Modul PKSABH

55
1 MODUL PELATIHAN PROGRAM KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (PKSABH) A. Deskripsi Pelatihan ini dirancang sebagai sebuah pelatihan partisipatif yang melibatkan peserta latih secara aktif untuk mengenal dan mengeksplor isu anak berkonflik dengan hukum. Pelatihan akan dimulai dengan penggalian pemahaman peserta mengenai isu, dilanjutkan dengan pengayaan berbagai informasi mengenai upaya-upaya perlindungan ABH, terutama berkaitan dengan pedoman operasional kesejahteraan social anak berhadapan dengan hukum. B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Peserta pelatihan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang PKSABH sebagai bekal dalam melaksanakan tugas mereka selaku Sakti Peksos. 2. Tujuan Khusus a. Peserta mampu memahami dan menjelaskan tentang informasi umum yang berkaitan dengan latar belakang,

description

Seberapa penting Pekekerja Sosal di indonesia

Transcript of Modul PKSABH

Page 1: Modul PKSABH

1

MODUL PELATIHAN

PROGRAM KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK

BERHADAPAN DENGAN HUKUM (PKSABH)

A. Deskripsi

Pelatihan ini dirancang sebagai sebuah pelatihan partisipatif yang

melibatkan peserta latih secara aktif untuk mengenal dan mengeksplor

isu anak berkonflik dengan hukum. Pelatihan akan dimulai dengan

penggalian pemahaman peserta mengenai isu, dilanjutkan dengan

pengayaan berbagai informasi mengenai upaya-upaya perlindungan

ABH, terutama berkaitan dengan pedoman operasional kesejahteraan

social anak berhadapan dengan hukum.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Umum

Peserta pelatihan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang

PKSABH sebagai bekal dalam melaksanakan tugas mereka selaku

Sakti Peksos.

2. Tujuan Khusus

a. Peserta mampu memahami dan menjelaskan tentang informasi

umum yang berkaitan dengan latar belakang, maksud dan

tujuan, sasaran, criteria penerima program, dasar hokum,

pengertian, serta kerangka kebijakan.

b. Peserta mampu memahami dan menjelaskan gambaran

program, yang meliputi komponen program, persyaratan dan

kewajiban, penerima bantuan, dan tahapan program.

Page 2: Modul PKSABH

2

c. Peserta mampu memahami dan menjelaskan unit pengelola

PKSABH

d. Peserta mampu memahami dan menjelaskan monitoring,

evaluasi dan pelaporan, serta indicator keberhasilan program

e. Peserta mampu memahami dan menjelaskan peran para pihak

dan sumber pendanaan

C. Pokok Bahasan

I. Informasi Umum

Latar belakang

Maksud dan tujuan,

Sasaran,

Kriteria penerima program,

Dasar hokum,

Pengertian,

Kerangka kebijakan

II. Gambaran Program

Komponen program,

Persyaratan dan kewajiban,

Penerima bantuan,

Tahapan program.

III.Unit Pengelola PKSABH

IV. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan

Monitoring, evaluasi dan pelaporan,

Indicator keberhasilan program

V. Peran Para Pihak dan Sumber Pendanaan

Peran pemerintah

Peran masyarakat

Page 3: Modul PKSABH

3

Sumber pendanaan

D. Materi

MATERI

PANDUAN UMUM PROGRAM KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK YANG

BERHADAPAN DENGAN HUKUM

I. Informasi Umum

Latar Belakang

Masalah kenakalan belakangan ini semakin meresahkan masyarakat,

tidak hanya di kota-kota besar, tetapi di berbagai area, termasuk di

pedesaan. Kasus-kasus kenakalan semakin sering diberitakan media,

karena tidak hanya muncul dalam bentuk pelanggaran ringan tetapi

sudah sering muncul dalam bentuk tindak pidana kejahatan seperti

kekerasan yang menimbulkan korban jiwa baik yang dilakukan secara

sendiri maupun berkelompok/geng.

Pada tahun 2008 dari 29 Balai Pemasyarakatan Kementrian Hukum

dan Ham Indonesia dilaporkan terdapat 6.505 anak dengan kenakalan

diajukan ke pengadilan, dan 4.622 anak diantaranya (71,05%) diputus

pidana. Pada tahun 2009 kasus tindak pidana anak yang diajukan ke

pengadilan meningkat menjadi 6.704 anak, dan 4.748 diantaranya

(70.82%) diputus pidana. Angka seluruh kasus anak mungkin jauh

lebih besar karena angka di atas hanya bersumber dari 29 Bapas yang

telah memberi laporan, sementara jumlah seluruh Bapas ada 62. Jika

dihitung dengan rata-rata kasar dari laporan di atas, bahwa rata-rata

tiap Bapas pada tahun 2009 melaporkan 231 anak yang diajukan

kepengadilan dan 163 anak yang diputus pidana, maka secara kasar

diperkirakan seluruhnya ada 14.322 anak yang diajukan ke

persidangan dan 10.106 anak yang diputus pidana.

Page 4: Modul PKSABH

4

Sementara, kondisi faktual sistem hukum dan penegakan hukum saat

ini belum mampu memberikan jaminan terjadinya perubahan positif

perilaku, anak-anak juga kerap harus menyerap berbagai pengalaman

buruk yang menyertai proses penegakan hukumnya serta tidak dapat

mengakses berbagai hak dan kebutuhan dasar yang esensial bagi

proses tumbuh-kembangnya menuju kedewasaan. Mereka mengalami

masa-masa sulit, berkaitan dengan rasa bersalah, ketakutan terhadap

aturan dan proses hukum yang tidak mereka pahami, pengalaman

kekerasan fisik dan psikis selama mengikuti proses hukum, terisolasi,

sulit mengakses kelayakan kebutuhan dasar, stigma/label masyarakat,

terpisah dari keluarga, tekanan dari lingkungan baru, dll.

Konvensi Perlindungan Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah

Indonesia, merupakan harapan baru bagi anak-anak yang berhadapan

dengan hukum. Namun kenyataan masih belum sepenuhnya mampu

menyelamatkan dan melindungi anak-anak yang mengalami

permasalahan hukum, karena para pihak belum sepenuhnya

mendukung perwujudan mekanisme peradilan yang ramah anak.

Oleh karena itu, perlu diciptakan beragam inisiatif pada berbagai

tingkatan untuk mencegah dan meminimalkan permasalahan

kenakalan, terlebih yang mengakibatkan anak berhadapan dengan

hukum, disamping upaya membangun proses hukum yang lebih ramah

anak. Proses hukum yang melibatkan anak perlu didukung dengan

penyediaan layanan yang melindungi tumbuh-kembang anak, baik

sebagai pelaku, maupun korban dan saksi, yang terpaksa berhadapan

dengan hukum. Penanganan anak pelaku tindak pidana perlu

diupayakan dengan mendahulukan diversi/diskresi, sementara

pengadilan dan pemidanaan anak merupakan upaya terakhir.

Sehubungan dengan kondisi tersebut, Pemerintah, yang mewakili

negara sebagai penanggung jawab program kesejahteraan anak, telah

menginisiasi beberapa program yang bertujuan untuk mewujudkan

Page 5: Modul PKSABH

5

sistem perlindungan dan rehabilitasi anak dengan kenakalan maupun

anak yang berhadapan dengan hukum yang lebih melibatkan seluruh

tatanan masyarakat dalam sebuah pendekatan peradilan restoratif.

Program-program tersebut, meliputi:

1. Sosialisasi dan diseminasi sistem peradilan restoratif yang

dilakukan di 5 (lima) propinsi, kepada sekitar 200 orang peserta

pada setiap propinsi, yang terdiri dari unsur pejabat daerah dari

lingkungan Dinas/Kantor Sosial, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman,

LSM, anggotan DPRD dan tokoh masyarakat peduli anak.

2. Pengembangan kemitraan dan jaringan, dilakukan di 5 (lima)

propinsi kepada instansi-instansi terkait yang terdiri dari

Dinas/Kantor Sosial, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, LSM,

anggotan DPRD dan tokoh masyarakat peduli anak.

3. Fasilitasi dan uji coba model penanganan ABH berbasis

masyarakat yang dilakukan di 2 kelurahan dan 1 desa di Kabupaten

Klaten, Propinsi Jawa Tengah.

4. Inisiatif pembentukan komite pelaksana peradilan restoratif

dalam struktur yang dikenal dengan Komite Perlindungan dan

Rehabilitasi Anak Berhadapan Dengan Hukum. Struktur, mekanisme

dan kedudukan telah disepakati dalam beberapa pertemuan

jaringan; sementara fasilitasi pembentukkannya akan segera

dilakukan pada tahun anggaran berikutnya.

