Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di...

15
58 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang Surut Muhammad Noor, Khairil Anwar, Sudirman Umar, dan Vika Mayasari Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara Banjarbaru E-mail: [email protected] Abstrak Kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan rawa terletak pada teknologi pengelolaan air. Penyusunan neraca air dilaksanakan dalam bentuk survei, monitoring melalui cek lapang (ground check) dan modeling. Parameter yang dikumpulkan dan diamati meliputi dinamika tinggi muka air dan komponen iklim berupa curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran radiasi. Penyusunan model neraca air didasarkan pada pola pertanaman padi-padi dan padi-kedelai. Tujuan dari penelitian ini adalah penyusunan model neraca air pada pola tanam padi-padi dan padi- palawija (kedelai) di lahan rawa pasang surut pada lokasi daerah Talaran sebagai wakil daerah tipe luapan C dan Bambangin sebagai wilayah tipe luapan B. Hasil penelitian menunjukkan pada pola tanam padi-padi pada daerah pasang surut mengalami defisit pada bulan Oktober dan Agustus masing-masing sebesar 137 mm dan 74 mm, sedangkan untuk pola tanam padi-kedelai defisit masing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm. Model hubungan antara neraca air pada pola padi-padi dengan tinggi muka air mengikuti persamaan polimonial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti persamaan Ybb = - 0,001X 2 + 0,15 X + 65,84 (R 2 = 0,74), sedangkan pada daerah Talaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X 2 + 0,21 X + 53,69 (R 2 = 0,69). sedangkan pada pola padi-kedelai dengan tinggi muka air juga mengikuti pola polimial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti persamaam Ybb = 0,001X 2 + 0,24 X + 58,14 (R 2 = 0,84), sedangkan pada daerah Talaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X 2 + 0,37 X + 43,01 (R 2 = 0,78) dimana Y= tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm). Kata kunci: Model, neraca air, pasang surut, pola tanam Pendahuluan Lahan rawa merupakan lahan alternatif dalam memasok produksi beras nasional. Secara nasional sumbangan lahan rawa, khususnya rawa pasang surut terhadap produksi padi baru mencapai sekitar 0,9-1,0 juta ton/tahun yang apabila dilakukan optimalisasi dapat diperoleh tambahan sekitar 3,0-3,5 juta ton/tahun. Kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan rawa ini terletak pada teknologi pengelolaan air yang didasarkan pada karekteristik hidrologi atau neraca air setempat (Haryono, 2013). Reklamasi atau pembuatan jaringan tata air dapat merubah tipe luapan wilayah rawa dari awalnya tipe luapan C dapat menjadi tipe luapan B. Sebaliknya, jika yang terjadi drainase akibat dibangunnya jaringan tata air, maka wilayah yang awalnya tipe luapan B dapat menjadi tipe luapan C karena muka air tanah semakin dalam dari permukaan tanah. Hampir semua wilayah tipe luapan B setelah reklamasi berubah menjadi tipe luapan C, seperti Barambai, Sakalagun, Belawang, Sei Seluang, Sei Muhur, yang termasuk dalam kawasan Pulau Petak, Kalimantan Selatan. Jadi kemampuan jaringan tata air untuk memasukan air pada lahan tipe luapan B, tergantung pada keterandalan jaringan tata airnya, selain curah hujan di wilayah dan sekitarnya (di bagian hulu). Selisih tinggi muka air pada pasang tunggal antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan tipe luapan A mencapai 30 cm dan pada tipe luapan B mencapai 40 cm. Selisih tinggi muka air pada saat pasang ganda antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan tipe luapan B mencapai 70 cm. Tinggi muka air pada musim hujan di lahan tipe luapan C mencapai 65 cm,

Transcript of Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di...

