Modul Dr Muda Bagian Mata

177
I. TUJUAN PEMBELAJARAN 1.1. Tujuan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata. Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pengertian profesi sendiri adalah suatu bidang pekerjaan yang menuntut keterampilan dan atau suatu keahlian, etika dan sikap kerja tertentu yang dihasilkan dari suatu proses pendidikan. Pendidikan kedokteran merupakan salah satu program pendidikan profesi yang bertujuan untuk menghasilkan dokter yang mampu melaksanakan tugas profesinya dan senantiasa memiliki keinginan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri sesuai dengan tuntunan profesionalitas seorang dokter. Melalui pendidikan kedokteran yang paripurna diharapkan dokter yang dihasilkan memiliki sikap dan dapat mengembangkan kepribadian yang diperlukan untuk menjalankan profesinya seperti integritas, rasa tangung jawab, dapat dipercaya sesuai dengan etika profesinya yang universal. Guna mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan metode pembelajaran serta dinamika tuntutan pelayanan kesehatan masyarakat, maka kurikulum ini juga bersifat dinamis, sehingga setiap penyelenggaraan program pendidikan profesi harus memperoleh evaluasi dan masukan secara terus-menerus tentang keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan pendidikan profesi dokter. Komponen lain yang sangat penting dari kurikulum ini adalah komponen normatif yaitu pendekatan untuk mengembangkan akhlak, budi pekerti, kepribadian, etika dan sikap mahasiswa didik. Komponen etika normatif ini menjadi dasar pengembangan komponen adaptif dan produktif sehingga mampu melahirkan sikap sekaligus keterampilan professional dokter yang beretika. Kurikulum pada tahap pendidikan ini menekankan aspek keterampilan klinik, etika, sikap profesional (professional behaviour) dan evidence-based medicine untuk mencapai kompetensi yang terintegrasi, dimana proses pendidikan dijalankan dengan menerapkan prinsip pendidikan klinik, yaitu experiential, patient-based, preceptor-based, dan community- based. Pendekatan mastery learning dikembangkan berdasarkan pada prinsip belajar orang dewasa yang belajar lebih bersifat self-directed learning, partisipatif, relevan dan praktis. Aspek lain dari pendekatan ini adalah meniru perilaku (behaviour modeling), berdasarkan kompetensi dan menggunakan teknik pelatihan humanistik. Behaviour modeling merupakan gambaran yang sama dengan teori belajar sosial atau yang terjadi di dalam masyarakat, dimana dalam kondisi yang ideal, seorang calon dokter akan belajar lebih cepat dengan meniru apa yang diperbuat oleh orang lain dengan kata lain mencontoh atau belajar melalui observasi. 1

description

mata

Transcript of Modul Dr Muda Bagian Mata

Page 1: Modul Dr Muda Bagian Mata

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

1.1. Tujuan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata.

Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pengertian profesi sendiri adalah suatu bidang pekerjaan yang menuntut keterampilan dan atau suatu keahlian, etika dan sikap kerja tertentu yang dihasilkan dari suatu proses pendidikan.

Pendidikan kedokteran merupakan salah satu program pendidikan profesi yang bertujuan untuk menghasilkan dokter yang mampu melaksanakan tugas profesinya dan senantiasa memiliki keinginan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri sesuai dengan tuntunan profesionalitas seorang dokter. Melalui pendidikan kedokteran yang paripurna diharapkan dokter yang dihasilkan memiliki sikap dan dapat mengembangkan kepribadian yang diperlukan untuk menjalankan profesinya seperti integritas, rasa tangung jawab, dapat dipercaya sesuai dengan etika profesinya yang universal. Guna mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan metode pembelajaran serta dinamika tuntutan pelayanan kesehatan masyarakat, maka kurikulum ini juga bersifat dinamis, sehingga setiap penyelenggaraan program pendidikan profesi harus memperoleh evaluasi dan masukan secara terus-menerus tentang keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan pendidikan profesi dokter.

Komponen lain yang sangat penting dari kurikulum ini adalah komponen normatif yaitu pendekatan untuk mengembangkan akhlak, budi pekerti, kepribadian, etika dan sikap mahasiswa didik. Komponen etika normatif ini menjadi dasar pengembangan komponen adaptif dan produktif sehingga mampu melahirkan sikap sekaligus keterampilan professional dokter yang beretika.

Kurikulum pada tahap pendidikan ini menekankan aspek keterampilan klinik, etika, sikap profesional (professional behaviour) dan evidence-based medicine untuk mencapai kompetensi yang terintegrasi, dimana proses pendidikan dijalankan dengan menerapkan prinsip pendidikan klinik, yaitu experiential, patient-based, preceptor-based, dan community- based. Pendekatan mastery learning dikembangkan berdasarkan pada prinsip belajar orang dewasa yang belajar lebih bersifat self-directed learning, partisipatif, relevan dan praktis. Aspek lain dari pendekatan ini adalah meniru perilaku (behaviour modeling), berdasarkan kompetensi dan menggunakan teknik pelatihan humanistik. Behaviour modeling merupakan gambaran yang sama dengan teori belajar sosial atau yang terjadi di dalam masyarakat, dimana dalam kondisi yang ideal, seorang calon dokter akan belajar lebih cepat dengan meniru apa yang diperbuat oleh orang lain dengan kata lain mencontoh atau belajar melalui observasi.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata termasuk Kepaniteraan Klinik yang merupakan Program Profesi Dokter, kelanjutan Pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Unsri. Program ini bertujuan mendidik Sarjana Kedokteran untuk menjadi dokter sesuai dengan kurikulum sehingga memiliki cukup pengalaman dan ketrampilan klinik, mempunyai kemampuan memecahkan masalah serta bersikap profesional di bidang Ilmu Kesehatan Mata.

1

Page 2: Modul Dr Muda Bagian Mata

II. KOMPETENSI

2.1.Kompetensi Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata.Setelah menjalani kepaniteraan, mahasiswa diharapkan :

1. Terampil melakukan pemeriksaan fisik diagnostik dasar mata, yaitu:Pemeriksaan tajam penglihatan jauh dan dekat, pemeriksaan low vision acuity, gerakan bola mata (versi dan duksi), keseimbangan otot bola mata (tes Hirschberg), tekanan bola mata palpasi, pemeriksaan eksternal dengan binocular loupe dan lampu senter.

2. Terampil menggunakan alat diagnostik tertentu, yaitu:

Trial frame dan slit lens untuk koreksi kacamata, tonometer Schiotz, oftalmoskop direk dan slit lamp.

3. Terampil melakukan pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu, yaitu: Tes pin hole, tes proyeksi cahaya, mengukur jarak pupil, tes tutup, tes tutup-buka, tes fluoresen, tes sensibilitas kornea, tes warna Ishihara, tes konfrontasi.

4. Terampil mengambil anamnesis, melakukan pemeriksaan fisik dan menggunakan alat diagnostik penunjang untuk menegakkan diagnosis, menentukan cara penatalaksanaan dan menentukan prognosis dari penyakit mata tertentu, seperti:Hordeolum, kalazion, kelainan refraksi, konjungtivitis akut, konjung vernalis, konjungtivitis fliktenularis, konjungtivitis purulenta, abrasi kornea, korpus alienum kornea, keratitis dendritika, keratitis pungtata superfisialis, keratitis numularis, ulkus kornea, pterigium, pinguekula, episkeritis, skleritis, uveitis anterior, endoftalmitis, panoftalmitis, katarak, glaukoma sudut tertutup akut.

5. Mengetahui persiapan pasien praoperasi dan perawatan pascaoperasi di ruangan.

6. Telah melihat sebagian besar tindakan operasi antara lain : Ekstirpasi pterigium, ECCE + IOL, Fako + IOL, penjahitan kornea, penjahitan sklera, trabekulektomi, enukleasi, eviserasi, eksenterasi, penjahitan palpebra, aspirasi hifema, ablasio retina.

7. Telah melihat sebagian besar tindakan operasi kecil di ruang tindakan emergensi, yaitu : Insisi hordeolum dan kalazion, mengambil benda asing di kornea, penjahitan palpebra, pengangkatan jahitan kornea.

8. Terampil melakukan tindakan tertentu di ruang tindakan emergensi, sesuai kewenangan dokter umum di bidang penyakit mata, yaitu : Irigasi permukaan bola mata pada trauma kimia, mengambil benda asing di konjungtiva bulbi dan konjungtiva tarsalis.

9. Dapat berpikir secara logis dan mempertahankan pendapatnya secara ilmiah di

bidang Ilmu Penyakit Mata.

2

Page 3: Modul Dr Muda Bagian Mata

III. PRASYARAT KEPANITERAAN

3.1.Prasyarat Mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata

1. Kepaniteraan klinik berlangsung selama 4 pekan.2. Mahasiswa di bagi tiap kelompok dengan jumlah maksimal 10 orang3. Jam kerja

Hari Senin-Kamis : jam 07.00 – 14.00 WIBHari Jum’at : jam 07.00 – 12.00 WIBHari Sabtu : jam 07.00 – 14.00 WIB

4. Mahasiswa wajib melakukan absensi pada saat datang dan pulang. Apabila tidak melakukan absensi maka mahasiswa dianggap tidak hadir.

5. Setiap ijin meninggalkan kepaniteraan harus sepengetahuan Koordinator Kepaniteraan. Apabila mahasiswa tidak dapat masuk harus memberikan surat ijin tertulis atau melampirkan surat sakit dari dokter, yang harus diterima oleh Koordinator Kepaniteraan pada hari yang bersangkutan tidak hadir.

6. Apabila mahasiswa tidak hadir selama 3 hari, akan mengulang masa kepaniteraan dengan alasan apapun.

7. Pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bimbing oleh satu orang konsulen pembimbing dan dibantu oleh residen senior (pendamping) per kelompok.

8. Setiap kelompok (maksimal 10 orang) akan dibagi kedalam beberapa group dan akan menjalankan rotasi seperti rotasi terlampir.

9. Semua kegiatan dibidang pendidikan, pelayanan, maupun evaluasi ditulis dalam daftar kegiatan dan ditandatangani oleh dokter yang membimbing.

10. Aktivitas kegiatan meliputi bimbingan konsulen, short case, bed side teaching, prosedural skill, phantom, telaah ilmiah dan long case.

11. Ujian kompetensi adalah ujian akhir dilakukan setelah dokter muda menjalani semua aktivitas di atas. Ujian terdiri dari dua tipe yaitu ujian tulis kompetensi dan ujian langsung ke pasien. Hasil ujian ini akan ditotalkan sebagai nilai akhir ujian.

3

Page 4: Modul Dr Muda Bagian Mata

IV. PROSES PEMBELAJARAN

4.1. Penjelasan Aktivitas Kegiatan

1. Bimbingan konsulenPembimbingan terhadap dokter muda untuk menyegarkan ilmu kesehatan mata yang telah diajarkan di pre klinik oleh para konsulen. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-1 kepaniteraan pada hari selasa sampai dengan sabtu.

2. Bed side teaching;Pembimbingan terhadap dokter muda langsung dengan pasien. Dokter muda diberikan sebuah kasus pasien di bangsal dan mereka melakukan suatu prosedur pemeriksaan terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur pemeriksaan saja yang dianggap penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-2 kepaniteraan pada hari senin, selasa dan rabu.

3. Prosedural skill;Pembimbingan terhadap dokter muda langsung dengan pasien. Dokter muda diberikan sebuah kasus pasien di kamar tindakan dan kamar operasi. Mereka melakukan suatu prosedur tindakan terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur tindakan saja yang dianggap penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-2 kepaniteraan pada hari kamis, jumat dan sabtu.

4. Short case;Pembimbingan terhadap dokter muda langsung dengan pasien. Dokter muda diberikan sebuah kasus pasien di poliklinik dan mereka melakukan suatu prosedur pemeriksaan terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur pemeriksaan saja yang dianggap penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-2 kepaniteraan pada hari kamis, jumat dan sabtu.

5. Phantom;Pembimbingan terhadap dokter muda tidak langsung dengan pasien. Dokter muda seolah-olah diberikan sebuah kasus pasien dan mereka melakukan suatu prosedur pemeriksaan terhadap pasien tersebut. Hasil pemeriksaan mereka tersebut didiskusikan. Aktivitas kegiatan dapan dilakukan secara lengkap mulai dari anamnesis sampai penatalaksanaannya atau juga dapat dilakukan hasil satu bagian prosedur pemeriksaan saja yang dianggap penting oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-3 kepaniteraan pada hari senin, selasa dan rabu.

6. Long case;Pembimbingan terhadap dokter muda secara berkelompok untuk mengasah kemampuan ilmiah terhadap suatu kasus sesuai dengan kompetensi dokter umum. Pembuatan suatu kasus dilakukan dokter muda setelah diberi judul oleh pembimbing yang sesuai dengan kompetensi. Dokter muda tersebut akan berdiskusi dan mempresentasikan laporan kasunya dengan pembimbing dan hasil diskusi akan dinilai oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-3 kepaniteraan pada hari kamis, jumat dan sabtu.

7. Telaah ilmiah;Pembimbingan terhadap dokter muda secara individu untuk mengasah kemampuan ilmiah sesuai dengan kompetensi dokter umum. Pembuatan makalah ilmiah dilakukan dokter muda setelah diberi judul oleh pembimbing yang sesuai dengan kompetensi. Dokter muda tersebut akan berdiskusi dengan pembimbing dan hasil diskusi akan dinilai

4

Page 5: Modul Dr Muda Bagian Mata

oleh pembimbing. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-4 kepaniteraan pada hari senin sampai dengan sabtu.

4.2. Formulir Kegiatan Kepaniteraan

4.2.1. Bimbingan Konsulen

Tanggal Hari Bahan Ajaran Nama Pembimbing* Selasa Anatomi & Fisiologi Mata

Selasa Pembuatan Status AwalSelasa Pemeriksan Segmen Anterior Rabu Pemeriksaan Refraksi dan Low VisionRabu Pemeriksaan Pterigium, Hordeolum,

Kalazion, dan lainRabu Pemeriksaan Segmen PosteriorKamis Pemeriksaan GlaukomaKamis Pemeriksaan KatarakJumat Strabismus dan Ambliopia Jumat Ulkus Kornea & Penyakit Infeksi pada

KorneaSabtu Pemeriksaan & Penyakit TumorSabtu Pemeriksaan Nervus OptikusSabtu Pemeriksaan dan Kelainan Penyakit

Retina*minggu ke-1**jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.2.2. Bed side teaching

No. Nama Hari/Tanggal Pembimbing1 Senin*

Selasa Rabu

**234 Senin

Selasa Rabu

567 Senin

Selasa Rabu

8910 Senin

Selasa Rabu

11

Ket:*minggu ke-2**jadwal dosen pembimbing secara bergantian

5

Page 6: Modul Dr Muda Bagian Mata

4.2.3. Short Case dan Prosedural skill

No. Nama Hari/Tanggal Pembimbing1 Kamis*

JumatSabtu

**234 Kamis

JumatSabtu

567 Kamis

JumatSabtu

8910 Kamis

JumatSabtu

11

Ket:*minggu ke-2**jadwal dosen pembimbing secara bergantian4.2.4. Phantom

No. Nama Hari/Tanggal Pembimbing1 Senin*

Selasa Rabu

**234 Senin

Selasa Rabu

567 Senin

Selasa Rabu

8910 Senin

Selasa Rabu

11

Ket:*minggu ke-3** jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.2.5. Long Case

No. Nama Judul Pembimbing1 Kamis*

JumatSabtu

**234 Kamis*

JumatSabtu

567 Kamis*

JumatSabtu

8910 Kamis*

JumatSabtu

11

*minggu ke-3** jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.2.6. Telaah Ilmiah6

Page 7: Modul Dr Muda Bagian Mata

No. Nama Judul Pembimbing1 Senin-sabtu* **234567891011

*minggu ke-4** jadwal dosen pembimbing secara bergantian

4.3. Formulir Kegiatan Kepaniteraan7

Page 8: Modul Dr Muda Bagian Mata

FORMULIR BED SIDE TEACHING

PENYAJI : ____________________________________________________PEMBIMBING : 1. __________________________________________________

2. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik

PROBLEM PASIEN/DIAGNOSIS : ________________________________________ Pasien : Umur :______ Jenis kelamin : ______ Baru : Follow up : Tingkat kerumitan: rendah sedang tinggiFokus : anamnesis pemeriksaan diagnosis terapi konseling

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. Kemampuan wawancara medis

Observasi Tidak diobservasi

2. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis Observasi Tidak diobservasi

3. Kualitas humanistik/profesionalisme Observasi Tidak diobservasi

4. Keputusan klinis/diagnostik Observasi Tidak diobservasi

5. Kemampuan mengelola pasien Observasi Tidak diobservasi

6. Kemampuan konseling Observasi Tidak diobservasi

7. Kompetensi klinis keseluruhan Observasi Tidak diobservasi

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________

SARAN : ___________________________________________________________________________________________________________________________

Palembang, 20Tanda Tangan Penguji

( )

FORMULIR PROSEDURAL SKILL

8

Page 9: Modul Dr Muda Bagian Mata

JUDUL : ____________________________________________________ _______________________________________________________________________PENYAJI : __________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________PEMBIMBING : 1. __________________________________________________

2. __________________________________________________ 3. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. Menunjukkan pemahaman tentang indikasi,

anatomi yang relevan dengan teknik prosedur

2. Memperoleh informed consent3. Menunjukkan persiapan sebelum tindakan 4. Teknik aseptik antiseptik 5. Menunjukkan kemampuan teknis6. Manajemen post tindakan7. Kemampuan keseluruhan dalam melakukan

prosedurT O T A L N I L A I

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________

SARAN : ___________________________________________________________________________________________________________________________

Palembang, 20Tanda Tangan

( )

FORMULIR SHORT CASE9

Page 10: Modul Dr Muda Bagian Mata

(MINI CLINICAL EVALUATION EXERCISE/MINI CEX)

PENYAJI : ____________________________________________________PEMBIMBING : 1. __________________________________________________

2. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik

PROBLEM PASIEN/DIAGNOSIS : ________________________________________ Pasien : Umur :______ Jenis kelamin : ______ Baru : Follow up : Tingkat kerumitan: rendah sedang tinggiFokus : anamnesis pemeriksaan diagnosis terapi konseling

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. Kemampuan wawancara medis

Observasi Tidak diobservasi

2. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis Observasi Tidak diobservasi

3. Kualitas humanistik/profesionalisme Observasi Tidak diobservasi

4. Keputusan klinis/diagnostik Observasi Tidak diobservasi

5. Kemampuan mengelola pasien Observasi Tidak diobservasi

6. Kemampuan konseling Observasi Tidak diobservasi

7. Kompetensi klinis keseluruhan Observasi Tidak diobservasi

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________

SARAN : ___________________________________________________________________________________________________________________________

Palembang, 20Tanda Tangan Penguji

( )FORMULIR PHANTOM

10

Page 11: Modul Dr Muda Bagian Mata

JUDUL : ____________________________________________________ _______________________________________________________________________PENYAJI : __________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________PEMBIMBING : 1. __________________________________________________

2. __________________________________________________ 3. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat. TIDAK semua kolom harus di isi.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. PENYAMPAIAN MATERI

1. Suara cukup jelas dan berirama2. Kecepatan dan ketepatan sesuai3. Gaya penyajian menyenangkan4. Menerangkan inti masalah secara jelas

2. PENGUASAAN MATERI1. Kemampuan identifikasi pasien2. Kemampuan anamnesis pasien3. Kemampuan pemeriksaan fisik pasien4. Kemampuan pemeriksaan oftalmologis5. Kemampuan penegakan diagnosis6. Kemampuan diagnosis diferensial7. Kemampuan pemeriksaan penunjang8. Kemampuan penatalaksanaan9. Kemampuan membuat prognosis10. Mampu membuat suatu kesimpulan T O T A L N I L A I

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________________________________

SARAN : _____________________________________________________________________________________________________________________________________________

Palembang, 20Tanda Tangan Penguji

( )

FORMULIR LONG CASE(PRESENTASI KASUS/CASE BASE DISCUSSION)

11

Page 12: Modul Dr Muda Bagian Mata

JUDUL : ____________________________________________________ _______________________________________________________________________PENYAJI : __________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________PEMBIMBING : 1. __________________________________________________

2. __________________________________________________ 3. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. PERSIAPAN MAKALAH

