Tesis Agung

download Tesis Agung

of 159

Transcript of Tesis Agung

EVALUASI STRATEGI PENCAPAIAN WORLD CLASS UNIVERSITY (WCU)(Studi Kasus Institut Manajemen Telkom Bandung menuju WCU 2017)

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Pasca Sarjana Magister Manajemen Disusun Oleh:

Nama NPM Program

: Agung Riksana : E 080231001 : MM Eksekutif 23

MAGISTER MANAJEMEN INSTITUT MANAJEMEN TELKOM BANDUNG 2009 1

LEMBAR PENGESAHAN EVALUASI STRATEGI PENCAPAIAN WORLD CLASS UNIVERSITY (WCU) (Studi Kasus Institut Manajemen Telkom Bandung menuju WCU 2017) Disusun Oleh: Nama NPM Program : Agung Riksana : E080231001 : MM Eksekutif 23

Bandung, -

-2009 Disetujui untuk diajukan ke Ujian Pasca Sarjana Magister Manajemen Institut Manajemen Telkom

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Ratna L. Nugroho,Ir,MM)

(Sulaeman, Ir,MM)

2

ABSTRAKIM Telkom sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Yayasan Pendidikan Telkom (YPT), telah bertransformasi dari sebelumnya berstatus sekolah tinggi. Ini merupakan upaya untuk menjadi perguruan tinggi yang unggul, dan mencapai World Class University. Target ini pula ditetapkan dalam Rencana Strategisnya termasuk indikatorindikator kinerja. Rencana Strategis ini merupakan turunan dari Rencana Induk Pengembangan (RIP) YPT yang juga menetapkan pada tahun 2017 lembaga-lembaga di bawah naungan YPT menjadi WCU. Terkait pencapaian WCU tersebut diperlukan kesesuaian dengan kriteria dari lembaga-lembaga penilai WCU, yaitu yang diteliti diantaranya adalah Webometric, Times Higher Education Suplement (THES) dan Academic Ranking of World University (ARWU) dari Shanghai Jiaotong. Pada tahapan selanjutnya pada penelitian ini dilakukan evaluasi antara Rencana Strategis yang telah ditetapkan oleh IM Telkom dengan masing-masing indikator dari lembaga penilai WCU, dengan dilandasi kerangka pikir yang berangkat dari landasan Standar Nasional Pendidikan, dan peraturan-peraturan yang terkait, kemudian meninjau masing-masing indikator kinerja dari Rencana strategis IM Telkom dan kecocokannya dengan RIP YPT, juga memperhatikan teori dari evaluasi strategi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan beberapa nara sumber yang memiliki kewenangan dalam evaluasi RIP YPT, maupun yang memiliki kewenangan dalam kebijakan Rencana Strategis IM Telkom. Selain itu pula peneliti melakukan metode triangulasi, dengan cara melakukan kroscek data, fakta, dan pendapat pendapat yang diberikan oleh nara sumber terkait. Metode lain yang juga merupakan bagian dari penelitian ini adalah studi dokumentasi, baik itu jurnal internasional, peraturan-peraturan, slide presentasi, maupun data lain yang bersumber dari lembaga terkait maupun dari internet. Pada hasil penelitian dapat tergambar bahwa rencana strategi yang dimiliki oleh IM Telkom memiliki keterkaitan yang cukup baik dengan RIP YPT. Selain itu indikator-indikator pencapaian atau kinerja secara cukup jelas menguraikan butir-butir target dalam RIP YPT, lalu terkait dengan kriteria dari webometrik, THES, dan ARWU, setiap indikator memiliki keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dapat disimpulkan bahwa dengan Rencana strategis IM Telkom memiliki keterkaitan yang cukup dengan indicator WCU, hanya terdapat 3

beberapa masukan, saran untuk penguatan strategi terutama yang terkait strategi pengembangan sumber daya manusia, sumber dana dan program penguatan riset.

4

BAB I Pendahuluan 1.1 Tinjauan Terhadap Objek studi 1.1.1 Sejarah singkat Institut Manajemen Telkom (IM Telkom) atau dulu bernama STMB Telkom didirikan dengan nama Master in Business Administration (MBA) Bandung melalui akta notaris Wiratni Ahmad, SH., nomor : 163/1990, sebagai Graduate School (sekolah pasca sarjana). Pada awal pendiriannya, Institut Manajemen Telkom (IM Telkom) mengadop secara utuh, schooling system yang dilaksanakan di Asian Institute of Management (AIM) Filipina. Ketika didirikan, organisasi dan pengelolaan lembaga langsung disupervisi oleh 3 (tiga) orang tenaga professional dari AIM, yaitu : 1 (satu) orang Dean (Dean Bernado), 1 (satu) orang Profesor Senior (Prof. Rafael J. Azanza), dan 1 (satu) orang Direktur (Ms. Emmy De Vera). Ketiga orang ini sebenarnya tidak hanya memperkenalkan dan menerapkan schooling system AIM, lebih dari itu, mereka juga mencoba menerapkan kultur dan nilai-nilai professional yang berlaku di AIM. Kegiatan tersebut mereka lakukan secara konsisten selama 5 tahun, yaitu dari tahun 1990-1995. Mereka datang ke Institut Manajemen Telkom (IM Telkom) untuk mengajar dengan pendekatan team teaching bersama-sama dengan pengajar internal Institut Manajemen Telkom (IM Telkom), dan selalu mendiskusikan mengenai pengelolaan institusi pendidikan yang baik. Pada tanggal 5 mei 1993 keluar Surat Keputusan Dewan Pimpinan 5

Yayasan Pendidikan Telkom tentang Perubahan Nama dan Organisasi MBA Bandung menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Bandung (STMB). No. : KEP.45/KP08/YPT/93. Dan pada tanggal 10 mei 1993 MBA Bandung berubah menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Bandung (STMB), kemudian Desember 2005 STMB berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Bisnis Telkom (STMB Telkom). Pada tahun 2008 STMB berubah menjadi Institut Manajemen Telkom sebagai langkah kongkrit menuju World Class University. 1.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Dalam Rencana Induk Pengembangan Yayasan Pendidikan Telkom (RIP YPT) periode 2006-2017 tealah ditetapkan sasaran untuk mencapai World Class University. untuk mencapai sasaran tersebut dibuatlah Rencana Empat Tahunan (RENETA) untuk tahap satu yaitu tahun 2006-2009 yang menetapkan indikator-indikator yang mengarah pada pencapaian sasaran RIP tersebut. a. Tujuan Strategis Tujuan strategi RIP YPT dijabarkan dalam target target pada masing masing tahapan yang tertuang pada rencana empat tahun (RENETA). Untuk dua belas tahun kedepan, diharapkan YPT Group akan mampu meningkatkan peran sertanya dalam membangun masyarakat Infokom. Untuk mendukung pencapaian target tersebut maka perlu ditetapkan tujuan strategis RIP YPT seperti di Tabel 4.1.

6

Tabel 4.1 Tujuan Strategis RIP-YPT Tahapan / Rencana Empat Tahun (RENETA) RENETA 1/ 2006 2009 RENETA 2 / 2010 2013 Peningkatan peran serta Yayasan dan RENETA 3 / 2014 2017 Lembaga dalam Membangun Masyarakat Infokom. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Tujuan Strategis

b.

Kebijakan Setelah tujuan strategis RIP YPT ditetapkan, maka selanjutnya perlu dibuat beberapa kebijakan sebagai penjabaran dari tujuan strategis untuk mempercepat tercapainya tujuan tujuan tersebut adalah :

1.

Transformasi Organisasi (2006 2009) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik dibangun dengan mengembangkan dan mengarahkan Lembaga yang berada dalam YPT Group untuk tumbuh secara terus 7

menerus. Perubahan organisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 KerangkaTransformasi Organisasi Unit Bisnis YPT Strategic Business Unit Framework Yayasan Pendidikan Telkom Unit Pengembangan Pendidikan yaitu : Sekolah Tinggi Teknologi Telkom (STT Telkom) Sekolah Tinggi Manajemen Bisnis (STMB) Telkom NTC & Profesional STT Telkom Telkom University Unit Pengembangan Pelatihan yaitu : Pusat Pengembangan Profesi NTC, PPLMI STT Telkom Unit Pengembangan Usaha YPT 8 Telkom Building Management & Telkom Consultant Telkom Institute of Technology Telkom Institute of Management Telkom Polytechnic Tranormation Result

Jasa Konsultasi PT Graha Bhakti Telkom (bergerak manajemen properti) Unit Kemitraan Telkom Radio, usaha jasa radio siaran yaitu : PT PT Lintas Radio Kontinental Karang (Radio K-Lite) Tumaritis (Radio Zora) 2. Transformasi Mutu ( 2010 2013) Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Intitusi dalam YPT Group dilakukan secara terus menerus sejalan dengan perkembangan organisasi. Transformasi mutu dilakukan baik dalam meningkatkan nilai mutu dari siklus proses bisnis organisasi maupun pencapaian mutu yang sejalan dengan perkembangan organisasi (Lembaga) YPT. Dalam periode ini, kebijakan strategis lebih ditekankan pada kualitas penyelenggaraan organisasi. 3. Transformasi knowledge (2014 2017) Dalam periode empat tahun ketiga, kebijakan strategis yang diambil organisasi lebih diarahkan pada kegiatan kegiatan yang 9 Pengembangan di bidang & Telkom Radio asset

meningkatkan peran serta Yayasan dan Lembaga dalam membangun masyarakat Infokom. c. Rencana Strategis RIP yang disusun dalam 12 tahun, memiliki rencana strategis dalam 2 arah yaitu vertikal dan horizontal. Dalam arah vertikal menggambarkan prioritas dan arah horizontal menggambarkan transformasi rencana strategis dalam tahapan tahapan pengembangan YPT. Pada periode empat tahun pertama yang menjadi prioritas adalah kebijakan Sustainable growth yang didukung dengan perbaikan kualitas dan pengembangan masyarakat Infokom. Pada periode empat tahun kedua prioritas kebijakan diarahkan pada Quality excellent yang didukung oleh pengembangan masyarakat Infokom dan mempertahankan Sustainable growth. Pada empat tahun ketiga prioritas kebijakan diarahkan pada Knowledge Creation yang didukung oleh Sustainable growth dan Quality excellent. Tabel 4.3 Rencana Strategis RIP-YPT 2006 2009 Sustainable Growth Quality Excellence Knowledge Creation 2010 2013 Quality Excellence Knowledge Creation Sustainable Growth 2014 - 2017 Knowledge Creation Sustainable Growth Quality Excellence

d. Sasaran 10

Sasaran pengembangan didasarkan pada periode dan tahapan pengembangan. Setiap tahapan pengembangan merupakan kelanjutan dan pencapaian sasaran pengembangan sebelumnya. Untuk setiap tahapan, sasaran pengembangan YPT adalah sebagai berikut : 1) Sasaran Strategis Periode 2006 2009 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pertumbuhan Asset Revenue Growth Financial efficience Organizational Capabilities Competitive position Kualitas Masukan Kualitas Proses Kegiatan Penelitian (Research)

2) Sasaran Strategis Periode 2010 2013 1. 2. 3. 4. 5. Kualitas Masukan Kualitas Proses Kualitas Lulusan Pengembangan Research Peningkatan Kerjasama

3) Sasaran Strategis Periode 2014 - 2017 1. 2. 3. Kegiatan Riset Infokom Publikasi/Desiminasi Hasil Riset Infokom Pengembangan masyarakat Infokom Knowledge Society 11

e. a)

Program Program Strategis Periode 2006 2009 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Perubahan STT Telkom menjadi Institut Teknologi Telkom Pendirian Politeknik Telkom Pengembangan Pusat Pelatihan Profesional Pengembangan bisnis non pendidikan Penigkatan kualitas & kuantitas Calon Mahasiswa Pengembangan Sistem Mutu Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi Dosen Penambahan prodi Pasca Sarjana Pendirian Learning Center Peningkatan aktivitas Penelitian

b) Program Strategis Periode 2009 2013 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. c) Sertifikasi Sistem Mutu Alumni Go International Pembangunan Digital campus, SIM Mahasiswa Internasional Pendirian Research Centers Pembukaan Kelas Internasional Perubahan STMB Telkom Menjadi Institut Bisnis International Training Center Politeknik Unggulan Nasional

Program Strategis Periode 2014 - 2017 1. World-Class University 12

2. 3. 4. 5. 6.

