Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

10

Click here to load reader

Transcript of Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

Page 1: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

1

KEGIATAN MONITORING DAN PERAWATAN DALAM RESTORASI LAHAN

Oleh:

MUHAMMAD WIHARTO Jurusan Biologi, FMIPA, Univ. Negeri Makassar

ABSTRAK

Faktor penting bagi keberhasilan restorasi lahan adalah adalah bagaimana memonitor proses restorasi serta merawat hasil yang telah diperoleh dari kegiatan tersebut, disamping itu juga bagaimana memperbaiki hal yang rusak atau belum lengkap dalam kegiatan restorasi lahan. Langkah monitoring lahan restorasi yang penting adalah: arahan yang jelas tentang restorasi lahan dapat ditiru dari sistem suksesi di alam; kegiatan monitor ditujukan untuk mengetahui apakah kegiatan merestorasi lahan telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan; kegiatan monitoring dan perawatan harus berlangsung secara kontinu; jika ditemukan masalah dalam restorasi lahan maka harus segera diambil tindakan untuk mengatasi masalah yang timbul; diantara indikator yang baik dalam restorasi lahan adalah tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik dan sehat, keanekaragaman spesies yang tinggi, perubahan ekosistem yang semakin stabil dan kondusif bagi pertumbuhan tumbuhan, dan kondisi tumbuhan yang semakin baik. Kata kunci: , monitoring, lahan, restorasi, suksesi

ABSTRACT

The important factor for the succes of land restoration is monitoring, nursing, and reparing activities. The important monitoring steps are: natural succession is a good guideline; monitoring activity is intended to know whether land restoration activity fitted to the planing; monitoring and nursing should be continually undertaken; if there is a problem, action should be taken to eliminate it; the good indicators of the succes of the land restoration are the plant growth healhty and vigorously, the ecosystem become more stable and conducive for plant to growth, and the plant condition become more good. Keywords: monitoring, land, restoration, succession.

A. Pendahuluan

Restorasi lahan yang rusak adalah kegiatan yang bersifat holistik. Kegiatan ini melibatkan

berbagai disiplin ilmu dengan tujuan agar lahan yang rusak terutama akibat aktivitas manusia

dapat pulih seperti semula. Pulih disini bermakna kembalinya keadaan ekosistem seperti sebelum

mengalami kerusakan, dengan kata lain seluruh komponen penyusun ekosistem baik yang biotik,

abiotik, beserta seluruh interaksi di antara komponen tersebut dapat berfungsi seperti semula.

Faktor penting bagi keberhasilan restorasi lahan adalah adalah bagaimana memonitor proses

restorasi serta merawat hasil yang telah diperoleh dari kegiatan tersebut, disamping itu juga

bagaimana memperbaiki hal yang rusak atau belum lengkap dalam kegiatan restorasi lahan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 2: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

2

(Haigh, 2000). Tulisan ini membahas kegiatan yang perlu dilakukan dalam monitoring dan

perawatan pada kegiatan restorasi lahan.

B. Monitoring Restorasi Lahan

1. Arah kegiatan Restorasi Lahan

Pada pelaksanaannya, kegiatan restorasi lahan memerlukan pedoman yang dapat

menunjukkan apakah kegiatan yang sedang dilaksanakan telah berjalan dengan benar, sehingga

pelaksana restorasi dapat berharap bahwa apa yang sedang dikerjakan akan berhasil.

Model keberhasilan restorasi yang baik dapat di lihat di alam, yaitu melalui proses suksesi.

Pemahaman tentang suksesi dapat dijadikan pedoman untuk menentukan arah dan perkembangan

restorasi lahan, sebab tujuan utama restorasi adalah mempercepat proses suksesi. Menurut

Pommeroy & Service (1992) proses suksesi akan mengakibatkan perubahan-perubahan di alam

sebagai berikut: (a) Meningkatnya tinggi dan ukuran komunitas tumbuhan.(b) Fisiognomi

tumbuhan menjadi bertambah kompleks. (c) Tumbuhan yang memiliki jangka waktu hidup yang

pendek akan digantikan oleh tumbuhan yang memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama. (d)

Keanekaragam spesies hewan dan tumbuhan, baik yang makro maupun mikro meningkat. (e)

Iklim mikro lingkungan lahan menjadi lebih lembab. (f) Tanah berkembang menjadi lebih

gembur dan subur.

