Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB...

54
PERAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM MELESTARIKAN HUTAN DI NAGARI SIRUKAM KABUPATEN SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh Nathasya Prividisa Rubynski UNIVERSITAS LAMPUNG 2018

Transcript of Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

Nathasya Prividisa Rubynski

PERAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM MELESTARIKAN HUTANDI NAGARI SIRUKAM KABUPATEN SOLOK PROVINSI SUMATERA

BARAT

Oleh

Nathasya Prividisa Rubynski

UNIVERSITAS LAMPUNG2018

Page 2: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

Nathasya Prividisa Rubynski

ABSTRAK

PERAN KELEMBAGAAN LOKAL NAGARI DALAM MELESTARIKANHUTAN DI NAGARI SIRUKAM, KABUPATEN SOLOK, PROVINSI

SUMATERA BARAT

Oleh

Nathasya Prividisa Rubynski

Pemberian hak pengelolaan hutan nagari kepada masyarakat Nagari Sirukam

merupakan salah satu bentuk pengakuan pemerintah terhadap peran kelembagaan

lokal masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan nagari. Peran kelembagaan

lokal ini penting untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan hutan berbasis

masyarakat yang sedang dikembangkan oleh pemerintah melalui Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.83/2016. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mendeskripsikan peran kelembagaan lokal Nagari Sirukam di

Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penelitian

dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan langsung atau observasi dan studi

dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai kearifan

lokal dalam pemanfaatan lahan atau sumber daya alam di Nagari Sirukam yang

dikenal dengan falsafah Nan Bancah Jadiakan Sawah, Nan Lereang Jadikan

Page 3: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

Nathasya Prividisa RubynskiParak” yang artinya lahan yang dialiri air berada di dataran yang lebih rendah

digarap untuk dijadikan sawah sedangkan yang lahan miring untuk dijadikan

kebun dan ladang”. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum didapatkannya izin

pengelolaan hutan desa/hutan nagari, masyarakat nagari Sirukam sudah dapat

melakukan pengelolaan lahan miring yang umumnya berupa hutan. Keberadaan

Hutan Nagari Sirukam berdampak positif bagi masyarakat nagari. Antara lain

bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan kerajinan dari

bambu dan rotan dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Selain itu adanya

pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga lokal nagari memberikan penjaminan

atas ketersediaan air bagi masyarakat, tidak hanya masyarakat Nagari Sirukam

tetapi juga nagari-nagari disekitarnya.

Kata Kunci: hutan nagari, kelembagaan lokal; nagari, norma;

Page 4: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

Nathasya Prividisa Rubynski

ABSTRACT

THE ROLE OF LOCAL INSTITUTIONS IN PRESERVING FOREST INSIRUKAM VILLAGE, SOLOK DISTRICT, WEST SUMATERA

PROVINCE

By

Nathasya Prividisa Rubynski

The granting of Nagari forest management rights to the Nagari Sirukam

community is a form of government recognition of the nagari forest's high-power

natural resource management activities. The role of local institutions to support

the sustainability of community-based forest management that is being developed

by the government through Permenlhk No.P.83 / 2016. The purpose of this study

is to describe the role of local institutions in Nagari Sirukam in Payung Sekaki

District, Solok Regency, West Sumatra. The study was conducted using a case

study method. Data collection is carried out in an interview, direct observation

and documentation study. The results show the values of local wisdom in natural

or natural resources utilization in Nagari Sirukam, known as the philosophy of

Nan Bancah Jadiakan Sawah, Nan Lereang Jadikan Parak "which means that the

air flowed in the lower land is cultivated to be used as rice fields for the so-called

Page 5: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

Nathasya Prividisa Rubynskigardens and fields. This shows that prior to obtaining a permit for village forest /

nagari forest management, community of Nagari Sirukam has been able to carry

out common land management such as forests. In terms of institutions, the local

institution Nagari Sirukam has a role that is most important for the community

after the nagari forest, the positive impact, the increase in the capacity and income

of the community, in addition to the management carried out by local institutions

providing services for them, not only the Nagari Sirukam community but also the

villages from their place.

Keywords : local instution; norm; nagari, nagari forest

Page 6: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

PERAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM MELESTARIKAN HUTANDI NAGARI SIRUKAM KABUPATEN SOLOK PROVINSI SUMATERA

BARAT

Oleh

NATHASYA PRIVIDISA RUBYNSKI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN

PadaJurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

Page 7: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan
Page 8: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan
Page 9: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

RIWAYAT HIDUP

Nathasya Prividisa Rubynski lahir di Bandung, 25

Desember 1995. Puteri dari Bapak Satria Hidayat dan Ibu

Dewi Saras Dilla. Anak pertama dari tiga bersaudara,

Diego Hammam Rubynski dan Sergio Faiz Rubynski.

Penulis menempuh pendidikan di SDN 01 Gunung Talang

2002-2008. Lalu melanjutkan sekolah di SMPN 01 Gunung Talang 2008-

2011 dan SMAN Gunung Talang 2011-2014. Penulis melanjutkan

pendidikan di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

diterima melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SBMPTN) tahun 2014.

Pada tahun 2017 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 40

hari di Desa Srikaton Kabupaten Seputih Surabaya. Ditahun yang sama

penulis juga melaksanakan Praktek Umum selama ± 40 hari di KPH

Pekalongan Barat Divisi Regional Jawa Tengah

Penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah

dan Pemetaan Hutan dan Statistika dan Pemodelan Kehutanan, dan Statistika

Pertanian. Organisasi yang pernah diikuti penulis selama menjadi mahasiswi

Page 10: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

baik didalam maupun diluar kampus, antara lain : Himpunan mahasiswa

jurusan kehutanan (Himasylva) UNILA dan Ikatan Mahasiswa Minang

(IMAMI).

Page 11: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

Kupersembahkan kepada Mama, Papa, Adik, Nenek, Kakek dan KeluargaBesarku

Page 12: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul ”Peran Kelembagaan

Lokal Nagari dalam Melestarikan Hutan di Nagari Sirukam Kecamatan

Payung Sekaki Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat”. Skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan

dan kemurahan hati dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan

dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada.

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P. sebagai pembimbing utama

memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai

dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini

terselesaikan.

3. Ibu Susni Herwanti, S.Hut., M.Si. sebagai pembimbing kedua yang telah

memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai

Page 13: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

ii

dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini

terselesaikan.

4. Bapak Dr.Indra Gumay Febryano, S.Hut., M. Si. selaku dosen penguji

atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan

skripsi ini.

5. Bapak Bukhtiar Selaku ketua LPHN yang mau menyediakan waktu dan

membimbing selama penulis melaksanakan penelitian.

6. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Bapak Ir. Indriyanto, M.P.selaku pembimbing akademik penulis.

8. Bapak Dayat dan Ibu Dilla selaku kedua orangtua penulis yang tak henti

mendo’akan dan membekali penulis hingga penulis dapat menyelesaikan

tulisan ini.

9. Saudara penulis (Diego Hamam Rubynski) yang tak henti mendo’akan

dan mendukung penulis hingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

10. Lugosyl’14 yang selalu menenami penulis dalam suka dan duka, serta

yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah

diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun

untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Oktober 2018

Nathasya Prividisa Rubynski

Page 14: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1 Latar Belakang .............................................................................. 11.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 31.3 Kerangka Penelitian ...................................................................... 3

II. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 62.1 Kelembagaan................................................................................. 62.2 Kelembagaan Lokal ...................................................................... 102.3 Kelembagaan Adat........................................................................ 132.4 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat...................................... 142.5 Nagari di Sumatera Barat.............................................................. 20

III. Metodologi Penelitian ........................................................................ 263.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 263.2 Alat dan Bahan.............................................................................. 263.3 Metode Penelitian ......................................................................... 26

3.3.1 Metode Pengambilan Responden...................................... 273.3.2 Jenis data ........................................................................... 273.3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................... 283.3.4 Analisis data ...................................................................... 29

IV. Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 314.1 Gambaran Umum Wilayah ........................................................... 314.2 Sejarah Hutan Nagari Sirukam ..................................................... 37

4.2.1 Sebelum tahun 2000............................................................. 374.2.2 Tahun 2000-2013 ................................................................. 394.2.3 Tahun 2013-2018 ................................................................. 40

4.3 Kondisi dan Potensi Hutan Nagari Sirukam ................................. 414.4 Lembaga yang Mengelola Hutan Nagari Sirukam........................ 43

