MOLAHIDATIDOSA DAN HIPERTIROID.docx
-
Upload
hajra-potter -
Category
Documents
-
view
9 -
download
2
Transcript of MOLAHIDATIDOSA DAN HIPERTIROID.docx
MOLAHIDATIDOSA DAN HIPERTIROID
Mola hidatidosa dengan hipertiroidi merupakan kesatuan penyakit yang dapat
membawa masalah karena menyangkut dua macam penyakit, karena gambaran klinisnya lain
dengan hipertiroidi pada umumnya. Tanpa kewaspadaan yang kuat, maka hipertiroidi dapat
lolos dari pengamatan dan dapat membahayakan hidup dengan timbulnya krisis tiroid.
Mola hidatidosa dilihat menggunakan tomografi terkomputasi
Hipertiroidi dikenal dapat menjadi penyulit pada penyakit trofoblast gestasional (PTG), baik
pada khoriokarsinoma maupun pada mola hidatidosa (MH). Banyak dilaporkan kasus PTG
dengan hipertiroidi biasa atau yang disertai komplikasi berat umpamanya payah jantung akut,
atau yang jatuh dalam krisis tiroid pasca tindakan operasi atau pasca kuretase.
Hipertiroid dan molahidatidosa
Hiperthyroid disebabkan pengaruh peningkatan yang berlebihan dari hormon thyroid
di sirkulasi dan jaringan. Bila regulasi hormon thyroid gagal mengendalikan jumlah
hormon thyroid maka jumlah yang berlebihan menimbulkan stimulasi yang
berlebihan terutama terhadap sistem simpatis/ kardiovaskuler.
Gejala hipertiroid selain dipengaruhi etiologi yang mendasari, umumnya terjadi
peningkatan respon simpatis seperti takhikardi, peningkatan denyut nadi, aritmia,
atrial fibrilasi, mula mula terjadi peningkatan kontraktilitas dan ejeksi ventrikel kiri
tetapi kemudian dapat terjadi gagal ventrikel kiri. Selain itu terjadi hipercalcemia,
thrombositopenia dan anemia. Gejala konstitusi ditemukan badan hangat, intoleransi
panas, tremor, nervousness, lemah badan, kehilangan BB dan sering diare.
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, struma
multinoduler toksik, dan adenoma toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves
adalah akibat adanya antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid, sedang
pada struma multinoduler toksik ada hubungannya dengan otonomi tiroid itu sendiri.
Adapula hipertiroidisme sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari pituitaria,
namun ini jarang ditemukan. Hipertiroidisme pada T3 toksikosis mungkin diakibatkan
oleh deyodinasi dari T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 pada jaringan di luar tiroid.
Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis
berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila
suatu jaringan memberikan respon terhadap hormon tiroid secara berlebihan yang
dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan, sedangkan
hipertiroidisme adalah tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi kelenjar tiroid itu
sendiri.
Mola hidatidosa (atau hamil anggur) adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak
yang terbentuk akibat kegagalan pembentukan janin. Bakal janin tersebut dikenal
dengan istilah mola hidatidosa. Istilah hamil anggur digunakan karena bentuk bakal
janin tersebut mirip dengan gerombolan buah anggur.
Mola hidatidosa juga dapat didefinisikan sebagai penyakit yang berasal dari kelainan
pertumbuhan calon plasenta (trofoblas plasenta) dan diserai dengan degenerasi kistik
villi serta perubahan hidropik. Trofoblas adalah sel pada bagian tepi ovum (sel telur)
yang telah dibuahi dan nantinya akan melekat di dinding rahim hingga berkembang
menjadi plasenta serta membran yang memberi makan hasil pembuahan. Penyebab
penyakit ini belum diketahui pasti, amun diduga karena kekurangan gizi dan
gangguan peredaran darah rahim.
Hipertiroidi pada mola hidatidosa mempunyai sifat khusus yaitu :
o Gejala dan tanda hipertiroidi biasanya hampir tidak ada atau sangat minimal ,
meskipun pemeriksaan laboratorik jelas menunjukkan hiperfungsi tiroid.
o Berlangsung cepat.
