Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI,...

68
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Transcript of Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI,...

Page 1: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 2: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

iii Universitas Indonesia

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 3: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

iv Universitas Indonesia

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 4: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

v Universitas Indonesia

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 5: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

vi Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa, karena berkat rahmat dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter Spesialis Bedah Saraf

pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan kemurahan hati dari banyak

pihak, sejak mulai pendidikan hingga pada akhir penyusunan tesis ini, akan sulit bagi

saya menyelesaikan pendidikan ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Samsul Ashari, Sp.BS(K) sebagai Kepala Departemen yang telah menerima

dan mengajarkan saya cara berpikir cerdas dan bijak, seorang guru yang

membuat pendidikan saya menjadi lebih baik dan berguna dan membimbing

dalam penyelesaian tugas akhir ini.

2. Dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS(K) sebagai Ketua Program Studi dan guru yang

membuka wawasan serta ketrampilan sebagai ahli Bedah Saraf dan berfikir

sebagai seorang ahli bedah saraf.

3. Prof. Dr. RM. Padmosantjojo, Sp.BS(K) sebagai Orang Tua dan Guru saya yang

telah memberikan saya kesempatan untuk boleh belajar tentang pengetahuan,

ketrampilan dan kebijaksanaan dalam bidang Bedah Saraf juga nasehat, arahan

serta motivasi dalam menjalani seluruh aspek kehidupan seorang dokter.

4. Prof. Dr. Hilman Mahyuddin, Sp.BS(K) sebagai Guru yang mendidik dan

mengajar saya bukan saja di bidang Bedah Saraf, namun juga mengobarkan

semangat nasionalisme, kebangsaan, persatuan dan cinta tanah air.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 6: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

vii Universitas Indonesia

5. DR. dr. Renindra Ananda Aman, Sp.BS(K) sebagai Dosen Wali yang telah

mencurahkan perhatian, dukungan dan waktu selama saya menjalani pendidikan

sebagai residen serta pencerahan mengenai Ilmu Bedah Saraf yang berhubungan

dengan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan hingga mengantarkan saya

selesai dalam tugas pendidikan Bedah Saraf serta dalam penyelesaian tugas

akhir, serta Dr. M. Saekhu, Sp.BS(K) sebagai Sekretaris Program Studi yang

selalu memberikan arahan dalam menjalani proses pendidikan ini.

6. Para Konsultan dan Staf Medis Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM,

Dr.Hanif G. Tobing, Sp.BS(K), Dr. Syaiful Ichwan, Sp.BS(K), Dr. David

Tandian, Sp.BS(K) dan DR. dr. Wismaji Sadewo, Sp.BS(K) yang semuanya

sudah menjadi pembimbing dan mentor yang telah memberikan pengetahuan,

kemampuan dan ketrampilan selama pendidikan Bedah Saraf.

7. Para Konsultan dan Staf Medis Bedah Saraf di RSPAD Gatot Soebroto, RSU

Dr. Margono Purwokerto, RSU Dr. Sardjito Yogyakarta dan Dr. Lukas B.

Atmadji, Sp.BS yang telah memberikan kesempatan dan pengalaman selama

pendidikan, serta para senior yang telah memudahkan saya menjalani proses

pendidikan ini.

8. DR. Dr. Joedo Prihartono, MPH sebagai pembimbing metodologi penelitian,

terima kasih untuk waktu dan bimbingannya hingga tesis ini bisa terselesaikan

dengan baik.

9. Dr. H. Syahril Aziz. DAFK, SpFK, M.Kes. dan Hj. Rosadanita orang yang

tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mengarahkan dan

mendukung saya hingga saat ini. Kasih sayang dan kesabaran mereka adalah hal

yang tak ternilai dalam kehidupan saya dan tidak akan tergantikan.

10. H.M. Yusuf dan Hj.Nurhayati M. Noor mertua saya yang saya cintai yang turut

mendukung dan mendoakan hingga akhir masa pendidikan.

11. Kepada Kakak dan kakak ipar saya dr. Denny satria Utama Sp. THT-KL. MSi

dan dr. Vita Phrasanty,MSi , adik saya dr. Pandu Indra Bangsawan. MSi dan

seluruh kakak-kakak ipar yang telah mendukung dan mendoakan hingga

terselesainya tugas akhir ini

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 7: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

viii Universitas Indonesia

12. Dr. Eriza.Sp. THT-KL, sebagai pendamping hidup saya, terima kasih untuk

pengertian, pengorbanan, kasih sayang, kesabaran dan kesetiaan serta ketabahan

dalam memberikan semangat dan dukungan moril dan material selama

menjalani pendidikan ini. Juga anak saya yang terkasih Muhammad Akhtar

Daniswara yang telah menghibur dan menjadi motivasi saya untuk

menyelesaikan pendidikan ini.

13. Rekan-rekan residen senasib seperjuangan, untuk saudara saya Dr. Andrew

Robert Diyo SpBS, Dr. Mustaqim Prasetya, Dr. M. Riza, Dr. Affan Priambodho,

Dr. Adi Sulistyanto, Dr. Nur Hasan, Dr. Ridwan Kamal, Dr. Deni Nasution, Dr.

Ade Wirdayanto, Dr. Abdi Reza, Dr. Kumara Wisyesa, Dr. Ryan Rivaldi, Dr.

Nosiko Alber, Dr. Liza Amelia, Dr. Agus Sihabudin, Dr. Iqbal Rivai, Dr. Hesty

Lidia, Dr. Alfi Aulia, Dr. Julius Seno, Dr. Aryandhito Widi Nugroho, Dr. Danu

Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr.

Bismo Nugroho dan Dr. Adel Maousavi, terima kasih untuk kerjasama,

dukungan tenaga dan pikiran selama ini, saya sangat menghargai dan mohon

maaf bila ada tutur kata dan perbuatan saya yang tidak berkenan serta dr. Kevin

Gunawan yang sudah membantu statistik tesis ini.

14. Rekan-rekan medis, perawat Bedah Saraf, pegawai tata usaha Bedah Saraf dan

pekarya yang telah membantu dan mendukung saya selama pendidikan di Bedah

Saraf.

15. RSCM dan pasien-pasien yang telah memberikan saya kesempatan untuk belajar

dan kelak bermanfaat saat menjadi ahli Bedah Saraf.

16. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namun telah

membantu dan mendukung saya selama proses pendidikan ini.

Semoga Tuhan yang membalas kemurahan hati semua pihak yang telah

membantu.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 8: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

ix Universitas Indonesia

Penulis menyadari dengan keterbatasan pengetahuan, pengalaman maupun pustaka

yang ditinjau, tesis ini masih ada kekurangan dan perlu pengembangan lebih lanjut agar

benar bermanfaat. Penulis mengharapkan kritikdan saran yang membangun agar tesis

ini lebih sempurna dan sebagai masukan untuk penulisan dan penelitian karya ilimah di

masa yang akan datang. Semoga ilmu yang saya dapatkan akan lebih menyadarkan

saya atas kekurangan saya dan mengingatkan saya atas kebesaran-Nya, sehingga dapat

saya amalkan untuk kepentingan umat dan masyarakat luas. Semoga Allah SWT

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, selalu melindungi,

membimbing setiap langkah dan keputusanku.

AminyaaRabbal‘alamin.

Wassalamu’alaikumwarahmatullaahiwabarakatuh.

.

Jakarta, 22 Mei 2014

AgungMudaPatih

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 9: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

x Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…………………………………….....………………..……….i

DAFTAR ISI………………………………………….....………....………………...x

DAFTAR GAMBAR………………………………….…...……………….……….xiii

DAFTAR TABEL………………………………………..………………….……...xiv

BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………. 1

1.2 Perumusan Masalah………………………………………………..…………….2

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………..…………….2

1.3.1 Tujuan Umum …………………………….......………..…………… 2

1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………..……….. 3

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Pelayanan Masyarakat………………….……….…….............3

1.4.2. Bidang Akademik...............................................…..…………..… ... 3

1.4.2. Bidang Penelitian………………………………………...……...….... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi …………...………………………………………………………..4

2.2. Komponen Sistem VP-shunt................................................................................ 6

2.3. Komplikasi Shunting Serebrospinal………...…………………………….….......7

2.3.1. Infeksi VP-shunt………...……………………………………….……..7

2.4. Etiologi dan Patogenesis VP-shunt Infeksi……...………………………...…... 9

2.5. Gambaran Klinis Infeksi VP-shunt ……...…………......................................... 11

2.6. Diagnosis Infeksi VP-shunt ………………... ………………..…………..….....12

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 10: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xi Universitas Indonesia

2.7. Tatalaksana ……………………………………………………………..……. 15

2.7.1. Terapi Antimikroba …………………………………………....…… 15

2.7.2. Shunt Removal.................................................................................... 17

2.7.3 Durasi Terapi Antimikroba dan Shunt Reimplantasi.............................18

2.8. Kerangka Teori………………….……................…………………..………….20

2.9. Kerangka Konsep Penelitian……………………………………………….......21

BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………….. 22

3.1 Desain Penelitian …………………………………………………………….. 22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………………….. 22

3.3. Populasi dan Percontoh ……………………………………………………… 22

3.4. Kriteria Seleksi Percontoh................................................................................ 23

3.4.1.KriteriaPenerimaan…………………………………..……………… 23

3.4.2.KriteriaPenolakan…………………………………..……………….. 23

3.4.3 Besar Percontoh................................................................................... 23

3.4.4 Cara Memilih Percontoh ..................................................................... 23

3.5 Prosedur Penelitian............................................................................................ 23

3.5.1 PerlengkapanPenelitian......................................................................... 23

3.5.2 Pengumpulan Data danProsedur.......................................................... 23

3.5.3 Alur Penelitian...................................................................................... 24

3.5.4 Proses PenjagaanMutu ......................................................................... 24

3.6 Definisi Operasional ................................................................................... 25

3.7 Hambatan Penelitian ....................................................................................... 30

3.8 Manajemen Data .............................................................................................. 30

3.9 Etika Penelitian ............................................................................................... 30

3.10 Organisasi Penelitian ................................................................................... 30

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 11: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xii Universitas Indonesia

BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………...……………….. 31

4.1 Karakteristik Demografik ………...………………...………………………... 31

4.2. Sebaran Karakteristik Berdasarkan Pemberian Antibiotik Profilaksis,

operasi Revisi dan Kejadian Infeksi...……………………………….………... 35

BAB V.

DISKUSI………………………………...………………………….……………. 37

5.1. Karakteristik Demografik ………..………………...………………….…...... 37

5.2. Sebaran Karakteristik Berdasarkan Pemberian Antibiotik Profilaksis,

Operasi Revisi dan Kejadian Infeksi......…………...………………............... 41

5.2.1. Antibiotik Profilaksis………………………………..………...….... 41

5.2.2. Risiko Infeksi, Operasi Revisi, Durasi Pemberian Antibiotik……... 41

5.3. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………………... 43

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………... 44

6.1. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 44

6.2. Saran ………………………………………………………………………… 45

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 47

Lampiran…………………………………………………………………………... 50

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 12: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xiii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar2.1. SistemPompaVentrikular Peritoneal Shunting……………………… 7

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 13: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xiv Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Mikroorganisme pada Shunt Infection…………..……….................... 10

Tabel 2.2 . Faktor yang Berhubungan dengan peningkatan infeksi CSF………… 11

Tabel 2.3. Gambaran sel darah pada VP-Shunt infeksi…………….……………. 13

Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Demografik…………………..…………………. 31

Tabel 4.1.1 Tabel Karakteristik Demografik…………………..………………..... 31

Tabel 4.1.2 Jumlah Pemeriksaan Kultur Kuman ………..….…………................. 32

Tabel 4.1.3 Hasil Kultur Kuman…………………..……………………….…….... 33

Tabel 4.2.1 Tabel Distribusi Penggunaan Antibiotik…………………..………….. 33

Tabel 4.2.2 Tabel Distribusi Operasi Revisi atau Tidak………………..………... 34

Tabel 4.2.3 Sebaran Infeksi VP-shunt……………………………..………........... 34

Tabel 4.2.4 Distribusi Angka Kematian…………………………………………… 35

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 14: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xv Universitas Indonesia

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 15: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xvi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Agung Muda Patih

ProgramStudi : Ilmu Kesehatan Bedah Saraf

Judul : Profil Pasien Infeksi Ventrikuloperitoneal Shunt di Rumah Sakit

CiptoMangunkusumoPeriode April 2009 - April 2014.

Objektif : Untuk mengetahui bagaimana profil pasien infeksi ventrikuloperitoneal

shunt (VP-shunt) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode April 2009 - April

2014.

