Modernitas Dalam Pandangan Seyyed Hossei

download Modernitas Dalam Pandangan Seyyed Hossei

of 13

description

bn

Transcript of Modernitas Dalam Pandangan Seyyed Hossei

BAB I

PAGE 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia modern dilanda berbagai krisis yang kompleks. Baik itu krisis alam, krisis kebudayaan-peradaban, krisis sosial-ekonomi, krisis pendidikan dan krisis-krisis lainnya yang antara satu dengan lainnya hampir memiliki hubungan. Banyak orang mulai jenuh dengan kehidupan dunia ini. Mereka menginginkan keadilan, kesejahteraan, keamanan, dan perdamaian. Namun kenyataanya mereka semakin terpuruk, di Eropa saat ini pengangguran meningkat dari tahun sebelumnya. Yunani, Spanyol dan Italia yang dahulu dikenal sebagai pusat peradaban Barat sekarang tertimpa berbagai krisis. Di Timur Tengah yang sebagian perekonomiannya ditopang oleh emas hitam (minyak bumi) begitu juga tak lepas dari krisis baik itu konflik batas wilayah Negara sampai krisis etnis dan mazhab belum lagi di Afrika, Amerika, Asia Timur dan di Negeri kita sendiri berbagai macam krisis mencederai masyarakat modern (Kompas. Com Forum Ekomomi 28/10/12)Ada banyak idiom yang digunakan orang untuk menandai kehidupan masyarakat modern dewasa ini, misalnya the crisis of our age, nestapa manusia modern (Hossein Nasr), Terputusnya rantai kemajuan material dan kemajuan moral (Bertrand Russel), Kesenjangan Hati dan fikiran (Rabindranath Tagore), sindroma keterasingan (Fromm), kekosongan rohani (Leahy,), ataupun the age of anxiety (Bastaman) (Ahmad Syafii Maarif,1995:22). Munculnya idiom-idiom semacam itu menunjukkan adanya krisis yang diderita manusia yang hidup di zaman ini. Krisis yang disinyalir bersumber pada kekosongan jiwa manusia modern akan makna, baik dalam arti ideologis, moral, mitologis maupun spiritual (Koeswara, 1987; Leahy, 1991; Arifin, 1994; dan Bastaman, 1996) (Dakwah Kampus.facebook.com).

Multi krisis yang terjadi baik krisis moral, spiritual, dan krisis kebudayaan lebih disebabkan corak peradaban modern industrial yang dipercepat oleh globalisasi yang merupakan rangkaian dari kemajuan barat pasca renaisans, di mana kepercayaan para ilmuan kepada agama ketika itu mengalami puncak penolakan yang amat mengkhawatirkan.Agama yang diharapakan dapat membawa manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat menjadi kambing-hitam penghambat kemajuan manusia. Pandangan dunia yang berbasis pada dunia metafisik dan agama dianggap sebagai dunia masa lalu sebagai prinsip dan keyakinan, atau dalam bahasa Agus Comte, terjadi peralihan dari masa metafisik ke tahap positif(F Budi Hardiman,2003:75)Abad 15 adalah puncak perkembangan ilmu pengetahuan di Barat yang biasa dikenal dengan Renaisance, suatu abad pencerahan sekaligus pembebasan manusia dari dominasi agama, pembebasan juga mengandung makna terjadi peralihan cara pandang manusia, kesadaran jati diri manusia mengalami proses menuju individuasi, distansi, progress, rasionalisasi dan sekularisasi. Proses ini ibarat bola salju terus berputar semakin besar pertama manusia modern digambarkan sebagai manusia yang tersentak oleh ketepukauannya terhadap alam, sehingga mental partisipasinya yang ada sejak dahulu dalam jiwa manusia sebagai proses-proses kosmos menjadi sikap distansi, manusia mengalami keretakannya dengan kosmosnya( F Budi Hardiman,2003:73), alam dianggap sebagai pelacur meminjam kata dari Seyyed Hossein Nasr kemudian terjadi desakralisasi dan berlanjut pada tercerainya pranata-pranata social dari symbol-simbol relegius lewat proses sekularisasi (F.Budi Hardiman,2003:73).Sekularisasi menurut ahli teologi kenamaan di Belanda, Cornelis van Peursen sebagaimana yang dikutif oleh Syed Mohammad Naquib Alatas adalah sebagai pembebasan manusia pertama dari kungkungan agama dan kemudian dari kungkungan metafisika yang mengatur akal dan bahasanya (Syed Mohammad Naquib Alatas,2011:19)