Penderita mola hidatidosa dengan peningkatan kadar hormon tiroid
berada dalam resiko tinggi dan manifestasi klinis dapat timbul
mendadak serta dengan adanya stress tambahan dapat cepat memberat
hingga terjadi krisis tiroid. Bahaya ini harus dikenal dalam mengelola
penderita penyakit trofoblas yang klinis tampak eutiroid.
Krisis tiroid terjadi pasca kuretase dijumpai oleh Sujono dkk yang mendapatkan 2
penderita dengan gambaran klinik hipertiroidi yang jatuh ke dalam krisis tiroid,
seorang meninggal. Kariadi dan Ngantung melaporkan hipertiroidi klinis pada 33
diantara 355 penderita MH atau 9,6%. Diantara yang 33 tersebut 10 meningggal dan 6
diantaranya dengan dugaan kuat suatu krisis pasca kuretase.
Hubungan Molahidatidosa dan Hipertiroidi
Pada keadaan biasa kelenjar tiroid mengeluarkan 2 jenis hormon yaitu tiroksin (T4)
dan triyodotiroin (T3). Sintesis dan pengeluaran hormon-hormon tersebut diatur oleh
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang berasal dari hipofisis lobus anterior.
Didalam darah kadar hormon tersebut sebagian besar terikat pada protein dan hanya
sedikit yang berupa T4 dan T3 bebas. Ikatan dengan protein tersebut biasa berbentuk
Thyroid Binding Globulin (TBG), Thyroid Binding Prealbumin (TBPA) dan Thyroid
Binding Albumin (TBA). T3 mempunyai aktivitas biologis 4-5 kali lebih kuat dari
pada T4, mungkin karena ikatan dengan protein tidak begitu kuat.
Kadar T4 bebas dalam serum adalah 2 mg/100 ml yang merupakan 0,03% dari jumlah
seluruhnya, sedangkan T3 mempunyai kadar 10 kali T4. yang menentukan terjadinya
gejala-gejala hipertiroidi klinis, bukan tingginya kadar hormon tiroid secara
keseluruhan, melainkan kadar T4 dan T3 bebas.
Peningkatan kadar T4 dan T3 dapat terjadi oleh beberapa hal, misalnya pada penyakit
Graves, karena ada stimulator yang dibentuk dalam kelenjar tiroid sendiri yang
disebut Long Acting Thyroidi Stimulator (LATS).
Pada kehamilan biasa, plasenta membentuk Thyroid Stimulating Peptide yang disebut
Human Chorionic Thyrotropin (HCT). Pada trimester-1, T4 meningkat antara 7-12
mg/100 ml, sedangkan T3 tidak terlalu banyak meningkat, tetapi yang meningkat
adalah TBG, sedangkan hormon bebasnya hanya meningkat sedikit. Agaknya yang
menyebabkan perubahan ini adalah kadar estrogen yang meninggi pada kehamilan.
Pada penyakit trofoblas baik mola maupun PTG perubahan fungsi tiroid lebih
menonjol lagi. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi 12 mg/100 ml, tetapi kadar
TBG sendiri lebih rendah dibandingkan dengan pada kehamilan biasa. Akibatnya
kadar T4 bebas lebih tinggi.
Terjadinya hiperfungsi tiroid pada penyakit trofoblas disebabkan adanya stimulator
yang dibentuk dalam jaringan trofoblas yang disebut trophoblastic thyrotropin.
Hershman menyebutkan molar thyrotropin, bila hal itu terjadi pada mola hidatidosa.
Penderita penyakit trofoblast gestasional (PTG)khususnya molahaditinosa yang
mengalami hiperfungsi tiroid dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
o 1. kenaikan fungsi tiroid (biokimiawi) tanpa gejala klinis hipertiroidi
(eumetabolic hyperthyroidism)
o 2. hipertiroidi.
