Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

58
Perencanaan Regional VI-1 Modul VI Prosedur dan Proses Perencanaan Regional Oleh : Dr. Ir. Bagdja Muljarijadi, SE, ME. TIU : Setelah selesai membaca modul ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana prosedur dan proses penyusunan perencanaan regional serta paham bagaimana pelaksanaan koordinasi antar sektor dalam perencanaan pembangunan TIK : 1. Mampu menjelaskan prosedur perencanaan yang bersifat bottom up 2. Mampu menjelaskan prosedur perencanaan yang bersifat top down 3. Mampu menjelaskan proses perencanaan dalam otonomi 4. Mampu menjelaskan ruang lingkup pelaksanaan koordinasi pembangunan 5. Menyadari kendala pelaksanaan koordinasi pembangunan

description

Berisi mengenai proses perencanaan regional yang ada di Indonesia. Merupakan materi perkuliahan yang diajarkan untuk mata kuliah perencanaan regional, Pembangunan regional dan Ekonomi Regional

Transcript of Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Page 1: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-1

Modul VI

Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Oleh : Dr. Ir. Bagdja Muljarijadi, SE, ME.

TIU : Setelah selesai membaca modul ini diharapkan mahasiswa mampu

menjelaskan bagaimana prosedur dan proses penyusunan

perencanaan regional serta paham bagaimana pelaksanaan koordinasi

antar sektor dalam perencanaan pembangunan

TIK :

1. Mampu menjelaskan prosedur perencanaan yang bersifat bottom up

2. Mampu menjelaskan prosedur perencanaan yang bersifat top down

3. Mampu menjelaskan proses perencanaan dalam otonomi

4. Mampu menjelaskan ruang lingkup pelaksanaan koordinasi

pembangunan

5. Menyadari kendala pelaksanaan koordinasi pembangunan

Page 2: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-2

Perencanaan pembangunan di Indonesia saat ini secara umum di atur

dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional. Undang-undang tersebut mengatu sistem perencanaan

pembangunan baik pada tingkatan nasional maupun tingkatan regional. Baik

pada tingkatan nasional maupun regional proses perencanaan pembangunan

di Indonesia dilakukan secara bertahap – berdasarkan tahapan waktu, dari

perencanaan jangka panjang hingga perencanaan pembangunan tahunan.

Berdasarkan jangka waktu perencanaan UU No. 25/2004 membagi

perencanaan kedalam beberapa tahap, yaitu:

a.) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), adalah dokumen

perencanaan untuk periode 20 tahun.

b.) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), adalah dokumen

perencanaan untuk periode 5 tahun.

c.) Rencana Pembangunan Tahunan, adalah dokumen perencanaan untuk

periode 1 tahun. Pada tingkat nasional rencana ini disebut dengan

Rencana Kerja Pemerintah (RKP), sedangkan pada tingkatan wilayah

disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Masing-masing unit kerja (baik pada tingkatan nasional yaitu kementerian

atau lembaga dan tingkatan daerah yaitu satuan kerja perangkat daerah)

akan memiliki rencana tahunan masing-masing, yang disebut sebagai

Rencana kerja (RENJA-KL dan RENJA-RKPD).

Sebelum melakukan rencana pembangunan setiap tingkatan

pemerintahan diwajibkan membuat suatu komponen perencanaan

pembangunan yang terdiri atas visi, misi, strategi dan kebijakan. Setelah

kebijakan ditetapkan, maka langkah terakhir yang harus dilakukan oleh

pemerintah adalah membuat suatu program sebagai dasar untuk tindakan

Page 3: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-3

yang akan dilakukan oleh pemerintah tiap tahunnya, agar tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh perencanaan bisa dicapai.

Agar menjadi jelas apa yang dimaksud dengan komponen-komponen

perencanaan pembangunan tersebut, di bawah ini diuraikan definisi masing-

masing dari komponen tersebut, sesuai dengan UU No. 25 tahun 2004,

yaitu:

a.) Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada

akhir periode perencanaan.

b.) Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan

dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

c.) Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif

untuk mewujudkan visi dan misi.

d.) Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah

Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan.

e.) Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih

kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk

mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau

kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

Modul ini bertujuan untuk menjelaskan prosedur dan proses

perencanaan yang dilakukan pada tingkat regional yang berlaku sejak

dikeluarkannya UU pemerintahan daerah yang baru No. 22 tahun 1999 (yang

kemudian berganti menjadi UU No. 32 tahun 2004). Penjelasan modul ini

mencakup dua hal utama yaitu proses perencanaan, khususnya dalam

kerangka kerja otonomi daerah, serta mekanisme koordinasi antar lembaga

dalam penyusunan dan implementasi rencana.

Page 4: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-4

1. Prosedur dan Proses Menyusun Perencanaan Regional

Sebelum membicarakan tentang perencanaan regional, terlebih dahulu

akan dijelaskan tentang hirarki pemerintahan yang ada di Indonesia, sejak

diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan UU tersebut sistem pemerintahan di Indonesia dibagi atas 2

hirarki yaitu Pemerintah Pusat (yang biasa disebut pemerintah) dan

Pemerintah Daerah. Menurut UU No. 32/2004 yang dimaksud dengan

Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia, sedangkan Pemerintah

Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahaan menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Setiap

Pemerintah Daerah di Indonesia merupakan daerah otonom (daerah), yang

menurut undang-undang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Sejak diberlakukannnya UU pemerintahaan daerah (yaitu UU No. 5

tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999 hingga UU No. 32 tahun 2004)

pelaksanaan perencanaan pembangunan di Indonesia menggunakan 3 buah

asas, yaitu:

a.) Asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

b.) Asas dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Page 5: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-5

c.) Asas tugas pembantuan, yaitu penugasan dari Pemerintah kepada

daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota

dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu

Kaitan antara hirarki pemerintahan dan pelaksanaan asas

pembangunan – khususnya sejak diberlakukannya UU No 22 tahun 1999 –

dapat dijelaskan seperti gambar VI-1 berikut ini:

Gambar VI-1 Kaitan Antara Hirarki Pemerintahan dan Penerapan Asas

Pembangunan

Berdasarkan gambar VI-1 tersebut terlihat bahwa Propinsi dan

Kabupaten/Kota memiliki kedudukan yang sejajar, berdiri sendiri, dan tidak

lagi memiliki hubungan hirarki satu dengan lain sebagai Pemerintah Daerah.

Perbedaan utama diantara keduanya adalah bahwa Propinsi selain berfungsi

Pemerintah Pusat

Pemerintah Daerah

Propinsi Kabupaten/

Kota

Dekonsentrasi

Desentralisasi

Tugas

Pembantuan

Page 6: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-6

sebagai wilayah otonom juga berfungsi sebagai wilayah administrasi, oleh

karenanya propinsi mengemban amanat asas dokonsentrasi.

Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa Undang-Undang Pemerintahan

Daerah nomor 22 tahun 1999 telah mengubah arah pelaksanaan

pembangunan di Indonesia, atau dengan kata lain telah terjadi evolusi dalam

pelaksanaan pembagunan. Secara sederhana evolusi pelaksaaan

pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini dapat

dijelaskan seperti pada gambar VI-2 berikut ini.

KEKUATAN

PUSAT

DAERAH

RAKYAT

PENDEKATAN

SEKTORAL

REGIONAL

MASYARAKAT

PERENCANAAN

TOP-DOWN

BOTTOM-UP

PARTICIPATORY

Gambar VI-2. Evolusi Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia

Berdasarkan gambar VI-2 terlihat bahwa evolusi pelaksanaan

pembangunan di Indonesia dapat dilihat dari 3 buah sisi, yaitu:

a.) Dilihat dari sisi kekuatan pelaksana pembangunan.

Berdasarkan kekuatan pelaksanaan pembangunan telah terjadi

pergeseran kekuatan pelaksana dari pemerintah pusat menjadi

pemerintah daerah. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang

Pemerintah Daerah, fokus utama pelaksanaan pembangunan ada di

OTDA

Page 7: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-7

kabupaten/kota. Dalam pengertian bahwa pelaksanaan pembangunan di

Indonesia saat ini lebih menitik beratkan pada pembangunan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah khususnya pemerintah

kabupaten/kota. Kondisi tersebut diperlukan untuk menjamin bahwa

pelaksanaan kegiatan pembangunan benar-benar dapat dinikmati oleh

masyarakat, hal ini disebabkan karena dalam proses perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan tahun-tahun sebelumnya masyarakat masih

merasa belum menikmati bahkan mereka memandang bahwa

pembangunan yang dilaksanakan bukan merupakan aspirasi masyarakat

itu sendiri. Akibat dari hal tersebut maka pembangunan yang dilakukan

tidak bisa berjalan dengan baik karena keterlibatan, rasa tanggung

jawab dan rasa memiliki dari pelaksaaan pembangunan tidak mendapat

dukungan dari masyarakat sepenihnya. Oleh sebab itu perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan harus dilakukan didaerah, khususnya

daerah yang paling dekat dengan masyarakat, agar aspirasi masyarakat

bisa terpenuhi sehingga diharapkan mampu menjamin keberhasilan

pembangunan lebih baik lagi. Konsepsi inilah yang mendasari peralihan

kekuasaan pelaksanaan pembangunan dari Pemerintah Pusat ke

Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,

karena pemerintah kabupaten/kota merupakan pemerintahan yang

paling dekat degan masyarakat.

Akan tetapi satu hal yang mesti diingat bahwa pembangunan yang

dilaksanakan di daerah harus sesuai dengan arah pembangunan

nasional yang akan dituju. Dalam pelaksanaan otonomi daerah tugas

utama dari Pemerintah Pusat ditujukan pada dua hal, pertama, dibidang

perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro,

sedangkan yang kedua, Pemerintah pusat masih memegang kendali

Page 8: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-8

pembangunan terutama pada segala sesuatu yang terkait dengan

kepentingan nasional atau strategis nasional, seperti:

- Hukum

- Pertahanan dan Keamanan nasional (Hankamnas)

- Permasalahan keagamaan

- Politik Luar Negeri

- Kebijakan Fiskal & Moneter Nasional

Dalam prosesnya kemudian diharapkan bahwa kekuatan pelaksanaan

pembangunan ada di tangan rakyat, sehingga benar-benar mampu

mewujudkan pembangunan yang berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh

rakyat dan untuk rakyat itu sendiri.

b.) Dilihat dari sisi pendekatan pembangunan.