1. Kejujuran2. Kreatifitas3. Ketekunan4. Tanggung jawab5. Kerjasama

2. PENYAJIAN MAKALAH1. Suara cukup jelas dan berirama2. Kecepatan dan ketepatan sesuai3. Gaya penyajian menyenangkan4. Menerangkan inti masalah secara jelas 5. Memperhatikan hadirin

3. PENGUASAAN MATERI1. Ketepatan dalam menjawab pertanyaan2. Objektif dalam menanggapi pertanyaanT O T A L N I L A I (Dibagi 12)

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________

SARAN : ___________________________________________________________________________________________________________________________

Palembang, 20Tanda Tangan Penguji

( )

FORMULIR TELAAH ILMIAH

12

Page 13: Modul Dr Muda Bagian Mata

JUDUL : ____________________________________________________ _______________________________________________________________________PENYAJI : __________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________PEMBIMBING : ____________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat. TIDAK semua kolom harus di isi.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. PERSIAPAN MAKALAH

1. Kejujuran2. Kreatifitas3. Ketekunan4. Tanggung jawab

2. PENYAMPAIAN MAKALAH1. Suara cukup jelas dan berirama2. Kecepatan dan ketepatan sesuai3. Gaya penyajian menyenangkan4. Menerangkan inti masalah secara jelas

3. PENGUASAAN MATERI1. Mampu menjelaskan latar belakang Dan tujuan makalah ilmiah2. Mampu menguasai anatomi di makalah Ilmiah3. Mampu menguasai fisiologi di makalah Ilmiah4. Mampu menguasai patofisiologi di makalah ilmiah5. Mampu menjelaskan cara pemeriksaan suatu kasus di makalah ilmiah6. Mampu menguasai penegakkan diagnosis diferensial di makalah ilmiah7. Mampu menguasai penegakkan diagnosis diferensial di makalah ilmiah8. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang9. Mampu menguasai penatalaksanaan di makalah ilmiah 10. Mampu menguasai kapan harus di rujuk11. Mampu menguasai prognosis di makalah ilmiah12. Mampu membuat suatu kesimpulan dalam makalah ilmiahT O T A L N I L A I

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________________________________

SARAN : _____________________________________________________________________________________________________________________________________________

Palembang, 20Tanda Tangan Penguji

( )FORMULIR UJIAN KOMPETENSI BAGIAN

13

Page 14: Modul Dr Muda Bagian Mata

JUDUL : ____________________________________________________ _______________________________________________________________________NAMA DR. MUDA : ____________________________________________________PENGUJI : 1. __________________________________________________

2. __________________________________________________

PETUNJUK : Isi nilai di kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan pendapar sejawat.SKALA NILAI : < 41 : sangat kurang

41- 55 : kurang 56- 70 : cukup 71- 85 : baik 86 > : sangat baik

NO KEGIATAN NILAI (1-100) KETERANGAN1. STATUS PENDERITA

1. Anamnesis2. Pemeriksaan3. Diagnosis4. Diagnosis banding5. Pemeriksaan penunjang6. Penatalaksanaan7. Prognosis

2. PENGETAHUAN PENYAKIT LAIN1. Katarak2. Glaukoma3. EED4. Strabismus5. Retina6. Tumor7. Pediatrik oftalmologi8. Rekonstruksi dan trauma mata9. Neurooftalmologi10. RefraksiT O T A L N I L A I

KOMENTAR : ___________________________________________________________________________________________________________________________

HASIL = NILAI UJIAN TULIS + NILAI UJIAN PASIEN = 2

Palembang, 20Tanda Tangan Penguji

( )

V. NAMA-NAMA UNIT

14

Page 15: Modul Dr Muda Bagian Mata

Bagian Ilmu Kesehatan Mata memiliki beberapa subdivisi yaitu: 1. Subdivisi EED2. Subdivisi Uvea3. Subdivisi Refraksi4. Subdivisi Strabismus5. Subdivisi Neuroophthalmology6. Subdivisi Vitreoretina7. Subdivisi Tumor8. Subdivisi Rekonstruksi9. Subdivisi Glaukoma10. Subdivisi Lensa11. Subdivisi Pediatrik Ophthalmology

Dari masing-masing subdivisi ini ada yang merupakan kompetensi untuk dokter muda yang menjalani kepaniteraan klinik. Porsi kompetensi dari masing-masing subdivisi ini tidak sama besar karena mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).

VI. NAMA-NAMA DOSEN

1. Dr. Linda Trisna, SpM(K) : subdivisi Strabismus2. DR. Dr. Fidalia, SpM(K) : subdivisi Glaukoma3. DR. Dr. Anang Tribowo, SpM(K) : subdivisi EED/Uvea4. Dr. Elza Iskandar, SpM(K) : subdivisi Rekonstruksi5. Dr. A.K. Ansyori, SpM(K)Mkes : subdivisi Vitreoretina6. Dr. Ibrahim, SpM : subdivisi Tumor7. Dr. Rusdianto, SpM(K) : subdivisi Pediatrik Oftalmologi8. Dr. Alie Sholahuddin, SpM : subdivisi Lensa9. Dr. Devi Azri Wahyuni, SpM : subdivisi Neurooftalmologi10. Dr. Ani, SpM : subdivisi Refraksi11. Dr. Ramzi Amin, SpM : subdivisi Vitreoretina12. Dr. Riani Erna, SpM : subdivisi Rekonstruksi

15

Page 16: Modul Dr Muda Bagian Mata

MODUL UNIT

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

16

Page 17: Modul Dr Muda Bagian Mata

1.1.Tujuan Pembelajaran UmumSetelah mengikuti serangkaian kegiatan selama menjalani rotasi di bagian Ilmu Kesehatan

Mata diharapkan mahasiswa terampil dalam:1. Menganamnesis keluhan dan gejala yang ada dengan baik2. Menerangkan patofisiologi pada penyakit yang didapatkan3. Menginterpretasi dan menjelaskan gejala dan tanda penyakit yang ada4. Melakukan pemeriksaan klinis dan oftalmologikus dengan terampil5. Membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan tambahan.6. Memutuskan dan mampu menangani problem itu berdasarkan kompetensinya.7. Memiliki kepribadian dan akhlak yang baik dan santun terhadap sesama sejawat dan

pasien.

1.2.Tujuan Pembelajaran Khusus

Sesuai dengan masing-masing topik. II. AKTIVITAS PEMBELAJARAN

2.1.Hari Senin Minggu I ( dijalankan secara berurutan )(1) Mahasiswa membawa surat pengantar dari Bagian Akademik Fakultas Kedokteran Unsri

dan menyerahkannya kepada sekretariat bagian Mahasiswa dan menyerahkan data pribadi serta kelengkapan administrasi lainnya.

(2) Mahasiswa melapor kepada koordinator P3D yang akan diberikan penjelasan mengenai P3D di bagian mata secara umum. Koordinator P3D akan memberikan satu berkas Buku Panduan Kegiatan yang akan digunakan selama kepaniteraan di bagian mata. Koordinator Kepaniteraan juga akan memberi penjelasan mengenai tata tertib, pedoman kerja kepaniteraan, sistem pendidikan, penilaian, dan keterangan lainnya.

(3) Mahasiswa melapor kepada Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata, yang akan memberi penjelasan tentang falsafah dan etika kepaniteraan. Bila Kepala Bagian tidak ada di tempat, langsung lanjutkan ke nomor 4 dst.

(4) Mahasiswa melapor kepada semua konsulen.(5) Mahasiswa bertemu dengan dokter Pembimbing dan dokter Pendamping.(6) Mahasiswa melakukan orientasi terhadap fasilitas di Bagian Mata.

2.2.Hari Selasa dan selanjutnya (sampai minggu III).(1) Rotasi pertama dimulai pada hari Selasa. Mahasiswa mulai bertugas di ruangan,

poliklinik/emergensi atau kamar operasi/video session sesuai jadwal rotasi.(2) Pengajaran yang terdiri dari:

a. Kuliah konsulen: pada minggu ke-1 mulai hari selasa sampai dengan sabtu b. Bed side teaching (BST): pada minggu ke-2 mulai hari senin sampai dengan rabuc. Short case dan prosedural skill: pada minggu ke-2 mulai hari kamis sampai dengan

sabtu d. Phantom: pada minggu ke-3 mulai hari senin samapi dengan rabu e. Long case: pada minggu ke-3 mulai hari kamis sampai dengan sabtu f. Telaah Ilmiah: pada minggu ke-4 mulai hari senin sampai dengan sabtuakan dilakukan sesuai jadwal dengan masing-masing sesi dilakukan dengan di pandu oleh pembimbing.

(3) Melakukan pemeriksaan mata dan pemeriksaan penunjang terhadap pasien-pasien rawat baru.

(4) Berlatih menggunakan alat diagnostik yang ada di ruangan yaitu : trial lens dan trial frame, tonometer Schiotz, slit lamp,oftalmoskop direk dan lain-lain.

17

Page 18: Modul Dr Muda Bagian Mata

(5) Mengetahui persiapan praoperasi pasien rawat.(6) Mengetahui cara evaluasi pasien pascaoperasi di ruangan.(7) Pedoman kegiatan di UGD:

a. Melakukan pemeriksaan dasar mata, pemeriksaan penunjang untuk membuat diagnosis dan rencana penatalaksanaan kasus penyakit mata di poliklinik. Sepuluh diantaranya dicatat di buku kegiatan.

b. Berlatih menggunakan alat diagnostik yang ada di poliklinik, yaitu : tonometer Schiotz, slit lamp, oftalmoskop direk.

c. Melihat tindakan operasi kecil di emergensid. Melakukan tindakan operasi kecil di ruang tindakan emergensi, sebatas kewenangan

dokter umum.e. Mengetahui indikasi rawat pasien-pasien penyakit mata.

(8) Pedoman kegiatan di poliklinik:a. Melihat dan mempelajari kasus-kasus yang ada.b. Mengetahui indikasi dan pengobatan kasus yang ditemui.c. Mencatat kasus-kasus yang dianggap penting untuk didiskusikan Pembimbing dan

Pendamping.

2.3.Materi bed side teaching, short case, procedural skill , phantom, long case dan telaah ilmiah

(1) Tumor kelompok mata dan Konjungtiva (jinak, ganas), pterigium, pinguekula(2) Infeksi Palpebra (hordeolum, chalazion, dakriosistitis)(3) Trauma Mata (ablasio, tidak tembus, tembus)(4) Konjungtivitis (purulenta, non purulenta)

a. Definisi konjungtivitisb. Etiologi konjungtivitis dan patofisiologinyac. Perjalanan penyakit konjungtivitisd. Diagnosa banding konjungtivitise. Komplikasi konjungtivitis

(5) Keratitis, ulkus kornea, endophthalmitis(6) Strabismus, ambliopia, low vision(7) Kelainan refraksi (miop, hipermetrop, presbiop)

a. Definisi visus dan kelainan refraksib. Pembagian kelainan refraksic. Pemeriksaan visus dasard. Koreksi kelainan refraksie. Resep kacamataf. Overview Astigmat

(8) Katarak (KSM, KSI)a. Definisi dan etiologi katarakb. Patofisiologi katarakc. Klasifikasi katarakd. Pemeriksaan dan deteksi katarak dengan alat sederhanae. Terapi katarak dan sistem rujukanf. Komplikasi pasca operasi katarakg. Penanganan komplikasi katarak dan sistem dan sistem rujukan.

(9) Glaukoma (primer, sekunder, kongenital)(10) Retina (ablasio, retinopati diabetika, retinopati hipertensi)(11) Skleritis, episleritis, uveitis(12) Xerophthalmia

2.4.Buku Acuan(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

18

Page 19: Modul Dr Muda Bagian Mata

(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.(4) Kansky. Ophthalmology.

III. NAMA-NAMA TOPIK

3.1.Daftar Topik BahasanNo. Subdivisi Kompetensi1 External Eye Disease Konjungtiva, foreing body

Konjungtiva, alergiKonjungtiva, viralKonjungtiva, bakteriSubkonjungtiva bleedingBlefaritisHordeolumKalazionSkleritis, episkleritisErosi korneaCorpus alienum korneaLuka bakarKeratitisKeratokonjungtivitis sikaEdema korneaDistropi korneaKeratokonus

2 Uvea EndophthalmitisHypemaHipopionIridocyclitis, iritis

3 Refraksi HipermetropiaMyopiaAstigmatismePresbyopiaAnisometropia

4 Strabismus AmblyopiaDiplopiaSuppression

5 Neuroophthalmology ScotomaHemianopsia, bitemporal dan homonymousLoss of visionOptic disc cuppingPapilloedemaOptic atrophyOptic neuropathyOptic neuritis

6 Vitreoretina Buta senjaAblasio retinaRetina, oklusi atau perdarahanDegenerasi maculaRetinopati diabetikaRetinopati hipertensi

7 Tumor Tumor iris8 Rekonstruksi Pterigium

Eyelid lacerationEntropionTrichiasisLagophtalmusEpicanthusPtosisEyelid retractionXantelasma DacrioadenitisDacryocystitisDacryostenosisLacrimal duct, laceration

9 Glaukoma Simple glaucomaGlaucoma akutGlaucoma sekunder

10 Lensa Katarak

19

Page 20: Modul Dr Muda Bagian Mata

AfakiaPseudofakiaDislokasi lensa

11 Pediatrik ophthalmology MicropthalmusBuphtalmus Glaukoma kongenital

3.2.Daftar Keterampilan Prosedural No. Subdivisi Kompetensi1 External Eye Disease Inspeksi kelopak

Inspeksi bulu mataInspeksi konjungtivaInspeksi scleraInspeksi apparatus lakrimal Palpasi nodul lymphInspeksi kornea

2 Uvea Inspeksi pupilInspeksi kamar okuli anteriorInspeksi iris

3 Refraksi Penilaian visusPenilaian refraksi objektifPenilaian refraksi subjektifMelihat pemeriksaan lensa kontak

4 Strabismus Posisi reflex korneaPosisi cover testPenilaian gerakan bolamataPenilaian binokularitas

5 Neuroophthalmology Penilaian lapang pandangPenilaian nervus optikus

6 Vitreoretina Amsler gridFunduskopi Penilaian pembuluh darah retinaMelihat pemeriksaan FFA

7 Tumor Pemeriksaan hertel8 Rekonstruksi Pemeriksaan pengukuran airmata9 Glaukoma Pemeriksaan tekanan bolamata dengan schiotz10 Lensa Inspeksi lensa

Pemeriksaan lampu celah11 Pediatrik ophthalmology Pemeriksaan tekanan bolamata dengan palpasi

pada anakPenilaian refraksi subjektif pada anak

3.3. Daftar Tindakan yang harus dikuasai No. Keterampilan1 Mampu melakukan penetesan obat tetes mata2 Mampu melakukan pemberian salep mata3 Mampu mengeluarkan korpus alienum pada konjungtiva4 Mampu mengeluarkan korpus alienum pada kornea

20

Page 21: Modul Dr Muda Bagian Mata

MODUL TOPIK

Modul Ilmu Kesehatan Mata

KONJUNGTIVITIS

21

Page 22: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi konjungtivitis, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

1. Mampu menjelaskan gambaran klinis konjungtivitis

2. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus

konjungtivitis

3. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

1. Materi presentasi

22

Page 23: Modul Dr Muda Bagian Mata

2. Kasus

3. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(5) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(6) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(7) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(8) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Konjungtivitis

Merupakan suatu peradangan yang terjadi pada konjuntiva. Insidensi konjungtivitis di Indonesia

berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10%

dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain

menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua

(9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%).

Gejala Konjungtivitis

1. Rasa adanya benda asing

Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi papil. Jika

rasa sakitnya berat, maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan pada kornea.

2. Rasa sakit yang temporer

Informasi ini dapat membentu kita menegakkan diagnosis karena rasa sakit yang datang pada

saat-saat tertentu merupakan symptom bagi infeksi bakteri tertentu, misalnya;

- Sakitnya lebih parah saat bangun pagi dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat

keparahan) meningkat setiap harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus.

- Sakit parah sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan keratokonjungtiva

sisca (mata kering).

3. Gatal

Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.

4. Fotofobia

 

Tanda Penting Konjungtivitis

1. Hiperemi

Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini merupakan tanda

konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah cerah biasanya menandakan

konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti kabut biasanya menandakan

konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah

limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Terdapat perbedaan

antara injeksi konjungtiva dan siliaris yaitu;

23

Page 24: Modul Dr Muda Bagian Mata

1. Lakrimasi

Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata

yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

2. Eksudasi

Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada

konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika, yang

biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi hari,

dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.

3. Pseudoptosis

Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M. Tarsalis

superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan

keratokonjungtivitis epidemika.

4. Khemosis (Edema Konjungtiva)

Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis merupakan tanda

yang khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau meningococcal konjungtivitis,

serta kerato konjungtivitis.

5. Hipertrofi Papil

Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau

limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk

substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila

mirip jeruji payung.

6. Pembentukan Folikel

Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid konjungtiva

dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada viral conjungtivitis,

chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical medication. Pada pemeriksaan,

vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan melingkarinya.

7. Pseudomembran dan Membran

Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva yang bila lepas,

epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang meluas mengenai epitel

sehingga kalau dilepas akan berdarah.

8. Adenopati Preaurikuler

Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian setiap ada

radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan kelenjar limfe

preaurikuler.

Pemeriksaan yang dilakukan :

Pemeriksaan Visus (L4 dewasa dan L3 anak-anak) dengan hasil normal Inspeksi (palpebra,

konjungtiva termasuk forniks, dan sklera. L4)

24

Page 25: Modul Dr Muda Bagian Mata

Pasien dengan keluhan utama mata merah

Keluhan Tambahan :Sangat Gatal

Sensasi benda asing

Keluhan Tambahan :Sedikit gatal

Mata lebih berairSensasi benda asing

Pemeriksaan fisikStatus generalis bisa dalam batas normalPemeriksaan visus

bisa normal, TIO normal

Inspeksi :, injeksi konjungtiva,

Pemeriksaan fisikStatus generalis bisa dalam batas normal

Pemeriksaan visus bisa normal, TIO

normalInspeksi : Mata berair,

injeksi konjungtiva

Konjungtivitis Alergika

Benda Asing di Konjungtiva

Anti Histamin

VIII. KOMPETENSI

25

Page 26: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem

itu secara mandiri hingga tuntas.