Trophoblastic Thyrotropin mempunyai inaktivitas lebih panjang dari
TSH, tapi lebih pendek dari LATS, bukan merupakan suatu IgG dan
tidak mengadakan reaksi silang denganTSH manusia maupun sapi.
Higgins dan Hershman menyangka bahwa trophoblastic thyrotropin ini
adalah HCG sendiri pula pendapat Cave dan Dunn.
Menurut Higgins, pada penderita mola dengan hipertiroidi ditemukan kadar HCG
selalu melebihi 300 IU/ml.
Gambaran Klinik Mola Hidatidosa Dengan Hipertiroid
Kehamilan mola biasanya disertai dengan adanya perdarahan pada trimester pertama,
kehamilan ektopik, atau ancaman keguguran. Uterus lebih membesar, tidak sesuai
dengan umur kehamilan , dan titer hCG lebih tinggi dari biasanya. Bagian dari janin
dan suara jantung tidak dijumpai. Pasien yang dicurigai sebagai kehamilan mola
memerlukan foto toraks , pemeriksaan pelvis yang hati-hati, dan monitoring kadar
hCG setiap minggu.
Gangguan fungsi tiroid yang dapat terjadi pada mola hidatidosa adalah :
o Kenaikan minimal T4 dan T3
o Kenaikan sedang hormon tiroid tanpa gejala hiperfungsi tiroid
o Kenaikan hormon tiroid yang hebat dengan gejala hipertiroid yang hebat.
o Krisis tiroid
Namun sekarang ini, kalau kita simak ketentuan nomor 2 dan 3 , dan kalau ditinjau
kembali kasus-kasus yang pernah dilaporkan , maka ada beberapa hal lagi yang
kurang tepat yaitu bahwa tingginya hormon tiroid tidak menjamin hebatnya gejala
hiperfungsi tiroid yang nampak.
Hal lain lagi yang perlu ditambahkan adalah bahwa gangguan fungsi tiroid yang
paling awal dan dapat terjadi pada mola hidatidosa ialah hipertiroidi subklinik yang
ditandai oleh kadar TSH yang rendah sekali dan kadar hormon tiroid yang normal.
TSH yang rendah ini dinyatakan dengan pemeriksaan TSH – sensitif atau TSH –
IRMA yang 0,1mU/ml atau dengan TSH – konvensional (TSH-RIA) rendah yang
tidak memberikan respon pada tes stimulasi TRH.
Diagnosis Hipertiroidi Pada Mola Haditinosa
Seperti telah diuraikan diatas, hipertiroidi itu dapat bersifat peningkatan fungsi tiroid
saja (biokimiawi) atau dapat juga disertai dengan gejala-gejala klinis. Secara
biokimiawi, diagnosisnya ditegakkan bila kadar T4 dan T3 melebihi batasan sebagai
berikut.
Dianggap ada peningkatan bila 2 atau lebih dari gambar ini ditemukan :
1. Serum T4 melebihi 180,0 nmol/ l, thyroid capacity normal atau menurun
2. Serum T3 lebih besar dari 3,5 nmol/ l
3. Indeks Tiroksin bebas lebih dari 190 nmol/ l
Diagnose pasti hyperthyroidi adalah dengan pemeriksaan laboratorium yaitu adanya
peningkatan hormon thyroid diatas batas normal. Sedangkan diagnose secara klinis
dapat ditegakkan dengan menggunakan “Wayne’s Index”, dimana gejala-gejala
hyperthyroidi diberi angka positif sedangkan gejala-gejala yang tidak ada diberi angka
negatif. Wayne’s Index adalah jumlah dari semua angka bila: - Jumlah dibawah angka
11 : euthyroid - Jumlah antara 11-18 : meragukan - Jumlah diatas 19 : hyperthyrooidi
WAYNE’S INDEX
o Symptoms Score
- Dyspnea on effort (+1)