Dalam pendekatan pembangunan telah terjadi evolusi dari pendekatan

sektoral – yang sangat dominan dilakukan pada periode-periode

sebelumnya – menjadi pendekatan regional. Dengan diberikannya

kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah, maka fokus

pembangunan menjadi ada di tingkat daerah. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya kewenangan pemerintah pusat menjadi sangat

terbatas, yaitu hanya pada segala sesuatu yang terkait dengan

kepentingan nasional saja yang bisa diurus oleh pemerintah pusat.

Pentingnya peran pembangunan regional merupakan suatu keniscayaan,

karena pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang nota bene berada di daerah. Sesuai dengan tujuan dari

perencanaan pembangunan regional (yang telah dibahas pada modul I),

maka salah satu cara untuk dapat mengetahui aspirasi sebenarnya dari

masyarakat, maka pelaksanaan pembangunan harus dilakukan oleh

Page 9: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-9

pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakatnya, yaitu

pemerintah daerah yang akan melakukan pendekatan pembangunannya

berdasarkan pendekatan yang ada di regionnya masing-masing.

Seperti juga yang telah dijelaskan di atas, bahwa

c.) Dilihat dari sisi perencanaan pembangunan

Penyerahan kewenangan dalam pelaksanaan pembangunan ke

Pemerintah Daerah (otonomi) memiliki konsekuensi bahwa pendekatan

pembangunan yang dilaksanakan juga harus berorientasi kepada

pendekatan daerahnya masing-masing. Pendekatan pembangunan yang

berorientasi kepada pembangunan regional akan berdampak kepada

perubahan dalama sisi perencanaannya. Jika pusat memiliki

kewenangan yang besar dalam penentuan pelaksanaan pembangunan

(seperti kewenangan yang diberikan berdasarkan UU Pemerintahan

Daerah No. 5 tahun 1974), maka perencanaan yang bersifat Top-Down

(sectoral planning) menjadi lebih dominan, karena perencanaan dan

kegiatan pembangunan lebih banyak dilakukan oleh instansi-instansi

vertikal di pusat hingga di daerah. Semetara itu sebaliknya jika

pendekatan pembangunan regional maka perencanaan yang bersifat

Bottom-Up Planning menjadi lebih besar, karena cara inilah yang

mampu menjaring aspirasi yang ada pada masyarakat untuk

kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Sebenarnya perencanaan tersebut juga merupakan suatu proses transisi

untuk mengarah kepada perencanaan yang bersifat partisipatory,

dimana pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dalam

pembangunan menjadi inti utama proses pembangunan itu sendiri. Oleh

Page 10: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-10

sebab itu proses ini akan membawa kepada perencanaan pembangunan

yang berbasis masyarakat (community base development planning).

1.1. Bottom up planning

Evolusi pembangunan di Indonesia akibat adanya otonomi daerah,

seperti yang telah dijelaskan di atas, telah membawa perubahan yang cukup

besar bagi perencanaan pembangunan di negara ini. Kegiatan pembangunan

yang tadinya menekankan pada kekuatan pemerintah pusat (dengan

pendekatan sektoral sebagai penggerak utama pembangunan dan proses

perencanaan yang lebih mengarah kepada top-down planning) mulai berubah

pada pembangunan yang menekankan pada kekuatan daerah sebagai inti

pembangunan (dengan perencanaan regional sebagai penggerak utama dan

proses perencanaan yang dititikberatkan pada proses bottom-up planning).

Kondisi ini diharapkan hanya sebagai batu loncatan bagi upaya pembangunan

yang lebih menekankan pada upaya pemberdayaan msyarakat – dimana

kekuatan pembangunan ditekankan pada kekuatan rakyat, dengan

pendekatan pembangunan yang mengarah kepada pemberdayaan

masyarakat dan proses perencanaan yang bersifat partisipasif .

Perencanaan pembangunan yang bersifat dari bawah ke atas (Bottom

Up Planning) akan dimulai dari penjaringan aspirasi masyarakat. Dimulai dari

masyarakat yang paling kecil, yaitu pada tingkatan desa atau kelurahan

melalui forum Musbangdes, kemudian ditarik ke atas pada tingkatan

kecamatan (melalui forum temu karya UDKP), terus ketingkat kabupaten

(melalui forum Musrenbang Kabupaten/kota) dan propinsi, hingga pada

akhirnya akan kembali ke pemerintah pusat dalam forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Nasional. Adapun yang dimaksud dengan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) adalah forum

Page 11: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-11

antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan baik ditingkat

nasional maupun daerah. Proses perencanaan pembangunan yang bersifat

bottom-up diilustrasikan seperti gambar VI-3. Pendekatan perencanaan

bottom-up di Indonesia ditempuh melalui mekanisme Pedoman Penyusunan

Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D).

Gambar VI-3.

Proses Perencanaan Berdasarkan Bottom-Up

MUSRENBANG

(Tingkat Desa)

MUSRENBANG

(Tingkat Kecamatan)

MUSRENBANG

(Tingkat kab/kota)

DUP DAERAH

KONREG

MUSRENBANG

(Tingkat Propinsi)

MUSRENBANG NASIONAL

Page 12: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-12

Pelaksanaan perencanaan yang berasal dari bawah ke atas (bottom-up

planning) memiliki beberapa keunggulan, terutama yang berkaitan dengan

penerimaan masyarakat terhadap pembangunan yang dilaksanakan,

diantaranya adalah:

a.) Bottom-up planning lebih menekankan peran masyarakat dalam

menentukan keputusan dan penyelesaian permasalahan pembangunan

yang mereka hadapi. Karena masyarakat yang merumuskan dan

memutuskan kegiatan-kegiatan pembangunan, maka pelaksanaan

kegiatannya diharapkan akan memberikan rasa tanggung jawab yang

lebih besar untuk mencapai dan menjaga hasil-hasil pembangunan.

b.) Peran pemerintah pusat dalam perencanaan jenis ini tidak terlalu

besarnya. Tugas pemerintah pusat hanya sebagai fasilitator, regulator

dan motivator, terutama yang terkait dengan penyediaan prasarana

dasar pembangunan.

c.) Pelaksanaan perencanaan yang bersifat bottom-up akan menimbulkan

penguatan bagi institusi-institusi lokal yang ada di daerah.

Berkembangnya institusi lokal akan mendorong peningkatan

pembangunan di wilayah tersebut. Institusi-institusi lokal inilah yang

nantinya diharapkan akan dapat memecahkan masalah di wilayah

setempat.

1.2.Top down planning

Meskipun perencanaan yang bersifat bottom-up merupakan suatu

yang diprioritaskan dalam praktek perencanaan wilayah di Indonesia saat ini,

tidak berarti harus menghilangkan perencanaan yang bersifat dari bawah ke

atas (Top-down planning). Perencanaan yang bersifat top-down masih

Page 13: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-13

diperlukan, hanya saja penekanannya harus dikurangi. Perencanaan yang

bersifat top-down pada dasarnya adalah pendekatan perencanaan yang

menetapkan penjabaran rencana induk kedalam rencana rinci (Iwan Nugroho

& Rochim Dahuri, 2005). Dalam pelaksanaannya perencanaan yang bersifat

top-down sering dilakuka untuk perencanaan sektoral, dimana rencana induk

berasal dari pemerintah pusat sedangkan rencana rincinya ada di tingkat

daerah. Pada perencanaan sektoral seringkali target-target disusun ditingkat

nasional untuk kemudian dijabarkan dalam rencana kegiatan diseluruh

daerah, untuk mencapai target nasional yang telah disusun oleh pemerintah

pusat.

Contoh kasus dari perencanaan jenis ini adalah pelaksanaan

perencanaan di Departemen Kesehatan. Pemerintah pusat membuat suatu

target program peningkatan angka harapan hidup masayarakat Indonesia,

yang nantinya akan berakibat pada peningkatan pada nilai Indek

Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Kemudian setiap unsur

Departemen kesehatan yang ada di daerah akan mencoba menjabarkan

terget tersebut sesuai dengan kondisi masing-masing daerahnya, sehingga

akan dicapai peningkatan angka harapan hidup di masing-masing daerah –

yang berarti akan terjadi peningkatan angka harapan hidup di tingkat

nasional.

Penerapan perencanaan yang bersifat top-down dimulai dari proses

usulan kegiatan atau proyek yang berasal dari instansi-instansi sektoral yang

ada di daerah, seperti Kandep (di tingkat kabupaten/kota) untuk kemudian

dilanjutkan ke tingkat Kanwil (ditingkat propinsi). Selanjutnya perencanaan

yang disusun di tingkat ”bawahan” tersebut dibahas dalam forum rapat teknis

departemen untuk diusulkan menjadi daftar usulan proyek (DUP) dari

masing-masing lembaga tersebut (tahapan perencanaan yang bersifat top-

Page 14: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-14

down dijabarkan seperti gambar VI-4). Berdasarkan UU No. 25 tahun 2004,

setiap tahun masing-masing departemen atau lembaga yang ada di tingkat

nasional wajib membuat Rencana Pembangunan Tahunan

Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja

Kementerian/Lembaga (Renja-KL), yang merupakan dokumen perencanaan

Kementerian/ Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.

Gambar VI-4.

Proses Perencanaan Berdasarkan Top-down

KANDEP

DUP KANWIL/KANDEP

RAPAT TEKNIS DEPT/LEMBAGA

DUP DEPT/LEMBAGA

MUSRENBANG NASIONAL

Page 15: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-15

1.3. Proses Perencanaan Dalam Otonomi

Berdasarkan penjelasan terdahulu terlihat bahwa ada hubungan yang

erat antara perencanaan wilayah dengan otonomi daerah. Pemberian

otonomi kepada daerah-daerah dalam suatu perekonomian nasional

memperbesar peluang bagi penerapan perencanaan wilayah dalam

pembangunan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa proses perencanaan

otonomi pada dasarnya merupakan proses perencanaan wilayah itu sendiri.