Metode : Studi potong lintang yang bersifat deskriptif pada 25 data rekam medis

pasien yang mengalami infeksi ventrikuloperitoneal shunt yang menjalani operasi di

RSCM. Pada data rekam medis dilakukan review faktor – faktor apa saja yang

menyebabkan infeksi VP-shunt. Faktor - faktor yang ditemukan pada kasus –kasus

infeksi di evaluasi dan dianalisis

Hasil : Terdapat 25 pasien yang mengalami infeksi shunt yaitu sebesar 4,4% dari 566

kasus yang menjalani prosedur operasi pemasangan ventrikuloperitoneal shunt.

Sebaran usiater banyak kurang dari 1 tahun sebanyak 9 pasien (36%) dengan rasio

perbandingan berdasarkan jenis kelamin laki – laki dan perempuan 1:1,33. Status gizi

terbanyak yaitu gizi kurang pada 16 pasien (64%) . Untuk infeksi dini merupakan

rasio terbanya pada usia 1 - < 5 tahun sebanyak 5 orang (20%), durasi awal

pemasangan sampai terjadi infeksi dengan nilai tengah 3,5 bulan. Gejala klinis

terbanyak pada pasien infeksi VP-shunt adalah demam pada 11 orang (44%). Temuan

klinis pada pasien infeksi VP-shunt terbanyak yaitu terbentuknya track sebanyak 8

orang (32%). Lama pemberian antibiotik lebih dari 5 hari sebanyak 19 orang (76%)

dan lama perawatan lebih dari 5 hari sebanyak 23 orang (92%). Pola kuman

berdasarkan hasil kultur berdasarkan hasil kultur pada CSS, drain peritoneal dan drain

ventrikel terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis.

Kesimpulan : Berdasarkan gambaran profil pasien yang mengalami infeksi VP-shunt

usia yang lebih muda, status gizi kurang, lama pemberian antibiotik dan lama

perawatan di rumah sakit diduga merupakan faktor resiko tinggi untuk terjadinya

infeksi.

Kata kunci : hidrosefalus, ventrikuloperitoneal shunt, infeksi

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 16: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

xvii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Nama : Agung Muda Patih

ProgramStudi : Neurosurgery, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia

Judul : Profile of` Ventriculoperitoneal Shunt Infections Patients in

Cipto Mangunkusumo Hospital Period April 2009 - April 2014.

Introduction : To determine the profile of ventriculoperitoneal shunt (VP-shunt)

infections patients in CiptoMangunkusumo Hospital from April 2009 to April 2014.

Methods : Adescriptive cross-sectional study on 25 medical records of patients who

had a VP-shunt infection in RSCM. We reviewed the factors contribute to shunt

infections from medical records. Factors that were found in infection cases were

evaluated and analyzed.

Results : There were 25 (4,4%) patients of 566 VP-shunt patients experienced of

shunt infection who underwent shunt procedure. Distribution of age the majority was

less than 1 year with 9 patients (36%) with sex ratio of male and female 1:1.33. The

most nutritional status wasmal nutrition in 16 patients (64%). The most prevalence age

group for early infection was 1 - <5 years with 5 people (20%), the duration of the

initial installation to an infection with a median value 3.5months - old. The most

prevalence clinical symptoms of patients was fever 11 patients (44%) and the most

clinical findings was the formation of most tracks 8 patients (32%). The duration of

antibiotic over 5 days was 19 patients (76%) and treatment duration of more than 5

days was 23 patients (92%). The pattern was based on the results of bacterial cultures

based on cerebrospinal fluid, peritoneal drain and ventricular drain.

The most bacterialfindingswas Staphylococcus epidermidis.

Conclusion : Based on the description of the profile of patients who experienced VP-

shunt infection younger age, less nutritional status, and long duration of antibiotic

treatment in hospitalis thought to be the high risk factor for the occurrence of

infections.

Keywords : hydrocephalus, ventriculoperitoneal shunt, infection

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 17: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus hidrosefalus sampai saat ini diterapi dengan operasi

ventriculoperitoneal shunt (VP-shunt). Aliran cairan serebrospinal yang

tersumbat akibat berbagai hal harus dialirkan ke rongga lain di dalam

tubuh untuk mencegah penumpukan cairan serebrospinal didalam ruang

ventrikel sehingga tidak terjadi desakan ke jaringan otak sekitar atau

peningkatan tekanan intrakranial. Metode konvensional pengelolaan

hidrosefalus sampai saat ini adalah ventriculoperitoneal shunt.1-3

Komplikasi dari shunt terbagi atas 2 kategori utama yaitu malfungsi dan

infeksi. Malfungsi VP-shunt dapat terjadi pada semua jenis shunt, dapat

terjadi baik pada bagian proksimal atau distal dari pipa.1-4

Kejadian infeksi

VP-shunt yang dihubungkan dengan tindakan operatif (berkaitan dengan

prosedur operasi) berkisar antara 2,8-14%. Pada empat penelitian

prospektif, randomize trial pada pasien anak dengan penggantian VP-

shunt infeksi terjadi berkisar 8-14%. Penelitian di RSU dr.Sutomo

Surabaya didapatkan angka kejadian infeksi VP-shunt sebanyak 14 orang,

yaitu sebesar 8,3% dari 168 pasien.6

Vinchon seperti yang dikutip oleh

Alan melakukan penelitian retrospektif didapatkan angka kejadian infeksi

VP-shunt sebesar 13,6%.4,7

Infeksi VP-shunt dapat ditegakkan melalui gejala klinis, tidak

berfungsinya shunt, penampakan luka, terbentuk track kemerahan

dipermukaan kulit sepanjang jalur selang, terbentuk kantung di tempat

insersi shunt dan peritonitis. Hasil kultur yang berasal dari jaringan atau

dari drain shunt, analisa cairan serebrospinal (CSS) dan kultur dapat

digunakan sebagai penanda terjadinya infeksi.5

1

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 18: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

2

Universitas Indonesia

Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6 bulan

(infeksi dini) dan lebih dari 6 bulan (infeksi lambat). Staphylococus

aureus dan Staphylococcus Negative-coagulase, Propionibacterium dan

Enterofaecalis merupakan kuman penyebab terjadinya infeksi pada VP-

shunt.7,8

Infeksi pada VP-shunt berhubungan dengan meningkatnya risiko kejang

pada anak, menurunnya kemampuan intelektual dan meningkatkan resiko

kematian pada jangka panjang. Simon et al mengatakan melalui

penelitiannya di rumah sakit di Kansas didapatkan angka kejadian

reinfeksi pasca pemasangan selang ventrikuloperitoneal adalah 14,8%.

Setelah terjadi infeksi tidak menutup kemungkinan masih dapat terjadi

infeksi berulang.9,11

Kestle et al dari Primary Children’s Medical Center University of Utah di

Salt Lake City mengatakan melalui metode standar protokolisasi di rumah

sakit tersebut (2011) dapat menurunkan angka infeksi pada VP-shunt

sebanyak 36%.10

Belum terdapatnya data mengenai gambaran infeksi VP-

shunt di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM Jakarta mendorong

peneliti untuk melakukan penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah profil pasien infeksi VP-shunt di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo periode April 2009 - April 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui profil pasien infeksi VP-shunt di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo periode April 2009- April 2014.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 19: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

3

Universitas Indonesia

1.3.2 Tujuan Khusus :

1.3.2.1 Mengetahui sebaran karakteristik demografik berdasarkan

usia, jenis kelamin, etiologi hidrosefalus, status gizi pada

pasien infeksi VP-shunt

1.3.2.2 Melihat gambaran infeksi VP-shunt berdasarkan gejala klinis,

temuan klinis, lama penggunaan antibiotik, lama perawatan

dirumah sakit, riwayat revisi VP-shunt, jenis antibiotik

profilaksis dan angka kematian akibat infeksi VP-shunt

1.3.2.3 Mendapatkan pola kuman pada infeksi VP-shunt.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat membantu upaya pencegahan terjadinya

infeksi VP-shunt sehingga dapat menurunkan angka kecacatan

maupun kematian pasien serta menekan biaya pengobatan.

1.4.2 Bidang Akademik

Meningkatkan pengetahuan ahli bedah saraf melalui kajian

gambaran sebaran karakteristik demografik berdasarkan usia,

jenis kelamin, etiologi hidrosefalus, pemberian antibiotik

profilaksis, pada pasien infeksi VP-shunt. Melalui hasil kajian ini

dapat dilihat selanjutnya berbagai dimensi dari faktor-faktor

penyebab terjadinya infeksi VP-shunt dalam hal persiapan

operasi, pemberian antibiotik profilaksis dan pasca operasi,

tindakan pencegahan dan tata laksana apabila sudah terjadi infeksi

pada VP-shunt.

1.4.3 Bidang Penelitian

Dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 20: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

4

Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Kejadian infeksi VP-shunt yang dihubungkan dengan tindakan operatif

(berkaitan dengan prosedur operasi) berkisar antara 2,8-14%. Pada empat

penelitian prospektif, randomize trial pada pasien anak dengan penggantian

infeksi VP-shunt berkisar 8-14%. Infeksi VP-shunt dapat ditegakkan melalui

gejala klinis, tidak berfungsinya shunt, penampakan luka, terbentuk track

kemerahan dipermukaan kulit sepanjang jalur selang, terbentuk kantung di

tempat insersi selang, peritonitis. Hasil kultur yang berasal dari drain shunt,

analisa cairan serebrospinal (CSS) dan kultur dapat digunakan sebagai

penanda terjadinya infeksi VP-shunt.5

Penelitian Wihasto di RSU dr. Sutomo Surabaya didapatkan 14 orang dari 168

pasien yang mengalami infeksi VP-shunt.6 Dari penelitian tersebut juga

dikatakan malnutrisi, riwayat pemasangan shunt kurang dari 6 bulan, lamanya

operasi dan lamanya pemberian antibiotik memiliki resiko tinggi menjadi

infeksi VP-shunt.6

Beberapa faktor dilaporkan berhubungan dengan peningkatan infeksi VP-

shunt, dimana anak–anak terutama pada usia kurang dari 1 tahun lebih mudah

mendapatkan infeksi VP-shunt dibandingkan dewasa.7 Lamanya masa

perawatan di rumah sakit, tingginya angka infeksi bakteri pada kulit, sistem

imun yang belum matang diduga berhubungan dengan meningkatnya resiko

infeksi VP-shunt.7

4

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 21: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

5

Universitas Indonesia

Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6 bulan setelah

operasi VP-shunt (infeksi dini) dan lebih dari 6 bulan setelah operasi VP-shunt

(infeksi lambat). Staphylococcus aureus dan Staphylococcus Negative-

coagulase, Propionibacterium dan Enterofaecalis merupakan kuman

penyebab terjadinya infeksi pada VP-shunt. Penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya tidak berhasil mengidentifikasi gejala klinis yang terkait dengan

jenis patogen tertentu. Kecurigaan adanya gejala klinis akibat infeksi pada

shunt CSS masih tergantung pengalaman dari dokter dalam mendiagnosis.