- Palpitationes (+2)
- Tiredness (+2)
- Preference for heat (-5)
- Preference for cold (+5)
- Excessive sweating (+3)
- Nervousness (+2)
- Appetite increased (+3)
- Appetite decreased (-3)
- Weight increased (-3)
- Weight decreased (+3)
o Sign
- Palpable thyroid ( ada +3/ tidak ada –3)
- Bruit over thyroid ( ada +2/ tidak ada –2)
- Exophthalmus ( ada +2) - Lid retraction ( ada +2)
- Lid lag ( ada +1)
- Hyperkinesis ( ada +4/ tidak ada –2)
- Hands hot ( ada +2/ tidak ada –2)
- Hands moist ( ada +1/ tidak ada –1)
- Pulse rate more than 80/min ( tidak ada –3)
- Pulse rate more than 90/min ( ada +3)
- Atrial fibrilation ( ada +4)
Diagnosis hipertiroidi klinis ditegakkan dengan menggunakan Index Wayne atau
Newcastle. Tetapi Norman RJ menggunakan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Takhikardi
2. Keringat berlebihan
3. Tremor halus
4. Tidak tahan panas
5. Miopati proksimal
6. Berat badan turun
7. Refleks hiperplastis
Pada mola hidatidosa, adanya hipertiroidi sukar ditegakkan karena harus dibedakan
dengan preeklampsi, anemia, dan lain-lain. Pada penyakit trofoblast gestasional
(PTG), baik pada khoriokarsinoma maupun pada mola hidatidosa (MH), pertama-
tama kita harus menegakkan diagnosis PTG secara klinis, laboratorium maupun
histopatologis, baik yang disertai metastasis maupun yang tidak, kemudian baru dicari
tanda-tanda hipertiroidi, baik kimiawi maupun klinis. Higgins dan Hershman
memperingatkan agar Hipertiroidi dan Penyakit Trophoblas Ganas.
Kita waspada dan menganggap semua panderita dengan kadar hormon tasi hipertiroidi
klinis dapat terjadi secara tiba-tiba. Gambaran klinis yang ringgan bisa berubah
menjadi krisis tiroid secara cepat. Bahaya ini harus diperhitungkan pada waktu
pengobatan PTG yang secara klinis nampaknya meutiroidi.
Patogensesis Atau Proses Terjadimya
Dalam usaha menerangkan patogenesis hipertiroid pada mola hidatidosa , maka para
peneliti telah mengamati bahwa hiperfungsi tiroid menghilang setelah jaringan mola
dikeluarkan. Hal ini menyokong pendapat bahwa stimulator tiroid adalah zat yang
dihasilkan oleh jaringan mola. Zat ini yang kemudian dapat diisolir disebut sebagai
human chorionic gonadothropin (hCG) dan molar TSH. Kemudian ternyata bahwa
penurunan fungsi tiroid adalah bersamaan dengan turunnya kadar hCG, maka diduga
bahwa stimulator tiroid adalah hCG yang merupakan stimulator tiroid yang lemah.
Namun dari berbagai penelitian ternyata tidak ada keseragaman tentang aktivitas
tirotropik tersebut. Ada yang menyatakan bahwa aktivitas hCG adalah setara dengan
0,2 mU TSH / U hCG. Higgins menyatakan bahwa dalam kadar lebih dari 300.000
mU/ ml hCG menimbulkan hipertiroidi klinis pada penderita mola hidatidosa.
Meskipun hCG dinyatakan sebagai stimulator tiroid, tetapi beberapa peneliti
menemukan bahwa tidak selamanya ada korelasi yang bermakna antara kadar hCG
dan tingginya hormon tiroid, dan berpendapat mungkin bukan hCG yang merupakan
stimulator tersebut.
