MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN (Studi .../Model-p...Dalam penelitian ini terdapat rumusan...
Transcript of MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN (Studi .../Model-p...Dalam penelitian ini terdapat rumusan...
MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN
(Studi Laboratorium Eksperimen pada Konsumen Potensial Laptop di UNS)
SKRIPSI
Diajukan Guna Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi
Syarat – Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen Pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
ARIEF TRI PRASETYO
NIM : F. 0206031
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ABSTRAK
MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN (Studi Laboratorium Eksperimen pada Konsumen Potensial Laptop di UNS)
Arief Tri Prasetyo
F. 0206031
Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan konsumen sebelum membeli sebuah produk adalah country of origin dan harga. Country of origin yang terkenal serta harga yang kompetitif akan membuat konsumen lebih yakin dan nyaman ketika membeli produk tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat rumusan masalah sebagai berikut: apakah country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek, apakah harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga, apakah persepsi kualitas merek dan persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsian nilai, dan apakah persepsi nilai berpengaruh positif pada niat membeli. Dari perumusan masalah tersebut kemudian dibagi menjadi lima hipotesis, yaitu: country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek, harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga, persepsi kualitas merek berpengaruh positif pada persepsi nilai, persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsi nilai, persepsi nilai berpengaruh positif pada niat membeli. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh country of origin dan harga pada persepsi konsumen mengenai value suatu produk, yang kemudian hal tersebut berpengaruh pada niat membeli konsumen.
Penelitian ini merupakan penelitian kausal dengan jenis eksperimen yang menggunakan objek produk laptop jenis entry level (konsumen tingkat awal). Populasi dalam penelitian ini yaitu konsumen / calon konsumen laptop yang berstatus sebagai mahasiswa UNS. Partisipan yang diambil yaitu sejumlah 198 responden dengan metode convenience sampling.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modelling (SEM), dengan menggunakan teknik estimasi maximum likehood. Dari hasil olah data dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan hasil analisis model struktural yang menguji hubungan pengaruh antara country of origin pada persepsi kualitas merek, didapatkan hasil bahwa country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek.
2. Berdasarkan hasil analisis model struktural yang menguji hubungan pengaruh antara harga pada persepsi penerimaan harga, didapatkan hasil bahwa harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga.
3. Berdasarkan hasil analisis model struktural yang menguji hubungan pengaruh antara persepsi kualitas merek pada persepsi nilai, didapatkan hasil bahwa persepsi kualitas merek berpengaruh positif pada persepsi nilai.
4. Berdasarkan hasil analisis model struktural yang menguji hubungan pengaruh antara persepsi penerimaan harga pada persepsi nilai, didapatkan hasil bahwa persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsi nilai.
5. Berdasarkan hasil analisis model struktural yang menguji hubungan pengaruh antara persepsi nilai pada niat membeli, didapatkan hasil bahwa persepsi nilai berpengaruh positif pada niat membeli.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa niat membeli konsumen laptop dipengaruhi oleh persepsi nilai dan persepsi nilai dipengaruhi dari country of origin dan harga. Hal tersebut disebabkan karena dalam memilih produk laptop yang akan dibeli, konsumen memilih produk yang berasal dari negara maju. Tetapi produk yang berasal dari negara maju dari sisi harga tidak kompetitif, konsekuensinya konsumen mencari produk dari negara berkembang dengan harga yang pantas.
Dari kesimpulan diatas hendaknya produsen laptop memperhatikan negara mana yang dijadikan basis produksi, karena mayoritas masyarakat Indonesia mempunyai persepsi yang buruk pada beberapa negara, yang mengakibatkan tidak maksimalnya penjualan atau akan terjadi pemboikotan. Harga yang ditawarkan kepada konsumen juga hendaknya harga yang kompetitif, agar bisa terjual secara maksimal. Selain itu dari segi penelitian, peneliti hanya menggunakan satu produk. Akan didapat hasil yang lebih akurat apabila menggunakan lebih dari satu produk. Kata kunci: country of origin, harga
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul :
” MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN ”
Surakarta, Juni 2010
Disetujui dan diterima oleh
Dosen Pembimbing
Lilik Wahyudi, S.E., M.Si.
NIP. 19800603.200501.1.001
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima oleh tim penguji Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi
tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Surakarta, Juli 2010
Tim Penguji Skripsi
1. Dr, Budhi Haryanto, MM. Sebagai Ketua (… )
NIP. 19600904.198601.1.001
2. Lilik Wahyudi, S.E, M.Si Sebagai Pembimbing ( )
NIP. 19800603.200501.1.001
3. Aminah Sukma Dewi, S.E, M.Sc Sebagai Anggota ( )
NIP. 19771207.200812.2.002
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Apapun yang dapat kau lakukan, atau yang kau harap dapat kau lakukan, mulailah.
Keberanian memiliki kejeniusan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya.
“Mulailah Sekarang”
(Goethe)
..laisal fata man qola kaana abi, w
a lakinnal fata man qola Ha Ana Dzaa…
=> Bukanlah seorang pemuda yang selalu mengandalkan ayahnya, namun seoranglah
pemuda yang berani dengan lantang mengatakan “ inilah saya!”
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:
· Ayah dan Ibu, Kakak-kakak ku.
· Teman-teman yang sudah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
· Civitas Akademika FE UNS.
· Dan semua orang yang sedang mengerjakan tugas akhir / skripsi agar selalu
bersemangat... Skripsi itu perjuangan dan jangan pernah menyerah teman!
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrohmatullohi wabarokatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN (Studi
Laboratorium Eksperimen Pada Konsumen Potensial Laptop di UNS)”, sebagai
tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
2. Dra Endang Suhari, M.Si., selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
3. Lilik Wahyudi, S.E., M.Si selaku pembimbing skripsi atas semua kritik, saran,
dan perhatianya yang sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang
terbaik.
4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih-ku ucapkan
atas semua ilmu yang telah dibagi.
5. Ibu dan Bapak, terima kasih atas segala doa, kasih saying, cinta, dan pengorbanan
yang tak bias ananda balas.
6. Teman-teman yang sudah membantu demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan
yang berkelanjutan.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warrohmatullohi wabarokatuh
Surakarta, Juni 2010
Arief Tri Prasetyo
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………......
ABSTRAK……………………………………………………………..
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………...................
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………............
HALAMAN MOTTO PERSEMBAHAN ………………………….....
KATA PENGANTAR ……………………………………………........
DAFTAR ISI ………………………………………………………......
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..........
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………..………………….………….......
1.2. Rumusan Masalah ..............…………...……………………
1.3. Tujuan Penelitian ...........……………………..…………….
1.4. Manfaat Penelitian……………………..…………...............
BAB II. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1. Country of Origin………........................................................
2.2. Harga………………………………………………………...
2.3. Persepsi Penerimaan Harga……………………………...…..
2.4. Persepsi Kualitas Merek..........................................................
2.5. Persepsi Nilai..........................................................................
2.6. Niat Membeli..........................................................................
2.7. Penelitian Terdahulu...............................................................
2.8. Model Penelitian.....................................................................
2.9. Pengembangan Hipotesis........................................................
i
ii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xii
1
7
7
8
9
10
12
12
15
16
18
20
20
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................
3.2. Studi Eksploratori ….……………………………………….
3.3. Studi Eksperimen Laboratorium …………………………....
3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas………………………………..
3.5. Metode Analisis……………………………………………..
3.6. Estimasi dan Pengujian Model Struktural…………………...
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Partisipan……………………………….
4.2. Analisis Instrumen Penelitian……………………………….
4.3. Analisis Data………………………………………………...
4.4. Analisis Uji Hipotesis dan Pembahasan Hasil Penelitian…...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan.............................................................................
5.2. Implikasi Pemasaran...............................................................
5.3. Keterbatasan………………………………………………....
5.4. Saran…………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
24
25
31
43
44
44
48
52
55
66
72
74
75
75
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
III.1
III.2
IV.1
IV.2
IV.3
IV.4
IV.5
IV.6
IV.7
IV.8
IV.9
IV.10
IV.11
Kelompok Desain Faktorial...............................................................
Hasil Cek Manipulasi.........................................................................
Deskripsi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin..........
Deskripsi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia............................
Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Saat Ini....................
Deskripsi Responden Berdasarkan Treatment Country of Origin…..
Deskripsi Responden Berdasarkan Treatment Harga……………….
Uji Validitas………………………………………...........................
Uji Normalitas………………………………………………………
Uji Outlier…………………………………………………………..
Hasil Pengujian Goodness of Fit Model……………………………
Hasil Goodness of Fit Setelah Modifikasi Model…………………..
Regression Weights…………………………………………………
36
39
49
50
51
51
52
53
57
59
61
63
66
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
II.1 Model Penelitian………………………………………. 20
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Globalisasi menuntut perusahaan untuk bekerja keras agar tetap bisa bertahan di
dalam pasar yang semakin banyak pesaing. Setiap perusahaan melakukan berbagai cara
untuk merebut hati konsumen. Perbaikan kualitas, pengembangan produk, penambahan
fasilitas, pengurangan biaya produksi yang tidak efisien, layanan after sales yang baik
adalah beberapa cara perusahaan agar konsumennya tidak berpindah ke produk yang lain.
Efisien merupakan salah satu kunci utama untuk memenangkan persaingan. Demi
mencapai tingkat efisiensi maksimal, perusahaan besar membangun pabrik di negara
berkembang karena biaya produksinya yang lebih murah, dengan begitu produk yang
dihasilkan mempunyai harga jual kompetitif, sehingga dapat lebih mudah memenangkan
market share. Sebagai konsekuensi, negara asal produk (country of origin) menjadi bahan
evaluasi penting bagi konsumen sebelum melakukan pembelian (Ahmed et al., 2002).
Selain country of origin, harga juga menjadi bahan evaluasi konsumen dalam melakukan
pembelian. Penelitian oleh Hastak dan Hong dalam Teas dan Agarwal
(2000) menunjukkan bahwa dampak dari country of origin pada persepsi kualitas dapat
dibandingkan dengan harga. Sesuai dengan penelitian oleh Peterson dan Jolibert dalam
Speece dan Nguyen (2005), tentang pengaruh country of origin terhadap niat pembelian
menarik untuk dilakukan karena mayoritas penelitian tentang country of origin lebih
banyak dilakukan di Amerika Utara atau Eropa, yang mana negara tersebut adalah negara
maju, sedangkan Indonesia merupakan negara berkembang. Konsekuensinya adalah
terdapat banyak perbedaan (penghasilan, pendidikan, gaya hidup, dan lain-lain) apabila
penelitian tersebut dilakukan di Indonesia. Sesuai dengan penelitian oleh Shapiro dalam
Zeithaml (1988), bahwa harga merupakan sinyal tingkat kualitas produk, maka semakin
tinggi harga konsumen percaya bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik.
Tetapi menurut Scitovszky dalam Dodds et al. (1991), harga ditentukan oleh kekuatan
supply dan demand, dimana barang berharga murah dan berkualitas paling baik akan
tetap dicari konsumen sehingga membuat harga jualnya semakin tinggi. Peneliti ingin
meniliti kesenjangan diatas terhadap konsumen Indonesia.
Country of origin adalah negara dimana produk tersebut diproduksi atau
kantor pusat perusahaan berlokasi (Ozsomer dan Cavusgil dalam Thanasuta et al., 2008).
Kita dapat mengetahui negara produk tersebut berasal dari tanda atau tulisan yang tertera
pada produk tersebut. Tanda “made in” menunjukkan negara dimana produk tersbut
dirakit (Papadopoulus dalam Thanasuta et al. 2008). Penggunaan country of origin
sebagai bahan evaluasi telah dilakukan pertama kali oleh Schooler dalam Thanasuta et al.
(2008), hasilnya menunjukkan bahwa konsumen menggunakan country of origin untuk
mempertimbangkan kinerja dan kualitas produk, dimana produk yang berasal dari negara
industri maju dipersepsikan lebih baik kualitasnya daripada negara berkembang.
Penelitian ini juga didukung oleh peneliti selanjutnya oleh Ahmed et al. dalam Thanasuta
et al. (2008). Lalu hal ini diperkuat kembali oleh penelitian yang dilakukan oleh Darling
dan Arnold dalam Teas dan Agarwal (2000) yang menyarankan bahwa country of origin
dapat menjadi menjadi lebih penting dibandingkan dengan nama merek sebagai sebuah
pengaruh dari persepsi kualitas.
Country of origin termasuk dalam informasi ekstrinsik, begitu pula dengan harga,
sedangkan yang termasuk dalam informasi intrinsik adalah rasa dan desain. Apabila
seorang konsumen tidak memiliki banyak waktu untuk mencari informasi tambahan pada
sebuah produk, maka konsumen cenderung menggunakan country of origin sebagai
sebuah pertimbangan untuk mengevaluasi sebuah produk. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Speece dan Nguyen (2005), bahwa efek dari country of
origin menjadi lebih kuat pada konsumen yang tidak mencari informasi lebih banyak.
Supanvanij dan Amine dalam Ahmed et al. (2002), menjelaskan bahwa konsumen di
seluruh dunia menggunakan country of origin sebagai sebuah atribut dalam evaluasi
produk. Hal ini diperkuat dengan penelitian Thorelli dalam Teas dan Agarwal (2000)
bahwa persepsi konsumen pada country of origin mempengaruhi persepsi dari kualitas,
perilaku dan niat pembelian. Maka tidak salah bila setiap konsumen telah mempunyai
gambaran tersendiri tentang produk yang dihasilkan dari sebuah negara tertentu, apakah
itu baik atau tidak. Karena country of origin adalah bagian dari citra merek,
merek dari negara dengan citra yang baik akan mempunyai kesempatan yang lebih baik
untuk membuat citra produk lebih positif daripada produk dari negara dengan citra yang
kurang baik (Lee dan Ganesh dalam Speece dan Nguyen, 2005). Konstruk country of
origin dapat dijabarkan menjadi empat komponen: country of design, country of parts,
country of assembly (Insch dan McBride dalam Chuch dan Kao, 2004) , dan country of
manufacture (Chuch dan Kao, 2004). Menurut konstruk yang ditetapkan oleh Mohamad
et al. (2000) dan Li et al. (2000) dalam Chuch dan Kao, (2004), country of design dapat
dijabarkan ke dalam 5 bagian: penampilan, mode, warna, keanekaragaman, dan estetika.