Matthieu pada penelitianya, melaporkan pada 31 pasien yang mengalami

infeksi pada VP-shunt yang dilakukan analisis pada CSS, terdapat 27 pasien

terinfeksi yang dapat diketahui melalui kuman patogennya. Penyebab utama

infeksi pada VP-shunt adalah Staphylococcus aureus.8

Infeksi VP-shunt berhubungan dengan meningkatnya risiko kejang pada anak,

menurunnya kemampuan intelektual dan meningkatkan resiko kematian pada

jangka panjang. Setelah terjadi infeksi tidak menutup kemungkinan masih

dapat terjadi infeksi berulang.9-11

Simon melalui penilitiannya mengatakan

pada rumah sakit di Kansas, penelitian dari Januari 2001 – Desember 2008

didapatkan 14,8% (100 kasus dari 675 pasien) reinfeksi pasca operasi

pemasangan alatVP-shunt.9

Kestle et al dari Primary Children’s Medical Center University of Utah di Salt

Lake City mengatakan melalui metode standar protokolisasi di rumah sakit

tersebut (2011) dapat menurunkan angka infeksi pada VP-shunt sebanyak

36% dengan menghindari penggunaan antiseptik krim dan Bio-Glide

Catheters.12

Namun terdapat berbagai metode cara pencegahan terhadap

infeksi VP-shunt dan sampai dengan saat ini masih terus dikembangkan dalam

berbagai cara untuk setiap kasus operasi pemasangan VP-shunt, salah satunya

yang terpenting adalah no touch technique.11,12

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 22: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

6

Universitas Indonesia

Tehnik ini digunakan pada tindakan pemasangan implant dengan tujuan

mengurangi angka infeksi yang berasal dari kuman flora normal kulit seperti

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus yang merupakan

angka tertinggi ditemukan pada hasil kultur untuk kasus pemasangan implan

baik kasus bedah saraf ataupun bedah lainnya. Teknik pembedahan ini

dilakukan tanpa menggunakan sentuhan pada kulit, berarti bahwa manipulasi

peralatan shunt sebanyak mungkin dengan menggunakan instrumen steril dan

bukan dengan sentuhan tangan operator. Untuk pencegahan perioperatif dan

intra operatif pencegahan infeksi dilakukan dengan cara: pemberian antibiotik

perioperatif 1 jam sebelum operasi, memastikan alat VP-shunt dan alat operasi

dalam keadaan steril, pencukuran rambut area operasi, membersihkan area

lapangan operasi dan material adesif, lapangan operasi disikat dengan

handscrub betadin, pemakaian sarung tangan steril yang dobel, penutupan

lapangan operasi dengan kain steril dan penutupan dengan opsite diatas

lapangan operasi, mengalirkan antibiotik (gentamycin) kedalam selang dan

diupayakan pada saat operasi pemasangan implan selang tidak terkena

permukaan kulit. Pasca operasi pencegahan infeksi dilakukan dengan cara:

perawatan luka operasi, pemberian antibiotik minimal 5 hari dan

memperhatikan gizi pasien saat perawatan di rumah sakit ataupun di rumah.10

2.2 Komponen Sistem VP-shunt

Setiap sistem VP-shunt terdiri dari tiga komponen : kateter ventrikel, valves,

dan kateter distal. VP-shunt sederhana hanya memiliki kateter ventrikel, katup

dan katelter distal sedangkan VP-shunt kompleks memiliki pengaturan yang

lebih rumit. Umumnya terdiri dari beberapa kateter ventrikel, tetapi banyak

susunan urutan yang mungkin berbeda dari setiap jenis tipe.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 23: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

7

Universitas Indonesia

Kateter ventrikel adalah komponen dari VP-shunt yang masuk kedalam ruang

ventrikel dari katup (valves). Berbagai desain kateter ventrikel telah digunakan

selama bertahun-tahun, namun semua itu memiliki prinsip-prinsip desain yang

sama. Ujung rostral kateter memiliki ujung bulat dan beberapa lubang di

sepanjang proksimal kateter. Penyebab paling umum obstruksi proksimal

kateter ventrikel adalah kegagalan shunt mekanik dan terdapat jaringan seperti

pleksus choroidal.13

Katup (valves) diklasifikasikan menjadi tiga pendekatan konseptual : katup

fixed pressure, flow regulated, dan programmable shunt valve. Kateter distal

adalah komponen terpanjang dari VP-shunt sistem. Saat ini penggunaan kateter

distal dengan tip kateter masuk kedalam rongga abdominal.13

Gambar 2.1. Sistem pompa ventrikular peritoneal shunt

(dikutip dari Omotayo O, Journal of Romanian Neurosurgery, 2013; (10): 3 kepustakaan no.13)

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 24: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

8

Universitas Indonesia

2.3 Komplikasi Shunt Serebrospinal

Tindakan pemasangan VP-shunt merupakan salah satu tindakan operatif yang

tersering dilakukan dalam bidang bedah saraf. VP-shunt sering dianggap

sebagai prosedur yang relatif aman, namun pada kenyataannya merupakan

tindakan yang saat ini menunjukkan komplikasi tertinggi untuk terjadinya

infeksi. Komplikasi dari pemasangan VP-shunt terbagi atas dua kategori

utama yaitu malfungsi dan infeksi. Komplikasi malfungsi dianggap sebagai

komplikasi yang dapat terjadi pada semua jenis shunt.1,2,3,14,15

Malfungsi tersebut dapat terjadi pada bagian proksimal dari pipa shunt atau

bagian distalnya. Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan

(overdrainage) akan memberikan masalah yang berbeda dibandingkan

dengan keadaan drainase yang kurang lancar (underdrainage). Selain itu saat

ini pun ditemukan komplikasi yang berhubungan dengan jenis pipa shunt itu

sendiri.1,2,5,6

2.3.1 Infeksi VP-shunt

Walaupun berbagai usaha dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya

infeksi secara umum angka komplikasi infeksi pasca operasi VP-shunt

adalah sekitar 1-15% dari seluruh prosedur operasi VP-shunt. Angka ini

relatif stabil walau sudah diberikan perlindungan pertahanan pada pasien,

termasuk diantaranya dengan pemberian antibiotik sistemik dan antibiotik

intra shunt, pemberian betadin pada daerah insisi dan bukaan operasi,

penggantian sarung tangan, serta menggunakan alat-alat khusus untuk

menangani alat shunt.

Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6 bulan (infeksi

dini) dan lebih dari 6 bulan (infeksi lambat). Bayi yang prematur memiliki

risiko yang lebih tinggi mengalami infeksi dengan rasio dibandingkan bayi

yang cukup usia gestational. Tidak banyak pusat-pusat bedah saraf di dunia

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 25: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

9

Universitas Indonesia

yang bisa mempertahankan angka infeksi pasca operasi VP-shunt dibawah

1%. Pusat-pusat tersebut menerapkan tindakan precaution yang canggih dan

sulit dilakukan dirumah sakit lainnya di seluruh dunia.6-8,14,15

2.4 Etiologi dan Patogenesis Infeksi VP-shunt

Ada empat mekanisme dapat menjadi infeksi pada operasi VP-shunt.

Mekanisme pertama adalah infeksi retrograd dari ujung distal shunt,

meskipun hal ini jarang terjadi. Sebagai contoh: perforasi usus dapat

menyebabkan kontaminasi kateter distal. Infeksi retrograd adalah mekanisme

yang paling mungkin dari infeksi perangkat eksternal. Mikroorganisme dapat

masuk melalui pipa shunt dan mendapatkan akses ke CSS.7

Mekanisme kedua adalah melalui kulit. Pada bayi prematur dengan kulit tipis

atau pasien dengan kondisi umum lemah, ulkus dekubitus dapat berkembang

menjadi infeksi shunt. Infeksi jaringan dekat lokasi shunt juga dapat

menyebabkan inokulasi langsung dari mikroorganisme.7

Mekanisme ketiga adalah infeksi masuk secara hematogen. Mekanisme

keempat, dan yang paling sering adalah mekanisme kolonisasi shunt pada

saat diatas meja operasi. Mekanisme ini terjadi kebanyakan pada bulan

pertama setelah operasi.7

Anak-anak memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya infeksi VP-shunt

dibandingkan orang dewasa. Terdapat beberapa faktor yang diduga

mengkontribusi terjadinya infeksi VP-shunt pada anak yaitu: lama perawatan

di rumah sakit, jumlah bakteri yang tinggi pada kulit, sistem kekebalan tubuh

yang belum matang, atau adanya strain bakteri tertentu yang patogen. Tingkat

infeksi dapat sangat tinggi pada pasien yang menjalani ≥3 kali operasi revisi

(12-26%). Faktor yang terkait dengan peningkatan risiko infeksi yaitu

perdarahan intraventrikular, perdarahan subaraknoid, fraktur tengkorak

dengan kebocoran CSS, external ventricular drainage (EVD), kraniotomi dan

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 26: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

10

Universitas Indonesia

durasi EVD. Meskipun ada kontroversi mengenai hubungan antara durasi

EVD dan risiko infeksi, kebanyakan penelitian mempertimbangkan durasi

kateter diperpanjang lebih dari 5 hari akan menjadi faktor risiko penting

terjadinya infeksi. 6-8,14,15

Diidentifikasi dalam infeksi VP-shunt spesies Staphylococcus terdapat pada

sebagian besar isolat pada pasien dengan infeksi VP-shunt. Jenis yang paling

sering yaitu Staphylococcus epidermidis (47-64%), diikuti oleh

Staphylococcus aureus (12-29%). Bakteri gram negatif yang berhasil diisolasi

adalah Escherichia colli, Klebsiella, Proteus, Acinetobacter dan

Pseudomonas. Kasus meningitis nosokomial juga telah dilaporkan pada

pasien dengan VP-shunt. Agen etiologi meningitis bakteri yaitu Haemophilus

influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis, yang

hanya terisolasi sekitar 5% dari infeksi VP-shunt. Infeksi VP-shunt akibat

jamur jarang terjadi, walaupun frekuensi infeksi shunt karena Candida telah

meningkat dalam beberapa tahun terakhir (dari 6% menjadi 17%).

Mikroorganisme dan faktor apa saja yang mengkontribusi terjadinya infeksi

VP-shunt seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.1,3,6,14

Tabel 2.1. Mikroorganisme Pada Infeksi VP-shunt

Bakteri Insidens

Staphylococci 55-95

Bakteri gram negative 6-20

Streptococci 8-10

Diptheri 1-14

Anaerob 6

Mixed culture 10-15

(Dikutip dari Braga Moisés.Early shunt complications in 46 children with hydrocephalus.

Neuropsiquiatri.2009 kepustakaan no.15)

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 27: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

11

Universitas Indonesia

Tabel 2.2. Faktor yang Berhubungan dengan Peningkatan Infeksi CSS

Faktor yang berhubungan

Kelahiran premature

Riwayat infeksi shunt sebelumnya

Etiologi dari hidrosefalus

Pengalaman dari operator

Jumlah orang yang berada didalam ruang operasi

Ekspose operator dari sarung tangan yang robek

Lamanya prosedur operasi

Persiapan asepsis dan antisepsis

Pencukuran kulit

Operasi revisi VP-Shunt

(Dikutip dari Allan T and James D. Cerebrospinal fluid shunt infections. Dalam principles and

practice of infectious diseases. Elsevier, 2009 kepustakaan no.7)

2.5 Gambaran Klinis Infeksi VP-shunt

Gambaran klinis infeksi VP-shunt sangat bervariasi dan tergantung pada

patogenesis infeksi, virulensi, dan jenis shunt. Gejala yang paling sering

muncul adalah sakit kepala, mual dan perubahan status mental (65%dari

pasien yang terinfeksi).1,6-8

Gejala ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan

shunt sekunder karena infeksi, sebesar 14-92% terjadi demam, namun pada

sedikit kasus dengan tidak ditemukannya demam masih memungkinkan

merupakan kasus infeksi VP-shunt.

Nyeri sering berhubungan dengan infeksi pada ujung peritoneal shunt

sebanyak 60%. Gejala dan tanda-tanda infeksi VP-shunt mungkin reversibel

baik proksimal atau bagian distal shunt. Infeksi dimulai di bagian proksimal

dari shunt menjadi meningitis atau ventrikulitis pada sekitar 30% kasus dan

dapat menyebabkan obstruksi shunt.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 28: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

12

Universitas Indonesia

Infeksi VP-shunt pada rongga peritoneum dapat menyebabkan respon

inflamasi pada jaringan sehingga terjadi peritonitis. Pada pasien dengan

infeksi VP-shunt, gejala peritonitis muncul sebagai peradangan peritoneal

tingkat lanjut (demam, anoreksia, tanda-tanda dan gejala akut abdomen).

Mikroorganisme dengan virulensi rendah, lokalisasi tanda-tanda peritonitis

mungkin terbatas pada nyeri perut. Pada rongga peritoneal, mekanisme

pertahanan mencoba untuk membatasi infeksi, sering mengakibatkan

terbentuk kantung menyelubungi distal drain peritoneal shunt, dan

penumpukan cairan CSS dalam kantong yang berada di dalam rongga

perut.7,9,14,15

Mayoritas bakteri terisolasi pada pasien dengan nefritis shunt biasanya

Staphylococci Coagulase-negatif. Patogenesis nefritis shunt mirip dengan

yang subakut endokarditis bakteri, dengan deposisi imunoglobulin kompleks

antigen-antibodi M dan G dalam glomerulus ginjal. Keterlambatan dalam

deteksi dini hal tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal repermanen.

Terdapat beberapa kasus infeksi VP-shunt yang berbahaya walaupun dengan

sedikit atau tanpa gejala. Seperti pada pasien timbul dengan oklusi dari

kateter peritoneal yang terekspose atau kegagalan penyerapan CSS

peritoneal.2,7

2.6 Diagnosis

Diagnosis infeksi VP-shunt dapat diambil langsung melalui VP-shunt

reservoir atau cairan di dalam atau disekitar shunt dan dari kateter ventrikel.

Untuk mendapatkan cairan langsung dari shunt ventrikel harus ada reservoir.