58 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan RawaPasang Surut

Muhammad Noor, Khairil Anwar, Sudirman Umar, dan Vika MayasariBalai Penelitian Pertanian Lahan Rawa

Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara BanjarbaruE-mail: [email protected]

Abstrak

Kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan rawa terletak pada teknologi pengelolaanair. Penyusunan neraca air dilaksanakan dalam bentuk survei, monitoring melalui cek lapang(ground check) dan modeling. Parameter yang dikumpulkan dan diamati meliputi dinamika tinggimuka air dan komponen iklim berupa curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran radiasi.Penyusunan model neraca air didasarkan pada pola pertanaman padi-padi dan padi-kedelai. Tujuandari penelitian ini adalah penyusunan model neraca air pada pola tanam padi-padi dan padi-palawija (kedelai) di lahan rawa pasang surut pada lokasi daerah Talaran sebagai wakil daerah tipeluapan C dan Bambangin sebagai wilayah tipe luapan B. Hasil penelitian menunjukkan pada polatanam padi-padi pada daerah pasang surut mengalami defisit pada bulan Oktober dan Agustusmasing-masing sebesar 137 mm dan 74 mm, sedangkan untuk pola tanam padi-kedelai defisitmasing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm. Model hubungan antara neraca air pada pola padi-padidengan tinggi muka air mengikuti persamaan polimonial atau kuadratik pada daerah Bambanginmengikuti persamaan Ybb = - 0,001X2 + 0,15 X + 65,84 (R2 = 0,74), sedangkan pada daerahTalaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,21 X + 53,69 (R2 = 0,69). sedangkan pada polapadi-kedelai dengan tinggi muka air juga mengikuti pola polimial atau kuadratik pada daerahBambangin mengikuti persamaam Ybb = 0,001X2 + 0,24 X + 58,14 (R2 = 0,84), sedangkan padadaerah Talaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,37 X + 43,01 (R2 = 0,78) dimana Y=tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm).

Kata kunci: Model, neraca air, pasang surut, pola tanam

Pendahuluan

Lahan rawa merupakan lahan alternatif dalam memasok produksi beras nasional. Secara

nasional sumbangan lahan rawa, khususnya rawa pasang surut terhadap produksi padi baru

mencapai sekitar 0,9-1,0 juta ton/tahun yang apabila dilakukan optimalisasi dapat diperoleh

tambahan sekitar 3,0-3,5 juta ton/tahun. Kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan

rawa ini terletak pada teknologi pengelolaan air yang didasarkan pada karekteristik hidrologi atau

neraca air setempat (Haryono, 2013).

Reklamasi atau pembuatan jaringan tata air dapat merubah tipe luapan wilayah rawa dari

awalnya tipe luapan C dapat menjadi tipe luapan B. Sebaliknya, jika yang terjadi drainase akibat

dibangunnya jaringan tata air, maka wilayah yang awalnya tipe luapan B dapat menjadi tipe luapan

C karena muka air tanah semakin dalam dari permukaan tanah. Hampir semua wilayah tipe luapan

B setelah reklamasi berubah menjadi tipe luapan C, seperti Barambai, Sakalagun, Belawang, Sei

Seluang, Sei Muhur, yang termasuk dalam kawasan Pulau Petak, Kalimantan Selatan. Jadi

kemampuan jaringan tata air untuk memasukan air pada lahan tipe luapan B, tergantung pada

keterandalan jaringan tata airnya, selain curah hujan di wilayah dan sekitarnya (di bagian hulu).

Selisih tinggi muka air pada pasang tunggal antara musim hujan dengan musim kemarau pada

lahan tipe luapan A mencapai 30 cm dan pada tipe luapan B mencapai 40 cm. Selisih tinggi muka

air pada saat pasang ganda antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan tipe luapan B

mencapai 70 cm. Tinggi muka air pada musim hujan di lahan tipe luapan C mencapai 65 cm,

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 59Banjarbaru, 20 Juli 2016

tetapi pada musim kemarau terjadi kekeringan dengan muka air tanah mencapai > 70 cm di bawah

permukaan tanah. Selisih tinggi muka air antara saat pasang dengan surut pada saluran sekunder

dapat mencapai 1,5-2,5 m (AARD & LAWOO, 1992; Aribawa et al, 1990; Noor, 2004). Selisih

tinggi muka air antara saat puncak pasang (pasang tertinggi) dengan surut minimal (surut terendah)

dipengaruhi oleh jarak dari muara laut/sungai/saluran dan bervariasi antar waktu, baik antar jam,

maupun antara hari. Kondisi tersebut di atas akan mempengaruhi kualitas air pasang yang

memasuki/meluapi areal pertanian (Anwar et al. 1994 dan Anwar dan Mawardi, 2012).