Harga adalah yang diberikan atau
dikorbankan untuk mendapatkan produk (Zeithaml, 1988). Hal ini sesuai dengan Lamb,
Hair, McDaniel dan Athola dalam Zeithaml (1988), bahwa harga sebagai sebuah atribut
tingkat bawah dalam model multiatribut karena harga adalah sebuah komponen
“pemberian”, daripada “menerima”. Definisi lain dari harga sesuai dengan Chapman
dalam Zeithaml (1988), adalah yang sebagai sebuah pengorbanan. Pernyataan ini sesuai
dengan Becker dalam Zeithaml (1988), bahwa harga tidak hanya pengorbanan konsumen
untuk mendapatkan produk, tetapi biaya waktu, mencari, dan tenaga juga termasuk dalam
faktor implisit atau eksplisit dari sebuah pengorbanan. Selain itu, harga dipercaya oleh
konsumen sebagai informasi tentang kualitas produk (Ehrenberg et al. dalam Speece dan
Nguyen, 2005). Tetapi sesuai dengan Scitovszky dalam Dodds et al., (1991) bahwa
penggunaan harga sebagai sebuah indikator dari kualitas produk adalah tidak rasional,
tetapi menunjukkan sebuah kepercayan bahwa harga pada sebuah pasar ditentukan oleh
kekuatan saling mempengaruhi dari suplai kompetitif dan permintaan. Sebagai
konsekuensi, barang dengan harga termurah dengan kualitas yang paling baik akan
dipilih konsumen, yang mengakibatkan harga barang tersebut akan naik sesuai dengan
hukum permintaan. Setiap konsumen mempunyai
reference price, yang dapat membantu untuk menilai apakah harga tersebut pantas untuk
sebuah produk atau tidak. Reference price terdiri dari 2 jenis, yaitu internal reference
price dan external reference price (Campo dan Yague, 2006). Internal reference price
yaitu standar harga yang konsumen gunakan untuk sebuah harga penawaran produk.
Sedangkan external reference price adalah proses referensi oleh konsumen yang
bersumber dari sebuah komparasi dari harga jual produk, dengan standar harga yang
sudah diingat konsumen. Sesuai dengan kegunaan reference price, maka konsumen dapat
menilai apakah harga sebuah produk mahal, biasa, atau murah. Hal ini diperkuat oleh
penelitian Chao (1993) dalam Teas dan Agarwal (2000) bahwa harga, country of design,
dan country of assembly secara statistik signifikan terhadap persepsi kualitas oleh
responden.
Produk yang sangat dipengaruhi oleh country of origin dan harga yaitu produk
elektronik, laptop merupakan salah satunya. Penelitian terhadap laptop menarik untuk
dilakukan karena menurut data dari IDC (www.idcindonesia.com) diperkirakan ada
sekitar 1,5 juta unit permintaan laptop di Indonesia, bahkan untuk tahun depan akan
bertumbuh sekitar 30%. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya permintaan
laptop bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi makro yang sudah mulai stabil dimana
krisis global sudah mulai recovery.
Toshiba sendiri merupakan perusahaan yang memproduksi dan memasarkan
berbagai peralatan listrik dan produk elertronik yang canggih. Toshiba Corporation
adalah salah satu perusahaan diversifikasi produsen dan pemasar produk digital,
perangkat elektronik dan komponen, sistem infrastruktur sosial dan Home appliances
(www.bloganugrahpratama.com) . Inovasi Toshiba yang terbaru dalam hal laptop adalah
membuat laptop yang memiliki layar monitor 12 inch LED backlit dengan berat hanya
979 gram dan sudah dilengkapi Super-Multi DVD Drive tertipis di dunia, yaitu hanya
7mm. Laptop dengan teknlogi mutakhir yang tersebut dipasarkan dengan nama model
berseri PORTÉGÉ R600. (www.toshibaasia.com).
Saat ini market share penjualan laptop di Indonesia dikuasai oleh Acer. Acer telah
menguasai sekitar 38%, sementara sisa 62% market share tersebut harus berbagi dengan
beberapa merek, yaitu HP, Lenovo, Asus, Dell, NEC, MSI, Sony, IBM, dan Toshiba.
Berdasarkan data dari GFK (www.gfk.com), Toshiba meraih 18% market share
penguasaan pasar laptop di Indonesia, yang berarti bahwa Toshiba ada di urutan kedua
pasar laptop Indonesia setelah Acer. Berbagai langkah telah dilakukan oleh Toshiba
untuk meningkatkan market share, diantaranya dengan lebih serius lagi melakukan
penetrasi pada segmen pasar low end / entry level (laptop dengan harga dibawah 5 juta)
dan mainstream (laptop dengan harga dibawah 10 juta). Selain itu Toshiba juga telah
menunjuk brand ambassador Luna Maya untuk lebih mendekatkan produk ini ke pasar
sehingga image brand lebih dekat lagi dengan konsumen Indonesia.
Dengan strategi pemasaran yang tepat, maka akan diperoleh konsumen yang
loyal. Tingkat loyalitas yang tinggi adalah salah satu asset paling besar yang dapat
dimiliki oleh seorang pemasar. Pengamatan terhadap pandangan konsumen terhadap
country of origin dan tingkat harga yang bermacam-macam harus dijadikan dasar untuk
perencanaan pemasaran yang efektif. Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan di
atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh
country of origin dan harga terhadap pemilihan produk oleh konsumen. Dengan
mengambil judul “MODEL PROSES PEMBENTUKAN NIAT PEMBELIAN”
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tentang pengaruh country of origin dan harga yang telah
diuraikan dimuka, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek?
2. Apakah harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga?
3. Apakah persepsi kualitas merek berpengaruh positif pada persepsi nilai?
4. Apakah persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsi nilai?
5. Apakah persepsi nilai berpengaruh positif pada niat membeli?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh country of origin pada persepsi kualitas merek.
2. Untuk menganalisis pengaruh harga pada persepsi penerimaan harga.
3. Untuk menganalisis pengaruh persepsi kualitas merek pada persepsi nilai.
4. Untuk menganalisis pengaruh persepsi penerimaan harga pada persepsi nilai.
5. Untuk menganalisis pengaruh persepsi nilai pada niat membeli.
1.4. Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian tercapai diharapkan memiliki manfaat:
1. Bagi akademisi
Penelitian ini memberi bukti empiris mengenai pengaruh country of origin, serta
harga terhadap persepsi nilai dan niat membeli oleh konsumen. Sehingga bisa
menjadi pertimbangan dalam penerapan ilmu pemasaran dalam dunia nyata.
2. Bagi praktisi
Penelitian ini bisa dimanfaatkan sebagai salah satu pedoman dalam penentuan
harga produk, membangun citra merek serta segmentasi produk. Sehingga dengan
acuan tersebut perusahaan mampu membuat kebijakan yang tepat untuk bisa
bertahan dalam persaingan usaha yang semakin ketat.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Kajian literatur-literatur terdahulu menjelaskan fenomena faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan niat pembelian. Pembahasan pada bab ini dimaksudkan
untuk memberi penjelasan mengenai posisi studi ini dibandingkan penelitian-penelitian
terdahulu berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek amatan serta hubungan antar
variabel yang terbentuk. Penjelasan tersebut dimaksudkan untuk memberi rerangka dasar
dalam merumuskan hipotesis dan pengembangan model yang diusulkan.
2.1. Country of Origin
Country of origin didefinisikan sebagai negara asal dari perakit atau pembuat
produk (Hans dan Terpstra dalam Ahmed et al. 2002), diidentifikasikan dengan label
“made in” atau “manufactured in” (Chasin dan Jaffe dalam Ahmed et al. 2002). Akan
tetapi dengan pesatnya pertumbuhan perusahaan multinasional dan munculnya produk
hybrid dengan komponen yang bersumber dari beberapa Negara telah mengaburkan
keakuratan atau validitas dari label “made in” atau “manufactured in” (Baker dan Michie,
Baughn dan Yaprak dalam Ahmed et al., 2002) sehingga untuk membuat identifikasi dari
country of origin seringkali sangat sulit. Misal: konsumen mengenal produk Sony,
Toshiba, Honda sebagai produk dibuat oleh negara Jepang, walaupun sebenarnya produk
itu sendiri tidak diproduksi di Negara tempat perusahaan itu berdomisili.
Maheswaran dalam Ahmed et al. (2002), mengusulkan bahwa country of origin
digunakan dalam suatu evaluasi produk sebagi sebuah proses stereotyping dimana
konsumen dapat memprediksikan atau mengevaluasi bahwa suatu produk lebih
berkualitas jika mempunyai country of origin yang juga berkualitas.
Menurut Han dalam Schaefer (1995), konsumen menggunakan country of origin
sebagai efek ‘halo’ yang akan menyimpulkan atribusi dari produk jika konsumen tidak
familiar dengan produk atau menambah pengetahuan konsumen terkait dengan produk
jika konsumen familiar dengan produk tertentu.
Jadi dapat dikatakan country name bisa digunakan sebagai suatu sinyal, dimana
konsumen akan memiliki persepsi kualitas yang berbeda-beda dari berbagai macam
country name. Hal ini akan sangat bermanfaat ketika pengetahuan tentang extrinsic
product cues lainnya (misal merek, harga) minimal.
Konsumen Indonesia dikenal sebagai konsumen yang menyukai produk impor.
Mereka menganggap produk impor sebagai produk yang lebih berkualitas dibandingkan
produk local. Produk yang berasal dari Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan
Jepang lebih digemari oleh konsumen Indonesia.
2.2. Harga
Harga merupakan sesuatu yang diserahkankan dalam pertukaran untuk
mendapatkan suatu barang maupun jasa (Lamb, Hair, McDaniel, 2001). Harga adalah apa
yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan produk (Zeithaml, 1988). Hal ini
sesuai Athola dalam Zithaml (1988), bahwa harga sebagai sebuah atribut tingkat bawah
dalam model multiatribut karena harga adalah sebuah komponen “pemberian”, daripada
“menerima”. Definisi lain dari harga sesuai dengan Chapman dalam Zeithaml (1988),
adalah yang sebagai sebuah pengorbanan. Pernyataan ini sesuai dengan Becker dalam
Zeithaml (1988), bahwa harga tidak hanya pengorbanan konsumen untuk mendapatkan
produk, tetapi biaya waktu, mencari, dan tenaga juga termasuk dalam faktor implisit atau
eksplisit dari sebuah pengorbanan. Selain itu, harga dipercaya oleh konsumen sebagai
informasi tentang kualitas produk (Shapiro dalam Zeithaml , 1988).
Setiap konsumen mempunyai reference price, yang dapat membantu untuk
menilai apakah harga tersebut pantas untuk sebuah produk. Reference price terdiri dari 2
jenis, yaitu internal reference price dan external reference price (Campo dan Yague,
2006). Internal reference price yaitu standar harga yang konsumen gunakan untuk sebuah
harga penawaran produk. Sedangkan external reference price adalah proses referensi
oleh konsumen yang bersumber dari sebuah komparasi dari harga jual produk, dengan
standar harga yang sudah diingat konsumen. Sesuai dengan kegunaan reference price,
maka konsumen dapat menilai apakah harga sebuah produk terlalu mahal, biasa, atau
terlalu murah.
2.3. Persepsi Penerimaan Harga
Pandangan atau persepsi konsumen tentang kepantasan suatu harga produk yang
memengaruhi konsumen dalam mengevaluasi produk yang akan dibeli disebut dengan
persepsi penerimaan harga (Maxwell, 2001). Pengaruh harga bagi konsumen memiliki
pengaruh langsung terhadap persepsi mereka pada kualitas merek atau frekuensi
pembelian dalam keseharian. Untuk itu perusahaan harus mampun menciptakan strategi
harga secara bijaksana untuk mendapatkan persepsi konsumen yang tepat berkaitan
dengan harga suatu produk. Para konsumen cenderung tergantung pada harga yang tinggi
sebagi suatu alat prediksi dari kualitas produk pada saat tidak ada kepastian yang terlibat
dalam keputusan pembelian (Lamb, 2001). Produk dengan harga yang tinggi akan
dipersepsikan konsumen, bahwa produk tersebut berkualitas tinggi. Namun apabila harga
produk terlalu tinggi, maka hal tersebut akan berpengaruh negatif terhadap persepsi nilai
konsumen pada suatu produk (Stauble, 2000: 292). Karena apabila terlalu tinggi,
konsumen akan membandingkan dengan produk lain yang memiliki harga lebih
terjangkau berdasarkan referensi (referencwe price) yang mereka miliki.
2.4. Persepsi Kualitas Merek
Persepsi kualitas menurut Chapman dan Wahlers (1999) adalah kepercayaan
konsumen terhadap keseluruhan kualitas suatu produk. Sedangkan persepsi kualitas
merek (brand perceived quality) adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek
produk (Durianto, Sugiarto, Tony, 2001: 96). Persepsi kualitas produk akan berpengaruh
secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap
merek. Karena perceived quality merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan
jika perceived quality pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan
bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika perceived quality positif, produk akan disukai.
Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat
ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi
pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap
suatu produk.
Mengacu pada pendapat David A. Garvin, dimensi perceived quality dibagi
menjadi tujuh (dalam Durianto, Sugiarto, Tony, 2001), yaitu:
1. Kinerja
Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik
operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan.
Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, seringkali
pelanggan mempunyai sifat yang berbeda dalam menilai atribut-atribt kinerja ini.
Kecepatan akan diberi nilai tinggi oleh sebagian pelanggan, namun dianggap
tidak relevan atau dinilai rendah oleh sebagian pelanggan lain yang lebih
mementingkan atribut kenyamanan.
2. Pelayanan
Mencerminkan kemampunann memberikan pelayanan kepada produk tersebut.,
misalnya mobil merek tertentu meyediakan pelayanan kerusakan atau service
mobil 24 jam diseluruh dunia.
3. Ketahanan
Mencerminkan umur ekonomis dari produk mobil tersebut. Misalnya mobil merek
tertentu yang memposisikan dirinya sebagi mobil tahan lama walau telah berumur
12 tahun, tetapi masih berfungsi dengan baik.
4. Keandalan
Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke
pembelian berikutnya.
5. Karakteristik Produk
Bagian-bagian tambhana dari produk (features), seperti remote control sebuah
video, tape deck, system WAP untuk ponsel. Penambah ini biasanya digunakan
sebagai pembeda yang penting ketika dua merek terlihat hampir sama. Bagian-
bagian tambahan ini memberikan penekanan bahwa perusahaan memahamai
kebutuhan pelanggan yang dinamis sesuai perkembangan.
6. Kesesuaian dengan spesfifikasi
Merupakan pandangan mengenasi kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat
produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misalnya
sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesfifikasi yang telah ditentukan seperti
jenis dan kekuatan mesin, pintu, material untuk pintu mobil, ban, system
pengapian dan lainnya.
7. Hasil
Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi
sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang
baik maka kemiungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas
lain yang penting.
2.5. Persepsi Nilai
Suatu produk akan sukses penjualannya apabila mampu memberikan suatu nilai
dan kepuasan kepada konsumennya. Biasanya konsumen akan memilih suatu produk
yang dipersepsikan mempunyai suatu nilai lebih dalam benak konsumen. Gambar
dibawah ini menunjukkan aspek apa saja yang dipersepsikan konsumen sebagai
keuntungan yang diperoleh (Total Consumer Value) dan biaya yang dikeluarkan (Total
Consumer Cost).
Nilai suatu produk menurut Kotler (2000) yaitu rasio antara yang konsumen
dapatkan, meliputi keuntungan fungsional dan keuntungan emosional dengan apa yang
konsumen berikan untuk mendapatkan produk tersebut atau sering disebut biaya
pembelian produk.
Persepsi konsumen tentang nilai suatu produk yang mereka dapatkan disebut
dengan perceived value. Perceived value adalah nilai yang diterima konsumen terhadap
suatu produk atau jasa yang merupakan trade-off antara benefit yang diterima dan
pengorbanan yang harus dilakukan untuk memperoleh barang tersebut (Chapman dan
Wahlers, 1999). Perceived value suatu produk akan menjadi pertimbangan konsumen
dalam menentukan pilihan produk mana yang akan dibeli. Jika perceived value suatu
produk tinggi maka konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Untuk
menghasilkan perceived value yang tepat bagi konsumen, perusahaan hendaknya
memperhatikan kriteria evaluasi kualitas produk atau jasa yang ditawarkan.
2.6. Niat Membeli
Menurut Chapman dan Wahlers (1999) niat membeli didefinisikan sebagai
keinginan konsumen untuk membeli suatu produk. Konsumen akan memutuskan produk
yang akan dibeli berdasarkan persepsi mereka terhadap produk tersebut berkaitan dengan
kemampuan produk tersebut dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi atau
semakin bagus persepsi konsumen terhadap nilai suatu produk, maka niat membeli
terhadap suatu produk tersebut juga semakin tinggi (Maxwell, 2001). Hal ini karena pada
saat ini banyak sekali pilihan produk yang ada di pasar, sehingga konsumen cenderung
akan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya dan mampu memberikan
kepuasan.
Menutut Kotler (2000) konsumen dalam melakukan keputusan pembelian ada
lima tahapan yaitu: 1) pengenalan masalah, 2) pencarian informasi, 3) evaluasi alternatif,
4) keputusan pembelian, 5) perilaku pasca pembelian. Secara rinci tahap-tahap tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengenalan masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli
menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang
diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dari
kebutuhan normal seseorang, yaitu rasa lapar, dahaga meningkat hingga suatu tingkat
tertentu dan berubah menjadi dorongan. atau suatu kebutuhan dapat timbul karena
disebabkan rangsangan eksternal.
2. Pencarian informasi
Salah satu kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang
dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masing-masing sumber
terhadap keputusan-keputusan membeli. Sumber-sumber informasi konsumen dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok:
ü Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan
ü Sumber komersil : iklan, tenaga penjualan, penyalur, kemasan dan pameran
ü Sumber umum : media massa, organisasi konsumen
ü Sumber pengalaman : pernah menangani, menguji, menggunakan produk
3. Evaluasi alternatif
Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu
mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk
terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. Konsumen
mungkin mengembangkan seperangkat merek tentang dimana setiap merek berada
pada ciri masing-masing. Kepercayaan merek menimbulkan citra merek.
4. Keputusan membeli
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi tujuan membeli dan kepuasan
membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain
akan mengurangi alternatif pilihan seseorang alan tergantung pada dua hal:
a. Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen
b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut
Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-fakor keadaan yang tidak
terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti:
pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk
yang diharapkan.
5. Perilaku sesudah pembelian
Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami
beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat
dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang menarik
minat pemasar..
2.7. Penelitian Terdahulu
Ahmed et al. (2002), meneliti tentang pengaruh country of origin, harga dan
merek terhadap evaluasi dan minat membeli produk low involvement. Dalam penelitian
ini Ahmed dan Johnson mengemukakan bahwa dimensi yang melingkupi country of
origin terdiri dari ras/aroma, prestis, dan kualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
country of origin berpengaruh ketika konsumen mengevaluasi produk low-inolvement,
tetapi bila terdapat extrinsic cues (harga dan merek), pengaruh dari country of origin
menjadi lemah dan merek menjadi faktor evaluasi yang menentukan.
Chapman dan Wahlers (1999), meneliti tentang pengaruh harga sebagai indikator
kualitas produk serta persepsi pengorbanan terhadap minat membeli dengan
menggunakan persepsi nilai sebagai variabel mediator. Penelitian tersebut mereplikasi
dari model yang telah diuji oleh Dodds dan Monroe (1991). Hasil dari penelitian tersebut
yaitu: harga berpengaruh positif terhadap persepsi kualitas serta pengorbanan. Sedangkan
persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap persepsi nilai, namun persepsi
pengorbanan berpengaruh negatif terhadap persepsi nilai. Kemudian persepsi nilai
berpengaruh positif terhadap minat membeli.
Maxwell (2001), menerapkan pengujian price/brand effect model yang berisi
tentang pengaruh harga dan kualitas merek terhadap minat membeli, dengan perceived
value sebagai variabel mediator. Selain itu Maxwell juga menambahkan sikap ekonomis
yang mempengaruhi persepsi konsumen terkait dengan penerimaan mereka terhadap
harga suatu produk. Penelitian tersebut dilakukan pada konsumen kelas menengah dari
dua negara, yaitu: India dan Amerika Serikat, untuk membandingkan perilaku konsumen
dua negara yang berbeda. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa konsumen
India memiliki persepsi yang rendah tentang merek daripada konsumen Amerika Serikat.
Tetapi konsumen India memiliki sikap ekonomis yang lebih tinggi, karena hal tersebut
dipengaruhi pemdapatan rata-rata konsumen India yang tergolog rendah.
2.8. Model Penelitian
Penelitian ini berdasarkan dari model yang dikembangkan oleh Sarah Maxwell,
yaitu price/brand effect model. Dalam melakukan pembelian, biasanya konsumen
mempertimbangkan persepsi nilai (perceived value) suatu produk. Persepsi nilai
dipengaruhi oleh dua komponen, yaitu persepsi kualitas merek dan persepsi penerimaan
harga.
Gambar II.1. Model Penelitian
H2 H4
H5
H1 H3
Sumber: diadopsi dari Maxwell (2001)
2.9. Pengembangan Hipotesis
Country of Origin dan Persepsi Kualitas Merek
Penelitian oleh Yaprak dalam Thanasuta et al. (2008) membuktikan bahwa negara
asal memberikan dampak positif terhadap kualitas merek. Yaprak (1978) menguji
eksekutif bisnis dari Amerika dan Turki memiliki niat membeli merek mobil, kamera dan
kalkulator tertentu yang terbuat dari negara Jerman, Jepang dan Italia. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa konsumen akan memilih produk dengan negara asal yang
berkompeten, dengan begitu nama mereknya juga akan terangkat. Sesuai dengan produk
laptop, konsumen akan memiliki persepsi positif terhadap merek yang dibuat di negara
maju dibandingan dengan negara berkembang. Dengan mayoritas responden adalah
mahasiswa, mereka lebih mengerti kualitas merek yang berasal dari negara maju dan
yang tidak. Berdasarkan pemaparan di atas maka ditarik suatu hipotesis sebagai berikut :
H1: Country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek.
Harga
Niat membeli Persepi Nilai
Persepsi kualitas Merek
Country of origin
Persepsi penerimaan
harga
Harga dan Persepsi Penerimaan Harga
Dodds et al. dalam Maxwell (2001), membuktikan hubungan logis antara harga
dan persepsi penerimaan harga. Hubungannya yaitu terbalik, bahwa semakin tinggi harga
sebenarnya, semakin rendah persepsi penerimaan harga. Hal ini didukung oleh menurut
Scitovszky dalam Dodds et al. (1991), yaitu harga ditentukan oleh kekuatan supply dan
demand, dimana barang berharga murah dan berkualitas paling baik akan tetap dicari
konsumen, sehingga membuat harga jualnya semakin tinggi. Konsumen akan cenderung
ke produk yang berharga lebih murah daripada yang mahal. Berdasarkan pemaparan di
atas maka ditarik suatu hipotesis sebagai berikut :
H2: Harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga.
Persepsi Kualitas Merek dan Persepsi Nilai
Berdasarkan Chapman dan Wahlers (1999), Agarwal dan Teas (2001) dan Sarah
Maxwell (2001), bahwa suatu produk yang dipersepsikan memiliki kualitas baik dalam
benak konsumen maka akan dianggap bahwa produk tersebut mampu memberi kepuasan
kepada konsumen. Karena terkadang konsumen kurang memahami secara rinci
karakteristik suatu produk yang akan dibelinya, sehingga seringkali konsumen
menggunakan merek sebagi indikator kualitas produk yang kemudian dijadikan acuan
dalam mengukur value suatu produk. Berdasarkan pemaparan di atas maka ditarik suatu
hipotesis sebagai berikut :
H3: Persepsi kualitas merek berpengaruh positif pada persepsi nilai.
Persepsi Penerimaan Harga dan Persepsi nilai
Berdasarkan Chapman dan Wahlers (1999) dan Sarah Maxwell (2001), bahwa
selain menggunakan persepsi kualitas merek sebagai indikator dalam mengukur persepsi
nilai, harga juga sering dijadikan sebagai indikator dalam mengukur persepsi nilai oleh
konsumen. Biasanya konsumen beranggapan bahwa produk yang mahal memiliki
kualitas yang bagus juga, dengan catatan apabila harga tersebut masih dalam batas
kewajaran. Berdasarkan pemaparan di atas maka ditarik suatu hipotesis sebagai berikut :
H4: Persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsi nilai.
Persepsi nilai dan Niat Membeli
Penelitian yang dilakukan Chapman dan Wahlers (1999). Menurut mereka
persepsi nilai adalah nilai yang diterima konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang
merupakan trade-off antara benefit yang diterima dan pengorbanan yang harus dilakukan
untuk memperoleh barang tersebut. Persepsi nilai suatu produk akan menjadi
pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan produk mana yang akan dibeli. Jika
persepsi nilai suatu produk tinggi maka konsumen akan tertarik untuk membeli produk
tersebut. Untuk menghasilkan persepsi nilai yang tepat bagi konsumen laptop, perusahaan
hendaknya memperhatikan kriteria evaluasi kualitas laptop yang ditawarkan. Berdasarkan
pemaparan di atas maka ditarik suatu hipotesis sebagai berikut :
H5: Persepsi nilai berpengaruh positif pada niat membeli.
BAB III
METODE PENELITIAN
Tujuan bab ini adalah untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel
untuk menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang
diperoleh dari penelitian ini dapat dipercaya dari segi metode dan prosedur pengujiannya.
Untuk mendukung upaya tersebut, beberapa pembahasan diungkap dalam bab ini antara
lain: ruang lingkup penelitian, pembahasan hasil studi ekploratori, prosedur eksperimen
laboratorium, definisi operasional, dan desain pengujian statistik.
Berikut ini adalah beberapa sub bab yang dikemukakan.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode diskusi kelompok fokus (focus group
discussion) untuk mengidentifikasi tingkat persepsi kualitas dari country of origin dan
tingkat harga yang sesuai pada obyek yang diteliti. Selanjutnya, studi dilanjutkan dengan
laboratorium eksperimen untuk menguji hubungan kausalitas antar-variabel yang
teridentifikasi tersebut, sehingga diharapkan hasilnya dapat digunakan untuk menjelaskan
permasalahan yang diajukan..
Penelitian ini bersifat cross sectional yang pengujiannya bertumpu pada data yang
terjadi pada suatu titik tertentu (one point in time), sehingga model penelitian yang
dikonstruksi tidak didesain untuk menangkap perubahan yang terjadi karena pergeseran
waktu. Fenomena ini kemungkinan berdampak pada ketidakmampuan model untuk
digunakan sebagai alat prediksi jika asumsi dasar berubah seiring pergeseran waktu yang
terjadi. Oleh karenanya, untuk menggeneralisasi penelitian ini pada waktu yang berbeda
diperuan ketelitian dan kehati-hatian untuk mencermati faktor-faktor eksternal yang
berubah yang dapat menginflasi model.