4.4.1 Kerapatan Adat Nagari (KAN) ............................................ 444.4.2 Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari .................................. 49

4.5 Aturan dalam Pengelolaan Hutan Nagari Sirukam....................... 514.5.1 Aturan Adat.......................................................................... 52

Page 15: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

iv

Halaman4.5.2 Rencana Pengelolaan Hutan Nagari Sirukam...................... 56

V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 685.1 Simpulan ........................................................................................ 685.2 Saran .............................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 69

LAMPIRAN............................................................................................... 75Gambar 8-13................................................................................................ 75

Page 16: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................... 5

2. Peta Nagari Sirukam ............................................................................ 32

3. Struktur dan kedudukan antara KAN dan LPHN................................. 43

4. Struktur Kelembagaan KAN Nagari Sirukam ..................................... 45

5. Papan Larangan Kawasan Hutan Lindung........................................... 63

6. Hasil Keterampilan dari Bambu........................................................... 64

7. Hasil Kegiatan Pelatihan Menganyam................................................. 65

8. Kegiatan Pembersihan Petak Percontohanyang akan ditanami Kopi ..................................................................... 75

9. Lokasi Hutan Nagari Sirukam yangBerbatasan langsung dengan jalan. ...................................................... 75

10. Bibit yang ada di LPHN....................................................................... 76

11. Kondisi kawasan sisa kebakaran.......................................................... 76

12. Salah satu pohon asuh .......................................................................... 77

13. Wawancara dengan ketua LPHN ......................................................... 77

Page 17: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Rencana Kelembagaan Pengelola LPHN ............................................... 60

2. Rencana Pengembangan Ekonomi LPHN.............................................. 61

Page 18: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan dan masyarakat sekitarnya merupakan dua komponen ekosistem yang harus

mendapat perhatian dalam upaya menjamin pengelolaan sumberdaya hutan secara

lestari. Sumberdaya hutan yang lestari diharapkan dapat memberikan jaminan

kehidupan bagi masyarakat sekitarnya, sebaliknya masyarakat diharapkan dapat

memberikan kontribusinya dalam menjaga kelestarian hutan yang berada di

wilayahnya. Masyarakat memiliki komitmen memelihara dan menjaga

lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupannya (Safira et al., 2017). Hal itu

menyebabkan masyarakat terlibat secara langsung dalam pengelolaan hutan.

Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan dalam desain kelembagaan

lokal ternyata tidak selalu menjamin keberlanjutan pengelolaan sumber daya

hutan. Masih terdapat beberapa kelompok masyarakat yang belum mampu

mewujudkan performansi hutan yang lebih baik, bahkan cadangan potensi hutan

(seperti kayu) menjadi semakin menurun (Meilby et al., 2014). Berbagai bentuk

kelembagaan lokal yang telah dirancang oleh tenaga pemberdayaan masyarakat

atau oleh masyarakat itu sendiri menghasilkan kinerja pengelolaan sumber daya

hutan yang berbeda secara signifikan (Pokharel et al., 2014). Keikutsertaan

masyarakat dalam pengelolaan hutan seringkali mengalami keberhasilan. Hal itu

Page 19: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

2berkaitan erat dengan kekuatan nilai dan norma yang telah mengakar dan diterima

secara luas oleh masyarakat (Nursidah, 2012). Begitu juga halnya dengan

pengelolaan di hutan Nagari (Desa) Sirukam. Hutan Nagari Sirukam merupakan

hutan lindung yang diberikan izin pengelolaan oleh pemerintah. Berdasarkan SK

Penetapan Areal Kerja 701/Menhut/II/2014, hutan lindung Nagari Sirukam

diizinkan dikelola melalui skema hutan desa dengan luasan 3.398 hektar.

Keberadaan hutan Nagari Sirukam berada pada status ulayat nagari. Ulayat nagari

disini maksudnya adalah nagari berdasarkan hukum adat memiliki kewenangan

terhadap suatu wilayah yang berada dalam ruang lingkup masyarakatnya. Bagi

masyarakat nagari, ulayat dikelola secara komunal atau bersama-sama demi

kepentingan generasi selanjutnya. Oleh karena itu ulayat tidak hanya dilihat dari

segi ekonomi tetapi juga dari segi sosial budaya. Hal inilah yang menjadi

landasan pengelolaan hutan nagari. Pengelolaan hutan nagari mempunyai aturan

tertentu,seperti aturan dalam pelarangan penebangan kayu di hutan. Pelaksanaan

aturan tersebut diawasi oleh kelembagaan lokal di nagari tersebut.

Pengawasan yang dilakukan oleh kelembagaan lokal dalam pengelolaan sumber

daya hutan masih diatur secara komunal oleh nagari yang erat kaitannya dengan

sistem kekerabatan dan kepemimpinan masyarakat adat setempat. Hal ini

mendorong terbentuknya hubungan/interaksi yang kuat antara masyarakat nagari

dengan sumber daya hutannya.

Masyarakat Nagari Sirukam menjaga kelestarian sumber daya hutannya untuk

menjaga tersedianya kebutuhan air sepanjang tahun bagi warga masyarakat

nagari, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kebutuhan pertanian dan

Page 20: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

3kebutuhan lainnya. Pemberian hak pengelolaan hutan nagari dengan luasan 3398

hektar tersebut merupakan salah satu bentuk pengakuan pemerintah terhadap

peran kelembagaan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan.

Hamzah et al. (2015) menyatakan aspek kelembagaan juga merupakan salah satu

aspek yang menentukan keberhasilan pengelolaan hutan bersama masyarakat.

Kelembagaan berfungsi mengatur dan mengendalikan sikap dan perilaku

masyarakat dalam pengelolaan hutan (Hamzah et al., 2015).

Peran kelembagaan lokal ini penting untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan

hutan berbasis masyarakat melalui skema hutan desa (hutan nagari) yang sedang

dikembangkan oleh pemerintah. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan

fokus mengkaji peran kelembagaan lokal dalam menjaga kelestarian hutan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk.

1. Mengkaji peran kelembagaan lokal dalam mengatur pengelolaan sumberdaya

hutan.

2. Mengetahui dampak yang dirasakan masyarakat setelah adanya Hutan Nagari

Sirukam

1.3 Kerangka Pemikiran

Sumberdaya hutan memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat disekitar

hutan, begitu juga dengan masyarakat berperan dalam pengelolaan hutan.

Masyarakat memiliki komitmen memelihara dan menjaga lingkungan sebagai

sistem penyangga kehidupannya (Safira, 2017). Hal ini menyebabkan masyarakat

Page 21: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

4terlibat dalam pengelolaan hutan. Berbagai bentuk kelembagaan lokal yang telah

dirancang oleh tenaga pemberdayaan masyarakat atau oleh masyarakat itu sendiri

menghasilkan kinerja pengelolaan sumber daya hutan yang berbeda secara

signifikan (Pokharel et al., 2014). Oleh karena itu pengelolaan hutan oleh

masyarakat mempunyai peranan penting.

Pengelolaan hutan di Nagari Sirukam tidak bisa dipisahkan dengan ulayat sebagai

objek dan nagari sebagai subjek. Hak ulayat menunjukan kepemilikan tertinggi

masyarakat adat Minangkabau terhadap sumber daya alamnya. Ulayat bukan saja

bernilai ekonomis, tetapi sekaligus punya nilai sosial, budaya, dan ekologis

(Firmansyah et al., 2007). Selanjutnya, Firmansyah et al. (2007) menyatakan

bahwa lembaga masyarakat lokal berperan penting dan strategis dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Selain membuat aturan-aturan,

lembaga lokal tersebut juga berperan sebagai kontrol masyarakat dalam

memanfaatkan sumber daya alamnya berdasarkan kearifan lokal yang telah

berkembang secara turun-temurun. Penelitian ini diperlukan untuk mengkaji

norma dan aturan yang berlaku serta peran kelembagaan masyarakat lokal dalam

pengelolaan hutan nagari. Kelembagaan lokal yang ada diharapkan dapat

menjaga kelestarian hutan. Secara skematis kerangka pemikiran tersebut

dituangkan dalam Gambar 1.

Page 22: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

5

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian.