Perencanaan wilayah, menurut Hoover & Giarratani (1985), memiliki tiga ciri

utama, yaitu:

a.) Pada dasarnya didapati kenyataan bahwa sesungguhnya pergerakan

faktor-faktor produksi (seperti tenaga kerja, dan modal) tidak bisa

berpindah secara bebas (imperfect mobility of factor). Beberapa

sumber-sumber daya tertentu secara fisik relatif sulit atau memiliki

hambatan untuk digerakkan antarwilayah. Hal ini disebabkan adanya

faktor-faktor yang bersifat lokasional (yang bersifat khas atau

endemic, misalnya iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme

produksi. Faktor inilah yang membuat bahwa suatu wilayah memiliki

keunikan masing-masing yang bisa dijadikan dasar sebagai keunggulan

komparatif dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sejauh ini

karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi

komoditas dari sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan,

pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha sektor primer lain.

b.) Ciri dasar kedua dari perencanaan wilayah (yang juga telah banyak

dibicarakan pada modul IV) adalah bahwa pada dasarnya setiap

aktivitas kegiatan usaha cenderung untuk melakukan aglomerasi

dalam suatu lokasi tertentu. Aglomerasi merupakan fenomena

eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa

Page 16: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-16

meningkatnya keuntungan-keuntungan sebagai akibat pemusatan eko-

nomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya-biaya

produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan

distribusi produk. Oleh karena itu pada dasarnya kegiatan

perkembangan aktivitas perekonomian tidak dapat secara sempurna

dipilah-pilah berdasarkan wilayah administratifnya (imperfect

divisibility).

c.) Ciri khas yang ketiga dari perencanaan wilayah adalah bahwa pada

dasarnya pergerakan barang dan jasa antar wilayah juga tidak bisa

bergerak secara sempurna (imperfect mobility of good and services)

karena perlu mempertimbangkan berapa besar biaya transportasi

untuk mendistribusikan komoditi tersebut. Biaya transport adalah salah

satu komponen penting yang mempengaruhi aktivitas perekonomian

(hal ini telah banyak dibahas dalam modul III). Implikasi dari biaya

transport adalah biaya yang ditimbulkan yang terkait dengan jarak

dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan

pembangunan wilayah.

Ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dalam perencanaan wilayah,

karena akan berdampak pada keberhasilan pembangunan wilayah itu sendiri.

Selain itu pertimbangan organisasi dalam perencanaan wilayah juga menjadi

point tersendiri yang harus dipertimbangkan. Seperti yang telah dibahas di

atas bahwa otonomi daerah memerlukan peningkatan pada institusi di daerah

agar dapat memecahkan masalah-masalah yang ada di wilayahnya masing-

masing.

Amanat UU No. 32/2004 (sebagai pengganti UU N0. 22/1999)

tentang Pemerintahan Daerah juga menekankan bahwa, Pemerintahan

daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan

Page 17: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-17

kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah

(pasal 2 ayat (3)), yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan

harus bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari masyarakatnya.

Tidak seperti UU No. 22/1999 maka UU No. 32/2004 lebih mengandung

kepastian mengenai kewenangan antar tingkat pemerintahan, seperti yang

diatur dalam pasal 10 ayat (3) tentang kewenangan pusat, pasal 13 ayat (1)

tentang kewenangan propinsi, serta pasal pasal 14 ayat (1) tentang

kewenangan kabupaten/kota, pasal 126 ayat (3) tentang kewenangan camat

dan pasal 206 tentang kewenangan desa. Dengan adanya kepastian

kewenangan tersebut maka semakin jelas pula peran antar tingkatan institusi

dalam proses pembangunan. Kondisi ini diharapkan dapat memberikan iklim

yang lebih kondusif dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia.

Tabel VI-1 menggambarkan tentang peran masing-masing tingkat

pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan tabel tersebut

terlihat titik berat perencanaan untuk masing-masing tingkat pemerintahan

berbeda-beda, begitu juga dengan pelaku dan sasarannya. Semakin kebawah

sifat perencanaan menjadi semakin operasional dan menuju kearah

perencanaan pada kegiatan-kegiatan riil dari berbagai aktivitas yang ada di

masyarakat. Peran pemerintah sebagai penyedia sarana dan prasarana publik

semakin mendorong pelaksanaan perencanaan yang bersifat bottom-up,

karena pada dasarnya pemerintahan yang paling dekat dengan

masyarakatlah yang paling mengerti tentang kebutuhan-kebutuhan apa saja

yang memang diingini oleh masyarakat yang ada diwilayahnya masing-

masing. Oleh sebab itu proses perencanaan dalam otonomi daerah dapat

dipandang sebagai proses pemberdayaan institusi-institusi lokal yang ada di

wilayahnya masing-masing, untuk berusaha memberikan hal yang terbaik

dari setiap aspirasi yang ada di masyarakat.

Page 18: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-18

Tabel VI-1 Skema Perencanaan Pembangunan

Di Masing-Masing Tingkatan Pemerintahan

No. JENIS PEMERINTAHAN PELAKU SASARAN TITIK BERAT

I. PUSAT Perencana Pembangunan Nasional - Pemerintah - Swata

- Masyarakat

- Ekonomi makro nasional - Kebijakan moneter dan fiscal (stabilisator)

- Distribusi dan pemerataan pendapatan

- Jaminan sosial masyarakat - Pemersatu bangsa

- Kegiatan bersifat nasional - Kegiatan antar sektor

- Kegiatan internasional - Kegiatan antar daerah

- Tata Ruang Nasional

- Pelestarian lingkungan hidup - Standarisasi

II. PROPINSI Perencana Pembangunan Propinsi - Pemerintah - Swata

- Masyarakat

- Ekonomi makro propinsi - Kegiatan antar kabupaten/kota

- Koordinasi antar kabupaten/kota - Tata ruang propinsi

III. KABUPATEN/KOTA Perencana Pembangunan Kabupaten/Kota

- Pemerintah - Swata

- Masyarakat

- Perekonomian sektor riil - Tata ruang dan tata guna tanah

- Penyediaan sarana dan prasarana perkotaan (alokasi barang publik)

- Pelayanan masyarakat (alokasi jasa)

IV. DESA Masyarakat Desa Dibantu Perencana

Pembangunan Kabupaten

Masyarakat - Perekonomian sektor riil pedesaan

- Pelayanan masyarakat

- Pemberdayaan masyarakat

Page 19: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-19

Gambar VI-5. Diagram Sistem Perencanaan Pembangunan

RPJP RPJM

ASPEK

LINGKUNGAN

RTRWN KERANGKA

MAKRO

EKONOMI NASIONAL

Renstra-KL

RKP

(APBN) Renja-KL

RTRWP RENCANA EKONOMI

PROPINSI

Renstra-SKPD

PROPINSI

RKPD (APBD

PROPINSI)

RTRWK RENCANA

EKONOMI

KAB/KOTA

Renstra-SKPD

KAB/KOTA

RKPD

(APBD KOTA/KAB)

PEMB NAS & DAERAH

RPJM PROPINSI

RPJM KAB/KOTA

PAD

PAD

PUSAT

PROPINSI

KAB/KOTA

Renja-

RKPD Propinsi

Renja-

RKPD Kota/Kab

RPJP

RPJP

UUD 45

Page 20: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-20

Agar proses perencanaan pembangunan daerah dapat berjalan dengan

baik maka perlu disusun beberapa dokumen perencanaan. Dokumen-

dokumen perencanaan tersebut disusun untuk masing-masing tingkatan

pemerintahan, selain itu dokumen tersebut juga harus disusun berdasarkan

jangka waktu perencanaannya (mulai perencanaan jangka panjang, jangka

menengah hingga jangka pendek). Gambar VI-5 menggambarkan susunan

dokumen perencanaan berdasarkan tingkatan pemerintahan, serta

menggambarkan keterkaitan diantara masing-masing dokumen perencanaan

tersebut untuk tiap tingkatan pemerintahan maupun antar tingkatan

pemerintahan.

Undang-undang No. 4/1999 tentang GBHN (yang saat ini bernama

RPJM) menyatakan bahwa langkah awal dari perencanaan pembangunan

daerah adalah dengan membuat pola dasar (yang menurut UU No. 25/2004

disebut sebagai RPJM propinsi dan kabupaten/kota) – sebagai garis besar

arah pembangunan daerah selama 5 tahun kedepan yang bisa terlihat

melalui visi, misi, serta strategi dan arah kebijakan pembangunan masing-

masing daerah. Selanjutnya berdasarkan UU No. 25/2000 tentang Propenas

ditetapkan bahwa setiap daerah harus memiliki Program Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP) dan Program Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) yang berisi sasaran dan program perencanaan pembangunan yang

akan dilaksanakan di daerah. Bersama RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

dan kerangka Makro Ekonomi maka RPJP menjadi dasar dari visi, misi, serta

strategi dan arah kebijakan pembangunan yang ada pada Renstra (Rencana

Strategis). Terkait dengan RPJM maka PP No. 108/2000 mengharuskan

daerah/unit kerja daerah membuat Rencana Strategis (Renstra) sebagai

wujud keterukuran sasaran dan program yang telah ditetapkan pada RPJM.

Renstra merupakan perecanaan yang bersifat indikatif dalam artian bahwa

Page 21: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-21

informasi, baik tentang sumber daya yang diperlukan maupun keluaran dan

dampak yang tercantum di dalam dokumen rencana ini, hanya merupakan

indikasi yang hendak dicapai dan bersifat tidak kaku. Semua dokumen

perencanaan tersebut merupakan dokumen perencanaan jangka menengah.

Produk terakhir dari dokumen perencanaan pembangunan adalah dokumen

perencanaan jangka pendek. UU No. 33/2004 menyatakan bahwa setiap

daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai rencana

tahunan kegiatan pembangunan di daerah. Selanjutnya setiap unit

kerja/perangkat daerah akan menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja

Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang merupakan detilasi dari RKPD.