2. Hal yang Di Monitor dan Indikator Keberhasilan Revegetasi

Pada Tabel 1 nampak hal-hal yang harus dimonitor selama restorasi dilaksanakan, juga

berbagai faktor yang perlu diamati untuk segera dikendalikan karena berpengaruh terhadap

keberhasilan restorasi. Kegiatan monitoring dibagi dalam tingkat individu, populasi dan

komunitas, serta ekosistem. Kegiatan monitoring ini sifatnya saling terkait satu sama lain, karena

perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain. Hasil monitoring dapat

dijadikan indikator apakah kegiatan restorasi telah sesuai dengan yang telah direncanakan.

Kondisi individu pohon yang baik dan sehat adalah salah satu indikator keberhasilan

revegetasi. Pada tahap awal kegiatan restorasi, kondisi invidu tumbuhan sangat rentan terhadap

berbagai faktor yang dapat menyebabkan tumbuhan tersebut sakit atau pertumbuhannya

terhambat, bahkan mati (Haigh, 2000). Oleh karena itu kegiatan monitoring harus dilakukan

dengan seksama pada tahap-tahap ini.

Daun adalah bagian dari tumbuhan yang mudah diamati sering sekali memberikan tanda-

tanda yang nyata terhadap adanya perubahan yang tidak sehat pada tumbuhan. Misalnya

perubahan warna daun menjadi kuning dapat mengindikasikan chlorosis, coklat mengindikasikan

nekrosis. Tumbuhan yang tumbuh dalam keadaan tertekan biasanya menghasilkan daun-daun

dengan ukuran lebih kecil dari yang normal. Daun yang menggulung dapat mengindikasikan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 3: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

3

tumbuhan kekurangan air, biasanya dimulai dari tajuk tumbuhan paling atas dengan hanya

beberapa tunas daun yang menunjukkan gejala. Namun gulungan akan semakin meluas pada

daun-daun lain jika stres terus berlangsung. Kekurangan air juga biasa ditunjukkan oleh gugurnya

daun yang berlebihan. Faktor kerusakan mekanis juga dapat mengakibatkan daun gugur (Innes,

1993).

Tabel 1. Kegiatan Monitoring di Area Restorasi

No Kegiatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

A. Monitoring individu tumbuhan Tinggi tumbuhan Diameter batang tumbuhan Luas tajuk tumbuhan Bagaimana kondisi perakaran tumbuhan? Perubahan warna, bentuk, maupun ukuran daun. Gugur daun Daun yang menggulung Apakah ada tumbuhan yang ditanam mati?

B. Monitoring populasi dan komunitas tumbuhan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Bagaimana survival seluruh spesies tumbuhan yang diintroduksi Apakah spesies-yang dimaksud dapat bereproduksi dan beregenerasi? Apakah ada koloni baru di areal restorasi? Apakah ada koloni baru yang telah beregenerasi? Pola kompetisi di antara tumbuhan. Pada kondisi lingkungan yang bagaimana kolonisasi tersebut terjadi Apa saja kebutuhan koloni tersebut untuk tumbuh dan berkembang? Spesies apa yang paling dominan? Bagaimana keanekaragaman spesies di area restorasi? Berapa produktivitas serasah di area restorasi? Apa saja kandungan kimia serasah di area restorasi?

C. Monitoring ekosistem tumbuhan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Bagaimana iklim mikro di area restorasi? Bagaimana keaneragaman organisme mikro flora dan fauna tanah? Bagaimana kondisi tanah di area restorasi dalam hal: pH, kadar air, hara, toksisitas? Apakah ada peningkatan kehadiran populasi serangga di area restorasi? Bagaimana kehadiran organisme penyerbuk tumbuhan seperti burung dan kelelawar di area restorasi? Selain spesies hewan di atas, spesies hewan apa lagi yang hadir di area restorasi Bagaimana siklus hara di area restorasi Bagaimana suhu udara di area restorasi bagaimana curah hujan di area restorasi bagaimana kelembapan di area restorasi Apakah kebakaran masih terjadi di area restorasi Apakah banjir masih terjadi area restorasi Apakah longsor masih terjadi di area restorasi

Data diolah kembali dari: Innes (1993); Setiadi (2003); Skousen (1998).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 4: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