Hal lain yang perlu dicermati adalah teknik pengumpulan data yang digunakan.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah eksperimen
laboratorium (laboratorium experiment), sebab teknik ini memberikan keleluasaan
kepada peneliti untuk melakukan menipulasi untuk memberikan penjelasan yang rasional
terhadap konsep dasar yang diuji.
3.2 Studi Eksploratori
Focus group discussion yang dilakukan pada studi ini merupakan bagian dari
studi eksploratori. Studi ekploratori merupakan bentuk dari studi pendahuluan (pilot
study) yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara jelas ide-ide penelitian. Studi
ini dilakukan untuk memahami perkembangan fenomena yang terjadi pada setting,
sehingga permasalahan yang muncul dapat dirumuskan secara akurat, tindakan alternatif
dapat diidentifikasi dengan jelas, pertanyaan dan hipotesis dapat dirumuskan dengan
baik, dan variabel-variabel amatan dapat diidentifikasi dengan benar.
Diskusi kelompok fokus (focus group discussion) terdiri dari satu kelompok yang
terdiri dari 5 partisipan yang bertujuan untuk mendiskusikan topik permasalahan tertentu.
Dalam studi ini, yang menjadi partisipan adalah mahasiswa dari fakultas ekonomi jurusan
manajemen yang dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: (1) dari jumlah yang
ditentukan harus bervariasi berdasarkan usia, (2) bervariasi berdasarkan gender, (3)
bervariasi berdasarkan sekolah menengah asal yaitu umum dan kejuruan, (4) bervariasi
berdasarkan uang saku perbulan. Hal ini dimaksudkan agar aspek keperilakuan konsumen
riil dapat terwakili oleh partisipan yang dipilih dalam focus group discussion.
Dalam pelaksanaan diskusi, peneliti berperan sebagai moderator yang bertindak
sebagai berikut: memberikan pertanyaan-pertanyaan diskusi, mengarahkan jawaban, serta
memberikan kesimpulan terhadap hasil-hasil diskusi. Ruang tempat diskusi dikondisikan
seperti ruang rapat formal yang akan mengambil keputusan-keputusan penting, sehingga
melalui cara ini, keseriusan diskusi dapat terbangun untuk mencapai hasil yang
maksimal. Selama diskusi, dinamika, ekspresi, dan gesture dari masing-masing partisipan
terekspresi melalui jawaban yang diberikan dalam menjawab setiap pertanyaan diskusi.
Studi ekploratori yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yang didasarkan pada
topik permasalahan yang didiskusikan. Pertama, topik permasalahan yang bertujuan
untuk mengidentifikasi tingkat persepsi kualitas dari country of origin dan tingkat harga
yang sesuai yang menjadi obyek amatan studi. Pada tahapan ini, kelompok
mendiskusikan nama negara dan harga yang pantas, sehingga dalam pelaksanaan
eksperimen tidak terjadi bias persepsi yang dikarenakan ketidaktahuan partisipan
terhadap produk laptop yang menjadi obyek studi. Kedua, topik permasalahan yang
bertujuan untuk mengkonfirmasi konsep-konsep yang teridentifikasi melalui proses
deduktif, sehingga melalui cara ini diharapkan konsep-konsep yang teridentifikasi
mempunyai relevansi yang tinggi dengan setting risetnya.
Berikut ini adalah penjelasan terhadap hasil-hasil diskusi yang diawali dengan
diskusi tahapan pertama.
3.2.1. Diskusi Tahapan Pertama
Diskusi tahapan pertama terdiri tiga alur. Alur pertama, mendiskusikan kebutuhan
partisipan yang paling penting. Alur kedua, mendiskusikan tingkat harga yang termasuk
dalam sebuah produk. Berikut ini adalah hasil-hasil yang diperoleh pada tiap-tiap alur
diskusinya.
Alur pertama, diskusi tentang kebutuhan yang paling penting bagi partisipan,
yang dilanjutkan dengan diskusi tentang county of origin yang diperkirakan sesuai
dengan kebutuhan tersebut. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang harus
didiskusikan.
Apa kebutuhan yang paling penting bagi anda saat ini?
Apa negara asal yang sangat anda kenal (familiar) yang sesuai dengan
kebutuhan tersebut?
Alur pertama mengindikasikan koherensi hasil diskusi sebagai berikut: (1) laptop
merupakan kebutuhan yang dirasakan paling penting di antara kebutuhan-kebutuhan yang
lainnya, antara lain: layanan internet, televisi, dan radio, (2) atribut-atribut yang
digunakan untuk menilai kesuperioran country of origin adalah kualitas, dan (3) hasil
pengevaluasian atribut mengindikasi bahwa Jepang merupakan country of origin yang
dipersepsikan sebagai country of origin tinggi, Cina dipersepsi sebagai country of origin
menengah, sedangkan Malaysia dipersepsi sebagai country of origin rendah.
Dari hasil diskusi alur pertama yang selanjutnya digunakan untuk
mengidentifikasi country of origin yang termasuk dalam tiga kategori kualitas, yaitu
kualitas tinggi, kualitas menengah, dan kualitas rendah.
Alur kedua, diskusi tentang tingkat harga yang sesuai dengan produk laptop.
Peneliti memberikan informasi spesifikasi laptop yang akan diujikan kepada partisipan,
kemudian partisipan diminta untuk mendiskusikan harga yang pantas untuk laptop
tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi untuk harga tinggi dan harga rendah dari
laptop tersebut. Berikut adalah pertanyaan diskusi yang dikembangkan untuk
mengeksplorasi tingkat harga tersebut.
Berapa tingkat harga yang sesuai untuk produk laptop dengan spesifikasi seperti
ini?
Alur kedua menghasilkan jawaban diskusi sebagai berikut: harga yang sesuai
dengan spesifikasi tersebut yaitu Rp 7.160.000 untuk harga tinggi, Rp 6.100.000 untuk
harga menengah, dan Rp 5.180.000 untuk harga rendah.
3.2.2. Diskusi Tahapan Kedua
Diskusi jenjang kedua terdiri dari dua alur yang merupakan alur lanjutan dari
diskusi jenjang pertama. Alur ketiga, mendiskusikan hubungan antara country of origin
dengan persepsi kualitas merek. Alur keempat, mendiskusikan hubungan antara harga
dengan persepsi penerimaan harga. Alur kelima, mendiskusikan hubungan antara persepsi
kualitas merek dengan persepsi nilai. Alur keenam, mendiskusikan hubungan antara
persepsi penerimaan harga dengan persepsi nilai. Alur ketujuh, mendiskusikan hubungan
antara persepsi nilai dengan niat membeli. Berikut ini adalah penjelasam secara rinci
tentang masing-masing alurnya.
Alur ketiga, diskusi tentang hubungan kausalitas antara country of origin dengan
persepsi kualitas merek. Berikut ini adalah pertanyaan pemandu yang digunakan untuk
mendiskusikan topik tersebut.
Apakah country of origin berpengaruh pada persepsi kualitas yang anda terima?
Alur ketiga mengindikasi koherensi jawaban sebagai berikut: semakin tinggi
persepsi kualitas dari country of origin semakin tinggi persepsi kualitas yang diterima.
Fenomena ini didukung oleh Yaprak dalam Thanasuta et al. (2008).
Alur keempat, diskusi mengenai hubungan kausalitas antara harga dengan
persepsi penerimaan harga. Berikut ini adalah pertanyaan pemandu yang digunakan
untuk mendiskusikan topik tersebut.
Apakah harga berpengaruh pada persepsi penerimaan harga yang anda terima?
Alur keempat mengindikasi koherensi jawaban sebagai berikut: semakin tinggi
persepsi harga semakin rendah persepsi penerimaan harga yang diterima. Fenomena ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dodds et al. dalam Maxwell (2001).
Alur kelima, diskusi mengenai hubungan kausalitas antara persepsi kualitas
merek dengan persepsi nilai. Berikut ini adalah pertanyaan pemandu yang digunakan
untuk mendiskusikan topik tersebut.
Apakah persepsi kualitas berpengaruh pada persepsi nilai yang anda terima?
Alur kelima mengindikasi koherensi jawaban sebagai berikut: semakin tinggi
persepsi kualitas merek semakin semakin tinggi persepsi nilai yang diterima. Fenomena
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chapman dan Wahlers (1999) dan
Maxwell (2001).
Alur keenam, diskusi mengenai hubungan kausalitas antara persepsi penerimaan
harga dengan persepsi nilai. Berikut ini adalah pertanyaan pemandu yang digunakan
untuk mendiskusikan topik tersebut.
Apakah persepsi penerimaan harga berpengaruh pada persepsi nilai yang anda
terima?
Alur keenam mengindikasi koherensi jawaban sebagai berikut: semakin tinggi
persepsi penerimaan harga semakin semakin tinggi persepsi nilai yang diterima.
Fenomena ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Maxwell (2001).
Alur ketujuh, diskusi mengenai hubungan kausalitas antara persepsi nilai dengan
niat membeli. Berikut ini adalah pertanyaan pemandu yang digunakan untuk
mendiskusikan topik tersebut.
Apakah persepsi nilai berpengaruh pada niat membeli anda?
Alur ketujuh mengindikasi koherensi jawaban sebagai berikut: semakin tinggi
persepsi nilai semakin semakin tinggi minat membeli. Fenomena ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Chapman dan Wahlers (1999).
3.2.3. Simpulan Hasil Studi Eksploratori
Hasil diskusi jenjang pertama mengindikasi dua hal. Pertama, Jepang, Cina, dan
Malaysia merupakan tiga negara yang dapat digunakan sebagai stimulus untuk
memanipulasi persepsi kualitas tinggi, menengah dan rendah terhadap sebuah produk.
Kedua, harga Rp 7.160.000, Rp 6.100.000, dan Rp 5.180.000 merupakan tingkat harga
yang digunakan sebagai stimulus untuk memanipulasi persepsi harga tinggi, menengah,
dan rendah.
Hasil studi jenjang kedua mengindikasikan 1 jenis hubungan kausalitas yaitu
hubungan kausalitas sederhana (simple effect) yang menjelaskan efek utama antara
country of origin dan harga mempengaruhi persepsi nilai, yang selanjutnya akan
mempengaruhi pada niat pembelian.
Setelah hasil-hasil studi eksploratori, pembahasan berikutnya adalah prosedur
eksperimen laboratorium.
3.3. Studi Eksperimen Laboratorium
Persiapan awal yang dilakukan dalam eksperimen adalah pendefinisian variabel
amatan, yang selanjutnya diikuti dengan penentuan partisipan, pendesainan kelompok
eksperimen, materi stimulus, pengujian manipulasi, prosedur eksperimen, dan pengujian
statistik. Pendefinisian variabel bertujuan untuk memberikan kerangka konseptual tentang
pengertian dan operasionalisasi variabel-variabel penelitian beserta cara pengukurannya.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penentuan variabel-variabel yang memerlukan
manipulasi dan yang tidak. Penentuan partisipan bertujuan untuk memilih partisipan
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan
kualitas data yang digunakan untuk mendukung hasil pengujian hipotesisnya.
Pembentukkan kelompok eksperimen bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan
eksperimen khususnya dalam upaya untuk mendesain instrumen-instrumen stimulusnya.
Pendesainan materi stimulus bertujuan untuk menghasilkan instrumen-instrumen yang
digunakan untuk memanipulasi partisipan sesuai dengan kelompok eksperimen yang
didesain. Pengujian manipulasi bertujuan untuk menjelaskan keefektifan materi stimulus
eksperimen. Prosedur eksperimen bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan eksperimen
laboratorium yang dilakukan. Berikut ini adalah pembahasannya.
3.3.1. Definisi Operasional Variabel
Dalam suatu penelitian dibutuhkan instrumen penelitian yang valid dan reliabel.
Instrumen tersebut dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti atau diadopsi dari peneliti
sebelumnya. Penelitian ini mengadopsi instrumen penelitian yang telah dikembangkan
oleh peneliti sebelumnya. Adapun instrumen pengukuran terdiri empat konstruk yang
dioperasionalisasikan, yaitu: persepsi kualitas, persepsi penerimaan harga, persepsi nilai
dan niat membeli.
Persepsi kualitas Merek
Persepsi kualitas merek adalah estimasi tentang keunggulan suatu produk.
Konstruk ini mengukur bagaimana persepsi konsumen terkait dengan kualitas produk
yang dijadikan objek penelitian. Konstruk ini diukur dengan menggunakan tiga butir
pertanyaan (Maxwell, 2001). Skala diukur dengan menggunakan skala likert interval 5
point, dengan angka 5 mewakili sangat setuju sampai dengan angka 1 yang mewakili
sangat tidak setuju. Contoh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur konstruk ini
yaitu: kualitas dari laptop ini akan baik sekali.
Persepsi penerimaan harga
Persepsi penerimaan harga adalah rentang harga yang masih bisa diterima oleh
konsumen. Konstruk ini mengukur apakah harga suatu produk masih bisa diterima oleh
konsumen, atau masih dalam batas yang wajar. Konstruk ini diukur dengan menggunakan
tiga butir pertanyaan (Maxwell, 2001). Skala diukur dengan menggunakan skala likert
interval 5 point, dengan angka 5 mewakili sangat setuju sampai dengan angka 1 yang
mewakili sangat tidak setuju. Contoh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
konstruk ini yaitu: ini adalah harga yang sangat bagus untuk laptop ini.
