MPM Skenario 5..

download MPM Skenario 5..

of 15

description

Penyelenggaraan Makanan

Transcript of MPM Skenario 5..

PAPER MANAJEMEN PELAYANAN MAKANAN II Skenario Lima

Dosen pengampu : Nurmasari Widyastuti, S.Gz, M.Si

Disusun Oleh :Kelompok 10Arie Nisfu Andini22030112140028Eva Fadhilah22030112110038Muhana Rafika22030112140108Annisa Ratih22030112130042Cindy Annissa R22030112140100

JURUSAN S-1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG2014BAB IPENDAHULUAN

Gambaran Kasus

SMA A memberikan fasilitas pelayanan makan bagi siswanya yang tinggal di asrama. Jumlah siswa yang tinggal di asrama adalah 100 orang. Penyelenggaraan makan di asrama tersebut dikelola dengan sistem Swakelola. Adapun proses pengadaan bahan makanan basah dan kering dilakukan melalui proses tender dan sudah ditetapkan daftar spesifikasi bahan makanan. Bagian Urusan Tata Boga asrama mempunyai 10 orang karyawan, yang terdiri dari :1. Kepala Urusan Tata Boga (1 orang) dengan pendidikan S1 Manajemen.2. Bagian Administrasi Dapur (1 orang) dengan pendidikan SMA.3. Juru masak (3 orang) dengan pendidikan SMKK Tata Boga.4. Tenaga pembantu pelaksana (2 orang) dengan pendidikan SMPDapur yang dimiliki masih sederhana, dengan luas dapur 50 m2. Sudah tersedia 1 lemari pendingin dengan fasilitas chiller dan freezer untuk menyimpan bahan makanan segar dan makanan matang. Pengecekan suhu dan pembersihan lemari pendingin dilakukan dua minggu sekali. Distribusi makanan dilakukan dengan sistem sentralisasi. Pada suatu hari, hampir separuh siswa yang tinggal di asrama tersebut mengalami gejala keracunan seperti mual dan muntah setelah mengkonsumsi hidangan bistik ayam, puding dan melon yang disediakan oleh asrama pada saat makan siang yang disajikan secara prasmanan.

BAB IIISI

I. IDENTIFIKASI MASALAHBerdasarkan gambaran kasus yang ada, penyelenggaraan makan di asrama tersebut menurut Departemen Kesehatan RI sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.712/MEN.KES.PER/X/1986 yang tertuang pada bab VI Pasal 9 dan 10 dapat digolongkan sebagai jasa boga golongan A2, dimana penyelenggaraan makan tersebut memiliki kapasitas pelayanan makanan antara 50 - 250 orang dengan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja.1 Dalam hal ini ditemukan beberapa masalah yang terjadi antara lain menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari input, proses dan output:

A. Input1. Luas DapurPenyelenggaran makan di asrama tersebut mempunyai dapur dengan luas dapur 50 m2. Luas untuk tempat pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja pada pekerjaannya dengan mudah dan efisien agar menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan, serta luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 m2 untuk setiap orang bekerja.2,3Luas dapur = 50 m2Jumlah pekerja = 10 orangMaka : = 5 m2 per orang, artinya dapur tersebut memenuhi syarat untuk tempat pengolahan makanan.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)a. Kepala Urusan Tata BogaSeperti yang tergambar dalam kasus, kepala urusan tata boga yang mengelola penyelenggaraan makan di asrama tersebut merupakan lulusan S1 manajemen. Dalam hal pengelolaan sebuah organisasi atau sistem mungkin sangat cocok untuk ditempati lulusan S1 manajemen, namun hal ini kurang tepat apabila lulusan S1 manajemen menjadi Kepala Urusan Tata Boga yang harus bertanggungjawab mengenai keamanan, hygiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan. Hal ini mengenai tanggungjawab kepada konsumen akan keamanan makanan yang akan dikonsumsi. Kepala Urusan Tata Boga memegang peranan yang penting dalam sistem penyelenggaraan makanan di asrama dan memiliki tugas utama dalam pencegahan penyakit bawaan makanan. Mereka harus mengetahui secara baik tentang mikrobiologi pangan, kebijakan pangan, analisis risiko, HACCP, dan prosedur standar operasional. Pengetahuan-pengetahuan khusus yang harus dimengerti Kepala Urusan Tata Boga adalah peraturan pemerintah tentang usaha jasa boga, pengetahuan hygiene dan sanitasi karyawan, pengontrolan suhu dan kualitas bahan makanan, risiko bahaya bahan makanan, perawatan dan pengelolaan fasilitas dapur dengan tepat sebagai upaya pencegahan penyakit bawaan makanan.4b. Sistem SwakelolaSwakelola artinya sistem penyelenggaraaan makanan yang dilakukan menggunakan seluruh sumber daya yang disediakan oleh institusi tersebut begitu juga pengelolaan dan kebijakan yang berjalan di dalam insitusi. Keuntungannya adalah pengawasan dapat dilakukan di setiap langkah atau proses kegiatan secara langsung dan tenaga instansi banyak berperan. Sedangkan kelemahannya adalah untuk dapat melakukan seluruh proses kegiatan dibutuhkan tenaga dalam jumlah besar serta kualifikasi yang sesuai dan kebutuhan sarana dan prasarana termasuk peralatan masak dan peralatan makan yang besar.1Pada sistem swakelola ini, pihak instansi perlu memiliki kualifikasi atau kriteria pekerja yang baik dalam penyelenggaraan makan. Kualifikasi atau kriteria tenaga/karyawan pengolah makanan sebagai berikut2,3:a. Memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.b. Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokterc. Tidak mengidap penyakit menular seperti typhus, kolera, tbc dan lain lain atau pembawa kuman (carrier).d. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yangberlaku.