World-Class Research World-Class Faculty World-Class Information Center World-Class Training Center World-Class Politechnic

Sedangkan di IMT sendiri terdapat visi misi sebagai berikut: Visi: Menjadi lembaga pendidikan Tinggi bidang Manajemen berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Unggul dan menjadi pilihan di Tingkat Regional. 1) Misi: Menyelenggarakan Pendidikan Tinggi yang Unggul dan menghasilkan lulusan yang mandiri sesuai kebutuhan Industri dalam bidang manajemen. 2) Menyelenggarakan penelitian unggulan dan relevan bagi kebutuhan Industri. 3) Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan: Menjadi lembaga yang unggul dengan mewujudkan kontribusi nyata di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu manajemen. Memberikan pelayanan terbaik kepada pengguna jasa. Meningkatkan kesejahteraan karyawan. Sistem nilai yang dianut adalah Integrity, Entrepreneurship, Best for Excellence. Sedangkan sasaran yang akan ditetapkan IM Telkom dalam Renstra IM Telkom 2010-2017 adalah sebagai berikut: a) meningkatkan relevansi program studi terhadap kebutuhan dan tuntutan stakeholder serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. b) meningkatkan kemandirian, enterprenership, kepemimpinan, dan adaptabilitas lulusan. 13

c)

meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas proses pembelajaran dan pengelolaan pendidikan.

d) meningkatkan atmosfer akademik e) f) meningkatkan kualitas sistem informasi manajemen internal. meningkatkan system pemantauan dan evaluasi pendidikan yang akuntabel untuk penjaminan mutu. g) meningkatkan kualitas staf faculty dan staf pendukung akademik h) meningkatkan i) j) kualitas pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen internal. Bertambahnya jenis dan jumlah program studi yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. meningkatkan fungsi dan peran badan normative universitas dan fakultas. k) terwujudnya revenue generating unit dan revenue generating activities. l) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pendanaan penyelenggaraan pendidikan tinggi. m) bertambahnya desiminasi hasil riset pada tingkat nasional dan internasional n) bertambahnya perolehan dana penelitian, pengembangan dan pengabdian masyarakat. o) bertambahnya pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang aplikatif. Sasaran butir-butir tersebut untuk mengantar IM Telkom menuju WCU 2017. sementara itu dalam Kebijakan Mutu IM Telkom telah ditetapkan pentingnya evaluasi terhadap posisi IM Telkom pada berbagai skema 14

pemeringkatan universitas di dunia seperti Shanghai Jiaotong, Times Higher Education, Webometric. 1.2 Latar Belakang Masalah Ada tiga kolompok faktor yang menentukan tingkat daya saing sebuah Negara, pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, kedua kondisi ekonomi makro dan tingkat pendidikan serta ketiga kesehatan masyarakat, oleh karena itu peningkatan daya saing merupakan hal wajib untuk Indonesia, (Kadin Indonesia, 2009). Jika kita melihat daya saing Indonesia maka dapat tergambar dari tabel dibawah ini: Tabel 1: Peringkat Indeks Daya Saing Global (GCI) 2008-2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amerika Serikat Swiss Denmark Sweden Singapura Finlandia Jerman Belanda Jepang 2007-2008 Amerika Serikat Swiss Denmark Sweden Jerman Finlandia Singapura Jepang Inggris 2006-2007 Swiss Finlandia Sweden Denmark Singapura Amerika Serikat Jepang Jerman Belanda 2005-2006 Amerika Serikat Finlandia Denmark Swiss Singapura Jerman Sweden Taiwan Inggris

15

Sumber: http://www.weforum.org/pdf/gcr/2008/rankings.pdf (April 2009)

10

Kanada Indonesia(55)

Belanda Indonesia(54)

inggris Indonesia(54)

Jepang Indonesia(69)

World Economic Forum (WEF) telah memperingkat negaranegara di dunia berdasarkan indeks daya saing ini. Terdapat 12 pilar yang digunakan dalam indeks daya saing, yang dapat dikelompokkan lagi atas tiga kelompok utama yaitu kelompok persyaratan utama, kelompok pendorong efisiensi dan kelompok faktor kecanggihan dan inovasi. Detail unsur masing masing kelompok dapat dilihat dari Tabel berikut ini: Tabel 2. Pilar Indeks daya saing Kelompok persyaratan utama Institusi, ekonomi Kelompok pendorong efisiensi infrastruktur, serta stabilitas dan pendidikan

kesehatan dasar Pelatihan dan pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, kecanggihan pasar Kelompok faktor kecanggihan dan inovasiSumber: Kadin Indonesia, 2009 dengan modifikasi

keuangan,

kesiapan

teknologi, dan ukuran pasar Kecanggihan bisnis dan inovasi

Berdasarkan indeks daya saing global ini, dapat dikemukakan bahwa Indonesia memiliki daya saing global yang relatif baik, yaitu berada pada peringkat 55 dari 134 negara-negara di dunia yang dinilai. Meskipun 16

demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara di Kawasan Asia Timur, Indonesia berada pada posisi yang sedikit lebih rendah. Secara ratarata, peringkat daya saing negara-negara Kawasan Asia Timur adalah 53. Selain itu, jika dilihat perkembangan rangking daya saing ini, terlihat bahwa selama tiga tahun terakhir terlihat adanya perubahan rangking daya saing Indonesia. Pada tahun 2006 rangking daya saing Indonesia adalah 50 dari 125 negara menjadi rangking 54 dari 131 negara pada tahun 2007 dan 55 dari 134 negara pada tahun 2008. (WEF, 2009) Berdasarkan data yang dikeluarkan UNDP (2008) yang mengacu pada data 2005 HDI Indonesia naik peringkat dari 108 menjadi 107, namun peringkat Indonesia masih 2 tingkat lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam (105) dan masih jauh dari Singapura (25), Brunei (30),Thailand (78), Filipina (90), Malaysia (63), namun Indonesia masih lebih baik dari Kambodja (131), dan Myanmar (132). sedangkan pada data report yang mengacu pada tahun 2006 maka posisi Indonesia ada pada posisi 109, Malaysia (63), Singapore (28), Brunai (27), Thailand (81), Filipina (102), Kamboja (136), Myanmar (135). Menurut Dikti (2009) salah satu pekerjaan besar yang harus dikejar adalah pemenuhan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi, sebanyak 18 per sen seperti disepakati dalam renstra pendidikan 2005-2009. Saat ini, dari Penduduk yang berusia 19-24 tahun yang berjumlah sekitar 25 juta orang, hanya 17,24 % saja yang terserap di perguruan tinggi. Untuk mencapai APK 18 per sen seperti yang ditargetkan dalam Renstra diknas, maka diperlukan 180 ribu mahasiswa baru. Dari jumlah mahasiswa itu, harus diakomodir oleh 3000 program studi dan perlu 1000 lebih institusi perguruan tinggi. Diknas sudah melakukan banyak kerjasama 17

dengan Pemerintah daerah untuk mengembangkan politeknik-politeknik di daerah sesuai dengan kajian kebutuhan di daerah. Apabila hal-hal positif dilaksanakan dan disiapkan oleh Universitas, maka otomatis pelanggan eksternal akan berduyun duyun masuk Universitas, apalagi jika Universitas mampu meningkatkan kesiapan kerja lulusan atau graduate employable-nya. Namun kenyataannya jumlah PTS meningkat dari sekitar 38% sejak 2002 (1.846) menjadi 2.556 PTS (2007), 2.800 (2008) akan tetapi diikuti oleh penurunan jumlah mahasiswa yang masuk PTS. Hal ini disebabkan, hanya sekitar 50 persen yang kondisinya sehat. (Heryawan, 2009) Berkaitan dengan peningkatan kualitas, pemerintah tidak lepas tangan khususnya terhadap PTS, namun berbagai bentuk bantuan yang telah ditawarkan tidak mendapat respon dari PTS.Akibatnya,hasil akreditasi terhadap program studi di PTS mengalami penurunan dari A (16%), dari B (13%),tetapi dari C justru naik sekitar 29%. Berkaitan juga dengan dunia pendidikan maka dapat digambarkan kondisi persaingan sebagai berikut, (Djanali, 2007) 1. Pertumbuhan Pendidikan Transnasional yang ingin menempuh pendidikan yang cukup besar sejak pertengahan1990. Institusi pendidikan luar negeri mendekati mahasiswa luar negeri. Dengan kata lain, mahasiswa berada di negara yang berbeda dengan negara penyelenggara pendidikan tersebut. Pola Pendidikan Transnasional tersebut seperti: Kolaborasi, program twinning, Kampus cabang. 2. Exporter terbesar saat ini adalah: UK, US, Australia sedangkan Importer terbesar: Malaysia,Singapore, China Negara-negara lain mulai terlibat yang paling banyak diselenggarakan adalah program studi Bisnis dan IT. 18

3.

Negara tetangga terdekat Indonesia, telah secara langsung menyerap potensi pendapatan yang semestinya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sendiri. contohnya: Malaysia pada tahun 2006 telah mendapatkan 63.000 mahasiswa asing; +/- 17.000 dari Indonesia dan pada tahun 2010 menetapkan target 100.000 mahasiswa asing. University of Nottingham juga telah membuka cabang di Malaysia: +/- 30 mahasiswa dari Indonesia. Singapore Institute of Management pada saat ini telah memiliki kurang lebih 2000 mhs asing, dan 600 dari Indonesia, memiliki lebih dari 1,030 program studi, dan 195 provider dari 20 negara.

4.

Sedangkan pada pendidikan tradisional juga terdapat ribuan mahasiswa Indonesia yang sekolah di Australia, Singapura dll. Oleh karena itu Ditjen Dikti (2009) menyatakan bahwa setiap institusi

pendidikan tinggi diharapkan bisa memposisikan dirinya menjadi World Class University, dan Dikti juga memfasilitasi program-program yang menuju kearah itu sesuai dengan kapasitas yang ada. Salah satu berita paling mutakhir berdasarkan hasil pemeringkatan Webometrics (sebuah lembaga pemeringkatan di Madrid, Spanyol yang didirikan atas inisiatif Cybermetrics lab, sebuah kelompok penelitian milik Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC) sebuah lembaga penelitian terbesar di Spanyol) adalah tiga perguruan tinggi Indonesia masuk ke dalam 1000 universitas terbaik dunia. UGM pada urutan 623, ITB pada urutan 676, dan UI pada urutan 906. UGM dan ITB masuk dalam top asia, masing-masing di urutan 64 dan 71 Asia dan 33 universitas Indonesia masuk ke dalam 5000 universitas terbaik. (Dikti, 2009) Sedangkan untuk detail per indikator dapat terlihat dalam tabel sebagai berikut: 19

(sambungan) Tabel 2. Indikator kemajuan Perguruan tinggi di Indonesia Indikator/Tahun APK Pengangguran, turun Jml Poltek (semula 120) Jurusan terakreditasi Intl Dosen S2/S3 Masuk 100 besar Asia Masuk 100 besar dunia Buku ditulis dosen, naik PTN jadi BHP Publikasi Jurnal Intl, naik30 Paten (semula 30)2009