Persepsi Nilai
Persepsi nilai adalah nilai yang diterima konsumen terhadap suatu produk/jasa
yang merupakan trade off antara benefit yang diterima suatu produk yang diwujudkan
dalam kualitas persepsian. Konstruk ini mengukur bagaimana tentang value produk objek
penelitian. Apakah produk yang ditawarkan cukup memberi kepuasan atau keuntungan
bagi konsumen. Konstruk ini diukur dengan menggunakan dua butir pertanyaan
(Maxwell, 2001). Skala diukur dengan menggunakan skala likert interval 5 point, dengan
angka 5 mewakili sangat setuju sampai dengan angka 1 yang mewakili sangat tidak
setuju. Contoh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur konstruk ini yaitu: produk ini
mempunyai nilai yang baik.
Niat membeli
Niat membeli adalah peluang seseorang untuk membeli suatu produk. Konstruk
ini mengukur bagaimana minat membeli konsumen terhadap produk objek penelitian
dengan pertimbangan harga maupun kualitas produk tersebut. Konstruk ini diukur dengan
menggunakan dua butir pertanyaan (Maxwell, 2001). Skala diukur dengan menggunakan
skala likert interval 5 point, dengan angka 5 mewakili sangat setuju sampai dengan angka
1 yang mewakili sangat tidak setuju. Contoh pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
konstruk ini yaitu: kesediaan saya untuk membeli laptop ini adalah sangat tinggi
3.3.2. Penentuan Partisipan
Partisipan diambil dari mahasiswa ekonomi jurusan manajemen. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa mahasiswa yang terpilih sebagai partisipan riset
dapat mewakili perilaku konsumen riil dalam memutuskan pembelian terhadap produk
laptop. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena yang sesungguhnya (Assael, 1998).
Obyektivitas studi diupayakan melalui kebebasan mahasiswa untuk menerima
atau menolak eksperimen sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada unsur intimidasi,
pemanfaatan ikatan informal antara teman, atau hal-hal lain yang bersifat pemaksaan
yang berpotensi menurunkan derajad keyakinan terhadap kualitas data penelitian. Oleh
karena itu, partisipan yang terpilih harus memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan
secara rigid. Pertama, mahasiswa yang tidak mengerti tentang tiga country of origin
produk laptop yaitu Jepang, Cina, dan Malaysia, yang dimaksudkan untuk memunculkan
jawaban yang tidak terinflasi oleh pengetahuan partisipan dalam pengisian kuesioner
tentang persepsi kualitas dari country of origin. Kedua, mahasiswa yang tidak mengerti
tentang harga produk laptop, yang dimaksudkan untuk memunculkan jawaban yang tidak
terinflasi dalam pengisian kuesioner tentang tingkat harga.
Pembahasan berikutnya adalah pembentukan kelompok eksperimen yang
bertujuan untuk memudahkan penentuan stimulus sesuai dengan kelompok pasrtisipan.
3.3.3. Pembentukan Kelompok Eksperimen
Kelompok eksperimen laboratorium yang dikembangkan dalam studi ini terdiri
dari kombinasi: 3 (persepsi kualitas country of origin: tinggi, menengah, rendah) x 3
(persepsi harga: tinggi, menengah, rendah). Dengan demikian, dalam eksperimen terdapat
9 kelompok desain faktorial yang mendeskripsikan kelompok berdasarkan kombinasi
stimulus yang didesain.
Tabel III.1. Kelompok Desain Faktorial
Kelompok Kombinasi Kode
Persepsi country of origin – persepsi harga
1. tinggi (Jepang) – tinggi (Rp 7.160.000) A
2. tinggi (Jepang) – menengah (Rp 6.100.000) B
3. tinggi (Jepang) – rendah (Rp 5.180.000) C
4. menengah (Cina) – tinggi (Rp 7.160.000) D
5. menengah (Cina) – menengah (Rp 6.100.000) E
6. menengah (Cina) – rendah (Rp 5.180.000) F
7. rendah (Malaysia) – tinggi (Rp 7.160.000) G
8. rendah (Malaysia) – menengah (Rp 6.100.000) H
9. rendah (Malaysia) – rendah (Rp 5.180.000) I
Sumber: Hasil desainan Peneliti
Kelompok yang terbentuk didesain dengan menggunakan teknik random
assignment. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa informasi yang diinginkan
tidak memerlukan karakteristik kelompok yang harus disesuaikan antara profil
partisipannya dengan treatment seperti yang terjadi pada teknik matching assignment.
Dari kelompok terbentuk, data diambil melalui teknik between-subject experimental
design yaitu setiap individu hanya diberi kesempatan sekali untuk mengikuti program
eksperimen. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan bias respon yang dikarenakan
oleh faktor pengalaman yaitu pengalaman pengisian kuesioner yang dilakukan pada
eksperimen pertama diperkirakan membiaskan pengisian kuesioner pada eksperimen
berikutnya.
Partisipan yang direncanakan sebanyak 198 mahasiswa dari fakultas ekonomi
jurusan manajemen. Penentuan jumlah ini lebih ditekankan pada pertimbangan kualitas
daripada kuantitas partisipan dan selebihnya adalah untuk memenuhi aspek kecukupan
dalam penganalisisan data berdasarkan metode statistik yang dipilih. Dengan demikian,
data yang diperoleh diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap hasil pengujian
yang robust. Jumlah partisipan seluruhnya terdistribusi di Universitas Sebelas Maret
(UNS) Surakarta.
Pembahasan berikutnya adalah materi stimulus yang bertujuan untuk mendukung
pencapaian kualitas data penelitian yang baik.
3.3.4. Materi Stimulus
Pendesainan materi stimulus bertujuan untuk mengembangkan suatu kondisi atau
suasana agar dalam bereksperimen menjadi blind (blind experiment) yaitu menciptakan
suatu rasa yang membuat partisipan merasakannya seperti dalam suasana riil, sehinga
mereka bereaksi seperti dalam keadaan yang sesungguhnya. Untuk mencapai upaya
tersebut, berikut ini adalah materi stimulus yang disesain.
Iklan. Iklan merupakan materi stimulus yang digunakan untuk menstimuli
persepsi country of origin. Ada satu gambar yang dikemas dalam bentuk iklan, yaitu
produk laptop yang mempunyai country of origin dari Jepang, Cina, dan Malaysia yang
didesain untuk menstimuli persepsi kualitas country of origin., (2) Harga produk laptop
yang terdiri dari Rp 7.160.000, Rp 6.100.000, dan Rp 5.180.000 yang digunakan untuk
menstimuli persepi harga.
Untuk menguji keefektifan materi stimulus, berikut ini adalah pembahasan
terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam cek manipulasi (manipulation check).
3.3.5. Cek Manipulasi
Cek manipulasi bertujuan untuk mengetahui apakah stimulus yang dipersepsi oleh
partisipan sama seperti yang dipersepsi oleh peneliti, sebab perbedaan persepsi
mengindikasikan kegagalan dalam pendesainan instrumen-instrumen stimulus (Purdue
dan Summers, 1986). Dengan demikian, kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
stimulus dapat terdeteksi secara dini, sehingga tindakan perbaikan dapat segara dilakukan
sebelum digunakan dalam eksperimen laboratorium.
Dalam studi ini, ada dua variabel atau treatment yag diuji variasinya: (1) persepsi
country of origin, (2) persepsi harga. Partisipannya adalah mahasiswa ekonomi jurusan
manajemen yang berjumlah 27 orang yang didasarkan pada aspek pengujian ANOVA.
Partisipan dipilih berdasarkan kriteria yang sama seperti dalam eksperimennya, antara
lain: (1) partisipan yang tidak mengerti produk laptop yang berasal dari Jepang, Cina, dan
Malaysia, (2) partisipan yang tidak mengerti tentang harga laptop. Melalui prosedur ini
diharapkan dapat memperoleh partisipan yang mempunyai jawaban yang bervariasi
terhadap instrumen-instrumen stimulus yang didesain.
Berikut ini adalah permasalahan yang dirumuskan:
(1) Apakah country of origin produk dari Jepang, Cina, dan Malaysia menghasilkan
persepsi kualitas tinggi, menengah, dan rendah?
(2) Apakah harga Rp 7.160.000, Rp 6.100.000, dan Rp 5.180.000 menghasilkan persepsi
harga tinggi, menengah, dan rendah?
Tabel 3.3 menyajikan hasil cek manipulasi untuk menjawab permasalahan yang
dirumuskan.
Tabel III.2. Hasil Cek Manipulasi
Variabel Jumlah item Uji F
pertanyaan
country of origin 1 8,241* harga 1 21,490*
Keterangan: * signifikan < 0.05; N = 27
Sumber: Hasil desainan Peneliti
Permasalahan pertama diuji dengan menggunakan 5 item pertanyaan riset yang
mendeskripsikan 3 tingkat persepsi kualitas country of origin: kualitas tinggi, kualitas
menengah, dan kualitas rendah. Item-item tersebut diukur dengan menggunakan 5 poin
skala Likert dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Hasil pengujian
statistik mengindikasikan bahwa Jepang, Cina, dan Malaysia merupakan country of
origin yang mampu menghasilkan persepsi kualitas tinggi, menengah, dan rendah (F test
= 8,241, p < 0,05).
Permasalahan kedua diuji dengan menggunakan 5 item pertanyaan riset yang
mendeskripsikan 3 tingkat persepsi harga: harga tinggi, harga menengah, dan harga
rendah. Item-item tersebut diukur dengan menggunakan 5 poin skala Likert dari sangat
tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Hasil pengujian statistik mengindikasikan
bahwa 7.160.000, Rp 6.100.000, dan Rp 5.180.000 merupakan harga yang mampu
menghasilkan persepsi harga tinggi, menengah, dan rendah (F test = 21,490, p < 0,05).
Dengan demikian, cek manipulasi mengindikasi bahwa instrumen-instrumen
stimulus yang didesain mampu menghasilkan keragaman pada variabel yang di treatment
sehingga dapat digunakan dalam eksperimen laboratorium. Berikutnya adalah
pembahasan prosedur eksperimen yang bertujuan untuk memberikan pemahaman
terhadap prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data penelitian.
3.3.6. Prosedur Eksperimen
Eksperimen diawali dengan menciptakan suatu rasa atau suasana seperti kondisi
riil (blind experiment), sehingga partisipan bereaksi seperti dalam kondisi yang
sesungguhnya. Hal ini bertujuan untuk mengeliminasi reaksi negatif yang muncul pada
saat pelaksanaan eksperimen yang dikarenakan partisipan mempersepsi eksperimen yang
dilakukan sebagai bentuk pengeksploitasian yang bertujuan untuk kepentingan komersial
peneliti (Barbara dan Summers, 1986). Untuk mengeliminasi munculnya fenomena
demikian ini, diciptakan kata pengantar untuk produk laptop. Pendesainan kata pengantar
ini diharapkan dapat memunculkan interest partisipan terhadap poduk yang menjadi
obyek studi, sehingga suasana riil dapat terbangun.
Berikut ini adalah kata pengantar yang didesain untuk memunculkan interest
partisipan terhadap produk laptop.
Kata pengantar
Partisipan yang terhormat, Toshiba telah menguasai teknologi elektronik digital
yang dikembangkan untuk membuat produk-produk elektronik, salah satu diantaranya
adalah laptop.
Kami telah melakukan survey kepada para pembeli laptop. Hasilnya
mengindikasi bahwa niat untuk membeli laptop muncul pertama kali, setelah mereka
menginginkan komputer yang bisa digunakan di luar ruangan, yang dapat
memaksimalkan produktivitas mereka.
Apabila Anda memiliki uang dan harga laptop tidak jauh berbeda dengan
komputer dekstop, sesuai dengan tugas kuliah yang semakin banyak, untuk menunjang
produktivitas maka Anda membutuhkan laptop yang dapat digunakan dimana saja.
Selain Anda bisa mengerjakan tugas kuliah dimana saja, Anda juga dapat menggunakan
fasilitas hot-spot di kampus kita untuk mendownload data, artikel, dan jurnal pendukung
kuliah. Apabila Anda merasa bosan, Anda pun dapat terhibur dengan mendengarkan
musik, menonton film, dan bermain game di laptop tersebut. Anda pun bisa melakukan
komunikasi dengan saling mengirimkan email kepada teman Anda dan menggunakan
fasilitas chatting yang terdapat di situs jejaring sosial. Oleh karena itu, kami memilih
anda sebagai persiapan riset. Kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner
secara bertahap sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada masing-masing
kelompoknya.
Kata pengantar dibacakan di awal pelaksanaan eksperimen laboratorium
berdasarkan kelompoknya. Setelah pembacaan selesai, hanya mahasiswa yang
mempunyai interest terhadap produk yang menjadi obyek penelitian yang diperkenankan
untuk mengikuti eksperimen. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bias respon dalam
memberikan informasi.
Prosedur yang pertama adalah pengisian data pribadi. Data pribadi meliputi data
demografis dan sosioekonomis partisipan, sehingga hasilnya diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang profil background factor studi. Berikutnya adalah
prosedur pengisian kuesioner. Sebelum pengisian, partisipan diharuskan untuk
memperhatikan eksposisi iklan selama 3-5 menit. Eksposisi iklan memperlihatkan produk
yang sesuai dengan kelompoknya (country of origin dan harga)
Prosedur terakhir yaitu semua instrumen eksperimen dikumpulkan dan sebelum
meninggalkan ruangan, partisipan diberi penjelasan bahwa eksperimen yang dilakukan
hanya untuk kepentingan studi
Setelah semua kuesioner terkumpul, tahapan berikutnya adalah pentabulasian data
berdasarkan kode-kode kelomoknya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kontrol jika
terjadi kesalahan selama proses tabulasi. Setelah tabulasi data selesai, tahapan selanjutnya
adalah pengujian statistik. Prosedur ini berkaitan dengan pemilihan metode yang
dianggap relevan untuk pemecahan permasalahan dan pengujian hipotesis yang
dirumuskan. Berikut ini adalah penjelasan terhadap prosedur pengujian tersebut.