Sebagai suatu pandangan dunia Sekularisme adalah anak kandung dari modernism yang lahir ketika masa renaisan yang kemudian mengalami puncaknya ketika terjadi zaman pencerahan (Aufklarung) suatu pandangan yang melepaskan bebas dunia ini dari kefahaman mengenai dirinya yang berdasarkan agama dan faham-faham berunsurkan keagamaan, menolak segala pandangan dunia(worldview) yang tertutup, menghapuskan semua mitos luar biasa dan simbol-simbol yang dianggap kudus. (Syed Mohammad Naquib Alatas,2011:20) Dengan demikian, abad modern Barat adalah zaman ketika manusia menemukan dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Manusia dipandang sebagai makhluk yang hebat, yang independen dari Tuhan dan alam. Manusia modern Barat sengaja melepaskan diri dari keterikatannya dengan Tuhan (theomosphisme), untuk selanjutnya membangun tatanan manusia yang semata-mata berpusat pada manusia (antropomorphisme). Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri, yang mengakibatkan terputusnya dari nilai-nilai spiritual. Akibatnya, manusia modern Barat pada akhirnya tidak mampu menjawab persoalan-persoalan hidup sendiri(Nasr,2012:www.studiesincomparativereligion.com)Modernisme akhirnya dirasakan membawa kehampaan dan ketidak bermaknaan hidup. Timbul berbagai kritik dan usaha pencarian baru. Manusia membutuhkan pola pemikiran baru yang diharapkan membawa kesadaran dan pola kehidupan baru. Dalam hal kesadaran manusia, secara praktis, timbul gejala pencarian makna hidup dan upaya penemuan diri pada kepercayaan-kepercayaan yang sarat dengan spiritualitas.Kehampaan dan hilangnya makna hidup yang sebenarnya dapat kita lihat pada manusia modern contohnya diantara lain seperti pernyataan JW Bush presiden Amerika Serikat ketika geram dan akan menumpas aksi terror 11 September 2001 silam, Ia menyatakan Kami bermaksud menumpas habis terorisme yang mengancam dunia, karena itu bangsa mana pun di dunia yang tidak mengikuti cara dan logika kami itu, akan kami anggap sebagai musuh. Dan ucapan Bush juga dibalas dengan oleh al-Qaeda dengan tidak kalah keras yaitu Melalui perang suci kami berjuang menentang keangkuhan imperialis jahat Amerika Serikat, siapapun yang tidak mengikuti cara perang suci ini akan kami anggap antek-antek imperialis, dari dua pernyataan diatas tampak sekali mereka menngunakan cara berfikir linear,logika biner, atau menggunakan doktrin aku ada yang lain tidak ada, atau prinsip aku menang, yang lain pecundang, (Husain Heriyanto,2008:ix-x) mengingatkan kita semua dengan cara berfikir Rene Descartes bapak Modernis Barat abad xv Cogito ergo sum aku berfikir maka aku ada.Kebutuhan akan kebermaknaan hidup menjadi sesuatu yang penting karena eksistensi manusia adalah makhluk yang kompleks selain memiliki dimensi jasmani manusia juga memiliki dimensi ruhani, bagaimana mungkin manusia dapat mengkaji secara menyeluruh tentang dirinya, sangat ironis kalau manusia modern dapat terbang tinggi untuk menguasai angkasa dan menyelam untuk mengarungi seluruh samudra namun mereka gagal untuk mengetahui tentang jati dirinya secara menyeluruh.Fitrah manusia akan kebutuhan kepada agama merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantahkan bahkan hubungan yang terjalin antara aqal dan wahyu sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan telah ada dalam jiwa manusia sebagai landasan epistemologi untuk kebahagian manusia di dunia dan akhirat dalam buku Pengantar Pola Pikir Ilmiah Islami (UID,2002:28) dijelaskan bagaimana hubungan yang erat antara aqal, wahyu dan jiwa manusia sebagai sesuatu yang saling menguatkan tampa ada kontradiksi satu sama lainnya, sebagai mana firman Allah SWT : Artinya:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S Rum.30)Dalam bahasa al-Quran, agamaditunjuk dengan kata (Din) yang mengandung arti hubungan antara dua pihak, yang salah satu keduanya memiliki hubungan yang lebih tinggi, seperti juga kata (Dain) yang berarti utang, demikian juga kata Din yang berarti pembalasan. Din dalam arti agama adalah Hubungan manusia dengan satu kekuatan yang jauh melebihinya dimana manusia patuh kepada kekuatan itu (Quraish Shihab,vi:2012)Hubungan yang terjalin antara manusia dengan Tuhannya telah terjalin ribuan tahun dari semenjak Bapak manusia (Adam) diciptakan, manusia selalu mendapatkan bimbingan dan kebijaksanaan dari Tuhannya, Nasr menyebut kebijaksanaa ini dengan kata Tradisi sebagai basis spiritual manusia. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai : Spiritualitas dan Modernitas Menurut Pemikiran Seyyed Hossen Nasr (Studi Atas Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern).B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang diatas penulis dapat memberikan identifikasi masalah dalam tesis ini. Adapun identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat Modern mengalami krisis tentang dirinya