05-10 18% 50% 180 70% 5 50% 50% 30% 60

10-15 25% 25% 270 10 100% 10 2 50% 80% 30% 120

15-20 30%

20-25 35%

25% 25% (bersambung) 330 20 70%S3 20 5 50% 396 30 100%S3 30 10 50%

100% (Bersambung) 30% 30% 24 15DUNIA

Sum ber: Dikti

1.2.1. Permasalahan Pendidikan Tinggi di Jawa Barat Sedangkan di Jawa Barat permasalahan pendidikan tinggi salah satunya terkait angka partisipasi. Nilai rata-rata angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Jawa Barat hanya memiliki APK 7,4%, jauh di bawah nilai rata-rata APK nasional yang mencapai 17,2%. Padahal, jumlah perguruan tinggi di Jawa Barat terbesar di Indonesia, yakni sekitar 480. Rektor Universitas Padjadjaran Ganjar Kurnia juga mengakui jika selama ini mahasiswa Unpad yang berasal dari wilayah priangan Jawa Barat masih relatif sedikit. Setelah Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, mayoritas 20

mahasiswa Unpad diisi oleh mahasiswa asal Jakarta dan sekitarnya serta luar Jawa seperti Sumatra. (Pikiran-Rakyat, 2009) Sedangkan Masalah pendidikan yang harus digarap lebih serius, menurut Alwasilah, (Bapeda-Jabar, 2009) selama ini tak ada pemimpin Jabar yang benar-benar menguasai permasalahan pendidikan di Jabar. Salah satu contoh konkret, rendahnya rata-rata tingkat kelulusan siswa di Jabar, sekitar 7,2 tahun atau setara dengan kelas 2 SMP. 1.2.2 Urgensi WCU 2017 Persaingan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sangat ketat, bukan hanya dengan sesama PTS, tapi juga dengan Perguruan Tinggi Negri. Sekarang baik PTN maupun PTS dapat berimprovisasi dalam pengembangan kehidupannya. Tanggung jawab pemerintah pusat terhadap PTN dalam hal subsidi dana benar-benar lepas setelah diberlakukan PP No. 61 Tahun 1999 tentang otonomi pendidikan tinggi. Pengelolaan perguruan tinggi termasuk dalam hal biaya-biaya operasioanl dibebankan penuh terhadap perguruan tinggi. (Republika, 2009) Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Lody Paat (Republika, 2009) berpendapat, kompetisi yang terjadi di tingkat pendidikan tinggi saat ini masih dalam tahap perebutan mahasiswa baru. Baik PTN maupun PTS saat ini saling berebut untuk mendapatkan mahasiswa baru sebanyak-banyaknya. Bagi PTS, mendapatkan mahasiswa sebanyakbanyaknya merupakan hal lumrah, karena jumlah mahasiswa memang menentukan bersangkutan. Data tahun 2008 Yogyakarta menunjukkan, 40 PTS kekurangan mahasiswa dan enam di antaranya terancam tutup. Tiga PTS sudah 21 bagaimana kelanjutan nasib perguruan tinggi yang

mendaftarkan diri untuk menjalani penggabungan atau merger. Sebanyak 13 PTS juga tidak lagi melaporkan mahasiswanya. (Kompas, 2008) Dengan mengacu pada kondisi ini maka lembaga pendidikan di bawah naungan grup Yayasan Pendidikan Telkom (YPT) telah sepakat untuk mencanangkan tahun 2009 sebagai tahun mutu dengan ditandatanganinya piagam mutu oleh seluruh pimpinan lembaga. Dengan semangat yang sejalan dengan semboyan mutu change today, or chance to die, maka seluruh lembaga di bawah naungan YPT berusaha untuk meningkatkan mutunya kearah keunggulan kompetif untuk bias bertahan sebagai lembaga pendidikan yang dipercaya masyarakat, dan berkontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dalam rangka menuju visi misi lembaga untuk menjadi World Class University 2017 kita dapat menganalisis beberapa poin yang telah menjadi permasalahan dilihat dari ketentuan Standar Nasional Pendidikan PP 19 tahun 2005, maupun dari segi kesiapan Institusi menuju WCU terkait Strategi dan sumber daya, seperti digambarkan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Kekurangan konten ilmiah/ hasil riset pada Web IM Telkom Anggaran penelitian tahun 2010 dianggarkan 10% seperti tercantum dalam kebijakan mutu IM Telkom. Fasilitas pendukung riset belum memadai, mencakup perpustakaan, fasilitas lab riset, infrastruktur teknologi informasi serta pemeliharaannya. Kualitas dan kuantitas doktor belum memadai. Belum adanya pembelajaran berbasis riset, atau integrasi riset kedalam pembelajaran tingkat sarjana, magister, dan doktor, termasuk action research untuk memecahkan problematika di masyarakat. 6. Belum adanya program kerjasama dengan universitas terkemuka di luar negri (Twinning program). 22

7. 8. 9.

Kurangnya jaringan riset internasional. Web IM Telkom belum bersifat bilingual dengan opsi bahasa Inggris, hal ini merupakan faktor yang berkontribusi pada indikator webometric. Kurangnya Bandwith Internet di IM Telkom, kondisi saat ini (November 2009) 4 mpbs, sementara mahasiswa IM Telkom sekitar 4500-an, artinya per mahasiswa mendapat jatah dibawah 1kb.

10. Minimnya Jumlah Riset/Penelitian Dosen. 11. Belum terpenuhinya keberadaan mahasiswa asing. 12. Belum adanya faculti asing. 13. Belum ada program yang jelas terkait strategi perolehan siswa maupun fakulti asing. 14. Kelas Internasional kekurangan dosen dengan kapabilitas bahasa inggris yang cukup, dan juga sementara merupakan kelas internasional tanpa mahasiswa internasional dan tanpa dosen internasional yang cukup. 15. Jumlah Jurnal atau publikasi nasional dan internasional yang masih sangat minim. 16. Faktor rendahnya skor TOEFL, terutama lulusan S-1 MBTI (rata-rata dibawah 450) 17. Rasio dosen tetap dan mahasiswa yang belum memenuhi standar lokal. 18. Pada Kualifikasi Dosen, menurut PP No.19 thn.2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 31 (1), dan UU No 14 tahun 2005 Pasal 46 (2), tentang Guru dan Dosen, untuk pengajar pasca sarjana harus memiliki kualifikasi minimum S-3 atau Doktor. Sedangkan untuk pengajar S-1 adalah memiliki kualifikasi minimum Master/ S-2. Persyaratan ini belum terpenuhi oleh Lembaga, terutama pada tingkat S-2, dan masih ada Dosen dengan kualifikasi S-1. 23

19. Kurikulum yang mengharuskan adanya relevansi dengan dunia kerja, seperti dijelaskan pada UU Guru dan Dosen no 14 tahun 2005. Dunia kerja yang menuntut adanya program pembinaan yang berkaitan dengan softskill, dan kemampuan bahasa asing (Inggris) yang kurang, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan kompetitif siswa pada dunia kerja dan relevansi antara kekuatan lulusan dan yang dibutuhkan dunia kerja kurang. Dan juga tidak mendukung RIP YPT dalam hal alumni go Internasional. 1.3 Perumusan Masalah. Permasalahan tersebut diatas dirumuskan sebagai berikut: 1. 2. 3. Bagaimana strategi pencapaian mutu IM Telkom menuju WCU 2017? Bagaimana kriteria lembaga-lembaga penilai WCU ? Bagaimana keterkaitan strategi IM Telkom dengan kriteria lembaga penilai WCU? 1.4 Tujuan Penelitian 1. 2. 4. Untuk mengetahui bagaimana strategi pencapaian mutu IM Telkom menuju WCU 2017? Untuk mengetahui kriteria lembaga-lembaga penilai WCU? Untuk mengetahui Bagaimana keterkaitan strategi IM Telkom dengan kriteria lembaga penilai WCU? 1.5 Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini dapat diambil manfaatnya dari penelitian ini adalah: Diharapkan sebagai bahan masukan untuk peningkatan kualitas faktor-faktor pendukung kearah pencapaian WCU 2017 sehingga secara 24 untuk kegunaan praktis maupun kegunaan pengembangan ilmu. Kegunaan praktis

langsung dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja akademik, maupun peningkatan keunggulan bersaing IMT. Sedangkan kegunaan untuk lingkup keilmuan adalah: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan melengkapi khazanah keilmuan. Disamping itu beberapa temuan yang terungkap dalam penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi penelitian berikutnya.

25

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Peran Universitas dalam Era Globalisasi 2.1.1 Paper Internasional terkait Globalisasi Perguruan Tinggi 2.1.1.1 Globalisasi dan Pendidikan tinggi Van der Wended dan Marginson (2006) menulis paper mengenai Globalisasi dan Pendidikan tinggi di 40 Negara, termasuk Indonesia yang berfokus pada GNP, GNI, GDP untuk pendidikan tinggi, total riset dari individu, jumlah artikel keilmuan yang dipublikasi, dan broadband internet per 100 orang, siswa asing, siswa di luar negri. a. Latar belakang Pendidikan dan riset adalah elemen kunci dalam formasi lingkungan global, menjadi basis untuk pengetahuan, teknologi, asosiasi lintas batas dan mendukung komunitas yang kompleks. meskipun institusi pendidikan tinggi seringkali melihat mereka sendiri sebagai objek globalisasi, namun mereka sendiri merupakan agen globalisasi (Scott, dalam Van der Wende et al, 2006). secara karakter, kota-kota besar memiliki kepadatan partisipasi pada pendidikan tinggi; terdapat korelasi positif yang kuat antara rasio pendaftaran ke perguruan tinggi suatu Negara atau daerah dengan kinerja kompetisi global (Van der Wende et al, 2006). Universitas-universitas paling bergengsi mengkonsentrasikan aktivitas risetnya pada skala besar. riset dan pelatihan doktoral adalah aktivitas kebanyakan pendidikan tinggi global, terutama pada disiplin ilmu yang memiliki fungsi yang panjang pada basis global. 26

Pertumbuhan porsi kolaborasi Dosen dengan siswa doktoral asing, dan perkembangannya merefleksikan ekspansi siswa asing di Amerika. Tren ini juga didukung oleh pertumbuhan peran publikasi via internet juga terdapat perkembangan proyek riset lintas Negara dan pluralisasi sumber dana lintas Negara. Pada tahun 2001 Ilmuwan di Amerika mempublikasikan 200,870 paper dalam jurnal international yang diakui, hampir sepertiga output dunia, dan Amerika memiliki 44 persen sitasi pada literature internasional di dunia. Sedangkan dari Jepang sebanyak 57,420, Inggris 47,660,28. Jerman 43,623 and Prancis 31,317 and Swiss 8107. Sedangkan Indonesia, Negara berkembang dengan 2/3 populasi Amerika, hanya memiliki 207 paper.India sebanyak 11,076 dan Cina 20,978 Kebijakan yang bertahan lama berarti memperluas aktivitas internasional untuk mengembangkan kapasitas riset, termasuk beasiswa, biaya tinggal, dan dukungan transportasi untuk pelatihan doktoral Negaranegara luar negri, pembiayaan jangka pendek dari kunjungan akademik dan pertukaran; insentif akademik untuk mempublikasikan jurnal berkualitas berbahasa inggris dan subsidi partisipasi peneliti nasional pada partnership lintas Negara, jaringan dan proyek kolaborasi lainnya. b. Teori yang digunakan Bloom (Van der Wende, 2006) terkait kinerja persaingan global menyatakan bahwa terdapat korelasi antara pendaftar di pendidikan tinggi dengan kinerja kompetisi global: Characteristically global cities have a high density of participation in higher education; there is a strong positive correlation between the higher

27

education enrolment ratio of a nation or a region, and its global competitive performance.

c. Pendekatan dan Analisis Dilakukan studi terhadap 40 negara yang terfokus pada GDP, GNI GDP untuk pendidikan tinggi, total riset dari individu, jumlah artikel keilmuan yang dipublikasi, dan broadband internet per 100 orang, siswa asing, siswa di luar negri. diteliti dan dianalis juga kriteria dari Shanghai Jiao Tong University (SJTU) dan Times Higher Education Suplement (THES) Kesimpulan Dampak globalisasi terhadap Perguruan tinggi (PT) atau Universitas dapat diamati dengan adanya respons terhadap kebutuhan meningkatkan daya saing (competitive advantage).Jika sebuah lembaga pendidikan tinggi memiliki daya saing yang tinggi di tingkat global, itu akan mengatrol citra bangsa, sekaligus dapat meningkatkan kesuksesan negara dalam menyejahterakan rakyatnya. 2.1.1.2 What is World Class University Kemudian Levin (2006) meneliti kriteria world class University yang dimiliki oleh THES, dan Sanghai Jiaotong University (SJTU), kriteria yang dijadikan referensi adalah: (i) Karakteristik internasional yang dapat memengaruhi kualitas; (ii) kualitas instruksional; (iii) kualitas riset; and (iv) kualitas siswa.