Reservoir ini biasanya terletak pada lokasi yang mudah diakses pada

subkutan dengan metode persiapan steril. Pengenalan infeksi dapat dilakukan

dengan cara tersebut. Meskipun dilaporkan sebanyak 12% pasien menjalani

pemeriksaan aspirasi ulang reservoir. Pada pasien dengan kateter ventrikel

yang terinfeksi, pemeriksaanCSS lumbal biasanya negatif. Karena jumlah sel

CSSdari lumbar, glukosa dan konsentrasi protein mungkin tidak

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 29: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

13

Universitas Indonesia

mencerminkan adanya infeksi. Setelah CSS diperoleh harus segera dikirim

dan untuk menghitung jumlah jenis sel dengan diferensial, kimia (glukosa

dan protein), pulasan gram.1,14

Jumlah sel darah putih yang tinggi berkorelasi dengan adanya infeksi, namun

infeksi dapat terjadi bahkan pada pasien pada pemeriksaan CSS dengan

jumlah sel darah putih yang normal. Pada infeksi shunt, jumlah sel darah

putih dan konsentrasi laktat yang normal pada sekitar 20% pasien.

Pemeriksaan CSS dari shunt, reservoir, atau kateter adalah tes yang paling

penting untuk menegakkan diagnosis infeksi. Hasil pemeriksaan akan positif

pada pasien dengan perangkat yang terinfeksi bahkan ketika tidak ada

pleositosis atau akibat perubahan kimia CSS.1,7,13,14

Pemeriksaan kultur CSS mungkin memerlukan beberapa hari inkubasi

sebelum dapat disebut negatif atau hasil dapat bias pada pasien yang

sebelumnya telah mendapatkan terapi antimikroba. Pada pasien dengan

ventrikel externalized ventriculostomies, diperoleh gambaran infeksi sebagai

dari kultur CSSyang positif (yang diperoleh dari ventrikel atau kateter

lumbar) terkait dengan CSS pleositosis. Selain gejala klinis demam dan sakit

kepala jika disertai dengan demam tinggi dan tanda-tanda klinis meningitis

artinya telah berkembang menjadi ventriculitis. Semakin menurun glukosa

CSS dan protein CSS meningkat disertai dengan terjadi CSS pleositosis,

dengan tidak adanya kultur CSS positif atau Gram positif haruslah dicurigai

merupakan ciri infeksi. Gambaran sel darah putih yang ditemukan pada

infeksi VP-shunt dapat dilihat pada (gambar 2.3).7,8

Polymerase chain reaction (PCR) berguna untuk mendeteksi keberadaan

DNA bakteri dalam CSS yang berasal dari EVD danVP-shunt pasien. Pada

satu penelitian yang menggunakan PCR untuk mendeteksi bakteri gram

positif dalam 86 spesimen, 42 pemeriksaan dinyatakan negatif tetapi PCR

positif. Tidak ada hasil kultur positif pada CSS PCR pasien menunjukkan

bahwa terdapatnya infeksi. Pada pasien dengan ventriculoatrial shunt kultur

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 30: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

14

Universitas Indonesia

darah harus dilakukan karena bakterimia adalah penyebab utama pada pasien

dengan infeksi ventriculoatrial shunt (kultur darah positif pada >90%

kasus).1,6,7,14,15

Hal ini bertolak belakang dengan infeksi pada VP-shunt

dimana kejadian kultur darah negatif mendekati 80%. Diagnosis infeksi VP-

shunt akan lebih sulit ditegakkan bila yang terinfeksi bagian distal VP-shunt.

Banyak terdapat kasus pasien dengan oklusi drain peritoneal bagian distal tapi

tidak terdapat gejala atau tanda-tanda infeksi, harus dilakukan pemeriksaan

lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi pada saat revisi.

Pemeriksaan ultrasound sonography abdominal atau CT-Scan abdominal

dapat mengidentifikasi penumpukan CSS di dalam kantung pada ujung drain

peritoneal.6,7,14

Tabel 2.3. Gambaran Sel Darah Pada Infeksi VP-Shunt

Organism Initial WBC

count

(cells/mm3)

PMN

(%)

Lymphocyte

(%)

Monocyte

(%)

Eosinophil

(%)

Staphylococci

Coagulase-

negative

387.9 ± 652.8

48.3 ± 31.6

28.7 ± 24.9

19.4 ± 16.1

3.3 ± 4.0

S. aureus

574.6±1539.0

56.1 ± 26.3

16.6 ± 15.8

22.9 ± 17.3

5.1 ± 6.8

P. acnes

110.8±163.9

18.0 ± 38.0

37.2 ± 29.0

33.0 ± 32.7

14.4 ± 24.8

Streptococcal sp.

913.9±1190.9

66.7 ± 41.9

16.7 ± 20.1

16.6 ± 19.6

3.5 ± 4.0

Gram-negative sp.

1618.0 ± 3165.9

69.3 ± 31.6

11.9 ± 12.0

15.6 ± 23.1

6.9 ± 13.2

(Dikutip dari Allan T and James D. Cerebrospinal fluid shunt infections. Dalam principles and

practice of infectious diseases. Elsevier, 2009 kepustakaan no.7)

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 31: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

15

Universitas Indonesia

2.7 Tatalaksana

Tidak sedikit penelitian telah dilakukan untuk tatalaksana infeksi VP-shunt.

Baik studi randomized dan studi prospektif telah dilakukan. Follow up fungsi

dari perangkat VP-shunt harus diperhatikan secara saksama untuk sebuah

pendekatan terapi terhadap infeksi VP-shunt selama atau setelah perawatan.

Sebagai contoh pada pasien dengan non-communicating hidrosefalus dan

infeksi persisten, removal shunt dan ETV sangatlah disarankan. Pemilihan

antibiotik dalam terapi infeksi VP-shunt harus dipertimbangkan, waktu

removal shunt system dan waktu penggantian shunt. Walaupun pada

kenyataannya masih terdapat variasi yang luas.3,7,15-18

2.7.1 Terapi Antimikroba

Prinsip-prinsip dasar terapi antimikroba untuk infeksi VP-shunt

umumnya sama dengan meningitis bakteri akut. Agen yang dipilih

harus menembus blood brain barrier dan memiliki aktivitas bakterisida

terhadap patogen yang menginfeksi. Jika CSS menunjukkan pleositosis

terapi antimikroba harus dimulai sebelum hasil kultur tersedia.

Mikroorganisme terkait yang paling mungkin dengan infeksi VP-shunt

adalah Staphylococci Coagulase-negatif (S.epidermidis), S.aureus,

Propionibacterium acnes, dan basil gram negatif (termasuk

Pseudomonas aeruginosa). Terapi empirik dengan vankomisin baik

ditambahkan sefepim, ceftazidime atau meropenem yang tepat, sambil

menunggu hasil kultur dan uji kepekaan patogen invitro yang terisolasi.

Pilihan empiris untuk mengobati patogen gram negatif harus

berdasarkan pola resistensi antimikroba lokal patogen tersebut. Jika

Staphylococci terisolasi dan organisme adalah Methicillin Resistant,

terapi harus diubah menjadi Nafcillin atau Oksasilin.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 32: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

16

Universitas Indonesia

Pasien dengan infeksi VP-shunt S.epidermidis dan dengan infeksi VP-

shunt Enterococcus faecalis dapat sembuh dengan removal shunt dan

antibiotik linezolid intravena, meskipun linezolid tidak dapat dianggap

sebagai lini pertama terapi untuk infeksi ini. Agen antimikroba yang

direkomendasikan (berdasarkan patogen terisolasi) dan dosis agen ini

untuk digunakan untuk infeksi sistem saraf pusat pada neonatus, anak-

anak, dan orang dewasa. Persiapan amfoterisin B intravena, sering

dikombinasikan dengan 5-flusitosin, atau flukonazol, dianjurkan untuk

infeksi VP-shunt yang disebabkan oleh kolonisasi Candida. Injeksi

langsung agen antimikroba ke dalam ventrikel (melalui ventriculostomy

eksternal atau shunt reservoar) kadang-kadang diperlukan pada pasien

dengan infeksi shunt yang sulit untuk diberantas atau ketika pasien

tidak mampu untuk menjalani terapi bedah.

Sampai dengan saat ini Tidak ada agen antimikroba yang disetujui oleh

Food and Drug Administration untuk penggunaan intraventrikular.

Dosis agen antimikroba untuk penggunaan intraventrikular telah

ditentukan secara empiris dengan penyesuaian dosis dan interval

pemberian dosis berdasarkan kemampuan agen untuk mencapai CSS

dengan dosis yang tepat. efektivitas dan tolerabilitas obat

intraventrikular dipengaruhi oleh drainase lanjutan dari ventrikel, yang

memungkinkan obat untuk cepat keluar dari ventrikel ke dalam shunt

atau ventriculostomy. Sangat sedikit obat dapat masuk ke seluruh sistem

ventrikel. Antibiotik Vancomycin sering digunakan langsung diinjeksi

ke dalam ventrikel untuk mengatasi penetrasi CSS. Dosis harian

berkisar dari 5-20 mg. Dalam satu report, 20 infeksi shunt yang

berhasil diobati dengan 20 mg Vancomycin intraventrikular pada orang

dewasa dan 10 mg pada anak-anak yang diberikan dalam 5-19

hari.7,14,15,19,20

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 33: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

17

Universitas Indonesia

2.7.2 Shunt Removal

Dalam upaya awal untuk mengobati infeksi VP-shunt agen antimikroba

intravena atau intraventrikular digunakan secara eksklusif untuk

menghindari operasi tambahan dan untuk menjaga CSS selama

pengobatan. Namun keberhasilan dengan pendekatan ini rendah (34-

36%) dan dengan angka mortalitas yang tinggi.1,4.9,14

Selain itu, pemberian dari agen antimikroba ke dalam CSS membutuhkan

rawat inap yang panjang, dan tingkat keberhasilan yang rendah. Namun,

dalam sebuah penelitian observasional pengobatan dengan agen

antimikroba sistemik dan intraventrikular (implan melalui perangkat

akses ventrikel terpisah) 84% dari 43 pasien sembuh, dengan tingkat

keberhasilan 92 % untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri selain

S.aureus.1,4

Hal ini menunjukkan bahwa manajemen konservatif mungkin sesuai

untuk pasien tertentu dengan infeksi VP-shunt disebabkan oleh mikro-

organisme yang kurang virulen seperti Staphylococci Coagulase-negatif.

Hasil serupa telah dicapai pada pasien dengan infeksi VP-shunt yang

disebabkan oleh P. acnes. Removal implant shunt dengan penggantian

shunt segera kombinasi dengan terapi intravena antimikroba sekitar 65-

75% dari pasien dengan infeksi VP-shunt, meskipun tingkat kegagalan

dan tingkat reinfeksi masih tetap cukup signifikan dengan pendekatan ini.

Pilihan lainnya adalah removal shunt dan menunda penggantian implan

shunt (untuk mengobati infeksi dengan terapi antimikroba). Awal

penggunaan antimikroba dengan pengangkatan semua komponen shunt

yang terinfeksi bersama dengan penggunaan EVD tampaknya menjadi

perawatan yang paling efektif untuk infeksi VP-shunt. Ventrikulitis

infeksi VP-shunt dapat tertangani lebih cepat dengan EVD. Penggunaan

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 34: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

18

Universitas Indonesia

EVD memungkinkan untuk memantau dan sebagai parameter CSS,

termasuk deteksi ada atau tidaknya mikroorganisme yang menginfeksi.

Drainase ventrikel juga merupakan solusi lanjutan dari hidrosefalus dan

menghindari komplikasi dengan removal shunt. Keberhasilan pengobatan

dengan pendekatan ini biasanya lebih besar dari 85%. Risiko terbesar

dari pemasangan EVD adalah infeksi. Durasi waktu yang lebih lama dari

penempatan ventriculostomy dapat meningkatkan risiko infeksi,

meskipun retunelling kateter dan profilaksis dilakukan setiap 5 hari tidak

signifikan mengurangi kemungkinan terjadi infeksi.6,7,14,19

2.7.3 Durasi Terapi Antimikroba dan VP-Shunt Reimplantasi

Terdapat bukti yang mendukung penggunaan periprosedural administrasi

profilaksis antimikroba untuk pasien yang menjalani penempatan EVD-

CSS. Beberapa penelitian metaanalisis telah disimpulkan bahwa

pendekatan ini menurunkan tingkat infeksi sekitar 50%. Cochrane review

database menunjukkan bahwa odds rasio untuk infeksi menurun 0,52

(95% confidence interval, 0,36-0,74). Agen antimikroba harus diberikan

sebelum sayatan untuk mencapai konsentrasi jaringan dan terus selama

24 jam pasca operasi. Satu studi mencatat bahwa tingkat infeksi sebesar

3,8% pada mereka yang menerima antibiotik profilaksis selama

penempatan ventrikel eksternal dan 4,0% bagi mereka yang hanya

menerima antibiotik periprosedural, menunjukkan bahwa antibiotik

profilaksis seluruh drainase tidak menurun tingkat ventrikulitis dan

mungkin memicu untuk munculnya organisme resisten. Sebaliknya, studi

lain menunjukkan manfaat dari antibiotik profilaksis (tingkat 2,6% CSS

infeksi dibandingkan 10,6% pada mereka yang hanya menerima

antibiotik periprosedural, P = 0,001).14

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 35: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

19

Universitas Indonesia

CSS pada pasien dengan infeksi VP-shunt yang disebabkan oleh

Staphylococci Coagulase-negatif dan dengan temuan CSS normal, hasil

pemeriksaan CSS negatif 2x24 jam setelah eksternalisasi jelaslah bahwa

removal implant (pengangkatan alat shunt) dipengaruhi obat dan pasien

dapat re-shunt pada hari ketiga setelah pengangkatan. Jika Staphylococci

Coagulase-negatif diisolasi dalam hubungannya dengan kelainan CSS

(yaitu: pleositosis, kimia abnormal) kemungkinan besar terdapat infeksi.