Terjadinya keracunan pada kasus diatas salah satunya bisa diakibatkan dari kontaminasi para pekerja atau ketidak sesuaian pekerja dengan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi. Kualifikasi pekerja ini sangat penting terkait dengan seringnya frekuensi pekerja untuk bersinggungan dengan bahan makan. Pada gambaran kasus tidak dijelaskan dengan spesifik bagaimana kondisi pekerja pada penyelenggaraan makan di asrama tersebut.

B. Proses1. Penyimpanan (Pengecekan suhu dan pembersihan lemari pendingin)Pada penyelenggaraan makan di asrama tersebut dilakukan setiap 2 minggu sekali. Hal ini perlu pengoreksian karena pengecekan suhu lemari pendingin harus dilakukan setiap 2 kali dalam sehari. Pembersihan lemari pendingin pun perlu dilakukan pengoreksian karena pembersihan lemari pendingin harus dilakukan setiap hari. Kejadian keracunan bisa terjadi karena pengecekan dan pembersihan lemari pendingin yang notabene dijadikan tempat penyimpanan bahan makanan tidak sesuai dengan anjuran yang telah ditentukan. Hal ini terkait dengan kondisi suhu yang tidak sesuai yang mengakibatkan tumbuh mikroba negatif, kontaminasi antar sesama bahan makanan di dalam lemari pendingin, ataupun kotaminasi antar bahan makanan dan tempat lemari pendingin itu sendiri. Selain itu hanya tersedia 1 lemari pendingin dengan fasilitas chiller dan freezer untuk menyimpan bahan makanan segar dan makanan matang. Sehingga beresiko terjadi kontaminasi silang. Bahan makanan segar mudah sekali rusak baik oleh sinar maupun suhu, maka bahan makanan segar harus disimpan dalam tempat yang dingin yaitu di lemari es atau pendingin. Ada beberapa syarat ruang penyimpanan dingin antara lain5:a. Suhu harus sesuai dengan jenis bahan makanan.b. Pengecekkan suhu harus dilakukan 2 kali sehari dan pembersihan lemari es dapat dilakukan setiap hari.c. Pencairan es pada lemari es harus dilakukan segera setelah terjadi pengerasan. Sebaiknya pihak foodservice memilih lemari es yang secara otomatis dapat mencairkan sendiri.d. Semua bahan makanan yang akan disimpan harus dibersihkan dan dibungkus dalam kontainer plastik atau aluminiumfoil.e. Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau tajam bersamaan dengan makanan yang tidak berbau.Dari uraian diatas, masalah yang paling krusial terjadinya keracunan pada asrama dalam penyelenggaraan makanan tersebut adalah mengenai kontaminasi makanan dan bahan makanan yang disebabkan karena pengecekan suhu dan pembersihan lemari pendingin yang tidak sesuai dengan anjuran hygiene dan sanitasi dalam system penyelenggaraan makanan serta penggunaan 1 lemari pendingin dengan fasilitas chiller dan freezer untuk menyimpan bahan makanan segar dan makanan matang sehingga beresiko terjadi kontaminasi silang