Kelembagaan Lokal

Interaksi Hutan denganMasyarakat

Pengelolaan HutanOleh Masyarakat

Kerapatan Adat Nagari(KAN) dan Lembaga

Pengelolaan Hutan Nagari(LPHN)

Norma, Nilai danAturan

Pengelolaan HutanSecara Lestari

Page 23: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembagaan

Lingkungan (kebudayaan, ekonomi, politik, dan agama), kekuatan-kekuatan sosial

sangat memegang peranan dalam mempengaruhi tingkah laku manusia sebagai

individu, anggota suatu grup atau sebagai anggota masyarakat. Tingkah laku

manusia merupakan dampak dari kebudayaan dan tradisi, cara berfikir dan

mengerjakan sesuatu, peraturan-peraturan resmi program-program pemerintah,

kepercayaan agama,pertimbangan-pertimbangan rumah tangga, dan lain-lain.

Tingkah laku manusia berpengaruh terhadap terbentuknya suatu lembaga.

Lembaga adalah badan, organisasi, kaidah, dan/atau norma-norma, baik formal

maupun informal sebagai pedoman untuk mengatur perilaku segenap anggota

masyarakat, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam usahanya mencapai

suatu tujuan tertentu (Hanafie, 2010). Sari et al. (2013) menyatakan kelembagaan

adalah perangkat lunak, aturan main, keteladanan, rasa percaya, serta konsistensi

kebijakan yang diterapkan di dalamnya. Kelembagaan tidak bisa hanya dilihat

dari segi internal kelembagaan tetapi juga dari segi eksternal kelembagaan yang

mempengaruhi kegiatan kelembagaan tersebut (Kusnandar et al., 2013).

Ostrom (2005) mengartikan kelembagaan sebagai aturan yang berlaku dalam

masyarakat yang menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan

Page 24: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

7apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku umum di

masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang harus atau tidak

boleh disediakan dan keuntungan apa yang akan diterima seseorang sebagai hasil

dari tindakan yang dilakukannya. Kelembagaan juga dapat diartika sebagai suatu

gugusan aturan formal (hukum, kontrak, sistem politik, organisasi, pasar, dan

lainnya) serta informal (norma, tradisi, sistem nilai, agama, tren sosial) yang

memfasilitasi koordinasi dan hubungan-hubungan antara individu atau kelompok

(Fauzi, 2005).

Kelembagan yang berkembang di masyarakat biasanya berasal dan berakar dari

adat setempat atau lembaga tersebut sengaja dibentuk oleh masyarakat setempat

atau oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan peradaban masyarakat.

Kelembagaan itu biasa dikenal dengan kelembagan lokal. Kelembagaan lokal

merupakan pranata sosial tingkat lokal yang berdiri diantara individu dalam

kehidupan pribadinya dengan lingkungannya, yang ternyata tidak hanya berperan

mengatur tata kehidupan masyarakat saja, akan tetapi juga mempunyai peranan

yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Wasistiono et

al., 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan lokal mampu mengelola

dan memanfaatkan sumber daya hutan berkelanjutan. Hal ini berkaitan dengan

nilai-nilai, norma sosial, dan budaya yang dimiliki masyarakat sebagai wujud

eratnya hubungan masyarakat dengan sumber daya hutannya. Masyarakat

memiliki kemampuan menghadapi perubahan-perubahan yang disebabkan oleh

pengaruh eksternal dan memiliki cara-cara baru untuk bertahan dalam situasi yang

Page 25: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

8baru pula. Kelembagaan lokal tumbuh pada suatu teritori karena melekat dengan

sejarah wilayah, dan mengandung nilai budaya tradisional dalam hubungan sosial

dan kewenangan. Oleh karena itu aspek kelembagaan merupakan salah satu aspek

yang berperan penting dalam pembangunan dan pengelolaan hutan.

Aspek kelembagan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur

pembangunan pedesaan dikatan maju (Hanafie, 2010). Aspek kelembagaan juga

merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pengelolaan hutan

bersama masyarakat (Hamzah et al., 2015). Di Seram Bagian Barat, Maluku,

efektivitas kelembagaan lokal dalam mengelola secara lestari dibagi berdasarkan

istilah dusun dengan tipe hak penguasaan yang berbeda, yaitu Dusun Dati, Dusun

Negeri, Dusun Pusaka, dan Dusun Parusahaan (Ohorella et al., 2011).

Kelembagaan berfungsi mengatur dan mengendalikan sikap dan perilaku

masyarakat dalam pengelolaan hutan (Hamzah et al., 2015).

Peran kelembagaan sebagai pengatur dan pengendali sikap masyarakat tidak

didukung oleh pihak pemerintah. Padahal kelembagaan yang ada di masyarakat

mampu mendorong masyarakat untuk melaksanakan kebijakan program

kehutanan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kinerja pembangunan

kehutanan ditentuka oleh kapasitas kelembagaan (Kartodihardjo, 2006). Hal

senada juga dijelaskan Febryano et al. (2015) bahwa kelembagaan lokal mampu

membantu pemerintah kabupaten dalam pembangunan masyarakat pedesaan di

wilayah pesisir. Wollenberg et al. (2005) menyatakan terdapat dua pendekatan

pembelajaran sosial mengenai kelembagaan lokal. Pertama, pendekatan harus

menekankan pada pentingnya kolaborasi di antara lembaga-lembaga lokal yang

Page 26: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

9berbeda. Kedua, pendekatan harus memberikan pengetahuan mengenai bagamana

lembaga lokal dapat beradaptasi dengan berubahnya lingkungan dan sosial.

Sardjono (2004), dari sisi sosiologi ada empat komponen utama kelembagaan,

yaitu.

1. Norma (norms),

Norma menekankan pada tingkah laku yang dituntut dari masyarakat secara

keseluruhan (tidak terikat dengan status sosial yang disandang).

2. Sanksi (sanctions),

Sanksi adalah instrument yang terikat pada norma dalam bentuk penghargaan

(reward) dan hukuman (punishments). Sanksi diharapkan dapat menjamin

terlaksananya norma dimaksud.

3. Nilai (values)

Nilai, lebih ditekankan pada hal-hal yang lebih disukai (atau yang tidak

disukai) dalam rangka menetapkan norma yang dipilih.

4. Kepercayaan (beliefs).

Nilai akan dijustifikasikan melalui basis kepercayaan yang berkembang di

kelompok.

Kelembagaan secara total akan membentuk budaya. Kelembagaan sebenarnya

memiliki fungsi penting dalam mengatur hubungan antara manusia dengan

sumberdaya alam (termasuk hutan) agar tetap bisa berfungsi lestari, serta

menjamin hubungan antar manusia dalam masyarakat (bisa warga satu desa yang

sama dan atau antar desa bertetangga) agar tetap harmonis (Sardjono, 2004).

Peran kelembagaan membuat orang atau anggota masyarakat saling mendukung

Page 27: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

10dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesuatu karena ada keamanan, jaminan

akan penguasaan atau sumberdaya alam yang di dukung oleh peraturan dan

penegakan hukum serta insentif untuk mentaati aturan atau menjalankan institusi.

Kelembagaan dalam hal ini bukan hanya menyangkut usaha tani, tetapi juga

peranan kelembagaan-kelembagaan penunjang dalam pengembangan pertanian

dan kehutanan.

Pada hakekatnya setiap kelembagaan itu memiliki tujuan, karena suatu lembaga

lahir dan dibangun karena adanya tujuan. Lembaga akan tetap eksis sepanjang

masih mampu mewujudkan tujuan tersebut. Apabila suatu lembaga tidak mampu

lagi mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya, maka dapat disepakati untuk

dibentuk lembaga baru atau tidak sama sekali (Awang et al., 2008). Suatu

kelembagaan harus memiliki suatu struktur kelembagaan. Menurut Pasaribu,

(2007) umumnya struktur kelembagaan yang dibentuk terdiri dari struktur inti,

yaitu.

1. Ketua, sebagai pemimpin yang mengkoordinir seluruh anggota bawahannya.

2. Sekretaris, sebagai pencatat agenda harian maupun kegiatan-kegiatan yang

dilakukan kelompok tani sekaligus tangan kanan ketua.

3. Bendahara, sebagai pengelola keluar masuknya dana yang dibutuhkan oleh

kelompok.

2.2 Kelembagaan Lokal

Masyarakat desa hutan secara historis kultural memiliki karakteristik khas yang

dianggap sebagai identitas bersama, yaitu sistem tata nilai budaya yang arif,

kelembagaan lokal yang mengakar, dan terikat oleh lingkungan sumber daya

Page 28: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

11hutan. Sistem tata nilai budaya, kelembagaan lokal, dan keterikatan masyarakat

desa hutan atas lingkungan sumber daya hutan mengalami kemarginalan. Realita

ini memberi perhatian, ancaman akan bahaya kepunahan masyarakat desa hutan.