Untuk memperkuat dampak dari berbagai program perlindungan dan

rehabilitasi terhadap ABH khususnya dan anak dengan kenakalan pada

umumnya, beserta keluarga mereka, Kementrian Sosial akan

meluncurkan program unggulannya berupa Program Kesejahteraan

Sosial Anak Berhadapan Dengan Hukum yang menggunakan

pemberian insentif berupa bantuan tunai bersyarat untuk anak

maupun keluarganya.

Page 6: Modul PKSABH

6

Program Kesejahteraan Sosial bagi Anak yang Berhadapan dengan

Hukum (PKS-ABH) sejatinya merupakan respon sistemik terhadap

permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak yang terpaksa

berhadapan dengan proses hukum, serta mencegah dan

meminimalkan anak dengan kenakalan yang dapat mengakibatkan

berhadapan dengan hukum. Program ini diharapkan dapat memberikan

dampak lebih positif terhadap upaya melindungi proses tumbuh-

kembang mereka menuju kematangan. Sebagai respon perlindungan

khusus terhadap anak, program ini juga memberikan perhatian dan

penguatan terhadap kemampuan keluarga dan masyarakat yang

menjadi konteks terpenting kehidupan, perlindungan, dan

pembangunan pribadi anak, sekaligus konteks terbaik untuk pemulihan

keadilan. Pedoman Operasional Pelaksanaan PKSABH ini disusun untuk

memastikan upaya mensinergikan sumberdaya keluarga, masyarakat

dan pemerintah menjadi layanan yang layak, konsisten.

Tujuan

Terpenuhinya kebutuhan dan hak dasar ABH dan anak dengan

kenakalan, menguatnya tanggung jawab orang tua, menguatnya

partisipasi masyarakat dan kemampuan organisasi pelayanan dalam

pencegahan dan penyelesaian kenakalan yang tidak dihadapkan

secara hukum maupun perkara ABH, rehabilitasi dan reintegrasi agar

ABH dapat terhindar dari dampak negatif proses peradilan formal.

Sasaran

Sasaran PKSA yang akan dicapai dalam periode RPJMN II (tahun 2010-

2014) adalah:

1. Terbentuk dan menguatnya sistem perlindungan dan rehabilitasi

anak dengan kenakalan dan anak yang berhadapan dengan hukum

(ABH) yang didukung dengan SDM yang kompeten.

Page 7: Modul PKSABH

7

2. Peningkatan prosentasi kasus ABH yang terselesaikan melalui

mekanisme peradilan restoratif

3. Sebanyak 20 % target sasaran anak dengan kenakalan dan ABH

pusat tahun 2010, memperoleh akses pelayanan sosial dasar setiap

tahun, (target 20% disesuaikan dengan jumlah target sasaran

berdasarkan hasil pendataan di tahun yang bersangkutan).

4. Anak-anak mantan ABH siap kembali ke keluarga,

masyarakatnya dan lingkungan sosial lainnya; serta keluarga,

masyarakat, dan lingkungan sosial lainnya siap menerima kembali

anak.

5. Anak dengan kenakalan atau anak rentan berperilaku melanggar

norma/hukum terjauhkan dari kemungkinan melakukan tindak

pidana yang dapat mengakibatkan berkonflik dengan hukum.

Kriteria Penerima Program

Sasaran PKSABH diprioritaskan kepada anak-anak yang berhadapan

dengan hukum, keluarga, serta masyarakat dimana anak tinggal. ABH

yang mendapat bantuan adalah ABH yang berasal dari keluarga

miskin. Berdasarkan pertimbangan ini sasaran penerima manfaat,

terutama ditujukan kepada :

1. Anak dengan kenakalan yang melakukan pelanggaran norma

sosial tetapi tidak dalam kategori tindak pidana sehingga tidak

berhadapan dengan hukum, atau anak rentan melakukan kenakalan

atau tindak pidana.

2. Anak berhadapan dengan hukum (6 sampai di bawah 18 tahun)

dari keluarga miskin, meliputi:

Page 8: Modul PKSABH

8

a. anak dengan kenakalan yang telah diindikasikan melakukan

pelanggaran hukum atau tindak pidana sehingga berhadpan

dengan proses hukum (termasuk mengalami penangkapan,

penahanan, mengikuti proses peradilan, yang berstatus diversi,

menjalani masa hukuman pidana, dan menjalani masa

reintegrasi pada orang tua/keluarga).

b. Anak yang menjadi korban tindak pidana sehingga berhadapan

dengan hukum.

c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana sehingga berhadapan

dengan hukum.

3. Keluarga miskin dari anak dengan kenakalan baik pelaku pelanggaran norma sosial maupun pelaku tindak pidana,serta korban dan saksi tindak pidana.

4. Masyarakat yang diwakili oleh totoh-tokohnya, tempat anak dengan kenakalan tinggal.

Pengkategorian kriteria anak dengan kenakalan baik pelanggar norma sosial yang tidak berhadapan dengan hukum maupun pelaku tindak pidana yang berhadapan dengan hukum, serta korban dan saksi tindak pidana yang kemudian berhadapan dengan hukum dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Dasar Hukum

Page 9: Modul PKSABH

9

Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak didasarkan pada:

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

3. Undang – Undang RI Nomor : 20 Tahun 1999, tentang Pengesahan

Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Kerja.

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(Pasal 59 dan Pasal 64).

5. Undang-undanga No 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial.

7. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi

Konvensi Hak Anak, Pasal 37, 39 dan 40

Pasal 37

Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa :

(a).Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan,

atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman

yang menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan

seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat

dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh

orang-orang di bawah umur delapan belas tahun;

(b).Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara

melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang.

Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak

harus sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan

hanya sebagai upaya jalan lain terakhir dan untuk jangka waktu

terpendek yang tepat;

(c).Setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan

manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat,

dan dalam suatu cara dan mengingat akan kebutuhan-

kebutuhan orang pada umurnya. Terutama, setiap anak yang

Page 10: Modul PKSABH

10

dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa

kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak

dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan kontak

dengan keluarga melalui surat menyurat dan kunjungan,

kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar biasa.

(d).Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses

segera ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan

juga hak untuk menyangkal keabsahan perampasan

kebebasannya, di hadapan suatu pengadilan atau penguasa

lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan atas putusan

segera mengenai tindakan apa pun semacam itu.

Pasal 39

Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat

untuk meningkatkan penyembuahan fisik dan psikologis dan

integrasi kembali sosial seorang anak yang menjadi korban bentuk

penelantarana apa pun, eksploitasi atau penyalahgunaan,

penganiayaan atau bentuk perlakuan kejam yang lain apa pun,

tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, atau konflik

bersenjata. Penyembuhan dan integrasi kembali tersebut harus

berlangsung dalam suatu lingkungan yang meningkatkan

kesehatan, harga diri dan martabat si anak.

Pasal 40

(1).Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak yang

dinyatakan sebagai tertuduh, atau diakui sebagai telah

melanggar hukum pidana, untuk diperlakukan dalam suatu cara

yang sesuai dengan peningkatan rasa penghormatan dan harga

diri anak, yang memperkuat kembali penghormatan anak

terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan

dasar orang-orang lain, dan yang memperhatikan umur anak

dan keinginan untuk meningkatkan integrasi kembali anak dan

pengambilan anak pada peran konstruktif dalam masyarakat.

Page 11: Modul PKSABH

11

(2).Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatikan ketentuan-

ketentuan dalam instrument-instrumen internasional yang

relevan, maka Negara-negara Pihak, terutama, harus menjamin

bahwa:

(a).Tidak seorang anak pun dapat dinyatakan, dituduh, atau

diakui telah melanggar hukum pidana, karena alasan

berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh hukum

nasional atau internasional pada waktu perbuatan-

perbuatan itu dilakukan;

(b).Setiap anak yang dinyatakan sebagai atau dituduh telah

melanggar hukum pidana, paling sedikit memiliki jaminan-

jaminan berikut:

i. Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah

menurut hukum;

ii. Diberi informasi denga segera dan langsung mengenai

tuduhan-tuduhan terhadapnya, dan, kalau tepat, melalui

orang tuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai

bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat dalam

mempersiapkan dan menyampaikan pembelaannya;

iii. Masalah itu diputuskan tanpa penundaan, oleh suatu

penguasa yang berwenang, mandiri dan adil, atau badan

pengadilan dalam suatu pemeriksaan yang adil menurut

hukum, dalam kehadiran bantuan hukum atau bantuan

lain yang tepat, dan kecuali dipertimbangkan tidak dalam

kepentingan terbaik si anak, terutama, dengan

memperhatikan umurnya atau situasinya, orang tuanya

atau wali hukumnya;

iv. Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau

mengaku salah; untuk memeriksapara saksi yang

berlawanan, dan untuk memperoleh keikutsertaan dan

pemeriksaan para saksi atas namanya menurut syarat-

syarat keadilan;

Page 12: Modul PKSABH

12

v. Kalau dianggap telah melanggar hukum pidana, maka

putusan ini dan setiap upaya yang dikenakan sebagai

akibatnya, ditinjau kembali oleh penguasa lebih tinggi

yang berwenang, mandiri dan adil atau oleh badan

pengadilan menurut hukum;

vi. Mendapat bantuan seorang penerjemah dengan cuma-

cuma kalau anak itu tidak dapat mengerti atau berbicara

dengan bahasa yang digunakan;

vii. Kerahasiaannya dihormati dengan sepenuhnya pada

semua tingkat persidangan.