Tujuh hari setelah terapi antimikroba yang direkomendasikan,

pemeriksaan ulang harus negatif sebelum re-shunt. Tetapi jika

pemeriksaan yang diulang positif, pengobatan antimikroba dilanjutkan

sampai kultur CSS tetap negatif selama 10 hari berturut-turut sebelum

VP-shunt yang baru ditempatkan. Pendekatan ini juga dianjurkan untuk

infeksi yang disebabkan oleh P.acnes.14

Untuk infeksi VP-shunt yang disebabkan oleh S.aureus atau basil gram

negatif, 10 hari terapi antimikroba dengan pemeriksaan harus negatif

sebelum re-shunt. meskipun beberapa pihak berwenang akan

mempertimbangkan selama 21 hari terapi ketika basil gram negatif

terisolasi. Beberapa ahli juga menyarankan bahwa pertimbangan

diberikan dengan jangka waktu 3 hari dari terapi antimikroba untuk

memverifikasi pembersihan infeksi sebelum implantasi ulang VP-shunt,

meskipun periode pengamatan ini bersifat opsional dan mungkin tidak

diperlukan dalam semua pasien. Variasi signifikan telah diamati dalam

durasi terapi antimikroba pada pasien dengan infeksi VP-shunt. Terlepas

dari metode pengobatan infeksi VP-shunt dapat terjadi kembali

(reinfeksi).9,12

Dalam satu studi tingkat reinfeksi 26%, dengan dua pertiga dari kasus

yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sama, tingkat kekambuhan

pada pasien dengan infeksi VP-shunt S.epidermidis adalah 29%. Faktor

risiko utama untuk kekambuhan riwayat infeksi shunt dalam 6 bulan

sebelumnya.1

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 36: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

20

Universitas Indonesia

2.8. Kerangka Teori

Trauma Vaskular Kongenital Tumor Infeksi

Hidrosefalus

Pemasangan VP shunt

Persiapan preoperasi

Antibiotik profilaksis

Alat-alat steril

Pemberian antibitik post operasi.

Kultur dan uji resistensi

Komplikasi

Malfungsi

Infeksi

outcome

Baik

Pengalaman operator Jumlah orang dalam ruang operasi Ekspose sarung tangan yg robek Lama prosedur Operasi A dan antisepsis Pencukuran kulit Operasi Revisi

Usia Jenis Kelamin Status Gizi Imunitas Riwayat premature

Etiologi Hidrosefalus Riwayat Infeksi shunt sebelumnya Operasi revisi Kuman Pathogen

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 37: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

21

Universitas Indonesia

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Variabel tidak terikat

Variabel terikat

Lama Penggunaan

VP-Shunt sampai

terjadi Infeksi

infeksi

VP-shunt

Etiologi

hidrosefalus

usia Jenis kelamin

Pendidikan

Orang Tua

Lama Waktu

Operasi

Status

Imunitas Status Gizi

Persiapan Kulit preoperasi

dari pencukuran sampai

aseptic dan antiseptik

Revisi/tidak Home Care

Lama

Pemberian

Antibiotik

post Operasi

Antibiotik

Profilaktik

Yang diteliti

Yang tidak diteliti

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 38: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

22

Universitas Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bersifat deskriptif untuk

menilai profil infeksi VP-shunt di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

(RSCM) periode April 2009-April 2014.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM dan Unit

Pelayanan Rekam Medis dan administrasi pasien rawat inap RSCM.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target adalah semua pasien yang mengalami infeksi VP-shunt

dan kontrol ke Poli Bedah Saraf RSCM dan atau rawat inap di RSCM

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah pasien yang mengalami infeksi VP-shunt

dan kontrol ke Poli Bedah Saraf RSCM dan atau rawat inap di RSCM

dari bulan April 2009 sampai bulan April 2014 serta memenuhi kriteria

penelitian.

3.3.3 Percontoh Penelitian

Percontoh penelitian adalah data rekam medis pasien mengalami infeksi

VP-shunt dan datang kontrol atau rawat inap di RSCM sejak bulan

April 2009 sampai bulan April 2014 yang memenuhi kriteria

penerimaan dan tidakmemenuhi kriteria penolakan.

22

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 39: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

23

Universitas Indonesia

3.4 Krieria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Penerimaan

1. Telah dilakukan operasi VP-shunt dan mengalami infeksi VP-shunt

2. Melakukan pemeriksaan ulang di poli RSCM atau rawat inap di RSCM

3.4.2 Kriteria Penolakan

Rekam medis tidak ditemukan.

3.4.3 Besar Percontoh Penelitian

Besar percontoh penelitian untuk mengetahui profil infeksi VP-shunt

pasien dalam penelitian ini seluruh pasien infeksi VP-shunt di RSCM

periode April 2009 – April 2014.

3.4.4 Cara Pemilihan Percontoh Penelitian

Sampel penelitian akan dikumpulkan melalui pendekatan total sampling

pasien infeksi VP-shunt di RSCM periode April 2009 – April 2014.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Perlengkapan Penelitian

1. Rekam medis pasien

2. Alat tulis

3. Komputer

3.5.2 Pengumpulan Data dan Prosedur

3.5.2.1 Data pasien diambil dari rekam medis pasien dengan hidrosefalus

yang menggunakan VP-shunt dan terdapat infeksi dari unit

pelayanan rekam medis dan administrasi pasien rawat inap RSCM

yang sesuai dengan kriteria penelitian.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 40: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

24

Universitas Indonesia

3.5.2.2 Pengumpulan data dari rekam medis berupa usia, jenis kela-min,

onset, faktor etiologi, status gizi, gejala klinis, temuan klinis dan

hasil kultur kuman. Data dari rekam medis telah dikumpulkan oleh

peneliti dan didokumentasikan dalam bentuk status penelitian

yang selanjutnya menjadi data distribusi frekuensi dalam data

sheet Microsoft Excel 2011

3.5.3 Alur Penelitian

3.5.4 Proses Penjagaan Mutu

Seluruh langkah pemeriksaan dilakukan oleh peneliti dibawah

pengawasan staf pembimbing. Data dari rekam medis telah

dikumpulkan oleh peneliti dan didokumentasikan dalam bentuk status

penelitian yang selanjutnya menjadi data distribusi frekuensi dalam

data sheet Microsoft Excel 2011

Data Rekam Medis

Rekam medis dicatat data demografi dan

karakteristik percontoh

Analisis Data

Pelaporan

Penapisan

kriteria

penelitian

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 41: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

25

Universitas Indonesia

3.6 Definisi Operasional

1. Usia

Definisi : Usia percontoh penelitian adalah usia pasien saat masuk

rawat inap berdasarkan rekam medis.

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Satuan usia percontoh disamakan menjadi satu satuan,

yaitu tahun.

Hasil ukur : dalam Tahun (<1 tahun, 1 – 5 tahun, 5 - 11 tahun, 12-17

tahun, 18– 25tahun, 26 – 45 tahun, 46-65 tahun, >65

tahun)

2. Jenis kelamin

Definisi : Jenis kelamin percontoh

Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : 1. Laki-laki 2. Perempuan

3. Faktor etiologi

Definisi : Faktor yang menyebabkan timbulnya hidrosefalus, tercatat

di dalam rekam medis. Faktor etiologi dibagi menjadi lima,

yaitu:

a. Kongenital

b. Trauma

c. Infeksi

d. Tumor

e. Perdarahan

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Faktor etiologi yang tercatat di dalam rekam medis

Hasil ukur : 1. Kongenital 3. Infeksi 5.Perdarahan

2. Trauma 4. Tumor

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 42: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

26

Universitas Indonesia

4. Gejala klinis

Definisi : Gejala yang tercatat di dalam rekam medis, yaitu :

a. Demam

b. Sakit kepala

c. Mual

d. Muntah

e. Demam + Mual

f. Demam + Muntah

g. Tidak bergejala

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Gejala yang tercatat di rekam medis

Hasil ukur :

a. Demam

b. Sakit kepala

c. Mual

d. Muntah

e. Demam + Mual

f. Demam + Muntah

g. Tidak bergejala

5. Temuan Klinis

Definisi : Temuan secara klinis yang ditemukan dalam rekam medis

a. Kemerahan kulit di jalur selang (track)

b. Shunt exposed di kepala

c. Shunt exposed di abdomen

d. Tidak ada temuan klinis

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil Ukur :

a. Kemerahan kulit di jalur selang (track)

b. Shunt exposed dikepala

c. Shunt exposed di abdomen

d. Tidak ada temuan klinis

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 43: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

27

Universitas Indonesia

6. Hasil Uji kultur kuman

Definisi : Hasil pemeriksaan kultur kuman yang dilakukan saat operasi

atau post operasi berasal dari CSS, drain ventrikel dan

drain peritoneal yang tercatat dalam rekam medis. Dibagi

atas : Streptococcus milleri,Streptococcus non-hemolitikus,

Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus -hemolitikus,

Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Spesies

Neisseria, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter

baumannii, Peptostreptococcus, Eikenella, polimkrobial

(>2 jenis kuman), lain-lain (jenis kuman diluar daftar

kuman yang sering terisolasi)

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Pemeriksaan kultur kuman yang tercatat dalam rekam

medis

Hasil ukur : a. Streptococcus milleri 1. Ya 2. Tidak

b. Streptococcus non-hemolitikus 1. Ya 2. Tidak

c. Streptococcus α-hemolitikus 1. Ya 2. Tidak

d. Streptococcus -hemolitikus 1. Ya 2. Tidak

e. Staphylococcus aureus 1. Ya 2. Tidak

f. Klebsiella pneumoniae 1. Ya 2. Tidak

g. Neisseria Sp. 1. Ya 2. Tidak

h. Pseudomonas aeruginosa 1. Ya 2. Tidak

i. Acinetobacter baumannii 1. Ya 2. Tidak

j. Peptostreptococcus 1. Ya 2. Tidak

k. Eikenella 1. Ya 2. Tidak

l. Polimikrobial 1. Ya 2. Tidak

m. Lain-lain 1. Ya 2. Tidak

n. Tidak tumbuh kuman 1. Ya 2. Tidak

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 44: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

28

Universitas Indonesia

7. Jenis Antibiotik Profilaksis

Definisi : Jenis pemberian antibiotik sebelum operasi

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Jenis antibiotik yang tercatat dalam rekam medis

Hasil ukur : 1. Ya atau Tidak

2. Jenis Antibiotik

8. Lama pemberian Antibiotik

Definisi : Pemberian antibiotik setelah operasi

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Jenis antibiotik yang tercatat dalam rekam medis

Hasil ukur :

1. 5 hari

2. >5 hari

9. Durasi rawat inap

Definisi : Lamanya pasien dirawat di rumah sakit, tercatat dalam rekam

medis.

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Lama pasien dirawat di rumah sakit yang tercatat dalam

Rekam medis

Hasil ukur :

1. 5 hari

2. >5 hari

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 45: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

29

Universitas Indonesia

10. Infeksi VP-shunt

Definisi : Infeksi dini adalah subyek yang mengalami atau

menunjukkan adanya tanda dan gejala infeksi dalam jangka

waktu kurang dari 6 bulan pasca operasi.

Infeksi lambat adalah subyek yang mengalami atau

menunjukkan adanya tanda dan gejala infeksi dalam jangka

waktulebih dari 6 bulan pasca operasi.

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Dilihat dari catatan rekam medis, dapat ditemukan

adanya gejala klinis dan temuan klinis, ditegakkan juga

diagnosa melalui hasil kultur CSS, drain ventrikel dan

drain peritoneal. Jika terdapat hal tersebut maka

digolongkan dengan infeksi.

