

Bali. Sejak itu HIV/AIDS di Indonesia telah dilaporkan hampir di semua provinsi kecuali

Sulawesi Tenggara. Setelah selama 13 tahun sejak dilaporkannya kasus pertama Indonesia

masih tercatat sebagai negara dengan prevalensi infeksi HIV rendah akan tetapi dalam 4

tahun terakhir ini Indonesia dinyatakan berada dalam keadaan epidemi terkonsentrasi

(Concentrated level epidemic) karena HIV/AIDS telah terjadi pada lapisan masyarakat

tertentu dalam tingkat prevalensi yang cukup tinggi terutama di provinsi Papua, DKI Jaya,

Riau, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.

Arti penting pencegahan infeksi HIV di Indonesia

Dalam sudut pandang epidemi HIV/AIDS, Indonesia saat ini berada dalam concentrated level

epidemic artinya prevalensi pada masyarakat tertentu sudah cukup tinggi terutama di Provinsi

Riau, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Papua. Potensi penularan HIV terutama

masih berada pada pola penularan melalui jalur hubungan seksual, yang harus diatasi melalui

kampanye peningkatan kewaspadaan publik (public awareness campaign) seperti pendidikan

seks, kampanye seks sehat dan kampanye penggunaan kondom. Meskipun angka kejadiannya

kecil akan tetapi pencegahan penularan melalui jalur suntikan dan transfusi darah harus pula

dilakukan secara intensif. Hal itu dimaksudkan agar kewaspadaan petugas kesehatan terhadap

penyebaran infeksi HIV melalui jalur ini terutama yang terkait dengan kesehatan kerja dapat

ditingkatkan.

Page 28: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

MASALAH

Ibu dengan HIV positifLA KLINIK

Tidak ada tanda-tanda spesifik HIV yang dapat ditemukan pada saat lahir. Bila terinfeksi pada

saat peripartum,tanda klinis dapat ditemukan pada umur 2-6 minggu setelah lahir. Tetapi tes

antibodi baru dapat dideteksi pada umur 18 bulan untuk menentukan status HIV bayi.

GEJALA KLINIK

Gejala klinik tidak spesifik,menyerupai gejala infeksi virus pada umumnya. Bila keadaan

berlanjut dan terdapat defisiensi imun yang berat, maka yang terlihat adalah gejala penyakit

sekunder, sesuai dengan mikroba penyebabnya.

Tampak pada umur 1 tahun 23 %

4 tahun 40 %

Gejala klinik : BBLR, Infeksi saluran nafas berulang, PCP (Pneumocystis carinii Pneumonia),

sinusitis, sepsis, moniliasis berulang, hepatosplenomegali febris yang tidak diketahui

penyebabnya Encephalopati (50%-90% terjadi sebelum obat anti Retrovirus dipergunakan).

DIAGNOSIS berdasarkan :

1. HIV Persangkaan infeksi, gejala klinik, resiko penularan di daerah yang banyak

ditemukan.

2. Tes serologi.

3. Pembuktian Virus HIV dalam darah, karena pada bayi masih terdapat antibodi ibu yang

menetap sampai 18 bulan.

TES DIAGNOSTIK UTK INFEKSI HIV PADA BAYI

• HIV Antibodi pada anak umur > 18 bulan. Dengan ELISA HIV.

IgG anti HIV ab, melalui plasenta pada Trimester III

Bila hasil pos sebelum umur 18 bulan, mungkin antibodi dari ibunya

• VIRUS : HIV PCR DNA dari darah perifer pada waktu lahir, dan umur 3-4 bulan bila

umur 4 bulan hasil negatip bayi bebas HIV

• CD4 count rendah (normal 2500-3500/ml pada anak, Dewasa 700-1000/ml) P24 Antigen

test sudah tidak dipakai lagi untuk diagnostik, karena dipandang kurang sensitip terutama

untuk bayi (Richard Polin dan Cloherty)

MANAJEMEN

Page 29: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

MANAJEMEN UMUM

Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif maka :

- Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya, dan lakukan konseling pada keluarga;

- Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan perhatian khususnya pada pencegahan infeksi;

- Bayi tetap diberi imunisasi rutin, kecuali terdapat tanda klinis defisiensi imun yang

berat, jangan diberi vaksin hidup (BCG, OPV, Campak, MMR);

- Pada waktu pulang, periksa DL, hitung Lymphosit T, serologi anti HIV, PCR

DNA/RNA HIV.