Atas dasar itu perlu dilakukan suatu upaya penguatan dari identitas bersama

masyarakat desa hutan. Tiga upaya yang dapat segera dilakukan guna

mengeksistensikan kembali identitas bersama masyarakat desa hutan, yaitu

penguatan sistem tata nilai budaya, penghidupan kembali sistem kelembagaan

lokal, dan optimalisasi potensi sumber daya hutan (Nugraha dan Murtijo, 2005).

Kelembagaan masyarakat desa hutan dalam bentangan sejarah terbukti mampu

mengatur keteraturan, ketertiban, keamanan, dan keharmonisan, akan tetapi

seiring masuknya budaya modernisasi dan penyeragaman kelembagaan tingkat

nasional berdampak pada terpinggirkannya peran kelembagaan lokal masyarakat.

Kelembagan yang berkembang di masyarakat biasanya berasal dan berakar dari

adat setempat atau lembaga tersebut sengaja dibentuk oleh masyarakat setempat

atau oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan peradaban masyarakat.

Kelembagaan itu biasa dikenal dengan kelembagan lokal. Kelembagaan lokal

merupakan pranata sosial tingkat lokal yang berdiri diantara individu dalam

kehidupan pribadinya dengan lingkungannya, yang ternyata tidak hanya berperan

mengatur tata kehidupan masyarakat saja, akan tetapi juga mempunyai peranan

yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Wasistiono et

al., 2006).

Dua dekade terakhir kelembagaan lokal masyarakat telah mengalami kematian

obor. Masyarakat desa hutan kehilangan arah melangkah untuk menapak jalan

Page 29: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

12kehidupan yang pasti. Kebijakan struktural kelembagaan dari pemerintah pusat

mengakibatkan tercerai berainya sistem kelembagaan masyarakat desa hutan yang

berakar pada sistem tata nilai budaya lokal.

Realita tersebut menyadarkan bahwa langkah prioritas yang segera harus

dilakukan untuk mewujudkan eksistensi masyarakat desa hutan adalah

penghidupan kembali sistem kelembagaan lokal. Hal ini didasarkan oleh sisi

positif kelembagaan lokal masyarakat, yaitu berakar pada sistem tata nilai budaya

masyarakat lokal, struktur kelembagaan yang demokratis, tingkat partisipasi yang

tinggi, dan selaras dengan nafas desentralisasi. Atas dasar itu, upaya yang segera

dapat dipersiapkan untuk menghidupkan kembali kelembagaan lokal sebagai

wujud aktualisasi kembali masyarakat desa hutan, adalah : identifikasi

kelembagaan lokal yang pernah ada, merevitalisasi kelembagaan lokal dengan

mengadopsi aspek positif kelembagaan sekarang, sosialisasi kelembagaan, dan

penerapan akulturasi kelembagaan di masyarakat (Nugraha dan Murtijo, 2005).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan lokal mampu mengelola

dan memanfaatkan sumber daya hutan berkelanjutan. Hal ini berkaitan dengan

nilai-nilai, norma sosial, dan budaya yang dimiliki masyarakat sebagai wujud

eratnya hubungan masyarakat dengan sumber daya hutannya. Kelembagaan lokal

tumbuh pada suatu teritori karena melekat dengan sejarah wilayah, dan

mengandung nilai budaya tradisional dalam hubungan sosial dan kewenangan.

Oleh karena itu aspek kelembagaan merupakan salah satu aspek yang berperan

penting dalam pembangunan dan pengelolaan hutan.

Page 30: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

13Aspek kelembagan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur

pembangunan pedesaan dikatan maju (Hanafie, 2010). Peran kelembagaan

sebagai pengatur dan pengendali sikap masyarakat tidak didukung oleh pihak

pemerintah. Padahal kelembagaan yang ada di masyarakat mampu mendorong

masyarakat untuk melaksanakan kebijakan program kehutanan. Wollenberg et al.

(2005) menyatakan terdapat dua pendekatan pembelajaran sosial mengenai

kelembagaan lokal. Pertama, pendekatan harus menekankan pada pentingnya

kolaborasi di antara lembaga-lembaga lokal yang berbeda. Kedua, pendekatan

harus memberikan pengetahuan mengenai bagamana lembaga lokal dapat

beradaptasi dengan berubahnya lingkungan dan sosial.

2.3 Kelembagaan Adat

Nurochmat (2005) menyatakan pengakuan dan pengaturan terhadap masyarakat

tradisional dan masyarakat hukum adat sering kali menjadi masalah terkait dengan

kewenangan menilai ekstensi masyarakat tradisional atau masyarakat hukum adat.

Keberadaan pranata adat atau lembaga–lembaga adat dengan seluruh

kelengkapannya dalam masyarakat harus diakui dan diterima oleh seluruh

anggota masyarakat yang memungkinkan adat istiadat serta tradisi semakin

mapan serta tumbuh berkembang secara dinamis dalam menghadapi perubahan-

perubahan dari waktu ke waktu (Berwin et al., 2014). Pengelolaan hutan yang

dilakukan oleh masyarakat adat dapat menjadikan hutan lestari.

Menurut Sumaryono et al. (2017) kelembagaan pada pengelolaan hutan lestari

berbasis masyarakat adat tidak cukup hanya berpedoman pada kelembagaan adat

semata, tetapi harus melibatkan stakeholder lainnya, yaitu pemerintah dan agama.

Page 31: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

14Pada tatanannya kewenangan pengelolaan sumber daya alam terletak pada

masyarakat hukum adat, sedangkan pemerintah dan agama kewenangan dalam hal

mengatur, memotivasi, memfasilitasi dan mengontrol pelaksanaan pengelolaan

sumber daya alam oleh masyarakat adat. Wanane (2008) menyatakan,

kelembagaan masyarakat adat dalam bentuk hak kepemilikan (property right )

dapa berupa hak bersama dan hak milik berdasarkan marga/klan serta adanya

batas yurisdiksi yang dapat menekan interdependensi antara anggota masyarakat

adat dengan masyarakat luar.

Kelembagaan adat sangat besar pengaruhnya pada pola tingkah laku kehidupan

sosial masyarakat di sekitar hutan. Aturan-aturan adat yang ada merupakan

peninggalan leluhur yang tetap harus dijaga dan dipatuhi walaupun aturan-aturan

adat tersebut tidak tertulis. Aturan adat bagi masyarakat merupakan hukum yang

mengikat dan memiliki sanksi yang tegas atas segala pelanggaran yang dilakukan.

Secara luas kelembagaan adat yang ada tidak hanya mengatur dan mengatasi

tentang konflik sosial yang terjadi dalam masyarakatnya namun juga mengatur

tentang pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada

di sekitar mereka. Hal ini adalah wajar mengingat hutan merupakan lingkungan

hidup mereka dan juga sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang

serba sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hutan berarti ancaman

bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya.

2.4 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Pengelolaan hutan identik dilakukan oleh masyarakat. Hutan bagi masyarakat

bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai

Page 32: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

15dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, masyarakat tidak hanya melihat hutan

sebagai sumber daya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber

pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal

mereka. Bahkan sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan

memiliki nilai spiritual, yakni dimana hutan atau komponen biotik dan abiotik

yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan

supranatural yang mereka patuhi (Fauzi, 2012).

Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan

dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh

masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk

meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial

budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman

Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan (Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan 83, 2016). Perhutanan sosial memperhatikan prinsip-

prinsip sebagai berikut.

a. Keadilan

b. Keberlanjutan

c. Kepastian hukum

d. Partisipatif

e. Bertanggung gugat

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu bentuk

program perhutanan sosial yang telah berkembang dalam konteks pengelolaan

hutan Indonesia serta telah mengikuti proses dan dinamika kehidupan masyarakat

Page 33: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

16dan kelembagaan pedesaan pada tingkat lapang (Hakim et al., 2010). PHBM

adalah sistem pengelolaan hutan yang memberikan hak, kewajiban dan

tanggungjawab masyarakat setempat untuk mengelola hutan. PHBM merupakan

wujud keberpihakan negara agar hasil dari pembangunan kehutanan menetes

kepada masyarakat paling bawah (Sudarsono, 2016).

Beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dalam melaksanakan

pengelolaan hutan berbasis masyarakat antara lain (Rahmina et al., 2012).

1. Mempunyai akses atau hak secara sah dalam pemanfaatan dan pemungutan

hutan selama masa izin berlaku dan hak ini dapat diperpanjang.