(3).Negara-negara Pihak harus berusaha meningkatkan pembuatan

undang-undang, prosedurprosedur, para penguasa dan

lembaga-lembaga yang berlaku secara khusus pada anak-anak

yang dinyatakan sebagai, dituduh, atau diakui melanggar

hukum pidana, terutama:

(a). Pembentukan umur minimum; di mana di bawah umur itu

anak-anak dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk

melanggar hukum pidana;

(b). Setiap waktu yang tepat dan diinginkan, langkah-langkah

untuk menangani anak-anak semacam itu tanpa

menggunakan jalan lain pada persidangan pengadilan,

dengan syarat bahwa hak-hak asasi manusia dan

perlindungan hukum dihormati sepenuhnya;

(4). Berbagai pengaturan, seperti perawatan, bimbingan dan

pengawasan, perintah, penyuluhan, percobaan, pengasuhan

anak angkat, pendidikan dan program-program pelatihan

kejuruan dan pilihan-pilihan lain untuk perawatan kelembagaan

harus tersedia untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani

dalam suatu cara yang sesuai dengan kesejahteraan mereka

dan sepadan dengan keadaan-keadaan mereka maupun

pelanggaran itu.

8. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor: 82/HUK/2005 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial.

Page 13: Modul PKSABH

13

9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 59/HUK/2003 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen

Sosial.

10. Kesepakatan Bersama

Nomor: 20/PRS-2/KEP/2005

Nomor: E.U.M 06.07-83 tahun 2005,

antara Direktur Jenderal PRS Departemen Sosial RI dengan Direktur

Jenderal PAS Departemen Hukum dan HAM RI. Tentang Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial Anak Didik Pemasyarakatan.

11. Kesepakatan Bersama Menteri Sosial RI, Menteri Hukum dan HAM

RI, Menteri Pendidikan Nasional RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri

Agama RI dan Kepolisian Negara RI,

Nomor : 12/PRS-2/KPTS/2009

Nomor : M.HH.04.MH.03.02.Th.2009

Nomor : 11/XII/KB/2009

Nomor : 1220/Menkes/SKB/XII/2009

Nomor : 06/XII/2009

Nomor : B/43/XII/2009

Tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang

Berhadapan Dengan Hukum.

12. Kesepakatan Bersama Mahkamah Agung RI, Kejaksanaan Agung,

Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Hukum dan Ham RI,

Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan,

tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

tanggal 22 Desember 2009.

13. Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-002/j.a/4/1989 tentang

Penuntutan terhadap Anak.

14. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor:

B-532/E/11/1995 tanggal 9 November 1995 perihal Petunjuk Teknis

Tentang Penuntutan Terhadap Anak.

Page 14: Modul PKSABH

14

15. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor:

B-741/E/Epo.1/XII/1998 tanggal 15 Desember 1998 perihal

Pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak.

16. TR KAPOLRI No. 1124 tahun 2006 tentang Diversi

17. TR Kabareskrim No. 395 tahun 2008, tentang Pedoman Penyidikan

ABH

Pengertian

Beberapa istilah yang berkaitan dengan penanganan ABH:

1. Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) adalah

anak yang telah mencapai usia 6 (enam ) tahun tetapi belum

mencapai usia 18 (delapanbelas) tahun:

a. Yang diduga, disangka, didakwa atau dijatuhi pidana karena

melakukan tindak pidana;

b. Yang menjadi korban tindak pidana atau saksi yang melihat

dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana.

2. Anak dengan kenakalan adalah anak yang telah

mencapai usia 6 (enam) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan

belas) tahun yang melakukan pelanggaran norma sosial yang tidak

dilaporkan sebagai tindak pidana maupun yang melakukan tindak

pidana.

3. Anak rentan adalah anak-anak yang berasal dari

keluarga miskin yang tinggal dalam suatu masyarakat yang

teridentifikasi banyak kejadian pelanggaran hukum yang dilakukan

oleh anak-anak dan atau orang dewasa.

Page 15: Modul PKSABH

15

4. PKS-ABH merupakan bagian dari program

kesejahteraan sosial anak (PKSA) yang memberikan serangkaian

pelayanan khusus dalam mencegah dan atau mengatasi masalah

anak berhadapan dengan hukum. Layanan tersebut mencakup

layanan pemenuhan kebutuhan dan hak dasar anak, terutama bagi

anak-anak yang sudah berhadapan dengan hukum, baik sebagai

pelaku, korban, dan saksi, anak dengan kenakalan yang tidak

berhadapan dengan hukum, dan kelompok anak yang rentan,.

Pelayanan-pelayanan tersebut berfokus pada anak dan keluarga,

yang didukung dengan pengembangan partisipasi masyarakat dan

penguatan organisasi pemberi pelayanan.

5. Komite Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak

Berhadapan dengan Hukum (KPRSABH) adalah suatu organisasi di

tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota yang mewadahi tim kerja

penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

6. Panti Sosial Marsudi Putera (PSMP) adalah pusat perlindungan dan

rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum yang mempunyai

fungsi melakukan penjangkauan, pendampingan dalam keluarga

atau masyarakat, bimbingan konseling, serta memberikan

perlindungan dan rehabilitasi sosial, meliputi perlindungan terhadap

pemenuhan hak-hak anak, perlindungan secara fisik, bimbingan

mental psikologis, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan,

resosialisasi, reintegrasi, serta bimbingan lanjutan bagi anak yang

berhadapan dengan hukum agar mampu hidup selaras dengan

lingkungan serta berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.

7. Lembaga Swadaya Masyarakat ABH adalah organisasi sosial atau

perkumpulan sosial yang melaksanakan kegiatan penanganan ABH

yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum

maupun yang tidak berbadan hukum.

8. Pendamping adalah seseorang yang dipandang memenuhi syarat

untuk mendampingi anak yang berhadapan dengan hukum, baik

pelaku, korban, maupun saksi, pada pasca diversi sebagai upaya

Page 16: Modul PKSABH

16

tindak lanjut dan penguatan hasil intervensi; juga kepada kelompok-

kelompok anak rentan maupun anak dengan kenakalan yang tidak

dilaporkan sebagai pelaku tindakpidana sebagai upaya pencegahan

kenakalan dan berhadapan hukum maupun penguatan sikap dan

prilaku prososial.

9. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang memiliki

kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam

pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan,

dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan

tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

10. Pekerja Sosial Sukarela/Relawan Sosial adalah

seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar

belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang

pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan

dibidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak

sendiri dengan atau tanpa imbalan.

11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Anak adalah seseorang

yang dididik dan dilatih secara professional untuk melaksanakan

tugas-tugas pelayanan dan penanganan anak-anak yang mengalami

masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga

pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di

bidang kesejahteraan sosial anak.

12. Tim Kerja PRSABHBM adalah Perkumpulan sosial

yang dibentuk oleh masyarakat di tingkat Desa/Kelurahan yang

melaksanakan upaya pencegahan dan penanganan ABH.

Kerangka Kebijakan

Konvensi Hak Anak (KHA) atau Convention on The Rights of The Child

(CRC) merupakan instrumen/hukum internasional tentang hak-hak

anak. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) melalui

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Negara yang telah

meratifikasi sebuah konvensi maka negara tersebut terikat secara

Page 17: Modul PKSABH

17

yuridis dan politis. Secara Yuridis, dengan telah meratifikasi KHA,

Indonesia memiliki kewajiban untuk mengembangkan sistem nasional

kesejahteraan dan perlindungan anak dalam bentuk kebijakan,

peraturan perundang-undangan, strategi dan program yang selaras

dengan kewajiban negara dalam konvensi tersebut. Undang-Undang

No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan salah satu

perwujudan kewajiban negara dalam melaksanakan keterikatan secara

yuridis sebagai konsekuensi dari ratifikasi hukum internasional. Dalam

proses penyusunan undang-undang tersebut, menjadikan Konvensi

Hak Anak menjadi rujukan utama, selain norma-norma hukum yang

berlaku di Indonesia.