3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah instrumen penelitian benar-benar
mampu mengukur konstruk yang digunakan (Sekaran, 2000: 206). Untuk memperoleh
validitas kuesioner, usaha dititikberatkan pada pencapaian validitas isi. Validitas tersebut
menunjukkan sejauh mana perbedaan yang diperoleh dengan instrumen pengukuran
merefleksikan perbedaan sesungguhnya pada responden yang diteliti. Untuk uji validitas
digunakan alat uji Confirmatory Factor Analysis.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsistensi terhadap
instrumen-instrumen yang mengukur konsep (Sekaran, 2000: 204). Reliabilitas
merupakan syarat tercapainya validitas suatu kuesioner dengan tujuan tertentu. Hasil dari
pengujian reliabilitas ditunjukkan oleh sebuah indeks yang menunjukkan seberapa jauh
sebuah alat ukur dapat diandalkan. Untuk menguji reliabilitas digunakan composite
reliability (konstruk reliabilitas).
3.5. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Structural
Equation Modelling (SEM). SEM merupakan teknik yang mengkombinasikan aspek
regresi berganda dan analisis faktor untuk mengestimasi serangkaian hubungan
ketergantungan secara simultan (Ferdinand, 2002: 7). SEM dikenal dengan nama berbeda
seperti Covariance Structure Analysis, Latent Variabel Analysis, Confirmatory Analysis
dan Causal Modelling.
Untuk menguji pengaruh variabel mediator dilakukan dengan cara
membandingkan hasil goodnes of fit index dari pengujian model. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan program AMOS versi 16 untuk menganalisa hubungan model
struktural yang diusulkan.
3.6. Estimasi dan Pengujian Model Struktural
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model
struktural dengan pendekatan Structural Equation Modelling, yaitu:
a. Asumsi Kecukupan Sampel.
Sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan ini berjumlah minimal 5 kali
jumlah parameter yang akan diestimasi (Hair et. Al dalam Ferdinand, 2002: 51).
b. Asumsi Normalitas.
Dalam SEM terutama bila diestimasi dengan teknik maximum likehood
mengsyaratkan sebaiknya asumsi normalitas pada data dipenuhi. Nilai statistik
untuk menguji normalitas disebut z value (Critical ratio atau CR pada output
AMOS 16).
c. Asumsi Outliers.
Outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda
jauh dari observasi-ebservasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik
untuk konstruk tunggal maupun konstruk kombinasi. Dalam analisis multivariate
adanya outlier dapat diuji dengan statistik chi square terhadap nilai mahalanobis
distance square pada tingkat signifikansi 0,001 dengan degree of freedom
sejumlah konstruk yang digunakan dalam penelitian (Ferdinand, 2002: 103).
d. Evaluasi atau kriteria Goodnes of Fit.
Dalam analisis SEM, tidak ada alat uji statistik tunggal untuk menguji hipotesis
mengenai model (Ghozali, 2008). Tetapi berbagai indeks yang digunakan untuk
mengukur derajat kesesuaian antara model yang disajikan dan data yang
disajikan. Fit indeks yang digunakan meliputi:
1. Chi Square. Tujuan analisis ini adalah mengembangkan dan menguji sebuah
model yang sesuai dengan data. Data pengujian dengan nilai X2 yang rendah
dan menghasilkan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 akan
mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara matriks
kovarians yang diestimasi.
2) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). RMSEA adalah indeks
yang digunaan untuk mengukur fit model menggantikan chi square statistik
dalam jumlah sample yang besar. Nilai RMSEA ≤ 0,08 mengindikasi indeks
yang baik untuk menerima kesesuaian sebuah model.
3) Adjusted Goodnes of Fit Index (AGFI). Indeks ini merupakan pengembangan
dari GFI yang telah disesuaikan dengan rasio dari degree of freedom model
yang diajukan dengan degree of freedom dari null model (model konstruk
tunggal dengan semua indikator pengukuran konstruk). Nilai yang
direkomendasikan adalah AGFI ≥ 0,90. Semakin besar nilai AGFI, maka
semakin baik kesesuaian yang dimiliki model.
4) Trucker Lewis Index (TLI). TLI merupakan indeks kesesuaian incremental
yang membandingkan model yang diuji dengan null model. Nilai penerimaan
yang direkomendasikan adalah nilai TLI ≥ 0,95. TLI merupakan indeks
kesesuaian yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sample.
5) Normed Fit Index (NFI). Indeks ini juga merupakan indeks kesesuaian
incremental. Nilai yang direkomendasikan ≥ 0,90.
6) Comparative Fit Index (CFI). CFI juga merupakan indeks kesesuaian
incremental. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai dengan 1, dan
nilai yang mendekati 1 mengindikasi model memiliki tingkat kesesuaian
model yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini
relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh
kerumitan model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI ≥
0,90.
7) Normed Chi Square (CMIN/DF). CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh
dari nilai chi square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan
indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodnes of fit
model dan jumlah-jumlah koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai
tingkat kesesuaian. Nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuaian
model adalah CMIN/DF < 2,0/3,0.
8) Parsimonius Normal Fit Index (PNFI) merupakan modifikasi model dari NFI.
PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan untuk
mencapai nilai fit. Semakin tinggi nilai fit akan semakin baik.
9) Parsimonius Goodness of ftt Index (PGFI) memodifikasi GFI atas dasar
parsimony estimated model. Nilai PGFI antara 0 sampai 1.0 dengan nilai
semakin tinggi menunjukkan model lebih parsimony.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan
pembahasannya. Pertama, hasil analisis data dimulai dengan gambaran umum partisipan
yang bertujuan untuk memahami profil partisipan dalam penelitian ini. Selanjutnya
dilakukan pengujian instrumen penelitian yang meliputi uji validitas dan uji reliabilitas
data, yang bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya serta mengukur kehandalan atau konsistensi internal suatu
instrumen penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan analisis kriteria goodness of fit model
penelitian beserta pembahasannya. Yang terakhir dalam bab ini adalah pembahasan
mengenai hasil analisis hubungan antar variabel amatan yang dihipotesiskan.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisis statistik deskriptif.
4.1. Gambaran Umum Partisipan
Partisipan adalah konsumen yang mempunyai niat beli terhadap laptop yang
berstastus mahasiswa UNS. Untuk pengambilan partisipan, peneliti menggunakan teknik
convenience sampling, yaitu tipe pemilihan partisipan yang dilakukan berdasarkan
kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria atau pertimbangan yang digunakan antara
lain dengan cara memilih partisipan yang tidak mempunyai pengetahuan tentang kualitas
negara asal dan harga laptop serta mau meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner,
mengingat penelitian ini menggunakan teknik eksperimen. Sehingga hal tersebut bisa
mempermudah peneliti dalam memberikan treatment. Teknik eksperimen merupakan
teknik penelitian yang menggunakan treatment atau perlakuan terhadap partisipan, yang
kemudian efeknya diamati.
Kuesioner yang diberikan kepada partisipan sebanyak 198 kuesioner untuk
menanggulangi kuesioner yang tidak layak olah. Peneliti membagikan kuesioner lebih
dari lima kali parameter untuk menghindari kurangnya kuesioner yang bisa digunakan
dalam analisis. Gambaran umum tentang partisipan diperoleh dari data diri yang terdapat
dalam kuesioner pada bagian identitas partisipan yang meliputi jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan saat ini, dan treatment country of origin dan harga. Gambaran umum
partisipan dilihat dalam tabel berikut ini:
a. Deskripsi Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.1.
Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Pria 147 74,24%
Wanita 51 25,76%
Jumlah 198 100%
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan table 4.2 dapat diketahui bahwa dari 198 mahasiswa yang menjadi
partisipan, 147 partisipan atau sebesar 74,24% merupakan pria. Sedangkan sisanya yaitu
51 partisipan atau sebesar 25,76% merupakan wanita.
b. Deskrispi Partisipan Berdasarkan Usia
Tabel IV.2.
Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Presentase
18 tahun 5 2,52%
19 tahun 29 14,64%
20 tahun 47 23,73%
21 tahun 56 28,29%
22 tahun 39 19,7%
23 tahun 15 7,58%
24 tahun 6 3,03%
25 tahun 1 0,51%
Jumlah 198 100%
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan table 4.3 dapat diketahui bahwa sejumlah 198 partisipan, partisipan
yang paling banyak adalah partisipan dengan usia 21 tahun, yaitu sebanyak 56 partisipan
atau sebesar 28,29%. Diikuti dengan partisipan dengan usia 20 dan 22 tahun, yaitu
sebanyak 47 dan 39 partisipan atau sebesar 23,73% dan 19,7%. Partisipan yang paling
sedikit adalah partisipan dengan usia 25 tahun, yaitu sebanyak 1 partisipan atau sebesar
0,51%.
c. Deskripsi Partisipan Berdasarkan Pendidikan Saat Ini
Tabel IV.3.
Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Pendidikan Saat Ini
Pendidikan Frekuensi Presentase
D3 26 13,13%
S1 172 86,87%
Jumlah 198 100%
Sumber Data primer yang diolah Berdasarkan table diatas 4.4 dapat diketahui bahwa dari 198 mahasiswa yang
menjadi partisipan, 26 partisipan atau sebesar 13,13% merupakan mahasiwa program D3,
sedangkan sebanyak 172 partisipan atau 86,87% merupakan mahasiswa S1.
d. Deskripsi Partisipan Berdasarkan Treatment Country of Origin
Tabel IV.4.
Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Treatment Country of Origin
Country of Origin Frekuensi Presentase
Jepang (tinggi) 66 33,33%
China (menengah) 66 33,33%
Malaysia (rendah) 66 33,33%
Jumlah 198 100%
Sumber Data primer yang diolah
Berdasarkan table 4.5 dapat diketahui bahwa dari 198 partisipan, 3 negara yang
dijadikan acuan mendapatkan bagian yang sama untuk setiap partisipan, yaitu sebesar 66
partisipan atau 33,33%.
e. Deskripsi Partisipan Berdasarkan Treatment Harga
Tabel IV.5.
Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Treatment Harga
Harga Frekuensi Presentase
7.160.000 (tinggi) 66 33,33%
6.100.000 (menengah) 66 33,33%
5.180.000 (rendah) 66 33,33%
Jumlah 198 100%
Sumber Data primer yang diolah
Berdasarkan table 4.6 dapat diketahui bahwa dari 198 partisipan, 3 harga yang
dijadikan acuan mendapatkan bagian yang sama untuk setiap partisipan, yaitu sebesar 66
partisipan atau 33,33%.
4.2. Analisis Instrumen Penelitan
4.2.1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk menentukan valid atau tidak validnya
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
(Ghozali,2008). Pengukuran dikatakan valid jika mengukur tujuannya dengan
nyata dan benar, serta sebaliknya alat ukur yang tidak valid adalah yang
memberikan hasil ukuran menyimpang dari tujuannya (Jogiyanto, 2004).
Pengujian validitas dilakukan menggunakan Confirmatory factor analysis (CFA),
dengan bantuan program Amos for windows versi 16.0. Confirmatory factor
analysis (CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu syarat untuk dapat
menganalisis model dengan Structural Equation Modelling (SEM). Menurut Hair
et al. (1998), factor loading lebih besar ± 0.30 dianggap memenuhi level minimal,
factor loading ± 0.40 dianggap lebih baik dan sesuai dengan rules of thumb yang
dipakai para peneliti, dan factor loading ³ 0.50 dianggap signifikan. Jadi semakin
besar nilai absolut factor loading, semakin penting factor loading tersebut
menginterpretasikan konstruknya. Pada penelitian ini menggunakan pedoman
factor loading ³ 0,50. Hasil dari uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel IV.6. Uji Validitas
Standardized Regression Weights
PK1 < perceived quality of brand .719
PK2 perceived quality of brand .834
PK3 perceived quality of brand -.719
PH3 perceived acceptability of price .746
PH2 Perceived acceptability of price .849
PH1 Perceived acceptability of price .850
PN1 Perceived value .766
PN2 Perceived value -.621
KB1 intention to buy .946
KB2 <--- intention to buy .907
Tabel ouput AMOS
Pada tabel diatas terlihat semua item pertanyaan mempunyai factor
loading ³ 0.50, berarti semua item pertanyaan dianggap signifikan. Nilai negatif
pada variabel perceived of price ke perceived acceptability of price, perceived
quality of brand ke PK3, dan perceived value ke PN2 menunjukkan bahwa
pertanyaannya parameter tersebut memang terbalik, guna menguatkan pertanyaan
parameter sebelumnya.
4.2.2. Uji Reliabilitas
Setelah pengujian validitas, maka tahap selanjutnya adalah pengujian
reliabilitas. Reliabilitas adalah pengukuran yang menunjukkan lebih jauh bahwa
pengukuran tersebut tidak bias (error free) dan konsisten diterapkan pada waktu
dan item yang berbeda pada instrumen pengujian (Sekaran, 2000:203)
Berdasarkan tabel diatas, dengan menggunakan bantuan software AMOS
dan dengan menggunakan rumus composite reliability (konstruk reliabilitas)
sebagai berikut
úû
ùêë
é+ú
û
ùêë
é
úû
ùêë
é
=
åå
å
==
=
n
i
n
i
n
i
ii
i
CR
1
2
1
2
1
dl
l
[ ][ ] [ ]321
2321
2321
eeepkpkpk
pkpkpkCRPK
dddllllll
+++++
++= = 0.723
Keterangan:
CR = realibilitas
l = loading factor
d = koefisien parameter
[ ][ ] [ ]654
2321
2321
eeephphph
phphphCRPH
dddllllll
+++++
++= = 0.748
[ ][ ] [ ]87
221
221
eepnpn
pnpnCRPN
ddllll
+++
+= = 0.613
[ ][ ] [ ]21
221
221
eekbkb
kbkbCRKB
ddllll
+++
+= = 0.670
Karena dari hasil penjumlahan di atas semua variabel mempunyai angka >
0.6, maka dinyatakan bahwa semua variabel mempunyai reliabilitas yang dapat
diterima.