Beri dukungan mental pada orang tuanya

Anjurkan suaminya memakai kondom, untuk pencegahan penularan infeksi.

TERAPI ANTI RETROVIRUS

Tanpa pemberian Antiretrovirus, 25% bayi dengan ibu HIV positif akan tertular sebelum

dilahirkan atau pada waktu lahir, dan 15% tertular melalui ASI :

Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan Antiretrovirus untuk HIV, atau

mendapatkan pengobatan antiretroviral untuk mencegah transmisi dari ibu ke

bayinya.Tujuan pemberian Antiretro Viral terapi adalah untuk menekan HIV viral load

sampai tidak terdeteksi dan mempertahankan jumlah CD4 + sel sampai mencapai lebih dari

25%( Cloherty).

Kelola bayi dan ibu sesuai dengan protokol dan kebijakan yang ada, tujuannya untuk

Profilaksis

- Bila ibu sudah mendapat Zidovudine (AZT) 4 minggu sebelum melahirkan, maka setelah

lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg berat badan per oral tiap 6 jam selama 6 minggu, dimulai

sejak bayi umur 12 jam.

- Bila ibu sudah mendapat Nevirapine dosis tunggal selama proses persalinan dan bayi

masih berumur kurang dari 3 hari, segera beri bayi Nevirapine dalam suspensi 2 mg/kg

berat badan secara oral pada umur 12 jam.

- Untuk mencegah PCP, berikan TMP 2,5 mg/kgBB 2 x sehari, pemberian 3 kali

seminggu, diberikan sejak bayi umur 6 minggu sampai diagnosis HIV dapat disangkal

(Polin), karena peak onset PCP adalah pada umur 3-9 bulan.

- Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu untuk menilai masalah pemberian

minum dan pertumbuhan bayi (lihat Pemeriksaan Tindak Lanjut).

BILA BAYI SUDAH TERKENA HIV

- AZT untuk bayi cukup bulan sampai bayi berumur 90 hari oral 2mg/kg BB tiap 6

jam atau IV 1,5 mg/kgBB tiap 6 jam

Untuk bayi kurang bulan

Page 30: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

1,5 mg/kg BB tiap 12 jam sampai 2 minggu kemudian 22mg/kgBB tiap 8 jam

- NEVIRAPIN

Neonatus sampai umur 2 bulan

14 hari pertama 5 mg/kg atau 120 mg/m2 2 kali sehari

14 hari kedua 120 mg/m2 2 kali sehari berikutnya 200 mg/m2 2 kali sehari sampai usia

2 bulan

PEMBERIAN MINUM

Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum kepada bayinya. Hargai dan

dukunglah apapun pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk membuat pernyataan sendiri tentang pilihan

yang terbaik untuk bayinya.

Terangkan kepada ibu bahwa menyusui dapat berisiko menularkan infeksi HIV. Meskipun

demikian, pemberian susu formula dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian,

khususnya bila pemberian susu formula tidak diberikan secara aman karena keterbatasan

fasilitas air untuk mempersiapkan atau karena tidak terjamin ketersediaannya oleh keluarga.

Terangkan pada Ibu tentang untung dan rugi pilihan cara pemberian minum :

- Susu formula dapat diberikan bila mudah didapat, dapat dijaga kebersihannya dan selalu

dapat tersedia;

- ASI Eksklusif dapat segera dihentikan bila susu formula sudah dapat disediakan.

Hentikan ASI pada saat memberikan susu formula;

- Rekomendasi yang biasa diberikan adalah memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan,

kemudian dilanjutkan ASI ditambah makanan padat setelah umur 6 bulan.