Hasil ukur : 1. Infeksi Dini.

2. Infeksi Lambat.

11. Revisi shunt

Definisi : Proses pemasangan kembali atau perbaikan VP-shunt

setelah operasi pertama.

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Dilihat dari jenis tindakan operasi berupa revisi VP-shunt

pada rekam medis

Hasil Ukur : 1. Revisi

2.Tidak revisi

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 46: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

30

Universitas Indonesia

12. Angka kematian

Definisi : Tingkat kematian yang telah didiagnosa dengan infeksi VP-

Shunt

Alat ukur : Rekam medis

3.7 Hambatan Penelitian

Hambatan penelitian adalah kesulitan mengumpulkan data yang lengkap dari

percontoh berupa rekam medis pasien dengan hidrosefalus yang menggunakan

VP-shunt.

3.8 Manajemen Data

Semua data dicatat pada status penelitian, data dimasukkan ke komputer

dalam bentuk data sheet Microsoft Excel 2011yang selanjutnya data diolah

menjadi data distribusi frekuensi.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian akan mempergunakan data sekunder sehinga tidak diperlukan

adanya formulir Informed Consent, namun data penelitian akan diperlakukan

secara confidential dan identitas subyek akan dirahasiakan.

3.10 Organisasi Penelitian

Peneliti : dr. Agung Muda Patih

Pembimbing I : dr. Samsul Ashari, Sp. BS (K)

Pembimbing II : Dr.dr. Renindra Ananda Aman, Sp. BS (K)

Pembimbing III : dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS (K)

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 47: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

31

Universitas Indonesia

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Demografi dan Hasil Kultur

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis didapatkan pasien yang

pernah mengalami infeksi VP-shunt dari April 2009-April 2014 pada penelitian

ini sebanyak 25 orang, yaitu sebesar 4,4% dari 566 pasien. Rentang usianya dari

antara <1 - 65 tahun. Karakteristik demografik pasien yang mengalami infeksi

VP-shunt berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan (sebesar 56%).

Usia pasien yang mengalami infeksi VP-shunt terbanyak yaitu <1 tahun sebesar

36% dan terkecil pada usia 12-17tahun sebesar 0%. Rasio terbanyak dari sampel

25 pasien adalah untuk infeksi dini pada umur <1 tahun sebanyak 9 orang (36%)

dengan durasi dari awal pemasangan sampai terjadi infeksi antara 2 - 5 bulan

dengan nilai tengah 3,5 bulan. Etiologi terjadinya hidrosefalus terbanyak

didapatkan akibat kelainan kongenital sebesar 68%, akibat tumor sebesar 12%

dan terkecil akibat dari perdarahan sebesar 4%. Pada penelitian ini dilihat

berdasarkan status gizi didapatkan pada status gizi kurang yang mengalami

infeksi VP-shunt yaitu sebanyak 64%. Gejala klinis pada pasien yang mengalami

Infeksi VP-shunt yang terbanyak yaitu didapatkan demam sebanyak 44%.

Temuan klinis didapatkan kemerahan sepanjang jalur selang (track) VP-shunt

sebanyak 32%. Paska operasi didapatkan bahwa lama pemberian antibiotik >5

hari sebesar 76% dengan lama perawatan lebih dari 5 hari sebesar 92 %. Pada

penelitian ini berdasarkan dari hasil uji kultur kuman didapatkan Staphylococcus

epidermidis dengan persentase sebesar 20% dan merupakan angka tertinggi dari

hasil kultur CSS.

31

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 48: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

32

Universitas Indonesia

4.1.1 Tabel karakteristik demografik

Karakteristik

Kelompok umur

0 – <1 tahun

1 – 5 tahun

5 – 11 tahun

12 – 17 tahun

18 – 25 tahun

26 – 45 tahun

46 – 65 tahun

> 65 tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Wanita

Etiologi

Kongenital

Trauma

Infeksi

Tumor

Perdarahan

Status Gizi

Buruk

Kurang

Baik

Gejala Klinis Demam

Sakit kepala

Mual

Muntah

Demam + Mual

Demam + Muntah

Tidak Bergejala

Temuan Klinis

Kemerahan kulit di jalur selang (Track)

Shunt exposed di kepala

Shunt exposed di abdomen

Tidak ada temuan klinis

Lama pemberian antibiotik

5 hari

>5 hari

Lama Perawatan

5 hari

>5 hari

n

9

7

2

0

3

1

1

2

11

14

17

2

2

3

1

4

16

5

11

3

0

0

1

3

7

8

5

3

9

6

19

2

23

%

36

28

8

0

12

4

4

8

44

56

68

8

8

12

4

16

64

20

44

12

0

0

4

12

28

32

20

12

36

24

76

8

92

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 49: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

33

Universitas Indonesia

4.1.2Tabel hasil uji kultur kuman

Dari data yang berhasil dikumpulkan, jumlah pasien yang dilakukan

pemeriksaan kultur sebanyak 20 pasien (80%), dengan rincian 14 pasien (56%)

dilakukan pemeriksaan CSS saja, 2 pasien (8%) dilakukan pemeriksaan CSS

dan drain ventrikel, 4 pasien (16%) dilakukan pemeriksaan CSS, drain

ventrikel, dan drain peritoneal. Sedangkan sisanya sebanyak 5 pasien (20%)

tidak dilakukan pemeriksaan kultur kuman, baik dari CSS, drain ventrikel,

maupun drain peritoneal. Hal ini sudah dilakukan pelacakan pada rekam medis,

laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Patologi Klinik untuk periode

tahun penelitian ini.

Lokasi Pemeriksaan n %

CSS 14 56

Drain peritoneal (DP) 0 0

Drain ventrikel (DV) 0 0

CSS + DP 0 0

CSS + DV 2 8

DV + DV 0 0

CSS + DP + DV 4 16

Tidak diperiksa 5 20

Total 25 100

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 50: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

34

Universitas Indonesia

4.1.3 Hasil Kultur Kuman

Mikroorganisme Cairan

Serebrospinal

Drain Peritoneal Drain Ventrikel

n % n % n %

S. epidermidis 5 20 0 0 0 0

S aureus 3 12 0 0 0 0

Pseudomonas a. 4 16 1 4 1 4

Enterococcus Sp 2 8 2 8 1 4

Salmonela enteridis 1 4 0 0 0 0

Klebsiela pneumonia 0 0 0 0 2 8

E.colli 0 0 0 0 1 4

Steril/Tidak Tumbuh 5 20 5 20 4 16

Pada penelitian ini berdasarkan dari hasil uji kultur kuman yang dilakukan pada

cairan CSS, drain peritoneal, dan drain ventrikel didapatkan terbanyak pada

cairan CSS yaitu Staphylococcus epidermidis (20%) diikuti Pseudomonas

aeruginosa (16%). Pada drain peritoneal terbanyak didapatkan Enterococcus sp.

sebesar 8%. Pada drain ventrikel didapatkan terbanyak adalah Klebsiela

pneumonia sebesar 8%. Tidak terdapatnya hasil uji kultur pada CSS sebanyak 5

pasien (20%), drain peritoneal sebanyak 17 pasien (68%) dan drain ventrikel 18

pasien (72 %). Terdapat 5 pasien dari total pasien dimana tidak didapatkan hasil

kultur dari CSS, drain peritoneal dan drain ventrikel.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 51: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

35

Universitas Indonesia

4.2 Sebaran Karakteristik Berdasarkan Penggunaan Antibiotik Profilaksis,

Operasi Revisi, Kejadian Infeksi dan Angka Kematian Infeksi VP-shunt

Tabel 4.2.1 Tabel distribusi penggunaan antibiotik profilaksis

Pada tabel 4.2.1 didapatkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis sebelum

operasi persentase 100%. Seluruh antibiotik profilaksis yang digunakan adalah

golongan sefalosporin generasi III dengan penggunaan terbanyak adalah

cefotaxime, terutama pada pasien berusia di bawah 11 tahun (72%). Antibiotik

profilaksis yang sering digunakan untuk mencegah infeksi VP-shunt adalah

golongan sefalosporin generasi III yang sensitif terhadap kuman komensal selain

quinolon. Selain itu keuntungannya adalah harga yang relatif lebih murah

dibandingkan antibiotik intravena dengan sifat spektrum luas yang lain.26

Tabel 4.2.2 Tabel distribusi operasi revisi atau tidak

Berdasarkan sebaran percontoh pada tabel diatas didapatkan pasien yang

mengalami infeksi VP-shunt dan telah dilakukan prosedur operasi sebanyak

60%. Pada pasien dengan riwayat revisi VP-shunt akan meningkatkan risiko

terjadinya infeksi VP-shunt.9,12

Jenis Antibiotik n %

Cefotaxime

Ceftriaxone

18

5

72

20

Cefepime

2

8

Operasi n

%

Revisi 15 60

Tidak revisi 10 40

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 52: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

36

Universitas Indonesia

Tabel 4.2.3 Sebaran Infeksi VP-Shunt

VP shunt n %

Infeksi dini (RSCM) 8 32

Infeksi lambat (RSCM) 3 12

Infeksi dini (Rujukan RS luar) 9 36

Infeksi lambat (Rujukan RS luar) 5 20

Berdasarkan data pada tabel 4.2.3 didapatkan terjadinya infeksi dini yang terjadi

di RSCM sebesar 32 % dan infeksi lambat sebesar 12 %. Pada pasien rujukan

dari rumah sakit luar didapatkan infeksi dini sebesar 36% dan infeksi lambat

sebesar 20%. Berdasarkan pada beberapa literatur penyebab infeksi shunt

tersering adalah Staphylococcus epidermidis (47-64%) yang merupakan flora

normal kulit pada manusia dan terjadi pada infeksi dini.3,6-9,12,23,24.

Tabel 4.2.4 Distribusi angka kematian

VP shunt n %

Hidup 21 84

Meninggal 4 16

Pada tabel diatas didapatkan angka angka kematian dari seluruh pasien dengan

infeksi VP-shunt sebesar 16%. Staal8

menyatakan bahwa kematian akibat

komplikasi shunt didapatkan pada kasus terutama dengan etiologi non tumor

(infeksi, perdarahan, trauma, kongenital). Staal mendapatkan bahwa pasien

dengan malfungsi VP-shunt tidak didapatkan penyebab utama kematian tersebut.

Iskandar et al dari tahun 1990 – 1996 mengatakan terdapat 11 dari 357 pasien

meninggal pasca pemasangan VP-shunt diduga berhubungan dengan malfungsi

VP-shunt, namun tidak didapatkan data mengenai penyebab kematian pasien

tersebut.27

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 53: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

37

Universitas Indonesia

BAB V

DISKUSI

5.1 Karakteristik Demografik

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis didapatkan pasien yang

pernah mengalami infeksi VP-shunt dari April 2009-April 2014 pada penelitian

ini sebanyak 25 orang, yaitu sebesar 4,4% dari 566 pasien yang dilakukan

operasi VP-shunt. Berdasarkan usia didapatkan terbanyak usia yang mengalami

infeksi VP-shunt yaitu pada rentang usia kurang dari 1 tahun sebanyak 36%. Usia

merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya infeksi VP-shunt. Pada

beberapa literatur dikatakan prematur dan pada usia anak lebih berisiko untuk

terjadinya infeksi. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Kenyan Hospital

didapatkan 49,6 % infeksi shunt terjadi pada pasien durasi kurang dari 6 bulan,

terdapat korelasi positif antara komplikasi VP-shunt, usia dan lama pemakaian

shunt. Hal ini diduga terjadi karena masih rendahnya perkembangan sistem imun

dan humoral pada anak-anak dengan umur kurang dari 1 tahun dan belum

matangnya pertahanan kulit pada infan sehingga memungkinkan terjadinya

infeksi.20

Berdasarkan jenis kelamin pasien yang mengalami infeksi VP-shunt perempuan

lebih banyak dibanding laki-laki dengan perbandingan 1:1.3. Penelitian yang

dilaporkan oleh Kesava mendapatkan bahwa usia, jenis kelamin, etiologi

hidrosefalus merupakan faktor independen terhadap terjadinya infeksi, dari

penelitiannya didapatkan risiko jenis kelamin terhadap terjadinya infeksi pada

laki-laki risiko meningkat 1,67x lebih tinggi dibandingkan infeksi yang terjadi

pada perempuan.21

Keterbatasan pada penelitian ini adalah pada jumlah pasien

penelitian dan kurangnya heterogen pasien antara jumlah laki-laki dan

37

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 54: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

38

Universitas Indonesia

perempuan serta desain penelitian terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukan analisis multivariat untuk melihat sejauh mana faktor risiko

memengaruhi terjadinya infeksi VP-shunt.