4

Salah satu tanda sangat nyata terhadap mandegnya proses restorasi adalah keanekaragaman

hayati yang rendah di daerah restorasi. Hal ini akan mengakibatkan struktur tajuk menjadi

seragam, tidak berlapis-lapis sebagaimana yang ditemukan di area vegetasi alami, seperti di

hutan. Hal ini juga menunjukkan hadirnya satu atau hanya beberapa spesies tumbuhan yang

sangat dominan. Keanekaragaman spesies rendah juga mengakibatkan serasah di permukaan

tanah seragam, yang pada gilirannya mengakibatkan input hara yang seragam. Juga dalam

perakaran menembus lapisan tanah seragam, sehingga hara yang terserap pun hanya pada lapisan

yang sama (Setiadi, 2003).

Kompetisi adalah salah faktor yang harus diawasi. Kompetisi biasanya terjadi jika unsur

yang diperebutkan sangat terbatas atau jarak antara sautu tumbuhan sangat rapat. Unsur yang

dimaksud disini dapat berupa ruang, hara maupun air dari tanah, juga cahaya matahari (Barbour

at al., 1987).

Indikator restorasi lahan yang baik adalah memiliki lahan dengan produktivitas serasah yang

tinggi, dan memiliki kandungan senyawa kimia yang mudah terurai. Kondisi ini akan

menyebabkan serasah yang tertimbun pada permukaan tanah menjadi sedikit, sehingga memberi

keuntungan berupa ruang terbuka bagi spesies lain untuk dapat tumbuh. Selanjutnya masukkan

hara pada lahan restorasi dapat berlangsung terus sehingga dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan

yang ada.

Kandungan hara tanah yang semakin meningkat, tekstur tanah yang semakin kuat mengikat

air, pH tanah yang semakin netral adalah ciri dari ekosistem yang baik untuk pertumbuhan

tumbuhan. Diharapkan dengan semakin banyaknya organisme yang menempati area restorasi,

maka interaksi-interaksi di antara organisme ini dan juga dengan lingkungannya akan

menciptakan kondisi seperti yang dikemukakan di atas (Zeleznik & Skousen, 1996).

Penyakit yang timbul pada tumbuhan dapat disebabkan oleh virus , bakteri, maupun jamur.

Bahkan pada area restorasi penyakit berpotensi timbul akibat kadar kandungan kimia di

lingkungan restorasi (tanah, air, maupun udara) yang tinggi. Pada area yang direstorasi, penyakit

juga dapat timbul akibat kandungan hara tanah yang sangat kurang. Selain itu, interaksi diantara

faktor-faktor di atas juga dapat menyebabkkan penyakit pada tumbuhan.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan proses suksesi alami tidak dapat berlangsung, salah

satu diantaranya adalah seringnya timbul bencana baik yang alami maupun oleh faktor manusia

pada lahan restorasi, misalnya banjir, longsor, kebakaran, pencurian kayu, dan lain sebagainya.

Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ekosistem menjadi tidak stabil (Skousen et al., 1994)..

3. Waktu Pelaksanaan Monitoring Kegiatan Restorasi

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 5: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

5

Kegiatan monitoring dapat dilakukan pada beberapa periode, yaitu: (1) Setiap hari. (2)

Periode 6 bulan setelah revegetasi. (3) Periode 1 tahun setelah revegetasi. (4) Periode 2 tahun

setelah revegatasi. (5) Periode 3 tahun setelah revegetasi, dan (6) Periode setelah 3 tahun.

Pembagian periode ini bukan berarti bahwa kegiatan monitoring hanya dilaksanakan pada periode

tersebut, tetapi kegiatan monitoring harus dilaksanakan secara kontinu sejak pelaksanaan

restorasi. Monitoring yang dilakukan setiap hari untuk memastikan bahwa proses restorasi

berjalan dengan baik tanpa ada ganguan, dan jika terjadi maka tindakan penanggulangan dapat

segera diterapkan.