Dalam beberapa situasi, kemungkinan lain adalah :

- Memeras ASI dan menghangatkannya waktu akan diberikan;

- Pemberian ASI oleh Ibu susuan (”Wet Nursing”) yang jelas HIV negatif;

- Memberi ASI peras dari Ibu dengan HIV negatif.

Bantu ibu menilai kondisinya dan putuskan mana pilihan yang terbaik, dan dukunglah

pilihannya.

Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula atau menyusui, berikan petunjuk khusus

(lihat bawah).

Apapun pilihan ibu, berilah petunjuk khusus (seperti dibawah ini) :

- Apabila memberikan susu formula, jelaskan bahwa selama 2 tahun ibu harus

menyediakannya termasuk makanan pendamping ASI;

- Bila tidak dapat menyediakan susu formula, sebagai alternatif diberikan ASI secara

eklusif dan segera dihentikan setelah tersedia susu formula;

Page 31: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

- Semua bayi yang mendapatkan susu formula, perlu dilakukan tindak lanjut dan beri

dukungan kepada ibu cara menyediakan susu formula dengan benar.

- Jangan memberikan minuman kombinasi (misal selang-seling antara susu hewani, bubur

buatan, susu formula, disamping pemberian ASI), karena risiko terjadinya infeksi lebih

tinggi dari pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

Pemberian susu formula :

Ajari ibu cara mempersiapkan dan memberikan susu formula dengan menggunakan salah

satu alternatif cara pemberian minum.

Anjurkan ibu untuk memberi susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi apabila bayi

menginginkan.

Beri ibu petunjuk secara tertulis cara mempersiapkan susu formula.

Jelaskan mengenai risiko memberi susu formula dan cara menghindarinya.

Bayi akan diare apabila tangan Ibu, air atau alat-alat yang digunakan tidak bersih dan steril,

atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak diminumkan;

Bayi tidak akan tumbuh baik apabila :

jumlah tiap kali minum terlalu sedikit;

frekuensi pemberiannya terlalu sedikit;

susu formula terlalu encer;

bayi mengalami diare.

Nasihati Ibu untuk mengamati apakah terdapat tanda bahaya pada bayinya, seperti :

-Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum hanya sedikit;

-Diare;

-Berat badan sulit naik.

Nasihati Ibu untuk melakukan kunjungan tindak lanjut :

- Kunjungan rutin untuk memonitor pertumbuhan;

- Meberi dukungan cara-cara menyiapkan formula yang aman;

- Nasihati ibu untuk membawa bayinya bila sewaktu-waktu ditemukan tanda bahaya (lihat

atas).

Pemberian ASI

Bila ibu memilih menyusui, dukung dan hargai keputusannya.

Pastikan bayi melekat dan mengisap dengan baik untuk mencegah terjadinya Mastitis dan

gangguan pada puting susu.

Nasihati Ibu segera kembali apabila ada masalah pada payudara atau putingnya, atau bayi

mengalami kesulitan minum.

Page 32: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Pada minggu pertama, nasihati Ibu melakukan kunjungan ke rumah sakit untuk menilai

perlekatan dan posisi bayi waktu menyusu sudah baik, serta keadaan payudara ibu.

Atur konseling selanjutnya untuk mempersiapkan kemungkinan ibu menghentikan

menyusui lebih awal.

PEMERIKSAAN TINDAK LANJUT SETELAH PULANG

Pemeriksaan darah PCR DNA/RNA dilakukan pada umur 1, 2, 4, 6 dan 18 bulan. Diagnosis

HIV ditegakkan apabila pemeriksaan PCR DNA/RNA HIV POSITIP dua kali berturut

selang satu minggu, bila keadaan demikian ditemukan, mulai diberikan pengobatan Antiretro

Virus.

7. Ibu Dengan Kecanduan Obat

Obat-obatan yang kita bahas hanya terbatas obat Narcotic misalnya Heroin dan Methadone,

atau obat stimulant (non narcotic) misalnya Cocain karena disamping macam obat yang sangat

banyak tapi tempat terbatas, juga karena obat tersebut sering digunakan oleh Ibu-ibu pengguna. (9,11,12)

Kita harus waspada terhadap ibu-ibu pengguna obat apabila kita temui Ibu yang habis

melahirkan tanpa prenatal care yang disertai tanda-tanda pengguna diantaranya adalah ada

bekas jaringan-jaringan parut disertai hepatitis, yang sangat tergesa-gesa ingin meninggalkan

Rumah Sakit, atau meminum obat dengan dosis besar dan berulang selama di Rumah Sakit.