Pengukuran tinggi muka air di lahan rawa pasang surut kawasan Delta Pulau Petak yang

meliputi UPT. Talaran, Tabunganen, Belawang (Bambangin), Barambai pernah dilakukan pada

tahun 2002, 2010 dan 2011 dapat dijadikan dasar dalam penyusunan model neraca air di lahan

rawa. Tujuan dari penelitian ini adalah penyusunan model neraca air pada pola tanam padi-padi

dan padi-palawija (kedelai) di lahan rawa pasang surut pada lokasi daerah Talaran sebagai wakil

daerah tipe luapan C dan Bambangin sebagai wilayah tipe luapan B.

Metodologi

Lokasi atau daerah penelitian di lahan rawa pasang surut meliputi daerah (UPT) Talaran

sebagai wakil wilayah tipe luapan C dan Bambangin sebagai wakil wilayah tipe luapan B. Rumus

berikut menunjukan neraca air secara umum daerah pasang surut :

P + QSL= QO + Ea + ▲S

Keterangan :

P = Presipitasi yang jatuh kedalam lokasi penelitian

QSi = Aliran air yang masuk ke lokasi penelitian pada saat pasang purnama (inlet) atau pasang

ganda (inlet)

QO = Aliran air yang ke luar lokasi penelitian pada saat surut (outlet)

▲S = Perubahan kandungan air tanah pada pasang dan surut (volume air)

Ea = Evapotranspirasi

Dalam perhitungan neraca air digunakan metode Penman yang dimodiifikasi (Hansen et

al, 1992; Chandrawidjaja, 2010) yang menyatakan bahwa neraca air adalah hasil selisih antara

ketersedian air dari hujan efefktif dengan evapotranspirasi. Analisis hidrometri berupa hubungan

antara neraca air (debit aliran) dengan pengukuran tinggi muka air di lapangan dinyatakan dalam

bentuk persamaan Power sebagai berikut:

Q= aHb, dimana

Q = debit aliran (m3/detik)

H = tinggi muka air (cm)

a & b = konstante regresi

Data hidrologi dan klimatologi yang diamati atau dianalisis adalah data yang

dikumpulkan pada tahun 2010 sampai dengan 2015 (Tabel Lampiran).

60 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Hasil dan Pembahasan

Penyusunan Model Neraca Air Pola Padi-padi di Lahan Rawa Pasang Surut

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman (consumptive use) dihitung berdasarkan rumus Etc = Kc. Eto,

dimana Etc = kebutuhan air untuk tanaman, Kc= koefisien tanaman, dan Eto = evapotranspirasi

potensial. Eto dihitung berdasarkan data iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama

penyinaran dan radiasi matahari) selama kurun 2010-2014 (Tabel 1). Koefisien tanaman dikutip

dari Hansen et al. (1992). Tabel 2 menunjukkan kebutuhan air tanaman untuk pola padi-padi.

Tabel 1. Hasil perhitungan evaporasitranspirasi potensial (Eto) bulanan tahun 2010-2014

BulanTahun

Rataan2010 2011 2012 2013 2014

Jan 93.93 95.79 95.79 88.04 93.31 93.37

Feb 98.02 93.38 81.78 91.93 96.28 92.28

Mar 99.51 94.86 104.47 107.88 100.75 101.49

Apr 102.30 98.10 103.50 102.90 103.80 102.12

Mei 100.13 94.55 107.88 93.62 101.37 99.51

Juni 81.00 99.60 96.30 97.80 86.70 92.28

Juli 76.57 110.67 88.04 82.77 101.37 91.88

Agus 91.76 124.62 119.97 107.88 121.21 113.09

Sept 87.90 107.10 126.00 106.50 130.80 111.66

Okt 104.16 115.94 123.69 128.34 145.08 123.44

Nop 95.40 104.40 15.30 101.40 107.40 84.78

Des 91.45 84.01 96.10 89.90 100.13 92.32

Tabel 2. Kebutuhan air tanaman (Etc) untuk pola pertanaman padi-padi bulanan (mm)