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

1. Mengenali gejala, tanda konjungtivitis

2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

3. Melakukan deskripsi kelainan konjungtivitis

4. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

BLEFARITIS

26

Page 27: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi blefaritis, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

4. Mampu menjelaskan gambaran klinis blefaritis

5. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus blefaritis

6. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

4. Materi presentasi

5. Kasus

6. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

27

Page 28: Modul Dr Muda Bagian Mata

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

28

Page 29: Modul Dr Muda Bagian Mata

29

Pasien dengan kelopak mata yang radang

Pemeriksaan luar

A. riwayat

Tidak terkait kelainan

dermatologis

Plak skuamosa dan eritema

pada alis, kulit kepala,

jenggot , dan lipatan hidung

Telangiectasis dari kelopak mata, hidung, pipi, dahi, rhinophyma

Vesikel pada kelopak mata/ulserasi dengan disribusi berciri khas

Maserasi, kantus lateralis basah, angular blepharitis

Berwarna putih, nodul yang memiliki pusat pada kelopak mata, leher,

Molluscum contagiosum

Pikirkan:moraxella

Pikirkan:herpes simpleks, belpharoconjunctivitis, herpes zoster ophthalmicus

rosacea

Pikirkan:meibomitis

Dermatitis seboroik

Pikirkan: staphylococcal blepharoconjunctivitis

Pikirkan: blepharitis seboroik, mixed staphylococcal/seborrheic blepharoconjunctivitis, blepharitis seboroik terkait meibomitis

Pemeriksaan slit lamp

B. Staphylococcal blepharoconjunctivitis

C. Seborrheic blepharitis E. Primary meibomitis Pikirkan: phtirus pubis, veruccae demodex, fungus atopic, dermatitis kontak

D. Mixed staphylococcal/seborrheic blepharoconjunctivitis

G. Kompres hangat 5-10 menit, diikuti penggosokan kelopak mata dengan sampo bayi atau diikuti pemberian baitracin atau eritromisin alep mata 2-4x sehari sampai 2-8 minggu, lalu berikan steroid(dengan tapering) jangka pendekj untuk kondisi terkait respon hipersensitivitas

Kompres hangar 5-10 menit, diikuti pemijatan tarsusuntuk mengeluarkan isi kelenjar meibom, kemudian penggosokan kelopak, diikuti pemberian bacitracin atau eritromisin salep mata 2-4 lalu kurangi sampai hanya setiap pagi

Kompres hangat 5-10 menit, diikuti pemijatan tarsus, kemudian penggosokan kelopak, lalu bacitracin atau eritromisin salep mata 2-4x sehari lalu di kurangi sampai hanya setiap pagi hari

Kompres hangat 5-10 menit diikuti gosokan pada kelopak dengan sampo bayi 2-4x sehari, lalu di taper sampai setiap hari pada pagi hari

F.blepharitis seboroik terkait meibomitis

Gosok kulit kepala dengan sampo berisi selenium 1-2x sekali/mgg, konsultasi bagian kulit

Tetrasiklin, 250mg PO qid awalnya, lalu taper selama 3-4 bln, atau doksisiklin, 100mg bid awalnya, taper selama 3-4 bln, pasien dengan rosacea mungkin membutuhkan 250 mg PO qd long term eritromisin

Kasus refraksi

H.evaluasi semua kasus untuk kondisi terkait keratoconjunctivitis sicca dan obati sebagaimana mestinya

Peningkatan dan stabilisasi gejala dan tanda pasien

Singkirkan sebaceous gland carcinoma pada kasus asimetris, intraktabel

Kompetensi 3A

BLEPHARITIS

Page 30: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

5. Mengenali gejala, tanda blefaritis

6. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

7. Melakukan deskripsi kelainan blefaritis

8. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

HORDEOLUM/KALAZION

30

Page 31: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi hordeolum, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

7. Mampu menjelaskan gambaran klinis hordeolum

8. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus hordeolum

9. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

7. Materi presentasi

8. Kasus

9. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

31

Page 32: Modul Dr Muda Bagian Mata

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

32

Page 33: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI33

Pasien dengan pembengkakan kelopak mata

inflamasi Tanpa inflamasi

A.Keterlibatan okuler Tidak ada keterlibatan okuler

Keterlibatan orbita

Tidak ada keterlibatan orbita

unilateral bilateral

Riwayat(anamnesis)

proptosis Pikirkan: penyakit konjungtiva, keratitis, skleritis

Pikirkan: hordeolum, kalazion, infeksi lokal, tumor atau pseudotumor

lokal difus Penyakit sistemik

E.pikirkan: blefaritis, edema alergi

F. pikirkan: pseudotumor, neoplasma, edema

Pikirkan: CT scan

biopsi

G. Pikirkan: edema toksik (bakterial,parasitic,viral,serum sickness erysipelas)

Tidak ada tanda-tanda infeksi

B. tanda-tanda infeksi

D.pikirkan: usia, kecepatan progresfitas penyakit, lokasi

Pikirkan ct scan

biopsi

C.viral

Monitor

Infeksi bakteri sekunder

Kompres hangat 5-10 menit, pemberian eritromisin salep mata 2-4x sehari, atau ditambah antibiotik sistemik: eritromisisn 250 mg POqid, dapat juga diberikan tetrasiklin. Pada nanah dari kantung ananh yang tidak dapat keluar dilakukan insisi, pada kalazion ekskokleasi.

Ct scan apabila tanpa perbaikan

bakterial

Tidak ada trauma kelopak sebelumnya ataupun operasi

Trauma atau operasi

unilateral bilateral

baru lamaH.pikirkan:tumor, lymphedema

H.penyakit sistemik atau pemaikaian obat

Tidak ada penyakit sistemik atau pemakaian obat

Pikirkan penyakit jantung,ginjal,endokrin, kehamilan, angioneurotiuc edema

Pikirkan: blefarochalasis, dematochalasis dengan protrusi lemak orbita

K.pikirkan:fraktur tengkorak

Pikirkan:lymphedema

Gejala: hordeolum(internum maupun eksternum): kelopak bengkak,sakit, mengganjal, merah, nyeri bila ditekan, kalazion: benjolan pada kelopak,tidak hiperemis, tidak ada nyeri tekan, pseudoptosis.Pada pemeriksaan fisik diperlukan kemampuan eversi palpebra

Kompetensi 3A

HORDEOLUM DAN KALAZION

Page 34: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

9. Mengenali gejala, tanda hordeolum/kalazion

10. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

11. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum/kalazion

12. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

EROSI KORNEA

34

Page 35: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi erosi kornea, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

10. Mampu menjelaskan gambaran klinis erosi kornea

11. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus erosi kornea

12. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

10. Materi presentasi

11. Kasus

12. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

3535

Page 36: Modul Dr Muda Bagian Mata

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

1. EROSI KORNEA

Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma

tumpul ataupun tajam pada kornea

KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem

itu secara mandiri hingga tuntas.

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

36

Inspeksi : edema palpebra, blefarospasme (+), injeksi perikornea (+)

Pemeriksaan

Visus

TurunNormal

Pemulasan fluorescein: Defek epitel (+)

Erosi Kornea *

Rawat jalan Amoxicillin 500 mg 3x1 Asam mefenamat 500 mg 3x1 Vitanorm (vit. A) 2x1 Cendo Ulcori (Ciprofloxacin) diteteskan

pada mata yang sakit tiga kali sehari.

Anamnesis:mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kabur

riwayat trauma, riwayat pemakaian lensa kontak

Page 37: Modul Dr Muda Bagian Mata

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

13. Mengenali gejala, tanda hordeolum

14. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

15. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum

16. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

BENDA ASING (CORPUS ALIENUM)

37

Page 38: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi korpus alienum, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

13. Mampu menjelaskan gambaran klinis korpus alienum

14. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus korpus

alienum

15. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

13. Materi presentasi

14. Kasus

15. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

38

Page 39: Modul Dr Muda Bagian Mata

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

. BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI KORNEA

VIII. KOMPETENSI

39

Anamnesis:mata merah, nyeri, berair, fotophobia, pandangan kaburriwayat trauma, riwayat pemakaian lensa kontak

Pemeriksaan

Visus Inspeksi : palpebra edema, blefarospasme (+), injeksi perikornea (+), benda asing (+)

Normal Turun

Benda Asing di Kornea*

Semua benda asing harus diambil, dengan kapas basah atau jarum suntik 1 cc

Benda Asing di Konjungtiva

Benda Asing di intra okuler

Rujuk Spesialis Mata

Page 40: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem

itu secara mandiri hingga tuntas.

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

17. Mengenali gejala, tanda korpus alienum

18. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

19. Melakukan deskripsi kelainan korpus alienum

20. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

\

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

LUKA BAKAR PADA MATA

40

Page 41: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi luka bakar pada mata,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

16. Mampu menjelaskan gambaran klinis luka bakar pada mata

17. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus luka bakar

pada mata

18. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

16. Materi presentasi

41

Page 42: Modul Dr Muda Bagian Mata

Riwayat trauma

Mata merah

Nyeri

Mata berair

Fotophobia

Pandangan kabur

17. Kasus

18. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(9) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(10) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(11) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(12) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

LUKA BAKAR

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang

relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:42

Anamnesis:

Pemeriksaan :Inspeksi

Luka Bakar Fisik (thermal)

Luka Bakar Kimia

Ukur pH Irigasi permukaan kornea dan forniks konjungtiva dengan air mengalir atau

normal salin diteteskan melalui selang intravena standar sampai mencapai PH normal (7,3 -7,7)

Basa Asam

Visus Pemulasan fluorescein: Defek epitel (+)

Normal Turun

Rujuk ke spesialis mata

Antibiotik topikal Pembalut steril

Page 43: Modul Dr Muda Bagian Mata

21. Mengenali gejala, tanda luka bakar pada mata

22. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

23. Melakukan deskripsi kelainan luka bakar pada mata

24. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

KERATITIS

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

43

Page 44: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi keratitis, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

19. Mampu menjelaskan gambaran klinis keratitis

20. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus keratitis

21. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

19. Materi presentasi

20. Kasus

21. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

44

Page 45: Modul Dr Muda Bagian Mata

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

KERATITIS

VIII. KOMPETENSI

45

PEMERIKSAAN

Terapi :Acyclovir topikal dan oral

Inkubasi 24 – 48 Jam.Infiltrat warna abu-abu Ulkus berbatas tegas cenderung meluas kesentral dengan cepat. (Ulkusserpigenosa)Mudah terbentuk hipopion

Laboratorium : Kuman diplo kokusgram (+)

Terapi:Penicilin G atau Vankomisin topikal dan sistemik, pilihan kedua : eritromisin

KERATITIS BAKTERIAL

Inkubasi kurang dari 24 jam (+ 6 – 8 jam ) Infiltrat warna kehijauan / kuning, nyeri hebat Cepat meluas (oleh enzim proteolitik)Kornea tampak “ luluh “ dan menonjol, Hipopion(++)

Laboratorium : Kuman bentuk batang gram negatif

Terapi : - Tobramisin - Gentamisin - Polimyxin BTerapi terbaru : Ciprofloxacin

Gambaran khas : Ulkus daerah jam 12,cepat perforasi meskipun kecil.

Laboratorium: diplokokus gram ( - ) Intra Seluler

Terapi : - Penicilin G - Vankomycin

Gambaran tidak khas Biasanya daerah sentral sekitar ulkus banyak infiltrat dan edem

Laboratorium : kuman kokus gram (+)berbentuk rantai.

Terapi : - Penicilin G - Vancomycin

Oral: Flukonazole 200–400 mg/hari atau ketokonazole 200–600 mg/hari.Terapi :

- Aclycovir oral 5 x 400 mg (10 hari).(3 hari sesudah ada makulo papula ) - Steroid topikal bila ada keratitis stromal / Uveitis

Sensibilitas kornea menurun, ulkus dendritik

Laboratorium : Multi Nukleus Giant CellsSerum anti HSV – 1, Antigen Immuno-FlEnzym Immuno Assay

Keratitis Herpes Simpleks

Pada daerah dermatom Nervus Oftalmikus (cabang pertama N.trigeminus) : lesi makulo papular

Herpes Zoster Oftalmikus

Tidak begitu sakit, warna infiltrat abu-abu Sering disertai hipopionLesi Satelit Khas : bercak di endotelbatas tak tegas pada dasar ulkus,

Laboratorium

Candida

Fusarium

Ampotericin B 0.15 %

Natamicin 5

Aspergillus

KERATITIS FUNGAL

KERATITIS VIRAL

Pseudomonas Aeruginosa

Pneumokokus Gonokokus Streptokokus Bhaemolitikus

Page 46: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang

relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

25. Mengenali gejala, tanda keratitis

26. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

27. Melakukan deskripsi kelainan keratitis

28. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

KORNEAL EDEMA

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu46

Page 47: Modul Dr Muda Bagian Mata

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi kornea edema, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

22. Mampu menjelaskan gambaran klinis kornea edema

23. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus kornea

edema

24. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

22. Materi presentasi

23. Kasus

Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

47

Page 48: Modul Dr Muda Bagian Mata

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Kornea memiliki tiga lapisan penting: epitel, stroma, dan endotelium. Kelebihan air dalam hasil

epitel atau stroma edema kornea. Kadar air kornea tergantung pada keseimbangan antara

kekuatan pendorong air ke kornea dan yang mendorong air keluar. Kekuatan pendorong air ke

dalam kornea termasuk tekanan pembengkakan stroma dan tekanan intraokular. Faktor-faktor

yang menjaga kornea dari pembengkakan adalah fungsi penghalang dan pompa metabolik

endotelium. Faktor yang kurang penting adalah penghalang epitel dan penguapan dari

permukaan kornea. Jika faktor ini tidak fungsional atau rusak, edema kornea dan ketebalan

kornea meningkat dapat mengembangkan, dengan keluhan penglihatan kabur yang paling parah

di pagi hari dan membaik seiring berjalannya hari. Sebagai memburuk edema, microcyst epitel

dan bula dapat terbentuk, menyebabkan tajam, menusuk nyeri, fotofobia, dan kemerahan. Edema

berkepanjangan dapat menyebabkan jaringan parut membran Bowman dan stroma, serta

vaskularisasi pannus dan stroma.

A. Peningkatan TIO tidak langsung merusak endotelium tetapi mengganggu keseimbangan

kekuatan transportasi di seluruh kornea. Glaukoma kongenital dapat hadir dan meningkatkan

ketebalan kornea, diameter kornea, dan menghasilkan air mata linier horizontal membran

Descemet itu.

B. glaukoma akut dapat didiagnosis jika ada edema epitel, nyeri, sudut ruang tertutup, dan murid

middilated tetap. Biasanya tekanan adalah> 60mm Hg. Pasien melihat lingkaran cahaya di

sekitar objek terang. Begitu tekanan diobati, gejala umumnya jelas. Namun, tidak diobati,

tekanan yang meningkat menyebabkan kerusakan ireversibel endotel dan edema kronis.

C. Distrofi endotel adalah penyakit turun-temurun dari endotelium. Beberapa tampak pada saat

lahir, yang lainnya muncul kemudian dalam hidup. Anomali Petrus diakui oleh leukoma kornea

bilateral pusat, dengan edema di daerah yang terkena, yang disebabkan oleh cacat pada posterior

stroma, membran Descemet, dan endotelium. Endotel distrofi kongenital herediter (CHED) dapat

memiliki dua bentuk: dominan dan resesif. Resesif tersebut diakui pada saat lahir sebagai difus,

edema kornea bilateral simetris dan umumnya tidak maju. . Bentuk dominan tidak terlihat pada

saat lahir. Edema berkembang pada tahun pertama dan dapat maju dalam hidup kemudian untuk

edema parah, keratopathy band, dan erosi epitel. Distrofi Fuch endotel yang terjadi di kemudian

hari dan dapat didiagnosis jika disertai edema kornea kornea guttae banyak dilihat posterior

membran Descemet itu. Guttae kornea yang fokal, deposito kolagen bias. Dalam distrofi

polymorphous posterior (PPD), lesi kecil yang dikelilingi oleh lingkaran cahaya beberapa samar

atau kurang besar, lesi blisterlike dengan lingkaran cahaya padat terlihat pada membran

Descemet itu. Guttae kornea yang tidak hadir. Sindrom endotel Iridocorneal (ICE) adalah

48

Page 49: Modul Dr Muda Bagian Mata

spektrum gangguan utama proliferasi endotel, termasuk iris nevus sistem Cogan-Reese, sindrom

Chandler, dan atrofi iris esensial. Gangguan ini ditandai dengan endotelium dilemahkan, lapisan

kolagen yang luas posterior, dan pengembangan membran basement ektopik atas iris.Meskipun

penyakit penyakit bentuk spektrum, mereka dapat dikenali secara individual. Dalam sindrom

nevus iris, jaringan stroma iris herniates melalui membran basement ektopik. Dalam sindrom

Chandler lapisan kolagen posterior berhubungan dengan edema kornea difus. Atrofi iris esensial

ditandai oleh lapisan kolagen abu-abu posterior, sinekia anterior perifer, murid terdistorsi, dan

lubang di iris.

D. Endotelium mungkin rusak selama atau setelah operasi. Intraoperatif kerusakan mungkin

disebabkan oleh kontak dengan instrumen bedah kornea atau lensa intraokular atau efek toksik

obat intraokular, pengawet, atau solusi mengairi. Kerusakan pasca operasi dapat disebabkan oleh

perdarahan intraokuler, peningkatan TIO, dan kontak lensa-diinduksi hipoksia, serta melalui

kontak endotel kornea dengan vitreous, lensa intraokular, atau jahitan nya.

E. Perforasi kornea oleh benda asing dapat menyebabkan kerusakan endotel dan mengurangi

jumlah sel, menghasilkan edema kornea. Kontak kuat dari badan asing dengan kornea dapat

menyebabkan 0,5-0,1 mm berbentuk cincin berdiameter opacity pada permukaan kornea

posterior. Cincin ini disebabkan oleh fibrin dan leukosit deposito dalam endotelium kornea dan

menghilang dalam beberapa hari.

F. Pada pasien dengan keratoconus maju, membran Descemet bisa istirahat terpusat. Aqueous

humor bisa masuk dan menyebabkan edema. Namun, sel-sel endotel tumbuh, dan luka segera

sembuh sehingga edema reda dalam beberapa bulan. Semua yang bertahan adalah bekas luka

kecil.

G. Pemecahan pada membran Descemet bisa terjadi pada kelahiran dari cedera tang dan biasanya

muncul dalam orientasi vertikal atau miring. Tergantung pada luasnya cedera, edema kornea bisa

jelas dan berulang di kemudian hari.

H. Neuropati sensorimotor trigeminal, dari prosedur bedah, neoplasma, dan proses lainnya, dapat

mempengaruhi hidrasi kornea dan mengakibatkan edema kornea selama paparan suhu

lingkungan yang rendah.

I. Keratopathy Diebetic dapat terjadi setelah operasi stres yang tidak semestinya intraokular atau

fotokoagulasi. Endotelium kornea dari diabetes pameran kelainan pada morfologi sel, edema

kornea sehingga cenderung untuk bertahan setelah operasi.

J. Beberapa laporan telah menggambarkan kasus dekompensasi kornea setelah trauma kantong

udara. Mikroskop elektron scanning mengungkap wilayah lokal dari kerusakan endotel yang

lengkap terkait dengan bidang jumlah sel endotelium <1000 cells/mm2. Beberapa edema kornea

persisten mungkin gagal untuk menyelesaikan, membutuhkan transplantasi kornea.

K. Uveitis adalah peradangan dari setiap bagian dari saluran uveal mata, termasuk iris, ciliary

body, dan koroid. Radang iris dan tubuh ciliary, juga disebut uveitis anterior, biasanya

menyakitkan dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan, kadang-kadang kebutaan.

Meskipun hubungan tidak jelas, edema kornea sering menyertai uveitis. Uveitis dapat

49

Page 50: Modul Dr Muda Bagian Mata

didiagnosis jika photomicroscopy specular menunjukkan daerah gelap pada endothelium. Ini

daerah gelap dapat disebabkan oleh keratitic presipitat atau edema endotel lokal. Kerusakan ini

disebabkan oleh mikroba menyerang dan oleh sel dari sistem kekebalan tubuh. Edema kornea

adalah sekunder untuk respon kekebalan.

Edema stroma dan biasanya adalah bermata. Organisme yang mampu menggalang respon ini

termasuk herpes simpleks dan virus herpes zoster, beberapa bakteri, dan beberapa jamur.

L. Setelah cangkok kornea, limfosit dapat bermigrasi pada endotel dan membentuk garis yang

bergerak menuju pusat, menghancurkan sel-sel endotel di jalan. Dengan sekitar 3 bulan setelah

korupsi, garis telah hilang dan kerusakan terlihat sebagai presipitat banyak keratic dan edema

korupsi seragam.

M. Edema kornea reversibel telah dikaitkan dengan keratitis selama pengobatan dengan

levodopa. Perfluorodecalin adalah cairan digunakan intraoperatively dalam operasi ablasi retina.

Jumlah sisa dapat disimpan dalam ruang anterior di kontak dengan endotelium, menyebabkan

dekompensasi kornea.

50Pemeriksaan Slit-lamp

Peningkatan IOP Tanpa inflamasi Inflamasi

Onset dewasa Tanpa trauma (K) Uveitis

(L) Penolakkan korneal graftTrauma (M) Medication

(B) Glukoma ruang terbuka

AkutGlukoma ruang

tertutup(C) Distrofi endotelial

Kongenital

Onset dewasa(D) Mekanik farmako bedah

(F) Ruptur Keratokonus Descemet’s

Pertimbangan:Sindrom ICE

Distrofi Fuchs’sPPD

Trigeminal nerve palsy

(E) Benda asing

Pertimbangan:CHED

Peter’s anomaly

(I) Diabetes

(H) Neuropati trigeminal

(G) Cedera forsep

(J) Kantong angin

Page 51: Modul Dr Muda Bagian Mata

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

29. Mengenali gejala, tanda korneal edema

30. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

31. Melakukan deskripsi kelainan kornea edema

51

Kongenital

(A) Glukoma kongenital

Page 52: Modul Dr Muda Bagian Mata

32. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

KORNEAL EPITELIAL DISTROFI

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas Waktu 30 menit

52

Page 53: Modul Dr Muda Bagian Mata

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi distropi epitel kornea,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

25. Mampu menjelaskan gambaran klinis distropi epitel kornea

26. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus distropi

epitel kornea

27. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

24. Materi presentasi

25. Kasus

26. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

53

Page 54: Modul Dr Muda Bagian Mata

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Corneal Epithelial Dystrophy

Para distrofi epitel terdiri dari kelainan pada membran basal epitel dan, dalam beberapa kasus,

lapisan Bowman. Mereka mudah didiagnosis oleh sejarah dan menyeluruh celah-lampu

pemeriksaan. Sejarah keluarga dan celah-lampu pemeriksaan anggota keluarga membantu

menjelaskan pola genetik dan membantu dalam klasifikasi.