Amir mendapatkan bahwa preparat hCG yang kasar dapat menghambat perangsangan
TSH pada siklase adenilat pada plasma membran sel tiroid sedangkan hCG yang
dimurnikan tidak mempunyai daya tersebut. Mann dan Kletzky (1986) mendapatkan
bahwa yang mempunyai daya stimulasi tersebut adalah varian asam ( acidic variant )
hCG. Uchimura menduga bahwa mungkin suatu zat yang dihasilkan bersama dengan
hCG – beta yang mempunyai aktivitas stimulasi steroid. Mengenai penyebab
mengapa tidak semua penderita mola hidatidosa dengan hipertiroid menunjukkan
gejala klinik, belum ada keterangan yang pasti, namun ada dugaan bahwa hal tersebut
disebabkan oleh waktu yang singkat atau mungkin karena suatu resistensi jaringan
terhadap hormon tiroid
Penatalaksanaan
Ada 2 masalah yang mungkin dihadapi oleh penderita hipertiroidi, yaitu :
1. Penderita direncanakan untuk menjalani pembedahan kelenjar gondok dalam
rangka penyembuhan penyakitnya
2. Penderita mengalami pembedahan untuk penyakit yang lain , dalam keadaan
hipertiroid yang belum terkontrol.
Masalah ini dianggap penting karena :
o Penanganan penderita ini memerlukan kerjasama yang sebaik – baiknya antara
ahli penyakit dalam (endokrinologis), bedah dan anestesi.
o Apabila terjadi penyulit berupa badai tiroid , angka kematiannya cukup tinggi
(25 – 70%).
Pada penderita penyakit trofoblast gestasional (PTG), baik pada khoriokarsinoma
maupun pada mola hidatidosa (MH) sebelum dilakukan pengobatan perlu ditentukan
dulu keadaan penderita, dilihat dari luas penyebaran penyakit, kadar HCG dan ada
atau tidaknya komplikasi. Bila disertai tiroktosikosis harus ditentukan keberhasilan
pengobatan.
Pengobatan utama mola hidatidosa adalah pengeluaran jaringan mola. Apabila disertai
hipertiroidi, timbul dilemma yaitu bahwa tindakan evakuasi (kuretase) dapat
merupakan faktor stress pada hipertiroidi. Namun dengan menunda tindakan ini tanpa
pengobatan yang cukup, dapat memperberat hipertiroidi yang berlangsungannya
cepat. Setelah diagnosa hipertiroidi pada mola hidatidosa ditegakkan, terapi langsung
diberikan.
Secara garis besar akan diuraikan penatalaksanaan penderita hipertiroidi yang
mengalami pembedahan, dengan penekanan pada penyulit – penyulit khas yang dapat
terjadi serta cara pencegahannya.
Dibedakan tahap persiapan pra bedah, tahap pembedahan dan tahap pasca bedah.
Tahap persiapan prabedah
Pada tahap ini adalah mempersiapkan penderita menjadi eutiroidi. Pada waktu ini
sering digunakan kombinasi obat yaitu PTU 200 mg atau carbimazole 10 mg tiap 8
jam, dapat ditambahkan propanolol,solusio lugol. Propanolol mempermudah dan
mempercepat terkendalinya beberapa gejala, terutama takhikardia. Sebetulnya dengan
turunnya nadi maka terjadi efek penutupan (masking effect ) : penderita belum
eutiroid namun telah dianggap eutiroid karena nadi sudah normal. Kekeliruan
anggapan ini dapat berbahaya, karena penderita kemungkinan diacarakan untuk
pembedahan, padahal sebetulnya masih dalam keadaan hipertiroidi. Hal ini dapat
menimbulkan peluang terjadinya badai tiroid. Oleh karena itu, pemantauan kemajuan
penderita dengan indikator nadi seperti “ nadi tidur nyenyak” harus ditafsirkan dengan
lebih hati-hati apabila penderita mendapat pengobatan sekat beta.
Pemantauan kemajuan penderita juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium yaitu kadar total T3 atau indek T4 (Free T4 index). Tentu saja cara ini
memerlukan tambahan biaya dan waktu. Cara yang lebih sederhana dan dapat
dilakukan setiap saat yaitu dengan mengikuti kenaikan berat badan penderita secara
teratur. Berat badan yang meningkat memberi petunjuk bahwa penderita telah
eutiroid.
Higgins dan Hershman menganjurkan penberian Natrium Yodida iv untuk
menurunkan T4 secara cepat, sebelum tindakan operatif. Penurunan T3 secara cepat
dapat menghindarkan terjadinya krisis tiroid. Pemberian PTU per os dapat
dipertanggung jawabkan bila tindakan operatif akan dilakukan beberapa jam
kemudian.