Seperti rencana operasional pada umumnya hal-hal yang diatur dalam

RKPD dan Renja SKPD sangat detail dan akurat, dan sangat fokus hanya

berisi berbagai rencana kegiatan yang menjadi kewenangan dari masing-

masing SKPD saja. Misalkan saja Dinas Kesehatan hanya memfokuskan diri

pada perencanaan berbagai kegiatan yang menjadi kewenagannya, begitu

juga dengan dinas-dinas yang lain. Hanya saja untuk beberapa program yang

saling berkaitan (contohnya saja seperti program peningkatan kesehatan

lingkungan masyarakat, maka Dinas Kesehatan harus berkoordinasi dengan

Dinasa Pekerjaan Umum untuk misalkan membangun MCK dan sarana air

minum bagi masyarakat). Satu hal lain yang menjadi ciri dari rencana

operasional (renja SKPD) adalah bahwa setiap rencana kegiatan yang disusun

didalamnya sudah termasuk rencana alokasi biaya yang dibutuhkan, serta

target hasil yang hendak dicapai selama periode perencanaan. Biasanya

semua kegiatan dari renja SKPD akan tertuang dalam dokumen perencanaan

keuangan daerah yang dikenal sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) dan nota keuangan daerah.

Page 22: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-22

Gambar VI-6. Keterkaitan Produk Perencanaan Pada

Pemerintah Daerah

RPJM : - Strategi pembangunan

- Kebijakan umum - Program prioritas

- Arah Kebijakan Keuangan

RENSTRA SKPD : - Strategi

pembangunan - Kebijakan umum

- Program prioritas

- Arah Kebijakan Keuangan

-

Rencana Kerja Pemerintah Daerah/RKPD: - Arah & Kebijakan

- Prioritas - Program - Kegiatan

Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (Nota Keuangan):

- Arah & Kebijakan - Prioritas - Program & Kegiatan

APBD

RENCANA

PEMBANGUNAN 5 TAHUNAN

RENCANA

PEMBANGUNAN

TAHUNAN

Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)

- Arah & Kebijakan - Prioritas

- Program & Kegiatan

Page 23: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-23

Pada tingkat pemerintah daerah keterkaitan antar dokumen-dokumen

perencanaan serta materi-materi yang ada pada setiap dokumen tersebut

dijelaskan seperti pada gambar VI-6. Berdasarkan gambar tersebut terlihat

bahwa perencanaan jangka menengah dapat dikategorikan sebagai

perencanaan strategik (strategic planning), dimana perencanaan tersebut

memfokuskan pada penjabaran visi, misi pembangunan di masing-masing

daerah sebagai tujuan akhir yang hendak dicapai dalam pembangunan. Untk

pencapaian visi dan misi pembangunan RPJM akan memuat rencana-rencana

strategi pembangunan, kebijakan umum pembangunan, serta program-

program prioritas yang disusun sebagai dasar pijakan untuk mencapai visi

dan misi yang telah ditetapkan. Sedangkan rencana tahunan merupakan

rencana operasional (operational planning) dari pembangunan itu sendiri,

dimana pada dokumen perencanaan tersebut telah dituangkan prioritas,

program dan kegiatan untuk masing-masing aktivitas kegiatan yang mungkin

dilakukan pada tahun yang bersangkutan. Selain itu juga rencana tahunan

telah memuat rencana anggaran dari tiap kegiatan yang diusulkan – yang

tercantum pada nota keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD).

Latihan :

1. Sebutkan 3 buah asas dalam pembangunan yang dilaksanakan di

Indonesia?

2. Berdasarkan Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem

perencanaan pembangunan nasional, ada 3 tahapan perencanaan

pembangunan yang harus dijalankan. Jelaskan ketiga tahapan

perencanaan tersebut!

Page 24: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-24

3. Jelaskan urutan perencanaan pembangunan yang didasarkan pada proses

perencanaan yang bottom-up!

4. Jelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses

perencanaan pembangunan yang didasarkan pada perencanaan yang

bersifat top-down!

5. Sebutkan titik berat kegiatan perencanaan pembangunan di tingkat

kabupaten/kota dalam kerangka otonomi daerah!

Petunjuk jawaban latihan:

1. Lihat penjelasan mengenai asas-asas pembangunan berdasarkan UU

nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

2. Perhatikan pembahasan tahapan perencanaan pembangunan

berdasarkan UU nomor 25 tahun 2004

3. Perhatikan penjelasan tahapan perencanaan seperti yang digambarkan

pada Gambar VI-3 tentang proses perencanaan berdasarkan bottom-up

planning

4. Perhatikan penjelasan tahapan perencanaan seperti yang digambarkan

pada gambar VI-4 tentang proses perencanaan berdasarkan top-down

planning

5. lihat penjelasan mengenai 4 titik berat atau fokus perencanaan

pembangunan ditingkat kabupaten/kota seperti yang dijelaskan pada

tabel VI-1.

Page 25: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-25

Rangkuman

Penetapan UU No, 22 dan 25 tahun 1999 merupakan titik tolak dari

perubahan dalam sistem perencanaan pembangunan di Indonesia. Meskipun

dalam pelaksanaannya perencanaan pembangunan masih tetap

menggunakan 3 asas, yaitu:

- Asas desentralisasi

- Asas dekonsentrasi

- Asas tugas pembantuan

Akan tetapi berkat kedua undang-undang tersebut pembangunan di

Indonesia telah mengalami pergeseran, baik dari sisi kekuatan, pendekatan,

maupun perencanaannya.

Proses perencanaan saat ini lebih dititik beratkan pada perencanaan

yang bersifat bottom-up. Proses perencanaan pembangunan yang bersifat

dari bawah ke atas diawali dari penjaringan aspirasi masyarakat, yaitu

dimulai dari masyarakat yang paling kecil, yaitu pada tingkatan desa atau

kelurahan melalui forum Musbangdes, kemudian ditarik ke atas pada

tingkatan kecamatan,terus ketingkat kabupaten dan propinsi, hingga pada

akhirnya akan kembali ke pemerintah pusat dalam forum Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Berbeda dengan proses perencanaan yang didasarkan pada metode

top-down yang memfokuskan penjabaran rencana induk (yang biasanya

berasal dari pusat) kedalam rencana rinci (yang ada didaerah). Metode

Bottom-up diharapkan bisa dijadikan batu loncatan bagi upaya pembangunan

yang lebih menekankan pada upaya pemberdayaan masyarakat .

Page 26: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-26

Agar proses perencanaan pembangunan daerah dapat berjalan

dengan baik maka perlu disusun beberapa dokumen perencanaan. Dokumen-

dokumen perencanaan tersebut dapat disusun untuk masing-masing

tingkatan pemerintahan, maupun berdasarkan jangka waktu

perencanaannya. Jika perencanaan di dasarkan pada tingkatan pemerintahan

daerah, maka akan ditemukan dokumen perencanaan, nasional, propinsi atau

perencanaan kabupaten/kota. Sedangkan jika perencanaan didasarkan dari

jangka waktu perencanaannya, maka dapat disusun berdasarkan hirarki

sebagai berikut:

- Rencana Jangka Panjang

- Rencana Jangka Menengah

- Rencana Jangka Pendek

Karena dasar kebijakan perencanaan pembangunan di Indonesia saat

ini adalah otonomi daerah, yang memberikan kewenangan kepada daerah

untuk melaksanakan kegiatan pembangunannya diwilayah masing-masing,

maka proses perencanaan otonomi tidak lain adalah perencanaan wilayah

itu sendiri, yang menurut Hoover punya 3 ciri utama, yaitu:

- imperfect mobility of factor

- imperfect divisibility

- imperfect mobility of good and services

Page 27: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-27

Test Formatif Modul VI Bagian 1:

Pilihlah satu jawaban yang anda anggap tepat !

1. Dalam sistem perundang-undangan pemerintahan daerah di Indonesia

saat ini, susunan pemerintahan dibagi kedalam beberapa tingkatan

yaitu………

a) Pemerintah Pusat sebagai atasan dan Pemerintah Daerah sebagai

daerah bawahan

b) Pemerintah sebagai atasan, Provinsi sebagai bawahan pemerintah

dan Kabupaten/Kota sebagai bawahan Provinsi

c) Pemerintah sebagai atasan dan kabupaten/kota sebagai daerah

bawahan

d) Pemerintah sebagai atasan dan Provinsi sebagai daerah bawahan

2. Yang merupakan pengertian yang salah dari istilah dalam perencanaan

pembangunan dibawah ini adalah.....

a) Visi dan Misi adalah rumusan umum mengenai keadaan dan

upaya-upaya yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.

b) Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program

indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.

c) Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah

Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan.

d) Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih

kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga

untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi

anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh

instansi pemerintah.

Page 28: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-28

3. Dibawah ini yang bukan merupakan tugas utama pemerintah dalam

perencanaan pembangunan adalah......

a) Segala kegiatan yang berkaitan dengan Yustisi

b) Pengendalian pembangunan secara makro

c) Permasalahan keagamaan

d) Permasalahan sektor riil

4. Perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh departemen teknis

terkait di Indonesia saat ini dilakukan berdasarkan sistem ........

a) Bottom-up planning

b) Asas tugas perbantuan

c) Top-down planning

d) Asas desentralisasi

5. Istilah dibawah ini yang pengertiannya sama dengan Pola dasar

pembangunan adalah .......

a) Renstra RKPD

b) RPJM

c) RKPD

d) RPJP

Pilihlah jawaban anda sesuai dengan aturan seperti dibawah ini:

- Jika jawaban, (1), (2), dan (3) benar maka pilih A

- Jika jawaban (1) dan (3) benar maka pilih B

- Jika jawaban (2) dan (4) benar maka pilih C

- Jika seluruh jawaban salah maka pilih D

Page 29: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-29

6. Dibawah ini merupakan beberapa hal yang merupakan keunggulan dari

pelaksanaan perencanaan yang berasal dari bawah ke atas kecuali.......

