Nahla Punya Referat

24
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah keadaan emergency yang membutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat. Gejalanya dapat menyerupai stroke akute, meskipun ada banyak perbedaan gejala. HE dapat terjadi pada semua umur, tetapi biasanya terjadi pada usia muda daripada usia 50 tahun. Adanya Hipertensi akut dibutuhkan untuk diagnosis, dengan tekanan darah lebih tinggi dari 240/140 mmHg. Meskipun hipertensi lebih sering terjadi pada stroke akut, ini tidak selalu dengan derajat yang extrim. Hipertensi berat ini dapat lebih dulu merusak batas normal autoregulasi cerebrovascular, pengantaran ke cerebral hyperperfusion, bertambahnya permeabilitas vaskular, dilatasi pembuluh darah cerebral, edema cerebral dan perdarahan. Infark jarang terlihat. 1,2 Menurut JNC 7 (The Joint National Committee on Prevention, Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) hipertensi diklasifikan sebagai berikut: 3 Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi 3 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal <120 <80 1 |

description

referat

Transcript of Nahla Punya Referat

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah keadaan emergency yang

membutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat. Gejalanya dapat menyerupai

stroke akute, meskipun ada banyak perbedaan gejala. HE dapat terjadi pada semua

umur, tetapi biasanya terjadi pada usia muda daripada usia 50 tahun. Adanya

Hipertensi akut dibutuhkan untuk diagnosis, dengan tekanan darah lebih tinggi

dari 240/140 mmHg. Meskipun hipertensi lebih sering terjadi pada stroke akut, ini

tidak selalu dengan derajat yang extrim. Hipertensi berat ini dapat lebih dulu

merusak batas normal autoregulasi cerebrovascular, pengantaran ke cerebral

hyperperfusion, bertambahnya permeabilitas vaskular, dilatasi pembuluh darah

cerebral, edema cerebral dan perdarahan. Infark jarang terlihat.1,2

Menurut JNC 7 (The Joint National Committee on Prevention,

Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) hipertensi

diklasifikan sebagai berikut:3

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi3

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal <120 <80Pre-Hipertensi 120-139 80-89Hipertensi stage 1 140-159 90-99Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079

Gejalanya umumnya berkembang lebih lambat daripada stroke akut dan

biasanya non spesifik, misalnya sakit kepala, mual dan muntah. Gejala pada

penglihatan umumnya penglihatan kabur, kehilangan penglihatan dan kebutaan. 1

Seperti pada perkembangan ensefalopati, pasien menjadi Agitasi, gelisah,

mengantuk, bingung dan disorientasi. Kejang adalah sebuah komplikasi yang

sering terjadi pada hipertensi ensefalopati baik fokal ataupun general. General

1 |

hiperfleksi juga sering terjadi, dan pada pemeriksaan funduscopy biasanya terlihat

perdarahan, eksudat dan papile edema. Defisit fokal motorik ataupun sensorik

jarang terjadi tetapi biasanya di dapat dari kejang, edema, perdarahan ataupun

iscemia.1

CT scan pada kepala dapat terlihat edema cerebral yang difuse. MRI lebih

sensitif untuk melihat kelainan. Gejala Neurologi maupun radiologi dapat dilihat

dengan penanganan yang tepat pada hipetensi. 1

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena kenaikan

tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan autoregulasi otak.

Hal ini dikenal dengan ensefalopati hipertensi 4,5,6.

2 |

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah sindrom klinik akut reversibel yang

disebabkan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui

batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya

mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada

penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau

225 mmHg 4.

Ensefalopati hipertensi merupakan komplikasi neurologi yang diakibatkan

peningkatan mendadak tekanan darah dan digolongkan dalam hipertensi

emergensi. Ensefalopati hipertensi dapat didefinisikan sebagai sindrom serebral

akut yang terjadi sebagai hasil kegagalan autoregulasi vaskular serebral,

meningkat pada penghancuran sawar darah otak dan edem serebral. Mekanisme

pasti yang menyebabkan hilangnya fungsi endothelial belum diketahui. 6

2.2. Epidemiologi

Ensefalopati Hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan

riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa

1,8-28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi.

Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang menderita hipertensi,

kurang dari 1 % mengidap hipertensi emergensi. Di Indonesia belum ada laporan

tentang kejadian ini. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati

hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang dialami Perbandingan antara

wanita dan pria, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi, angka

prevalensi pria 6,0% sedangkan wanita 11,6%. Selain itu, diteliti bahwa insiden

hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada

orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk

menderita ensefalopati hipertensi 2,5,6.

3 |

2.3. Etiologi

Adapun etiologi dari ensefalopati hipertensi disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Penyebab ensefalopati hipertensi

Sumber: Cermin dunia kedokteran, hal. 175

Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai

penyakit antara lain penyakit hipertensi kronik dengan penyebab apapun,

glomerulis nefritik akut khususnya setelah infeksi, eklamsi, Renovascular

hipertensi, post coronary artery bypass hypertension. Ensefalopati hipertensi lebih

sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama 2,5,6.

2.4. Patofisiologi

Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi

mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel).

Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120

mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi

vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan

endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan

4 |

darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat

menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi

eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam

pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati)1.

Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:

2.4.1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulati on theory of

hypertensive encephalopathy)

Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol

yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan

iskemi akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid,

dan perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah

otak sehingga dapat timbul edema otak 4.

2.4.2. Kegagalan autoregulasi (the breakthrough theory of hypertensive

encephalopathy)

Tekanan darah autoregulasi sehingga tinggi yang melampaui batas regulasi

dan mendadak menyebabkan kegagalan tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru

vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental (sausage string

pattern), tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel yang

dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang

akhirnya menimbulkan edema otak 4.

5 |

↑↑ Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

Endothelial permeability - Hyperperfusion- capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy (headache, nausea, vomiting, altered mental status, convulsion)

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami

perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,

sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg.

Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas

tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah

menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak 6.

6 |

Bagan 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan

Autoregulasi

Gambar 2.1 autoregulasi serebral berupa vasospasme

Gambar 2.2 Autoregulasi serebral berupa overdistention arteriol

Gambar 2.3 Dua hipotesis utama patofisiologi ensefalopati hipertensi

7 |

Pada kondisi normotensi, aliran darah otak tidak mengalami

perubahan, yakni nilai MAP antara 70-150 mmHg. Pada kondisi hipertensi

batasan MAP berubah ke tingkat yang lebih tinggi (110 dan 180 mmHg).

Faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi urgensi atau

emergensi masih belum diketahui secara pasti. Hal ini dihubungkan dengan

agen vasokonstriktor seperti norepinefrin, angiotensi II, vasopressin atau

endotelin.angiotensin II memiliki efek toksik terhadap dinding pembuluh

darah.6

Gambar 2.4 Autoregulasi pada individu normotensi dan dan hipertensi kronik

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 12

8 |

2.5. Manifestasi klinis

Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang

dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan

penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung

perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang

difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat

reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke.

Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan

hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis

berat muncul jika telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik

>125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada

jantung dan ginjal.2

Dalam hipertensi ensefalopati dengan papilledema pasien memiliki bukti

disfungsi otak difus seperti sakit kepala parah, muntah, penglihatan kabur, kejang

dan koma. 7,10

2.6. Penegakkan Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien

dengan peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah

hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan

anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan

target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah,

penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya,

penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya.1

Gambar 2.5 Alur pendekatan diagnosis pada apsien hipertensi

9 |

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 14

Pada banyak kasus , tetapi tidak semuanya, CSF dan Protein meningkat.

Lebih dari 100mg/dl. Dalam beberapa keadaan tapi ini tidak ada reaksi selular.

Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya

perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra

kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan

pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN

dan kreatinin) 5.

Gambar 2.5 Gambaran funduskopi pada hipertensi ensefalopati

10 |

Sumber : medScape. Hypertensive Ensepalopathy

Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema

pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat

pada bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak 5.