A. Microcysts intraepithelial dapat terjadi confluently atau terisolasi, baik secara sepihak atau

bilateral, tergantung pada penyebab yang terkait. Mereka dapat berhubungan dengan daerah

lokal penyembuhan erosi epitel atau berulang.Ruang kistik dapat terjadi pada epitel dengan atau

tanpa edema kornea. Biasanya, pewarnaan tidak terjadi dengan fluorescein. Microcysts adalah

respon nonspesifik epitel dan terjadi dengan memakai lensa kontak jangka panjang dan

penggunaan narkoba. Biasanya, tidak ada gejala terjadi kecuali ada erosi epitel aktual dari

microcyst tersebut. Pengobatan terdiri dari menyelesaikan kondisi yang terkait. Distrofi epitel

Meesmann (juga disebut distrofi Stocker-Holt) adalah dominan mewarisi kecerdasan penetrasi

lengkap dan jelas dalam beberapa bulan pertama kehidupan.Pasien tidak menunjukkan gejala,

menunjukkan kista epitel anterior, yang pada laminasi tersebut, muncul sebagai kecil, jelas abu-

abu putih tanda baca presipitat.Mereka tidak noda dengan fluorescein. Kista telah terbukti

mengandung bahan selular degerate, "aneh" substansi, yang PAS positif. Pengobatan tidak

diperlukan kecuali iritasi atau penurunan penglihatan terjadi.

B.Distrofi kornea pusaran mungkin gangguan degeneratif, di mana berpigmen ulir berbentuk

garis yang terlihat pada jaringan epitel dan subepitelial. Ini telah di penyakit Fabry, dalam

keratopathy beracun, dan pada pasien yang mengambil berbagai obat sistemik seperti klorokuin,

amiodaron, fenotiazin, atau indometasin. Striate melanokeratosis juga dapat meniru distrofi

pusaran.Melanotik sel tumbuh dari limbus, terutama di Afrika-Amerika, juga dapat menembus

kornea sentral sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang berbahaya. Pengobatan jarang

diperlukan.

C.Epitel membran basement distrofi anterior juga disebut peta-dot-sidik jari distrofi, distrofi

basement membran anterior, dan distrofi microcystic Cogan itu.Ini adalah bilateral dan epitel

dan ditandai oleh berbagai pola dari titik-titik, garis, dan penyimpangan. Hal ini terjadi lebih

umum pada wanita setelah dekade keempat dan autosomal dominan dengan ekspresi tidak

lengkap. Studi patologis menunjukkan membran basement menebal memperluas ke dalam, sel-

sel epitel epitel abnormal dengan microcyst, dan bahan urat saraf antara membran basal dan

lapisan Bowman. Kebanyakan pasien asimtomatik. Ketika gejala yang hadir, mengaburkan visi

dan sensasi benda asing yang umum. Erosi rekuren dapat terjadi, biasanya di pagi hari, ketika

pasien terbangun dan memiliki rasa sakit menusuk tajam. Pengobatan diperlukan hanya ketika

54

Page 55: Modul Dr Muda Bagian Mata

erosi berulang terjadi.

D. Erosi kornea berulang biasanya mengikuti trauma kornea yang melibatkan epitel dan distrofi

basement membran epitel. Hasil gangguan dari cacat dalam penyembuhan membran basement

atau gagal ed produksi rusak oleh membran basement.Gejala dapat terjadi hari sampai tahun

setelah cedera. Pengobatan ditujukan untuk mendorong re-epitelisasi dan mencegah kekambuhan

dan. Erosi akut diobati dengan antibiotik topikal, tetes cycloplegic, dan patch tekanan.Kadang-

kadang, natrium klorida 5% dapat membantu mendorong kepatuhan dari sel-sel epitel ke

jaringan yang mendasari untuk meminimalkan edema epitel. Salep pelumas tanpa presenvatives

sangat membantu, terutama pada pasien dengan lagophthalmos. Pengobatan harus terus

meminimalkan kekambuhan dan memungkinkan perbaikan membran basal normal.Jika kambuh

bertahan, lensa kontak dapat membantu. Tusukan stroma anterior juga telah direkomendasikan

pada pasien yang modus lain dari terapi yang gagal. Debridemen epitel yang abnormal kadang-

kadang mungkin efektif bila disertai dengan menggunakan bur berlian pada permukaan yang

tidak teratur dari membran basal anterior.

E. Distrofi Reis-Buckler adalah sebuah distrofi autosomal dominan yang mempengaruhi kornea

superfisial membran Bowman. Distrofi adalah bilateral simetris dan menjadi jelas dalam dekade

pertama atau kedua dari kehidupan, dengan erosi dan penurunan berulang visi.Para kekeruhan

cadang 2 mm perifer kornea. Celah-lampu pemeriksaan menunjukkan epitel tidak teratur dengan

jaringan fibrosa subepitelial di wilayah lapisan Bowman. Kekeruhan tampaknya retikular dalam

pola.Pengobatan serupa dengan erosi berulang. Prosedur bedah pilihan adalah diseksi berserat

subepitel dari kornea superfisial. Kadang-kadang, sebuah keratoplasty lamelar atau keratoplasty

menembus dapat dilakukan setelah pembedahan lapisan jaringan fibrosa subepitel jika visi tidak

memuaskan.Kekambuhan yang mungkin.

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien

secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

1. Mengenali gejala, tanda distropi epitel kornea

2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

3. Melakukan deskripsi kelainan distropi epitel kornea

4. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

55

Page 56: Modul Dr Muda Bagian Mata

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

KORNEAL STROMAL DISTROFI

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

56

Page 57: Modul Dr Muda Bagian Mata

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi korneal stromal distrofi,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

28. Mampu menjelaskan gambaran klinis korneal stromal distrofi

29. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus hordeolum

30. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

27. Materi presentasi

28. Kasus

29. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(13) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(14) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course

57

Page 58: Modul Dr Muda Bagian Mata

VII.GAMBARAN UMUM

Corneal Stromal Dystrophies

Corneal stromal dytrophies generally involves a genetically transmitted metabolic defect, which

results in the deposition of an excessive amount of some metabolic product in the keratocytes.

The accumulation of these deposits causes signs and symptoms ranging from essentially

asymptomatic opacities to complete functional visual impairment. Accurately diagnosing a

spesific dystrophy early in its course better prepares both the physician and patient to manage the

condition as it progresses.

A. Present at birthday, congenital hereditary stromal dystrophy is an autosomal-dominant

disorder manifested by bilateral, symmetric, nonprogressive, cloudy opacification of the cornea.

The flaky or feathery opacities are more dense in the superficial central stroma, becoming

progressively less dense in the deep peripheral regions. The early visual impairment may result

in nystagmus, esotropia, and amblyopia. Very early penetrating keratoplasty should be

considered.

B. In granular dystrophy, white breadcrumb-like opacities develop in the superficial central

corneal stroma during the first decade. The opacities enlarge, coalesce, increase in number, and

extend into the deeper stroma as the disease progresses through the fifth decade. At that time, a

diffuse ground-glass haze appears in the intervening stroma, resulting in the onset of visual

impairment. A 2- to 3-mm paralimbal zone remains clear, and epithelial erosions are rare. The

opacities consist of a hyaline substance and are bilateral and symmetric. Penetrating keratoplasty

may be necessary late in the disease, and opacities tend to recur in the donor graft.

C. In central crystalline dystrophy, minute polychromatic crystals, arranged in a discoid or ring

configuration, appear in the central superficial stroma during the first year of life. Patients (80%)

develop a limbal girdle and a dense corneal arcus by the fourth decade. Treatment is rarely

indicated because visual acuity is seldom severely impaired. The crystals consist largely of

cholesterol, and the disorder is often associated with hyperlipidemia and genu valgum. Therefore

evaluate serum cholesterol and triglyceride levels in these patients.

D. Patients with gelatinous droplike dystrophy complain of photophobia, lacrimation, foreign

body sensation, and impaired visual acuity in the first decade as result of protuberant, opaque,

subepithelial mounds that are located centrally and give the cornea a “mulberry-like,” irregular

surface. Amyloid deposits are present in the epithelial basal cells. Sporadic and autosomal-

recessive patterns have been observed. Total deep lamellar keratoplasty is the treatment of

choice; recurrences are common.

E. In lattice dystrophy a branched lattice network of refractile lines, white punctate opacities, and

a diffuse central superficial stromal haze appears during the first and second decades. Recurrent,

painful epithelial erosions also occur. Visual acuity deteriorates progressively through the fourth

and fifth decades as central subepithelial opacities develop. Penetrating keratplasty is often

necessary, and recurrences of the disease with donor grafts are common. The inheritance pattern

is autosomal dominant. The opacities contain amyloid deposits. The lattice lines fluoresce under

58

58

Page 59: Modul Dr Muda Bagian Mata

cobalt blue (365 nm) ultraviolet light in advanced cases. Lattice dystrophy type 2 is associated

with systemic amyloidosis and a more favorable visual outcome. Type 3 and 3A have recently

been described.

F. Progressive corneal dystrophy of Waardenburg, a variant of granular dystrophy, is

characterized by an earlier onset, a more rapid progression of opacification, more frequent

epithelial erosions, and a poorer visual prognosis.

G. In macular dystrophy, diffuse, central, superficial, stromal cloudiness develops during the first

decade. During the second decade, this diffuse ground-glass opacification extends to involve the

posterior and peripheral stroma as well. Focal, irregular, white opacities develop by the third

decade. Later in the disease, irregularities of Descemet’s membrane and painless epithelial

erosions are common. Visual acuity is often significantly impaired by the fourth decade.

Penetrating keratoplasty is often necessary by 30 years of age. Recurrences with donor grafts are

less common than in granular and lattice dystrophies. The inheritance pattern is autosomal

recessive, and the primary defect is accumulation of excess acid mucopolysaccharides in the

keratocytes.

H. In central cloudy dystrophy, small, indistinct, ovoid opacities-most dense posteriorly and

restricted to the central third of the cornea- are the classic findings. Visual acuity is rarely

impaired, and the opacities are usually incidental findings.

I. Fleck dystrophy is a benign disorder in which discrete, flat, white, dandrufflike flecks are

present throughout all stromal layers, involving both central and peripheral regions. These

opacities may be congenital, and the inheritance pattern is autosomal dominant. This disorder has

been associated with cortical lens opacities in certain families. Visual acuity remains normal.

J. Polymorphic stromal dystrophy is probably a degenerative disorder featuring gray-white

punctate and filamentous opacities involving the entire cornea. Onset is after 50 years of age, and

visual acuity is spared.

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

1. Mengenali gejala, tanda korneal stromal distrofi

2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

3. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum

4. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI59

Page 60: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

REFRAKSI

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

60

Page 61: Modul Dr Muda Bagian Mata

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi kelainan refraksi, menginterpretasikan

dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

31. Mampu menjelaskan gambaran klinis kelainan refraksi

32. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus kelainan

refraksi

33. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

30. Materi presentasi

31. Kasus

32. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

61

Page 62: Modul Dr Muda Bagian Mata

(15) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(16) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(17) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(18) Kansky. Ophthalmology.

VII. GAMBARAN UMUM

1. HYPEROPIA

Hyperopia merupakan suatu kondisi optikal dimana objek benda pada jarak tak terhingga

terfokus di belakang retina. Mata dengan hyperopia cenderung menjadi lebih kecil dan

pendek. Sebagai konsekuensi, sistem optikal harus lebih memusatkan sinar daripada mata

dengan myopia (lebih besar dan panjang) jika cahaya terfokus di depan retina. Dengan kata

lain sistem optikal pada mata hypermetropia tidak cukup kuat dan harus diberikan kekuatan

(lensa +) untuk memfokuskan objek. Karena mata mampu berakomodasi sampai dewasa,

hyperopia dapat menjadi lebih mudah terjadi selama beberapa tahun dan mungkin tidak

terdiagnosis sampai usia dewasa. Pada awal kehidupan, akomodasi tambahan yang didapatkan

untuk membaca dan latihan lain pada jarak dekat dapat menjadi lebih mudah ditunjukkan.

Semakin tua pasien, kemampuan akomodasi menurun. Mata dengan emetropik (tidak hanya

hyperopik tetapi juga myopik) biasanya kehilangan kemampuan akomodasi pada usia 40

tahun yang dengan akomodasi 3D untuk membaca tidak lebih mampu untuk berakomodasi

sendiri. Laporan pasien yang mengalami kesulitan melihat dengan jarak dekat, harus

diresepkan kacamata baca. Pasien dengan hyperopia, karena kebutuhan nya untuk

berakomodasi terhadap hyperopia mereka sebaik mungkin untuk jarak dekat, mungkin

mengalami gejala presbiopia lebih awal.

A. Pada evaluasi hyperopia, cerita pasien harus menimbulkan apakah ini mempengaruhi

pengelihatan dekat atau jauh. Pada presbiopia, pengelihatan dekat dipengaruhi secara

selektif. Pemeriksaan untuk reaksi pupil normal penting untuk menegakkan gangguan

akomodasi yang disebabkan gejala hyperopia. Refraksi cycloplegik harus dilakukan

untuk menegakkan hyperopia laten.

B. Jika tidak ada trauma surgikal maupun non-surgikal dan setelah masalah akomodasi

disingkirkan, lakukan pemeriksaan okular,orbital dan sistemik untuk menyingkirkan

alasan okular sebagai penyebab hyperopia. selain itu choroidopathy serosa sentral,

retinal detachment sekunder, tumor intraokular dan inflamasi okular posterior serta

edema retina dapat dipikirkan menjadi penyebab terjadinya hyperopia. lesi orbital

yang menekan dinding okular posterior mungkin menyebabkan efek yang sama.

Kondisi sistremik juga dapat menyebabkan edema makular menyebabkan hyperopia

dini, walaupun di kemudian hari retina yang edema tersebut juga menyebabkan

pengelihatan kabur.

62

Page 63: Modul Dr Muda Bagian Mata

Penyebab umum lain nya yang menyebabkan akomodasi berkurang adalah kurang

hati-hatinya gesekan atropin-substansi yang masuk ke mata, yang sering terjadi di

C. kalangan medis. Antikolinergik agent yang digunakan pada penatalaksanaan

gangguan gastrointestinal, gangguan respirasi, penyakit Parkinson atau dismenore

juga dapat menyebabkan paresisakomodasi. Efek yang sama juga dapat ditimbulkan

oleh ergotamine (sering digunakan untuk mempercepat aborsi) dan penicillamine.

D. Sesekali obat-obatan dapat disingkirkan sebagai penyebab penurunan tenaga yang

dapat menyebabkan insufisiensi akomodasi dinamik dan biasanya terjadi pada orang

asthenikus, keracunan makanan khususnya botulism. Dan juga dapat disebabkan oleh

penyebab neurologik dari lesi nukeus parasimpatis di otak tengah yang diakibatkan

oleh enchepalitis atau tumor di corpus pineal.

E. Operasi pelepasan lensa juga dapat menyebabkan hyperopia dan kehilangan

akomodasi

F. Cidera yang mengenai atau langsung merobek iris atau badan siliar mungkin

menyebabkan paresis akomodasi yang bisa menyebabkan hyperopia. edema retina

atau kompresi okular dari perdarahan retrobulbar/fraktur orbital juga sangat

mempengaruhi pendeknya jalur optikal yang dapat menyebabkan hyperopia.

Kompetensi Dokter Umum

3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-

ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis

yang relevan (bukan kasus gawat darurat)

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimiliki

Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep,

teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama

pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah

menerapkan keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman

63

Page 64: Modul Dr Muda Bagian Mata

untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter

secara mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus hyperopia

antara lain :

Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan

refraksi subjektif,

Algoritma diagnosis hyperopia

2. MYOPIA

Ada empat faktor yang menentukan tingkatan refraksi okular : kekuatan optikal kornea,

kekuatan optikal lensa, jarak antara keduanya (contoh: kedalaman ruang depan), dan panjang

aksial. Akomodasi untuk pengelihatan dekat dan skleral resistance versus IOP berperan dalam

pembentukan myopia dan juga genetik dan diduga juga dipengaruhi oleh lingkungan.

64

Pasien dengan hyperopia

Hyperopia presbyopia Intervensi lain terhadap akomodasi

pembedahan trauma

Pemeriksaan mata

Kacamata baca

Riwayat penggunaaan obat

Mungkin: Aphakia Penebalan

kornea

Mungkin: Paralisis

badan siliar

Penebalan corneal

Subluksasi lensa (p272)

Edema retina

Kompresi okular

AnamnesisPemeriksaan fisik:Reaksi pupilRefraksi cyclopegik

A

B

C

E F

kongenital didapat

ocular orbital sistemik

Mungkin: Central

serous choroidopathy

Choroidal hemangioma (p 326)

Scleritis (p348)

Mungkin: Tumor Penyeba

b lain proptosis (p132)

OcularMungkin: Diabetes Penyakit

ginjal Lupus Penyeba

b edema retina lain nya

Berhubungan dengan obat

spontan

Mungkin: Penyebab

neurologik debilitasi

D

Page 65: Modul Dr Muda Bagian Mata

Myopia merupakan anomali okular yang paling banyak ditemui di negara berkembang.

Kebanyakan berupa simple myopia. Di United States 15%-25%dari populasi mengalami jenis

myopia ini. Pada kebanyakan orang kelainan refraksi menimbulkan manifestasi antara usia 7

tahun dan 13 tahun, menjadi lebih stabil pada usia sekitar 17 tahun. Pada beberapa kelompok

kecil, hampir semua mahsiswa menjadi myopia pada usia dewasa muda.

Kedua, sebagian sindrom dan penyakit keturunan berhubungan degan myopia. Contoh

sindrom Marfan, Ehlers-Danlos, Sticker, Sindrom Down dan retinitis pigmentosa.

Diagnosispasti bukan tergantung dari ditemukan nya myopia.

Pada kelompok pasien myopia ketiga merupakan kelompok yang sebagian besar

menunjukkan gejala. Ini yang akan dibicarakan dalam bab ini. Hal ini penting untuk membagi

pasien berdasarkan usia dan beranggapan struktur anatomi berkembang menjadi faktor

penyebab terbentuknya myopia (contoh kornea, lensa, otot-otot badan siliar, dan ukuran

vitreus (panjang aksial).

A. Sampai usia 3 tahun kekuatan korneal dan kekuatan lensa masih dihubungkan dengan

perbedaan peningkatan panjang axial. Hasil nya >95% mata berakhir dengan refraksi

tertutup sampai emmetropia (antara +4D dan -4D dari kesalahan refraktif). Faktor-

faktor yang menyebabkan nya masih banyak belum dimengerti.

B. Megalocornea dihubungkan dengan myopia karena cornea lebih curam daripada

normal. Telah dilaporkan bahwa hal ini diturunkan dan ketiga pola keturunan dari

Mendelian terkena. Kondisi ini jarang terjadi tetapi dapat dihubungkan dengan

glaucoma juvenil atau ectopia lentis.

C. Ectopia lentis dapat menyebabkan myopia yang signifikan sebagai hasil dari

kemiringan lensa. Pada beberapa tipe (sindrom Marfan, autosomal-resesive ectopia

lentis et pupillae) panjang axial juga meningkat. Fluktuasi refraksi yang umum terjadi

dihubungkan dengan perpindahan posisi lensa dan pasien mungkin akan menjadi

myopia hingga hyperopia jika dislokasi lensa sempurna dan menhhilangkan axis

visual.

D. Lentiglobus posterior merupakan deformasi axial dari aspek posterior lensa. Ini dapat

menyebabkan myopia melalui tengah lensa, walaupun perifernya bisa jadi

emmetropik.