Monitoring Periode 6 bulan dan 1 tahun dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesuksesan

pertumbuhan vegetasi, sedangkan periode 1 dan 2 tahun untuk memastikan bahwa vegetasi yang

ada mampu beradaptasi pada lingkungan sehingga dapat memicu proses. Setelah periode 3 tahun,

pengamatan tetap dilaksanakan, namun diharapkan setelah periode ini vegetasi telah dapat

survive sehingga kegiatan monitoring tidak seketat sebelumnya, dan diharapkan pada akhirnya

proses suksesi akan berhasil, yaitu suksesi akan berlangsung secara alami tanpa perlu campur

tangan manusia dan kestabilan ekosistem dapat tercipta.

4. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Monitoring

Skousen, 1998) mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan monitoring dilakukan pada

seluruh lahan yang direstorasi. Hal yang diamati pada seluruh lahan ini adalah bagaimana kondisi

pertumbuhan seluruh tumbuhan yang ditanam untuk kegiatan restorasi. Pengamatan pada

seluruh lahan ini penting karena tumbuhan inilah kelak yang diharapkan akan memicu proses

suksesi, sehingga jika tumbuhan ini bermasalah maka harus segera diatasi. Disamping itu lokasi

dari tumbuhan ini telah diketahui berdasarkan perencanaan sebelum kegiatan penanaman

dilaksanakan, sehingga memudahkan untuk dimonitor.

Berbeda dengan spesies tumbuhan yang sengaja ditanam, maka pengamatan terhadap

spesies-spesies liar baik hewan maupun tumbuhan yang berhasil tumbuh pada lahan restorasi

dilakukan pada plot-plot yang dibuat pada lahan yang direklamasi. Jika di dalam plot yang

tumbuh juga terdapat di dalamnya tumbuhan yang sengaja di tanam untuk restorasi, maka

tumbuhan ini juga akan diamati. Pembuatan plot ini dimaksud untuk mengatasi masalah sulitnya

mengamati seluruh spesies liar yang berhasil tumbuh di lahan restosi, mengingat lahan restorasi

yang sangat luas. Plot yang dibuat harus sangat banyak sehingga dapat mencakup sebagian besar

lokasi. Ukuran dari plot bervariasi tergantung pada organisme apa yang akan diamati ( Skousen,

1998).

5. Pelaksanaan Kegiatan Monitoring

a. Kegiatan Monitoring Setiap Hari

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 6: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

6

Pada awal kegiatan revegetasi, posisi tempat biji ditanam diberi tanda, demikian juga

dengan anakan yang ditanam dalam bentuk jadi. Bahan yang digunakan untuk memberikan tanda

di lapangan haruslah bahan yang tahan terhadap perubahan lingkungan baik hujan maupun terik

matahari, dan penempatannya tidak boleh berubah di lapangan. Hal penting lainnya adalah

mencatat nama spesies yang ditanam, jumlah individu dari spesies yang ditanam, tinggi dari

setiap tumbuhan, diameter batang di bagian dasar, dan luas penutupan tajuk. Dengan demikian

pelaksanaan kegiatan monitoring akan jauh lebih mudah (Setiadi, 2003).

Kegiatan monitoring dilakukan dengan mengamati individu spesies tumbuhan (Tabel 1).

Jika ada tumbuhan yang rusak, maka harus diamati dan dievaluasi faktor-faktor yang membuat

tumbuhan tersebut rusak dan berdasarkan hal ini maka tindakan untuk mengatasi masalah

dilakukan. Hal yang sama dilakukan jika ditemukan ada tumbuhan yang mati, namun tidak

dilakukan tindakan perbaikan tetapi mengganti tumbuhan tersebut.

b. Monitoring periode 6 bulan setelah revegetasi

Hal yang dilakukan pada periode ini adalah memonitor: (1) individu spesies tumbuhan (2)

populasi dan komunitas tumbuhan; (3) Ekosistem tumbuhan, sebagaimana yang terdapat pada

Tabel 1.

c. Monitoring periode 1 tahun setelah revegatsi

Kegiatan yang dilakukan pada periode ini sama seperti yang dilakukan pada kegiatan

monitoring periode 6 bulan. Hanya pada periode ini juga telah dilakukan pengamatan terhadap

jenis-jenis tumbuhan yang telah berbunga maupun berbuah. Tumbuh-tumbuhah ini dicatat nama

spesiesnya dan jumlahnya.

d. Monitoring periode 2 tahun setelah revegatasi

Pada periode ini, dilakukan kegiatan yang sama dengan pada periode-periode sebelumnya,

namun dengan tambahan pengamatan terhadap tumbuhan-tumbuhan yang telah berhasil

menghasilkan anakan secara alami di area restorasi. Jumlah dan nama spesies dari tumbuhan

tersebut dicatat. Pada periode ini juga mulai dilakukan pengukuran terhadap panjang akar.

e. Monitoring periode 3 tahun setelah revegetasi

Seperti pada periode-periode yang lalu, maka pengamatan yang dilakukan pada periode

ini dilakukan sama. Setelah periode ini, maka dilakukan monitoring periode setelah 3 tahun.