2. Masyarakat modern dengan kemajuan teknologi yang maju telah mendewakan akal dan indra sebagai buah dari renesance abad ke-15.

3. Bagaimana Islam melihat krisis spiritiual manusia modern.

4. Bagaimana pandangan Prof. Dr. Seyyed Hossin Nasr tentang problem manusia modern dan solusi melalui pemikiran Islam.

5. Pandangan Prof. Dr. Seyyed Hossin Nasr tentang alur pemikiran barat dan posmodernisme.C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Karena begitu luas pembahasan masalah yang terkait dengan problem modernitas dan solusi bagi manusia modern dengan terapi spiritualitas dan juga begitu banyak pemikiran dari Seyyed Hossein Nasr maka perlu penulis batasi kajian dari tesis ini adalah :1. Biografi, latar belakang dan aktifitas dari kehidupan sosok Pemikir Seyyed Hossein Nasr.2. Bagaimana Modernitas Barat dan Spiritualitas Islam sejarah, pengertian dan pandangan dunia keduanya3. Bagaimana Solusi Spiritualitas Islam yang diberikan Seyyed Hossein Nasr sebagai pembebas manusia modern dari segala krisis kehidupan terutama tentang jati diri manusia.Dari gambaran sepintas pada latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sosok pemikir Muslim Seyyed Hossen Nasr baik dari riwayat hidup, latar belakang pemikiran dan sepak terjangnya di kancah pemikiran dunia