Terdapat beberapa etiologi hidrosefalus yaitu: tumor atau kista, perdarahan

serebral, kongenital, post trauma, spinal dysraphism, post kraniotomi dan infeksi.

Kongenital merupakan etiologi hidrosefalus yang terbanyak (sebesar 68%) yang

diikuti kemudian oleh etiologi karena tumor (12%). Sedangkan perdarahan

merupakan etiologi terjadinya hidrosefalus yang terkecil dengan persentase 1%.

Kesava dalam penelitianya melaporkan bahwa etiologi hidrosefalus seperti

kongenital dan Spinal Dysraphism berisiko tinggi untuk terjadinya infeksi

dengan nilai odds ratio sebesar 1,98x dibandingkan etiologi yang lain.21

Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien berstatus gizi kurang (64%),

dimana pada gizi kurang terjadi gangguan pada berbagai aspek imunitas,

termasuk fagositosis, respons proliferasi sel ke mitogen, serta produksi T-

lymphocyte dan sitokin.22

Status gizi dikaitkan dengan tingginya risiko terjadinya

infeksi. Gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas.

Penelitian epidemiologi dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi

menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi.

Kekurangan energi protein berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel

(cell mediated immunity), fungsi fagositosit, sistem komplemen, sekresi antibodi

imunoglobulin A dan produksi sitokin. Kekurangan zat gizi tunggal seperti seng,

selenium, besi, vitamin A,C,E, B6 dan asam folat juga dapat memperburuk

respons imunitas. Pada tahun 1968, World Health Organzation (WHO)

menerbitkan publikasi kaitan antara malnutrisi dan infeksi adalah sinergi. Gizi

yang baik dapat mencegah dan mengurangi beban penyakit infeksi dengan

peningkatan daya tahan tubuh.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 55: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

39

Universitas Indonesia

Gejala dan tampilan klinis infeksi VP-shunt dapat bervariasi dan bergantung

pada patogenesis infeksi, virulensi mikroorganisme, dan tipe shunt. Gejala

infeksi VP-shunt yang paling sering adalah sakit kepala, mual, lesu dan

perubahan status mental yang terlihat pada 65% dari pasien yang terinfeksi. Pada

kepustakaan lain melaporkan manifestasi klinis infeksi VP-shunt sebesar 91,4%

terjadi inflamasi lokal (pembengkakan, demam, malfungsi dari shunt), iritabilitas

34,3%, nyeri abdomen 20,0% dan kejang17,1%.23

Demam, kejang, C-reactive

protein yang tinggi dalam darah, leukositosis, neutrofil, kadar glukosa yang

rendah, protein tinggi dalam ventrikel dapat digunakan untuk melihat adanya

infeksi VP-shunt.24

Gejala klinis yang lain pada penelitian ini adalah demam (60%) dan gambaran

kemerahan kulit sepanjang jalur selang (53%) pada yang terinfeksi VP-shunt.

Pemeriksaan yang rutin dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yaitu

pemeriksaan lab darah lengkap, kultur, hitung sel dan pemeriksaan CRP sudah

dilakukan untuk melihat adanya infeksi. Terbatasnya data pasien dan hasil

pemeriksaan yang tidak terdapat pada status pasien merupakan keterbatasan juga

pada penelitian ini. Beberapa bakteri penyebab infeksi VP-shunt tersering antara

lain Staphylococcus epidermidis (47 - 64%). Hal tersebut sesuai dengan yang

didapatkan pada penelitian ini, yaitu penyebab utama infeksi VP-shunt adalah

Staphylococcus epidermidis sebanyak 20% yang didapatkan melalui CSS, diikuti

oleh Pseudomonas aeroginosa sebanyak 16% dan diurutan ketiga

Staphylococcus aureus didapatkan sebanyak 4%. Untuk Staphylococcus

epidermidis terjadi mungkin disebabkan oleh flora normal kulit sendiri yang

merupakan suatu penyebab dari infeksi VP-shunt. Namun Bayston mengatakan

hal yang berbeda bahwa dalam observasinya melaporkan umumnya

mikroorganisme yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus dibandingkan

jenis lain, hal tersebut dimungkinkan adanya mikroorganisme tersebut disekitar

shunt.25

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 56: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

40

Universitas Indonesia

Pada literatur lain menyebutkan mikroorganisme penyebab yaitu Staphylococus

Coagulase-negative (45,7%) dan Staphylococcus aureus (22,9%). Pada suatu

penelitian retrospektif di Seoul National University Childrens Hospital di Korea

didapatkan infeksi VP-shunt yang terjadi sebesar 10,5% dengan mikroorganisme

penyebab yaitu Methicillin-Resistant Staphylococus Coagulase-Negative

(83,3%). Pada penelitian tersebut pemberian vancomycyn preoperatif dianggap

sebagai profilaksis pada situasi dimana tingginya Methicillin-Resisten.22

Pentingnya dilakukan uji kultur kuman dan resistensi antibiotik berguna dalam

melihat pola kuman dan pemilihan antibiotik yang sesuai, sehingga dapat

memperpendek lama pemberian antibiotik dan lama masa perawatan untuk dapat

mencegah dari terjadinya infeksi VP-shunt.

Lama pemberian antibiotik pada penelitian ini didapatkan 19 orang (92%) dari

pasien VP-shunt pasca operasi diberikan antibiotik lebih dari 5 hari dan pasien

dirawat lebih dari 5 hari sebagai upaya untuk melakukan pencegahan infeksi

pasca operasi. Selain antibiotik, asupan gizi, perawatan luka post operasi juga

merupakan hal penting yang juga mempengaruhi proses penyembuhan luka

operasi. Kontrol terhadap tanda-tanda vital pasien dan kontrol terhadap shunt

juga harus dilakukan sebagai upaya untuk observasi adanya tanda-tanda infeksi.

Prosedur cuci tangan tenaga medis, penggunaan sarung tangan saat melakukan

tindakan dan kontak dengan kulit serta edukasi orang tua mengenai pentingnya

cuci tangan dan menghindari kontak langsung dengan luka operasi juga

merupakan upaya untuk pencegahan infeksi.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 57: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

41

Universitas Indonesia

5.2. Sebaran Karakteristik Berdasarkan Penggunaan Antibiotik Profilaksis,

Operasi Revisi dan Kejadian Infeksi

5.2.1 Antibiotik Profilaksis

Terdapat bukti yang mendukung penggunaan pemberian antibiotik

profilaksis periprosedural untuk pasien yang akan dilakukan EVD.

Walaupun tidak terdapat bukti penelitian uji klinis terandomisasi yang

adekuat untuk membuktikan keefektivitasannya, beberapa meta-analisis

membuktikan pendekatan ini menurunkan laju infeksi sampai dengan 50%.

Walaupun terdapat berbagai kontroversi mengenai penggunaan antibiotik

periprosedural, sebuah studi mendapatkan angka laju infeksi 2,6% pada

pasien yang mendapatkan antibiotik, dan 10,6% pada pasien yang tidak

mendapatkan antibiotik periprosedural. Pada penelitian ini 100% seluruh

subjek penelitian mendapatkan antibiotik profilaksis yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya infeksi post operasi.

5.2.2 Risiko Infeksi, Operasi Revisi dan Durasi Pemberian Antibiotik Pre-

reinsersi

Komplikasi dari tindakan dapat terjadi pada setiap prosedur operasi

pembedahan.Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6

bulan (infeksi dini) dan lebih dari 6 bulan (infeksi lambat).Rasio terbanyak

infeksi dini pada umur 1 tahun - <5tahun sebanyak 5 orang (20%) dengan

durasi dari awal pemasangan sampai terjadi infeksi antara 2 bulan sampai

dengan 5 bulan dengan nilai tengah 3,5 bulan.

Laju infeksi biasa tinggi pada pasien-pasien yang mengalami revisi tiga

kali atau lebih, walaupun tidak semuanya terjadi pada semua studi. Studi

oleh Simon dan Kestlemendapatkan bahwa pasien yang menjalani operasi

revisi shunt karena suatu infeksi, akan terjadi insiden infeksi operasi

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 58: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

42

Universitas Indonesia

sebesar 12% - 26%.9,10

Pada penelitian ini diapatkan 60% pasien yang

mengalami infeksi VP-shunt telah dilakukan operasi revisi VP-shunt

sebelumnya.9,12

Infeksi yang terjadi di RSCM sebesar 32% dan infeksi

lambat sebesar 12%. Pada pasien rujukan dari rumah sakit luar RSCM

didapatkan infeksi dini sebesar 36% dan infeksi lambat sebesar 20%. Dari

seluruh jumlah pasien yang mengalami infeksi dini di RSCM adalah 8

orang. Tatalaksana untuk infeksi VP-shunt berdasarkan konsensus yaitu

mengeluarkan shunt yang terinfeksi dan memasang kembali shunt baru

setelah rata-rata 10 hari pemberian terapi antibiotik dengan hasil kultur

negatif.22

Pada kepustakaan lain durasi terapi antibiotik untuk infeksi shunt

tidak dijelaskan dan bergantung pada mikroorganisme yang didapatkan dari

hasil kultur. Pada pasien-pasien dengan infeksi VP-shunt akibat bakteri

Staphylococcus, pemberian antibiotik harus diberikan sampai dengan 10

hari setelah kultur menjadi negatif.22,27

Beberapa peneliti menetapkan

pemberian antibiotik sampai dengan 21 hari ketika ditemukan basil gram

negatif. Beberapa ahli menyarankan untuk mempertimbangkan pemberian

antibiotik dihentikan selama 3 hari untuk melakukan verifikasi bahwa

infeksi sudah tidak terjadi sebelum dilakukan pemasangan shunt

kembali.9,12,14,27

Meskipun demikian, berbagai variasi durasi pemberian

antibiotik dapat ditemukan.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 59: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

43

Universitas Indonesia

5.3 Keterbatasan Penelitian

5.3.1 Tidak lengkapnya pencatatan mengenai data pasien dalam status rekam

medis sehingga menyulitkan pengambilan data.

5.3.2 Tidak rutinnyapemeriksaan prosedur uji kultur dan resistensi pada drain

peritoneal dan drain ventrikel sehingga tidak terdapatnya hasil kultur pada

sebagian besar status pasien dengan infeksi VP-shunt, sehingga tidak

diketahuinya seluruh pola kuman dari data hasil kultur.

5.3.3 Tidak heterogen dan kurang memadainya jumlah pasien serta desain

penelitian yang terbatas sehingga tidak bisa dilihat hubungan antara faktor

risiko terhadap terjadinya infeksi.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 60: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

44

Universitas Indonesia

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pasien yang mengalami infeksi VP-shunt di RSCM periode April 2009 -

April 2014 sebanyak 25 orang, yaitu sebesar 4,4% dari 566 pasien yang

dilakukan operasi VP-shunt.

2. Sebaran usia terbanyak yang mengalami infeksi VP-shunt pada rentang

usiakurang dari 1 tahun sebanyak 9 orang (36%).

3. Jenis kelamin terbanyak yang mengalami infeksi VP-shunt yaitu perempuan

sebanyak 14 orang (56%). Dengan perbandingan laki-laki : perempuan

adalah 1:1,3.

4. Status gizi seluruh subjek penelitian yang mengalami infeksi VP-shunt yaitu

gizi kurang sebanyak 16 orang (64%).

5. Untuk infeksi dini merupakan rasio terbanyak pada umur 1-< 5 tahun

sebanyak 5 orang (20%) dengan durasi dari awal pemasangan sampai terjadi

infeksi antara 2 bulan sampai dengan 5 bulan dengan nilai tengah 3,5 bulan.

6. Terdapat 5 orang pasien yang tidak memiliki hasil kultur kuman baik dari

CSS, drain ventrikel atau drain peritoneal.

7. Didapatkan angka kematian berjumlah 4 orang (16%) dari seluruh pasien

infeksi VP-shunt. Namun tidak didapatkan penyebab utama kematian yang

berhubungan dengan infeksi VP-shunt.

44

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 61: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

45

Universitas Indonesia

8. Profil pasien infeksi VP-shunt berdasarkan gejala klinis didapatkan

terbanyak adalah demam pada 11 orang (44%).

9. Berdasarkan temuan klinis didapatkan track di permukaan kulit sepanjang

insersi shunt sebanyak 8 orang (32%).

10. Lama pemberian antibiotik pasca operasi pertama terbanyak diberikan lebih

dari 5 hari pada subjek sebanyak 19 orang (76%) dan lama perawatan subjek

terbanyak lebih dari 5 hari sebesar 23 orang (92%).