Secara politis, negara berkewajiban secara aktif mengembangkan

sistem yang dapat menjamin terciptanya kesejahteraan dan

perlindungan anak. Oleh karena itu, konvensi mewajibkan negara

untuk menjadikan prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi

anak, hak untuk hidup, kelangsung hidup, dan perkembangan, serta

penghargaan terhadap pendapat anak harus masuk dalam semua

perencanaan nasional dan kebijakan di level pemerintah dan

parlemen, termasuk menjamin penyediaan anggaran yang memadai

untuk pelayanan kesejahteraan sosial anak. Hak-hak anak merupakan

bagian integral dari HAM, berkaitan dengan peranan negara, maka

tiap negara mengemban kewajiban yaitu : melindungi (to protect); (2)

memenuhi (to fulfill) dan menghormati (to respect) hak-hak anak.

Kita patut mensyukuri, bahwa isu anak telah masuk secara signifikan

dalam RPJMN 2010-2014. Dalam 5 tahun ke depan, kerangka

kebijakan nasional mengalami perubahan yang fundamental. Dalam

rangka pelakasanaan RJPMN tersebut, Kementerian Sosial juga telah

merubah paradigma dalam kebijakan pelayanan sosial anak. Intruksi

Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang

Berkeadilan yang mengintruksikan pelaksanaan program keadilan

untuk semua, anatara lain program keadilan untuk anak.

Page 18: Modul PKSABH

18

Semula kebijakan pelayanan sosial kepada anak dilaksanakan secara

sektoral/ fragmentaris, jangkauan pelayanan terbatas, reaktif dan

berorientasi pada krisis, fokus pada pendekatan institusi/ panti sosial

dan menciptakan ketergantungan keluarga dan masyarakat, serta

belum adanya rencana strategis nasional yang dapat dijadikan acuan

bagi pemangku kepentingan dalam mewujudkan upaya-upaya

perlindungan kepada anak. Dengan paradigma baru, maka kebijakan

pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak menggunakan pendekatan Hak

Asasi Manusia, bersifat universal, dengan pendekatan yang terpadu

dan komprehensif, yang dapat menjangkau seluruh anak yang

mengalami masalah sosial, melalui sistem dan program kesejahteraan

sosial yang melembaga dan profesional serta mengedepankan peran

dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat, di mana PKSA menjadi

program prioritas nasional sesuai dengan Intruksi Presiden Nomor

1/2010. Sesuai dengan paradigma tersebut maka Kementerian Sosial,

khususnya Direktorat Pelayanan Sosial Anak, telah menyususn

Rencana Strategis Tahun 2010-2014, untuk mewujudkan

kesejahteraan dan perlindungan anak yang selayaknya

diimplementasikan berdasarkan prinsip dan perspektif perlindungan

anak sesuai dengan Konvensi Hak Anak, yang merupakan upaya

perlindungan yang merupakan kontinuitas dari tingkat primer,

sekunder sampai dengan tertier. Upaya perlindungan ingkat primer ini

berupa edukasi, informasi dan peningkatan kesadaran pihak-pihak

yang terkait tentang perlindungan anak, sedangkan upaya sekunder

berupa penguatan/dukungan tanggung jawab keluarga. Adapun yang

tertier adalah pemberian perlindungan, berupa dukungan intensif

terhadap keluarga dan pengasuhan anak di luar keluarganya, serta

pelayanan perlindungan anak.

Perubahan paradigma inipun berimplikasi kepada nomenklatur ‘Anak

Nakal’, sehingga Kementerian Sosial melakukan perubahan

nomenklatur Anak Nakal menjadi Anak dengan kenakalan, termasuk

Page 19: Modul PKSABH

19

didalamnya anak pelaku tindak pidana, anak korban dan saksi tindak

pidana yang kemudian tercakup dalam nomenklatur Anak Berhadapan

dengan Hukum (ABH). Kementerian Sosial berpendapat bahwa anak

yang melanggar hukum/anak pelaku tindak pidana itu sebenarnya

adalah korban lingkungan, korban karena kesalahan pengasuhan

orang tua, kerena kemiskinan atau korban karena kebijakan dan

peraturan yang tidak sensitif anak.

Penanganan ABH telah bergeser dari pendekatan keadilan retributive

menjadi pendekatan keadilan restorative dengan mengutamakan

pemenuhan hak-hak anak (right based approach). Berdasarkan

kebijakan tersebut maka diperlukan perhatian dan kesungguhan

semua pihak terkait dengan penanganan ABH dengan

mengedepankan kepentingan terbaik untuk anak dan tetap

terpenuhinya hak-hak anak serta melihat anak sebagai korban,

sehingga anak dapat tetap mendapatkan hak dasarnya sekalipun yang

bersangkutan sedang menjalani proses peradilan.

Sehubungan dengan ketentuan pasal 40 Konvensi Hak Anak dan

Resolusi PBB No. 40/33. Tahun 1985 tentang Peraturan Minimum

Standard Administrasi Peradilan Pidana Bagi Anak, Resolusi PBB No 45/

112 Tahun 1990, Pedoman PBB dalam rangka Pencegahan Tindak

Pidana Anak, serta Resolusi PBB No. 45 /133 Tahun 1990, Peraturan

PBB tentang Perlindungan Bagi Remaja yang Dirampas

Kemerdekaannya. Peraturan tersebut mengamanatkan, antara lain

agar Negara membuat peraturan perundang-undangan yang berlaku

khusus untuk penanganan ABH ini termasuk membuat peraturan yang

memberikan kewenangan kepada lembaga yang terkait dengan

penanganan ABH untuk menyelesaikan perkara anak ini tanpa

menggunakan peradilan formal (diversi). Upaya paksa dan

perampasan kemerdekaan dalam penanganan ABH haruslah

dihindarkan, kalaupun terpaksa dilakukan maka harus merupakan

upaya terakhir dan dilaksanakan di tempat khusus, dalam waktu yang

sangat singkat dan dipisahkan dari orang dewasa.

Page 20: Modul PKSABH

20

Mengacu pada ketentuan tersebut diatas, maka Kementerian Sosial

juga melakukan perubahan nomenklatur Panti Sosial Marsudi Putra

(PSMP) menjadi Pusat Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak

Berhadapan Dengan Hukum, walaupun demikian Penitipan anak di

PPRSA ini merupakan alternative terakhir / tempat sementara bagi

ABH pada saat menyiapkan anak untuk reintegrasi keluarga dan

menyiapakan alternatif pengasuhan di luar orang tua/ keluarga dan

demi kepentingan terbaik bagi anak.

Penanganan ABH perlu dilakukan secara professional, terpadu dan

terintegrasi antar pemangku kepentingan/lintas sektor dan harus

dilembagakan secara formal dengan pembentukan Komite

Perlindungan dan Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum

dengan kesekretariatan berada di Unit Pelaksana Teknik Perlindungan

dan Rehabilitasi ABH atau lembaga pelayanan kesejahteraan sosial

anak lainnya. Untuk itu diperlukan pengembangan model perlindungan

ABH yang berbasis masyarakat yang berada di tingkat lokal.

Kementerian Sosial juga memberikan pelayanan sosial ABH ini,

meliputi pencegahan, penjangkauan dan penyelesaian masalah,

rehabilitasi dan reintegrasi baik dengan keluarga, lingkungan,

masyarakat dan sekolah.

II. Gambaran Program

Komponen Program

1. Pengembangan Sistem dan Kapasitas SDM

a. Penguatan Kebijakan dan Pengembangan Program di daerah

(e.g. Sosialisasi SKB dan RJ, Penyusunan Pedoman PKSA)

b. Penguatan kelembagaan, meliputi:

- Bimbingan Pemantapan Pengelola Perlindungan Anak

- Pengembangan kapasitas teknis pekerja sosial perlindungan

ABH

- Penumbuhkembangan KPRSABH

Page 21: Modul PKSABH

21

- Bantuan operasional LPKSABH dengan rasio pemanfaatan

20% untuk kesekretariatan, 80% untuk pepentingan

perlindungan dan pengembangan anak.

- Fasilitasi penyelesaian masalah,

- Pembentukan dan Penguatan Jaringan

- Rapat koordinasi antar instansi/lintas sektor

- Supervisi pelaksanaan kegiatan LPKSABH

2. Pencegahan:

a. Peningkatan aksesibilitas terhadap berbagai sumber pelayanan

kesejahteraan sosial dasar (dalam rangka pemenuhan hak

dasar) pada anak dengan kenakalan yang bukan pelaku tindak

pidana dan atau anak rentan. Contohnya, akses terhadap

pendidikan dasar/ pendidikan alternative dan vocational training

untuk anak dengan kenakalan yang bukan pelaku tindak pidana

dan atau anak rentan yang berusia 15 tahun ke atas.

b. Pendampingan psikososial anak dengan kenakalan yang bukan

pelaku tindak pidana dan atau anak rentan dalam

pengembangan perilaku prososial.

c. Pengembangan Pusat-pusat Kegiatan Remaja

d. Pendidikan hukum untuk anak

e. Penguatan tanggung jawab keluarga dengan good parenting

skills training

f. Pendidikan hukum untuk keluarga-keluarga.