28

a. Latar belakang Masih sedikitnya upaya untuk mendefinisikan istilah World Class, apakah itu hanya klaim dari Public Relation atau apakah itu memiliki substansi. apa yang merupakan criteria dari world class. Levin (2006) menyatakan bahwa: By excellence in education we refer to the resources and organization of undergraduate, graduate, and professional instruction and educational opportunities for students. Clearly, this goal requires outstanding faculty, high quality teaching and other instructional activities, and availability of good libraries, laboratories, and other pertinent facilities as well as highly prepared and motivated students who serve to educate through their peer influence. Research, development, and dissemination of knowledge refer to the embryonic identification, growth, and extension of concepts and ideas as well as their transformation into applications, goods, and services that enhance understanding and welfare. b. Metodologi

Menganalisa data rangking universitas dunia yang dikeluarkan oleh THES juga rangking nasional yang dikeluarkan oleh US News dan World report (USWR) dan rangking nasional program PhD dari National Research Council (NRC). c. Kesimpulan pada konsistensi kriteria dan hasil Rangking wcu yang dilakukan oleh SJTU tidak membedakan antara institusi yang terspesialisasi dengan universitas yang berorientasi riset, selanjutnya mereka menunjukan kurangnya pengukuran pada pendidikan sarjana dan pelayanan pengajaran dalam kriteria rangking.

29

Menurut Levin dalam pandangannya berkaitan dengan konsep WCU, terdapat kesepakatan umum bahwa Universitas yang hebat memiliki tiga peran utama, yaitu (1) Baik sekali dalam melaksanakan pendidikan siswa-siswanya, (2) riset, pengembangan dan penyebaran pengetahuan, dan (3) aktivitas yang berkontribusi pada budaya, keilmuan, dan tanggung jawab kehidupan di masyarakat. (Levin, 2006) By excellence in education we refer to the resources and organization of undergraduate, graduate, and professional instruction and educational opportunities for students. Clearly, this goal requires outstanding faculty, high quality teaching and other instructional activities, and availability of good libraries, laboratories, and other pertinent facilities as well as highly prepared and motivated students who serve to educate through their peer influence. Research, development, and dissemination of knowledge refer to the embryonic identification, growth, and extension of concepts and ideas as well as their transformation into applications, goods, and services that enhance understanding and welfare. Activities contributing to the cultural, scientific, and civic life of society are many and varied, but include conferences, publications, artistic events and forums as well as provision of services (e.g. medical clinics and hospitals or museums) that engage and contribute to the larger community including the regional, national, and international communities. (Levin, 2006) 2.1.2 Peran Universitas Universitas harus mampu menjadi institusi yang bukan hanya sebagai produsen pengetahuan akan tetapi juga sebagai lembaga pembentuk manusia yang mandiri dan mampu memecahkan berbagai persoalan individu maupun bangsa melalui cara berpikir yang jauh lebih kreatif, 30

inovatif, proaktif dan antisipatif. Hal ini senada dengan ungkapan Richard Florida, et.al (1999:364-365) bahwa: In the new economy, ideas and intellectual capital have replaced natural resource and mechanical innovations as the raw material of economic growth. The university becomes more critical than ever as a provider of talen, knowledge, and innovation in the age of knowledge based capitalism. It provides these resources largely by conducting and openly publishing research and by educating students. Kerr (Soedijarto, 2008) menyatakan bahwa: A University anywhere can aim no higher than to be as British as possible for the sake of the undergraduates, as German as possible for the sake of Graduates and research personel, as American as possible for the sake of the public at large. Menghasilkan lulusan yang berkualitas secara intelektual dan professional, menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ikut serta dalam memecahkan masalah kemanusiaan adalah hakikat dari tridarma perguruan tinggi, sedang di Indonesia adalah proses pembangunan untuk mempercepat proses industrialisasi dan manufaktur. Kini dapat terlihat, sejauh mana keberadaan Universitas di Indonesia telah mempengaruhi percepatan pembangunan nasional. Tampaknya Indonesia belum dapat melihat hasil yang signifikan. dengan kata lain, darma pendidikan yang dilaksanakan belum mamapu menjadi wahana pembudayaan kemampuan, nilai, dan sikap dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kini dunia telah memasuki era globalisasi. Maka wujud implementasi tridarma pun perlu disesuaikan. Terdapat 4 kriteria yang dijadikan dasar pengukuran yaitu (1) research quality; (2) teaching quality; (3) graduate employability; dan (4) international outlook. Pengalaman menunjukkan, masih banyak PT kita 31

yang belum sanggup menghasilkan penelitian yang berkualitas sehingga tidak dilirik oleh sektor industri atau dipatenkan atau ditulis dalam jurnaljurnal internasional. (Soedijarto, 2008) Alhasil citation index Indonesia masih tidak mampu bersaing dengan Perguruan Tinggi (PT) di luar negeri. Akan tetapi perlu juga dipertanyakan penelitian-penelitian dosen Indonesia secara kuantitas. Lembaga penelitian tampaknya lumpuh dalam memotivasi para dosen untuk meneliti dan ikut bersaing dengan PT lain. Bahkan dikhawatirkan ada PT yang belum memiliki lembaga penelitian.Minimnya budaya riset bisa jadi karena kemungkinan para dosen bahkan guru besar lebih senang mengajar dari pada meneliti. Lembaga penelitian dapat berbuat lebih maksimal terutama dalam memotivasi para dosen dan mahasiswa untuk lebih mampu bersaing mengajukan proposal ke Dikti atau ke lembaga-lembaga lain yang menawarkan dana.Anggaran pun juga harus lebih proporsional untuk kegiatan-kegiatan seminar hasil penelitian dan juga pengembangan jurnaljurnal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Asosiasi Universitas (2009) menyatakan bahwa: Dissemination of research is a key value of the academy. Indeed, academic freedom encompasses the right of faculty members and researcher to communicate freely and broadly the conclusions of their scholarly endeavors. Melalui kegiatan ini Universitas akan mampu meningkatkan citation index, khususnya berkaitan dengan bidang-bidang unggulan terutama dalam bidang budaya, bahasa, dan seni, atau mungkin juga bidang kedokteran atau biologi tropis.Bidang-bidang itulah yang mendorong kita dalam bersaing sebagai Universitas dengan citation index tinggi 32

Sedangkan berkaitan dengan riset, Asosiasi Universitas Amerika (2009) menyatakan sebagai berikut:The creation of new knowledge lies at the heart of the research university and results from tremendous investments of resources by universities inherent in the university mission. Harbison (Soedijarto, 1965) menyampaikan pandangannya sebagai berikut: In the final analysis, the wealth of a country is based upon its power to develop and effectively utilize the imate capacities of its people. the economic development of nation, therefore, is ultimately the result of human effort. it takes skilled human agents to discover and exploit natural resources, to mobiles capital, to develop technology, to produces goods, and to carry on trade. indeed, if a country is unable to develop its human resources, it cannot build anything else, wether it be a modern political system, a sense of national unity, as a prosperous economy. Khusus menyatakan: Investment in education certainly contribute to economic growth makes it possible for nations to invest in educational and development. education therefore, is both the seed and the flower of the economic development Pandangan tersebut tampaknya mempengaruhi pembangunan terkait pendidikan, Harbison (Soedijarto, 1965),

Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Korea selatan, Vietnam, dan Thailand. mereka memberi porsi besar dari pendapatan nasionalnya untuk pendidikan. table dibawah ini menggambarkan perhatian Indonesia terhadap pendidikan dibanding Negara lain dilihat dari alokasi dana untuk pendidikan:

33

TABEL 3: PERSENTASE ANGGARAN PENDIDIKAN TERHADAP PDB No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Negara Indonesia Nigeria Vietnam Sri Lanka Filipina Brunei Thailand India Malaysia Korea Selatan Jepang Persentase Anggaran 1.4 2.4 2.8 3.4 3.4 4.4 5 5.1 5.2 5.3 7.3

Sumber: Abin S, 2008 Menurut The Economist, pada 2005 anggaran belanja

penyelenggaraan perguruan tinggi di seluruh dunia mencapai 300 miliar dollar AS atau 1 persen produk ekonomi. dari 300 miliar itu anggaran perguruan tinggi AS mencapai 200 miliar dollar AS, dan dari angka itu 100 miliar dari pemerintah federal dipergunakan untuk beasiswa bagi mahasiswa berbakat. pada 2006, unit cost per mahasiswa untuk penyelenggaraan universitas di AS Rp.200 juta, Jepang Rp 108 juta, dan Eropa Rp 81 juta. untuk perguruan tinggi di Indonesia hanya 0,13 persen dari PDB atau sekitar Rp 6 juta per mahasiswa. harusnya minimal Rp 20 juta. (Soedijarto, 2008) 34

2.2 Visi dan Misi Pendidikan Tinggi Dalam Era Globalisasi Dalam bagian ini akan diuraikan mengenai konsep visi dan maknanya, bagaimana perumusannya, bagaimana hubungannya dengan misi, tujuan dan sasaran, bagaimana hubungan dengan kebijakan pengelolaan, khususnya hubungan visi pendidikan tinggi memasuki era globalisasi. Visi atau wawasan adalah pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari dari kemampuan (competency), kebolehan (ability) dan kebiasaan (selfefficacy) dalam melihat, menganalisis, dan menafsirkan. Di dalamnya mengandung intisari dari arah dan tujuan , misi, norma, dan nilai yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Unsur-unsur visi mencakup tujuan, arah (direction) yang harus dijadikan kiprah oleh perguruan tinggi, dan misi, suatu tanggung jawab dan tugas yang diemban oleh peruguruan tinggi. Selanjutnya tujuan dan misi diikat dan dilandasi oleh norma, suatu keyakinan yang dijadikan pegangan dan dijadikan landasan perjuangan yang disebut nilai (values). Nilai (values) merupakan landasan yang kokoh bagi tujuan dan misi perguruan tinggi. Visi merupakan inti (core) sekaligus sumber kekuatan organisasi perguruan tinggi. Jadi visi begitu penting dalam organisasi da manajemen. Menurut Joseph V. Quigley, bahwa visi harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan sepadan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Karena itu visi dalam konteks ini merupakan atribut utama seorang pemimpin. Adalah tugas dan tanggung jawab pemimpin untuk melahirkan, memelihara, mengembangkan, mengkomunikasikan, menerapkan dan menyegarkan visi agar tetap memiliki kemampuan untuk memberikan respon yang tepat dan cepat terhadap berbagai permasalahan dan tuntutan yang dihadapi organisasi (Quigley, 1993: 62-63).. 35