11. Pola kuman berdasarkan hasil kultur baik dari kultur cairan serebrospinal,

drain peritoneal dan drain ventrikel, didapatkan terbanyak yaitu

Staphylococcus epidermidis pada 5 orang (20%), setelah itu adalah

Pseudomonas a. Pada 4 orang (16%) dan Staphylococcus aureus pada 3

orang (12%)

6.2. Saran

1. Gizi yang baik dapat mencegah dan mengurangi beban penyakit infeksi

dengan peningkatan daya tahan tubuh pada pasien dengan indikasi

pemasangan shunt dengan umur terutama yang kurang dari satu tahun.

Sehingga dapat menekan laju angka infeksi VP-shunt.

2. Untuk data rekam medis perlunya perhatian terhadap kelengkapan data dan

pencatatan kondisi pasien dalam rekam medis sehingga akan didapatkan

jumlah pasien yang lebih banyak untuk penelitian lebih lanjut.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 62: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

46

Universitas Indonesia

3. Prosedur kultur pada drain peritoneal dan drain ventrikel dapat menjadi

prosedur rutin yang penting untuk dapat melihat pola kuman sehingga dapat

diberikan antibiotik yang lebih tepat.

4. Agar dapat dilakukan edukasi terhadap pasien dan keluarga mengenai

pentingnya kontrol teratur pasca pemasangan VP-shunt agar dapat

didapatkan follow up rawat jalan jangka panjang lebih baik, sehingga apabila

didapatkan adanya komplikasi dapat segera ditatalaksana.

5. Dengan melihat dan mengkaji tinggi angka infeksi diakibatkan Pola kuman

berdasarkan hasil kultur didapatkan yang terbanyak yaitu Staphylococcus

epidermidis merupakan flora normal kulit, perlu dilakukan pencegahan

berupa pentingnya pengertian No Touch Technique dan No Skin Touch

Technique oleh operator. Teknik pembedahan ini dilakukan tanpa

menggunakan sentuhan berarti bahwa manipulasi peralatan shunt dengan

menggunakan instrumen steril sebanyak mungkin dan bukan dengan

sentuhan tangan operator dan permukaan kulit pasien walaupun masih dalam

area steril operasi.10

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 63: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

47

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Sri. M. Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexa Media. 2006;19: 40-48.

2. Rekate H.L. The definition and classification of hydrocephalus : a personal

recommendation to stimulate debate. Cerebrospinal Fluid Res. 2008; 5: 2.

3. Matthew J. McGirt, Aimee Zaas, Herbert E. Fuchs, Timothy M. George,

Keith Kaye, and Daniel J. Sexton. Risk factors for pediatric

ventriculoperitoneal shunt infection and predictors of infectious pathogens.

Clin Infect Dis. 2003;36(7):858-862.

4. Ojo. O, Olumide E, Okiezie O, Olusegun AP. Unusual complication of

ventriculoperitoneal shunt. Romanian Neurosurgery. 2013; 20:1-4.

5. Mwang’ombe NJ, Omulo T. Ventriculoperitoneal shunt surgery and shunt

infections in children with non-tumor hydrocephalus at the Kenyata National

Hospital Nairobi. East African Medical Journal. 2000;77(7)386-390.

6. Suryaningtyas Wihasto dan Arifin Muhammad. Faktor Resiko Kejadian

Infeksi Shunt Pada Hidrosefalus di RSU dr.Sutomo. Surabaya. 2007.

(diunduh dari:

http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_FAKTOR%20RISIKO%20KEJADI

AN%20INFEKSI%20SHUNT%20PADA%20HIDROSEFALUS%20DI%20

RSU%20DR.%20SOETOMO,%20SURABAYA%20%20_4692_2265)

7. Tunkel Allan R. and Drake James M.Cerebrospinal Fluid Shunt Infections. In:

Mandell, Douglas, and Bennett's. Principles and Practice of Infectious

Diseases, 7th edPart II Major Clinical Syndromes. Churchill Livingstone :

Elsevier. Maryland USA. 2009.p.1231-1236

8. Matthieu V, Harold R, Abhaya V K. Pediatric hydrocephalus outcomes: a

review. Fluids and Barriers of the CNS 2012, 9:18

9. Simon TD. Reinfection following initial cerebrospinal fluid shunt infection. J

Neurosurg Pediatric. 2010; 6(3): 277–285.

47

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 64: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

48

Universitas Indonesia

10. Kestle John, Cambrin Jay, Wellons John, Kulkarni Abhaya, Whitehead

William, Walker Marion, et al.A standardized protocol to reduce

cerebrospinal fluid shunt infection: the hydrocephalus clinical research

network quality improvement initiative. Neurosurgery Pediatrics. 2011;

8(1):22-29.

11. Baehr Mathias & Frotscher Michael. Cerebrospinal Fluid and Ventricular

System. In: Peter Duus, ed. Topical Diagnosis in Neurology, 2nd ed. New

York. Thieme. 2005. p.406-411.

12. Kestle JR, Garton HJ, Whitehead WE, Drake JM, Kulkarni A, Cochrane DD,

et al. Management of shunt infections: a multicenter pilot study. J Neurosurg

2006 ;105:177–181.

13. Ojo. O, Olumide E, Okiezie O, Olusegun AP. Unusual complication of

ventriculoperitoneal shunt. Romanian Neurosurgery. 2013; 20:1-4.

14. Pfisterer W, Muhlbauer M, Czech T, and Renprecht A.Early diagnosis of

external ventricular drainage infection : results of a prospective study. J

Neurol Neurosurg Psychiatry.2003;74:929–932.

15. Braga Moisés, Carvalho GTC, Brandao ACS, Lima FBF, and Costa BS.Early

shunt complications in 46 children with hydrocephalus.Arq

Neuropsiquiatr.2009;67(2):273-277.

16. Chern JJ, Jea A, Curry DJ, Luerssen TG, and Whitehead WE .Effectiveness of

a clinical pathway for patients with cerebrospinal fluid shunt malfunction.J

Neurosurg Pediatrics. 2010:318-324.

17. Matthieu V, Harold R, Abhaya V K. Pediatric hydrocephalus outcomes: a

review. Fluids and Barriers of the CNS 2012, 9:18

18. Komolafe, E. O., Adeolu, A. A., & Komolafe, M. A. Treatment of

cerebrospinal fluid shunt complications in a Nigerian neurosurgery

programme. Case illustrations and review. Pediatr Neurosurg, 2008;44(1): 36-

42.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 65: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

49

Universitas Indonesia

19. Piatt, J. H., Jr., & Garton, H. J. Clinical diagnosis of ventriculoperitoneal

shunt failure among children with hydrocephalus. Pediatr Emerg Care.2008

;24(4): 201-210.

20. Mwachaka PM, Obonyo NG, Mutiso BK, Ranketi S, Mwang’ombe N.

Ventriculoperitoneal shunt complications : a three-year retrospective study in

a Kenyan national teaching and referral hospital. Pediatric

Neurosurg.2010;46(1):1-5.

21. Kesava GR, Papireddy B, Gloria. Ventriculoperitoneal shunt surgery and the

risk of shunt infection in patient with hydrocephalus: long term single

institution experience. World Neurosurg.2012;78(1-2):155-63.DOI :

10.1016/j.wneu.2011.10.034.

22. Chandra.RK. Nutrition and immune system : an introduction. AM J Clin

Nutr.1997;66(2):460-463.

23. Lee JK, Seok JY, Lee JH, Choi EH, Phi JH, Kim SK, et al. Incidence abd risk

factor of ventriculoperitoneal shunt infections in children : a study of 333

concecutive shunt in 6 years. JKorean Med Sci.2012;27(12):1563-1568.

24. Lan.CC, Wong TT, Chen SJ, Liang ML, Tang RB. Early diagnosis of

ventriculoperotoneal shunt infections and malfunctions in children with

hydrocephalus.J Microbiol Immunol Infect.2003:36(1):47-50.

25. Bayston R. Hydrocephalus shunt infections. J Antimicrob

Chemother.1994;34:75-84.

26. Sarguna P & Lakshmi A. Ventriculoperitoneal Shunt Infections. Indian

Journal of Medical Microbiology. 2006:24 (1):52-54.

27. Tuli Sagun, Tuli Jayshree, Drake James, Spears Julian.Predictors of death in

pediatrics patients requiring cerebrospinal fluid shunt. J Neurosurg (Pediatrics

5). 2004;100:442-446.

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 66: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

Lampiran

51 Universitas Indonesia

NO NAMA UMUR

MR DIAGNOSA TINDAKAN PASIEN

1 Qub 10 th 3224220 drain peritoneal ekspose VA Shunt 2 AS 4 bl 3384190 Malfungsi VPS VPS + Aff drain 3 NS 58th 3023680 Malfungsi Shunt ec ventrikulitis VPS + Aff drain 4 YB 23 th 3481999 Post VP-shunt aff shunt + Ext. Drain 5 MB 24 th 3481168 Meningitis Ext drain + aff shunt 6 Fr 8 bl 350649 Hidransefali Aff Shunt + psg mono drain 7 Rah 6 bl 3499522 Post External Ventrikular Drainage Aff shunt + Ext. Drainage 8 Zal 21 th 543428 Malfungsi Shunt ec ventrikulitis Aff shunt 9 Ros 4 th 3713443 Shunt expose Aff Shunt

10 Ram 1 th 3549887 Susp VPS rejection Aff Shunt 11 MR 8 bl 3773774 Shunt expose Aff shunt & ext drain 12 NA 2 th 3729902 Malfungsi VPS Aff shunt 13 RK 3 bl 3779372 Malfungsi VPS ec.Vintrikulitis Ext Drainage 14 Sun 79 th NPH Aff shunt 15 Alv 8 bl 3884959 Rejeksi shunt ec. infeksi EVD 16 DG 3 bl 3873995 Dandy Walker Malformation Cyst VPS 17 PA 1 th 3762471 Rejeksi shunt ec. Infeksi Aff shunt+EVD 18 MA 1 th 3714452 Ventriculitis & ecs shunt expose EVD + Aff VPS 19 MS 28 th 2251996 Malfungsi Shunt ec Infeksi Aff Shunt 20 Alt 9 bl 3818569 Ventrikulitis malfungsi shunt Aff shunt pasang EVD 21 AJ 5 th 3889606 susp ventrikulitis & malfungsi VPS Aff shunt kiri + externalisasi shunt 22 NA 2 th 3889887 Shunt expose Aff shunt 23 AR 5 bl 3915879 Shunting expose Aff shunt 24 UB 75 th 3673996 Malfungsi distal ec. Infeksi Revisi Shunt 25 PC 2 th 3907403 Shunt expose Aff shunt

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 67: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

Lampiran

52 Universitas Indonesia

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014

Page 68: Profil pasien, Agung Muda Patih, FK UI, 2014lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20391153-Sp-Agung...Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr. Bismo

Lampiran

53 Universitas Indonesia

Op RSCM early infeksi 8 pasien Kelompok umur

Lama pemberian

antibiotik

Op RSCM Late infeksi 3 Pasien 1. 0-1 tahun 8 1.5        hari 6Op RS Luar early infeksi 9 Pasien 2. >1- <5 tahun 10 2.>5 hari 19Op RS Luar late infeksi 5 pasien 3. >5-18 tahun 4

Jumlah VPS Infeksi 25 pasien 4. >18 tahun 3 Lama Rawat

1.5        hari 2Jenis Kelamin 2.>5 hari 231. Laki-laki 11

2. Wanita 14Hasil Uji Kultur

kuman LCS Drain Peritoneal Drain Ventrikel

S. Epidermidis 5 0 0

Etiologi S Aureus 3 0 0

1. Kongenital 17 Pseudomonas A. 4 1 1

2.Trauma 2 Enterococcus Sp 2 2 1

3. Infeksi 2 Salmonela Enteridis 1 0 0

4.Tumor 3 Klebsiela Pneumonia 0 0 2

5, perdarahan 1 E.Coli 0 0 1

Status Gizi Steril/Tidak Tumbuh 5 5 4

1.Buruk 4 Tidak Ada Data 5 17 18

2.Kurang 16

3.Baik 5Antibiotik

Profilaksis

4.Overweigt 0 1. Ya 255.Obese 0 2. Tidak 0

Gejala Klinis Operasi Revisi

1. Demam 11 1. Ya 152. Sakit kepala 3 2. Tidak 103. Mual 04. Muntah 0 Infeksi

Demam dan Mual 1 1. early ( < 6 bulan) 17Demam dan Muntah 3 2. Late ( > 6 bulan) 8Tidak Bergejala 7

Operasi Awal

Temuan Klinis 1. RSCM 1110. Track 8 2. RS Luar 14

Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014