3. Penyelesaian kasus:

a. Fasilitasi penyelesaian masalah hukum anak melalui pendekatan

peradilan restoratif (kegiatan berbasis masyarakat di PRSABH-BM

dan KPRSABH)

Respon laporan dan asesmen

Motivasi dan penyiapan mediasi / penyelesaian

melalui musyawarah

Pelaksanaan mediasi dan penandatanganan berita

acara kesepakatan

Page 22: Modul PKSABH

22

Pelaksanaan kesepakatan

Monitoring dan evaluasi

Tindak lanjut

b. Pendampinan psikososial dan bantuan bagi anak dalam proses

penyelesaian hukum formal:

Pendampingan psikososial bagi pelaku (jika

diminta), korban, maupun saksi dalam penyelesaian proses

hukum formal.

Peningkatan akses pada pendampingan hukum bagi

pelaku maupun korban.

Bantuan untuk transportasi dan akomodasi bagi

anak pelaku, korban, maupun saksi tindak pidana dalam

mengikuti proses persidangan

Bantuan sosial lainnya (misal. Perwalian dalam

persidangan)

4. Bantuan, pelayanan, rehabilitasi, dan reintegrasi anak pelaku tindak

pidana.

a. Bantuan anak pelaku tindak pidana yang berhadapan dengan

hukum (untuk pemenuhan kebutuhan/hak dasar anak: makanan,

minuman, pakaian, pendidikan, kesehatan):

Bantuan emergensi (termasuk transport dan

akomodasi) untuk ABH dalam proses penyelesaian perkara (RJ

maupun formal)

Bantuan Tunai Bersyarat untuk tetap menjamin

pemenuhan kebutuhan/hak dasar dan akses pada pelayanan

dasar anak.

b. Pelayanan akses pada pengasuhan sementara untuk anak pelaku

tindak pidana yang membutuhkan.

a) Pelayanan konseling/pengubahan perilaku dalam rangka

rehabilitasi anak pelaku tindak pidana, secara individual atau

kelompok.

Page 23: Modul PKSABH

23

b) Fasilitasi reintegrasi anak pelaku tindak pidana dengan keluarga

dan masyarakatnya

Social skills training untuk anak

Akses pada vocational training untuk anak di atas 15 tahun

dan keluarga

Penguatan keluarga melalui good parenting training untuk

orang tua

Asimilasi/fasilitasi komunikasi anak dg keluarga dan

masyarakat

Penyiapan masyarakat untuk menerima kembali anak yang

telah berhadapan dengan hukum.

a) Perlindungan dan pemulihan psikososial anak korban tindak pidana:

1) Bantuan anak korban tindak pidana yang berhadapan dengan

hukum (untuk pemenuhan kebutuhan/hak dasar anak: makanan,

minuman, pakaian, pendidikan, kesehatan):

Bantuan emergensi (termasuk transportasi dana akomodasi)

untuk korban dalam pertolongan pertama maupun proses

penyelesaian perkara.

Bantuan tunai bersyarat untuk mendukung pemenuhan

kebutuhan/ hak dasar dan akses pada pelayanan dasar pada

masa pemulihan.

2) Pelayanan akses terhadap pengasuhan sementara/rumah aman

untuk anak korban tindak pidana yang membutuhkan.

3) Program terapi/konseling pemulihan psikososial pada anak

korban tindak pidana, secara individual atau kelompok.

4) Penguatan dukungan sosial keluarga/orang tua terhadap anak

korban tindak pidana.

Persyaratan dan kewajiban penerima bantuan

Persyaratan dan kewajiban penerima bantuan yang dijelaskan pada

bagian ini khususnya berkaitan dengan bantuan tunai bersyarat.

Penjelasannya dirinci berdasarkan sasaran, bantuan tunai bersyarat,

Page 24: Modul PKSABH

24

penggunaan bantuan, serta persyaratan dan kewajiban penerima

bantuan, seperti nampak pada matrik berikut ini :

No Sasaran Bantuan Tunai Bersyarat

Penggunaan Bantuan Persyaratan dan Kewajiban

1 ABH: pemenuhan kebutuhan/hak dasar pelaku ABH dalam mendukung rehabilitasi dan reintegrasi.

Untuk transportasi dan atau akomodasi mengikuti pendidikan formal/nonformal/ keterampilan kerja/ pelatihan keterampilan sosial/terapi/konseling pengubahan perilaku.

Untuk transportasi dan akomodasi mengikuti kegiatan/ terapi/ konseling pengubagan perilaku pada masa pasca penyelesaian perkara.

Untuk membeli peralatan sekolah atau alat keterampilan kerja

Melaksanakan kesepakatan yang telah disepakati dalam mediasi (misalnya : membayar ganti rugi, membersihkan tembok, dll).

Memiliki tingkat kehadiran di sekolah/pendidikan alternatif minimal 80%.

Memiliki tingkat kehadiran mengikuti sesi terapi/konseling pengubahan perilaku minimal 80%.

Tidak melakukan pelanggaran hukum.

pemenuhan kebutuhan/hak dasar anak korban tindak pidana dalam mendukung perlindungan dan pemulihan psikososial.

Untuk transportasi dan atau akomodasi mengikuti pendidikan formal, nonformal dan keterampilan kerja, serta pelatihan keterampilan sosial.

Untuk transportasi dan akomodasi mengikuti terapi pemulihan psikososial.

Untuk membeli peralatan sekolah atau alat

Memiliki tingkat kehadiran di sekolah/pendididkan alternatif minimal 80%.

Memiliki tingkat kehadiran dalam sesi terapi/ konseling psikososial minimal 80%.

Page 25: Modul PKSABH

25

keterampilan kerja.

pemenuhan kebutuhan/hak dasar anak dengan kenakalan atau anak rentan dalam mendukung pencegahan kenakalan atau pelanggaran hukum.

Bantuan untuk transportasi dan atau akomodasi untuk mengikuti pendidikan formal, nonformal dan keterampilan kerja, serta pelatihan keterampilan sosial.

Bantuan perlindungan sosial bagi ABH, untuk kebutuhan dasar anak seperti kesehatan, pendidikan (Kebutuhan sekolah; transportasi, pembelian alat-alat tulis, perlengkapan sekolah)

Memiliki tingkat kehadiran di sekolah minimal 80%

Medmiliki tingkat kehadiran mengikuti pendidikan alternatif minimal 80%

Tidak melakukan pelanggaran hukum

3 Orangtua

/keluarga

mendorong keluarga melakukan pola pengasuhan dan perlindungan anak yang dapat menjauhkan anak dari hukum

Transportasi selama proses peradilan

Bantuan perlindungan sosial berupa modal usaha

Tidak melakukan tindak kekerasan terhadap anak

Tidak mempekerjakan anak.

Mendorong anak untuk hadir di sekolah minimal 80%

Mendorong anak untuk hadir dalam mengikuti pendidikan alternatif minimal 80%

Tahapan Program

Secara umum, tahapan PKSABH yang akan dilaksanakan adalah:

1. Workshop Pedoman Operasional Model Perlindungan ABH

2. Sosialisasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Antar Menteri serta

PKSABH

Page 26: Modul PKSABH

26

3. Fasilitasi Pembentukan Komite Perlindungan Rehabilitasi Sosial Anak

Berhadapan dengan Hukum (KPRSABH)

a) Persiapan

Rapat Persiapan Pembentukan Komite Perlindungan dan

Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum

KPRSABH Pusat

Penjajagan Persiapan Pembentukan KPRSABH di daerah

b) Pelaksanaan Kegiatan Di Lokasi

Rapat koordinasi pembentukan KPRS ABH di daerah

Pembentukan Komite Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial

ABH di daerah

Bimbingan dan Pemantapan pengelolaan program KPRS ABH

di Daerah

c) Pengukuhan KPRS ABH

d) Supervisi Pelaksanaan Kegiatan

e) Bimbingan dan Pemantapan Pekerja Sosial

f) Pelaksanaan penyelesaian kasus

a) Fasilitasi penyelesaian

masalah hukum anak melalui pendekatan peradilan

restoratif (kegiatan berbasis masyarakat di PRSABH-BM dan

KPRSABH)

b) Pendampinan anak

dalam proses penyelesaian hukum formal:

Sosial

g) Pemberian bantuan, pelayanan, rehabilitasi, dan reintegrasi anak

pelaku tindak pidana

h) Perlindungan dan pemulihan psikososial anak korban tindak

pidana:

