Negosiasi Dan Resolusi Konflik

7
Definisi Konflik Konflik berasal dari bahasa latin yaitu configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, dimana satu pihak berusaha menyingkirkan orang lain. Menurut Nardjana (1978), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak g berbeda yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Menurut Killman dan Thomas (1978), konfli merupakan kondisi ketidak cocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas. Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17) Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan

description

Negosiasi

Transcript of Negosiasi Dan Resolusi Konflik

Page 1: Negosiasi Dan Resolusi Konflik

Definisi Konflik

Konflik berasal dari bahasa latin yaitu configere yang berarti saling memukul. Secara

sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, dimana

satu pihak berusaha menyingkirkan orang lain.

Menurut Nardjana (1978), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak

g berbeda yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu

atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konfli merupakan kondisi ketidak cocokan antara

nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik yang ada dalam diri individu maupun dalam

hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat

mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi

dan produktivitas. Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan

soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau

kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict

Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja

kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk

meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu

interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan

dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang

wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami

konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan

hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.kerja.

Adapun faktor penyebab konflik :

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Perbedaan latar belakang, budaya, sehingga membentuk pribadi budaya yang

berbeda-beda.

Perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok.

Page 2: Negosiasi Dan Resolusi Konflik

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Berdasarkan jenisnya konflik dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Individual conflict. Adalah suatu jenis konflik yang hanya melibatkan dua pihak

secara langsung baik itu invidu maupun negara.

2. Collective conflict. Suatu jenis konflik yang bersifat kolektif dalam artian jumlah

pelaku konflik lebih dari satu mengahadapi pihak lain yang bersifat kolektif pula.

Berdasarkan bentuknya konflik dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Psedoe conflict

2. Silent conflict

3. Actual conflict

Sifat konflik atau The Nature of The Conflict

Berdasarkan sifatnya konflik dibagi menjadi tiga sifat, yaitu :

1. Specific Conflict

2. General Coflict

3. Inter-connected Conflict

1. Specific Conflict

Specific conflict adalah sebuah konflik yang bersumber dari masalah-masalah yang

sifatnya spesifik (khas) misalanya dalam konteks idiologi, warisan berupa budaya,

kepercayaan, tradisi serta wilayah.

Contoh Specific conflict: Konflik Etnis di Sampit (Kalimantan Tengah)

Konflik etnis di Kalimantan Tengah ini membuat Sampit tiba-tiba menjadi sangat

terkenal pada pertengahan Februari 2002. Namanya sekonyong-konyong ibarat nama

selebritis yang menjulang ke angkasa, disebut-sebut para penyiar televise dan radio, ditulis

oleh wartawan koran dan majalah. Itulah Sampit, ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur,

yang menjadi saksi bisu terjadinya saling bantai antar anak manusia yang kebetulan berbeda

latar belakang suku.

Konflik Sampit terjadi antara warga pendatang (Madura) dan suku Dayak. Konflik ini

banyak dipicu oleh kenyataan bahwa etnis Madura pada taraf tertentu telah menjelma

Page 3: Negosiasi Dan Resolusi Konflik

menjadi kelompok yang berhasil menguasai berbagai sumberdaya ekonomi, sementara disisi

lain perilaku sosial mereka yang cenderung eksklusif semakin menegaskan komunalitas

etnisnya. Maka ketika terjadi gesekan-gesekan sosial, meskipun itu kecil, dengan etnis Dayak

sebagai penduduk asli cukup untuk menyulut sebuah konflik yang massif dan

berkepanjangan.

2. General Conflict

General Conflict adalah suatu konflik dimana sifat konflik tersebut memiliki nilai

kesamaan yang bersifat umum dalam arti kata meskipun konflik itu pada awalnya hanya

melibatkan dua pihak secara langsung akan tetapi akibat adanya kesamaan (keterkaitan) maka

mengakibatkan keterlibatan pihak lain. Misalnya masalah agama, Etnis, HAM, Lingkungan

hidup, dan Ancaman Nuklir.

Contoh General Conflict: Kasus Film Fitna

Film anti Al-Quran bikinan politikus sayap ultra kanan Geert Wilders resmi disiarkan

online pada tanggal 28 Maret 2008. Kepala Nabi Muhammad SAW disugestikan meledak.

Penyiaran film bertitel Fitna itu diumumkan dalam websites partai pimpinan Wilders, Partij

voor de Vrijheid/PVV (Partai untuk Kebebasan), dan ditautkan ke liveleak.com, Keputusan

Wilders ini mendahului sidang gugatan sela di Pengadilan Rotterdam yang diajukan oleh

organisasi muslim di Belanda.