2. Bagaimana Seyyed Hossein Nasr melihat Modernitas baik dari sejarah pemikirannya sampai kepada krisis manusia modern, jika dilihat dari bangunan pemikiran Islam. 3. Pentingnya menghidupkan kembali tradisi Pemikiran Islam dan Spiritualitas Islam yang saling terintegrasi sehingga di satu sisi pemikiran Islam tidak gersang dan di sisi lainnya menjadikan spiritualitas layak dikaji dan memiliki bangunan filosofis yang kuat. Dari hal-hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk memilih pokok permasalahan dalam penulisan Tesis ini, harapan penulis adalah ingin memberikan gambaran tentang Bagaimana modernisme yang begitu mempesona jika tampa didasarkan pada agama ia akan mengalami krisis yang akan berbahaya dan akan lebih berbahaya jika umat Islam mengganti agamanya dengan modernisme.D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Penulis ingin memaparkan sosok Pemikir Muslim Kontemporer yang hidup dan di besarkan di Barat namun Ia memeliki integritas pengetahuan dan budaya Islam yang kuat.2. Penulis Ingin menjelaskan Ketinggian nilai-nilai pengetahuan Islam yang berbeda dengan agama manapun sehingga Islam tidak bertentangan dengan modernisme.3. Penulis ingin menjelaskan bahwa Spiritualitas merupakan bagian dari khazanah pemikiran Islam yang tidak pernah kering ataupun mati.Penulis memohon kepada Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi, kiranya amal ini penuh berkah dan diterima, agar bermanfaat bagi para pembaca. Dan di akhirat kelak, kiranya menjadi bekal terbaik di hari yang dijanjikan, dan semoga salam sholawat kita untuk Sang pemberi syafaat baginda Nabi Besar Muhammad S.A.W memberikan penyelamatan atas segala amal yang telah kita lakukan .amin

E. Metodologi Penelitian

Untuk sampai pada pokok permasalahan yang akan dibahas pada tesis yang akan dibuat, penulis menggunakan metode kualitatif yakni metode deskriptif analitis dengan jalan menggambarkan pokok permasalahan berdasarkan data-data yang diperoleh dari sumber bacaan untuk kemudian dianalisa menjadi sebuah konsep.Penulis ingin menganalisa sosok Seyyed Hossein Nasr bukan hanya dari latar belakang kehidupannya, namun yang lebih penting yaitu ada semacam rantai khazanah dan tradisi berfikir dan spiritual di mazhab Syiah yang menjaga pemikiran Filsafat Islam dari masa-masa. Sejak Al-Kindi, al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd sampai kepada Suhrawardi, Ibn Arabi, Nashiruddin at-Thusi dan selanjutnya Mulla Sadra(Shadr al-Mutaallihin) Sedangkan untuk memperoleh data-data yang diperlukan penulis memperolehnya melalui pengamatan perpustakaan dan media internet. Penulis sadar akan kekurangan informasi yang penulis dapatkan disamping juga pembahasannya yang terlampau luas untuk itu penulis akan memaparkannya secara global. Dan untuk penulisan tesis ini penulis berpedoman pada buku panduan penulisan Skripsi, Tesis UID Jakarta.