Page 27: Modul PKSABH

27

III. Unit Pengelola

Unit Pengelola PKSABH

Kriteria Lembaga Pengelola PKSABH

a) Memiliki ijin operasional dari Dinas Sosial atau instansi yang berwenang

di daerah.

b) Memiliki Surat Keputusan Penunjukkan Tim/Komite/Kelembagaan yang

ditandatangani oleh Pemerintahan setempat, dan atau akta notaris dan

NPWP

c) Memiliki struktur organisasi kelembagaan yang jelas.

d) Sanggup melaksanakan PKSABH sebagaimana mestinya dibuktikan

dengan Surat Pernyataan Kesanggupan.

e) Memiliki pengalaman dalam menangani kasus-kasus ABH, dibuktikan

dengan laporan kasus2 yang pernah ditangani oleh Lembaga yang

bersangkutan.

f) Memiliki tenaga Pekerja Sosial dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Anak

(TKSA) sebagai pendamping yang berkompeten dibidangnya dengan

jumlah yang memadai;

g) Memiliki fasilitas pelayanan yang memadai untuk mlaksanakan PKS-

ABH.

h) Memiliki rekening bank yang masih aktif atas nama lembaga (bukan

rekening pribadi).

i) Nama dan alamat lembaga yang tercantum dalam rekening harus sama.

j) Memiliki jaringan kerja yang dapat mendukung terlenggaranya PKSABH.

k) Memperoleh rekomendasi dari instansi yang relevan sekaligus sebagai

garansi.

2). Tahapan Seleksi Lembaga Pengelola PKSABH

a) Permohonan untuk menjadi mitra Kemensos RI yang diajukan ke

Direktorat PSA Kemensos RI Cq dinas sosial setempat

b) Pengusulan Mitra/ Yayasan/ Lembaga ABH oleh dinas sosial setempat ke

Kementerian Sosial RI

Page 28: Modul PKSABH

28

c) Pengajuan TOR oleh Mitra/ Yayasan/ Lembaga PKS-ABH yang

bersangkutan kepada Direktorat Pelayanan Sosial Anak Kementerian

sosial RI melalui Dinas Sosial setempat

d) Rapat Persiapan Tim seleksi oleh dinas sosial Propinsi /kota setempat dg

melibatkan Kemensos RI

e) Seleksi administrasi oleh dinas sosial Propinsi /kota setempat

f) Seleksi interview oleh dinas sosial Propinsi /kota setempat dg melibatkan

Kemensos RI

g) Validasi Lembaga yg akan menjadi mitra dinas sosial Propinsi /kota

h) Rapat Tim seleksi yg melibatkan Kemensos RI

i) Penentuan Lembaga ABH yang menjadi mitra Kemensos RI

j) Pengesahan/ Pengukuhan

3) Lembaga yang potensial sebagai pengelola PKSABH

Lembaga-lembaga yang potensial menjadi penyelenggara PKS-ABH

adalah Komite Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak

Berhadapan dengan Hukum (KPRS-ABH) atau lembaga pelayanan

kesejahteraan sosial anak lainnya, seperti PSMP atau PRSABH-BM.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai pola umum ketiga jenis

lembaga tersebut dalam penyelenggaraan program perlindungan

dan rehabilitasi ABH.

a) PRSABH-BM

(1)Tujuan

(a) Teridentifikasi dan terpetakannya permasalahan ABH di

wilayah kerja lembaga

(b) Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang hukum

dan perundang-undangan yang berlaku demi

menjauhkan anak-anak dari permasalahan hukum.

(c) Meningkatnya kepedulian dan tanggung jawab

masyarakat akan keberadaan permasalahan ABH dan

pentingnya proses peradilan restoratif.

Page 29: Modul PKSABH

29

(d) Terlaksananya keadilan restoratif sesuai dengan masalah

dan potensi masyarakat yang tersedia.

(e) Terlaksananya berbagai program pencegahan ABH serta

upaya penguatan masyarakat seperti program

penyuluhan hukum, pelatihan pengasuhan anak,

pelatihan keterampilan kerja untuk anak yang berusia di

atas 15 tahun, dan pemberdayaan ekonomi keluarga.

(f) Meningkatnya akses layanan bagi perlindungan dan

pemenuhan hak anak serta rehabilitasi ABH.

(g) Terlaksananya monitoring terhadap perilaku anak dan

keluarga ABH pasca diversi

(h) Terselenggaranya pendampingan terhadap ABH agar

bisa tetap diterima keluarga dan lingkungan masyarakat.

(2) Kedudukan

PRSABH-BM berkedudukan di Kelurahan / Desa.

(a) Unsur PRSABH-BM

(b) Pekerja Sosial (Kementrian Sosial/Dinas/Instansi Sosial)

(c) Tokoh Masyarakat/PSM

(d) Tokoh Pemuda

(e) Orsos dan Ormas yang bergerak dalam bidang pelayanan

anak dan kepemudaan

(3) Struktur Kelembagaan

(a) Penanggung Jawab (Pejabat yang berwenang)

(b) Ketua

(c) Sekretaris

(d) Bendahara

(e) Seksi-seksi (sesuai kebutuhan)

(4) Kewenangan, Tugas, dan peranan

(a) Mengidentifikasi dan memepetakan permasalahan ABH di

wilayah kerja lembaga

Page 30: Modul PKSABH

30

(b) Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hukum

dan perundang-undangan yang berlaku demi menjauhkan

anak-anak dari permasalahan hukum.

(c) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab

masyarakat akan keberadaan permasalahan ABH dan

pentingnya proses peradilan restoratif.

(d) Mengusahakan terlaksananya keadilan restoratif sesuai

dengan masalah dan potensi masyarakat yang tersedia

melalui kegiatan advokasi sosial.

(e) Melaksanakan berbagai program pencegahan ABH serta

upaya penguatan masyarakat, seperti program

penyuluhan hukum, pelatihan pengasuhan anak,

pelatihan keterampilan kerja untuk anak yang berusia di

atas 15 tahun, dan pemberdayaan ekonomi keluarga.

(f) Meningkatkan akses anak dan keluarga terhadap

berbagai program perlindungan dan pemenuhan hak

anak serta program rehabilitasi ABH.

(g) Melaksanakan monitoring terhadap perilaku anak dan

keluarga ABH pasca diversi.

(h) Melakukan pendampingan terhadap ABH agar bisa tetap

diterima keluarga dan lingkungan masyarakat.

(i) Membantu terwujudnya keadilan restoratif bagi ABH

dalam proses hukum.

(j) Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait bagi

terlaksananya model keadilan restorative.

PSMP

(1) Tujuan

Secara umum, PSMP dalam kaitannya dengan penanganan

anak yang berhadapan dengan hukum adalah untuk

mendukung terselenggaranya keadilan restoratif secara

efektif dan terlindungi anak-anak dari kemungkinan trauma

Page 31: Modul PKSABH

31

akibat situasi yang tidak ramah anak yang terjadi dalam

proses peradilan formal atau pemenjaraan.

Beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai oleh PSMP dalam

program PKSABH adalah:

(a)Terselenggaranya kesekretariatan KPRSABH yang supportif

dan kondusif bagi program-programnya.

(b)Tersedianya rumah aman bagi ABH (korban, pelaku

maupun saksi) yang membutuhkan pengasuhan sementara

yang aman, selama menunggu penyelesaian masalah

hukum yang sedang mereka hadapi.

(c) Terselenggaranya berbagai pelayanan emergensi bagi ABH

dan keluarga yang membutuhkan, selama proses

penyelesaian masalah, dalam rangka menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar yang berkaitan dengan hak

hidup dan mempertahankan kehidupan anak.

(d)Terselengaranya program-program rehabilitasi sosial untuk

ABH, dengan mengedepankan berbagai teknik pengubahan

perilaku, trauma konseling, latihan-latihan keterampilan

sosial, serta proggram-program intervensi psikososial

lainnya yang dibutuhkan, dalam rangka mempersiapkan

reintegrasi anak dengan keluarga dan masyarakatnya.

(e)Tersedianya informasi yang dibutuhkan demi tercapainya

keadilan restorative bagi ABH dalam proses hukum.

(f) Terbukanya akses layanan bagi perlindungan dan

pemenuhan hak anak serta program rehabilitasi ABH.

(g)Terdampinginya ABH agar bisa tetap diterima keluarga dan

lingkungan masyarakat.

(2) Kedudukan

PSMP berkedudukan di propinsi.