Jelaslah bahwa visi itu berproses, dapat direkayasa, dan ditumbuhkembangkan. Menurut Quigley terbentuknya visi itu seharusnya melalui proses partisipasi dan musyawarah antar anggota kelompok. Tim inti core leadership team members dalam Leadership Conference Planning Process (LCPP). Tahapan proses ini mencakup tiga fase kegiatan; (1) pembentukan dan perumusan visi oleh anggota tim kepemimpinan, (2) merumuskan strategi secara consensus, dan (3) membulatkan sikap dan tekad sebagai total commitment untuk mewujudkan visi ini menjadi suatu kenyataan. Atas dasar uraian di atas dapat dijelaskan bahwa: Visi organisasi adalah gambaran tentang masa depan organisasi yang lebih baik, mendeati harapan, atraktif dan realistic. Visi menunjukkan arah pergerakan organisasi dari posisinya sekarang ke masa depan. Visi merupakan jembatan antara masa kini dan masa depan. Terwujudnya visi bergantung kepada usaha yang dilakukan sendiri oleh organisasi dan hal-hal yang terjadi di luar organisasi. Visi dan misi yang kuat sangat diperlukan demi kelangsungan hidup organisasi. Karena itu visi dan misi harus cocok dengan sejarah, budaya, semangat dan nilai-nilai organisasi. Kesemuanya itu merupakan tugas dan tanggung jawab pimpinan baik secara sendiri maupun secara kelompok. Menurut pandangan Tilaar (2000: 110), pada dimensi lokal visi pendidikan tinggi kita mempunyai unsur-unsur sebagai berikut; (1) akuntabilitas, (2) relevansi, (3) kualitas, dan (4) jaringan kerja sama. Pada dimensi global visi tersebut mempunyai tiga aspek yaitu: (1) kompetitif, (2) kualitas, (3) jaringan kerja sama. Pada tataran lokal dimensi visi pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: 36

Akuntabilitas; akuntabilitas suatu lembaga pendidikan tinggi berarti sejauh mana lembaga tersebut mempunyai makna dari the shareholder lembaga tersebut yaitu masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan tinggi perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan perkembangan ekonomi atau tenaga kerja yang diperlukan oleh daerah dimana pendidikan itu berada. Relevansi; berkaitan erat dengan akuntabilitas pendidikan tinggi ialah relevansi dari program pendidikan tersebut dengan kebutuhan nyata didalam masyarakat. Didalam kaitan ini partisipasi dunia kerja dan industry merupakan suatu keharusan. Kualitas; pendidikan tinggi merupakan sumber daya manusia tingkat tinggi yang akan jadi penggerak dan pemimpin masyarakatnya. Untuk meningkatkan mutu suatu pendidikan tinggi maka diperlukan tenaga-tenaga dosen dan pimpinan perguruan tinggi yang bermutu pula. Sejalan dengan itu lembaga pendidikan tinggi harus mampu untuk melaksankan riset, baik yang diperlukan masyarakat sekitarnya maupun pengembangan ilmu pengetahuan. Jaringan kerjasama; pendidikan tinggi bukanlah suatu self-sufficient institution, lebih lebih lagi didalam duni yang terbuka dewasa ini diperlukan kerjasama dalam bentuk kemitraan yang sejajar antara semua pendidikan tinggi. Antara PTN dengan PTN, antara PTS dengan PTS, dan antara PTS dengan PTN haruslah merupakan suatu jaringan kemitraan yang saling membantu. Selanjutnya pada tataran atau dimensi global unsur-unsur visi pendidikan tinggi dapat dijelaskan sebagai berikut: Kompetitif; Dunia tanpa batas yang penuh tantangan dan peluang harus dihadapi sebagai suatu kenyataan oleh pendidikan tinggi. Dengan menawarkan program-program akdemik unggulan dengan taraf 37 internasional maka lembag-lembaga pendidikan tinggi kita bukan hanya

dapat mengharumkan nama bangsa dan Negara, tetapi juga dapat memetik keuntungan lainnya Kualitas; didalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kita maka perlu ditingkatkan fasilitas dan mutu risetnya. Hanya dengan demikian kita dapat meningkatkan kemampuan kompetitif dari lembaga pendidikan kita. Jaringan kerjasama; apabila pada dimensi lokal kerjasama diselenggarakan antara universitas baik negri maupun swasta didalam negri, maka didalam memasuki dunia tanpa batas kerja sama dengan lembagalembaga pendidikan tinggi diluar negri telah merupakan suatu keharusan. Kerjasama dengan universitas terbaik regional dan international dapat berupa pertukaran tenaga pengajar, mahasiswa, menyelenggarakan riset bersama, dan menyusun kurikulum yang lebih baik. Jaringan kerjasama internasional akan memberikan manfaat bagi pengembangan lembaga maupun pengembangan ilmu pengetahuan. Demikianlah indikator dari sisi pengembangan pendidikan tinggi kita memasuki masa globalisasi. Sudah barang tentu visi yang diterjemahkan didalam misi selanjutnya perlu diwujudkan didalam program-program pengembangan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2.3 Tinjauan tentang konsep pengelolaan perguruan tinggi Swasta Manajemen pada hakikatnya berkenaan dengan cara-cara

pengelolaan suatu lembaga agar supaya lembaga tersebut efisien dan efektif. Suatu lembaga akan efisien apabila investasi yang ditanamkan di dalam lembaga tersebut sesuai atau memberikan profit sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya suatu institusi akan efektif apabila pengelolaannya menggunakan prinsip-prinsip yang tepat dan benar sehingga berbagai 38

kegiatan di dalam lembaga tersebut dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah direncanakan (Tilaar, 2002: 10-11). Johnson et al (1995:9) mengemukakan bahwa mengelola perubahan harus didasarkan pada tiga hal, yaitu: (1) melakukan perluasan akses, (2) mengatasi tantangan yang dihadapi saat ini, dan (3) melibatkan tiga pimpinan utama yaitu rektor, dekan dan ketua jurusan. Dengan kondisi seperti ini diharapkan pendidikan tinggi mampu mengelola perubahan secara lebih solid dan elegan. Dikemukakan pula bahwa dalam proses restrukturisasi diperlukan sebuah pendekatan yang direkomendasi oleh sekolah tinggi atau universitas. Empat langkah pendekatan proses restrukturisasi di perguruan tinggi, yaitu (1) menetapkan konteks dan mengembangkan pedoman dasar dan tujuan artinya rektor yang merencanakan untuk merestrukturisasi administrasi lembaga dengan menentukan konteks dan mengembangkan dasar dan tujuan yang akan digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan, (2) mengidentifikasi dan memprioritaskan peluang yang bermakna untuk meningkatkan merencanakan dan dan mewujudkan mengenalkan kemenangan program dengan cepat, dan (3) (4) implementasi,

meningkatkan kesepakatan pada model bisnis. (Johnson et al, 1995:12) Ada lima proses identitas pendidikan tinggi, yaitu (1) melakukan perencanaan strategis dan mengalokasikan sumber-sumber, (2) mengelola sumber bagi para staf pengajar, (3) menghasilkan pengetahuan baru, (4) mendidik mahasiswa dan (5) memberi pelayanan pada masaraka. Kelima pemetaan proses tersebut memberikan sebuah kerangka kerja perubahan pendidikan tinggi karena hal itu menunjukan bagaimana proses-proses terkait yang mendukung lembaga. 39

Secara umum pengelolaan pendidikan dalam satuan pendidikan meliputi (1) pengelolaan kurikulum, (2) pengelolaan peserta didik, (3) pengelolaan tenaga kependidikan, (4) pengelolaan sarana prasarana pendidikan, (5) pengelolaan keuangan pendidikan, (6) pengelolaan hubungan dengan masyarakat, dan (7) pengawasan pendidikan. 2.4 Tahapan dan Kriteria World Class University Ada beberapa definisi yang memberikan penjelasan terkait apa itu WCU, beberapa diantaranya yaitu: Institution of academic programs of excellence, a strong tradition of academic research and debate, protection of academic freedom, intellectual autonomy, good governance, and cultural tolerance and diversity. (Srisaan dalam Kampechara, 2006) Liverpool (Kamprechara, 2006) mengemukakan tujuh elemen dari worldclass university: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Internasionalisasi kurikulum Meningkatkan pertukaran pelajar Peningkatan siswa asing Menerapkan pengembangan dan pertukaran Dosen Penggunaan sistem IT Kolaborasi dengan konstituen luar, dan Kemajuan dalam pengembangan internasional. World class oleh Altbach didefinisikan sebagai: ranking among the foremost in the world; of an international standard of excellence (Altbach dalam Levin, 2006). Sedangkan menurut Levin (ITB, 2009) WCU harus memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Exellence in research 40

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Academic freedom & an atmosphere of intellectual excitement Self Governance Adequate facility & Funding Diversity Internationalization: Student, scholars, and faculty from abroad. Democratic leadership A talented undergraduate body Use of ICT, efficiency of management, Library

10. Quality of teaching 11. Connection with society/community needs 12. Within Institutional Collaboration. Dalam beberapa seminar internasional pendidikan tinggi untuk mendorong internasionalisasi Perguruan tinggi, telah dihasilkan pernyataan yang merupakan langkah-langkah untuk suatu institusi yang akan menjadi WCU, yaitu: 1. untuk memulai internasionalisasi, institusi PT harus pertama-tama dengan jelas menentukan apa motivasinya, dan mereka harus memiliki statemen internasionalisasi yang disepakati dan dengan konsisten dilaksanakan kelanjutannya oleh top-manajemen PT. 2. Untuk masuk dalam ranking adalah penting, tapi bukan segalanya (tidak berarti universitas anda tidak berkualitas) tapi yang terpenting adalah bagaimana secara berkelanjutan menigkatkan kualitas seluruh aspek pendidikan. 3. Standar a) Internasional dapat dicapai melalui pengembangan berkelanjutan, diantaranya meliputi: Budaya Riset 41 b) Meningkatkan penggunaan Bahasa Inggris

c)

menigkatkan produktivitas kesepakatan kerjasama yang ada dengan universitas asing.

d) membangun dan memanfaatkan jaringan yang ada dengan yang stakeholder lain diluar kampus terutama pemerintah dan industri. e) memelihara hubungan dengan alumni dan juga dengan asosiasi professional. (Dikti, 2007) Menurut Dikti (2007), kualitas baik dalam riset menguatkan ide WCU, riset yang dikenali oleh peers. Kebebasan akademik dan lingkungan intelektual yang menarik juga memiliki peran sentral bagi WCU. Pengaturan institusi juga sangat penting. WCU memiliki ukuran yang jelas dari pengaturan internal, memastikn bahwa komunitas akademik memiliki control terhadap elemen kunci dari kehidupan akademik. kemudian fasilitas untuk kerja akademik juga sangat penting. Persyaratan berikutnya menurut Dikti adalah adanya kecukupan dana untuk mendukung pengajaran dan riset dari universitas, dan dukungan tersebut haruslah konsisten dan berjangka panjang. Pendanaan ini merupakan tantangan, karena pemerintahan di berbagai Negara mengurangi investasinya di Pendidikan Tinggi. Institusi akademik dituntut untuk memperhatikan kenaikan budgetnya melalui uang kuliah, dana yang diperoleh dari konsultasi dan penjualan produk berbasis riset, dan juga aktivitas untuk meningkatkan pendapatan lainnya. Dalam kesimpulannya Dikti (2007) dijelaskan bahwa universitas riset dapat meningkatkan dana yang signifikan dengan beragam cara, tapi tidak ada pengganti untuk dukungan dana dari keungan public yang substansial dan konsisten. Tanpa hal itu mengembangkan dan mendukung perwujudan

42

WCU adalah tidak mungkin. Maka dukungan public tersebut akan diperoleh ketika institusi memberikan pendidikan yang berkualitas. Dikti telah menetapkan Visi 2010 untuk pendidikan tinggi di Indonesia dimana kualitas sebagai fokus pertama bagi Institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang harus dilakukan. Internasionalisasi pendidikan tinggi diyakini sebagai salah satu jalan untuk menuntun kearah peningkatan kualitas tersebut. Terkait Internasionalisasi, Mc Burnie (Dikti, 2007) menjelaskan sebagai, Way of thinking and acting not constrained by national boundaries or tradition and which actively seeks inspiration, understanding, and input from outside (Indonesia) Peran Perguruan tinggi menurut Dikti dapat digambarkan sebagai berikut:

43

Gambar 1 Peran Perguruan tinggi menurut Dikti

(USERS, STUDENTS STAKE HOLDERS EXPECTATIONS

PARENTS, GOVERNM, MANAGEMENT, LECTURES, LEC INSTITUTIONS ETC) GRADUATE VISSION/ MISSION OF MAT HIGHER ERI TUR P EDUCATION INSTITUTION R O C E

FACILITIES.