(1) Perencanaan yang berasal dari bawah ke ata menekankan peran

masyarakat

(2) Tidak ada peranan dari pemerintah pusat dalam pelaksanaan

perencanaan jenis tersebut

(3) Perencanaan itu akan menumbuhkan penguatan bagi institusi-

institusi lokal yang ada di daerah

(4) Partisipasi masyarakat dijamin pasti akan terlaksana dalam

perencanaan tersebut

7. Dibawah ini merupakan beberapa hal yang menjadi fokus pembangunan

yang dilaksanakan di tingkat provinsi kecuali......

(1) Perencanaan ekonomi makro wilayahnya

(2) Kegiatan antar kabupaten/kota

(3) Koordinasi antar kabupaten/kota

(4) Tata ruang wilayahnya

8. Dibawah ini yang merupakan hal yang tidak benar dalam hirarki

perencanaan pembangunan di Indonesia adalah......

(1) Setiap perencanaan pembangunan di daerah harus menyesuaikan

diri dengan perencanaan pembangunan nasional

(2) RPJM tingkat kabupaten/kota perlu mempertimbangkan semua

produk perencanaan yang ada di tingkat propinsi

(3) Renja RKPD merupakan penjabaran lebih detail dari RKPD pada

tahun yang sesuai

Page 30: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-30

(4) RPJM yang dibuat harus mempertimbangkan rencana tata ruang

yang ada diwilayahnya masing-masing

9. Dibawah ini yang bukan merupakan bagian dari kegiatan Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) adalah......

(1) Menyusun arah dan kebijakan umum pembangunan untuk tahun

yang bersangkut

(2) Membuat prioritas-prioritas pembangunan

(3) Menyusun program-program pembangunan

(4) Membuat kegiatan-kegiatan pembangunan

10. Beberapa hal dibawah ini adalah hal-hal yang mengalami evolusi karena

diberlakukannya UU No. 22/1999, diantaranya adalah........

(1) Kekuatan pelaksana pembangunan

(2) Pendekatan pembangunannya

(3) Sistem perencanaan pembangunannya

(4) Idiologi dasar pembangunannya

Cocokan semua jawaban anda dengan kunci jawaban Tes formatif

modul VI. Kemudian hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian

gunakan rumus dibawah ini sejalan dengan proses administratif yang sedang

berjalan.

Rumus tingkat penguasaan materi dalam modul ini adalah sebagai

berikut:

Tingkat Penguasaan = 100%x 10

benar yang JawabanJumlah

Page 31: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-31

Pengertian tingkat penguasaan yang anda capai:

a.) 90% - 100% = sangat baik

b.) 80% - 89% = baik

c.) 70% - 79% = cukup

d.) Kurang dari 70%= kurang

Apabila tingkat penguasaan anda pada materi ini mencapai lebih dari

80% maka anda dapat melanjutkan ke tingkat pelajaran berikutnya. Bagus !

Akan tetapi jika tingkat penguasan materi anda kurang dari 80% maka

dianjurkan bagi anda untuk mempelajari kembali materi ini, terutama pada

bagian-bagian yang anda belum pahami dan kuasai.

Page 32: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-32

2. Koordinasi Lintas Sektoral

2.1. Pentingnya koordinasi lintas sektoral

Pelaksanaan perencanaan pembangunan selalu akan melibatkan

berbagai unsur karena pada dasarnya pembangunan itu sendiri merupakan

suatu proses yang multidimensi (lihat kembali penjelasan dari makna

perencanaan pembangunan pada modul I). Keterlibatan masing-masing

unsur sangat bervariasi bergantung pada tugas pokok dan fungsinya

(Tupoksi) masing-masing. Perbedaan dalam tugas pokok dan fungsi

mengakibatkan perbedaan pada sudut pandang dalam menilai suatu

permasalahan dalam pembangunan. Untuk mengatasi potensi perbedaan

tersebut itulah maka koordinasi menjadi sangat diperlukan.

Salah satu tujuan utama dari koordinasi yang dilakukan dalam proses

perencanaan pembangunan adalah agar proses pembangunan dapat

dijalankan secara sinergis dan harmonis, masing-masing unsur yang terlibat

dalam proses perencanaan diharapkan memberikan informasi mengenai

dasar pemikiran, rasionalisasi dan tujuan yang hendak dicapai dari setiap

aktivitas rencana kegiatan yang akan dilakukan agar dapat diselaraskan

dengan aktivitas-aktivitas rencana kegiatan yang lainnya. Beberapa alasan

yang dapat menjelaskan pentingnya koordinasi dalam proses pembangunan

dikemukakan oleh Riyadi dan Deddy Supriady sebagai berikut:

a.) Koordinasi dalam pembangunan sangat diperlukan sebagai suatu

konsekuensi logis dari adanya aktivitas dan kepentingan yang berbeda

b.) Aktivitas dan kepentingan yang berbeda juga membawa konsekuensi

logis terhadap adanya tanggung jawab yang secara fungsional berbeda

pula

c.) Ada institusi, badan, lembaga yang menjalankan peran dan fungsinya

masing-masaing

Page 33: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-33

d.) Ada unsur sentralisasi dan desentralisasi yang dijalankan dalam proses

pembangunan yang melibatkan institusi pusat maupun daerah

e.) Koordinasi merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan

penyelarasan dalam proses pembangunan, sehingga akan tercipta suatu

aktivitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk mencapai tujuan

pembangunan.

Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa dalam

perakteknya pelaksanaan perencanaan pembangunan di Indonesia masih

tetap mempertimbangkan keterkaitan antara perencanaan yang bersifat

bottom-up dan perencanaan yang bersifat top-down, meskipun pelaksanaan

pembangunan di Indonesia saat lebih menekankan pada peran pemerintah

daerah sebagai pelaksana utama pembangunan. Kedua jenis perencanaan

tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena keduanya tetap

dibutuhkan untuk menjamin adanya sinkronisasi dalam pembangunan.

Kejadian yang ada saat ini adalah bahwa penekanan dari pelaksanaan kedua

jenis perencanaan tersebut berbeda, dalam pengertian perencanaan yang

bersifat bottom-up dalam otonomi daerah saat ini lebih menjadi prioritas

dibanding dengan perencanaan yang bersifat top-down.

Proses perencanaan yang bersifat top-down biasanya diwujudkan

dalam perencanaan sektoral, sedangkan perencanaan yang bersifat bottom-

up lebih banyak terkait dengan perencanaan regional. Dengan demikian

koordinasi dan sinkronisasi antar kedua proses perencanaan tersebut

menggambarkan adanya koordinasi lintas sektoral. Bagaimana koordinasi

lintas sektoral tersebut berjalan dijelaskan oleh gambar VI-7. Berdasarkan

gambar tersebut terlihat bahwa proses koordinasi terjadi pada setiap acara

musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) baik pada tingkat

Page 34: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-34

pemerintahan kabupaten/kota, tingkat propinsi maupun tingkat pusat

(nasional). Musrenbang diselenggarakan dalam rangka menyusun rencana

pembangunan dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara (baik yang

berasal dari instansi daerah maupun yang berasal dari instansi sektoral)

dengan mengikutsertakan masyarakat.

Proses koordinasi yang dijelaskan pada gambar VI-7 tersebut berupaya

untuk menghindari adanya ego sektoral diantara berbagai unsur

penyelenggara negara, lembaga swasta dan masyarakat. Dengan adanya

koordinasi tersebut diharapkan akan terjalin saling pengertian dan kesadaran

diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam pembangunan, sehingga

diharapkan pelaksanaan pemabngunan tersebut dapat menjadi lebih baik

lagi, dalam pengertian tercipta peningkatan efisiensi dalam

pengalokasian/pemanfaatan sumber daya pembangunan yang diikuti dengan

efektivitas pelaksanaa pembangunan.

Berdasarkan ruang lingkup materinya, pelaksanaan koordinasi

diperlukan untuk menjamin adanya sinkronisasi antara perencanaan makro,

perencanaan sektoral, perencanaan regional serta perencanaan mikro.

Perencanaan makro adalah perencanaan nasional secara menyeluruh

(aggregate) meliputi seluruh kegiatan dalam skala nasional, seperti berapa

besar target pertumbuhan yang bisa dicapai, berapa besar investasi yang

dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan tersebut, bagaimana dengan

besarnya pendapatan yang diperoleh negara dari sektor pajak. Model

perencanaan makro sering juga disebut sebagai Aggregate Consistency

Model.

Page 35: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-35

Gambar VI-7.

Koordinasi Lintas Sektoral Dalam Pencanaan Pembangunan

Sedangkan perencanaan sektoral dan perencanaan regional sering

disebut sebagai Disagrregate Consistency Model, karena pada dasarnya

perencanaan tersebut merupakan penjabaran dan penguraian lebih rinci dari

perencanaan makro. Ruang lingkup kegiatan perencanaan sektoral

diantaranya adalah berusaha mencapai target pertumbuhan dan kebutuhan

investasi sektoral dalam pengertian bahwa perekonomian secara nasional

MUSRENBANG

(Tingkat Desa)

MUSRENBANG (Tingkat Kecamatan)

MUSRENBANG

(Tingkat kab/kota)

DUP

DAERAH KONREG

MUSRENBANG

(Tingkat Propinsi)

MUSRENBANG NASIONAL

KANDEP

DUP

KANWIL/KANDEP

RAPAT TEKNIS

DEPT/LEMBAGA

DUP DEPT/LEMBAGA

Page 36: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-36

dapat dibagi-bagi kedalam kegiatan yang lebih rinci yang disebut dengan

sektor dan sub sektor, sedangkan ruang lingkup perencanaan regional lebih

pada pertumbuhan perekonomian dan investasi wilayah, serta

mengupayakan pendayagunaan ruang di wilayahnya untuk kemudian mengi-

sinya dengan berbagai kegiatan sehingga menghasilkan alternatif

pembangunan yang terbaik bagi wilayah tersebut. Perencanaan regional

membagi perencanaan makro kedalam beberapa wilayah/lokasi. Sehingga

aspek lokasi dan kegiatan usaha menjadi dua hal penting dalam perencanaan

regional.