E. Pembesaran diameter corneal dan peningkatan panjang axial melebihi pertumbuhan

normal pada infant harus dicurigai kemungkinan adanya glaukoma kongenital. Gejala

lain biasanya menunjukkan adanya pembesaran cup optik dan edema corneal.

F. Pada retinopathy cicatrical sedang pada prematuritas, menunjukkan pigmentasi retina

dan tarikan pembuluh darah retina dan makula, hampir selalu dihubungkan dengan

myopia.

Penelitian pada hewan dan penemuan pada pasien dengan hemangioma, ptosis yang

parah, plexiform neurofibroma telah dilaporkan sebagai penyebab amblyopia yang

Kompetensi Dokter Umum

65

Page 66: Modul Dr Muda Bagian Mata

3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-

ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis

yang relevan (bukan kasus gawat darurat)

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki

Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,

prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan

pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan

keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk

menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara

mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus myopia antara lain :

Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan

refraksi subjektif.

3. ASTIGMATISMA

Mata astigmat atau mata silindris adalah suatu keadaan dimana  sinar yang masuk ke dalam

mata tidak terpusat pada satu titik saja tetapi sinar tersebut tersebar menjadi sebuah garis.

Astigmatisma merupakan kelainan pembiasan mata yang menyebabkan bayangan penglihatan

pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari bidang sudut. Pada astigmatisma berkas

sinar tidak difokuskan ke retina di  dua  garis titik api yang saling tegak lurus. Kelainan refraksi

ini ditandai dengan anomali kurvatura media refrakta, bisa diakibatkan ulkus kornea, jaringan

parut pada kornea, kertoconus, katarak, lenticonus

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dan gambaran klinis yang

tipikal. Penderita akan melihat benda tidak beraturan bentuknya atau berubah bentuk. Astigmat

bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging technique of refraction) yang menggunakan

kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan juga

bisa menggunakan keratoskop placid, videokeratoskop, Helmholtz atau Javal ophthalmometer.

Deteksi dini dan koreksi yang segera sangat penting terutama pada penderita anak. Astigmatisma

yang tidak terkoreksi dapat mengakibatkan ambliopia karena bayangan yang tajam tidak

terproyeksikan ke retina. Koreksi untuk astigmatisma menggunakan lensa silinder.

Kompetensi Dokter Umum

3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-

ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis

yang relevan (bukan kasus gawat darurat)

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki66

Page 67: Modul Dr Muda Bagian Mata

Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,

prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan

pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan

keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk

menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara

mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus astigmatism antara

lain :

Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan

refraksi subjektif.

Bagan algoritma pada mata astigmatisma

4. PRESBIOPIA

Presbiopia merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh

semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan

dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan

lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang

sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi,

67

Pasien dengan astigmatismaAnamnesisPemeriksaan refraksi: Pengaburan Keratoskop placid Videokeratoskop Helm Holtz atau Javal

ophthalmometer

kornea lensa

Ulkus Jaringan parut keratoconus

Katarak lenticonus

Catatan : tulisan yang ditebalkan menandakan batas kompetensi 3A

67

Page 68: Modul Dr Muda Bagian Mata

karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi

lebih cembung. Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris,

yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan

radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat

zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini

mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai

fokus baik untuk objek

berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa

kristalin berkurang dan menjadi kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau

bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin. Presbiopia dapat dikoreksi

dengan menggunakan kacamata monofocal maupun bifocal, fungsi kacamata monofocal hanya

untuk kacamata baca, sedangkan kacamata bifocal dapat untuk mengkoreksi saat proses

akomodasi.

Kompetensi Dokter Umum

3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-

ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis

yang relevan (bukan kasus gawat darurat)

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimiliki

Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep,

teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama

pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah

menerapkan keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman

untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter

secara mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus presbyopia

antara lain :

Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan

refraksi subjektif,

Bagan algoritma pada penderita presbiopia

68

Pasien dengan presbiopia

Proses penuaan

Anamnesis:keluhan pada pengelihatan dekatPemeriksaan refraksi: Subjektif objektif

Page 69: Modul Dr Muda Bagian Mata

5. ANISOMETROPIA

Anisometropia merupakan keadaan dimana didapatkan perbedaan refraksi yang besar, pada

kedua mata.

(1) Amblyopia is defined as unilateral or bilateral decrease of visual acuity for which no organic

cause can be detected on physical examination of the eye and which in appropriate cases is

reversible by therapeutic measures.  This algorithm is based on the assumption that visual acuity

has been found to be decreased and cannot be improved by corrective lenses.

69

Kekerasan lensa Pengurangan kontraksi otot siliar

Lensa sulit mengubah bentuk Pengendoran zonula zinii tidak sempurna

Catatan :huruf yang bercetak tebal merupakan kompetensi 3A

Page 70: Modul Dr Muda Bagian Mata

(2) A negative cover test result rules out a manifest heterotropia.  At this point in the

examination, the examiner must establish that there is no history of previous strabismus that may

have improved spontaneously  with glasses or after surgery.  If this history is positive, strabismic

amblyopia must be suspected

(3) A refraction establishes whether anisometropic amblyopia is present.  A fundus examination

rules out organic causes for the decrease in visual acuity.  A functional (i.e., reversible)

amblyopia may be superimposed on a lesion of the optic disc or the macula (relative

amblyopia).  The fixation behavior must be checked in all cases of suspected unilateral

amblyopia.  This test is performed with a modified ophthalmoscope that contains a fixation

target that is projected on the fundus and is seen by both examiner and the patient The 4 diopter

base-out prism test is positive in anisometropic amblyopia.

(4) The exact refractive difference between the eyes that causes amblyopia is unknown. 

However, most clinicians agree that a spherical equivalent of more than 1.5 diopters between the

eyes may be amblyopiogenic.

(5) In the absence of a positive cover test result, a history of strabismus or of anisometropia, the

examiner should question the patient or the parents carefully for a history of unilateral occlusion

during infancy and early childhood.  Causes for unilateral visual deprivation include a unilateral

ptosis, cataract, orbital cellulitis with swelling of the lids, and prolonged wearing of an occlusive

patch.

(6) In the absence of a positive cover test result, of anisometropia, a history of strabismus or of

visual deprivation, an idiopathic amblyopia (i.e., an amblyopia without known cause) may be

present.59 

(7) Anisometropia is fairly common in a strabismic population.  It is not always possible to

ascertain whether the amblyopia in such patients is caused by the strabismus, the anisometropia,

or a combination of both.  Strabismus may also occur as a result of decreased vision in one eye,

for instance, a macular retinoblastoma.  A careful examination of the fundus is therefore

indicated in all cases of amblyopia associated with strabismus.  The fixation behavior is recorded

as foveolar, parafoveolar, or peripheral.58, p.219

(8) Uncorrected high bilateral hypermetropia of an equal degree may cause bilateral visual

deprivation amblyopia.  The patient makes no effort to accommodate and grows up with

chronically blurred retinal images (bilateral visual deprivation).  A manifest congenital

nystagmus may have a similar effect on the development of normal visual acuity.

(9) When there is no detectable cause for bilaterally reduced visual acuity, special tests are

indicated to rule out rare diseases such as cone deficiency disorder. 

70

Page 71: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kompetensi Dokter Umum

3A. Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan

yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter

dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan

(bukan kasus gawat darurat

Keterampilan Klinis Yang Harus Dimilki

Tingkat kemampuan 4 mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori,

prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan sebagainya). Selama pendidikan

pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini dan pernah menerapkan

keterampilan ini beberapa kali dibawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk

menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara

mandiri. Keterampilan klinis tingkat 4 yang harus dimiliki untuk kasus anisometropia antara

lain :

Pemeriksaan opthalmologis umum yang meliputi pemeriksaan visus, pemeriksaan

refraksi subjektif.

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

33. Mengenali gejala, tanda hordeolum

34. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

35. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum

36. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation71

Page 72: Modul Dr Muda Bagian Mata

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

72

Page 73: Modul Dr Muda Bagian Mata

AMBLYOPIA

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi infeksi dan radang saluran lakrimalis,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

34. Mampu menjelaskan gambaran klinis amblyopia

35. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus amblyopia

36. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penangannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

73

Page 74: Modul Dr Muda Bagian Mata

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

33. Materi presentasi

34. Kasus

35. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(19) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(20) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(21) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(22) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Ambliopia adalah gangguan mata berupa penurunan tajam penglihatan akibat adanya

gangguan perkembangan penglihatan selama masa kanak-kanak. Keadaan ini juga dikenal

dengan istilah lazy eye atau “mata malas”. Bila salah satu mata memiliki tajam penglihatan yang

baik sedangkan mata yang lainnya tidak, maka mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk

akan mengalami ambliopia. Umumnya hanya satu mata yang mengalami ambliopia, namun tidak

menutup kemungkinan gangguan ini bisa terjadi pada dua mata sekaligus. Ambliopia sering

ditemukan dan dapat mengenai 2 hingga 3 orang dari 100 pasien. Masa terapi ambliopia yang

paling baik adalah selama masa bayi dan awal masa anak-anak. Ambliopia disebabkan oleh

berbagai macam kondisi yang mempengaruhi perkembangan penglihatan. Umumnya kondisi ini

bersifat diturunkan. Ada 3 penyebab utama ambliopia, yaitu:

Strabismus (Juling)

Ambliopia umumnya muncul pada mata yang mengalami strabismus (juling). Mata juling

terjadi untuk menghindari penglihatan ganda (double) oleh anak tersebut. Anak juga

biasanya lebih senang memakai mata sebelahnya dengan tajam penglihatan yang lebih

baik. Mata yang juling adalah mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk.

Kelainan refraksi yang tidak seimbang antar kedua mata

Kelainan tajam penglihatan bisa diatasi dengan kaca mata. Namun, ambliopia bisa

muncul bila salah satu mata tidak fokus oleh karena ukuran minus, plus, atau silinder

yang lebih besar bila dibandingkan dengan mata sebelahnya.

74

Page 75: Modul Dr Muda Bagian Mata

Ambliopia juga bisa muncul pada dua mata sekaligus bila tajam penglihatan pada kedua

mata sangat buruk. Keadaan ini muncul pada penderita minus, plus atau silinder tinggi.

Kekeruhan pada jaringan mata yang normalnya jernih Katarak (kekeruhan pada lensa

mata) dapat menimbulkan ambliopia. Setiap kondisi yang mencegah masuknya bayangan

objek ke dalam mata bisa menyebabkan ambliopia. Keadaan ini adalah penyebab

ambliopia yang paling buruk.

Ambliopia dapat dideteksi dengan menemukan perbedaan tajam penglihatan antara kedua mata

atau ditemukan tajam penglihatan yang sangat buruk pada kedua mata. Karena memeriksa tajam

penglihatan pada anak-anak yang lebih kecil sangat sulit, dokter mata dapat menilai tajam

penglihatan anak-anak ini dengan melihat reaksi bayi mengikuti suatu benda. Pemeriksaan

dilakukan pada masing-masing mata yang ditutup secara bergantian (patch). Jika salah satu mata

ambliopia dan mata yang tajam baik ditutup, maka bayi akan memberikan reaksi berupa

mengintip dari balik patch, berusaha membuka patch, atau menangis. Tajam penglihatan yang

lebih buruk pada salah satu mata tidak selalu berarti anak menderita ambliopia. Seringkali, tajam

penglihatan ini masih bisa diatasi dengan memberikan kacamata pada anak tersebut.

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan

yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta

merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

37. Mengenali gejala, tanda ambliopia

38. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

39. Melakukan deskripsi kelainan ambliopia

40. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

75

Page 76: Modul Dr Muda Bagian Mata

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

76

Page 77: Modul Dr Muda Bagian Mata

DIPLOPIA

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi diplopia, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

37. Mampu menjelaskan gambaran klinis diplopia

38. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus diplopia

39. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

77

Page 78: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

36. Materi presentasi

37. Kasus

38. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(23) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(24) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(25) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(26) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Diplopia atau penglihatan ganda adalah suatu gangguan penglihatan yang mana obyek terlihat

dobel atau ganda. Diplopia berasal dari bahasa Yunani, diplo = dobel atau ganda, opia =

penglihatan. Diplopia secara umum dibagi menjadi dua yaitu :

1. Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien melihat dengan

kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Kondisi ini disebabkan antara

lain oleh gangguan pergerakan otot bola mata sehingga sudut kedua mata tidak sinkron

(tahap awal seseorang yang akan menjadi juling atau strabismus). Penyebab lainnya

adalah kerusakan saraf yang melayani otot otot bola mata. Kerusakan saraf ini

disebabkan oleh stroke, cidera kepala, tumor otak dan infeksi otak. Diplopia binokular

juga bisa terjadi pada pasien diabetes, miastenia gravis, penyakit graves, trauma atau

cidera pada otot mata dan kerusakan pada tulang penyangga bola mata.

2. Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata. Penglihatan ganda

muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien dengan

astigmat, gangguan lengkung kornea, pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan

produksi air mata dan beberapa gangguan pada retina.

Karena bukan merupakan penyakit secara khusus atau dengan kata lain diplopia merupakan

gejala yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang saya sebutkan diatas maka pengobatan

diplopia tergantung dari penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya diplopia.

78

Page 79: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

41. Mengenali gejala dan tanda diplopia

42. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

43. Melakukan deskripsi kelainan diplopia

44. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

79

Pasien dengan pengelihatan ganda

Pengelihatan ganda muncul saat pasien melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah

satu mata ditutup

Pengelihatan ganda muncul saat salah satu mata ditutup

binokularmonokular

Penyakit sistemik

diabetes

Gangguan pergerakan

otot bola mata

strabismus

Kerusakan syaraf yang

melayani bola mata

stroke Cedera kepala

Tumor otak Infeksi otak

astigmatisme Gangguan lengkung kornea

pterigium katarak

Terapi penyebab

Page 80: Modul Dr Muda Bagian Mata

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

80

Page 81: Modul Dr Muda Bagian Mata

DEFEK LAPANG PANDANG

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi defek lapang pandang,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

40. Mampu menjelaskan gambaran klinis defek lapang pandang

41. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus infeksi dan

peradangan pada apparatus lakrimalis

42. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:81

Page 82: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

39. Materi presentasi

40. Kasus

41. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

HEMIANOPSIA BITEMPORAL

Hemianopsia bitemporal adalah hilanganya setengah lapangan pandangan temporal kedua

mata yang merupakan tanda khusus kelainan kiasma optik, dapat juga akibat meningitis

basal, kelainan sfenoid, dan trauma kepala.

HEMIANOPSIA HOMONYMOUS

Hemianopsia homonymous adalah hilangnya lapangan pandang pada sisi yang sama pada

kedua mata yang dapat terlihat pada lesi temporal

SKOTOMA

Skotoma terbagi atas skotoma busur (arkuat) dan skotoma sentral. Skotoma busur

(arkuat) adalah skotoma yang dapat terlihat pada glaukoma, iskemia papil saraf optik,

dan oklusi arteri retina sentral. Skotoma sentral adalah skotoma yang terlihat pada retinis

sentral.

82

Page 83: Modul Dr Muda Bagian Mata

83

Pasien dengan defek lapangan pandang

Skotoma parasentral,

sentral

Skotoma cecocentral

Skotoma temporal

Skotoma pada area Bjerrum’s

Altitudinal defect

hemianopsia

Penyakit koroid atau retina atau lesi saraf

optik

Defek bundle makulopapilary

Perluasan desakan

bintik buta

Scimitar-shaped scotoma

Bundle serat nervus arkuata

Bjerrum’s scotoma

Comma-shaped

extention of blind spot

Bagian proksimal

dari bundle serat saraf

arkuata

Seidel’s scotoma

Nasal step

Bagian distal dari

bundle serat saraf

arkuata

Isolated scotoma

Bagian tengah dari

bundle serat saraf

arkuata

Defek bundle serat saraf arkuata

monocular binocular

incongruous congruous

Defek retina, oklusi cabang

a.retina superior atau inferior, perlepasan

eksudat retina

Optic disk, a.siliari

posterior, oklusi,

koloboma

Nasal step yang besar dengan

kerusakan perifer temporal

inferior

Lesi suprakiasmik

Superior dan inferior

altitudinal hemianopsia

Lesi dibawah

kedua lobus oksipital

atau di atas fisura kalkari

monocular binocular

Defek quadrantanopic

superior

Junctional scotoma

heteronymous homonymous

bitemporal binasal incongruous congruous

Lesi jaras optik

Densest superiorly

(“pie in the sky”)

Lesi lobus temporal

Densest inferiorly

lengkap Hanya lapangan

sentral

Sparing temporal crescent

Lobus parietal

Lobus oksipital

Ujung lobus oksipital

Lesi kiasma

optikum (kompresi

sentral)

Lesi kiasma

optikum (kompresi kedua sisi)

Defek bundle serat saraf

Page 84: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

45. Mengenali gejala, tanda defek lapang pandang

46. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

47. Melakukan deskripsi kelainan defek lapang pandang

48. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

84

Page 85: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

KEHILANGAN PENGLIHATAN

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi penghilangan penglihatan,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

43. Mampu menjelaskan gambaran kehilangan penglihatan

44. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus dengan

penghilangan penglihatan

45. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penangannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

85

Page 86: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

42. Materi presentasi

43. Kasus

44. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(27) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(28) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(29) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(30) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Pengelihatan adalah indera yang paling berharga, sehingga kehilangan pengelihatan

membutuhkan perhatian yang serius. Tidak dapat diterapi dan bersifat permanen, itu adalah

perubahan pada hidup pasien yang signifikan, khususnya bila terjadi pada kedua mata.

A. Jika kehilangan pengelihatan secara tiba-tiba dan tanpa penyebab yang nyata (misalnya

trauma), adanya kehilangan pengelihatan yang tiba-tiba pada satu mata atau dua mata

dapat mengindikasikan oklusi a.retina pada kasus gawat darurat. Dokumentasi yang cepat

pada kondisi ini (pemeriksaan pengelihatan, pupil, dan retina) dilakukan dalam 2 jam

setelah gejala terjadi, dapat menghasilkan terapi dini yang sukses pada

kegawatdaruratan, dimana terapi tersebut terdiri dari massage okular, parasentesis kornea

untuk menurunkan tekanan okuler dan meningkatan perfusi, injeksi dengan pemberian

vasodilator, dan breathing of CO2. Setelah 90 menit, oklusi sentral dari a.retina menjadi

lengkap, retina akan rusak secara permanen dan tidak dapat disembuhkan.

B. Pendarahan vitreous non-traumatik biasanya disebabkan oleh perlepasan vitreous.

Pendarahan dapat murni berasal dari adhesi vitreous ke struktur vaskular di atas

permukaan retina, seperti pada pembuluh darah diskus atau neovaskularisasi dari

berbagai penyebab dan dari pembuluh darah retina ketika terjadi robekan retinaa.

Pendarahan vitreous yang kecil dapat dibersihkan dengan cepatdari aksis visual dengan

gravitasi, jadi pasien tidak berada dalam bahaya. Melakukan pemeriksaan retina yang

teliti pada semua pasien yang mengalami pendarahan vitreous pada berbagai jumlah

dapat menyingkirkan robekan retina dan dapat mengkonfirmasi perlepasan vitreous.

Terapi gejala dari robekan retina yang berbentuk tapal kuda adalah untuk mencegah

perlepasan retina. Oklusi vena dapat menyebabkan edema makula yang dapat sembuh 86

Page 87: Modul Dr Muda Bagian Mata

dalam beberapa minggu datau bulan. Oklusi sentral atau cabang dari aa.retina biasanya

bersifat emboli dan dapat menghasilkan gejala yang sementara ketika embolus pindah ke

hilir atau bagian bawah. Terapi biasanya diatur saat ini terjadi dengan cara membuat

vasodilatasi yang tiba-tiba. Beberapa gangguan makula menghasilkan gejala gangguan

pengelihatan yang sementara. Central Serous Choroidopathy hampir dapat sembuh

sempurna dalam 6 minggu sampai 6 bulan. Beberapa kondisi inflamasi seperti idiopathic

stellate neuroretinopathy dan acute multifocal punctate pigment epitheliopahty (AMPPE)

sembuh dalam beberapa minggu seperti pendarahan dibeberapa degenerasi makula

(misalnya age-related atau angioid streaks). Ketika penyakit ini jelas, penglihatan

mungkin dapat sampai ke penyebab dasara yang persisten dan pada akhirnya mengarah

pada hilangnya pengelihatan yang permanen. Edema makula akibat solar burn setelah

melihat gerhana atau memandang matahari sering memberikan penyembuhan yang

mengejutkan. Kelaina yang parah khususnya kelaina sistemik, terutama kelaina yang

menyebabkan hipertensi (misalnya idiopatik, eklampsia, atau ketidakseimbangan

metabolik yang parah seperti gagal ginjal akut) mungkin dapat menyebabkan kehilangan

pengelihatan yang sementara sampai penyebab utama disembuhkan, biasanya akibat

edema makula atau perlengketan retina sekunder.