Menurut Abuid dan Larsen, PTU dapat mencegah konversi T4 menjadi T3 yang lebih
aktif secara biologis. Karena perjalanan penyakit hipertiroidi dapat berlangsung
sangat cepat, dianjurkan untuk memberikan OAT kepada setiap penderita dengan
fungsi tiroid yang meningkat, walaupun tidak disertai hipertiroidi klinis.
Tahap pembedahan
Pada tahap ini diperlukan persiapan tentang obat premedikasi, obat anestesi, alat – alat
pemantau selama anestesi dan pembedahan, dan obat – obat darurat yang perlu
disediakan. Untuk tidakan elektif seharusnya ditunda sampai pasien menjadi eutiroid
dan sistem cardiovaskuler yang hiperdinamik dapat dikontrol dengan suatu beta
antagonis, yang dibuktikan dengan denyut jantung pada waktu istirahat yang dapt
diterima. Jelasnya, semua obat –obat yang diberikan untuk mengelola keadaan
hipertiroid harus dilanjutkan sampai periode perioperatif.
Jika tindakan tidak dapat ditunda pada penderita hipertiroid simptomatik, infus
esmolol terus – menerus ( 100 – 300 mg/kg/menit ) mungkin berguna untuk
mengontrol respon kardiovaskuler yang ditimbulkan oleh rangsangan sistem saraf
simpatis . Pengawasan hipertiroidisme yang kurang baik ditambah tindakan
pembedahan / kuretase sering dihubungkan dengan meningkatnya resiko krisis tiroid.
Bagi penderita hipertiroid perlu diberikan premedikasi yang kuat sehingga sedasi
cukup dalam untuk menghilangkan rasa takut. Pilihan untuk obat premedikasinya
yaitu kombinasi fentanyl dan droperidol. Sedasi dan analgesinya cukup baik.
Keuntungan lain dari droperidol yaitu memiliki efek anti emetik yang kuat dan efek
sekat beta yang ringan sehingga bisa mencegah terjadinya aritmia. Kecemasan ringan
dapat diterapi dengan benzodiazepin oral.
Penggunaan obat antikholinergik tidak direkomendasikan karena dapat
mempengaruhi mekanisme pengaturan suhu tubuh normal dan meningkatnya denyut
jantung. Fungsi kardiovaskuler dan suhu tubuh harus dimonitor secara ketat pada
pasien – pasien dengan riwayat hipertiroidisme. Mata pasien harus dilindungi karena
eksoptalmus karena resiko terjadinya luka pada kornea.
Induksi anestesi dapat dicapai dengan beberapa obat intravena . Thiopental adalah
obat terpilih karena memiliki struktur thiourea sehingga mempunyai aktifitas
antitiroid meskipun efek antitiroid yang dihasilkan tidak bermakna dengan dosis
induksi. Satu hal yang harus dihindari adalah penggunaan obat – obat yang dapat
merangsang sistem saraf simpatis seperti ketamin, pancuronium, dan simpatomimetik
aksi tak langsung.
Tujuan dari pemeliharaan anestesi pada pasien – pasien hipertiroid adalah
menghindarkan pemberian obat – obat yang dapat merangsang sistem saraf simpatis
dan mempertahankan kedalaman anestesi yang adekuat untuk mencegah timbulnya
respon terhadap stres tindakan.
Referensi :
1. Glinoer D. Thyroid disease during pregnancy. Dalam: Braverman LE, Utiger RD,
penyunting. Werner & Ingbar’s the thyroid a fundamental and clinical text. Edisi ke-9.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2005.
2. ChiniwalaNU, Woolf PD, Bruno CP, kaur S. Spector H, Yacono K. Thyroid storm
caused by a partial hidaditiform mole. Thyroid. 2008; 18 (4)
3. Berkowitz RS, Goldstein DP. Molar pregnancy. N Engl J Med. 2009;360