Page 32: Modul PKSABH

32

(3) Unsur Pengurus PKSABH di PSMP

(a) Satu orang koordinator PKSABH yang merangkap sebagai

Sekretaris KPRSABH

(b) Tim sekretariat yang terdiri dari tenaga administrasi dan

keuangan

(c) Seorang koordinator Pekerja Sosial (Supervisor)

(d) Satu orang Manajer Kasus

(e) Satu orang Case Worker

(f) Satu orang Group Worker

(g) Satu orang Pendamping anak dan keluarga

(h) Tim pengasuh di rumah aman

(4) Struktur Kelembagaan

(a) Penanggung Jawab (Pejabat yang berwenang)

(b) Ketua

(c) Sekretaris

(d) Bendahara

(e) Seksi-seksi

Seksi Identifikasi dan Penerimaan

Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi

Seksi Perlindungan dan Advokasi

Seksi Rujukan dan Tindak lanjut

(5)Kewenangan, Tugas, dan peranan

(a) Menyelenggarakan tugas-tugas kesekretariatan KPRSABH

yang supportif dan kondusif bagi program-programnya.

(b) Menyediakan atau memfasilitasi akses terhadap rumah

aman bagi ABH (korban, pelaku maupun saksi) yang

membutuhkan pengasuhan sementara yang aman, selama

Page 33: Modul PKSABH

33

menunggu penyelesaian masalah hukum yang sedang

mereka hadapi.

(c) Menyelenggarakan berbagai pelayanan emergensi bagi

ABH dan keluarga yang membutuhkan, selama proses

penyelesaian masalah, dalam rangka menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar yang berkaitan dengan hak

hidup dan mempertahankan kehidupan anak.

(d) Menyelenggarakan program-program rehabilitasi sosial

untuk ABH, dengan mengedepankan berbagai teknik

pengubahan perilaku, trauma konseling, serta proggram-

program intervensi psikososial lainnya yang dibutuhkan,

dalam rangka mempersiapkan reintegrasi anak dengan

keluarga dan masyarakatnya.

(e) Membantu memberikan informasi yang dibutuhkan (jika

diperlukan) demi tercapainya keadilan restorative bagi

ABH dalam proses hukum.

(f) Meningkatkan akses layanan bagi perlindungan dan

pemenuhan hak anak serta rehabilitasi ABH.

(g) Melakukan pendampingan terhadap ABH agar bisa tetap

diterima keluarga dan lingkungan masyarakat.

Komite Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial ABH

1) Tujuan

(a) Terjalinnya seluruh kekuatan dan potensi masyarakat

dalam mewujudkan sistem keadilan restoratif bagi ABH

dalam masyarakat.

(b) Teridentifikasi dan terpetakannya permasalahan ABH

dalam masyarakat.

(c) Terbangun dan tersebarluaskannya pengetahuan serta

kepercayaan masyarakat akan KPRSABH dalam

Page 34: Modul PKSABH

34

menyelesaikan masalah hukum anak dalam kerangka

keadilan restoratif.

(d) Terlaksananya proses peradilan restoratif bagi ABH sesuai

dengan masalah dan potensi masyarakat yang tersedia.

(e) Tersedianya rumah aman bagi ABH (korban, pelaku

maupun saksi) yang membutuhkan pengasuhan

sementara yang aman, selama menunggu penyelesaian

masalah hukum yang sedang mereka hadapi.

(f) Terselenggaranya berbagai pelayanan emergensi bagi

ABH dan keluarga yang membutuhkan, selama proses

penyelesaian masalah, dalam rangka menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar yang berkaitan dengan hak

hidup dan mempertahankan kehidupan anak.

(g) Terselengaranya program-program rehabilitasi sosial

untuk ABH, dengan mengedepankan berbagai teknik

pengubahan perilaku, trauma konseling, pendidikan

teman sebaya, serta proggram-program intervensi

psikososial lainnya yang dibutuhkan, dalam rangka

mempersiapkan reintegrasi anak dengan keluarga dan

masyarakatnya.

(h) Meningkatnya akses layanan bagi perlindungan dan

pemenuhan hak anak serta rehabilitasi ABH.

(i) Tersedianya informasi yang dibutuhkan demi tercapainya

keadilan restorative bagi ABH dalam proses hukum.

(j) Teridentifikasi dan berkembangnya model-model keadilan

restoratif bagi ABH.

(k) Terdukungnya suatu sistem peradilan anak (proses

hukum formal) yang ramah anak

2) Kedudukan

KPRS-ABH berkedudukan di kabupaten/kota.

Page 35: Modul PKSABH

35

3) Unsur KPRS-ABH

(a) Kementrian Sosial/Dinas/Instansi Sosial

(b) Instansi terkait (Bapas, Kepolisian, Diknas, Kesehatan)

(c) Organisasi Pemuda

(d) LBH/LSM

(e) Tokoh Masyarakat Relawan/PSM

(f) Tenaga profesional (pekerja sosial, psikolog

perkembangan anak, dokter, ahli hukum)

(g) Pendidik Teman Sebaya (Peer Educators) – Mantan ABH

(h) Tenaga Pendamping Anak dan Keluarga

4) Struktur Kelembagaan

(a)Penanggung Jawab (Pejabat yang berwenang)

(b)Ketua

(c) Sekretaris

(d)Bendahara

(e)Seksi-seksi (sesuai kebutuhan)

(f) Tim pelaksana teknis (Gugus Tugas)

5) Kewenangan, Tugas, dan peranan

(a)Membangun dan mengembangkan jejaring sosial untuk

menyatukan kekuatan dan potensi masyarakat dalam

mewujudkan sistem keadilan restoratif bagi ABH dalam

masyarakat.

(b)Melakukan diseminasi dan sosialisasi tentang peran dan

fungsi KPRSABH dalam menyelesaikan masalah hukum

anak dalam kerangka keadilan restoratif.

Page 36: Modul PKSABH

36

(c) Mengidentifikasi dan memetakan permasalahan ABH

dalam masyarakat.

(d)Menerima dan merespon laporan kasus ABH (anak yang

melakukan pelanggaran hukum, korban, atau saksi

pelanggaran hukum) secara cepat dan sigap.

(e)Menjajagi kemungkinan dan memotivasi keluarga korban

maupun pelaku untuk melaksanakan proses peradilan

restoratif di KPRSABH.

(f) Melaksanakan proses peradilan restoratif bagi ABH sesuai

dengan masalah dan potensi masyarakat yang tersedia.

(Melakukan mediasi permasalahan ABH berdasarkan

model keadilan restorative).

(g)Menyediakan atau memfasilitasi akses anak terhadap

rumah aman bagi ABH (korban, pelaku maupun saksi)

yang membutuhkan pengasuhan sementara yang aman,

selama menunggu penyelesaian masalah hukum yang

sedang mereka hadapi.

(h)Menyelenggarakan berbagai pelayanan emergensi bagi

ABH dan keluarga yang membutuhkan, selama proses

penyelesaian masalah, dalam rangka menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar yang berkaitan dengan hak

hidup dan mempertahankan kehidupan anak.

(i) Menyelenggarakan program-program rehabilitasi sosial

untuk ABH, dengan mengedepankan berbagai teknik

pengubahan perilaku, trauma konseling, serta proggram-

program intervensi psikososial lainnya yang dibutuhkan,

dalam rangka mempersiapkan reintegrasi anak dengan

keluarga dan masyarakatnya.

(j) Meningkatkan akses layanan bagi perlindungan dan

pemenuhan hak anak serta rehabilitasi ABH.

Page 37: Modul PKSABH

37

(k)Merekomendasikan hasil pengkajian masalah sebagai

dasar pertimbangan pengambilan keputusan terbaik bagi

ABH kepada pihak-pihak terkait.

(l) Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait bagi

terlaksananya model keadilan restorative.

(m) Mengidentifikasi dan mengembangkan model-model

keadilan restoratif bagi ABH.

IV. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap aktivitas penyelenggaraan PKSABH sesuai

dengan kewenangannya masing-masing. Masyarakat dapat

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas

penyelenggaraan PKSABH. Pemerintah dan pemerintah daerah

melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan

PKSABH sesuai dengan kewenangannya. Monitoring dan evaluasi

dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas dan pengendalian mutu

penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Bentuk kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan melalui studi

dokumentasi dari laporan yang ada, pengisian instrumen yang telah

disiapkan, wawancara dengan tokoh wakil pelaksana program, dan

diskusi kelompok terfokus.