C. Trauma tumpul pada kepala jarang menyebabkan kehilangan pengelihatan dibandingkan

trauma langsung pada mata dan rongga mata, tetapi trauma tumpul pada kepala dapat

menyebabkan brain injury, khususnya pada korteks oksipital, dan saraf optik contrecoup

dan kerusakan retina. Jika diduga terjadi kontusio saraf optik, maka dipertimbangkan

pemberian steroid dosis tinggi secara sistemik. Trauma langsung dapat muncul dalam

berbagai bentuk. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan melalui

mekanisme dari edema kelopak mata yang parah sampai avulsion saraf dan termasuk

fraktur orbital, pendarahan okuler, katarak, kerusakan retina. Pemeriksaan pupil untuk

mendapatkan defek pupil yang aferen (Marcus Gun) sangat menolong untuk menentukan

kerusakan pengelihatan pada jalur pengelihatan. Echography adalah cara yang mudah,

murah, dan non-invasif untuk menyingkirkan kondisi yang patologis. CT Scan dan MRI

dapat membantu khususnya dalam menentukan fraktur orbital dan saraf optik dan

kerusakan otak. Pada trauma langsung yang parah selalu diduga perforasi okuler.

Hipotoni yang parah, kemosis, dan kehilangan pengelihatan adalah dugaan utama.

Echography khususnya A-scan yang sudah distandarisasi dapat membantu pemeriksaan.

Perforasi okuler biasanya sering disebabkan oleh potongan baja, biasanya bersifat

magnet, yang biasa masuk ke mata saat pasien menggunakan palu pada objek metal.

Karena baja sangat kecil dan tipis, baja membuat perforasi dengan mudah melalui jalan

masuk luka, sehingga membuat sulit ditemukan. Riwayat trauma mata harus ditanya

secara lengkap termasuk bagaimana cara trauma mata itu terjadi. Membuat plain film dari

rongga mata harus rutin dilakukan pada dugaan trauma. Benda-benda berujung tajam

(misalnya anak panah, pensil, jarum) yang menyebabkan luka pada mata, walaupun

87

Page 88: Modul Dr Muda Bagian Mata

nampaknya hanya menyebabkan perforasi pada bagian anterior, tetapi sering

meninggalkan perforasi ganda. Echography dapat membantu menyingkirkan hal ini.

D. Setelah operasi, kehilangan pengelihatan dapat terjadi dari sebagian besar komplikasi

nyata pada okuler (misalnya hifema). Namun, setelah pembedahan okuler, pendarahan

orbital, kerusakan saraf optik, perforasi okuler, dan injeksi intravaskuler selama anatesi

retrobulbar harus dipikirkan.

E. Kehilangan pengelihatan mendadak menetap yang idiopatik, bersifat bilateral, sering

merupakan akibat dari penyakit non-okuler. Namun, beberapa pasien yang hilang

pengelihatan bilateral, awalnya terjadi unilateral, dan mata kedua menjadi buta karena

kelainan yang sama. Semua kasus kehilangan pengelihatan harus dianggap sebagai kasus

gawat darurat sampai pemeriksaan dilakukan. Kehilangan pengelihatan monokuler pada

pasien tua biasanya akibat artritis temporak (kranial). Peningkatan sedimentasi membantu

dugaan diagnosis, pada waktu tertentu steroid harus diberikan secepatnya untuk

mencegah keterlibatan mata lainnya. Biopsi a.temporalis dapat mengkonfirmasi

diagnosis, dan hasil akan abnormal pada beberapa hari setelah terapi steroid dimulai.

F. Kehilangan pengelihatan akibat racun dan mungkin dapat disebabkan oleh keracunan

alkohol metil kuinin. Akhir-akhir ini, alkohol metil kuinin digunakan sebagai obat-obatan

terlarang, sehingga sulit untuk mengumpulkan riwayat pasien mengenai ini kecuali sudah

disingkirkan secara spesifik.

VIII. KOMPETENSI

88

Pasien dengan kehilangan pengelihatan

sementaramenetap

Pemeriksaan retina

Riwayat tambahanPemeriksaan mata

normal (B) abnormal

(E) spontan(D) setelah operasi(C) traumatik

Pemeriksaan X-Ray, CT, MRI

Pertimbangkan : Pendarahan vitreous Oklusi vaskularisasi

retina Gangguan makula Kondisi sistemik

Pertimbangkan : Penyebab

neurologis Glaukoma akut

terapi

terapi

Ditemukan abnormalitas

Tidak ditemukan

abnormalitas

terapi

Pertimbangkan : Keracunan Keganasan Histeria

(A) Ketajaman pengelihatan Riwayat temporal

86

Page 89: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan

yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter

dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan

(bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

49. Mengenali gejala, tanda kehilangan penglihatan

50. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

51. Melakukan deskripsi kelainan penglihatan

Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu dan

optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

89

Page 90: Modul Dr Muda Bagian Mata

PAPIL EDEMA

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi papil edema, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

46. Mampu menjelaskan gambaran klinis papil edema

47. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus papil edema

48. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

90

Page 91: Modul Dr Muda Bagian Mata

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

45. Materi presentasi

46. Kasus

Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(31) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(32) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(33) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(34) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Papil edema disebabkan oleh banyak proses. Pertanyaan yang paling penting adalah

apakah penglihatan dipengaruhi. Gangguan penglihatan mengindikasikan adanya edema yang

terjadi tidak pasif tetapi lebih signifikan proses aktif mempengaruhi saraf optik. Gejala

kerusakan lapangan pandang dapat lebih membantu untuk menentukan untuk menentukan suatu

proses yang alamiah. Pertimbangan diagnosis adalah sama untuk edema diskus unilateral dan

bilateral dengan kekosentral skotoma.

A. Pada pasien dengan edema diskus bilateral, pertama harus mempertimbangkan

adanya peningkatan tekanan intrakranial kecuali jika bagian lain dari pemeriksaan klinik

menggambarkan sebaliknya contohnya uveitis.

B. Optik neuropati terdiagnosis dengan adanya suatu kerusakan pupilary afferent,

penurunan visus warna dan kerusakan lapangan pandang neuropatik (altitudinal, arcuate,

kekosentral atau konsriktif). Kehilangan lapangan pandang yang non neuropatik tidak memiliki

gambaran seperti diatas ( contohnya macular).

C. Kebutaan bilateral akut dengan edema diskus mungkin terlihat pada pasien

dengan keracunan metanol. Optik neuritis bilateral biasa terjadi pada anak-anak dan jarang

terjadi pada orang tua. Unilateral, sentral skotoma akut dengan edema pada dewasa lebih

mungkin disebabkan oleh oklusi vena sentral, yang mana menunjukkan perdarahan retinal

diffuse. Onset yang subakut dalam hitungan hari mengindikasikan adanya optik neuritis.

Singkirkan terlebih dahulu proses infeksi kronik seperti lues, fungi, dan tuberkulosis; proses

infiltrative seperti leukimia dan limfoma dan proses inflamatory kronik seperti sarkoid dan 91

Page 92: Modul Dr Muda Bagian Mata

penyakit kolagen vaskular sebelum membuat diagnosis demielinisasi optik neuritis. Suatu onset

subakut dalam hitungan minggu menunjukkan adanya neuropaty optik kompresif. Jika neuropati

adalah bilateral, pertimbangkan adanya glioma saraf optik atau lapisan saraf meningioma;

kompresif saraf optik unilateral dan edema diskus mungkin disebabkan oleh hal tersebut atau lesi

masa ekstrinsik, termasuk aneurisma.

D. Edema diskus dan suatu kerusakan lapangan pandang altitudinal adalah secara tinggi

merupakan sugestif iskemia dari diskus optikus pada situasi klinik yang sesuai. Banyak kasus

neuropati optik iskemia adalah idiopatik, tetapi temporal artritis atau arteritis giant sel dapat

diobati dan harus dikeluarkan. Bilateral, neuropati optik iskemik simultaneus adalah lebih sering

disebabkan oleh arteritis temporal.

E. Edema diskus monocular dengan penglihatan yang masih terpelihara dapat juga

ditemukan uveitis, sebagaimana pada kasus seldarah putih yang harus ada pada vitreus dan bilik

mata depan. Edema diskus dihubungkan dengan kongesti vena yang prominent dilengkapi

dengan inflamasi vena atau papiloplebitis pada pasien muda atau oklusi vena retinal sentral

sebagian , kadang-kadang disebut venous stasis retinopati pada pasien yang tua.

F. Unilateral edem diskus dari hipertensi intrakranial biasanya tidak umum tetapi biasanya

menjadi bilateral dalam waktu seminggu atau bulan. Gejala lain mungkin digunakan untuk

menentukan kebutuhan untuk kemajuan aditional studi.

92

Page 93: Modul Dr Muda Bagian Mata

Pasien dengan Papiledema

Bilateral Unilateral

Gangguan visus

Non neuropatik Optik Neuropaty

Gejala edema makula/ uveitis

Skotoma sentral akut Reaksi toksik akutOptik neuritisPenekanan pada saraf optik

Optik iskemikNeuropatyInflamasiInfeksiusPenekanan pada saraf optik

Visus normal

edema diskus optik yang terisolasiPerubahan vaskular retina

Papiledema karena peningkatan tekanan intrakranialDiabetik papilopati, diabetik retinopati, HTN retinopati

Gangguan visus Visus normal

Tidak ada inflamasi intraokuler

Diskus anomalyPerubahan vaskularisasi retina

Oklusivena sentral retinaSindrom iskemia Papilitis benignPapiledema awalneuroimaging

Normal Lesi kompresif

Pungsi lumbal

Penigkatan TIK

Anomali diskus optikusDisfungsi hormon paratiroid Neuritis perioptik

Normal TIK

Non neuropatik Optik Neuropaty

Gejala patologi makular

Konsentral skotoma Kerusakan lapagan pandang altitudinal

Edema diskus terisolated Edema diskus dengan :

Optik neuritis

neuroimaging Pendarahan retina CRVOneuroretinitis

Gejala uveitis

Kompetensi dokter umum (3A)

Kompetensi dokter umum (3A)

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

93

91

Page 94: Modul Dr Muda Bagian Mata

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

52. Mengenali gejala, tanda papil edema

53. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

54. Melakukan deskripsi kelainan papil edema

55. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

NEUROPATI OPTIK94

Page 95: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi neuropati optik, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

49. Mampu menjelaskan gambaran klinis neuropati optik

50. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus neuropati

optik

51. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

95

Page 96: Modul Dr Muda Bagian Mata

47. Materi presentasi

48. Kasus

Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(35) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(36) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(37) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(38) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Neuropati optok terdiagnosis ketika gejala penurunan visus diikuti dengan dengan

gangguan warna, kerusakan pupil aferen, dan kerusakan lapangan pandang. Abnormalitas

subjektif juga termasuk penurunan saturasi warna dan kecerahan warna pada mata yang terlibat.

Penampakan diskus optik bervariasi tergantung proses durasi. Penyakit akut secara anterior

memproduksi edema diskus, tetapi penyakit akut dalam saraf optik retrobulbar tidak akan

mengubah penampakan diskus optikus. Penyakit saraf optik dari yang lebih kronik biasanya

menyebabkan atropi, meskipun lesi kompresif akan memproduksi edema diskus selama beberapa

bulan sebelum terjadi perkembangan atropi.

A. Melakukan tes lapangan pandang di kedua mata. Kerusakan yang

menggambarkan vertikal meridian mengindikasikan bahwa proses penyakit adalah intrakranial

pada anterior kiasma dan nerve optik jungsion. Karena banyak lesi kiasma disebabkan oleh lesi

masa, perbedaan ini kritis dalam membuat diagnosis kerja.

B. Profil temporal dari penurunan penglihatan adalah indikator paling dipercaya

sebagai penyebab dan memungkinkan pemeriksaan dan diagnostik terhadap banyak

kemungkinan diagnosis.

C. Atropi optik bilateral, kronik dan progresive biasanya disebabkan oleh atropi

optik heriditar, suatu nutrisional atau keadaan defisiensi atau faktor lingkungan atau obat-obatan.

Kerusakan lapangan pandang pada kondisi tersebut biasanya biasanya kekosentral. Untuk

memastikan bahwa tidak ada kemungkinan diatas maka membutuhkan pemeriksaan dari orang

tua dan saudara kandung dan juga untuk mengkonfirmasi data historis sweperti alkohol dan

tembakau dan kebiasaan diet. Jika kondisi tersebut tidak dapat terdiagnosis, pencitraan adalah

penting untuk menyingkirkan masa lesi yang secara simultan melibatkan dua saraf optik.

D. Pasien muda dengan kehilangan penglihatan akut atau subakut dan edema diskus lebih

sering memiliki proses inflamasi yang melibatkan diskus optikus. Neuritis optik idiopatik adalah

lebih sering terjadi, tetapi riwayat dan hasil laboratlorium sebaiknya digunakan untuk

menyingkirkan kondisi infllamasi dan infiltratif yang lebih spesifik dan lebih dapat diterapi.

96

Page 97: Modul Dr Muda Bagian Mata

E. Kepala saraf optik dapat mengalami pembengkakan dengan uveitis yang melibatkan

globus posterior atau dengan episkeliritis posterior. Kehilangan visus mungkin atau tidak

mungkin muncul ketika saraf edema dalam hubungannya dengan uveitis; pada saat muncul ,

kehilangan penglihatan munhgkin disebabkan oleh inflamasi dari saraf atau dengan efek uveitis

pada makula.Kehilangan penglihatan dengan onset yanng tiba-tiba biasanya karena vaskular itu

sendiri dan pada orang tua mengindikasikan adanya oklusi vaskular retina atau jika terdapat

edem diskus , neuropati optik iskemik. Kebanyakan neuropaty optik iskemik dihubungkan

dengan

A. arterosclerosis dari arteriol kecil. , faktor mekanikal dihubungkan dengan ukuran diskus

yang kecil atau kombinasi dari itu semua. Meskipun begitu. Temporal arteritis juga

menyebabkan neuropaty optik iskemik, dan penanganan awal adalah penting untuk

mencegah kehilangan visus lebih jauh. Gejala yang menggambarkan adanya artritis

adalah sakit kepala yang progresif atau nyeri kepala pada onset awal, kejang otot pada

dagu, demam pada malam hari atau demam berulang yang tidak diketahui sebabnya

dan rematik polimialgia. Pada umur lebih dari 70 tahun dan neuropati optik iskemik

bilateral simultaneus, terutama dengan kehilangan penglihatan, juga menandakan

adanya temporal arteritis. Hasil ESR biasanya meningkat. Diagnosis klinik yg kuat

dengan peningkatan ESR secara signifikan mungkin cukup untuk membuat diagnosis

tanpa biopsi arteri temporal.

B. Neuropati optik akut dengan normal diskus optikus mengindikasikan abnormalitas

dalam saraf optik retrobulbar. Pertimbangan diagnosis sama dengan pasien dengan optik neuritis.

Pituitary apoplexy dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang akut secara bilateral dan

biasanya dihubungkan dengan pusing yang berat dan gangguan gerakan mata. Pada pasien yang

lebih tua dengan riwayat kanker dapat menderita meningeal carcinomatosis yang mana

melibatkan saraf optik bilateral dalam persentasi pasien yang besar.

Atropi optik yang progregsif pada satu mata memungkinkan untuk mengindikasikan lesi

kompresi, baik neoplastik ataupun aneurisma.

97

Page 98: Modul Dr Muda Bagian Mata

Pasien dengan neuropati optik

Bilateral unilateral

Lapangan pandangKerusakan temporal pada salah satu mata atau homonim karakterKerusakan kiasmaLapangan pandang Kerusakan temporal pada mata lainnya

Hanya kerusakan lapangan pandang neuropatik

Menilai kecepatan dari penurunan visus

Tidak ada bukti kerusakan kiasmaCT/MRI

Edema pituitari KranioparingiomaIntrakranial meningiomaKiasma gliomaMetastasesaneurisma

Penurunan visus yang progresif

Cupping diskus tanpa pallorAtropi optik atau edema diskus

Glaukoma Lesi kompresif

CT/MRIKehilangan visus akut

progresif

Atropy dengan atau tanpa cuppingCupping diskus

Evaluasi neurologisEvaluasi neurologis

Akut/subakut

Edema diskus Normal diskus

Bukan uveitis glaukoma Inflamasi intraokular

Uveitis posterior, skleritis

Neuropati optik iskemik

Evaluasi neurologis:Arteritis temporal, hipertensi, diabetes

Retrobulbar neuritis optik

CT/MRI

VaskulitisInflamasi granulomatos :Tuberkulosis, sarcoidosis, sifilis, fungi.Infiltrasi:Limfoma,leukimiaAmut meningitis

Riwayat makanan: B12 defisiensi/anemia

Neuropati optik toksikneuropati otik nutrisional

Tidak ada riwayat toksik/metabolik atau neuropati optik herediter

CT/MRI

Meningioma Saraf bilateral Glioma saraf optik bilateralGlioma kiasmaMeningioma planum sphenoidaleLesi sinus spenoid

Riwayat pekerjaan, obat-obatan, alkohol

Kompetensi dokter umum

Kompetensi dokter umum

98

Page 99: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSIMampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

56. Mengenali gejala, tanda neuropati optik

57. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

58. Melakukan deskripsi kelainan neuropati optik

59. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

99

Page 100: Modul Dr Muda Bagian Mata

RABUN SENJA

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi rabun senja, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

52. Mampu menjelaskan gambaran klinis rabun senja

53. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus rabun senja

54. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

49. Materi presentasi

50. Kasus

51. Peralatan diagnostik

100

Page 101: Modul Dr Muda Bagian Mata

VI.REFERENSI(1) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(2) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(3) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(4) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Riwayat pasien dengan masalah pengelihatan pada malam hari dikenal sulit dipercaya. Pada

kasus sensitivitas adapatasi gelap yang sangat rendah, penurunan pengelihatan pada malam hari

bukan merupakan keluhan pasien. Banyak keluhan dari masalah pengelihatan pada malam hari

berhubungan dengan sensitivitas dari cone yang lebih daripada rod karena kemampuan iluminasi

pada lingkungan yang kurang pencahayaan jarang ditemukan.

Adaptasi gelap diperiksa dengan adaptometer Goldmann-Weekers. Pupil berdilatasi dan

keseluhan lapangan bola mata beradaptasi selama 7 menit dengan perkiraan iluminasi 2000

lumen/m2 dari sebagian anterior yang digunakan sebagai lapangan adaptasi dan proyeksi

perimeter. Adaptasi cahaya ditidakaktifkan, dan pemeriksaan cahaya dilakukan pada area pusat

dengan sudut 15º dari titik fiksasi cahaya. Intensitas dari interval tersering menurun dan

meningkat dalam kumpulan nilai yang hanya dilihat untuk pasien. Tes warna cahaya dapat

digunakan untuk menentukan kontribusi relatif dari rod dan cone, dan posisi fiksasi cahaya dapat

bervariasi pada tes bagian lain dari lapangan pandang.

Elektroretinogram (ERG) adalah alat elektronik yang berespon terhadap hasil respon retina

dengan kilatan cahaya atau berbagai jenis stimulus yang dapat terlihat. Secara klinis ERG dapat

digunakan untuk menentukan perbandingan rod dan cone, perbandingan bagian luar dan dalam

retina, juga bagian lateral.

Lokalisasi area abnormal pada retina biasanya dapat dilihat dari pemeriksaan fundus seperti pada

lesi korioretina atau perubahan pigmen.

Abnormalitas korioretina digunakan untuk mengetahui kelainan yang luas. Hal ini penting juga

untuk menentukan perbedaan mengenai progresivitas dan keseimbangan alami dari penyakit. Hal

ini ditentukan dari riwayat penyakit, namun ERG dapat membantu menentukan tipe dari

diagnosis penyakit.