Perencanaan mikro adalah perencanaan operasional yang dilakukan

pada skala yang sangat rinci. Perencanaan ini mencakup pelaksanaan proyek-

proyek dan kegiatan-kegiatan yang disertai dengan rencana pembiayaannya

yang tergambar dalam Daftar Isian Proyek (DIP), Petunjuk Operasional (PO),

dan rancangan kegiatan. Menurut Iwan Nugroho dan Rochmin Dahuri (2004)

perencanaan mikro merupakan unsur yang sangat penting, karena pada

dasarnya pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan, baik untuk PJP II

maupun yang tertulis dalam Repelita VI, seluruhnya diandalkan pada

implementasi dari rencana-rencana di tingkat mikro. Efektivitas dan efisiensi

yang menjadi masalah nasional sehari-hari dapat ditelusuri penanganannya

dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana di tingkat mikro. Keterkaitan

antara perencanaan makro, sektoral, regional, dan mikro dapat dilihat dalam

Gambar VI-8.

Page 37: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-37

Gambar VI-8. Sinkronisasi Perencanaan Berdasarkan Ruang Lingkup

2.2. Langkah dan prosedur

Setiap tahun kedua jenis proses perencanaan tersebut (bottom-up dan

top-down planning) seperti yang diuraikan pada gamabarVI-7 dilakukan oleh

pemerintah untuk dapat memastikan bahwa koordinasi diantara dua proses

perencanaan tersebut. Bagian ini akan mencoba menjelaskan tentang

bagaimana langkah-langkah dan prosedur koordinasi tersebut dilakukan.

Langkah awal dari proses koordinasi adalah pada saat kegiatan

Musrenbang tingkat Kabupaten/Kota (Forum ini dahulu lebih dikenal dengan

nama Rapat Koordinasi Pembangunan/Rakorbang Tingkat II). Pada forum

PERENCANAAN MAKRO

PERENCANAAN

SEKTORAL Keterkaitan

Regional

PERENCANAAN

REGIONAL Keterkaitan

Sektoral

Koordinasi spasial

Efisiensi/efektivitas

Keperluan

sektor

Kemungkinan

sumber Keperluan

spasial Sumber regional

Alokasi spasial di wilayah/daerah

PERENCANAAN MIKRO

1. Kebijakan Operasional 2. Sasaran

3. Proyek Kegiatan 4. Lokasi

5. Anggaran

Page 38: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-38

Musrenbang tersebut Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) dan

bagian keuangan Sekretaris Daerah (Sekda) bertindak sebagai koordinator

dari perencanaan ditingkat kabupaten/kota mengumpulkan semua dinas yang

ada diwilayahnya untuk secara bersama-sama dengan DPRD membahas

program dan rencana kegiatan dari masing-masing dinas serta usulan-usulan

kegiatan perencanaan yang berasal dari masyarakat (yang dilaksanakan

melalui forus Musbangdes dan Murenbang kecamatan). Forum ini juga

membicarakan tentang rencana biaya yang tersedia untuk melaksanakan

berbagai kegiatan-kegiatan tersebut.

Selain membahas koordinasi berbagai program dan kegiatan yang

dihasilkan dari proses penjaringan aspirasi masyarakat, forum ini juga

berusaha untuk mengkoordinasikan program-program dan rencana kegiatan

yang berasal dari kebijakan pusat. Berdasarkan informasi yang ada dari

instansi teknis terkait (seperti Kandep) maka dapat diketahui program-

program dan rencana kegiatan pusat yang bisa dilaksanakan di daerahnya.

Kemudian program dan rencana kegiatan pusat tersebut akan

disinkronisasikan dengan program dan rencana kegiatan yang berasal dari

semua dinas yang ada, agar tidak tumpang tindih baik dari sisi kegiatan

maupun dari sisi pendanaan.

Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa tujuan utama dari

diadakannya koordinasi tersebut adalah agar kegiatan pembangunan menjadi

lebih efisien dan efektif, selain itu juga agar terjadi keharmonisan antara

rencana kegiatan yang berasal dari pusat dengan rencana kegiatan yang

berasal dari daerah itu sendiri. Dengan adanya ketiga hal tersebut (efisiensi,

efektifitas, dan harmonisasi) diharapkan pertumbuhan pembangunan yang

ada di daerah bisa lebih ditingkatkan.

Page 39: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-39

Pada dasarnya langkah dan prosedur yang di lakukan di tingkat

propinsi (melalui forum Musrenbang Propinsi) maupun ditingkat pusat

(melalui forum Musrenbang Nasiona), memiliki langkah-langkah dan prosedur

yang sama dengan yang ada di tingkat kabupaten. Yang menjadi perbedaan

utama adalah para aktor yang terlibat, misalkan saja pada forum Musrenbang

Propinsi maka yang terlibat dalam pembahasan adalah perwakilan dari

kabupaten/kota masing-masing dalam satu propinsi (yang biasanya diwakili

oleh Bappeda masaing-masing kabupaten/kota) serta instansi teknis terkait di

wilayah propinsi (kanwil). Kedua forum tersebut hanya membahas hal-hal

yang bersifat koordinasi program dan rencanan kegiatan lintas daerah

kabupaten/kota (untuk forum Musrenbang Propinsi) dan koordinasi program

dan rencana kegiatan lintas propinsi (untuk forum Musrenbang Propinsi).Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin adanya harmonisasi kegiatan dan

mencegah adanya ego kedaerahan, mengingat saat ini perencanaan

pembangunan lebih ditekankan kepada daerah kabupaten/kota

Proses penilaian kelayakan program dan usulan kegiatan di masing-

masing forum musyawarah tersebut didasarkan pada dua hal, pertama akan

dinilai bagaimana kesesuaian program dan usulan kegiatan atersebut dengan

tujuan dan ouput, sedangkan yang kedua penilaian akan dilakukan dari sisi

biaya yang dibutuhkan. Prosedur pemilihan usulan kegiatan tersebut

dijelaskan pada gambar VI-9. Berdasarkan prosedur tersebut akan dapat

ditentukan penilaian dari masing-masing usulan tersebut, dan

rekomendasinya jika usulan kegiatan tersebut bisa dilaksanakan.

Page 40: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-40

Gambar VI-9.

Keputusan Pemilihan Program dan Usulan Kegiatan

Usulan-usulan kegiatan yang bisa dilaksanakan adalah usulan kegiatan

dengan penilaian biaya rendah dan kesesuaian tinggi (dengan rekomendasi

hasil yang diharapkan), sedangkan usulan usulan program yang ditolak

(rekomendasi di eliminasi) adalah usulan kegiatan yang penilaian

pembiayaannya tinggi akan tetapi memiliki kesesuaian yang rendah. Usulan-

usulan kegiatan dengan penilaian biaya tinggi dan kesesuaian tinggi harus

dimodifikasi melalui usaha-usaha penurunan biaya agar bisa dijadikan

kegiatan yang dapat direalisasikan, sedangkan untuk usulan-usulan kegiatan

dengan biaya rendah dan kesesuaian rendah perlu dirancang ulang

Kesesuaian dengan tujuan strategis dan output

Biaya

Pembiayaan Tinggi Kesesuaian Rendah

Biaya Tinggi

Kesesuaian Tinggi

Biaya Rendah

Kesesuaian Rendah Biaya Rendah

Kesesuaian Tinggi

Eliminasi

Eliminasi atau Redesign

Penurunan Biaya

Hasil yang Diharapkan

Page 41: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-41

(redesign) usulan kegiatannya, dan jika tidak memungkinkan maka harus

dieliminasi.

2.3. Kendala dan Solusinya

Pelaksanaan proses dan koordinasi perencanaan yang dijelaskan di

atas semasa belum diberlakukannya UU No. 22/1999 pada tanggal 1 Januari

2001, tampaknya masih memiliki berbagai masalah. Banyak ditemui berbagai

kekurangan dan ketidaktaatan asas, seperti kuatnya peran instansi

sektoral/departemen dibandingkan dengan pemerintah di daerah. Kondisi ini

juga disinyalir oleh Riyadi dan Deddy S Bratakusumah, mereka mengatakan

bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan koordinasi

proses perencanaan seperti yang dijelaskan pada gambar VI-7 tersebut,

diantaranya adalah:

a.) Desentralisasi tidak berjalan dengan baik dan benar, terbukti dengan

masih banyaknya wewenang atau urusan yang sudah diserahkan

kepada daerah masih tetap ditangani oleh pusat

b.) Meskipun dana pembangunan dari pusat untuk daerah ada yang bersifat

block grant, namun pada pelaksanaan masih penuh dengan berbagai

intervensi dari pusat yang disalurkan melalui pedoman umum, jukalh

dan juknis dan berbagai pengarahan lainnya

c.) Partisipasi masyarakat selaku penerima manfaat dan penanggung resiko

sangat lemah, walaupun secara legal aspirasi masyarakat sudah

dicerminkan atau disuarakan oleh wakil rakyat di DPR

d.) Hasil-hasil dari berbagai forum koordinasi di daerah seringkali tidak

digubris oleh instansi pusat dengan berbagai alasan. Forum koordinasi

hanya merupakan ajang kenduri yang bersifat ritual setiap tahun

Page 42: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-42

e.) Forum Koordinasi seperti gambar VI-7 lebih banyak ke arah forum

penyelarasan shopping list atau daftar kemauan ketimbang proses

perencanaan

f.) Mengingat proses birokrasi yang ditempuh cukup memakan waktu yang

panjang, masyarakat tidak mendapatkan kepastian kapan keinginannya

akan terwujud

Hal tersebut terjadi karena proses pembangunan lebih menekankan pada

paradigma pertumbuhan sebagai tujuan utamanya.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam proses koordinasi, seperti yang

telah diungkapkan di atas ini, berakibat pada ketidakpuasan masyarakat. Para

tokoh masyarakat di Indonesia menilai bahwa aspirasi mereka tidak pernah

terwujud dalam pelaksanaan pembangun. Mereka menilai jauhnya jenjang

antar pemerintah pusat (yang menjadi kekuatan utama dalam pembangunan)

dengan masyarakat merupakan salah satu sebab dari sedikitnya aspirasi

masyarakat yang bisa terpenuhi dalam pembangunan.