4.3. Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode statistik multivariate
Structural Equation Modelling (SEM). Ada beberapa asumsi yang harus
diperhatikan sebelum melakukan pengujian model struktural dengan pendekatan
structural equation modeling yaitu sebagai berikut:
4.3.1 Asumsi Kecukupan Sampel
Sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan ini berjumlah 100
hingga 200 sampel atau 5 kali parameter variabel laten yang digunakan (Hair
et al, 1998). Maximum Likehood Estimation (MLE) akan menghasilkan
estimasi parameter yang valid, efisien dan reliable apabila data yang
digunakan adalah multivariate normaly dan akan robust (tidak terpengaruh)
terhadap penyimpangan multivariate normaly yang sedang / moderate
(Ghozali, 2008:35).
4.3.2 Normalitas Data
Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan
dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 16.00. Hasilnya adalah
seperti yang disajikan dalam tabel IV.14 berikut ini:
Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariate adalah
normalitas, yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada suatu variabel
matrik tunggal dalam menghasilkan distribusi normal (Hair et.al. dalam
Ghozali 2008:36). Apabila asumsi normalitas tidak dipenuhi dan
penyimpangan normalitas tersebut besar, maka akan mengakibatkan hasil uji
statistik yang bias. Normalitas dibagi menjadi dua yaitu : univariate normality
dan multivariate normality. Untuk menguji asumsi normalitas dengan
membandingkan nilai critical ratio skewness dan kurtosis dengan nilai kritis
pada tingkat signifikansi tertentu.
Nilai statistik untuk menguji normalitas dari z value (Critical Ratio
atau C.R. pada output AMOS 16) dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran
data. Bila nilai C.R. lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa
distribusi data tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasakan tingkat
signifikansi 1% yaitu sebesar 2.58. hasil uji normalitas data disajikan pada
tabel dibawah ini:
Tabel IV.7.
Uji Normalitas
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
Coo 1.000 3.000 -.009 -.053 -1.511 -4.340
Harga 1.000 3.000 .000 .000 -1.500 -4.308
KB2 1.000 5.000 .459 2.637 -.578 -1.660
KB1 1.000 5.000 .373 2.143 -.664 -1.907
PN2 1.000 5.000 .638 3.664 -.472 -1.356
PN1 1.000 5.000 -.732 -4.206 -.020 -.058
PH1 1.000 5.000 .454 2.606 -.541 -1.553
PH2 1.000 5.000 .365 2.100 -.855 -2.455
PH3 1.000 5.000 .226 1.296 -1.020 -2.929
PK3 1.000 5.000 .609 3.500 .005 .013
PK2 1.000 5.000 -.208 -1.192 -.968 -2.781
PK1 1.000 5.000 -.469 -2.696 -.399 -1.146
Multivariate 18.418 7.069
Dari table diatas dapat dilihat evaluasi normalitas pada partisipan yang
diidentifikasi baik secara univariate maupun multivariate. Terlihat secara
univariate untuk nilai-nilai dalam C.r. skewness, terdapat 6 instrumen
pertanyaan yang memliki nilai C.r skewness lebih dari 2.58 yakni KB2, PN2,
PN1, PH1, PK3 dan PK1, sehingga bahwa data secara univariate tidak
terdistribusi secara normal. Secara multivariate nilai C.R. kurtosis juga
bernilai 7.069, dimana diatas 2.58. sehingga dapat disimpulkan bahwa data
tidak normal secara multivariate.
Data yang tidak normal dapat mengakibatkan pembiasan intrepretasi
karena nilai chi-square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai
probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum
Likelihood Estimates (MLE) yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu
terpengaruh (robust) oleh penyimpangan multivariate normality (Ghozali,
2008). Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
mentah dan merupakan data primer berdasarkan jawaban partisipan yang
sangat beragam, sehingga sulit untuk memperoleh data yang mengikuti
distribusi normal secara sempurna.
4.3.3. Evaluasi Outliers
Outliers adalah data atau observasi yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat jauh dari obserasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk
nilai ekstrim. Uji outliers dalam penelitian ini menggunakan multivariate
outliers. Dimana dapat ditunjukkan dengan jarak mahalanobis untuk tiap
observasi dapat dihitung dan akan menunjukkan jarak sebuah observasi dari
rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional. Identifikasi
adanya multivariate outliers pada penelitian ini dilakukan dengan
memperhatikan nilai mahalanobis distance (Ghozali, 2008 : 228). Kriteria
yang digunakan adalah berdasarkan nilai chi-square pada derajat bebas
(degree of freedom) 10 yaitu jumlah variabel indikator pada tingkat
signifikansi p < 0.001. Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai Chi
Squares pada derajat kebebasan (degree of freedom) 10. Oleh karena itu, nilai
mahalanobis distance (10, 0.001) = 29.5883. Hal ini berarti semua kasus
yang mempunyai mahalanobis distance yang lebih besar dari 29.5883 akan
dikategorikan sebagai multivariate outliers.
Tabel IV.8.
Uji Outlier
Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance)
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
33 42.891 .000 .005
159 33.518 .001 .011
140 30.672 .002 .010
187 30.427 .002 .001
59 30.251 .003 .000
65 29.723 .003 .000
195 28.739 .004 .000
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
166 10.828 .544 .944
186 10.756 .550 .948
181 10.726 .553 .940
158 10.631 .561 .950
Outlier total yang dikeluarkan dari uji ini ada 11 partisipan, yaitu
partisipan no 33, 159, 140, 187, 59, 65, 189, 188, 145, 144, 186. Sehingga
hasilnya sudah tidak ada lagi outlier yang melebihi 29.5883, yang bisa dilihat dari
table dibawah ini.
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
143 29.580 .003 .454
184 29.445 .003 .132
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
47 27.022 .008 .174
48 26.581 .009 .086
164 25.350 .013 .104
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
8 10.998 .529 .827
14 10.954 .533 .816
116 10.867 .540 .832
139 10.866 .540 .793
78 10.800 .546 .796
152 10.795 .547 .755
6 10.770 .549 .728
88 10.707 .554 .729
4.3.4. Analisis Kesesuaian Model (Goodness-of-Fit)
Evaluasi nilai goodness-of-fit dari model penelitian yang diajukan diatas
dapat dilihat pada Tabel IV.14 berikut ini:
Tabel IV.9.
Hasil Pengujian Goodness-of-Fit Model
Goodness-of-fit Indices Control of Value Hasil Evaluasi
X2 Chi Square Diharapkan kecil 144.168 ---
X2 Significance Probability ≥ 0,05 0.000 Moderat
df Positif Positif Baik
GFI ≥ 0,90 0.888 Moderat
RMSEA ≤ 0,08 0.101 Moderat
AGFI ≥ 0,90 0.825 Moderat
TLI ≥ 0,95 0.891 Moderat
CFI ≥ 0,90 0.917 Baik
NFI ≥ 0,95 0.881 Moderat
RMR ≤ 0,03 0.080 Moderat
CMIN/DF < 2,00 – 5,00 2.883 Baik
PNFI Besar 0.667 Baik
PGFI 0 – 1,0 0.569 Baik
4.3.5. Modifikasi Model
Menurut Ferdinand (2002), salah satu tujuan modifikasi model adalah untuk
mendapatkan kriteria goodness-of-fit dari model yang dapat diterima. Melalui
nilai modification indices dapat diketahui ada tidaknya kemungkinan modifikasi
terhadap model yang dapat diusulkan. Modification indices yang dapat diketahui
dari output SPSS AMOS 16 akan menunjukkan hubungan-hubungan yang perlu
diestimasi yang sebelumnya tidak ada dalam model supaya terjadi penurunan
pada nilai Chi-square untuk mendapatkan model penelitian yang lebih baik.
Untuk mendapatkan kriteria model yang dapat diterima, peneliti mengestimasi
hubungan korelasi antar error term yang tidak memerlukan justifikasi teoritis dan
yang memiliki nilai modification indices lebih besar atau sama dengan 4,0. Cara
ini dilakukan untuk mendapatkan nilai goodness-of-fit yang memenuhi syarat.
Tabel IV.11 merupakan hasil goodness-of-fit model yang telah dimodifikasi.
Tabel IV.10.
Hasil Goodness-of-Fit Setelah Modifikasi Model
Goodness-of-fit Indices Control of Value Sebelum
Modifikasi
Sesudah
Modifikasi
Evaluasi
X2 Chi Square Diharapkan kecil 144.168 53.214 ---
X2 Significance Probability ≥ 0,05 0.000 0.137 Baik
df Positif Positif Positif Baik
GFI ≥ 0,90 0.888 0.958 Baik
RMSEA ≤ 0,08 0.101 0.036 Baik
AGFI ≥ 0,90 0.825 0.923 Baik
TLI ≥ 0,95 0.891 0.986 Baik
CFI ≥ 0,90 0.917 0.991 Baik
NFI ≥ 0,90 0.881 0.956 Baik
RMR ≤ 0,03 0.080 0.037 Moderat
CMIN/DF < 2,00 – 5,00 2.883 1.238 Baik
PNFI Besar 0.667 0.623 Baik
PGFI 0 – 1,0 0.569 0.528 Baik
Tujuan analisis Chi-Square (c2) adalah mengembangkan dan menguji
model yang sesuai dengan data. Dalam pengujian ini nilai c2 yang rendah dan
menghasilkan tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 akan mengindikasikan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara matriks kovarian data dan matriks
kovarian yang diestimasi. Chi-Square sangat sensitif terhadap ukuran sampel.
Nilai c2 pada penelitian ini sebesar 53,214 dengan probabilitas 0,137
menunjukkan bahwa model penelitian yang diajukan fit.
Normed Chi-Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai
Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan indeks
kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodness-of-fit model dengan
jumlah koefisien-koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat
kesesuaian. Nilai CMIN/DF pada model ini adalah 1.238 menunjukkan bahwa
model penelitian ini fit.
Goodness of Fit Index (GFI) mencerminkan tingkat kesesuaian model
secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi
dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 mengisyaratkan
model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan tingkat penerimaan
yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan bahwa model memiliki tingkat
kesesuaian yang baik dengan nilai GFI sebesar 0.958.
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah GFI yang disesuaikan
dengan rasio antara degree of freedom dari model yang diusulkan dan degree of
freedom dari null model. Nilai AGFI dalam model ini adalah 0.923 menunjukkan
tingkat kesesuaian yang baik.
Tucker Lewis Index (TLI) merupakan alternatif incremental fit index yang
membandingkan model yang diuji dengan baseline model. TLI merupakan indeks
kesesuaian model yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai yang
direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan bahwa model menunjukkan tingkat
kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar 0.986.
Comparative Fit Index (CFI) adalah indeks kesesuaian incremental yang
membandingkan model yang diuji dengan null model. Besaran indeks ini adalah
dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model
memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai
karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang
dipengaruhi oleh kerumitan model. Dengan memperhatikan nilai yang
direkomendasikan ³ 0,9, maka nilai CFI sebesar 0.991 menunjukkan bahwa
model ini memiliki kesesuaian yang baik.
Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara proposed model
dan null model. Nilai NFI yang direkomendasikan yaitu ³ 0.9. Dengan
memepehatikan nilai yang direkomendasikan ³ 0.90, maka nilai NFI sebesar
0.965 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian yang baik.
Sedangkan nilai RMR yang disyaratkan adalah sebesar £ 0.03, nilai 0,037
menunjukkan nilai kesesuaian moderat
The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah indeks
yang digunakan untuk mengkompensasi nilai Chi-Square dalam sampel yang
besar. Nilai penerimaan yang direkomendasikan £ 0,08, maka nilai RMSEA
sebesar 0.036 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik.
Parsimonius Normal Fit Index (PNFI) merupakan modifikasi model dari
NFI. PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan untuk
mencapai nilai fit. Nilai yang direkomendasikan adalah semakin besar semakin
baik. Nilai yang didapat adalah 0.623 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik.
Parsimonius Goodness of ftt Index (PGFI) memodifikasi GFI atas dasar
parsimony estimated model. Nilai PGFI antara 0 sampai 1.0 dengan nilai semakin
tinggi menunjukkan model lebih parsimony. Nilai yang didapat adalah 0.528
menunjukkan kesesuaian yang baik.
Berdasarkan keseluruhan pengukuran goodness-of-fit tersebut di atas
mengindikasikan bahwa model yang diajukan dalam penelitian dapat diterima.
4.4. Analisis Uji Hipotesis dan Pembahasan Hasil Penelitian
Analisis ini dilihat dari signifikansi besaran regression weight model yang
dapat dilihat pada Tabel IV.11 berikut ini:
Tabel IV.11.
Regression Weights
Sumber: Data primer 2010 yang diolah
Dari tabel dapat dilihat bahwa pengaruh country of origin terhadap
persepsi kualitas, tingkat harga terhadap persepsi penerimaan harga, persepsi
kualitas terhadap persepsi nilai, persepsi penerimaan harga terhadap persepsi
nilai, dan persepsi nilai terhadap minat pembelian adalah signifikan pada
Regression Weights Estimate S.E. C.R. P
Persepsi kualitas merek <--- Country of origin 1.910 .372 5.128 ***
Persepsi penerimaan harga <--- Harga -1.928 .330 -5.838 ***
Persepsi nilai <--- Persepsi kualitas merek .980 .108 9.114 ***
Persepsi nilai <--- Persepsi penerimaan harga .171 .063 2.715 .007
Niat membeli <--- Persepsi nilai .725 .113 6.435 ***
probabilitas p < 0,05 karena mempunyai nilai C.R lebih besar dari t tabel, yaitu
1,96.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa seluruh jalur yang dianalisis
memiliki hubungan yang signifikan, terlihat dari besarnya tingkat signifikansi uji
hipotesis yang lebih besar dari 5% = 1,96.