Penemuan fundus sangat penting dalam menentukan komponen fundus albipunctatus dan

penyakit Oguchi. Adaptasi baik dari cone dan rod mengalami keterlambatan pada fundus

albipunctatus dimana berhubungan dengan melambatnya gerakan fotopigmen dari cone dan rod.

Pada penyakit Ogutci hanya adaptasi dari rod yang terlambat. Terlambatnya waktu adaptasi dari

cone dan rod juga dapat ditemukan pada disfungsi pigmentasi epitel retina, seperti fundus

flavimaculatus dan dominant drusen. Beberapa penyakit hanya mempengaruhi fungsi cone. Pada

akromatopsia komplit atau monokromatisme rod terjadi penurunan pengelihatan dan tida ada

ERG dari cone atau cabang cone selama adaptasi gelap, tetapi rod masih berfungsi normal.

101

Page 102: Modul Dr Muda Bagian Mata

Retinis pigmentosa (RP) dan degenerasi dari cone-rod adala 2 fotoreseptor distropi utama yang

bersifat progresif yang berhubungan dengan penurunan pengelihatan pada malam hari.

Perbedaan yang nyata dari kedua hal tersebut adalah elevasi dari rod dimana degenerasi cone-rod

<100-fold dan degenerasi dari rod-cone >100-fold. Selain degenerasi cone-rod terjadi juga

gangguan pengelihatan warna dan fotophobia adalah keluhan utamanya. ERG dan adaptasi gelap

dapat normal pada distropi total dimana dapat dideteksi pada perubahan fundus, ketajaman

pengelihatan, dan atau pengelihatan warna. Selain itu ada juga bentuk herediter dari atropi koroid

seperti koroideremia dan sklerosis koroid, dimana menyebabkan sebuah distropi fotoreseptor

sekunder dan berakhir pada penurunan pengelihatan dimalam hari yang lebih dini. Avitaminosis

bukan merupakan masalah makanan pada negara berkembang, tetapi biasanya terjadi sindrom

malabsopsi. Kondisi yang diakibatkan oleh defisiensi zinc (seperti sirosis alkoholik, pankreatitis

kronik) berhubungan dengan masalah pengelihatan pada malam hari. Sebagai tambahan,

beberapa penyakit sistemik berhubungan dengan degenerasi retina yang berhubungan dengan

masalah pengelihatan pada malam hari adalah abnormalitas lemak (seperti sindrom Bassen-

Kornzweig atau abetalipoproteinemia) sebagai akibat dari rendah level vitamin A dan E dalam

plasma. Glaukoma dapat menyebabkan kehilangan sebagian kecil sensitivitas adaptasi gelap,

dimana jumlah rod lebih banyak daripada cone pada area luar pengelihatan. Pemeriksaan fundus

dan angiografi flouresens berguna untuk membedakan abnormalitas retina.

Permasalahan sekunder termasuk silau dari media opasitis; miopia malam hari, dimana pada

keadaan gelap akomodasi titik tengah tidak sesuai: dan miosis karena usia dan obat-obatan.

Beberapa pasien menunjukkan penurunan sensitivitas yang berlebih-lebihan pada cabang rod

dari adaptasi gelap yag dideteksi dari sebuah stimulus kilatan merah. Pasien-pasien dengan

penyakit ini biasanya memiliki keluhan berupa masalah saat berkendaraan malam hari.

102

Pasien dengan kesulitan melihat pada malam hari

(A) riwayat

(B)Pemeriksaan adaptasi gelap

abnormal normal

(C)ERG ERG

99

Page 103: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan

yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta

merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

60. Mengenali gejala, tanda rabun senja

61. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

62. Melakukan deskripsi kelainan rabun senja

63. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

103

Page 104: Modul Dr Muda Bagian Mata

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

PTERIGIUM

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

104

Page 105: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi pterigium, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

55. Mampu menjelaskan gambaran klinis pterigium

56. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus pterigium

57. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

52. Materi presentasi

53. Kasus

Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(39) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

105

Page 106: Modul Dr Muda Bagian Mata

(40) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(41) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(42) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

 Pterygium merupakan suatu pertumbuhan jaringan konjungtiva yang bersifat degeneratif.

Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak mata bagian dalam ataupun luar

konjungtiva yang meluas sampai daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di

daerah sentral atau kornea. Pterygium dapat mengenai kedua mata. Penyakit ini mudah meradang

dan bila terjadi iritasi maka bagian pterygium tersebut akan berwarna merah.

Keadaan ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan

lingkungan dengan angin banyak, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar

hidupnya berada pada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.

Pterygium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, merah,

dan mungkin menimbulkan astigmatisme yang akan memberikan gangguan tajam penglihatan.

Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren/kambuh, terutama pada pasien yang

masih muda ( < 40 tahun ) tingkat kekambuhan dapat mencapai 50%. Bila pterygium meradang

dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Bila pterygium meluas sampai

menutup pupil maka harus dilakukan pembedahan dengan mengangkat jaringan pterygium

tersebut beserta sebagian kecil lapisan kornea bagian atas yang melewati daerah pelanggaran ini.

Untuk mencegah kekambuhan khususnya pada orang yang bekerja di luar, yang bersangkutan

harus memakai kaca mata pelindung.

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

64. Mengenali gejala, tanda pterigium

65. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

66. Melakukan deskripsi kelainan pterigium

67. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

106

Page 107: Modul Dr Muda Bagian Mata

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

ENTROPION

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

107

Page 108: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi entropion, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

58. Mampu menjelaskan gambaran klinis entropion

59. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus entropion

60. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

54. Materi presentasi

55. Kasus

56. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(43) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

108

Page 109: Modul Dr Muda Bagian Mata

(44) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(45) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(46) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Entropion

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien

secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya

109

Pasien dengan tepi kelopak terlipat ke arah dalam

Inflamasi kelopak atau ada edema Tidak ada inflamasi atau edema

A. Entropion spastik

Atasi penyebab inflamasi (RUJUK KE SPESIALIS MATA)

B. nilai dengan eversi kelopak

Mudah dieversi Sulit atau tidak bisa dieversi

Riwayat: trauma, operasi, infeksi, inflamasi atau gangguan auto imun

Evaluasi konjungtiva

normal Perubahan sikatrik

d. cicatricial entropion

Rotasi marginal dengan atau tanpa graft posterior lamellar

c. involutional entropion

Nilai struktur kelopak

kelemahan kelopak horizontal

Pengencangan retraktor kelopak bawah

Overriding preseptal orbicularis

Refixate preseptal orbicularis

Imbrication of lower lid retractors

Horizontal lid tightening

KOMPETENSI 2, RUJUK KE

Page 110: Modul Dr Muda Bagian Mata

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

68. Mengenali gejala, tanda hordeolum

69. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

70. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum

71. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

TRIKIASIS

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

110

Page 111: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi trikiasis, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompeteni.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

61. Mampu menjelaskan gambaran klinis trikiasis

62. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus trikiasis

63. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

57. Materi presentasi

58. Kasus

59. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

(47) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

111

Page 112: Modul Dr Muda Bagian Mata

(48) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(49) AmericanAcademy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(50) Kansky. Ophthalmology.

(51) VII.GAMBARAN UMUM

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

VIII. KOMPETENSI

112

Gangguan arah bulu mata ke arah bola mata

Apakah pasien merupakan ras asia (epiblepharon: gangguan kongenital dimana [retarsal orbicularis dan kulit menempati margin kelopak, sehingga bulu mata menjadi vertikal dan sering menyentuh kornea, apakah passien pernah mengalami infeksi mata berat atau pernah mengunjungi wilayag yang umum terdapat trachoma?, apakah pasien memiliki riwayat herpes zoster ophthalmicus, apakah terdapat riwajat SJS atau luka bakar kimia pada mata?, pakah ada riwayat trauma, operasi,alergi

Periksa kelopak atas dan bawah, untuk melihat arah bulu mata. Pemeriksaan ini mungkin memerlukan slitlamp apabila bulu mata yang mengarah ke bola mata fokal., lihat apakah ada simblepharon, involution

Penatalaksaanaan primer untuk trichiasis adalah operasi, namun secara suportif dapat juga diberikan lubrukan seperti salep mata atau air mata buatan untuk mengurangi iritasi dari sentuhan bulu mata, jika penyebanya adalah pephigoid atau sjs, terapi harus diarahkan pada penyakit tsb, Kompetensi dokter umum 2, rujuk ke ahli mata bila kausanya memang di bidang mata

Terapi definitifnya adalah operasi yang dapat t dikategorikan:1. Lash and follicle destruction

Biiasanya untuk trikchiasis segmental atau fokal - Simple epitation- Electrolysis of lashes- Cryosurgery- Radiofrequency ablation of lashes

2. Lash/follicle repositioningDiarahkan ke penyebab anatomi dari masalah-entropion: lower lid retractor reattachmentPosterior lamella scarring: graft, tarsoconjunctival advancementSurgery of conjunctivaRepositioning anterior lamella

Page 113: Modul Dr Muda Bagian Mata

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien

secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

72. Mengenali gejala, tanda trikiasis

73. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

74. Melakukan deskripsi kelainan trikiasis

75. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

APPARATUS LAKRIMAL

113

Page 114: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi infeksi dan radang saluran lakrimalis,

menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan

penatalaksanaan sesuai kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

64. Mampu menjelaskan gambaran klinis peradangan pada apparatus lakrimalis

65. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus infeksi dan

peradangan pada apparatus lakrimalis

66. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penangannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

60. Materi presentasi

61. Kasus

62. Peralatan diagnostik

VI.REFERENSI

114

Page 115: Modul Dr Muda Bagian Mata

(60) Basic Ophthalmology. Editor : Cynthia A, Bradford MD, American Accademy of

Ophthalmology. San Fransisco.

(61) Vaughn D.G, Asbury T, Riordan-Eva P, eds. General Ophthalmology 15 th

Connecticut: Prentice Hall int.

(62) American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course.

(63) Kansky. Ophthalmology.

VII.GAMBARAN UMUM

Sistem lakrimalis yang mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan

drenase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur

pembentuk air mata. Duktus nasolakrimalis merupakan unsur ekskresi sistem ini yang

mencurahkan kedalam hidung. Cairan mata disebarkan atas permukaan mata oleh kedipan mata.

Radang kelenjar akut lakrimal adalah keadaan langka yang paling sering terdapat pada

anak-anak sebagai komplikasi parotitis epidemika, campak, atau influenza dan pada orang

dewasa sehubungan dengan goonore. Dakriodenitis menahun mungkin merupakan akibat dari

infiltrasi limfositik jinak, limfoma leukimia, atau tuberkulosis. Keadaan ini sering bilateral

sebagai manifestasi sarkoidosis. Bila menyertai pembengkakan kelenjar parotis disebt sindrom

Mikulicz. Nyeri hebat, pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah terjadi diaspe temporal

palpebra superior sering menampakkan kurva berbentuk S. Jika terdapat infeksi bakteri, berikan

antibiotik sistemik, jarang sampai diperlukan drenase untuk infeksi secara bedah.

a. Dakrioadenitis

Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit yang jarang

ditemukan dan dapat dalam bentuk unilateral ataupun bilateral.

Dakrioadenitis dapat berjalan akut ataupun kronis. Infeksi akut dan kronis dapat terjadi

akibat infeksi :

- Virus : parotitis, herpes zoster, virus ECHO, dan virus sitomegali. Pada anak dapat

terlihat sebagai komplikasi infeksi air liur, campak, influenza.

- Bakteri : Staphylcoccus aureus, streptokok gonokok. Dakioadenitis dapat terjadi

akibat infeksi retrograd konjugtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reaksi

radang pada kelenjar lakrimal ini.

- Jamur : histoplasmosis, aktinomises, blastomikosis, norkadiosis dan sporotrikosis.

- Sarkoid dan idiopati.

Dakrioadenitis menahun sekunder dapat terjadi akibat penyakit hodgkin, tuberkulosis,

mononukleosis infeksiosa, leukemia limfatik dan limfosarkoma.

Pasien dakrioadenitis akut umunya mengeluh sakit di daerah glandua lakrimalis yait

bagian temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak mata yang bengkak,

konjungtiva kemotik dengan belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan

memberikan sakit dengan pembesaran kelenjar preaurikel.

115

Page 116: Modul Dr Muda Bagian Mata

Dakrioadenitis akut perlu dibedakan dengan selulitis orbita, dengan melakukan biopsi

kelenjar lakrimal. Bila kelopak mata dibalik tampak pembengkakan berwarna merah

dibawah kelopak mata atas temporal. Pada keadaan menahun terdapat gambaran yang

hampir sama dengan keadaan akut tetapi tidak disertai rasa nyeri. Apabila pembengkakan

cukup besar, bola mata terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi

proptosis.Pengobatan pada dakrioadenitis biasanya dimulai dengan kompres hangat,

antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh

radang menahun maka diberikan pengobatan yang sesuai.

Diagnosis banding akrioadenitis adalah kalazion, konjungtivitis adenovirus, selulitis

preseptal, selulitis orbita, dan keganasan kelenjar lakrimal. Penyulit dakrioadenitis akut

dapat meyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal.

ALOGARITMA

b. Dakriosisitis

116

Page 117: Modul Dr Muda Bagian Mata

Infeksi dari sakus lakrimalis adalah penyakit umum yang biasanya terdapat pada bayi atau pasca-

menapause. Paling sering unilateral dan selalu sekunder terhadap obstruksi duktus

nasolakrimalis. Pada banyak kasus dewasa, penyebab obstruksi itu tidak diketahui. Dakriosisitis

jarang terdapat pada golongan usia pertengahan kecuali sesudah trauma atau disebabkan sebuah

dakriolit. Penyembuhan spontan terjadi setelah dakrolit terlepas, namun biasanya kambuh lagi.

Pada bayi, infeksi menahun menyertai obstruksi duktus nasolakrimalis, namun dakrosisitis akut

jarang terjadi. Dakrosisitis akut pada anak-anak seringkali adalah akibat infeksi Haemophilus

influenza. Harus segera diterapi secara agresif karena risiko timbulnya selulitis orbital.

Dakrosisitis akut pada orang dewasa biasanya disebabkan Staphylococcus aureus atau kadang-

kadang Streptococcus β hemolyticus. Pada dakriosisitis menahun, organisme dominan adalah

Streptococcus pneumonia dan Candida albicans – infeksi campur tidak dijumpai. Agen infeksi

dapat ditemukan secara mikroskopik dengan memulas hapus konjungtiva yang diambil setelah

memeras sakrus lakrimalis.

Temukan klinik

Gejala utama dakrosisitis adalah berair mata dan belekan (bertahi mata). Pada bentuk

akut, didaerah saks lakrimalis terdapat gejala radang, didaerah sakus lakrimalis terdapat

gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat diperas dari sakus.

Pada yang menahun, tanda satu-satunya adalah berair mata. Materi mukoid biasanya

dapat diperas dari sakus. Yang menarik adalah bahwa dakriosisitis jarang dipersulit oleh

konjungtivitis, walaupun sakus konjungtiva secara menetap bermandikan pus (nanah)

yang keluar dari punctum lacrimale. Kadang-kadang timbul ulkus kornea setelah trauma

ringan pada kornea pada dakriosisitis pneumonia.

Terapi

Dakrosisitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan

bentuk menahun sering dapat dipertahankan agar laten dengan tetesan antibiotika.

Meskipun behgitu, menghilangkn obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya

Pada orang dewasa adanya molekul adalah pertanda bahwa tempat obstruksi adalah di

duktus nasolakrimalis dan bahwa diindikasikan tindakan dakriosistorinostomi.

Pada dakriosistitis infantil, tempat stenosis biasanya pada valvula Hasner. Tiadanya

kanalisasi adalah kejadian umum (4-7% dari neonatus), namun biasanya duktus itu

membuka secara spontan daam bulan pertama. Sakus lakrimalis yan ditekan kuat-kuat

dapt robek membran sehingga terbuka. Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan atau jika

timbul dakriosisitis maka diindikasikan pelebaran dukts dengan probe. Satu kali tindakan

efektif pada 75%kasus. Sisanya hampir selalu dapat disembuhkan pada tindakan ulangan.

Dengan merusak konka inferior ke dalam, atau dengan bidai lakrimal silikon temporer.

Tindakan pelebaran jangan dilakukan bila ada infeksi akut.

Karena tindakan ini kurang berhasil untuk dewasa.

ALOGARITMA

117

Page 118: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien

secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

76. Mengenali gejala, tanda infeksi dan peradangan pada apparatus lakrimalis

77. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

78. Melakukan deskripsi kelainan infeksi dan peradangan pada apparatus lakrimalis

79. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

118

Pasien dengan Dakriosisitis

KronisAkut

Haemophilus influenza

Streptococcus β hemolyticus

Staphylococcus aureusCandida albicans

Streptococcus pneumonia

Bayi, anak- dewasa

berair mata dan belekan (bertahi mata)Akut : Didaerah saks lakrimalis terdapat gejala radang, didaerah sakus lakrimalis terdapat gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat diperas dari sakus.

Kronis: tanda satu-satunya adalah berair mata. Materi mukoid biasanya dapat diperas dari sakus

Penatalaksanaa : ANTIBIOTIKADewasa obstruksi dakriosistonosmoniInfantil tempat stenosis pada vulva Hasner kanalisasi menetap 6 bln dakriosisitis indikasi pelebaran duktus probe 75% efektif lalu dibutuhkan pengulangan.

Page 119: Modul Dr Muda Bagian Mata

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

GLAUKOMA

119

Page 120: Modul Dr Muda Bagian Mata

I.WAKTU/ SESI PERTEMUAN

Mengembangkan Kompetensi Kepaniteraan dilakukan selama 4 minggu

Sesi didalam kelas

Sesi praktek dan pencapaian kompetensi

Waktu 30 menit

Waktu 30 menit

II.TUJUAN UMUM

Peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi glaukoma, menginterpretasikan dan

menjelaskan pemeriksaan mata, mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan sesuai

kompetensi.

III.TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik diharapkan terampil:

67. Mampu menjelaskan gambaran klinis glaukoma

68. Mampu menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan mata pada kasus glaukoma

69. Mampu menjelaskan dan melakukan diagnosis serta penanganannya

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN

Tujuan 1

Metoda:

Kuliah interaktif

Bed side teaching

Telaah ilmiah

Tujuan 2

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, prosedural skill, short case

Telaah ilmiah

Tujuan 3

Metoda:

Kuliah interaktif

Demonstrasi, long case, phantom

Telaah ilmiah

V.PERSIAPAN SESI

63. Materi presentasi

64. Kasus

65. Peralatan diagnostik

VII. GAMBARAN UMUM

120

Page 121: Modul Dr Muda Bagian Mata

A. Definisi

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.

Glaukoma adalah suatu bentuk kelainan mata yang ditandai dengan meningkatnya tekanan bila

mata, atrofi papil saraf optik dan menurunnya lapanganm pandang.

B. Faktor risiko

- Umur, Resiko akan meningkat pad umur 40 ahun keatas (1%) dan pada 65 tahun keatas 5

%

- Ras, risiko sangat tinggi pad ras Afrika

- Riwayat keluarga.

- Miopia. Penderita rabun jauh terutama dengan minus besar mempunyai kecenderungan

terjadinya Glaukoma kronik.

- Diabetes mellitus

C. Gejala Klinis

- Episodic eye pain

- Mata kemerahan

- Pandangan kabur

- Tampak bayangan halo saat melihat cahaya terang

- Sakit kepala

D. Klasifikasi Glaukoma

1. Glaukoma primer

– Glaukoma sudut terbuka/Primary Open Angel Glaukoma (POAG)/ glaukoma

simpleks

– Glaukoma sudut sempit/Primary Narrow Angel Glaukoma (PNAG).

2. Glaukoma congenital

3. Glaukoma sekunder

– Akibat perubahan lensa (pada katarak/phacomorphic glaukoma)

– Kelainan uvea

– Trauma

– Bedah

– Penggunaan steroid

E. Penegakan Diagnosis

Diagnosis glaukoma membutuhkan identifikasi kerusakan saraf optik. Jika terdapat atropi

disc, cupping dan/atau serabut-serabut saraf sedang sampai berat, berhubungan dengan adanya

defek lapangan pandang, maka diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Ketika gejala tidak

terlalu menonjol, diagnosis pasti dengan satu pemeriksaan sulit ditegakkan karena adanya

gambaran kerusakan saraf optik yang bervariasi dan tekanan intraokuler yang tinggi di populasi

normal.