F. Kajian Pustaka

Kajian tentang masyarkat khususnya masyarakat modern merupakan kajian yang sangat menarik baik dalam bidang kemajuan ilmu pengetahuan maupun sebagai tingkat maksimal dalam gerbong sejarah peradaban manusia namun ironisnya kemajuan ilmu pengetahuan manusia modern tidak dipandu oleh nilai-nilai ketuhanan yang mencakup akhlak atau etika dan kesadaran akan hakikat manusia.Sehingga kita temukan banyak penyimpangan dalam memaknai anugerah Tuhan dalam kemajuan tersebut sebagaimana kita ketahui ketika munculnya Renaisance di Eropa itu terjadi akibat adanya perdebatan yang dahsyat antara Sains dan Agama.Untuk itu dalam tesis ini akan dipaparkan perlu ada usaha untuk memberikan panduan dan kritik terhadap manusia modern agar tidak terjerambat dalam jurang kehancuran dan tenggelam dalam kubangan materialistis. Sosok yang paling tepat untuk itu adalah pemikiran dari Prof Dr. Seyyed Hossein Nasr yang memiliki latar belakang tradisionalis namun besar dalam lingkungan sains modern. Khususnya tentang Seyyed Hossen Nasr, ketika Penulis meneliti di beberapa Perpustakaan kampus Kajian tentang beliau telah banyak dijadikan rujukan para sarjana diantaranya adalah disertasi Irfan Safrudin yang berjudul Kritik Terhadap Modernisme: Studi Komparasi Pemikiran Jurgen Habermas Dan Seyyed Hossein Nasr (2003) (www. Islamuna-adib .blogspot. 3 Maret 2012) Safruddin ingin mengetengahkan corak pemikiran dari keduanya baik dari perbedaan diantara keduanya juga Safruddin mengambil persamaan dua pemikir tersebut Ia menggabungkan antara paradigma pemikiran emansipatoris Jurgen Habermas dan paradigma transendental Nasr.Selain itu penelitian Elya Munfarida berjudul Konsep Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr (2004) (www. Islamuna-adib .blogspot. 3 Maret 2012.) Elya memaparkan kritik Seyyed Hossein Nasr terhadap dunia Modern beserta solusi yang ditawarkannya selain itu juga Ia memaparkan tentang hakikat manusia dilihat dari berbagai aspek diantaranya penciptaan, potensi dan spiritual, seperti pembahasan Safruddin, Elya tidak membahas lebih mendalam tentang sosok pemikir Seyyed Hossein Nasr dari mana tradisioanalis, epistemologinya hingga kritik manussia modern.Ada pemikiran yang senada dengan diatas tapi hanya terfokus pada bidang Sufisme yaitu Penelitian dari Ujang Safruddin dengan judul Neo-Sufisme dan Problem Modernitas : Telaah Pemikiran Seyyed Hossein Nasr (2004) yang berupaya membahas tentang Post-modernisme Nasr sebagai solusi kegersangan manusia modern. Selain itu ada tulisan yang lebih detail lagi yang ditulis oleh Ali Maksum berupa tesis yang berjudul Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern: Telaah Signifikansi Konsep Tradisionalisme Islam Seyyed Hossen Nasr (2003)(Ali Maksum, kajian ini berkenaan dengan konsep tradisonalisme Islam Nasr sebagi gerakan anti modernisme Barat dengan menghidupkan kembali tasawuf sebagai jalan spiritulitas menuju hakikat kehidupan yang sebenarnya sekali lagi walaupun kajian Ali Maksum sekilas ada benang merah kesamaan namun tulisan Ali Maksum tidak menggali lebih dalam tentang tradisi pemikiran Islam dan kajian Filsafat Islam yang merupakan cikal bakal benang merah sains modern sehingga tradisi spiritual Islam tidak dapat diartikan meninggalkan tindakan yang terpisah dari permasalahan dunia modern. Yang akan Penulis bahas dalam tesis ini adalah Pemikiran Beliau yang bersumber dari Filsafat Hikmah dan Ibnu Arabi yang berkenaan dengan tradisi dan Spiritual Islam yang patut menjadi renungan manusia modern.Kajian seperti ini penulis belum dapatkan pada perpustakaan maupun rujukan internet yang Penulis lihat, tetapi ada kajian tentang Konsep Seni Islam menurut Seyyed Hossen Nasr yang mengkaji tentang seni di dalam Islam dan kaitannya dengan Spiritualitas walaupun ada perbedaan kajian dan cara pandang namun tesis tersebut dapat menjadi pertimbangan penulis untuk lebih fokus kepada tradisi Islam dan krisis manusia Modern yang berbasis pada filsafat Hikmah dan Konsep wahdatul wujud Ibnu Arabi. .Menurut hemat Penulis kajian Spiritual Islam yang dibalut tradisi Islam sangat menarik untuk menyingkap lebih mendalam tradisi Suci yang menjadi perekat pada setiap agama untuk saling menghormati, menjaga persatuan dan kesatuan sebagai wadah manisfestasi keberadaan Tuhan.1PAGE