BulanTahun

Rataan2010 2011 2012 2013 2014

Jan 85.48 87.17 87.17 80.12 84.91 84.97

Feb 109.19 104.03 91.10 102.41 107.26 102.80

Mar 127.37 121.42 133.72 138.09 128.96 129.91

Apr 114.47 109.77 115.82 115.15 116.15 114.27

Mei 32.04 30.26 34.52 29.96 32.44 31.84

Juni 32.40 39.84 38.52 39.12 34.68 36.91

Juli 69.68 100.71 80.12 75.32 92.25 83.62

Agus 102.77 139.57 134.37 120.83 135.76 126.66

Sept 109.88 133.88 157.50 133.13 163.50 139.58

Okt 129.16 143.77 153.38 159.14 179.90 153.07

Nop 103.99 113.80 16.68 110.53 117.07 92.41

Des 32.01 29.40 33.64 31.47 35.05 32.31

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 61Banjarbaru, 20 Juli 2016

Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif ditetapkan sebagai jumlah curah hujan bulanan dengan probabilitas

terlampaui sebesar 80% (Candrawidjaja, 2010) mengikuti rumus Pm = m/(n+1).100%, dimana

Pm=probabilitas terlampaui hujan bulan pada urutan ke m, m = urutan dta curah hujan bulan dari

besar ke kecil dan n = jumlah data curah hujan bulanan. Tabel 3 menunjukkan distribusi

probabilitas curah hujan bulanan setempat dan Tabel 4 menunjukkan distribusi curah hujan efektif

(R80).

Tabel 3. Distribusi curah hujan bulanan Stasiun Sei Tabuk, 2010-2014

BulanTahun

2010 2011 2012 2013 2014

Jan 324.30 418.90 223.70 355.20 443.00

Feb 320.60 211.80 258.40 414.60 220.00

Mar 285.10 337.10 313.00 308.30 332.00

Apr 243.00 250.50 319.10 305.50 223.00

Mei 171.00 210.50 149.10 346.50 159.00

Juni 365.70 83.10 58.40 140.70 221.00

Juli 171.70 21.30 193.50 125.70 113.00

Agus 240.40 26.80 70.30 81.50 53.00

Sept 338.20 77.30 58.20 33.60 5.00

Okt 256.50 133.50 157.00 106.00 16.00

Nop 317.50 276.40 297.80 439.10 199.00

Des 354.70 856.40 409.80 349.40 387.00

Rataan 282.39 241.97 209.03 250.51 197.58

Tabel 4. Ketersediaan air dari curah hujan efektif bulanan Stasiun Sei Tabuk, 2010-2014

BulanUrutan

R80 (5)1 2 3 4

Jan 324.30 355.20 418.90 223.70 443.00

Feb 320.60 414.60 211.80 258.40 220.00

Mar 285.10 308.30 337.10 313.00 332.00

Apr 243.00 305.50 250.50 319.10 223.00

Mei 171.00 346.50 210.50 149.10 159.00

Juni 365.70 140.70 83.10 58.40 221.00

Juli 171.70 125.70 21.30 193.50 113.00

Agus 240.40 81.50 26.80 70.30 53.00

Sept 338.20 33.60 77.30 58.20 5.00

Okt 256.50 106.00 133.50 157.00 16.00

Nop 317.50 439.10 276.40 297.80 199.00

Des 354.70 349.40 856.40 409.80 387.00

Pm (%) 16.67 33.33 50.00 66.67 83.33

62 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Neraca Air

Neraca air dihitung dari ketersediaan air dikurangi oleh kebutuhan tanaman berdasarkan

pola pertanaman padi-padi. Kebutuhan air untuk tanaman disajikan Tabel 3. Ketersediaan air

dihitung dari curah hujan efektif yang diperoleh dari curah hujan setempat (Tabel 5). Dari Tabel 5

atau Gambar 1 di atas diperoleh ketersedian air selama setahun untuk dua kali tanam pola padi-

padi terjadi defisit pada bulan Oktober dan Agustus masing-masing sebesar 137 mm dan 74 mm.