Sumber: Direktorat kelembagaan Ditjen Dikti, 2007

44

Suatu insitusi Perguruan Tinggi dapat menentukan tujuannya diantaranya, melakukan insternasionasasi yang menyeluruh dari universitas, menjadi WCU, atau melakukan tahapan yang sistematis menuju kualitas yang baik. sedangkan parameter yang dapat diacu adalah dari segi berikut: a. Pricing: Luxury, quality, good value, low value, cheaper, cheapest. b. Quality: What is the prospective students perception of your quality c. Service & Support: What is that? d. Distribution: transnational delivery, local consumption, e-delivery. e. Packaging: your environment and your presentation. Dimulainya internasionalisasi dapat mengambil sasaran: a. Regional (Malaysia, Thailand, Vietnam, Cina, Korea, Jepang) b. Studi grup keluar negeri jangka pendek (Faculty-led) c. Reciprocal Exchange (Semester) d. Kolaborasi melalui pusat riset. Jenis jenis program mobilisasi dan kondisinya dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4 Forms and Conditions of mobility Category Forms and Conditions of mobility Development Education Commercial Cooperation People Students Professor/Shcolars Researchers/ Expert/consultants Linkages Trade

Semester/Year abroad Full degrees Field/ Research work Internship Sabbaticals Consulting 45

Programs Course, program sub-degree, degree, post graduate. Providers Institution Organizations Companies Project Academic project Services

Twinning Franchised Articulated/Validated Joint/Double Award Online/Distance

Branch Campus Virtual University Merger/Acquisition Independent Institution Research Curriculum Capacity building Educational Service Dalam kaitan pencapaian WCU oleh perguruan tinggi, Depdiknas dan Dikti telah mengeluarkan tahapan pencapaian yang dapat dijadikan pedoman oleh perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat strategi pencapaian standar untuk mencapai WCU versi dikti dalam gambar dibawah ini: Gambar 2. Strategi pencapaian standar versi Dikti

REGULATOR OF HIGHER

46

2007 ETC

SCHOOL SECONDARY

2006

25

ETC

uan Tinggi

200847

UNIVE RSITY

INDUS TRY

2.4.1 Asean University Network Program (AUNP) Akreditasi Internasional merupakan program strategis bagi universitasuniversitas di dunia, untuk mendapat legitimasi atas kualitas pendidikan dari dunia Internasional. penilaian AUN-Quality Assurance. Ditujukan untuk menyamakan mutu proses pendidikan di ASEAN. Program ini relevan dengan misi besar integrasi ASEAN. Implementasi dari AUN-QA ini di antaranya transfer nilai antar universitas di ASEAN. Ke depannya, mahasiswa dari negara-negara ASEAN dapat berkuliah antar negara ASEAN dengan mengantongi nilai kredit. Tidak hanya itu, kerja sama pendidikan seperti program double degree dan pertukaran mahasiswa (student Exchange) antar Universitas di ASEAN akan menjadi lebih mudah. Diharapkan semua universitas di ASEAN menerapkan standar AUN-QA demi memperkuat Pendidikan Tinggi di ASEAN serta berujung pada peningkatan daya saing dengan universitas-universitas di ASIA, Amerika, Eropa dan Australia (Dikti, 2008). Perbandingan standar masing-masing yang terkait kualitas suatu perguruan tinggi, termasuk standar AUN dapat dilihat dari table berikut:

48

Tabel 5. Tabel Perbandingan Standar Nasional Pendidikan BAN PT, Sistem Penjaminan Mutu PT, dan AUN-QA

49

BINAAN SPMP

B M MANDIRI 2.Proses Kurikulu 4 . Kurikulu P

2010

1.Isi Elig Kemahasiswaa isw Maha

rodi t 3.Kompetensi e lulusan p Penelitian n Dosen Pengabdian tenag pendukung (dosen tenaga masyarakat SDM dan penunjang) kepada Sarana dan prasaran a , 6.Pengelolaan Tata 7.Pembiayaan Tata p Pengelolaa endidikan program

k e p 5 . Sa pr Pendan

8.Penilaian

Ma

2009Sistem i

Proses pembelajar Suasana Su akademik nformasi Sis

mu Sistem pen jamina k Kerjasama e dalam dan luar p negeri Lulusa a 50 d

P e n e l

2.4.2 Kriteria Lembaga Perengkingan Global Rangking atau peringkat WCU diukur oleh beberapa kriteria diantaranya dari Times Higher Education Suplement (THES), Asia Week, Shanghai Jiaotong University (SJTU), Webometrics, dan DIKTI. Lembaga perengkingan global yang melakukan penelitian, penilaian dan perenkingan untuk menentukan suatu perguruan tinggi masuk dalam World Class Universities (WCU)/perguruan tinggi bertaraf internasional, diantaranya, Professional Ranking of World Class Universities; The Times Higher Education-QS World University Rankings; Sanghai Jia Tong Universities; NewsWeek dengan Top 100 Global Universities-nya; Webometric ; G Factor; Wuhan University; Regional dan National Rankings; European Union; dan lain sebagainya. Akan tetapi yang paling dirujuk adalah THE dan QS; Shanghai Jia Tong University; dan Webometric. Lembaga-lembaga perengkingan global ini memiliki kriteria, indikator dan bobot serta metodologi tersendiri dalam menghasilkan penilaian dari hasil rilis THE-QS yang terbaru, tiga universitas Indonesia (UI, ITB dan UGM) yang sebelumnya sudah masuk dalam tiga ratus besar memperbaiki posisi. Universitas Indonesia yang sebelumnya berada di urutan 395 dunia sekarang melompat sekitar 108 lompatan menempati urutan 287 dunia. 1. Times Higher Education Suplement (THES)

Masing-masing mengembangkan indikator-indikator penilaian terhadap suatu universitas di dunia. Times Higher komposisi penilaiannya dilihat dari reputasi akademik berdasar peer Review (bobot 40 %); survey pengguna/Employer Review (10 %); Mahasiswa internasional (5 %); 51

international Staff (5 %); Rasio mahasiswa: dosen (20 %); rata-rata Sitasi per dosen (20 %). Shanghai Jiao Tong memakai standar penilaian dengan kategori: lulusan yang memenangkan nobel (10 %); staf pemenang nobel (20 %); hasil riset staf dikutip dalam 21 bidang (20 %); artikel dalam nature dan science (20 %); artikel dalam jurnal internasional (20 %); kinerja akademik relatif terhadap ukuran institusi (10%). (http://www.dikti.go.id/, Mei 2009. Tabel 6: Kriteria World Class University Versi THES

Sumber: www.topuniversities.com Mei, 2009

Kriteria Kualitas Penelitian (Research Quality) memiliki bobot yang paling tinggi (60%). Dua indikator yang dinilai adalah yang pertama dari hasil Peer Review. Disebarkan angket online ke 190.000 akademisi dimana mereka diminta mengisi pertanyaan berdasarkan bidang kepakaran mereka, yaitu Arts & Humanities, Engineering & IT, Life Sciences & 52

BioMedicine, Natural Sciences dan Social Sciences. Kemudian mereka diminta memilih 30 universitas terbaik dari wilayah mereka sesuai dengan bidang kepakaran tersebut. Indikator kedua adalah Citations per Faculty, alias berapa banyak publikasi paper dari peneliti (professor) di univesitas tersebut dan jumlah citation (kutipan) berdasarkan data dari the Essential Science Indicators (ESI). Kriteria Kesiapan Kerja Lulusan (Graduate Employability) memiliki bobot 10% dengan indikator penilaian Recruiter Review. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil survey terhadap 375 perekrut tenaga kerja. Kriteria Pandangan Internasional (International Outlook) memiliki bobot 10% dengan dua indikator yaitu, jumlah fakultas yang menyediakan internasional program dan jumlah mahasiswa dan pengajar internasionalnya. Kriteria Kualitas Pengajaran (Teaching Quality) dinilai dari indikator rasio jumlah mahasiswa dan fakultasnya (Student Faculty). Bobot penilaian cukup signifikan karena mencapai 20%. 2. Academic Ranking of World Universities (ARWU) Rangking Academic Ranking of World Universities, (ARWU, 2009) dihitung berdasarkan 6 faktor utama, yaitu sebagai berikut: 1. Alumni : Total jumlah alumni yang mendapatkan penghargaan nobel (Nobel Prize) di bidang fisika, kimia, ekonomi dan kedokteran serta meraih Field Medal di bidang matematika. Digunakan hitungan bobot (weight) berdasarkan kebaruan tahun mendapatkan penghargaan tersebut. Semakin lama mendapatkan penghargaan, semakin kecil bobot prosentase nilainya. 2. Award : Total jumlah staff saat ini yang mendapatkan penghargaan nobel (Nobel Prize) di bidang fisika, kimia, ekonomi 53

dan kedokteran serta meraih Field Medal di bidang matematika.. Perhitungan bobotnya sama dengan Alumni. 3. HiCi : jumlah peneliti (dosen) yang mendapatkan nilai citation tinggi (high cited researcher) alias penelitiannya banyak dikutip oleh peneliti lain. 4. 5. PUB : Jumlah artikel yang diindeks oleh Science Citation IndexExpanded dan Social Science Citation Index. TOP : Prosentase artikel yang dipublikasikan dalam top 20% journal internasional dari berbagai bidang ilmu. Penentuan top 20% journal adalah berdasarkan nilai impact factors dari Journal Citation Report. 6. Fund : Jumlah total anggaran biaya penelitian dari sebuah universitas. Data didapatkan dari negara dimana universitas berada dan dari institusi-intitusi pemberi dana penelitian. Tabel 7: Bobot Indikator WCU versi ARWU Criteria Quality of Education Indicator Code Weight 10%

Alumni of an institution winning Nobel Alumni Prizes and Fields Medals Staff of an institution winning Nobel Prizes and Fields Medals Highly cited researchers in 21 broad subject categories Award

20%

Quality of Faculty

HiCi

20%

54

Research Output

Articles published in Nature and Science* Articles indexed in Science Citation Index-expanded, and Social Science Citation Index

N&S

20%

PUB

20%

Per Capita Per capita academic performance of an Performance institution TotalSumber: http://www.arwu.org diakses: mei, 2009

PCP

10%

100%

3.