Seluruh kegiatan monitoring yang telah dilaksanakan pada periode-periode sebelumnya dilakukan

pada periode ini.

6. Teknik Monitoring

Jumlah Tumbuhan. Menghitung jumlah tumbuhan dilakukan dengan menghitung jumlah

batang dari setiap tumbuhan. Pada tumbuhan tertentu, jumlahnya sangat sulit dihitung karena sifat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 7: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

7

pertumbuhan dari tumbuhan tersebut. Misalnya tumbuhan rerumputan yang membentuk rumpun.

Tumbuhan demikian hanya dicatat nama spesiesnya dan menghitung luas penutupan tajuknya.

Luas penutupan tajuk. Mengukur luas penutupan tajuk dapat dilakukan dengan 2 cara. Cara

yang pertama biasanya diterapkan pada tumbuhan rerumputan dengan bantuan alat kuadrat. Luas

penutupan tajuk ditetapkan berdasarkan seberapa luas tajuk suatu tumbuhan menutupi daerah di

dalam kuadrat. Kuadrat yang digunakan untuk mengukur luas tajuk rerumputan sebaiknya

berukuran 1m x 1m. Hasil pengukuran selanjutnya ditransformasi ke skala Braun-Blanquet

(Barbour et al., 1987).

Cara yang kedua adalah dengan menghitung diameter terpanjang dari tajuk. Menurut

Barbour et al., (1987), cara ini terutama dilakukan pada tumbuhan semak yang tingginya masih

terjangkau oleh pengamat. Caranya adalah mengukur diameter terpanjang pertama dari suatu

tajuk tumbuhan dan kemudian menghitung diameter terpanjang kedua dari tajuk tumbuhan yang

sama.

Diameter batang dan tinggi tumbuhan. Pengukuran diameter batang dilakukan dengan

berbagai macam cara. Untuk tumbuhan yang masih kecil biasanya dilakukan dengan alat

Calipper, sedangkan untuk yang telah besar dilakukan dengan tali meteran. Pada tumbuhan yang

masih kecil pengukuran dilakukan pada bagian batang yang paling besar, dan biasanya ini

ditemukan di bagian pangkal batang. Pada tumbuhan yang telah besar pengukuran dilakukan

pada ketinggian batang setinggi dada atau 130 cm dari permukaan tanah. Pengukuran diameter

batang hanya dilakukan untuk pohon, sedangkan untuk semak dan herba tidak dilakukan, karena

pada semak, untuk satu tumbuhan memiliki banyak batang sedangkan herba tidak memiliki

batang berkayu (Kobayashi, 2001). Tinggi tumbuhan dapat diukur dengan berbagai cara, dan

tekniknya terutama dapat dilihat dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974).

Spesies Dominan. Spesies dominan dapat diketahui melalui analisa vegetasi. Data yang

diperoleh dari pengukuran jumlah individu tumbuhan, diameter batang tumbuhan maupun luas

tajuk dan frekuensi kehadiran tumbuhan pada plot pengamatan digunakan untuk menentukan

Indeks Nilai Penting (INP). Data-data tersebut di atas dikonversi menjadi nilai relatif dan dari

nilai relatif inilah INP dapat diketahui. Nilai dari INP akan menunjukkan spesies apa yang paling

dominan. (Skousen, et al, 1994).

Keanekaragaman spesies. Beberapa diantara indeks-indeks ini yang sering digunakan dan

sangat baik untuk menggambarkan keanekaragaman spesies di lapangan adalah: indeks Shannon-

Wienner dan Indeks Simpson. Kedua indeks ini dapat digunakan baik untuk tumbuhan maupun

hewan .