2. Pengolahan Masalah keracunan makanan kemungkinan dapat terjadi karena proses pengolahan yang tidak sesuai dengan standar. Pada kasus keracuanan ini makanan yang dimakan salah satunya adalah bistik ayam, proses pengolahan ayam yang belum mencapai suhu kematangan dapat menyebabkan keracunan karena mungkin bakteri patogen belum mati sehingga masih terdapat bakteri patogen seperti Salmonella spp., Bacillus cereus, Campylobacter Jenuni, E. Coli 0157.2H7 dan Shigella sp.6 Pada Pencapaian titik kritis suhu pemasakan merupakan hal yang sangat berkaitan dengan kualitas makanan. Standar suhu pemasakan untuk ayam sendiri yaitu suhu 165oF selama 15 detik untuk bahan unggas; makanan lain yang mengandung ikan, daging, unggas; ikan, unggas, pasta, dan daging.Selain itu kontaminasi dari penjamah dan peralatan dapur dapat menyebabkan kemungkinan kontaminasi ke makanan yang menyebabkan keracunan. Kurangnya perhatian pada hygiene perorangan, kebersihan, dan prosedur menjamah makanan. Penyakit infeksi dan menular seringkali ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi dari penjamah makanan. Beberapa jenis bakteri patogen yang berasal dari penjamah makanan yang berpotensi menyebabkan kontaminasi pada makanan sehingga menimbulkan kasus keracunan seperti bakteri patogen Salmonella typhi, Shigella, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogene, dan lain-lain.7Kontaminasi bakteri patogen juga dapat berasal dari alat yang tidak tersanitasi dengan baik. Hal ini karena bakteri patogen di alat dapat berpindah ke bahan makanan dan menyebabkan kontaminasi. Sanitasi bahan makanan ketika pencucian dan sanitasi dalam proses persiapan seperti pemotongan juga harus diperhatikan. Pemotongan bahan makanan berbeda jenis, misal daging dan sayur, yang dilakukan di tempat dan alat yang sama dapat menyebabkan kontaminasi silang antar bahan makanan.8

3. Distribusi dan PenyajianDistribusi dan penyajian makanan di asrama adalah dengan cara sentralisasi dan disajikan secara prasmanan. Sistem SentralisasiSistem sentralisasi dalam penyelenggaraan makan adalah semua kegiatan pembagian makanan yang dipusatkan pada suatu tempat dan penyajian makanan dilaksanakan langsung pada alat makan perorangan. Salah satu kekurangan pendistribusian makanan melalui sistem ini yaitu makanan sampai pada konsumen sudah dingin dan kurang menarik. Makanan yang suhunya tidak sesuai dengan karakteristik makanan tersebut mempunyai risiko untuk terkena kontaminasi mikroba. Sehingga suhu makanan pada saat penyajian perlu dijaga (holding). Hot holding dilakukan pada suhu 1400F atau lebih sedangkan untuk cold holding dilakukan pada suhu 41oF atau lebih rendah.7 Selain itu perlu diperhatikan perjalanan makanan dari dapur ke ruang penyajian, apakah makanan ditutup atau tidak, jika makanan tidak ditutup maka dapat terpapar atau mudah terkontaminasi dengan debu, bakteri atau lalat. .Dalam kasus ini disebutkan menu yang dihidangkan adalah bistik ayam, pudding, dan melon. Untuk pudding tidak ada masalah kontaminasi mikroba, karena pudding sangat rendah risikonya untuk terkena kontaminasi mikroba (dilihat dari karakteristik pudding yang rendah Aw-nya). Untuk bistik ayam, makanan tersebut mempunyai titik kritis yang harus diperhatikan. Salah satunya pada saat distribusi makanan. Dalam sistem sentralisasi kemungkinan hidangan akan mengalami perubahan suhu dikarenakan proses distribusi tersebut. Jika hal ini tidak diperhatikan maka akan terjadi kontaminasi mikroba pada bistik ayam yang mengalami perubahan suhu yang berarti ketika disajikan. Untuk itu perlunya perhatian khusus terhadap bistik ayam yang akan dihidangkan, dimana suhu bistik ayam 500C ketika disajikan

C. OutputMasalah yang terjadi adalah makanan yang menimbulkan gejala keracunan pada siswa di SMA A yakni bistik ayam, puding dan melon. Masalah ini disebabkan oleh makanan yang tidak terjamin keamanannya.