Webometrics

Sementara itu Webometrics melihat pemanfaatan ICT sebagai proxinya dengan indikator: ukuran website (20%); link/jumlah sambungan yang diterima dari luar (50 %); Jumlah Rich Files (15 %); Scholars: kandungan publikasi ilmiah, laporan, jumlah sitasi dsb (15%).Untuk membangun universitas kelas dunia, beberapa prasyarat dan komitmen yang tidak bisa ditawar adalah: pertama, pembangunan pendidikan tinggi sebagai prioritas; kedua, harus memperhatikan sumberdaya; ketiga, sudah punya identifikasi institusi; keempat, rekrutmen akademisi; kelima,mengembangkan sumberdaya; dan keenam, melakukan reformasi tatakelola. Ada empat faktor utama yang menentukan rangking sebuah universitas, yaitu: Visibility (V), Size (S), Rich Files (R) dan Scholar (Sc). Formula penghitungan dan pembobotannya sendiri adalah seperti di bawah: Webometrics Rank = (4xV) + (2xS) + (1xR) + (1xSc) Pada intinya, V, S, R dan Sc adalah faktor penilai, sedangkan 4, 2, 1, 1 55

adalah bobot setiap faktor. Sebagai informasi tambahan, formula diatas mengalami revisi sejak Januari 2008 menjadi seperti di bawah (updated: 1 februari 2008)

Tabel 8: Bobot Indikator WCU versi Webometrics

Sumber: www.webometrics.info

a)

Visibility (V): Jumlah total tautan eksternal yang unik yang diterima dari situs lain (inlink), yang diperoleh dari Yahoo Search, Live Search dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasilhasilnya dinormalisasi-logaritmik ke 1 untuk nilai tertinggi dan kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan peringkat.

b) Size (S): Jumlah halaman yang ditemukan dari empat mesin pencari: Google, Yahoo, Live Search dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil pencarian dinormalisasi-logaritmik ke 1 untuk nilai tertinggi. Untuk setiap domain, hasil maksimum dan minimum tidak diikutsertakan (excluded) dan setiap institusi

56

diberikan sebuah peringkat menurut jumlah yang dikombinasi tersebut. c) Rich Files (R): Volume file yang ada di situs Universitas dimana format file yang dinilai layak masuk di penilaian (berdasarkan uji relevansi dengan aktivitas akademis dan publikasi) adalah: Adobe Acrobat (.pdf), Adobe PostScript (.ps), Microsoft Word (.doc) dan Microsoft Powerpoint (.ppt). Data-data ini diambil menggunakan Google dan digabungkan hasil-hasilnya untuk setiap jenis berkas d) Scholar (Sc): Google Scholar menyediakan sejumlah tulisantulisan ilmiah (scientific paper) dan kutipan-kutipan (citation) dalam dunia akademik. Data Sc ini diambil dari Google Scholar yang menyajikan tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan, dan tulisan akademis lainnya. 2.5 Kerangka pemikiran Kerangka pemikiran merupakan suatu model yang dijadikan acuan oleh para peneliti untuk melakukan penelitiannya, Bogdan dan Biklen (1992) menyebutnya sebagai paradigm yang didefinisikan sebagai asumsiasumsi, penelitian. Penelitian ini bertitik-tolak dari suatu pendirian atau pandangan yang melihat adanya pengaruh hubungan korelasi antara factor lingkungan, proses pembelajaran dengan kinerja dan keunggulan bersaing dari lembaga perguruan tinggi. Pemikiran ini sangat rasional dan logis karena besar ataupun kecil kinerja dalam hal ini terdiri dari prestasi akademik dan 57 konsep-konsep, atau proposisi-proposisi yang diyakini kebenarannya, yang dalam hal ini dapat mengarahkan cara berpikir

keunggulan bersaing dipengaruhi oleh proses pembelajaran, dan faktor lingkungan. Secara visual dapat tergambar dari bagan dibawah ini:

58

59

Kerangka pemikiran penelitian tentang kajian kriteria WCU untuk merumuskan keunggulan bersaing ini dikembangkan dari beberapa pemikiran, konsep dan identifikasi masalah sebagai berikut: a. Melihat persaingan global yang tidak saja terjadi di dunia industri dan perdagangan, tetapi berlaku juga di dunia pendidikan. Pada waktunya pendidikan menyesuaikan diri kepada masyarakat dan pada saatnya pula pendidikan menjadi perintis perubahan di masyarakat. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat, dalam batas tertentu standar baru dalam masyarakat perlu diimbangi standar baru dalam pendidikan. Dengan globalisasi dan keterbukaan, tantangan terhadap kemampuan sumberdaya makin kompleks dan lingkungan makin pluralistic. Persoalan khususnya bagi pendidikan tinggi adalah bagaimana persoalan program pendidikan dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. b. Menghadapi era globalisasi dan keterbukaan yang menuntut profesionalisme sumber daya manusia yang andal dan memiliki daya saing tinggi sebagai salah satu elemen penting dalam mencapai efisiensi dan produktivitas, maka pendidikan tinggi memiliki peran yang strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi tuntutan tersebut. c. Kondisi internal perguruan tinggi; faktor-faktor internal yang mempengaruhi manajemen perguruan tinggi (2) meliputi isu-isu (1) dampak oleh yang sentralstik, mekanisme pendanaan

pemerintah, (3) manajemen dan organisasi, (4)sumber daya manusia, (5) penelitia di perguruan tinggi, dan (6) peran serta orang tua dalam pendanaan pendidikan (Moeliohardjo, 2001: 392). 60

d.

Reinventing the university; hal terpenting dari menata kembali pendidikan tinggi adalah bagaimana secara positif kita membuat kerangka perubahan baik secara individu atau lembaga. Dalam penataan itu bisa dalam bentuk produk, pelayanan, atau proses, skill, manusia dan hubungan sosial, atau oganisasi sendiri. Pendek kata sesuatu itu harus diorganisir untuk peruahan yang bersifat menyeluruh dan tetap. Untuk memperoleh kondisi yang solid di masa depan, lembaga pendidikan tinggi harus melakukan perubahan secara cepat. (Johnson et al, 1995: 8).

e.

Paradigma penataan sistem perguruan tinggi; ditjen Dikti melalui KPPT-JP telah menyusun Paradigma Sistem Pendidikan Tnggi yang bertopeng pada lima pilar, yaitu: (1) hasil dan kinerja pendidikan tinggi harus mengacu kepada kualitas (mutu) yang berkelanjutan, (2) mutu yang berkelanjutan dilandasi oleh kreativitas engenuitas dan produktivitas pribadi sivitas akademika yang dapat dirangsang melalui pola manajemen yang berasaskan otonomi, (3) otonomi perguruan tinggi harus senapas dengan akuntabilitas penyelenggaraan kinerja dan hasil perguruan tinggi, (4) hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang handal dan sahih mengenai penyelenggaraan, kinerja dan hasil perguruan tinggi diaktualisasikan melalui proses akreditasi oleh BAN, (5) tindakan manajerial utama yang melandasi pengambilan keputusan dan perencanaan perguruan tinggi adalah proses evaluasi diri. Seiring dengan itu pada tanggal 1 April 2003, Dirjen Dikti telah menetapkan Visi Pendidikan Tinggi Indonesia 2010 yang dikenal dengan Higher Education Long Term Strategy (HELTS) (2003-2010), dengan tiga pilarnya, yaitu Quality, Acces and Equity, dan Authonomy. 61

Oleh karena itu pemberdayaan perguruan tinggi diharapkan akan lebih meningkat efisiensi dan efektivitasnya dalam program pengembangan berkelanjutan mendatang. f. Manajemen transformasi strategis kelembagan; mengantisipasi perubahan dimasa mendatang dan berbagai macam peluang dan tantangan dalam konteks globalisasi, maka dituntut bagi kelembagaan pendidikan di Indonesia untuk mampu (1) berperan aktif dalam memenuhi tuntutan utama keberhasilan pendidikan nasional, (2) mentransformasi kinerja menjadi lebih berguna, (3) menghasilkan produk/jasa/dampak yang berkualitas tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan desain manajemen transformasi strategis kelembagaan pendidikan yang secara singkat dijabarkan sebagai berikut (1) penanamaan relevansi dan peningkatan akuntabilitas, agar dapat memperbaiki kinerja penyelengaraan pendidikan, (2) pemantapan struktur dan manajerial kelembagaan, agar mampu meningatkan produktivitas dan kualitas manajemen organisasi secara menyeluruh menuju terciptanya struktur intitusi yang luwes dan tanggap (Biro Perencanaan, Depdiknas, 2000: 3). Perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan yang memiliki potensi sumber daya manusia dan agen perubahan dalam masyarakat perlu memperhatikan sumber daya yang dimilikinya, terutama pimpinan selaku pengelola dan penanggungjawab kinerja lembaga. Persoalan mutu dan kinerja pendidikan akan banyak berkaitan dengan soal bagaimana kemampuan dan kesanggupan pimpinan dalam mengelola lembaganya. 62 (sustainability development) pendidikan dimasa

BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Penelitian ini diakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengn pendekatan kualitatif. Penggunaan metode dan pendekatan ini berawal dari tujuan pokok penelitian, yaitu ingin mendeskripsikan dan menganalisa data dan informasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terhadap pengelolaan unit usaha sekolah dalam rangka menujang peningkatan mutu pendidikan. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh gambaran tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (expose de facto). Hal ini dipertegas oleh Moleong (2002: 7) bahwa penelitian dengan menggunakan metode deskriptif lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data dan hasil penelitian disepakati oleh kedua belah pihak yaitu peneliti dan subjek penelitian. Selanjutnya Moleong (2002: 4-8) mengungkapkan ada 11 ciri penelitian kualitatif, yaitu: 1. 2. 3. Latar alamiah (dilakukan pada situasi alamiah dalam suatu keutuhan) Manusia sebagai alat (Manusia/peneliti merupakan alat pengumpulan data yang utama) Metode kualitatif (metode yang digunakan adalah metode kualitatif) 63

4. 5. 6. 7. 8.

Anslisa data secara induktif (mengacu pada temuan lapangan) Teori dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan data) Deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka) Lebih mementingkan proses daripada hasil Adanya batas yang ditentukan oleh fokus (perlunya batas penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian)

9.

Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (punya versi lain tentang validitas, reliabilitas dan objektivitas) yang bersifat sementara (desain penelitian terus

10. Desain

berkembang sesuai dengan kenyataan lapangan) 11. Hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber data) 3.2 Sumber data penelitian Dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2002:112) sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan, foto dan statistik. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data tertulis dapat berupa buku dan majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Selanjutnya Usman dan Akbar (2001:81) mengemukakan bahwa responden dalam metode kualitatif berkembang terus secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan.

64

3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah: teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Sementara sebagai instrument pengumpul data adalah peneliti sendiri. Wawancara dan studi dokumentasi dilakukan kepada orang terkait kebijakan dan strategi pencapaian WCU 2017, yaitu Presiden Direktur YPT, Direktur Administrasi YPT, Rektor IM Telkom, dan Staf Penyusun RIP YPT. 3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur pelaksaan penelitian kualitatif sebenarnya dapat

dikatakan tidak mempunyai langkah yang baku dan tahapan yang jelas, namun demikian para pakar menggambarkan sebagai berikut: Bogdan (1972) dalam Moleong (2002: 85) mengemukakan tiga tahapan penelitian yaitu: (1) pra lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan (3) analisis intensif. Kemudian Moleong (2002: 85) menambahkan satu tahapan penelitian dari tiga tahapan yang telah dikemukakan Bogdan, yaitu tahapan penulisan laporan. Dengan mengacu kepada prosedur di atas, maka tahapan penelitian ini dilaksanakan dengan tiga tahapan, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap kegiatan lapangan, tahap analisis intensif, dan tahap pelaporan. Untuk lebih jelasnya diuraikan seperti di bawah ini: 3.4.1 Tahap pra-lapangann

Pelaksanaan pra-lapangan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai lokasi/keadaan objek penelitian; gambaran umum responden; arah dan fokus masalah yang hendak diteliti; penyesuaian waktu dan lain sebagainya yang berhubungan dengan tema penelitian. 65

Tahap ini dilakukan sambil menetapkan desain dan fokus masalah penelitian. Bersamaan dengan kegiatan ini, peneliti mengajukan usulan seminar proposal penelitian.

3.4.2 Tahap kegiatan lapangan Tahap ini adalah tahap inti pelaksanaan penelitian yang sesungguhnya. Focus masalah penelitian melalui pertanyaan penelitian harus terjawab melalui penjaringan data melalui kegiatan yang telah dijelaskan sebelumnya yakni observasi/pengamatan, wawancara maupun melalui studi dokumentasi. Pengumpulan data atau informasi dilakukan langsung terhadap nara sumber sesuai arah dan tujuan penelitian secara purposive, dengan menggunakan pedoman pengamatan dan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. 3.4.3 Tahap analisis intensif Data segera dianalisis setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan lapangan. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang harus diuji, pertanyaan apa yang harus dijawab, metode apa yang harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus segera diperbaiki (Usman dan Akbar 2001:86). 3.5 Signifikasi hasil penelitian Pada hakekatnya tingkat kebermaknaan proses maupun produk suatu penelitian kualitatif tergantng pada hal berikut: (1) kredibilitas (validitas internal); (2) transferabilitas (validitas external); (3) dependabalitas (reliabilitas); (4) konfirmabilitas (objektivitas) (Usman dan Akbar 2001: 8866

89).