Berdasarkan kondisi tersebut maka diusulkanlah evolusi perencanaan

pembangunan seperti yang telah dijelaskan pada gambar VI-2, dimana fokus

perencanaan akan ada pada pemerintahan yang paling dekat dengan

masyarakat (yaitu pemerintah kabupaten/kota). Adanya perbaikan

pelaksanaan dalam sistem otonomi di Indonesia diharpakan mampu

menyelesaikan kendala-kendala yang selama ini ada. Paling tidak dengan

sistem pemerintahan daerah yang didasarkan pada UU No. 22/1999 yang

kemudian diubah menjadi UU No. 33/2004 beserta aturan turunannya secara

materiel sistem perencanaan dan dan pengendalian pembangunan akan

memiliki standar aturan, prosedur dan norma-norma substantif yang lebih

jelas dan transparan yang menjamin bahwa kebutuhan masyarakat akan

terakomodasi dalam pelaksanaan pembangunan.

Page 43: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-43

Latihan :

1. Jelaskan tujuan utama dari pelaksanaan koordinasi yang dilakukan

dalam proses perencanaan pembangunan!

2. Ada 5 alasan pentingnya koordinasi dalam proses pembangunan seperti

yang dikemukakan oleh Riyadi dan Deddy Supriady, sebutkanlah kelima

alasan penting tersebut!

3. Jelaskan pengertian proses koordinasi yang didasarkan atas ruang

lingkup materinya!

4. Jelaskan bagaimana proses seleksi dan pemilihan program-program dan

usulan-usulan kegiatan yang dianggap layak untuk dilaksanakan?

5. Sebutkan minimal 3 hal yang sering menjadi kendala dalam

pelaksanaan koordinasi perencanaan pembangunan di Indonesia selama

ini!

Petunjuk jawaban latihan:

1. Lihat penjelasan mengenai tujuan utama pelaksanaan koordinasi

perencanaan pembangunan!

2. Lihat uraian dari pentingnya koordinasi dalam proses pembangunan

seperti yang dikemukakan oleh Riyadi dan Deddy Supriady!

3. Perhatikan penjelasan mengenai pengertian proses koordinasi ang

didasarkan pada ruang lingkup materi perencanaan.

4. Perhatikan penjelasan tentang proses seleksi dan pemilihan program-

program dan usulan-usulan kegiatan seperti pada gambar VI-9.

5. lihat penjelasan mengenai permasalahan yang sering dihadapi dalam

proses perencanaan pembangunan menurut Riyadi dan Deddy S

Bratakusumah.

Page 44: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-44

Rangkuman

Tujuan utama dari koordinasi yang dilakukan dalam proses

perencanaan pembangunan adalah agar proses pembangunan dapat

dijalankan secara sinergis dan harmonis, masing-masing unsur yang terlibat

dalam proses perencanaan diharapkan memberikan informasi mengenai

dasar pemikiran, rasionalisasi dan tujuan yang hendak dicapai dari setiap

aktivitas rencana kegiatan yang akan dilakukan agar dapat diselaraskan

dengan aktivitas-aktivitas rencana kegiatan yang lainnya. Beberapa alasan

yang memandang koordinasi merupakan suatu yang sangat penting, adalah:

a.) Koordinasi dalam pembangunan sangat diperlukan sebagai suatu

konsekuensi logis dari adanya aktivitas dan kepentingan yang berbeda

b.) Aktivitas dan kepentingan yang berbeda juga membawa konsekuensi

logis terhadap adanya tanggung jawab yang secara fungsional berbeda

pula

c.) Ada institusi, badan, lembaga yang menjalankan peran dan fungsinya

masing-masaing

d.) Ada unsur sentralisasi dan desentralisasi yang dijalankan dalam proses

pembangunan yang melibatkan institusi pusat maupun daerah

e.) Koordinasi merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan

penyelarasan dalam proses pembangunan, sehingga akan tercipta suatu

aktivitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk mencapai tujuan

pembangunan.

Pelaksanaan proses dan koordinasi perencanaan yang dijelaskan di atas

semasa belum diberlakukannya UU No. 22/1999 pada tanggal 1 Januari

2001, tampaknya masih memiliki berbagai masalah, seperti diantaranya:

Page 45: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-45

Test Formatif Modul VI Bagian 2:

Pilihlah satu jawaban yang anda anggap tepat !

1. Keterlibatan suatu instansi dalam kegiatan koordinasi pembangunan

harus selalu dikaitkan dengan .......

b) Kedudukannya dalam proses perencanaan

c) Tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi

a.) Desentralisasi saat ini belum berjalan dengan baik dan benar, terbukti

dengan masih banyaknya wewenang atau urusan yang sudah

diserahkan kepada daerah masih tetap ditangani oleh pusat

b.) Masih banyak intervensi dari pusat dalam bentuk pedoman umum,

jukak dan juknis dan berbagai pengarahan lainnya

c.) Partisipasi masyarakat masih lemah, walaupun secara legal aspirasi

masyarakat sudah dicerminkan atau disuarakan oleh wakil rakyat di

DPR

d.) Hasil-hasil dari berbagai forum koordinasi di daerah seringkali tidak

digubris oleh instansi pusat dengan berbagai alasan. Forum tersebut

sepertinya lebih ke arah forum penyelarasan shopping list atau daftar

kemauan ketimbang proses perencanaan

e.) Hingga saat ini proses birokrasi masih cukup panjang, sehingga

masyarakat tidak mendapatkan kepastian kapan keinginannya akan

terwujud

Page 46: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-46

d) Besarnya kontribusi instansi terebut dalam perekonomian daerah

e) Struktur organisasi institusi tersebut

2. Yang merupakan komposisi yang benar dalam melakukan koordinasi

antara pendekatan bottom up dengan top-down adalah

a) Kandep berkoordinasi dalam kegiatan temu Karya UDKP

b) Kanwil berkoordinasi dengan daerah dalam rangka Musrenban

Provinsi

c) Kementrian akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam

Konsultasi regional (Konreg)

d) Musrenbangnas merupakan koordinasi diantara seluruh daerah

yang ada di Indonesia

3. Perencanaan regional dan perencanaan sektoral memerlukan koordinasi,

terutama dalam pertimbangan .......

a) Koordinasi sumber-sumber spasial

b) Koordinasi keperluan sektoral

c) Koordinasi dalam bidang spasial

d) Koordinasi kemungkinan sumber

4. Jika anda merupakan penilai dari berbagai usulan kegiatan yang akan

dilakukan oleh pemerintah daerah, maka apa yang ada harus lakukan

jika didapati kenyataan bahwa usulan kegiatan tersebut memiliki sifat

membutuhkan biaya yang rendah akan tetapi juga memiliki kesesuaian

yang rendah....

a) Usulan kegiatan tersebut langsung di hapus

Page 47: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-47

b) Usulan kegiatan tersebut perlu diperbaiki terutama dari sisi

kesesuaiannya

c) Usulan tersebut langsung diterima, karena memiliki biaya yang

rendah

d) Kemungkinan kegiatan tersebut di tunda hingga tahun depan

5. yang dimaksud dengan Agrregate Consistency Model adalah

perencanaan ....

a) Perencanaan sektoral

b) Perencanaan makro regional

c) Perencanaan Makro nasional

d) Perencanaan mikro

Pilihlah jawaban anda sesuai dengan aturan seperti dibawah ini:

- Jika jawaban, (1), (2), dan (3) benar maka pilih A

- Jika jawaban (1) dan (3) benar maka pilih B

- Jika jawaban (2) dan (4) benar maka pilih C

- Jika seluruh jawaban salah maka pilih D

6. dibawah ini merupakan beberapa kendala dalam pelaksanaan koordinasi

proses perencanaan, kecuali ....

(1) Desentralisasi masih belum berjalan dengan baik

(2) Masih adanya intervensi dari pusat yang cukup besar

(3) Partisipasi masyarakat masih sangat lemah

(4) Lamanya proses birokrasi yang ditempuh

Page 48: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-48

7. Koordinasi sangat penting dalam proses perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan karena ....

(1) Adanya kepentingan dan fungsi yang berbeda beda dari setiap

institusi

(2) Adanya unsur sentralisasi dan desentralisasi yang secara bersama-

sama mesti dijalankan

(3) Adanya upaya penyelarasan dalam proses pembangunan

(4) Agar perencanaan menjadi semakin mendekati keinginan

masyarakat

8. Yang menjadi ruang lingkup dari perencanaan mikro diantaranya adalah

sebagai berikut, kecuali ......

(1) Penentuan anggaran dan lokasi kegiatan

(2) Penentuan organisasi yang akan melaksanakan

(3) Menentukan jenis kegiatan proyek yang akan dilaksanakan

(4) Peningkatan output produksi

9. Perencanaan sektoral dan perencanaan regional termasuk dalam

kategori jenis perencanaan .......

(1) Perencanaan yang melaksanakan sistem bottom up atau top down

planning

(2) Termasuk dalam kategori aggregate consistency model

(3) Termasuk dalam kategori disaggregate consistency model

(4) Perencanan yang hanya menerapkan satu sistem top-down

planning saja

Page 49: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-49

10. Musrenbang tingkat Kabupaten/kota akan dihadiri oleh beberapa

stakeholder untuk mengkoordinasikan pembangunan di tingkat

kabupaten/kota. Beberapa stakeholder yang akan hadir diantaranya

adalah .......

(1) Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten/kota

(2) Sekretariat Daerah

(3) DPRD

(4) Seluruh komponen masyarakat

Cocokan semua jawaban anda dengan kunci jawaban Tes formatif

modul VI. Kemudian hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian

gunakan rumus dibawah ini sejalan dengan proses administratif yang sedang

berjalan.

