Neonatus Resiko Tinggi Dan Penatalaksanaan d'Fat

download Neonatus Resiko Tinggi Dan Penatalaksanaan d'Fat

of 41

Transcript of Neonatus Resiko Tinggi Dan Penatalaksanaan d'Fat

NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir. Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil. Yang termasuk neonatus resiko tinggi yaitu diantaranya sebagai berikut:1. BBLR2. asfiksia neonatorum3. sindrom, gangguan pernafasan4. ikterus5. perdarahan tali pusat6. kejang7. hypotermi8. hypertermi9. hypoglikemi10 tetanus neonatorum

BBLRDefinisi Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (3).

EpidemiologiPrevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).EtiologiPenyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3). (1) Faktor ibua. PenyakitSeperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lainb. Komplikasi pada kehamilan.Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.c. Usia Ibu dan paritasAngka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia d. Faktor kebiasaan ibuFaktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.(2) Faktor JaninPrematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.(3) Faktor LingkunganYang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).KomplikasiKomplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8):HipotermiaHipoglikemiaGangguan cairan dan elektrolitHiperbilirubinemiaSindroma gawat nafasPaten duktus arteriosusInfeksiPerdarahan intraventrikulerApnea of PrematurityAnemiaMasalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain (3,8):Gangguan perkembanganGangguan pertumbuhanGangguan penglihatan (Retinopati)Gangguan pendengaranPenyakit paru kronisKenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakitKenaikan frekuensi kelainan bawaanDiagnosisMenegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu AnamnesisRiwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (3):Umur ibuRiwayat hari pertama haid terakirRiwayat persalinan sebelumnyaParitas, jarak kelahiran sebelumnyaKenaikan berat badan selama hamilAktivitasPenyakit yang diderita selama hamilObat-obatan yang diminum selama hamilPemeriksaan FisikYang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):Berat badan Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):Pemeriksaan skor ballardTes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulanDarah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan Penatalaksanaan/ terapiMedikamentosa1. Pemberian vitamin K1 (3):Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atauPer oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)Diatetik Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama (6):Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut (3):a. Berat lahir 1750 2500 gram- Bayi SehatBiarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.- Bayi SakitApabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.Apabila bayi memerlukan cairan intravena: Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu. Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung : o Berikan cairan IV dan ASI menurut umuro Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.b. Berat lahir 1500-1749 gram- Bayi SehatBerikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.- Bayi SakitBerikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertamaBeri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedakApabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.c. Berat lahir 1250-1499 gram- Bayi SehatBeri ASI peras melalui pipa lambungBeri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minumLanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.- Bayi SakitBeri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minumLanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.d. Berat lahir tidak tergantung kondisi)Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertamaBerikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minumLanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.SuportifHal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dinginUkur suhu tubuh dengan berkalaYang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :Jaga dan pantau patensi jalan nafasPantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolitBila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia)Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnyaAnjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.Pemantauan (Monitoring)Pemantauan saat dirawata. TerapiBila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikanPreparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggub. Tumbuh kembangPantau berat badan bayi secara periodikBayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lair 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.Pemantauan setelah pulangDiperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut (3,4):Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.Hitung umur koreksiPertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)Awasi adanya kelainan bawaanPencegahanPada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun)4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil2. asfiksia neonatorum BATASAN Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

PATOFISIOLOGIPenyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

GEJALA KLINIKBayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

DIAGNOSISAnamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.Pemeriksaan fisik : Nilai ApgarKlinis012

Detak jantungTidak ada< 100 x/menit>100x/menit

PernafasanTidak adaTak teraturTangis kuat

Refleks saat jalan nafas dibersihkanTidak adaMenyeringaiBatuk/bersin

Tonus ototLunglaiFleksi ekstrimitas (lemah)Fleksi kuat gerak aktif

Warna kulitBiru pucatTubuh merah ekstrimitas biruMerah seluruh tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : NormalDilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)Pemeriksaan penunjang :- Foto polos dada- USG kepala- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolitPenyulitMeliputi berbagai organ yaitu :- Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis- Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru- Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans- Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH- Hematologi : DIC

PENATALAKSANAAN Resusitasi Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan) Terapi medikamentosa :Epinefrin :Indikasi : - Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.- Asistolik.Dosis :- 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander :Indikasi : - Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.Jenis cairan :- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis : - Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :Indikasi :- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)Cara :- Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.Efek samping :- Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Nalokson :- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.Indikasi :- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c

Suportif Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Bagan Resusistasi neonatus

3. sindrom gangguan pernafasan

. KONSEP DASAR PENYAKIT1. DEFENISISindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak Sakit, Ngastiah. Hal 3).Penyakit Membran Hialin (PMH)Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.

2. PATOFISIOLOGIPenyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.

3. PROGNOSISPrognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.

4. GAMBARAN KLINISPMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.

5. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIKFoto thorakAtas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.Pemeriksaan darah : perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.

6. PENATALAKSANAANTindakan yang perlu dilakukan :1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.2. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar).KeperawatanPada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.1. Bahaya kedinginanBayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemak belum berbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury, sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36.5-37oc.2. Resiko terjadi gangguan pernafasanGejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur adalaha. Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimumb. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan oksigen.3. Kesukaran dalam pemberian makanan Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.4. Resiko mendapat infeksiUntuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik pula. Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan harus steril.5. Kebutuhan rasa nyamanGangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut setiap menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.4. ikterus

A. Definisi

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali: Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. Ikterus menetap pada usia >2 minggu. Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.

C. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena: Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan: Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin. Polisitemia. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir. Ibu diabetes. Asidosis. Hipoksia/asfiksia. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

2. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI

b. Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

D. Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

1. Ikterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.

Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs: Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar. Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan. Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya. Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar. Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan: Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%). Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar: Persiapkan transfer. Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar. Kirim contoh darah ibu dan bayi. Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi. Nasihati ibu: Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans). Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah. Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice). Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice) Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan. Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan. Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya dimuat terpisah.

G. Efek Hiperbilirubinemia

Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.

Ensefalopati bilirubin

Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.

Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain: konsentrasi albumin serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi efek toksik bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang sebelumnya diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena ensefalopati bilirubin.

Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan perceptual motor disorder.

H. Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. PrimerAAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. SekunderDokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.Pemeriksaan Golongan Darah

Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.5.pendarahan tali pusat Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.ETIOLOGI1 Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :a Patus precipitatusb Adanya trauma atau lilitan tali pusatc Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalinand Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atauplacenta sewaktu sectio secarea2 Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :a Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah, namunperdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat berbahaya bagibayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayib Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecahc Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh darahsetempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dindingpembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuhdan mudah pecah3 Robekan pembuluh darah abnormalPada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknyadipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah seperti :a Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak adaperlindungan jely whartonb Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempatpercabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak addaproteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan gandac Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan masing-masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudahpecah4 Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placentaPerdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan bayi. Pada kasus placenta previa cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrutio placenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat terjadi anoreksia.Pengamatan pada placenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan pada bayibaru lahir, pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta atau dengan sectio secarea apabiladiperlukan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala.

PENATALAKSANAAN1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali pusat.3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukanrujukan.

6. kejangKejang adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh demam. Sekitar 2-5% anak berumur enam bulan sampai lima tahun umumnya mengalami demam. Namun, tidak sampai menginfeksi otak anak.Apa yang harus dilakukan bila anak mengalami kejang demam? Walaupun kejang demam terlihat sangat menakutkan, sebenarnya jarang sekali terjadi komplikasi yang berat, yang paling penting adalah tetap tenang.Ketika demam, miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya dan jangan mencoba menahan gerak si anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air yang sedikit hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Jangan memberikan kompres dengan es atau alkohol karena anak akan menggigil dan suhu tubuh justru meningkat, walaupun kulitnya terasa dingin. Untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dapat diberikan obat, umumnya kejang demam akan berhenti dengan sendirinya sebelum lima menit.Apakah anak perlu masuk rumah sakit? Bila kejang berlangsung kurang dari lima menit, kemudian anak sadar dan menangis, biasanya tidak perlu dirawat. Bila demam tinggi dan kejang berlangsung lebih dari 10-15 menit atau kejang berulang, maka Anda harus membawanya ke dokter atau rumah sakit.Untuk membantu menentukan apa yang akan terjadi pada anak di kemudian hari, kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang kompleks.Kejang demam sederhana adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama, sedangkan kejang kompleks adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga sangat kecil, sekitar 2-3%. Risiko terbanyak adalah berulangnya kejang demam, yang dapat terjadi pada 30-50% anak-anak. Risiko-risiko tersebut akan lebih besar pada kejang yang kompleks.Rekaman otak atau electroencephalografi (EEG) biasanya tidak dilakukan secara rutin karena tidak berguna untuk memperkirakan apakah kejang akan berulang kembali, juga tidak dapat memperkirakan apakah akan terjadi epilepsi di kemudian hari.Untuk anak dengan kejang kompleks atau anak yang mengalami kelainan saraf yang nyata, dokter akan mempertimbangkan untuk memberikan pengobatan dengan anti kejang jangka panjang selama 1-3 tahun.7. hypotermi Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu 420 C dapat menyebabkan denaturasi dan kerusakan sel secara langsung.Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :1. Renjatan / Hipovolemia2. Gangguan fungsi jantung3. Gangguan fungsi koagulasi4. Gangguan fungsi ginjal5. Nekrosis hepatosellular6. Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea, alkalosis dan tetani. PENGOBATANAntipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena panas merupakan usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit penyebab panas.Antipiretika.Parasetamol: 10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau rektal).Metamizole ( novalgin ) : 10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous.Ibuprofen : 5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rektal.Pendinginan Secara fisikMerupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu > 0,10 C/menit sampai tercapai suhu 38,50 C. Cara-cara physical cooling/compres :Evaporasi : penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai kipas angin untuk mempercepat penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan efektif. Cara lain yang bisa digunakan : kumbah lambung dengan air dingin, infus cairan dingin, enema dengan air dingin atau humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks vasokonstriksi dan shivering yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan tubuh. Untuk mengurangi dampak ini dapat diberi :- Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan karena mempunyai efek antikonvulsi dan tidak punya efek hipotensi.- Chlorpromazine9. hypoglikemi BATASAN Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