2. Usaha pengelolaan hutan termasuk hasil hutan non kayu dapat bermanfaat

untuk menambah sumber pendapatan desa dan keluarga.

3. Bila hutan tersebut dikelola dengan pola pengelolaan yang lestari, produk hasil

hutan yang diproduksi dimungkinkan untuk memperoleh sertifikasi. Harga jual

produk yang sudah disertifikasi ini biasanya akan lebih tinggi daripada produk

yang tidak disertifikasi.

4. Peningkatan kapasitas organisasi masyarakat baik kelompok dan perseorangan

dalam bentuk kegiatan penyuluhan, sosialisasi, pelatihan, pertemuan-

pertemuan kelompok dan berbagi pengalaman dan pengetahuan antar sesama

pelaku PHBM, Penyuluh Kehutanan, dan pendamping.

5. Seiring berjalannya pengembangan pengelolaan hutan berbasis masyarakat,

masyarakat akan memperoleh pendampingan dan bimbingan teknis dalam

pembentukan dan pengembangan organisasi atau lembaga pengelola hutan di

tingkat desa, bimbingan administrasi dan manajerial, ataupun bimbingan dalam

Page 34: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

17aspek teknis kehutanan dan pengolahan hasil hutan dari para Penyuluh

Kehutanan atau pendamping lain yang relevan.

6. Pendanaan yang dikelola oleh masyarakat/kelompok/ koperasi dan

dialokasikan untuk pelaksanaan pengembangan Hutan Desa, hutan

kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat dan hutan rakyat.

7. Melalui peranserta dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat, masyarakat

telah berkontribusi dalam program pelestarian hutan di Indonesia.

Pengelolaan hutan yang baik, didalamnya memperhatikan aspek-aspek pelestarian

hutan. Menurut Nugroho (2011) terdapat tiga komponen kelestarian hutan yang

harus diperhatikan dalam pengelolaannya yaitu.

1. Kelestarian fungsi produksi

Kelestarian fungsi produki meliputi tersedianya jaminan kepastian

sumberdaya, kawasan dan kelangsungan ekosistem hutan.

2. Kelesterian fungsi ekologis

Kelestarian fungsi ekologis diantaranya dapat mempertahankan sistem

penunjang kehidupan dan terpeliharanya keanekaragaman hayati.

3. Kelestarian fungsi sosial budaya

Fungsi sosial budaya antara lain dapat mempertahankan aspek sosial budaya

oleh masyarakat lokal.

Masyarakat beperan dalam kelestarian hutan. Perilaku masyarakat yang peduli

terhadap kelestarian hutan dapat dilakukan dengan tidak melakukan penebangan

pohon di hutan, tidak melakukan pembukaan areal kebun di dalam hutan dan turut

mengawasi perilaku warga lain yang menebang pohon di hutan. Masyarakat juga

Page 35: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

18dapat berperan aktif dalam melakukan pelestarian dan penghijauan hutan kembali

(reboisasi). Tanpa peran serta dan dukungan masyarakat maka kelestarian hutan

juga tidak dapat dikendalikan.

Masria et al. (2015) berpendapat bahwa kelestarian hutan sangat bergantung pada

peran serta warga sekitar hutan untuk menjaga dan melestarikan hutan. Perilaku

yang peduli terhadap kelestarian hutan dapat dilakukan dengan tidak melakukan

penebangan pohon di hutan, tidak melakukan pembukaan areal kebun di dalam

hutan dan turut mengawasi perilaku warga lain yang menebang pohon di hutan.

Masyarakat juga dapat berperan aktif dalam melakukan pelestarian dan

penghijauan hutan kembali (reboisasi). Tanpa peran serta dan dukungan

masyarakat maka kelestarian hutan juga tidak dapat dikendalikan.

Berhubungan dengan kelestarian hutan dari segi fungsi sosial dan budaya oleh

masyarakat lokal, (Suteja, 2014) menyatakan bahwa pengelolaan hutan yang

melibatkan masyarakat memberikan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan

penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lewerissa (2015) menjelaskan bahwa interaksi masyarakat sekitar hutan dengan

hutan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Keyakinan, pemahaman,

pengalaman serta kebiasaan masyarakat menuntun untuk berperilaku dalam

komunitas ekologis. Perilaku dan pengalaman dalam memenuhi kebutuhan hidup

memunculkan sistem pengetahuan yang berhubungan dengan sosial maupun

lingkungan atau ekologis (Situmorang dan Simanjuntak, 2015).

Menurut Aulia dan Dharmawan (2010) sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal

Page 36: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

19atau tradisional merupakan dasar konsep sebuah kearifan lokal. Kearifan lokal di

berbagai daerah memiliki kesamaan fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan

rambu-rambu untuk berperilaku dan berinteraksi dengan alam. Fauzi (2012)

mendefinisikan kearifan tradisional sebagai pengetahuan kebudayaan yang

dimiliki suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan

kebudayaan.

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia. Kearifan lokal

terbentuk sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam

rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Kearifan lokal juga tidak lepas dari

berbagai tantangan seperti bertambah jumlah penduduk, teknologi modern dan

budaya luar, modal besar serta kemiskinan dan kesenjangan.

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam

kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Hal itu merujuk pada

lokalitas dan komunitas tertentu. Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia,

kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis melainkan berubah sejalan dengan

waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di masyarakat.

Sementara itu Keraf (2010) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua

bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat

kebiasaanatau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam

komunitas ekologis. Pemahaman mengenai kearifan lokal di atas semakin

menegaskan bahwa kearifan lokal menjadi modal penting dalam pengelolaan

sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.

Page 37: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

202.5 Nagari di Sumatera Barat

Nagari merupakan pemerintahan terendah setingkat desa di Propinsi Sumatera

Barat, terdiri dari himpunan beberapa suku, mempunyai Kerapatan Adat Nagari,

mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Daerah Sumatra

Barat No. 9 tahun 2000, pasal 2 dan 3 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan

Nagari. Pengambilan keputusan perencanaan publik di nagari dilakukan secara

terdesentralisasi mengikuti proses bottom-up planning, yang dimulai dari

pemerintahan terendah yang paling dekat dengan rakyat.

Nagari diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

berdasarkan filosofi adat, sehingga nilai nilai adat dalam tata kehidupan

masyarakat nagari melekat dengan kuat. Nagari berwenang untuk mengurus

urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta urusan

kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan

pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya.

Masyarakat Minangkabau, khususnya wilayah Propinsi Sumatera Barat sangat

kental dengan nilai dan norma adat istiadatnya. Kembalinya kenagari,

memberikan peluang kembali kepada daerah untuk mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri yang sesuai dengan bentuk dan susunan pemerintahan

desa berdasarkan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Masyarakat Sumatera Barat dikenal demokratis dan aspiratif melalui tradisi

musyawarah mufakatnya yang ttuang dalam kelembagaan adat.

Page 38: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

21Istilah pemerintahan nagari dahulunya sudah ada, namun hilang selama

Pemerintahan Orde Baru dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun

1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang tersebut merupakan landasan

pengaturan pemerintahan desa dan telah menyeragamkan sistem pemerintahan

terendah diseluruh Indonesia. Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh

sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah lansung

dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam

ikatan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Pada masa Reformasi Indonesia, pemerintah memberlakukan Otonomi daerah

dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang otonomi

Daerah. Wilayah Sumatera Barat merespon undang-undang tersebut dengan

penerapan sistem pemerintahan nagari dan menggunakan istilah “Babaliak Ka

Nagari” atau kembali ke nagari. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Daerah

Propinsi Sumatra Barat No. 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan

Nagari. Peraturan Daerah ini menjelaskan bahwa pemerintahan terendah di

Sumatera Barat adalah nagari, kemudian direvisi dengan Peraturan Daerah Nomor

2 tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari yang menyatakan bahwa

nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas

wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat Minangkabau (Adat Basandi

Syarak, Syarak Basandi Kitabullah).

Page 39: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

22Nagari diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

berdasarkan filosofi adat, sehingga nilai nilai adat dalam tata kehidupan

masyarakat nagari melekat dengan kuat. Nagari berwenang untuk mengurus

urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta urusan

kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan

pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya.

Masyarakat Minangkabau, khususnya wilayah Provinsi Sumatera Barat sangat

kental dengan nilai dan norma adat istiadatnya. Hal itu memberikan peluang

kembali kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

yang sesuai dengan bentuk dan susunan pemerintahan desa berdasarkan asal-usul

dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Masyarakat Sumatera Barat

dikenal demokratis dan aspiratif melalui tradisi musyawarah mufakatnya yang

ttuang dalam kelembagaan adat.