Bayi Baru Lahir dapat mengalami Withdrawel karena obat-obat tersebut dapat melalui

plasenta.

TANDA WITHDRAWEL

Terjadinya Onset Gejala Withdrawel Narcotic yang akut bervariasi waktunya, dapat sejak lahir

sampai umur 2 minggu, sedangkan simtom dapat dilihat pada 24 sampai 48 jam tergantung kapan

pengguna memakai obatnya.yang terakhir kali, dan dicampur dengan obat lain atau tidak. Ibu

dengan Heroin, withdrawel dapat terjadi pada 50-75 % bayi, biasanya mulai pada 48 jam

pertama, tergantung dosis. Tanda-tanda withdrawel dapat dilihat pada tabel 2.

Withdrawel tergantung beberapa fakror, yaitu Dosis Obat yang dikonsumsi, Durasi kecanduan,

dan dosis terakhir yang dikonsumsi.

Bila dosis 6mg/hari, Bayi mengalami gejala ringan, atau tanpa gejala.

Bila kecanduan telah lebih dari satu tahun, withdrawel pada bayi dapat terjadi lebih dari 70%.

Bila obat dikonsumsi terutama dalam 24 jam sebelum melahirkan,maka kejadian withdrawel

akan tinggi.

Page 33: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Diagnosis Banding adalah Hipoglikemia dan Hipocalcemia.

Ibu pengguna Heroin atau Methadone, dapat mempunyai bayi dengan Abstinence Syndrome

dengan ciri khas iritable, jitteriness, kejang, hipertoni, bersin-bersin, takikardi, diare, dan

gangguan minum. Gangguan ini dapat lama terutama pada Ibu pengguna Methadone.

Bila Ibu kecanduan Methadone, simtom Withdrawel pada Bayinya dapat terjadi 75%

walaupun obat yang dikonsumsi ibu rendah (20 mg/hari). Bila dosis yang dikonsumsi besar,

bayi dapat terjadi :

Timbul gejala segera sesudah lahir, hilang, kemudian timbul lagi pada umur 2 sampai 4

minggu.

Tanpa gejala, tapi baru timbul withdrawel pada 2 sampai 3 minggu setelah lahir.

Beberapa bayi dapat mengalami BBLR, Lingkar Kepala kecil dari bayi normal, defisit

motoric, gangguan pendengaran, kejang, dan moro reflex yang menetap, dan peningkatan

resiko SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).

Ibu dengan kecanduan Cocain, dapat mengalami meningkatnya kontraksi Uterus, Vasokonstruksi

pembuluh darah plasenta, sehingga uterine aliran darah uterin menurun, bayi dapat mengalami

Asfiksi, Prematur, Kecil Masa Kehamilan, Perdarahan Otak, SIDS, kelainan pada saluran

pencernaan, dan ginjal, gangguan syaraf dengan adanya pertumbuhan yang terlambat, kekakuan,

gangguan belajar, Prune Belly Syndrome. Pada akhirnya anak mengalami kekerasan keluarga

(Child Abuse).

PENATALAKSANAAN

OBAT NARCOTIC

Tujuan penatalaksanaan adalah agar supaya bayi Tidak mudah terangsang (irritable), tidak

muntah, tidak diare, dapat tidur diantara waktu minumnya, dan tidak mengalami Withdrawel.

Jangan sekali-kali memberi Narcan (Naloxon) pada bayi dengan Ibu yang kecanduan

Methadone, karena dapat merangsang terjadinya reaksi withdrawel atau kejang.