II. PEMECAHAN MASALAHMasalahStrategi Pemecahan MasalahUsulan KegiatanSasaran

A. INPUT

SDMa. Ketidaksesuaian kompetensi Kepala Urusan Tata Boga (S1 Manajemen) di Penyelenggaraan Makan Asrama SMA A

b. Kualifikasi pekerja dibagian Urusan Tata Boga Asrama SMA A

Melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah SMA A dan Kepala Urusan Tata Boga

Melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah SMA A dan Kepala Urusan Tata Boga

Advokasi kepada Kepala Sekolah untuk mengikutsertakan Kepala Urusan Tata Boga tersebut untuk pelatihan keamanan pangan sekaligus membuat GMP, SOP, dan HACCP terkait keamanan pangan.

Advokasi kepada Kepala Sekolah dan Kepala Urusan Tata Boga untuk mengadakan pelatihan keamanan pangan bagi pekerja di bagian Urusan Tata Boga.

Kepala Sekolah, Kepala Urusan Tata Boga

Semua pekerja di bagian Urusan Tata Boga Asrama A.

B. PROSES

Penyimpanana. Penyimpanan makanan segar dan matang dalam satu lemari pendingin risiko kontaminasi silangb. Pengecekan suhu dan pembersihan lemari pendingin dilakukan dua minggu sekaliPengolahana. Hygiene dan sanitasi penjamah makanan dan peralatan masak yang tidak sesuai standarb. Suhu optimal pemasakan yang tidak sesuai standarDistribusi&PenyajianKemungkinan adanya kontaminan biologis pada saat distribusi, penyajian makanan yang tidak tertutup (prasmanan), dan perubahan suhu selama pendistribusian

a. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) Food Serviceb. Membuat Peraturan Hygiene dan Sanitasi Food Servicec. Melakukan koordinasi dengan kepala urusan tata boga untuk menjalankan SOP Food Service dan menerapkan HACCP pada penyelenggaraan makanan asrama SMA A

a. Melakukan verifikasi suhu pada proses pengolahan makananb. Pembuatan Standar Operasional Prosedur Food servicec. Pembuatan Peraturan Hygiene dan Sanitasi d. Penerapan HACCP dan SOP dalam penyelenggaraan makananan asramae. Pengarahan kepada pekerja dapur tentang Food service (cara menyimpan bahan makanan ex. makanan matang ditempatkan di atas makanan segar; pengecekan suhu dan pembersihan lemari pendingin; hygiene dan sanitasi pekerja; distribusi dan penyajian makanan)

a. Kepala Urusan Tata Bogab. Pekerja tata boga, khususnya yang bertanggung jawab pada proses penyimpanan bahan, distribusi, dan penyajian makananc. Juru masak

Strategi Pemecahan Masalah1. Melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah SMA A dan Kepala Urusan Tata BogaKoordinasi yang dilakukan untuk membahas mengenai kompetensi dari Kepala Urusan Tata Boga itu sendiri karena bukan berasal dari latar belakang pendidikan yang berhubungan dengan pangan dan gizi. Sehingga perlu adanya pelatihan terkait mutu dan keamanan pangan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dari Kepala Urusan Tata Boga tersebut. Selain itu juga perlu ada pelatihan kepada para pekerja di bagian Urusan Tata Boga Asrama SMA A.

2. Membuat SOP Food ServiceSOP (Standar Operasional Prosedur) adalah dokumen tertulis yang memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. Untuk itu SOP juga dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (flow chart). Standar operasional prosedur sering juga disebut sebagai manual standar operasional prosedur yang digunakan sebagai pedoman untuk mengarahkan dan mengevalusi suatu pekerjaan.9 Untuk itu dalam penyelenggaraan makan asrama tersebut perlu adanya SOP sehingga ada keteraturan kerja dan proedur jelas mudah dipahami. Adanya SOP juga dapat menjamin adanya keselamatan dan keamanan baik petugas maupun makanan itu sendiri.