Komponen yang dimonitor dan dievaluasi antara lain:

1. Komponen Administrasi:

a. Kelengkapan dokumen lembaga

b. Kapasitas SDM dan proses recruitment

c. Proses Perencanaan dan Pengambilan Keputusan

d. Pengelolaan kegiatan program

2. Komponen Keuangan:

Page 38: Modul PKSABH

38

a. Ketepatan penggunaan alokasi dana

b. Prosentasi disbursment

c. Ketepatan sasaran,

d. Ketepatan waktu distribusi

e. Kelengkapan dokumen keuangan (dokumen transaksi –

pembayaran, permintaan belanja dll, petty cash, dan general

ledger)

3. Komponen Program

a. Implementasi kebijakan perlindungan anak

b. Pelaksanaan program pencegahan

c. Pembentukan Komite

d. Bimbingan Pemantapan LPKSABH

e. Pemberian bantuan operasional komite:

Fasilitasi Penyelesaian perkara ABH

Program rehabilitasi dan reintegrasi ABH

f. Program Bantuan Tunai Bersyarat sebagai penguatan dampak

program rehaabilitasi

Pendamping anak dan pekerja sosial wajib melakukan monitoring dan

mendokumentasikan laporan perkembangan klien (anak dan

keluarga) pada setiap tahapan pelayanan. Tim Monev, tenaga

pendamping dan lembaga kesejahteraan sosial anak wajib membuat

laporan hasil kegiatannya kepada Direktorat Pelayanan Sosial Anak

paling sedikit 2 kali dalam setahun.

Indikator Keberhasilan Program

1. Anak rentan terjauhkan dari kemungkinan konflik dengan hukum.

Output:

a. Pada akhir program, sejumlah anak rentan memperoleh

pelayanan kesejahteraan sosial dasar.

b. Pada akhir program, sejumlah anak rentan telah mengikuti

penyuluhan hukum.

Page 39: Modul PKSABH

39

c. Pada akhir program, sejumlah orang tua anak rentan mendapat

pelatihan Good parenting skills.

d. Pada akhir program, sejumlah tokoh masyarakat mengikuti

penyuluhan hukum.

e. Pada akhir program, sejumlah anak rentan yang berusia lebih

dari 15 tahun dapat menyelesaikan Vocational training.

f. Pada akhir program, sejumlah anak rentan yang mampu

menjauhi konflik dengan hukum dan sejumlah keluarga yang

mampu melindungi dan mencegah anaknya dari konflik hukum

mendapatkan bantuan tunai bersyarat

2. Terbentuk dan menguatnya sistem perlindungan dan rehabilitasi

ABH yang didukung dengan SDM yang kompeten.

a. Jaringan stakeholder pelaksana dan pendukung program

perlindungan terbentuk di 11 propinsi dan 5 propinsi memulai

kegiatan operasionalnya yang difasilitasi APBN.

b. Pada akhir program, 10 kegiatan pengembangan kapasitas

teknis pekerja sosial perlindungan ABH terlaksana

c. Pada akhir program, 10 Rapat koordinasi terselenggara

d. Pada akhir program, 2 kebijakan perlindungan ABH terbentuk

dan 5 kegiatan Pengembangan Program terlaksana: (e.g.

Sosialisasi SKB dan RJ, Penyusunan Pedoman PKS ABH)

e. Pada akhir program, 5 LPKSABH melaksakan program

perlindungan dan rehabilitasi ABH sesuai pedoman yang

disepakati

f. Pada akhir program, PSBR (Panti Sosial Bina Remaja) memiliki

rencana program yang jelas dan mampu memulai

melaksanakan program youth centre.

g. Mekanisme Supervisi pelaksanaan kegiatan tersusun dan

tersosialisasikan

3. Peningkatan prosentasi kasus ABH yang terselesaikan dalam

mekanisme peradilan restoratif:

Page 40: Modul PKSABH

40

a. RJ (basis masyarakat, komite)

Jumlah kasus yang terlaporkan dan terasesmen oleh

LPKSABH

Prosentasi kasus yang bersedia mengikuti proses mediasi

pada mekanisme peradilan restoratif / penyelesaian melalui

musyawarah

Prosentase kasus yang dapat mencapai kesepakatan dalam

mediasi kasus

Tersedianya data perkembangan kasus

b. Proses Formal:

Peningkatan prosentase kasus yang mendapat

pendampingan psikososial

Peningkatan prosentase ABH yang mendapat pendampingan

hukum

Peningkatan prosentase ABH yang mendapat bantuan sosial

lainnya (misal. Perwalian dalam persidangan)

4. Terpenuhinya kebutuhan dasar ABH dan menurunnya

kecenderungan perilaku melanggar hukum pada anak:

a. Prosentase Bantuan Anak Berhadapan Dengan Hukum yang

mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makanan,

minuman, pakaian, pendidikan, kesehatan):

b. Jumlah anak yang mendapat bantuan emergensi untuk ABH

dalam proses penyelesaian perkara (RJ maupun formal)

c. Jumlah anak yang mendapat bantuan Tunai Bersyarat

d. Prosentase ABH yang mendapat pengasuhan yang bersifat

protektif di keluarga maupun pengasuhan sementara di rumah

aman selama proses penyelesaian perkara

e. Prosentase penurunan kecederungan perilaku pelanggaran

hukum apada ABH

5. Anak-anak mantan ABH siap kembali ke keluarga dan

masyarakatnya, dan keluarga serta masyarakat siap menerima

kembali anak.

Page 41: Modul PKSABH

41

a. Prosentase ABH yang dapat menyelesaikan Life skills training

b. Prosentase orang tua ABH yang dapat menyelesaikan Good

parenting training

c. Prosentase ABH berusial lebih atau sama dengan 15 tahun yang

dapat menyelesaikan Vocational training

d. Prosentase ABH yang terfasilitasi untuk mempersiapkan asimilasi

/ komunikasi dengan keluarga dan masyarakatnya

V. Peran Para Pihak dan Sumber Pendanaan

Peran Pemerintah Daerah

Khusus bagi Daerah yang terpilih menjadi lokasi pengembangan Model

PKSABH, kiranya agar berperan aktif dalam upaya pengembangan

model tersebut. Hasil pengembangan model akan menjadi masukan

bagi penyempunaan Kebijakan dan Strategi nasional dalam

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Anak di daerah di seluruh

Indonesia, sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial.

Peran Masyarakat

Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan

dalam penyelenggaran PKSABH. Peran masyarakat dapat dilakukan

oleh perseorangan, keluarga, organisasi sosial kemasyarakatan,

lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha,

lembaga kesejahteraan sosial, dan lembaga kesejahteraan sosial asing

yang bertujuan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaran

PKSABH.

Sumber Pendanaan

APBN, APBD, sumbangan masyarakat, dana yang disisihkan dari badan

usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan,

Page 42: Modul PKSABH

42

bantuan asing, dan sumber pendanaan yang sah berdasarkan

ketentuan perundang-undangan.

E. PROSES PEMBELAJARAN

E. PROSES PEMBELAJARAN

NO. PROSES PEMBELAJARAN WAKTU

(menit)

1 2 3

1. Fasilitator mengawali pertemuan dengan penjelasan tentang judul

materi, sub pokok bahasan dan tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai.

10

2. Fasilitator memutar film tentang kasus ABH, dan ditanggapi oleh

peserta.

20

3. Fasilitator memberikan penjelasan tentang informasi umum

tentang PKSABH dan tanggapan dari peserta

20

4. Fasilitator memberikan penjelasan tentang gambaran program

PKSABH dan tanggapan dari peserta

30

7. Fasilitator mengajak peserta untuk bermain peran tentang

penyelesaian masalah ABH melalui RJ

a. Peserta dibagi dalam 3 kelompok,

b. Setiap kelompok mempersiapkan 1 kasus ABH dan merancang

skenario bagaimana menyelesaiakannya melalui RJ

c. Ketika 1 kelompok bermain peran, kelompok lain diminta untuk

memberikan tanggapan tentang proses penyelesaian kasus.

d. Fasilitator memberikan tanggapannya pada akhir kegiatan .

45

Page 43: Modul PKSABH

43

8. Fasilitator memberikan penjelasan tentang Unit Pengelola

PKSABH

20

9. Fasilitator memberikan penjelasan tentang monitoring, evaluasi,

pelaporan, dan indikator keberhasilan, serta peran para pihak

20

10 Fasilitator membimbing peserta untuk melakukan latihan tentang

pelaksanaan moneva

30

11 Fasilitator menjelaskan Fungsi, Tugas,dan Peran Pendamping

Sosial dalam Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial ABH

20

13 Review dan menyimpulkan hasil pembelajaran yang dicapai. 10

Jumlah 225

F. METODE PEMBELAJARAN

1. Ceramah dan tanya jawab

2. Curah pendapat

3. Diskusi kelompok

4. Role playing

G.MEDIA PEMBELAJARAN

1. OHP/LCD

2. Whiteboard

3. Flipchart

4. Spidol

5. Kertas plano

H.EVALUASI PEMBELAJARAN

1. Keseriusan peserta dalam mengikuti pembelajaran

Page 44: Modul PKSABH

44

2. Keseriusan peserta dalam menjawab pertanyaan

3. Keseriusan peserta dalam melaksanakan tugas-tugas