Hari-hari menjelang pemublikasian film ini sebelumnya telah membuat pemerintah

Belanda nerveus, karena khawatir akan timbul dampak politik dan ekonomi berupa boikot

produk seperti menimpa Denmark. Pemerintah Belanda secara resmi mengambil jarak

terhadap isi film ini dan menegaskan bahwa visi Wilders tidak mewakili negeri dan rakyat

Belanda. Film Fitna yang dipantau langsung detikcom isinya jelas menghina, melecehkan dan

memprovokasi pemeluk agama Islam, yang merupakan visi politik Wilders.

Pada bagian akhir film ini dimunculkan gambar kartun Nabi Muhammad SAW dengan

surban berbentuk bom di kepala, bersumber dari kartun Jyllands-Posten. Setelah beberapa

detik disugestikan bahwa bom itu meledak. Penyiaran film Fitna ini langsung menjadi

headline siaran berita waktu utama seluruh kanal televisi di Belanda. Film ini membuat jutaan

orang Muslim di berbagai belahan dunia melayangkan protes dan melakukan demontrasi.

Mereka merasa bahwa martabat mereka sebagai pemeluk agama Islam telah dilecehkam

Page 4: Negosiasi Dan Resolusi Konflik

melalui film itu dan menuntut adanya penarikan film dan pemboikotan situs-situs yang

menayakan film tersebut.

3. Inter-Connected Conflict

Inter-connected conflict adalah suatu konflik yang saling kait-mengkait dimana

meskipun pada awalnya konflik itu diakibatkan hanya karena satu persoalan, akan tetapi

setelah kejadian merembes ke persoalan lainnya baik dari segi substansi maupun aktornya.

Contoh Inter-connected conflict: Invasi Uni Soviet di Afghanistan (1979-1989)

Perang Uni Soviet-Afghanistan merupakan bagian dari Perang Dingin, dan Perang

Saudara Afghanistan. Perang ini memiliki dampak yang sangat besar, dan merupakan salah

satu faktor runtuhnya kekuatan Uni Soviet pada tahun 1991.

Konflik yang berujung perang antara Uni Soviet (bersama PDRA atas permintaan

bantuan militer oleh PDRA) dengan Afghanistan (Mujahidin) terjadi akibat adanya perbedaan

pandangan Ideologi dalam menjalankan proses pemerintahan. Kubu Uni Soviet mendukung

tindakan reformasi ekonomi dan sosial, dimana Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan

menerapkan program reformasi bergaya Soviet. Perubahan hukum tentang perkawinan dan

tanah tidak diterima secara baik oleh masyarakat setempat yang mengikuti tradisi Islam.

Akibat dari itu, ribuan anggota dari elit tradisional, pemuka-pemuka agama, dan paranormal

diadili menjadi alasan bagi kubu Mujahidin (Islam Fundamentalis) untuk melakukan

pemberontakan.

Invasi Uni Soviet ditandai dengan masuknya bala tentara pada tanggal 25 Desember

1979. Pasukan Uni Soviet atas permintaan PDRA mengambil alih kendali, melakukan

berbagai macam operasi atas kaum mujahidin. Melihat keadaan yang demikian, Amerika

Serikat pun ikut andil. Karena takut semakin meluasnya pengaruh Soviet maka Amerika

mengirim bantuan kepada Afghanistan berupa persenjataan dan uang tunai. Para Mujahidin

didukung dengan dana sebesar Tiga miliar Dollar oleh Amerika Serikat yang berseteru

dengan Uni Soviet pada masa itu. Demikian pula dengan Inggris, Pakistan dan negara Arab

lainnya. Bantuan militer tersebut cukup ampuh dalam mengimbangi semangat juang kaum

mujahidin yang pada akhirnya mampu memukul mundur pasukan Uni Soviet.

Jadi selain adanya masalah internal PDRA dan kaum mujahidin Afghanistan adapula

perang eksternal antara Uni Soviet dan AS baik dibidang ideology maupun militer. Setelah

Page 5: Negosiasi Dan Resolusi Konflik

Perang dengan beribu-ribu korban meninggal dan kerusakan yang begitu parah, Uni Soviet

akhirnya meninggalkan Afghanistan dengan penarikan tentara terakhir dilakukan pada

tanggal 2 Februari 1989. Amerika pun ikut meninggalkan Afghanistan.

Dapat dilihat sifat-sifat konflik begitu beragam, banyak faktor yang menyebabkan sifat

konflik tersebut. Oleh karena itu, sebagai warga indonesia sebisa mungkin menghindari

konflik terjadi.