4.4.1. Pembahasan
Berikut adalah pembahasan untuk setiap hipotesis dalam penelitian ini:
Hipotesis 1
H1: country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah country of origin
berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek. Berdasarkan hasil
perhitungan pada Tabel IV.11 dimana nilai C.r country of origin pada persepsi
kualitas sebesar 5.128 signifikan pada p< 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 1 didukung. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan
bahwa country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Yaprak dalam Thanasuta et
al. (2008) yang membuktikan dari pengujiannya bahwa negara asal
memberikan dampak positif terhadap kualitas merek. Yaprak menguji
eksekutif bisnis dari Amerika dan Turki memiliki niat membeli merek mobil,
kamera dan kalkulator tertentu yang terbuat dari negara Jerman, Jepang dan
Italia. Sehingga bisa disimpulkan bahwa konsumen akan memilih produk
dengan negara asal yang berkompeten, dengan begitu nama mereknya juga
akan terangkat. Sesuai dengan produk laptop, konsumen akan memiliki
persepsi positif terhadap merek yang dibuat di negara maju dibandingan
dengan negara berkembang. Apalagi dengan mayoritas partisipan adalah
mahasiswa, mereka lebih mengerti merek produk yang berasal dari negara
maju dan yang tidak.
Hipotesis 2
H2: Harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah harga berpengaruh negatif
pada persepsi penerimaan harga. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel
IV.17 dimana nilai C.r harga pada persepsi penerimaan harga sebesar -5.838
signifikan pada p< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2
didukung. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan bahwa harga
berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodds et al. (1991) dalam
Maxwell (2001), yang membuktikan hubungan logis antara harga dan persepsi
penerimaan harga. Hubungannya yaitu terbalik, bahwa semakin tinggi harga,
semakin rendah persepsi penerimaan harga. Dengan konsumen mahasiswa
UNS, yang mayoritas mengerti akan teknologi yang terdapat dalam sebuah
laptop, maka mereka akan mengevaluasi harganya dengan apa yang
didapatkannya. Dengan teknologi yang biasa-biasa saja tetapi memiliki harga
yang mahal, maka konsumen akan semakin rendah terhadap penerimaan harga
tersebut, dan pada akhirnya akan memilih membeli produk pesaing dengan
teknologi yang sama dan harga jual yang lebih murah.
Hipotesis 3
H3: Persepsi kualitas merek berpengaruh positif pada persepsi nilai
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah persepsi kualitas merek
berpengaruh positif pada persepsi nilai. Berdasarkan hasil perhitungan pada
Tabel IV.17 dimana nilai C.r persepsi kualitas pada persepsi nilai sebesar 9.114
dan signifikan pada p< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3
didukung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas merek
berpengaruh positif terhadap persepsi nilai. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chapman dan Wahlers (1999) dan Sarah
Maxwell (2001). Suatu produk yang dipersepsikan memiliki kualitas baik
dalam benak konsumen maka akan dianggap bahwa produk tersebut mampu
memberi kepuasan kepada konsumen. Karena terkadang konsumen kurang
memahami secara rinci karakteristik suatu produk yang akan dibelinya,
sehingga seringkali konsumen menggunakan merek sebagi indikator kualitas
produk yang kemudian dijadikan acuan dalam mengukur value suatu produk.
Hipotesis 4
H4: Persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsi nilai.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah persepsi penerimaan
harga berpengaruh positif pada persepsi nilai. Berdasarkan hasil perhitungan
pada Tabel IV.17 dimana nilai C.r persepsi penerimaan harga terhadap
persepsi nilai sebesar 2.715 signifikan pada p< 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 4 didukung. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan
bahwa persepsi penerimaan harga berpengaruh positif terhadap persepsi nilai.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarah
Maxwell (2001). Selain menggunakan persepsi kualitas merek sebagai
indilator dalam mengukur persepsi nilai, harga juga sering dijadikan sebagai
indikator dalam mengukur persepsi nilai oleh konsumen. Biasanya konsumen
beranggapan bahwa produk yang mahal memiliki kualitas yang bagus juga,
dengan catatan apabila harga tersebut masih dalam batas kewajaran.
Hipotesis 5
H5: persepsi nilai berpengaruh positif pada niat membeli.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah persepsi nilai
berpengaruh positif pada niat membeli. Berdasarkan hasil perhitungan pada
Tabel IV.17 dimana nilai C.r persepsi nilai pada niat membeli sebesar 6.435
signifikan pada p< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5
didukung. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan bahwa persepsi nilai
berpengaruh positif pada niat membeli. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Chapman dan Wahlers (1999). Menurut mereka
persepsi nilai adalah nilai yang diterima konsumen terhadap suatu produk atau
jasa yang merupakan trade-off antara benefit yang diterima dan pengorbanan
yang harus dilakukan untuk memperoleh barang tersebut. Persepsi nilai suatu
produk akan menjadi pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan
produk mana yang akan dibeli. Jika persepsi nilai suatu produk tinggi maka
konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Untuk menghasilkan
persepsi nilai yang tepat bagi konsumen laptop, perusahaan hendaknya
memperhatikan kriteria evaluasi kualitas laptop yang ditawarkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Country of origin berpengaruh positif pada persepsi kualitas merek. Hal ini
disebabkan karena pada konsumen barang elektronik (khususnya laptop)
memperhatikan dari negara mana asal laptop tersebut dibuat, karena hal ini akan
menyangkut dengan kualitas. Semakin tinggi/baik persepsi negara pembuat, maka
persepsi kualitas merek juga akan berbanding lurus. Karena negara maju seperti
Jepang akan memerhatikan kualitas produk yang akan diproduksinya. Jepang
tidak mau mengambi risiko mempertaruhkan merek mereka dengan kualitas yang
buruk.
2. Harga berpengaruh negatif pada persepsi penerimaan harga. Semakin mahal harga
sebuah produk, maka konsumen akan semakin kecil persentasenya untuk
menerima harga tersebut. Konsumen akan beralih ke produk sejenis yang
memiliki keunggulan yang sama. Semakin lama konsumen pun semakin pintar.
Mereka tidak hanya melihat harga sebagai sebuah patokan untuk menetapkan
produk tersebut layak atau tidak, tetapi juga manfaat yang terdapat. Konsumen
akan memilih produk dengan harga yang layak, dan manfaat yang tercukupi.
3. Persepsi kualitas merek berpengaruh positif pada persepsi nilai. Suatu produk yang
dipersepsikan memiliki kualitas baik dalam benak konsumen maka akan dianggap
bahwa produk tersebut mampu memberi kepuasan pada konsumen. Karena
terkadang konsumen kurang memahami secara rinci karakteristik suatu produk
yang akan dibelinya, sehingga seringkali konsumen menggunakan merek yang
kemudian dijadikan acuan dalam mengukur value suatu produk.
4. Persepsi penerimaan harga berpengaruh positif pada persepsi nilai. Selain
menggunakan persepsi kualitas merek sebagai indikator dalam mengukur persepsi
nilai, harga juga sering dijadikan sebagai indikator dalam mengukur persepsi nilai
oleh konsumen.
5. Persepsi nilai berpengaruh positif terhadap niat membeli. Sebuah produk pasti
memiliki persepsi nilai pada setiap konsumen sasarannya. Tidak terkecuali laptop.
Laptop mempunyai sasaran konsumen yang berbeda, tergantung segmen mana
yang dituju. Untuk membuat konsumen sasaran mempunyai niat membeli laptop
mereka, maka perusahaan perlu membuat kesan yang baik agar persepsi nilainya
juga akan baik.
5.2. Implikasi Pemasaran
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh country of origin terhadap
persepsi kualitas merek, dan harga terhadap persepsi penerimaan harga. Dari hasil
tersebut masing-masing berpengaruh terhadap persepsi nilai di masing-masing
konsumen, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap niat membeli.
Country of origin memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi kualitas merek.
Konsumen menggunakan citra country of origin sebagai indikator kualitas merek. Pada
produk laptop, citra negara asal yang sesungguhnya biasanya dapat diketahui dari bawah
laptop tersebut. Biasanya terdapat label yang menunjukkan dari mana produk tersebut
berasal. Merek yang berasal dari negara yang memiliki product country image yang
bagus biasanya memiliki kualitas yang lebih bagus dibanding dengan produk lainnya.
Implikasinya, pemasar bisa menjual produk ini dengan harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan produk lainnya karena memiliki kualitas yang lebih bagus.
Konsumen akan bersedia membeli produk ini dengan harga yang lebih tinggi karena
melihat kualitas produk yang lebih tinggi. Strategi harga yang lebih tinggi pada produk
khusus ini bisa diterapkan pemasar.
Harga juga memiliki pengaruh kuat terhadap persepsi penerrimaan harga.
Semakin tinggi harga sebuah produk, maka konsumen akan semakin kecil dalam
menerimanya. Dengan responden adalah kalangan mahasiswa, mereka mempunyai
pengetahuan yang cukup dalam menilai kelayakan harga terhadap teknologi yang
terdapat pada laptop. Dengan teknologi yang biasa-biasa saja, seharusnya harganya pun
biasa-biasa saja. Namun apabila teknologi yang terdapat dalam laptop itu merupakan
teknologi terbaru, maka akan wajar apabila harga jualnya juga ikut meningkat.
Implikasinya agar pemasar lebih menyesuaikan harga dengan teknologi yang terdapat di
dalam laptop. Karena konsumen sekarang semakin pintar, jadi mereka bisa menilai harga
yang layak untuk sebuah laptop.
5.3. Keterbatasan
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Pertama peneliti tidak
meneliti mengenai citra merek secara utuh, hanya keterkaitan dengan country of origin
saja. Padahal merek juga merupakan indikator penting dalam mengevaluasi sebuah
produk. Kedua, peneliti tidak meneliti tentang risiko yang menyertai akibat membeli
sebuah barang. Peneliti hanya meneliti pengaruh harga pada persepsi nilai. Ketiga,
responden yang diteliti masih terbatas. Perlu dikembangkan dengan partisipan yang lebih
besar dan beragam.
5.4. Saran
Berikut ini beberapa saran yang diberikan
1. Saran untuk studi ke depan.
Ruang lingkup studi ini difokuskan pada pengaruh country of origin dan harga
sehingga berdampak pada generalisasi studi yang terbatas. Keterbatasan ini
mengisyaratkan perlunya studi-studi lanjutan untuk menggeneralisasi hasil-hasil
yang diperoleh pada konteks yang berbeda dan lebih luas, sehingga konsep-konsep
yang diuji dalam model dapat ditingkatkan validitas eksternalnya.
2. Saran teoritis
Hasil pengujian yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai acuan di
bidang studi country of origin dan harga, sebab konsep-konsep yang dikonstruksi
mendukung model yang telah dikemukakan oleh studi-studi terdahulu (Lihat Ahmed dan
Johnson (2002), Chapman dan Wahlers (1999) dan Maxwell (2001)).
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, Sanjeev dan Teas, R. Kenneth (2000), The Effect of Extrinsic Product Cues on
Consumers’ Perceptions of Quality, Sacrifice and Value, Journal of Academy Marketing Science, 28(2), 278-290.
Ahmed, Zafar U., Johnson, James P., dan Yang, Xia (2002), Does country of origin
matter for low involvement products?, International Marketing Review, Vol. 21 No. 1, pp. 102-120
Campo, Sara dan Yague, Maria J. (2006), Effects of price promotions on the perceived
price, International Journal of Service Industry Management, Vol. 18 No. 3, pp. 269–286
Chapman, J. dan R. Wahlers (1999), A Revision and Empirical Test of The Extended
Price-Perceived Quality Model, Journal of Marketing Theory & Practice, 7(3), 53-64.
Chuch, Ting-Yu dan Kao, Danny T., (2004), The Moderating Effects of Customer
Perception to the Impacts of Country-of-Design on Perceived Quality, The Journal of American Academy of Business, Cambridge.
Dodds, W.B, Monroe, K.B. dan D. Grewal (1991), Effects of Price, Brand, and Store
Information on Buyers’ Product Evaluations, Journal of Marketing Research, 28(2), 307-319.
Durianto, Darmadi. Sugiarto dan Tony Sitinjak. 2001. Strategi Menaklukan Pasar;
Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen.
Semarang: BP Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. 2008. Structural Equatin Modellling. Teori, Konsep, dan Aplikasi.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J.F., Anderson, R. E., Tatham, R. L., & Black, W. C. 1998. Multivariate Data
Analysis. New Jersey: Prentice Hall. Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman. Yogyakarta: BPFE
Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. Millenium Edition. Prentice Hall International Inc.
Lamb, Hair, McDaniel. 2001. Pemasaran Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Maxwell, Sarah. 2001. An Expanded Price/Brand Effect Model: A Demonstration of
Heterogenity In Global Consumption. International Marketing Review. 18 (3): 325 – 343.
Thanasuta, K., Patoomsuwan, T., Chaimahawong, V dan Chiaravutthi, Y. (2008), Brand
and country of origin valuations of automobiles, Asia Pasific Journal of Marketing and Logistic, Vol. 21 No. 3, pp. 355–375
Schaefer, Anja (1995), Consumer Knowledge and Country of Origin Effects, European
Journal Of Marketing 31 (January): 56-72. Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business. New York: John Wiley & Sons,
Inc. Speece, Mark dan Nguyen, Duc Phung (2005), Countering negative country of origin
with low prices: a conjoint study in vietnam, Journal of Product and Brand Management, Vol 14 No. 1, pp. 39–48
Stauble. 2000. Marketing: A Global Perspective. USA: Hatcourt Inc. Umar, Husein. 2000. Riset Pemasaran dan Peilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama Zeithaml, Valarie.A (1988), Consumer Perceptions of Price, Quality and Value:
Meansend Model and Synthesis of Evidence, Journal of Marketing, 52 (3), 2-21.