3. Membuat Peraturan Hygiene dan Sanitasi Food ServicePada hakekatnya hygiene dan Sanitasi mempunyai pengertian dan tujuan yang hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima. Hygiene adalah usaha kesehatan individu. Sedangkan sanitasi adalah usaha kesehatan lingkungan lebih banyak memperhatikan masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan.10Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada konsumen. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam Hygine dan sanitasi tersebut antara lain hygiene penjamah makanan, hygiene peralatan pengolah makanan serta sanitasi air dan lingkungan.10Untuk itu perlu adanya Hygiene dan Sanitasi dalam proses penyelenggaraan makanan tersebut sehingga dapat mencegah timbulnya gangguan kesehatan seperti keracunan yang terjadi pada asrama SMA A.

4. Menjalankan SOP dan HACCP dalam Food Service Asrama SMA AKoordinasi dengan Kepala Urusan Tata Boga dalam menjalankan SOP yang telah dibuat, harus ada komitmen dari setiap pekerja pada bagian Urusan Tata Boga tersebut untuk mengikuti standar operasional yang ada. Selain itu penerapan HAACP juga perlu dilakukan setelah semua petugas mendapatkan pelatihan terkait pengendalian bahaya tersebut.Usulan kegiatan1. Advokasi dengan Kepala Sekolah SMA A dan Kepala Urusan Tata Bogaa. TujuanMengikutsertakan Kepala Urusan Tata Boga dan pekerja dibagian urusan Tata Boga asrama ke pelatihan keamanan pangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.b. Langkah Kegiatan1) Menentukan jadwal pertemuan dengan Kepala Sekolah SMA A.2) Melaksanakan kegiatan advokasi.3) Merekomendasikan jenis pelatihan yang akan diikuti GMP, SOP, dan HACCPc. Indikator KeberhasilanAdanya penggantian Kepala Urusan Tata Boga dengan kualifikasi yang telah direkomendasikan serta kualifikasi para pekerja dibagian Tata Boga sesuai dengan kriteria yang diharapkan.d. Waktu PelaksanaanMengikuti jadwal pelatihan GMP, SOP, dan HACCP dari Dinas Kesehatan

2. Pembuatan SOP tentang Food servicea. TujuanTerciptanya penyelenggaraan makanan yang sesuai standar operasionalnya.b. Langkah1) Melakukan advokasi dengan Kepala Sekolah SMA A dan kepala urusan tata boga.2) Penyusunan SOP Food service oleh kepala urusan tata boga. c. Indikator KeberhasilanAdanya SOP Food service di Penyelenggaraan Makan Asrama SMA Ad. Waktu PelaksanaanSetelah pelaksanaan advokasi

3. Pembuatan Peraturan Hygiene dan Sanitasi tentang Food Servicea. TujuanMengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatannya lainnya.b. Langkah1) Melakukan advokasi dengan Kepala Sekolah SMA A dan kepala urusan tata boga.2) Penyusunan peraturan hygiene dan sanitasi oleh kepala urusan tata bogac. Indikator Keberhasilan1) Adanya peraturan hygiene dan sanitasi di Penyelenggaraan Makan asrama SMA A.2) Tenaga dapur menjalankan peraturan hygiene dan sanitasid. Waktu PelaksanaanSetelah pelaksanaan advokasi.

4. Penerapan HACCP serta pelaksanaan SOP dalam Penyelenggaraan Makanana. TujuanMenghasilkan makanan yang terjamin mutu dan keamanannya sehingga terhindar dari kasus keracunan makanan.b. Langkah1) Mengumpulkan petugas dapur untuk sosialisasi SOP yang baru.2) Koordinasi Kepala Urusan Tata Boga dan petugas dapur dalam penerapan HACCP serta SOP untuk penyelenggaraan makan asrama.c. Indikator Keberhasilan1) Tenaga Dapur Asrama SMA A memahami SOP Food service dan prosedur GMP, dan HACCP2) Tenaga dapur melaksanakan SOP3) Tidak adanya keracunan makanan di Penyelenggaraan Makan Asrama SMA Ad. Waktu pelaksanaan Setelah pembuatan SOP

III. Monitoring dan EvaluasiProses monitoring dilakukan untuk melihat apakah intervensi sudah dilaksanakan dengan tepat dan sesuai dengan penyelesaian masalah yang telah dirumuskan. Proses evaluasi dilakukan untuk meninjau apakah intervensi yang telah diberikan sudah tepat dan seberapa besar keefektifan atau dampak yang dihasilkan dari intervensi tersebut.