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 8: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

8

Produktivitas serasah. Produktivitas serasah dapat diukur dengan menggunakan alat

perangkap serasah. Serasah tidak hanya diukur produktivitasnya, tapi juga dilakukan pengujian

untuk mengetahui kandungan kimia serasah tersebut. Serasah yang memiliki kandungan kimia

yang mudah terurai adalah serasah yang baik untuk mempercepat proses restorasi (Barbour et al.,

1987).

Perpanjangan akar. Perpanjangan akar diukur dengan menentukan panjang akar yang

berhasil tumbuh setelah penanaman. Teknis pelaksanaannya yaitu dengan menggali tanah di

sekeliling akar tumbuhan yang akan diukur lalu pengukuran dilaksanakan. Kegiatan ini

harus dilakukan dengan sangat berhati-hati mengingat akar akan rusak akibat terkena

alat pada saat penggalian dan ini dapat berakibat negatif pada tumbuhan yang

bersangkutan (Setiadi, 2003).

Data Iklim dan Tanah. Data iklim setempat dapat diperoleh dari station-station klimatologi

yang terdapat di sekitar area restorasi. Disamping itu, pengukuran secara langsung juga dapat

dilaksanakan di area. Teknik untuk memperoleh data tanah dan menganalisanya dapat dilihat

pada Zelenik & Skousen (1996) dan Skousen et al., (1994).

5. KEGIATAN PERAWATAN DAN PERBAIKAN REVETASI PADA LAHAN RESTORASI.

Pelaksana restorasi harus betul-betul tahu bahwa vegetasi yang dikelolanya telah berjalan

menuju ke suksesi yang alami. Jika tanda-tanda suksesi tidak ditemukan dalam jangka waktu

yang lama maka lahan restorasi harus dicermati ulang untuk mengetahui permasalahan yang ada.

Langkah untuk mengatasi rendahnya keaneragaman spesies dan dominasi suatu spesies yang

sangat besar antara lain adalah pengayaan tumbuhan. Caranya yaitu dengan menanam jenis-jenis

tumbuhan baru disela-sela tumbuhan dominan yang ada. Hal ini dilakukan setelah dilaksanakan

tindakan seperti penjarangan jika tumbuhan dominan terlalu rapat atau pemangkasan saja jika

tajuk yang ada terlalu rapat.

Salah faktor yang dapat menyebabkan tumbuhan menjadi rusak atau mati adalah serangan

hama dan penyakit. Hama yang timbul dapat dari hewan terutama serangga, atau hewan-hewan

liar yang terdapat di sekeliling area restorasi. Hama juga dapat berasal dari tumbuhan gulma.

Untuk mengatasi persoalan hama ini, dapat dilakukan dengan kegiatan pengendalian hama

terpadu, yang intinya pengendalian hama terutama dilakukan dengan teknik-teknik tanpa

pestisida. Pestisida hanya dimanfaatkan jika pengendalian dengan menggunakan cara-cara tanpa

pestisida tidak dapat lagi mengatasi persoalan yang ada.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 9: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

9

Setiadi (2003) mengatakan bahwa pada sering ditemukan tumbuhan-tumbuhan yang telah

berumur diatas 3 tahun ke atas pertumbuhannya menjadi mandeg. Salah satu sebabnya adalah

akar yang tidak dapat berkembang dengan baik. Untuk mengatasi hal ini, maka dilakukan

pemangkasan akar pada ujung-ujung akar tumbuhan di area 1 m2 dekat batang. Setelah itu tanah

diarea tersebut diganti dengan tanah yang telah dicampur dengan humic acid, pupuk NPK dan

kompos.

Mengetahui unsur-unsur yang menimbulkan kompetisi adalah faktor penting untuk

mengatasi masalah kompetisi. Jika yang diperebutkan adalah unsur hara yang terbatas, maka

penambahan unsur tersebut harus dilakukan antara lain dengan pupuk. Jika jarak antara tumbuhan

terlalu rapat hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penjarangan (Barbour et al.,

197). Teknik lain untuk mengatasi masalah tanah dalam pelaksanaan restorasi lahan dapat dilihat

dalam Haigh (2000).

Iklim mikro yang menunjukkan bahwa restorasi berjalan dengan baik adalah semakin

tingginya kelembapan di dekat permukaan tanah. Namun kelembapan yang tinggi ini juga harus

ditunjang oleh cahaya matahari yang mencukupi, sehingga berbagai aktivitas mikroorganisme

dalam menguraikan hara dapat berlangsung.