Tabel 5. Neraca air untuk pola pertanaman padi-padi di lahan rawa pasang surut

Bulan

Keterangan

R80 (mm) Etc (mm) Neraca Air (mm) Status

Okt 16.00 153.07 -137.07 Defisit

Nop 199.00 92.41 106.59 Surplus

Des 387.00 32.31 354.69 Surplus

Jan 443.00 84.97 358.03 Surplus

Feb 220.00 102.80 117.20 Surplus

Mar 332.00 129.91 202.09 Surplus

Apr 223.00 114.27 108.73 Surplus

Mei 159.00 31.84 127.16 Surplus

Juni 221.00 36.91 184.09 Surplus

Juli 113.00 83.61 29.39 Surplus

Agus 53.00 126.66 -73.66 Defisit

Sept 409.80 139.58 270.23 Surplus

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 63Banjarbaru, 20 Juli 2016

Gambar 1. Neraca air pola padi-padi dan tinggi muka air sekunder

pada lokasi Bambangin dan Talaran

Model Neraca air dengan Tinggi Muka Air

Hasil pengukuran tinggi muka air pada daerah Talaran dan Bambangin disajikan pada

Tabel 6. Analisis hidrometri berupa hubungan antara neraca air (debit aliran) dengan pengukuran

tinggi muka air di lapangan dinyatakan dalam bentuk persamaan Power disajikan pada Gambar 2.

Tabel 6. Pengukuran tinggi muka air pada saluran sekunder daerah Talaran dan Bambangin

Lokasi Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep

Talaran 74.11 66.49 60.74 63.24 51.1 46.38 37.1 27

Bambangin 76.38 76.49 71.46 74.92 66.11 62.63 53.94 49.85

64 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Keterangan : Merah : Daerah Bambangin; Biru = Daerah Talaran

Gambar 2. Model hubungan antara debit neraca air pola padi-padi dengan tinggi muka air di

saluran sekunder

Dari hasil analisis neraca air untuk pola pertanaman padi-padi diperoleh hubungan yang

polimonial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti persamaam Ybb = - 0,001X2 + 0,15

X + 65,84 (R2 = 0,74), sedangkan pada daerah Talaran mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 +

0,21 X + 53,69 (R2 = 0,69) dimana Y= tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm)

Penyusunan Model Neraca Air Pola Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang surut

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman (consumptive use) dihitung berdasarkan rumus Etc = Kc. Eto,

dimana Etc = kebutuhan air untuk tanaman, Kc = koefisien tanaman, dan Eto = evapotranspirasi

potensial. Eto dihitung berdasarkan data iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama

penyinaran dan radiasi matahari) selama kurun 2010-2014 (Tabel 1). Tabel 7 menunjukkan

kebutuhan air tanaman untuk pola padi-kedelai.

y = -0.0011x2 + 0.2123x + 53.693R² = 0.69

Ybb = -0.0007x2 + 0.1487x + 65.843R² = 0.7409

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

-100.00 0.00 100.00 200.00 300.00

Hubungan Neraca Air dengan Tinggi Muka Air diLahan Pasang Surut Pola Padi-Padi

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 65Banjarbaru, 20 Juli 2016

Tabel 7. Kebutuhan air tanaman untuk pola padi-kedelai (Etc) bulanan tahun 2010-2014