Masyarakat lokal di Sumatera Barat sangat berperan dalam pengelolaan hutan.

Pengelolaan hutannya tidak bisa dipisahkan dengan ulayat sebagai objek dan

nagari sebagai subjek. Hak ulayat menunjukan kepemilikan tertinggi masyarakat

adat Minangkabau terhadap sumber daya alamnya. Ulayat bukan saja bernilai

ekonomis, tetapi sekaligus punya nilai sosial, budaya, dan ekologis (Firmansyah

et al., 2007). Selanjutnya, Firmansyah et al. (2007) menyatakan bahwa lembaga

masyarakat lokal berperan penting dan strategis dalam pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam. Selain membuat aturan-aturan, lembaga lokal

tersebut juga berperan sebagai kontrol masyarakat dalam memanfaatkan sumber

Page 40: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

23daya alamnya berdasarkan kearifan lokal yang telah berkembang secara turun-

temurun.

Ariyanto et al. (2014) menyatakan kearifan lokal adalah pengetahuan yang

diperoleh secara turun-temurun yang menjadi kebiasaan dan berdasarkan pada

nilai dan berdasarkan nilai dan norma masyarakat. Ridwan (2007) juga

mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia

dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap

terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.

Pengertian tersebut disusun secara etimologi, dimana wisdom/kearifan dipahami

sebagai kemampuan seseorang dengan menggunakan akal pikirannya dalam

bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek atau

peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom kemudian diartikan sebagai

kearifan/kebijaksanaan.

Sartini (2004) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam

masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus.

Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi

bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah.

1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.

2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.

3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

Keberadaan hutan di nagari berada pada status ulayat nagari, suku dan kaum.

Masing-masing kawasan hutan yang berada pada status ulayat tersebut dikelola

Page 41: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

24berdasarkan sistem ulayat. Baik itu hutan yang berada pada ulayat nagari (hutan

nagari), hutan yang berada pada status ulayat suku (hutan suku), dan hutan yang

berada pada status ulayat kaum (hutan kaum). Adapun pembagian tersebut karena

perbedaan status ulayat. Perbedaan tersebut merupakan konsekuensi dari tingkat

kekerabatan (hubungan genealogis) masyarakat Minangkabau.

Bagi masyarakat nagari, ulayat meliputi sumberdaya alam yang dikelola secara

komunal dan dikelola dengan mempertimbangkan keberlanjutan antar generasi.

Selain itu ulayat juga simbol pengikat hubungan kekerabatan masyarakat nagari.

Oleh karena itu, ulayat tidak saja berfungsi secara ekonomi tetapi juga secara

sosial budaya. Prinsip inilah yang kemudian menjadi landasan bagi pengelolaan

hutan oleh masyarakat nagari. Bagi mereka hutan merupakan cadangan

sumberdaya alam antar generasi di nagari.

Pengaturan hubungan antara masyarakat nagari dengan hutan terdapat 2 ketentuan

yaitu pantangan‖ dan larangan. Pantangan dan larangan diterapkan sesuai dengan

asas hukum adat, yaitu asas kepatutan dan tingkat kebutuhan masyarakat untuk

menciptakan tertib sosial di nagari. Selain itu larangan dan pantangan diukur dan

dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial, budaya, religi bahkan nilai-nilai ekologi.

Terminologi pantangan terkait dengan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam

nilai-nilai kultural dan religi, sedangkan larangan mengacu kepada hal-hal yang

tidak diperbolehkan yang berhubungan dengan kepentingan langsung masyarakat,

karena dianggap berdampak atau berpengaruh besar.

Pemanfaatan hutan oleh masyarakat nagari sendiri diutamakan bagi perluasan

lahan pertanian (clearing it for agriculture) dengan mempertimbangkan

Page 42: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

25keberlangsungan dan keseimbangan alam, seperti dilihat dalam pepatah adat; nan

bancah ditamani banieh, nan kareh dibuek ladang (nan basah ditanam benih, nan

keras dibuat ladang). Prinsip pemanfaatan ulayat yang menempatkan sesuatu

pada keseimbangan alam kemudian melandasi pola peruntukan lahan baik itu

untuk persawahan, perladangan.

Fungsi utama hutan di nagari adalah sebagai parak dan ladang. Oleh karena itu,

pemanfaatan hutan secara langsung baik itu hasil hutan kayu maupun non kayu

sebagai sumber mata pencaharian (gathering forest product) bukanlah hal yang

utama. Pemanfataan hasil hutan oleh masyarakat merupakan mata pencaharian

komplementer, dimana pertanian dan perladangan sebagai mata pencaharian

utama.

Page 43: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

26

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-April 2018. Penelitian dan

pengambilan data dilakukan di hutan Nagari Sirukam Kecamatan Payung Sekaki

Kabupaten Sirukam Provinsi Sumatera Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Responden penelitian ini adalah pengurus beserta anggota lembaga LPHN

(Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari), KAN (Kerapatan Adat Nagari), dan

pengurus desa/nagari. LPHN merupakan suatu lembaga kemasyarakatan nagari

yang bertugas untuk mengelola hutan nagari, sedangkan KAN adalah suatu

lembaga yang mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan adat. Alat

yang digunakan pada penelitian meliputi alat tulis, komputer, panduan

wawancara/kuisioner, alat perekam dan kamera.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena realitasnya merupakan

hasil konstruksi secara lokal dan spesifik, serta hubungan antara peneliti dan yang

diteliti bersifat interaktif yang tidak bisa dipisahkan (Soewadji, 2012). Metode

yang digunakan adalah metode studi kasus. Ciri khas metode studi kasus adalah

Page 44: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

27tidak mempertimbangkan berapa banyak contoh suatu populasi, mengkaji secara

detail satu atau lebih program, kejadian, aktifitas. Studi kasus bukan untuk

menguji teori, sehingga peneliti tidak berpegang pada suatu teori dari awal

sampai dengan pengumpulan data (Soewadji, 2012).

3.3.1 Metode pengambilan responden

Pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling. Metode purposive sampling merupakan metode penarikan sampel yang

memandang dari sudut pandang subjektivitas peneliti (Eriyanto, 2007). Hasil dari

penelitian ini hanya sebatas untuk menjelaskan sampel. Metode ini masuk ke

dalam pendekatan nonprobabilitas. Metode purposive sampling digunakan untuk

mendapatkan informasi dari ketua, sekretaris dan bendahara lembaga LPHN dan

KAN, dikarenakan ketua sekretaris dan bendahara merupakan informasi kunci

dalam penelitian ini. Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 6 orang

yang terdiri atas pengurus LPHN dan pengurus KAN. Kriteria responden yang

diambil adalah yang sedang menjabat dalam kepengurusan kelembagaan.

3.3.2 Jenis data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

didapatkan peneliti dari informan, responden, hasil pengamatan di lapangan. Data

primer yang dikumpulkan adalah, mengenai hutan nagari, aturan adat di

hutannagari, llembaga pengelolaan hutan nagari dan kerapatan adat nagari. Data

sekunder diperoleh dari dokumen, studi literatur, data statistik, laporan-laporan

dari instansi resmi pemerintah dan data pendukung lainnya yang ada di nagari.

Page 45: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

28Informan adalah subjek yang telah lama tinggal dan aktif di lokasi penelitian serta

memiliki pengetahuan dan wawasan terhadap kajian. Informan tersebut adalah

niniak mamak, anggota masyarakat, orang atau tokoh adat maupun tokoh nagari

yang berpengaruh ditengah masyarakat serta ketua dan pengurus lembaga lokal

masyarakat.

3.3.3 Metode pengumpulan data

Metode yang dilakukan peneiliti dalam pengambilan data adalah wawancara,

observasi (pengamatan langsung), pengumpulan data dokumentasi.

3.3.3.1 Wawancara mendalam

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang fokus yang diteliti.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah

disusun. Wawancara dilakukan terhadap informan (panghulu suku, dubalang,

wali nagari, ketua KAN, atau kepala keluarga). Materi yang ditanyakan

berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan pokok mengenai kelembagaan lokal

dalam pengelolaan sumber daya hutan, nilai, norma/aturan, struktur sosial yang

berkaitan dengan pengelolaan sumber daya hutan.