Gambar 2.6 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun dengan Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter yang terkonsentrasi pada bagian posterior otak

11 |

Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 9th Edition, halaman 823Hipertensi ensefalopati sering disalah interpretasikan sebagai gambaran

area infark yang besar ataupun demelinisasi, tetapi ini akan kembali normal dalam

beberapa minggu. 10

2.7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:

a. Stroke iskemik atau hemoragik

b. Stroke trombotik akut

c. Perdarahan intracranial

d. Encephalitis

e. Hipertensi intracranial

f. Lesi massa SSP

g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau

yang memiliki gejala serupa 1

Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan

darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan

ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas 6.

12 |

2.8 Terapi2

Berikut terapi farmakologi untuk penangan kegawatan akibat

hipertensi, termasuk ensefalopati hipertensi.

13 |

Tabel 2.3 Terapi hipertensi

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 17

14 |

Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah

pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan

dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur

dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan

tekanan darah arterial sebesar 20%-25% selama 1-2 jam dan tekanan darah

diastolic ke 100-110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial

memperburuk keadaan neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana

pengobatannya. Untuk obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya

labetalol, sodium nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah

terbukti efektif pada HE.2,10

Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling

adekuat tidak menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk

administrasi. Dosis inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis

intravena setiap 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis

sebesar 300 mg tercapai.2

Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat

(hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit).

Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting

dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi

intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO dan

produk metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau

koma. Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan

infus sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6

mcg/kg/min.2

Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1)

pada level perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran

darah ginjal dan ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala

gagal ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan

sampai maksimal 1,6 mcg/kg/min.2

Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5

mg/h dapat juga digunakan.2

15 |

Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena

tidak direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak

terkontrol dari tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan

renal.2

2.9 Prognosis

Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera

diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam

beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini

prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa 4.

16 |

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom klinik akut reversibel yang

dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui

batas autoregulasi otak.

Kejadian ensefalopati hipertensi merupakan keadaan gawat darurat yang

memerlukan penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas

dan permanen. Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan

darah secara mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi

respon vasokontriksi maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri.

Manifestasi klinik ensefalopati hipertensi ditandai dengan adanya nyeri

kepala hebat, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema

pada pemeriksaan funduskopi.

Penanganan ensefalopati hipertensi dilakukan dengan menurunkan

tekanan darah secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat

membaik. Jika penanganan terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat

menyebabkan kematian.

17 |

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzsimmond, Brian-Freud. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke in

Lange Current Diagnosis and Treatment. John C.M Brust. New York:

Lange medical books McGraw-Hill. 2007. 111.

2. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and

Reality. Roumanian Journal of Neurology 6/3. 2007:114-177. Available

from:

http://www.medica.ro/reviste_med/download/neurologie/2007.3/Neuro_

Nr-3_2007_Art-02.pdf [diakses 8 Agustus 2015 ]

3. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:

1079.

4. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of

Hypertension. Cairo: WHO regional Office for the Eastern

Mediterranean. 2005: 13-14.

5. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular .Cermin Dunia

Kedokteran, No. 157, 2007: 173-79. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_157_Neurologi.pdf [diakses 8

Agustus 2015]

6. Bonovich, David C. Chapter 9 Hypertension and Hypertensive

Encephalopathy Available from:

http://neurologiauruguay.org/home/images/hypertension%20and

%20hypertensive%20encephalopathy.pdf [diakses8 Agustus 2015]

7. Sharifian, Mostafa. Hypertensive Encephalophaty. In Irianian Journal of Child

Neurology. 2012. From:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3943026/ [diakses: 8

Agustus 2015]

8. Susanto, Irawan, MD, FAC. Hypertensive Encephalophaty in MedScape.

2015. From : http://emedicine.medscape.com/article/166129-overview#

[diakses: 8 Agustus 2015]

18 |

9. Majid, A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital

Library. 2004: 1-8. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisiologi-abdul

%20majid.pdf [diakses8 Agustus 2015]

10. Soetomenggolo, S. Taslim, Kelainan Neurologis pada penyakit sistemik. Sari

pediatri, Vol 6. No.1. 2004. Hal. 29

11. Ropper, Allan H. Martin A.samuel. Cerebrovascular Disease. In Ropper A

and Brown R.ed. .Adam and Victor’s Principle of Neurology 9th Edition.

Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2009: 822-24

12. Deviecasaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. Departemen

Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014: Medicinus.

Hal. 9-17

19 |