Dalam hal pemberian Narcotic pada Ibu yang akan dioperasi karena kesakitan, bila pemberian

dalam 4 jam sebelum melahirkan, bayi boleh diberi narcan bila ada depresi napas, asal Ibu

bukan Pecandu Narcotic, bila simtom timbul setelah 4 jam, mungkin bukan akibat dari efek

narcotic obat tersebut.

ASI dari Ibu pengguna Cocain dapat menyebabkan Bayi dengan Hipertensi, kejang

Pengelolaan meliputi Terapi Simtomatik dan Obat.

Terapi Simtomatik

Sebanyak 40% hanya membutuhkan terapi simtomatik tanpa obat. Meliputi penempatan di

Ruang yang temeraman, dan tenang, dibedong, diayun perlahan agar tidur tenang, diberi P-ASI

formula 24 calori per onz.

Page 34: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

Terapi dengan Obat

Untuk mengetahui apakah Bayi perlu Obat atau tidak, sebaiknya menggunakan Skoring Sistim

seperti pada tabel 4. Bila skore 8 atau lebih, pertanda Bayi perlu pengobatan Neonatal

Morphine Solution ( NMS), lihat tabel 3.

Apabila dosis sudah dicapai yang sesuai, bila sudah 72 jam, dosis diturunkan pelan-pelan

sebanyak 10 %dari dosis total, setiap harinya.

Bila sudah mencapai 0,3 Ml/kg BB/hari, obat dapat diberhentikan. Bila pada waktu penyapihan

obat terjadi timbul gejala lagi, dosis terakhir sebelum diturunkan diulang lagi. Tambahkan

Phenobarbital loading dose 10mg/kg BB kemudian dosis rumatan yang dibagi tiap 8 jam.,

apabila dosis NMS mencapai 2,0 Ml/kg BB/hari.

TERAPI KECANDUAN OBAT STIMULAN( COCAIN)

Beri terapi Phenobarbital loading dose 10 mg/kg BB, kemudian dosis rumatan. SIDS

mempunyai resiko 3 sampai 7 kali pada Ibu pecandu Cocain.

TINDAK LANJUT

Koordinasi petugas Kesehatan Rumah Sakit dengan petugas setempat, karena bayi-bayi

tersebut rawan untuk terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bayi-bayi tersebut termasuk

bayi yang sulit untuk perawatan selanjutnya, apalagi bayi yang menderita Withdrawel, karena

bayi sering mudah terangsang, mengalami gangguan tidur, sehingga membutuhkan orang yang

sabar dalam merawatmya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus

ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan

dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka

kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada

masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai

perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses

fisiologik sebagai berikut :

Page 35: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas

(pertukaran oksigen dengan karbondioksida)

2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan

3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk

mempertahankan homeostasis kimia darah

4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan

badan

5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi

6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi

organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan

penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan

lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa

perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini

timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai,

manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir.

Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang

kecil.

B. Saran

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka

petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan

pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :

A. Pelayanan Dasar

1. Persalinan aman dan bersih

2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia

3. Mempertahankan pernafasan spontan

4. ASI Ekslusif

Page 36: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

5. Perawatan mata

B. Pelayanan Khusus

1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit

2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR

3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat

luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus &

hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia.

Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh

kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Charman WF, Zanetti AR, Karayiannis P, dan kawan-kawan. Vaccine-Induced Escape Mutant of

Hepatitis B Virus. Lancet 1990 ; 336 : 325-9.

2. Jacyna MR, Thomas HC. Hepatitis B. Pathogenesis and Treatment of Chronic Infection. Dalam;

Suchy FJ, penyunting. Liver Disease in Children, edisi ke-1, St. Louis : Mosby, 1994 : 185-207.

3. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah

Sakit, edisi Pertama, Kerjasama MNH-JHPIEGO-IDAI UKK Perinatologi dan Departemen

Kesehatan RI, 2004.

Page 37: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA

4. Arwin AP Akip. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak. Sari Pediatri Vol. 6 No. 1 (Suplemen), Juni

2004.

5. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri

Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 56-7.

6. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir

untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI,

2004; 35-6.

Page 38: Neonatus Resiko

NEONATUS RESIKO DAN PENATALAKSANAANYA