3.3.3.2 Pengamatan langsung (observasi)

Menurut Sugiyono (2012), pengamatan langsung dilakukan dalam kehidupan

masyarakat maupun kondisi di lapangan. Pengamatan dilakukan terhadap

penerapan aturan nagari serta peran dubalang dan panghulu, dan niniak mamak

terhadap penegakan aturan nagari dalam pengelolaan hutan. Pengamatan juga

Page 46: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

29difokuskan kepada kegiatan yang menerapkan norma dan nilai yang ada di

kelembagaan hutan Nagarai Sirukam.

3.3.3.3 Studi dokumentasi

Menurut Eriyanto (2007) studi dokumentasi merupakan suatu metode

pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen

yang berkaitan dengan topik penelitian. Pengumpulan data dengan menggunakan

metode ini menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan

berdasarkan perkiraan (Sudjarwo dan Basrowi, 2009). Dokumen-dokumen

tersebut berupa

3.3.4 Analisis data

Data yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan melalui beberapa

tahapan. Menurut Cesario (2014) tahapan-tahapan pengolahan data adalah.

1. Pemeriksaan data, tujuan dilakukannya pemeriksaan data untuk mengetahui

kelengkapan data dan kepastian data apakah sesuai dengan permasalahan yang

diteliti.

2. Klasifikasi data, dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan

permasalahan yang diteliti

3. Sistemasi data, dilakukan dengan cara menyusun dan menempatkan data pada

tiap kelompok. Tujuan dilakukan klasifikasi dan sistemasi data adalah untuk

mempermudah pembahasan karena data yang tersusun telah di klasifikasi dan

disistemasi sehingga pembahasan data lebih akurat dan sistematis.

Page 47: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

30Jenis data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif

yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh dari wawancara

diwujudkan dalam bentuk tulisan atau paparan serta ditransformasi ke dalam ben-

tuk tabel dan diagram (Sudjarwo dan Basrowi, 2009).. Analisis ini menjelaskan

penelitian yang bersifat apa adanya karena data dalam keadaan sewajarnya.

Menurut Bungin (2003) penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk

mengambarkan karakerisik populasi atau menarik generalisasi kesimpulan yang

berlaku bagi suatu populasi, melainkan lebih terfokus kepada refresentasi terhadap

fenomena sosial. Data yang diperoleh dari wawancara diwujudkan dalam bentuk

tulisan atau paparan serta ditransformasi ke dalam bentuk tabel.

Page 48: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

68

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pengelolalaan hutan bagi masyarakat Nagari Sirukam aturan adat dan aturan

yang dibuat oleh LPHN. Aturan tersebut berupa tertulis dan tidak tertulis.

Aturan tertulis dibuat oleh KAN dan LPHN. Aturan tidak tertulis berupa

falsafah dalam pemanfaatan lahan atau sumberdaya alam yaitu “Nan Bancah

Jadiakan Sawah, Nan Lereang Jadikan Parak” yang artinya lahan yang di aliri

air digarap untuk dijadikan sawah sedangkan yang miring untuk dijadikan

kebun dan ladang”. Selain itu juga terdapat aturan adat dalam pengelolaan

hutan.

2. Kelembagaan lokal Nagari Sirukam mempunyai peranan yang penting terhadap

pengelololaan hutan Nagari Sirukam yang dilihat dari dampak positif yang

dirasakan masyarakat atas keberadaan hutan Nagari Sirukam. Selain itu

kelembagaan lokal nagari juga bertanggung jawab atas pengelolaan hutan.

5.2 Saran

Perlu adanya penguatan terhadap kelembagaan agar didapatkannya kelembagaan

yang solid, anggota yang aktif dan bertanggung jawab atas tugas yang diemban.

Page 49: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B., Chan, S., Nasfi, Yandri, E., Suarman, B., Putra, M. E., Batuah, K.,Mangkuto, M. K., Salim, H. dan Muchlis, M. 2008. Manajemen Suku.Buku. Lubuk Agung. Bandung. 263 hlm.

Aris, Lumangkun, A. dan Nugroho, J. R. 2014. Peranan lembaga adat dalampenyelesaian konflik lahan pada hutan adat di desa engkode kecamatanmukok kabupaten sanggau. Jurnal Hutan Lestari. 2(1) : 341-347.

Ariyanto, Rachman, I. dan Toknok, B. 2014. Kearifan masyarakat lokal dalampengelolaan hutan di desa rano kecamatan balaesang tanjung kabupatendonggala. Jurnal Warta Rimba. 2(2) : 84-91.

Aulia, T. O. S. dan Dharmawan, A. H. 2010. Kearifan lokal dalam pengelolaansumberdaya air di kampung kuta. Jurnal Transdisiplin Sosiologi,Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 4(3) : 345–355.

Awang, S. A., Wahyu T.W, Bariatul H., Ambar A., Ratih M.S, Solehudin danAntonius N. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat DesaHutan. Buku. Center For International Forestry Research (CIFOR). Bogor.158 hlm.

Berwin, Golar dan Sustri. 2014. Analisis kelembagaan pengembangan hutan adatdesa toro kecamatan kulawi kabupaten sigi provinsi sulawesi tengah. JurnalWarta Rimba. 2(1) : 73-80.

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitaif: Pemahaman Filosofis danMetodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Buku. PT Raja GrafindoPersada. Jakarta. 262 hlm.

Cesario, A. E. 2014. Partisipasi Kelompok Masyarakat dalam Pelestarian HutanMangrove di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai KabupatenLampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm.

Eriyanto. 2007. Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Buku. PT. LkiS PelangiAksara. Yogyakarta. 362 hlm.

Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Buku. PT Gramedia PustakaUtama. Jakarta. 185 hlm.

Page 50: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

70Fauzi, H. 2012. Pembangunan Hutan Berbasis Kehutanan Sosial. Buku. Karya

Putra Darwati. Bandung. 347 hlm.

Febryano, I. G., Suharjito, D., Darusman, D., Kusmana, C. dan Hidayat, A. 2015.Aktor dan relasi kekuasaan dalam pengelolaan mangrove di kabupatenpesawaran, provinsi lampung, indonesia. Jurnal Analisis KebijakanKehutanan. 12(2) : 125-142.

Firmansyah, N., Gantika, N. dan Ali, M. 2007. Dinamika Hutan Nagari DitengahJaring-Jaring Hukum Negara. Buku. Perkumpulan untuk PembaharuanHukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) dan Perkumpulan Qbar.Jakarta. 109 hlm.

Hakim, I. S., Irawanti, Murniati, Sumarharni, A., Widiarti, R., Effendi, M.,Muslich dan Rulliaty, S. 2010. Social Forestry: Menuju RestorasiPembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Buku. Pusat Penelitian danPengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor. 134 hlm.

Hamzah, Suharjito, D. dan Istomo. 2015. Efektivitas kelembagaan lokal dalampengelolaan sumber daya hutan pada masyarakat nagari simanau, kabupatensolok. Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 2(2) : 117-128.

Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Buku. C.V Andi. Yogyakarta.308 hlm.

Iqbal, M. dan Septiana, A. D. 2018. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu olehmasyarakat lokal di kabupaten sanggau, kalimantan barat. Jurnal PenelitianEkosistem Dipterokarpa. 4(1) : 19‐34.

Kartodihardjo, H. 2006. Masalah kapasitas kelembagaan dan arah kebijakankehutanan: studi tiga kasus. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 7(3) : 14-25.

Keraf, A. S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Buku. Kompas Media Nusantara.Jakarta. 408 hlm.

Kusnandar, Padmaningrum, D., Rahayu, W. dan Wibowo, A. 2013. Rancangbangun model kelembagaan agribisnis padi organik dalam mendukungketahanan pangan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 14(1) : 92-101.

Lewerissa, E. 2015. Interaksi masyarakat sekitar hutan terhadap pemanfaatansumberdaya hutan di desa wangongira, kecamatan tobelo barat. JurnalAgroforestri. 9 (1) :10-20.

Magdalena. 2013. Peran hukum adat dalam pengelolaan dan perlindungan hutandi desa sesaot, nusa tenggara barat dan desa setulang, kalimantan timur.Jurnal Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 10(2) : 110-121.

Page 51: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

71Mardhiah, A., Supriatno dan Djufri. 2016. Pengelolaan hutan berbasis kearifan

lokal dan pengembangan hutan desa di mukim lutueng kecamatan manekabupaten pidie provinsi aceh. Jurnal Biotik. 4(2) : 128-135.