Dengan

mempedomani

kriteria

tersebut

penelitian

ini

akan

dilaksanakan mengikuti kriteria di atas. Selanjutnya akan dijelaskan kriteria dimaksud sebagai berikut: 3.5.1 Kredibilitas Kredibilitas merupakan ukuran tentang kebenaran data yang dikumpulkan, dan dalam penelitian kuantitatif disebut validitas internal. Kredibilitas dalam penelitian kualitatif menggambarkan kecocokan atau kesesuaian konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau nara sumber. Untuk memperoleh hal tersebut dalam penelitian ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain: a) Triangulasi, yaitu mengecek kebenaran data dengan mmbandingkan data dari sumber lain. b) Pembicaraan dengan sumber lain, dalam hal ini peneliti membahas catatancatatan lapangan dengan kolega, teman sejawat yang mempunyai kompetensi tertentu. c) Panggunaan bahan referensi tertentu digunakan untuk mengamankan berbagai informasi yang didapat dari lapangan, dalam hal ini peneliti dapat menggunakan tape recorder untuk merekam hasil wawancara. d) Mengadakan member chek, yaitu menyimpulkan setiap akhir wawancara atau pembahasan satu topik secara bersama sehingga perbedaan persepsi dalam satu masalah dapat dihindarkan. Untuk itu peneliti melakukan konfirmasi ulang kepada responden untuk melakukan pengecekan akhir tentang keabsahan data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara. Dengan demikian data yang diperoleh sesuai dengan yang dimaksudkan oleh narasumber.

67

3.5.2 Transferabilitas Transferabilitas ialah apabila hasil penelitian kualitatif itu dapat digunakan atau diterapkan pada kasus atau situasi lain. Artinya sejauhmanakah hasil penelitian ini bias diaplikasikan atau digunakan dalam objek lain. Dengan kata lain transferabilitas dalam penelitian kualitatif menurut Nasution (1988:188) adalah: bagi peneliti kualitatif, transferabilitas tergantung pada si pemakai yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu. Oleh karena itu transferabilitas hasil penelitian ini diserahan kepada kalangan penggunanya. 3.5.3 Dependabilitas Dependabilitas dalam penelitian kualitatif dapat diartikan sejajar dengan reliabilitas pada penelitian kuantitatif. Dependabilitas dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur/menguji apakah penelitian ini dapat diulangi atau direplikasian dengan menemukan hasil yang sama. Sebenarnya sangat sulit mengukur kosistensi hasil penelitian manusia. Oleh sebab itu untuk menjaga kebenaran dan konsistensi hasil penelitian ini, maka dilakukan auditrail, yaitu dengan melakukan pemeriksaan guna meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan memang demikian adanya. Hal ini ditempuh dengan jalan: 1) mencatat selengkap mungkin hasil wawancara, observasi maupun studi dokumentasi sebagai data mentah guna kepentingan analisis selanjutnya; 2) menyusun hasil-hasil analisis dengan cara menyeleksi data mentah tersebut, kemudian merangkum atau menyusunnya dalam bentuk deskripsi sebagai display data; 3) kemudian melaporkan keseluruhan proses penelitian dari sejak studi orientasi dan menyusun disain sampai pengolahan data sebagaimana disampaikan dalam penelitian ini. 68

3.5.4 Konfirmabilitas Konfirmablitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hal yang berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Mengingat penelitian kualitatif ini dilakukan langsung oleh peneliti dalam menjaring data, maka keobjektivitasan data yang dijaring sangat bergantung pada peneliti sendiri, berbeda dengan penelitian kuantitatif yang instrument penjaringan datanya berupa angket dan siapa saja dapat menyebarkannya. Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menjaga keobjektivitasan data semaksimal mungkin melalui metode dan tatacara yang sudah dijelaskan sebelumnya. 3.6 Operasionalisasi Variabel Variabel yang dielaborasi menjadi indikator-indikator yang secara garis besar adalah dari Rencana Strategis IM Telkom yang pada praktiknya akan dievaluasi keterkaitannya dengan kriteria penilaian dari lembaga penilai WCU. Operasionalisasi Variabel dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel/Indikator Program Pengembangan kemampuan IM Telkom. 1.Pengelolaan institusi perguruan tinggi

Deskripsi a.Pemahaman seluruh civitas akademika bahwa IM Telkom itu institusi Pendidikan Tinggi, maka wajib mengacu pada ketentuan akademik. b. Dibentuk: (i) lembaga penelitian dan (ii) lembaga pengabdian kepada masyarakat. c. Kegiatan seminar nasional minimal 1 kali dalam 1 tahun. d. IM Telkom sebagai lembaga perguruan tinggi diakreditasi a.memiliki dokumen mutu akademik b.Melakukan audit mutu akademik secara 69

1. Sistem penjaminan Mutu

2. Pengelolaan

3. Kemampuan Individu

4. Tata kelola

periodic a.Pengelolaan asset dan keuangan dengan baik b.Meningkatkan kemampuan SDM: (i) faculty memenuhi ketentuan akademik; (ii) tenaga penunjang akdemik kualitasnya naik. a.Meningkatkan jumlah faculty yang dikenal baik nasional maupun internasional b.Tenaga penunjang akademik mampu bekerja mandiri. Visi misi, dan tujuan mencapai standar kinerja normative (benchmark dengan PT standar Asia/Dunia): layak, cukup, relevan, suasana akademik yang menunjang efektivitas, efisiensi, dan produktif.

Program Pengembangan sumber-sumber pendanaan. 1. Hibah Kompetisi Mampu memperoleh hibah kompetisi dan mengelola dengan baik Proporsional Meningkat tiap tahun a.Sistem keuangan menjamin akuntabilitas b.Hasil audit bidang keuangan menunjukan kewajaran.

2.SPP 3.Penerimaan dari kerjasama 4.Pengelolaan keuangan Program Pengembangan dan Perluasan Pendidikan 1. Daya Tampung

2.Diversifikasi Pendidikan Program Pengembangan Mutu, Kompetensi dan relevansi Pendidikan 1.Peningkatan Kualitas faculti

a.Tiap fakultas maksimal 2500 mahasiswa b.Kelas Internasional berbahasa inggris maksimal 300 mahasiswa. Kelas Penjenjangan di Bandung dan di Jakarta

a.Dosen dengan gelar akademik S1=0% 70

2.Peningkatan sarana prasarana pendidikan

dan

3.Peningkatan Mutu Lulusan, Efisiensi, dan Efektivitas Proses Belajar mengajar

b.Dosen tanpa jabatan akademik=0% c.Dosen dengan gelar akademik Doktor=40% d.Jumlah Guru Besar=10% e.Dosen masuk dalam organisasi profesi=50% f.Dosen dengan Toefl >450=60% g.Tiap dosen publikasi tulisan dengan ISBN min.1 setiap 3 tahun h.Tiap dosen melakukan penelitian min.1 dalam 1 tahun i.Jurnal ilmiah IM Telkom terakreditasi Ditjen Dikti a.Setiap kelas max.40 mahasiswa b.rasio Dosen Mahasiswa=1:25 c.Fasilitas Internet untuk mahasiswa d.Perpustakaan melayani 60% kebutuhan mata kuliah wajib e.Transaksi perpustakaan meningkat 10%/tahun f.Lembaga Penerbitan a.Relasi bidang kerja=50% b.Waktu tunggu < 6 bulan untuk S1=50%; S2 Coop=75% c.Lulusan tepat waktu (S1=10semester;S2=6 semester)= 90% d.Kemampuan Toefl alumni >450 e.Kemampuan alumni untuk mengoperasikan computer dan Internet=100% a.Masuk 500 besar PT di Asia dan 100 besar di Indonesia b.Peningkatan penerimaan beasiswa c.Peningkatan instansi/sponsor sumber beasiswa d.Pembinaan kesehatan dan kerohanian mahasiswa=100% a.Tersusunnya AD & ART lembaga 71

Program pengembangan Manajemen Pendidikan 1.rating IM Telkom

2.Pengembangan kelembagaan

3.Pengembangan sarana

kemahasiswaan IM Telkom b.Terwujudnya koordinasi yang baik dengan lembaga di lingkungan IM Telkom c.Berfungsinya secara optimal jaringan komunikasi dengan perguruan tinggi dalam dan luar negri a.Terpenuhinya fasilitas pusat kegiatan mahasiswa b.Terpenuhinya beberapa sarana dan prasarana olah raga a.Terbentuknya IKA di kota-kota besar b.Meningkatkan peran IKA dengan IM Telkom Terbentuknya Lembaga penelitian Bertambahnya kerjasama dengan Industri dan masyarakat a.Nasional=10 makalah/tahun b.Internasional=5 makalah/tahun Hak paten 1 setiap 2 tahun a.Meningkat b.Manajemen yang efisien dan efektif

Program Peran alumni 1.Peran IKA Program Pengembangan dan penelitian 1.Lembaga Penelitian 2.Link and match dengan industry dan masyarakat 3.Publikasi hasil penelitian 4.Jumlah Paten 5.Networking lembaga penelitian IM Telkom Program Pengembangan Pengabdian kepada masyarakat 1.Kolaborasi

2.Internasionalisasi

a.Peningkatan kerjasama di dalam negeri b.Penigkatan kerja sama di luar negeri a.Meningkatkan kerjasama regional dan internasional b.beasiswa dari luar negeri meningkat c.Standar Kompetensi Internasional (WCU) Mutu layanan di berbagai aspek di IM Telkom meningkat a.Kompetensi fakulti meningkat 72

Program penunjang Penyelenggaraan IM Telkom 1.Tertib administrasi dan peningkatan mutu 2.Peningkatan kualitas SDM

3.Meningkatkan pengelolaan aset 4.Sarana dan prasarana

b.kualitas tenaga penunjang meningkat a.Data lengkap b.Pengelolaan keuangan wajar Kenyamanan suasana kerja

akademik

73

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Strategi Pencapaian Mutu Pendidikan IM Telkom menuju WCU 2017 Dalam rangka menuju visi misi lembaga untuk menjadi World Class University 2017 kita dapat menganalisis beberapa tahapan yang perlu untuk dilakukan, yaitu pemenuhan terhadap standar minimum SNP (Standar Nasional Pendidikan) yang merupakan PP 19 tahun 2005. Kemudian dilihat Rencana Induk Pengembangan (RIP) YPT, maka dievaluasi keterkaitannya dengan kriteria World Class University versi beberapa lembaga perengking paling dirujuk untuk pemeringkatan internasional seperti Times Higher Education Suplement (THES) Academic Rangking of World University (ARWU) dari Shanghai Jiaotong University, maupun dari Webometrics. Terkait Strategi pencapaian WCU 2017, peneliti melakukan wawancara dengan Direktur Administrasi dan Mutu, Dedi Supriadi pada tanggal18 November 2009. Dedi mengatakan bahwa pada tahun 2017 WCU dicapai dengan mengajukan prodi unggulan untuk masuk ke dalam kriteria lembaga WCU. Untuk IM Telkom prodi Manajemen Bisnis Telekomunikasi (MBTI) memiliki keunggulan, karena merupakan satu satunya prodi MBTI di Indonesia. Kemudian menurut Dedi, Renstra IM Telkom yang belum selesai, dan baru mencapai draft 3, perlu disingkronkan dengan kriteria lembaga-lembaga penilai WCU 2017. Bila pada saat ini Intitut Teknologi Telkom telah 74 masuk peringkat 3000-an webometric, maka diharapkan IM Telkom pada

tahun 2017 bisa menjadi lembaga yang masuk peringkat diatas 3000, untuk itu maka perlu dilakukan upaya-upaya salah satunya adalah peningkatan visibilitas web IM Telkom. Hal ini untuk memenuhi salah satu kriteria Webometric yaitu Visibility. Kemud