121

Page 122: Modul Dr Muda Bagian Mata

A. Selama anamnesis dan pemeriksaan oftalmoskopi, identifikasi faktor yang dedua jenis

galukoma, baik glaukoma sudut terbuka dapat meningkatkan risiko individu mengalami

glaukoma dengan kerusakan saraf optik. Riwayat keluarga dengan glaukoma sudut terbuka

(POAG), terutama pada keturunana pertama, berhubungan dengan peningkatan risiko

berkembangnya penyakit. Prevalensi kedua jenis glaukoma, bauk glaukoma sudut terbuka

(POAG) maupun galukoma sudut sempit (PNAG) sekitar empat kali lebih banyak pada ras

Afrika dibandingkan Kaukasia. PNAG lebih banyak terjadi pada ras Asia. Individu dengfan

diabetes dan myopia berhubungan dengan peningkatan risiko mengalami PNAG. Periksa

sudut bilik mata untuk identifikasi adanya peripheral anterior synechia (PAS).

B. Pengukuran TIO merupakan metode yang buruk untuk skrining glaukoma. Berdasarkan

pemeriksaan TIO saja, sekitar sepertiga individu dengan galukoma memiliki TIO yang

normal, dan kebanyakan pasien glaukoma secara bertahapa mengalami penurunan TIO.

Selain itu pada individu yang secara statistic memiliki TIO yang tinggi tidak menunjukkan

danya gejala kerusakan saraf optik. Karena adanya keragaman TIO pada individu di setiap

waktu dan terdapat perbedaan kerentanan terhadap tekanan intraoptikal yang dapat

menimbulkan kerusakan saraf optik dalam suatu populasi. Sehingga pemeriksaan

oftalmoskopi yang lengkap dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis glaukoma. Meskipun

glaukoma dapat terjadi pada berbagai level TIO, namun TIO juga penting untuk menentukan

subtype dan target awal dari terapi medis dan pembedahan.

C. Ketika sudut bilik mata depan terbuka dan TIO normal, glaukoma dapat dipertimbangkan

jika ada gambaran kerusakan saraf optik. Glaukoma dengan penurunan serabut-serabut saraf

menyebabkan penipisan lapisan neuroretina dengan peningkatan ukurab cup dan disc. Karena

mata normal dengan sarf optik yang kecil mengarah pada rasio cup/disc yang lebih kecil

juga, pertimbangkan hubungan antara rasio cup disc dengan ukuran saraf optik. Untuk

ukuran saraf optik yang normal, rasio cup/disc sekitar 0,6, atau jika lebih besar dari itu dapat

dipertimbangkan kerusakan awal akibat glaukoma. Pada mata dengan disc yang kecil,

mungkin ada glaukoma dengan rasio cup/disc yang kecil. Pemeriksaan lapisan serabut saraf

retina dapat menjadi klu awal adanya kerusakan diskus optikus akibat glaukoma sebelum

munculnya perubahan diskus optikus dan lapangan pandang lebih lanjut. Meskipun

kerusakan karena glaukoma bersifat difus, sering terjadi kerusakan asimetris di kedua mata

yang berhubungan dengan hemiretina atas dan bawah di satu mata. Namun, identifikasi

asimetrisitas saraf optik dan lapisan saraf vertical atau kontralateral merupakan evaluasi yang

penting pada individu yang diduga mangalami glaukoma .

D. Jika terjadi kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang dengan TIO yang normal,

pertimbangkan adanya peningkatan TIO yang intermiten sebagai bagian dari evaluasi

diagnostic untuk low tension glaukoma. Hilangnya lapangan pandang yang tidak

berhubungan dengan kerusakan saraf optik dapat dipertimbangkan sebgai diagnosis

alternatif.

122

118

Page 123: Modul Dr Muda Bagian Mata

E. Jika tidak ada abnormalitas saraf optik atau lapangan pandang , dibutuhkan evaluasi klinis

secara periodik dengan serial stereo disc photographs dan pemeriksaan lapangan pandang.

Jika ada bukti perubahan gambaran pada saraf optik, perkembangan defek lapangan pandang

atau peningkatan TIO maka dibutuhkan suatu tatalaksana.

Algoritma 1. Diagnosis Glaukoma

Peningkatan tekanan intraokuler (TIO)

123

Anamnesis : Pandangan kabur, episodic eye pain, mata merah, melihat bayangan halo, sakit kepala

Pemeriksaan TIO

- Digital palpasi- Tonometri Schiotz- Tonometri aplanasi- Tonometri non-kontak

Pemeriksaan oftalmologi:- Palpebra- Konjungtiva- Kornea- BMD- Iris- Pupil - Lensa - Retina (oftalmoskopi)

Normal Tinggi

Gonioskopi Lihat algoritma 2

Sudut terbuka Sudut tertutup

Kelainan anatomiPemeriksaan lapangan pandang

Pemeriksaan funduskopi

Glaukoma dengan kerusakan saraf optik

Normal

ObservasiLow tension glaukoma

Page 124: Modul Dr Muda Bagian Mata

Peningkatan tekanan intraokuler (TIO) merupaka faktor risiko yang penting untuk

berkembangnya kerusakan saraf optik. Semua pasien dengan peningkatan TIO (TIO ≥ 22 mmHg,

membutuhkan evaluasi yang cermat untuk mengetahui penyebab peningkatan TIO dan adanya

serta perkembangan kerusakana saraf optik.

A. Langkah awal adalah menentukan mekanisme peningkatan TIO melalui anamnesis riwayat

penyakit dan pemeriksaan slit lamp. Pasien mungkin enggan untuk menceritakan mengenai

riwayat trauma atau inflamasi dengan pertanyaan yang spesifik. Pemeriksaan dengan slit

lamp penting untuk menentukan peningkatan TIO sekunder yang membutuhkan observasi

cermat dari dokter.

B. Glaukoma primer sudut terbuka (POAG) merupakan bentuk yang paling umu terjadi di

Amerika Serikat. Selain adanya sudut bilik mata depan yang terbuka pada gonioskopi,

diagnosis POAG membutuhkan eksklusi dari banyak penyebab yang mendasarinya. TIO

yang asimetris di kedua mata dapat mengarah pada bentuk glaukoma sekunder. Meskipun

begitu, peningkatan TIO unilateral juga dapat terjadi pada POAG. Sehingga evaluasi untuk

glaukoma sudut terbuka tetap sama pada individu yang memiliki TIO simetris di kedua mata.

C. Pada PNAG, sudut bilik mata depan yang sempit atau tertutup mungkin sulit untuk

mendapatkan gambaran perlengketan anterior perifer (PAS) sampai kompresi gonioskopi

terjadi. Sebelum diagnosis PNAG ditegakkan, berbagai penyebab sekunder peningkatan TIO

juga harus dipertimbangkan. Iridosiklitis dan glaukoma neovaskuler dapat menyebabkan

glaukoma sekunder sudut terbuka maupun sudut tertutup, tergantung apakah terdapat

perkembangan PAS. Asimetrisitas perbandingan dari kedua sudut bilik mata depan dapat

mengarahkan pada kondisi patologis dari segmen posterior seperti efusi koroid (akibat

panretinal photocoagulation) atau tumor.

D. Jika ada blok pupil pada sudut bilik mata depan yang sempit atu tertutup, diindikasikan

untiuk laser peripheral iridotomy. Prosedur ini dibutuhkan pada semua kasus PNAG.

Gonioskopi ulang setelah laser untuk konfirmasi bahwa sudut bilik mata depan terbuka dan

dapat didiagnosis iris syndrome. Laser iridotomy juga berguna ketika blok pupil

menyebabkan peningkatan TIO, seperti pada phacomorphic glaukoma atau ketika iridosiklitis

menimbulkan pergeseran iris. Jika terdapat blok pupil sekunder tatalaksana terutama untuk

mengatasi faktor penyebab. Untuk glaukoma phacomorfic, ekstraksi katarak dengan atau

tanpa pembedahan filtrasi merupakan terapi definitive. Pada glaukoma uveitis, tatalaksana

untuk mengatasi proses inflamasi merupakan hal yang penting.

E. Pemeriksaan lapangan pandang dan funduskopi dibutuhkan untuk menentukan apakah

peningkatan TIO telah menimbilakan kerusakan pada saraf optik. Pada kasus glaukoma

primer sudut tertutup pemeriksaan funduskopi dengan pelebaran pupil tidak boleh dilakukan

sampai dilakukan laser iridotomy untuk mencegah eksaserbasi akut peningkatan TIO.

F. Jika tidak ada bukti kerusakan saraf optik, menetukan level TIO dan adanya faktor risiko

lebih lanjut yang dapat menyebabkan kerusakan saraf optik merupakan hal penting dalam

124

120

Page 125: Modul Dr Muda Bagian Mata

tatalaksana. Karena risiko berkembangnya glaukoma meningkat dramatis jika TIO > 30

mmHg maka terapi medis awal dibutuhkan untuk kasus ini. Terapi medis awal biasanya

terdiri dari ß bloker topical apapun penyebabnya. Jika TIO < 30 mmHg, observasi tanpa

terapi medis, terutama jika tidak ada faktor risko untuk berkembangnya glaukoma yang

progresif. Faktor risiko tersebut seperti riwayat keluarga (terutama jika ada yang mengalami

kebutaan karena glaukoma) dan kecurigaan adanya kerusakan saraf optik berdasarkan rasio

cup/disc dan asimetrisitas disc. Faktor sosial seperti kemungkinan hipertensi okuler yang

tidak diobati dan tindak lanjut yang memungkinkan harus dilakukan. Peningkatan TIO akibat

pseudoexfoliation atau disperse pigmen mungkin menyebabkan perubahan dramatis pada

TIO dalam waktu singkat.

G. Pasien dengan kerusakan saraf optik membutuhkan terapi medis untuk menurunkan TIO

sampai level yang aman yang tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut. Penurunan TIO

yang signifikan setelah laser iriotomy pada psien dengan PNAG terutama jika tidak

pembentukan PAS yang luas. Meskipun begitu kebanyakan pasien tetap membutuhkan terapi

medis untuk mencapai target TIO.

H. Jika target TIO tercapai, lapangan pandang dan saraf optik harus terus dimonitor untuk

mencegah kerusakan. Jika kerusakan progresif terjadi, dapat dipilih target TIO yang baru

sehingga dibutuhkan terapi tambahan. Terapi medis PNAG berbeda dengan terapi medis

POAG yang bertujuan meningkatkan aliran humor aquous (pilocarpin). Terapi ini tidak

efektif jika terdapat perluasan PAS. Pilihan untuk terapi medis PNAG dengan PAS yang

meluas secara umum yaitu untuk menurunkan produksi humor aquous termasuk ß bloker, α2

agonis dan karbonik anhidrase inhibitor.

Algoritma 2. Diagnosis dan Tatalaksana Glaukoma

125

↑ TIO

121

Page 126: Modul Dr Muda Bagian Mata

Ket. * :

- Pilocarpin

- Carteolol

126

gonioskopi

Glaukoma Sudut terbuka (glaukoma simpleks)

Glaukoma sudut tertutup

Asimetris Simetris

- Glaukoma sekunder sudut terbuka

- Trauma- Penggunaan

steroid- Iridosiklitis- Phacolitic

glaukoma - Dispersi pigmen

- Glaukoma sekunder sudut tertutup

- Phacomorfic glaukoma- Iridosiklitis- Neurovaskuler glaukoma- Tumor

Laser iridotomi

Pemeriksaan lapangan pandang (kampimetri, tes konfrontasi)

Pemeriksaan funduskopi

Tidak ada tanda-tanda kerusakan saraf Tanda-tanda kerusakan saraf

Observasi ulang TIO

TIO < 30 mmHg TIO >30

Tanpa FR Ada FR

Observasi Terapi medis*

Terapi medis*

Target IOP (lihat algoritma

Monitor : - TIO, lapangan pandang, saraf optik

Page 127: Modul Dr Muda Bagian Mata

- Betaxolol

- Latanoprost

- Timolol

- Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)

- Apraclonidine

- Dipiverine

Glaucoma primer sudut terbuka (glaucoma simpleks)

Setelah diagnosis POAG ditegakkan, terapi medis dapat diberikan untuk mencegah

kerusakan saraf optik yang progresif. Pengobatan dengan dosis rendah yang dapat menurunkan

TIO mencapai target dan mencegah kerusakana saraf optic dan lapisan serabut-serabut saraf

lebih dipilih karena dosis yang lebih rendah memiliki risiko efek samping yang minimal juga.

Semua pengobatan yang digunakan untuk glaucoma berpotensi menimbulkan bahaya, sehingga

dokter yang mengobati glaucoma harus memahami farmakologi dan efek samping obat yang

diberikan.

Beberapa pilihan terapi penting karena efek terapi yang diberikan dapat berkurang seiring

berkurangnya efek obat atau memburuknya penyakit. Pengobatan lain atau kombinasi beberapa

obat berguna untuk beberapa pasien, namun terapi tetap harus memperhatikan kondisi pasien

secara individu.

A. Level TIO sebelum terapi dimulai harus diketahui untuk membantu menentukan target TIO

yang aman bagi pasien.

B. Pengumpulan data dari penelitian jangka panjang dan pengalaman klinis ahli oftalmologi

menyatakan penggunaan ß bloker topical sebagai terapi awal untuk POAG. Beberapa ß

bloker nonselektif terdapat di Amerika Serikat. Obat golongan ini dikontraindikasikan pada

pasien dengan AV blok derajat 1 dan ganggguan bronkospastik dan sebaiknya digunakan

secara hati-hati pada pasien dengan DM dan CHF. Karena aktivitas simpatomimetik

intrinsik, carteolol jarang menyebabkan bradikardia dan tidak terlalu mempengaruhi profil

lipid dibandingkan golongan ß bloker lainnya. Betaxolol, ß1 adrenergic antagonis selektif

berhubungan dengan efek samping pulmonal yang ringan daripada ß bloker non selektif

tetapi sebaiknya tetap dihindari pada pasien dengan gangguan bronkospastik.

Karena TIO yang selalu berfluktuasi, efisiensi pengobatan POAG dengan ß bloker atau obat

lain sulit ditentukan jika pengobatan dimulai bilateral. Pengobatan pada 1 mata saja saat

permulaan pengobatan dapat meningkatkan kemampuan klinisi untuk menentukan efisiensi

pengobatan. Pengobatan yang tidak efektif dapat dihentikan sehingga potensi efek samping

dari pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan dapat dihindari.

C. Kemajuan terbaru dalam pengobatan glaucoma mengarah pada sejumlah besar pilihan terapi

untuk pasien yang dikontraindikasikan untuk ß bloker atau pengobatan dengan ß bloker yang

127124

Page 128: Modul Dr Muda Bagian Mata

tidak efektif.jika ß bloker efektif tetapi sulit untuk mencapai target TIO, kombinasi

pengobatan dapat digunakan.

Latanoprost merupakan analog prostaglandin F2α yang telah menunjukkan keefktifan seperti

timolol dalam menurunkan TIO pada pasien denga POAG dan hipertensi okuler.

Efektivitasnya dalam menurunkan TIO pada individu dengan glaucoma bentuk lain masih

belum dievaluasi. Latanoprost menurunkan TIO dengan cara meningkatkan aliran

uveoskleral, mekanisme yang berbeda dengan obat glaucoma lainnya. iritasi konjungtiva dan

peningkatan pigmentasi iris mungkin terbatas pada beberapa pasien.

Meskipun karbonik anhidrase inhibitor (CAIs) oral efektif dalam menurunkan TIO, efek

samping sistemik jarang terjadi. Baru-baru ini, diperkenalkan CAI dorzolamide, yang efektif

dengan pemberian topical dan efek samping sistemik yang minimal sudah digantikan dengan

pemberian secara oral untuk pengobatan jangka panjang.

D. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) secara tradisional digunakan untuk mengatasi glaucoma

simpleks yang tidak terkontrol. Penelitian yang mengevaluasi ALT sebagai terapi alternatif

dalam terapi medis awal untuk pasien yang baru didiagnosis POAG menunjukkan efektivitas

50% dalam mengontrol TIO tanpa obat lain selama 2 tahun. Meskipun kebanyakan klinisi

melanjutkan penggunaan obat-obatan sebagai terapi awal POAG, banyak juga yang memilih

ALT lebih awal, terutama bagi individu dengan efek samping pengobatan yang berat.

E. α2 agonis seperti apraclonidine paling sering digunakan sebagai profilaksis peningkatan TIO

post laser. Meskipun begitu, obat-obat ini juga menunjukkan efektivitas pada beberapa

individu dengan glaucoma yang tidak terkontrol dengan pengobatan lain. Namun dibatasi

dalam penggunaan jangka panjang karena menyebabkan alergi pada beberapa pasien.

Pilocarpin dan agen parasimpatomimetik lain menurunkan TIO dengan meningkatkan aliran

trabekular. Miosis, induksi akomodasi dan spasme siliaris menimbulkan efek samping yang

jelas pada beberapa individu. Pada pasien yang masih muda atau katarak sedang sulit

mentoleransi obat ini. Epinefrin kurang efektif pada beberapa pasien dan memiliki efek

samping yang signifikan, termasuk iritasi permukaan bola mata, blefarokonjungtivitis, dan

cystoids macular edema pada pasien aphakik dan pseudoaphakik. Dipiverine, prodrug yang

diubah menjadi epinefrin di mata, kurang menyebabkan iritsi tapi tetap memiliki efek

samping yang sama dengan epinefrin.

F. Jika glaucoma berkembang progresif meskipun pemberian obat sudah maksimal dan ALT,

diindikasikan untuk pembedahan invasive. Trabeculectomy secara tradisional ditunda karena

komplikasinya yang dapat menimbulkan kebutaan. Penelitian terbaru mengevaluasi risiko

dan manfaat potensial dari terapi bedah di awal pengobatan sebagai alternative untuk

pengobatan medis. Sampai risiko ini dipahami lebih lanjut, pembedahan masih menjadi

terapi cadangan setelah pengobatan medis yang lain.

128

Page 129: Modul Dr Muda Bagian Mata

G. Jika target TIO telah tercapai, pemeriksaan lapangan pandang dan saraf optic harus selalu

dimonitor untuk mencegah perburukan . jika kerusakan progresif terjadi, ditentukan target

TIO yang lebih rendah dan terapi tambahan lainnya.

Algoritma 3. Tatalaksana Glaukoma

F. Keterampilan klinis bagi dokter umum untuk kasus glaukoma

- Pemeriksaan visus (4)

- Pemeriksaan lapangan pandang dengan Donder confrontation test (3)

- Inspeksi konjungtiva (4)

- Inspeksi pupil (4)

- Inspeksi kornea (4)

- Pemeriksaan funduskopi (3)

- Pemeriksaan TIO dengan palpasi (4)

- Pemeriksaan TIO dengan tonometer Schiotz (3)

129

TIO > TIO target

Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma simpleks)

Pemeriksaan saraf optikPemeriksaan lapangan pandang

ß blocker atau Brimonidine

TIO > target

Latanoprost Dorzolamide Pertimbangkan ALT (Argon laser

Trabeculoplasty

TIO > Target

Apraclonidine Parasimpatomimetik Epinefrin/Dipiverine

Oral CAI

TIO >Target

POAG yang tak terkontrol dengan terapi

medis

Pembedahan

TIO ≤ target Monitor:

- TIO- Lapangan pandang- Saraf optik

Page 130: Modul Dr Muda Bagian Mata

VIII. KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IX. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu:

80. Mengenali gejala, tanda hordeolum

81. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan ophthalmologikus

82. Melakukan deskripsi kelainan hordeolum

83. Membuat keputusan klinis, memberi tindakan yang tepat dan merujuk secara tepat waktu

dan optimal.

X. EVALUASI

Kognitif

Pre test

Essay

MCQ

Lisan

Self assessment dan peer assisted evaluation

Diskusi

Psikomotor

Self assessment dan peer assisted learning

Peer assisted evaluation

Penilaian kompetensi

Task-based medical education

Kognitif dan psikomotor

OSCE

Ujian kompetensi

Ujian profesi

XI. INSTRUMEN PENILAIAN

Observasi selama alih pengetahuan dan keterampilan

Kuisioner

Penilaian peragaan keterampilan

130