Maryudi, A. 2014. An innovative policy for rural development? rethinkingbarriers to rural communities earning their living from forest in indonesia.Jurnal Ilmu Kehutanan. 8(1) : 50-64.

Masria, Golar dan Ihsan, M. 2015. Persepsi dan sikap masyarakat lokal terhadaphutan di desa labuan toposo kecamatan labuan kabupaten donggala. JurnalWarta Rimba. 3(2) : 57-64.

Meilby, H., Smith, H. C., Byg, A., Larsen, H. O., Nielsen, O. J., Puri, L. danRayamajhi, S. 2014. Are forest incomes sustainable? firewood and timberextraction and productivity in community managed forests in nepal.Journal World development. 64 (1) : S113–S124.

Mondo, A., Akhbar, J. dan Golar. 2016. Kelembagaan hutan desa di loncakecamatan kulawi kabupaten sigi. Jurnal Warta Rimba. 4(2) : 76-81.

Muchtar, M. 2011. Alam Takambang Jadikan Guru. Buku. Yayasan NuansaBangsa. Jakarta. 342 hlm.

Nasrul, W. 2013. Peran kelembagaan lokal ada dalam pembangunan desa. JurnalEkonomi Pembangunan. 14(1) : 102-109.

Nugraha, A. dan Murtijo. 2005. Antropologi Kehutanan. Buku. Wana Aksara.Banten. 189 hlm.

Nugroho, A. 2011. Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam Pelestarian HutanAdat di Pekon Bedudu Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 87 hlm.

Nurrochmat, D. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan: Upaya Menyelamatkan Rimbayang Tersisa. Buku. Pustaka Belajar. Yogyakarta. 178 hlm.

Nursidah. 2012. Pengembangan institusi untuk membangun aksi kolektif lokaldalam pengelolaan hutan kawasan lindung swp das arau, sumatera barat.Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 18(1) : 8–30.

Ohorella, S., Suharjito, D. dan Ichwandi, I. 2011. Efektivitas kelembagaan lokaldalam pengelolaan sumber daya hutan pada masyarakat rumahkay di serambagian barat, maluku. Jurnal Manajemen Hutan Tropis. 17(2) : 49-55.

Oktoyoki, H. 2016. Kelembagaan Adat dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan(Studi Kasus pada Masyarakat Kerinci). Tesis. Institut Pertanian Bogor.Bogor. 74 hlm.

Page 52: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

72Oktoyoki, H., Suharjito, D. dan Saharuddin. 2016. Pengelolaan sumberdaya hutan

di kerinci oleh kelembagaan adat. Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian danLingkungan. 3(1) : 39-51.

Ostrom, E. 2005. Doing institutional analysis : digging deeper than market andhierarchies. Springer Science and Business Media. 819-848.

Palmolina, M. 2014. Peranan hasil hutan bukan kayu dalam pembangunan hutankemasyarakatan di perbukitan menoreh (kasus di desa hargorejo, kokap,kulon progo, d.i yogyakarta). Jurnal Ilmu Kehutanan. 8(2) : 117-125.

Pasaribu, L. O. 2007. Kelembagaan Pengelolaan Tana’ Ulen pada MasyarakatDayak Kenyah di Pampang Kecamatan Samarinda Utara, KalimantanTimur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hlm.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9. 2000. Ketentuan PokokPemerintahan Nagari. Buku. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat.Padang. 12 hlm.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2. 2007. Pokok-PokokPemerintahan Nagari. Buku. Pemeritah Daerah Provinsi Sumatera Barat.Padang. 17 hlm

Peraturan Nagari Sirukam Nomor 9. 2014. Lembaga Pengelola Hutan Nagari(LPHN) Sirukam. Buku. Pemerintah Nagari Sirukam. Sirukam. 12 hlm.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83. 2016.Perhutanan Sosial. Buku. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Jakarta. 45 hlm.

Pokharel R K, Neupane P R, Tiwari K R, dan Köhl M. 2014. Assessing thesustainability in community based forestry: a case from nepal. JournalForest Policy and Economics. 58 : 75-84

Qurniaty, R., Duryat dan Kaskoyo, H. 2018. Penguatan kelembagaan pengelolaanhutan desa di sekitar gunung rajabasa, lampung. Jurnal Sakai Sambayan.1(3) : 80-86.

Rahmina, Sofia, Y., Marbyanto, E. dan Mustofa, A. 2012. Tata Cara danProsedur Pengembangan Program Pengelolaan Hutan BerbasisMasyarakat dalam Kerangka Undang-undang No. 41 Tahun 1999. Buku.Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Forestand Climate Change Programme (FORCLIME). Jakarta. 43 hlm.

Ridwan, N. A. 2007. Landasan ilmu kearifan lokal. Jurnal Studi Islam danBudaya. 5(1) : 27-38

Page 53: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

73Safira, G. C., Wulandari, C. dan Kaskoyo, H. 2017. Kajian pengetahuan ekologi

lokal dalam konservasi tanah dan air di sekitar taman hutan raya wan abdulrachman (studi kasus di desa bogorejo kecamatan gedong tataan). JurnalSylva Lestari. 5(2) : 23-29.

Sardjono, M. A. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik,dan Kelestarian Sumberdaya. Buku. Debut Press. Yogyakarta. 300 hlm.

Sari, N., Golar dan Toknok, B. 2013. Kelembagaan kelompok tani hutan programpendampingan scbfwm disekitar sub daerah aliran sungai miu (kasus desapakuli kecamatan gumbasa kabupaten sigi). Jurnal Warta Rimba. 1(1) : 9-16.

Sartini. 2004. Menggali kearifan lokal nusantara sebuah kajian filsafat. JurnalFilsafat. 37(2) : 191-201.

Situmorang, R. O. P. dan Simanjuntak, E. R. 2015. Kearifan lokal pengelolaanhutan oleh mayarakat sekitar taman wisata alam sicike-cike, sumatera utara.Jurnal Widyariset. 18(1):145–154.

Soewadji, J. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Buku. Mitra Wacana Media.Jakarta. 218 hlm.

Sudarsono, D. 2016. Panduan Monitoring dan Evaluasi PHBM (PengelolaanHutan Berbasis Masyarakat). Buku. Yayasan Masyarakat Nusa Teggara(SAMANTA). Mataram. 95 hlm.

Sudjarwo dan Basrowi. Manajemen Penelitian Sosial. Buku. CV Mandar Maju.Bandung. 356 hlm.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Buku. Alfabeta. Bandung. 234hlm.

Sumaryono, H. M., Agrianto, R., Peday, H. F. Z. dan Rahawarin, Y. Y. 2017.Potensi dan Pengembangan Hutan Lindung Ayamaru. Buku. Yogyakarta.123 hlm.

Suteja, P. 2014. Hubungan progam pengelolaan hutan bersama masyarakatterhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Jurnal Ilmiah PendidikanGeografi. 2(1) : 39-48.

Suwarti, Soeaidy, M. dan Suryadi. 2015. Implementasi perencanaan pengelolandan pemanfaatan hutan desa di kabupaten gunung kidul. Jurnal Reformasi.5(1) : 195-203

Wanane, A. P. 2008. Kajian Kelembagan Pengelolaan Kawasan Cagar AlamBerbasis Masyarakat Adat di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Tesis.Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 109 hlm.

Page 54: Nathasya Prividisa Rubynski PERAN KELEMBAGAAN LOKAL …digilib.unila.ac.id/51409/6/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · bertambahnya keterampilan masyarakat dengan adanya pelatihan

74

Wasistiono, Sadu dan Tahrir, I. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Buku. FokusMedia. Bandung. 210 hlm.

Wollenberg, E., Edmunds, D., Buck, L., Fox J. dan Brodt, S. 2005. PembelajaranSosial dalam Pengelolaan Hutan Komunitas. Buku. Bogor. Pustaka Latin.264 hlm.

Wulandari C., Bintoro A., Rusita, Santoso T., Duryat, Kaskoyo H., Erwin danBudiono P. 2018. Community forestry adoption based on multipurpose treespecies diversity towards to sustainable forest management in icef ofuniversity of lampung, indonesia. Jurnal Biodiversitas. 19(3) : 1102-1109.

Wulandari, C. dan Inoue, M. 2018. The importance of social learning for thedevelopment of community based forest management in indonesia: the caseof community forestry in lampung province. Journal Small-Scale Forestry.17(3) : 361–376.

Yuzastra, D. 2010. Peranan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam ProsesPenyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Kecamatan Kuranji KotaPadang. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. 98 hlm.