PATOFISIOLOGI Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

DIAGNOSISAnamnesis Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan Riwayat bayi prematur Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia- Bayi dari ibu diabetes (IDM)- Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA) - Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)- Bayi prematur dan lewat bulan- Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)- Bayi puasa- Bayi dengan polisitemia- Bayi dengan eritroblastosis- Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker

GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisikGejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas Jitteriness Sianosis Kejang atau tremor Letargi dan menyusui yang buruk Apnea Tangisan yang lemah atau bernada tinggi Hipotermia RDS

DIAGNOSIS BANDINGinsufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).

Penyulit - Hipoksia otak - Kerusakan sistem saraf pusat

TATALAKSANAa. Monitor Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :o Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaanKadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemiao o Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala : Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit). Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.Atau cara lain dengan GIRKonsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral. Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion RateGIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%) 6 x berat (Kg)Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jamGIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min 6 x 3 18 Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :- Infus D10 diteruskan- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam - ASI diberikan bila bayi dapat minumBila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan- Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)-ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan- Jangan menghentikan infus secara tiba-tibac. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA : ASI teruskan Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b) - Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum - Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normald. Kadar glukosa normal IV teruskan IV teruskan Periksa kadar glukosa tiap 12 jamBila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari) konsultasi endokrin terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam. bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)10. TETANUS NEONATORUM Tetanus Noenatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi < 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani (kuman yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem syaraf pusat)

Patofisiologi: spora clostridium tetani masuk ke dalam tali pusat yang belum puput.

Masa inkubasi:1. 3- 28 hari dengan rata- rata 6 hari.2. Apabila masa inkubasi < 7 hari biasanya penyakit lebih parah dan angka kematisnnya tinggiEpidemiologi: Angka kematian kasus tinggi Tetanus Neonatorum yang dirawat angka kematiannya mendekati 100%, terutama dengan masa inkubasi Angka kematian tetanus neonatorum yang dirawat di RS di Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8- 55%Faktor risiko: Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan atau tidak lengkap Pemberian tidak sesuai dengan program Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat- syarat 3 bersih Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kebersihanGejala klinik tetanus neonatorum:1. Bayi yang semula dapat menetek tiba- tiba sulit menetek karena kejang otot rahang dan faring2. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan3. Kejang terutama bila kena rangsang cahaya, suara, sentuhan4. Kadang- kadng disertai sesak nafas dan wajah membiruPenanganan tetanus neonatorum: Mengatasi kejang dengan injeksi anti kejang Menjaga jalan nafas tetap bebas dan pasang spatel lidah agar tidak tergigit Mencari tempat masuknya kuman tetanus, biasanya di tali pusat atau di telinga mengobati pnyebab tetanus dengan anti tetanus serum dan antibotik Perawatan adekuat : kebutuhan O2, makanan, cairan dan elektrolit Tempatkan di ruang yang tenang dn sedikit sinar.