Rumus tingkat penguasaan materi dalam modul ini adalah sebagai

berikut:

Tingkat Penguasaan = 100%x 10

benar yang JawabanJumlah

Pengertian tingkat penguasaan yang anda capai:

e.) 90% - 100% = sangat baik

f.) 80% - 89% = baik

g.) 70% - 79% = cukup

h.) Kurang dari 70%= kurang

Apabila tingkat penguasaan anda pada materi ini mencapai lebih dari

80% maka anda dapat melanjutkan ke tingkat pelajaran berikutnya. Bagus !

Akan tetapi jika tingkat penguasan materi anda kurang dari 80% maka

Page 50: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-50

dianjurkan bagi anda untuk mempelajari kembali materi ini, terutama pada

bagian-bagian yang anda belum pahami dan kuasai.

Page 51: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-51

Kunci Jawaban Tes Formatif Bagian 1:

1. Jawab A

Dalam sistem perundang-undangan pemerintahan daerah di Indonesia

saat ini, yaitu UU No. 32/2004, dikatakan bahwa hirarki pemerintahan di

Indonesia terbagi atas Pemerintah Pusat yang kemudian disebut

sebagai Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun Pemerintahan

Daerah di Indonesia saat ini adalah Provonsi dan Kabupaten/Kota. Tidak

ada perbedaan Hirarki antara Provinsi dan Kabupaten/Kota, akan tetapi

Pemerintah Daerah merupaka daerah bawahan dari Pemerintah.

2. Jawab A

Visi dan misi adalah dua buah istilah yang berbeda, dimana Visi adalah

rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode

perencanaan. Sedangkan misi adalah rumusan umum mengenai upaya-

upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

3. Jawab D

Beberapa tugas utama pemerintah adalah dalam hal perencanaan

nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dan segala

sesuatu yang terkait dengan kepentingan nasional atau strategis

nasional, seperti hukum, pertahanan dan keamanan nasional

(Hankamnas), permasalahan keagamaan, politik luar negeri, kebijakan

fiskal & moneter nasional

4. Jawab C

Perencanaan sektoral merupakan perwujudan dari dilaksanakannya

perencanaan yang didasarkan pada top down planning.

Page 52: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-52

5. Jawab B

Undang-undang No. 4/1999 tentang GBHN menyatakan bahwa langkah

awal dari perencanaan pembangunan daerah adalah dengan membuat

pola dasar sebagai garis besar arah pembangunan daerah selama 5

tahun kedepan yang bisa terlihat melalui visi, misi, serta strategi dan

arah kebijakan pembangunan masing-masing daerah.

6. Jawab C

Beberapa keuntungan dari pelaksanaan bottom-up adalah bahwa

perencanaan tersebut menekankan pada peran masyarakat dalam

menentukan keputusan dan penyelesaian permasalahan pembangunan

yang dihadapi, peran pemerintah pusat dalam perencanaan tidak terlalu

besarnya (bukannya berarti tidakada), dan yang terakhir perencanaan

berdasarkan bottom-up akan menimbulkan penguatan bagi institusi-

institusi lokal yang ada di daerah. Bottom-up planning tidak menjamin

bahwa partisipasi masyarkat pasti terjadi.

7. Jawab D

Fokus utama atau titik berat kegiatan pembangunan yang ada di tingkat

provinsi adalah perencanaan ekonomi makro propinsi, kegiatan

pembangunan yang terjadi antar kabupaten/kota, mengkoordinasikan

berbagai kegiatan antar kabupaten/kota, serta menyusun tata ruang

propinsi.

Page 53: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-53

8. Jawab C

Lihat skema diagram alur yang ada pada gambar VI-5 diagram sistem

perencanaan pembangunan. Maka akan terlhiat bahwa rencana tata

ruang harus mempertimabangkan RPJM untuk masing-masing wilayah,

sedangkan untuk mencapai sinkronisasi pembangunan maka RPJM

tingkat kabupaten/kota harus mempertimbangkan RPJM yang ada di

tingkat Propinsi dan Nasional.

9. Jawab D

Ada 4 hal yang menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam menyusun

RKPD, yaitu:

- Menyusun arah dan kebijakan umum pembangunan untuk tahun

yang bersangkut

- Membuat prioritas-prioritas pembangunan

- Menyusun program-program pembanguna

- Membuat kegiatan-kegiatan pembangunan

10. Jawab A

Evolusi perencanaan pembangunan di Indonesia mencakup 3 hal

penting yaitu kekuatan pembangunan berubah dari pusat ke daerah,

pendekatan pembangunannya berubah dari sektoral ke regional,

sedangka sistem perencanaannya berubah menjadi dititikberatkan pada

bottom-up planning dibandingkan dengan top-down planning.

Page 54: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-54

Kunci Jawaban Tes Formatif Bagian 2:

1. Jawab B

Keterlibatan suatu instasi dalam koordinasi disesuaikan dengan

tupoksinya masing-masing, sehingga tidak akan overlapping dengan

tugas pokok dan fungsi dari instansi lainnya.

2. Jawab B

Seperti yang terlihat pada gambar VI-7 maka proses koordinasi

dilakukan pada saat musrenbang kabupaten/kota, yaitu antara Kandep

dan jajaran Pemda Kabupaten/Kota, juga pada Musrenbang Provinsi

antara kanwil dan jajaran pemda propinsi, Konsultasi regional (konreg)

merupakan koordinasi antar propinsi-propinsi dalam suatu region.

Sedangkan Musrenbangnas merupakan koordinasi antara kementrian

teknis dengan pemda.

3. Jawab C

Lihat gambar VI-8, terlihat bahwa proses koordinasi antara perencanaan

regional dan perencanaan sektoral terjadi pada saat

mempertimbangkan aspek spasial dalam penentuan kegiatan

pembangunan

Page 55: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-55

4. Jawab B

Perhatikan kriteria keputusan pemilihan pogram dan usuan kegiatan

yang diusulkan

5. Jawab B

Yang dinamakan dengan Agrregate Consistency Model adalah

perencanaan makro yaitu perencanaan nasional secara menyeluruh

(aggregate) yang meliputi seluruh kegiatan dalam skala nasional,

seperti berapa besar target pertumbuhan yang bisa dicapai, berapa

besar investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan

tersebut, bagaimana dengan besarnya pendapatan yang diperoleh

negara dari sektor pajak

Kesesuaian dengan tujuan strategis dan

output

Biaya

Pembiayaan Tinggi Kesesuaian Rendah

Biaya Tinggi

Kesesuaian Tinggi

Biaya Rendah

Kesesuaian Rendah Biaya Rendah

Kesesuaian Tinggi

Eliminasi

Eliminasi atau Redesign

Penurunan Biaya

Hasil yang Diharapkan

Page 56: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-56

6. Jawab D

Riyadi dan Deddy S Bratakusumah mengungkapkan bahwa kedala

dalam koordinasi proses perencanaan lebih disebabkan karena:

- Desentralisasi belum berjalan dengan baik dan benar

- intervensi dari pusat masih besar

- Partisipasi masyarakat sangat lemah

- Forum-forum koordinasi di daerah seringkali tidak sihirUKn oleh

pemerintah pusat

- Proses birokrasi yang ditempuh dari daerah ke pusat memakan

waktu yang lama

7. Jawab A

koordinasi merupakan suatu yang sangat penting untuk dilaksanakan

hal ini disebabkan karena adanya kepentingan yang berbeda, ada

institusi, badan, lembaga yang menjalankan peran dan fungsinya

masing-masaing, Ada unsur sentralisasi dan desentralisasi yang

dijalankan dalam proses pembangunan serta diperlukan sebagai upaya

penyelarasan dalam proses pembangunan

8. Jawab C

Dibawah ini merupakan ruang lingkup dari perencanaan mikro yang

dilakukan di suatu daerah, yaitu:

- Kebijakan Operasional

- Sasaran

- Proyek Kegiatan

- Lokasi

- Anggaran

Page 57: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-57

9. Jawab B

Perencanaan sektoral akan menerapkan sistem top-down planning,

sedangkan perencanaan regional akan menerapkan sistem bottom-up

planning. Akan tetapi keduanya termasuk kedalam kategori

disaggregate consistency model karena keduanya merupakan

penjabaran dari perencanaan makro nasional (aggregate consistency

model )

10. Jawab A

Musrenbang tingkat kabupaten/kota akan dihadiri oleh Bappeda

(Badan Perencana Pembangunan Daerah) dan bagian keuangan

Sekretaris Daerah (Sekda) bertindak sebagai koordinator dari

perencanaan ditingkat kabupaten/kota, semua dinas yang ada

diwilayahnya, bersama-sama dengan DPRD membahas program dan

rencana kegiatan dari masing-masing dinas serta usulan-usulan

kegiatan perencanaan yang berasal dari masyarakat (yang dilaksanakan

melalui forus Musbangdes dan Murenbang kecamatan).

Page 58: Modul VI Final Sekali: Prosedur dan Proses Perencanaan Regional

Perencanaan Regional

VI-58

Daftar Pustaka

Bagdja Muljarijadi, Pembangunan Daerah di Indonesia ; Paradigma Baru Menghadapi Era Desentralisasi, Semiloka Desentralisasi Fiskal di Indonesia Grand Ballroom Savoy Homann, 29 Juni – 1 juli 2000

Bagdja Muljarijadi, Perencanaan Pembangunan di Indonesia, Bahan ajar Ekonomi Perencanaan, Fakultas Ekonomi UNPAD

Bagdja Muljarijadi, Strategi dan Penyusunan APBD Berbasis Anggaran Kinerja, Disampaikan pada In House Training bagi anggota DPRD Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta, Graha Vidya Jatiluhur, 28 Desember 2004

Blakely , Edward J (1989). Planning Local economic Development, Theory and Practice, Sage Publications

Gregorio, Mila V, Kerangka Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, Refreshing Workshop P2TPD, 26 Juni 2003

Harris, Jody L., Performance Budgeting in Maine, Maine State Planning Office, Baltimore, 2001

Iwan Nugroho dan Rochmin Dahuri (2004). Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta,LP3ES

Kirkpatrick, Colin, at all (1994). Development Policy and Planning, Routledge,

Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2005). Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta : Gramedia.