Faktor-faktor banjir, longsor, kebakaran, pencurian kayu ini harus diperhitungkan dan

diatasi agar restorasi dapat berhasil. Bencana banjir dan longsor dapat diatasi dengan berbagai

tindakan teknik pada lahan-lahan restorasi misalnya pembuatan teras alam dan saluran alam,

sedangkan kebakaran dapat diatasi antara lain dengan pembutan sekat-sekat bakar yang yang

alami maupun bukan pada lahan restorasi. Pencurian kayu dapat diatasi antara lain dengan

peningkatan penjagaan keamanan di area restorasi (Setiadi, 2003).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengamati keberhasilan revegetasi adalah

dengan memahami bahwa pohon yang ditanam di area revegetasi tidak dapat dibandingkan

dengan pohon yang tumbuh di area yang alami dan tidak mengalami gangguan. Perbandingan

hanya dapat dilakukan dengan pohon yang tumbuh pada area yang mendapat gangguan yang

sama besarnya. Jika dibandingkan dengan pohon yang tumbuh di area alami tanpa gangguan

maka pohon-pohon pada area restorasi harus diberi kompensasi-kompensasi tertentu (Zelenik dan

Skousen, 1996).

6. KESIMPULAN

Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa: (1) Arahan

yang jelas tentang restorasi lahan dapat ditiru dari sistem suksesi yang berlangsung di alam. (2)

Kegiatan monitor ditujukan untuk mengetahui apakah kegiatan merestorasi lahan telah berjalan

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. (3) Kegiatan monitoring dan perawatan harus

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 10: Monitoring & Restorasi Lahan Jurnal

LaGeografia Vol. VI Nomor 2, November 2008

10

berlangsung secara kontinu. (4) Jika ditemukan berbagai masalah dalam restorasi lahan maka

harus segera diambil tindakan untuk mengatasi masalah yang timbul. (5) Diantara indikator yang

baik dalam restorasi lahan adalah tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik dan sehat,

keanekaragaman spesies yang tinggi, perubahan ekosistem yang semakin stabil dan kondusif bagi

pertumbuhan tumbuhan, dan kondisi tumbuhan yang semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA. Barbour, M. G., J.H. Burk., and W.P. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The

Benjamin/Cumming Publishing Company Ins, California. Haigh, M. J. 2000. The Aims of Land reclamation in Land reconstruction and management. Edit

by: Martin J. Haigh. The Netherlands, Rotterdam. . 2000. Soil Stewardship On reclaimen Coal Lands in Land reconstruction and

management. Edit by: Martin J. Haigh. The Netherlands, Rotterdam. Innes, J. L. 1993. Forest Healt: It’s Assesment and Status. CAB International, Walling Ford-UK. Kobayashi, Shigeo. 2001. Landscape rehabilitation of Degraded Tropical Forest Ecosystems.

http://www.ffpri.affrc.go.jp/labs/fmrt/cifor/start.htm. [ 18 Oktober 2003]. Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John

Wiley and Sons. New York. Pomeroy, D. E. dan M.W. Service. 1992. Tropical Ecology. Longman Scientific & Technical,

Hong Kong. Setiadi, Yadi. 2003. Catatan Kuliah Ekologi Restorasi. Progam S3 Pascasarjana IPB, Bogor.

(Tidak dipublikasikan) Skousen, Jeff. 1998. Evaluation of Tree Growth on Surface Mined Lands in Southern West

Virginia. (Appeard in the Winter 1998 issue of “ Green Lands”). http://www.wvkureu.edu/~agexten/landrec/evaltree.htm. [1 November 2003].

Skousen, J.G., C.D. Johnson, K. Garbutt. 1994. Natural Revegetation of 15 Abandoned Mine Land Sites in West Virginia. (Publised in J. Environ. Qual. 23: 1224-1230 (1994)). http://www.wkurevu.edu/~agexten/landrec. [1 November 2003].

Zelenik, J. D. dan J. G. Skousen. 1996. Survival Of Three Tree Spesies on Old Reclaimed Surface Mines in Ohio. (Publihed in Scientific Article No. 2534, 4 Jan.1996). http://www.wvkureu.edu/~agexten/landrec/ohiotree.PDF. [ 1 November 2003].

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.