Usulan KegiatanMonitoringMetodeEvaluasi TargetWaktu TargetPelaksana

Advokasi dengan Kepala Sekolah SMA APelaksanaan advokasi

Waktu monitoring : selama dan setelah advokasiObservasiKepala Urusan Tata Boga dan pekerja di bagain taa boga mengikuti pelatihan keamanan panganH+7 kegiatan advokasiAhli Gizi

Pembuatan SOP tentang Food service

Pelaksanaan pembuatan SOPFood service

Waktu monitoring : saat pembuatan SOP

Observasi Penyelenggaraan Makan di Asrama SMA A sesuai SOP Foodservice yang telah di buatH+1 selesainya pembuatan SOPKepala Urusan Tata Boga

Pembuatan Peraturan Hygiene dan Sanitasi

Pelaksanaan pembuatan Peraturan Hygiene dan Sanitasi

Waktu monitoring : saat pembuatan SOP

Observasi1. Penyelenggaraan Makan di jalankan oleh dapur sesuai Peraturan Hygiene dan Sanitasi yang telah di buat 1. Tidak terjadi kontaminasi makanan

H+1 selesainya pembuatan PeraturanKepala Urusan Tata Boga

Penerapan SOP dan HACCP dengan Pengarahan dari Kepala Urusan Tata Boga

1. Pelaksanaan sosialisasi SOP baru1. Penerapan SOP dan HACCP

Waktu monitoring: selama proses penyelenggaraan makananObservasia. Tidak terjadi keracunan makananb. Tenaga dapur melaksanakan penyelenggaraan makan sesuai SOP c. Bahaya dapat dikendalikan melalui HACPPSatu bulan sekaliKepala Urusan Tata Boga

BAB IIIPENUTUP1. Kesimpulan Kasus adanya gejala keracunan yang terjadi pada siswa SMA A setelah mengkonsumsi hidangan bistik ayam, pudding dan melon yang disediakan oleh bagian penyelenggaraan asrama dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Setelah dianalisis melalui pendekatn faktor input, prose dan output dapat diketahui bahwa penyebabnya antara lain ketidaksesuaian kompetensi Kepala Urusan Tata Boga maupun kualifikasi pekerja dibagian Tata Boga tersebut, risiko kontaminasi silang dari penyimpanan bahan mentah dan segar karena hanya ada 1 lemari pendingin, pengecekan suhu dan pembersihan lemari pendingin yang dilakukan 2 minggu sekali, kurangnya hygiene dan sanitasi, tidak adanya SOP dalam penyelenggaraan makanan, dan masalah pada distribusi serta penyajian makanannya.Berdasarkan hal tersebut kami merekomendasikan usulan kegiatan berupa advokasi kepada Kepala Sekolah SMA A dan Kepala Urusan Tata Boga untuk mengadakan maupun mengikutsertakan pekerja dibagian Tata Boga dalam pelatihan kemanan pangan, pembuatan SOP, pembuatan peraturan hygiene dan sanitasi serta penerapan SOP dan HACCP dengan pengarahan Kepala Urusan Tata Boga.

DAFTAR PUSTAKA

0. Depdiknas.2007.ManajemenLayananKhusus:materidiklatpembinaankompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta0. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 71/Menkes/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.0. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga.0. Westgate Chick-fil-A. Job Description for Kitchen Supervisor. 2013:12. Available at: westgateohio.com/wp-content/uploads/2013/08/Kitchen-Supervisor.pdf. Accessed August 30, 2014.0. Mukrie NA, Ginting AB, Ngadiarti I, H A, Buadiarti N, A T. Manajemen Pelayanan Gizi Intitusi Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1990.0. Arisman MB. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: EGC; 2009.0. Payne-Palacio J, Theis M. Foodservice Management: Principles and Practices. 12th ed. New Jersey: Pearson Education Inc. 2012:7778.0. Farisyah N. Introduction to Food Sanitation and Hygiene. Available at: http://www.fim.edu.my/FRM112.pdf.0. Tambunan RM. Standar Operating Procedures (SOP). Jakarta : Maiestas Publishing; 2008.0. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI; 2013. Hal 63-65