Bulan

Tahun

Rata-rata2010 2011 2012 2013 2014

Jan 77.78 79.32 79.32 72.91 77.27 77.32

Feb 122.30 116.51 102.04 114.70 120.13 115.14

Mar 159.22 151.78 167.15 172.61 161.20 162.39

Apr 141.95 136.12 143.61 142.78 144.03 141.70

Mei 34.93 32.98 37.63 32.65 35.36 34.71

Juni 11.34 13.94 13.48 13.69 12.14 12.92

Juli 27.87 40.28 32.05 30.13 36.90 33.45

Agus 61.66 83.74 80.62 72.50 81.45 75.99

Sept 98.89 120.49 141.75 119.81 147.15 125.62

Okt 77.50 86.26 92.03 95.48 107.94 91.84

Nop 51.99 56.90 8.34 55.26 58.53 46.20

Des 12.80 11.76 13.45 12.59 14.02 12.92

Neraca Air

Neraca air dihitung sama seperti pada pola padi-padi dari ketersediaan air dikurangi oleh

kebutuhan tanaman berdasarkan pola pertanaman padi-kedelai. Kebutuhan air untuk tanaman

disajikan Tabel 7. Ketersediaan air dihitung dari curah hujan efektif yang diperoleh dari curah

hujan setempat (Tabel 4). Dari Tabel 8 diperoleh kekurangan air (defisit) terjadi pada bulan

Oktober dan Agustus masing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm. Hubungan antara neraca air pola

pertanaman padi-kedelai dengan tinggi muka air disajikan pada Gambar 3.

Tabel 8. Neraca air untuk pola pertanaman padi-padi di lahan rawa pasang surut

Bulan

Keterangan

R80 (mm) Etc(mm)Neraca Air

(mm)Status

Okt 16.00 91.84 -75.84 Defisit

Nop 199.00 46.21 152.79 Surplus

Des 387.00 12.92 374.08 Surplus

Jan 443.00 77.32 365.68 Surplus

Feb 220.00 115.13 104.87 Surplus

Mar 332.00 162.39 169.61 Surplus

Apr 223.00 141.70 81.30 Surplus

Mei 159.00 34.71 124.29 Surplus

Juni 221.00 12.92 208.08 Surplus

Juli 113.00 33.45 79.55 Surplus

Agus 53.00 76.00 -23.00 Defisit

Sept 409.80 125.62 284.18 Surplus

66 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Gambar 3. Neraca air pola padi-kedelai dan tinggi muka air sekunder

pada lokasi Bambangin dan Talaran

Model Neraca air dengan Tinggi Muka Air

Hasil pengukuran tinggi muka air pada daerah Talaran dan Bambangin disajikan pada

Tabel 6. Analisis hidrometri berupa hubungan antara neraca air (debit aliran) dengan pengukuran

tinggi muka air di lapangan dinyatakan dalam bentuk persamaan Power disajikan pada Gambar 4.

Hubungan neraca air dengan tingi muka air pada pola pertanaman padi-kedelai diperoleh

berbentuk polimial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti persamaam Ybb = 0,001X2

+ 0,24 X + 58,14 (R2 = 0,84), sedangkan pada daerah Talaran mengikuti persamaan Ytal

=0,001X2 + 0,37 X + 43,01 (R2 = 0,78) dimana Y= tinggi muka air (cm) dan X=neraca air (mm)

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 67Banjarbaru, 20 Juli 2016

Keterangan : Merah : Dearah Bambangin; Biru = Daerah Talaran

Gambar 4. Hubungan antara debit neraca air pola padi-kedelai

dengan tinggi muka air di saluran sekunder

Kesimpulan dan Saran

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nereca air pada daerah pasang surut untuk penyusunan pola tanam padi-padi berada pada

status surplus, kecuali pada bulan Oktober dan Agustus status defisit masing-masing

sebesar 137 mm dan 74 mm, sedangkan untuk pola tanam padi-kedelai terjadi defisit pada

bulan Oktober dan Agustus, tetapi lebih kecil masing-masing sebesar 23 mm dan 76 mm.

2. Model hubungan antara neraca air pada pola tanamam padi-padi dengan tinggi muka air

mengikuti persamaan polimonial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti

persamaam Ybb = - 0,001X2 + 0,15 X + 65,84 (R2 = 0,74), sedangkan pada daerah Talaran

mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,21 X + 53,69 (R2 = 0,69) dimana Y= tinggi muka

air (cm) dan X=neraca air (mm).

3. Model hubungan antara neraca air pada pola tanamam padi-kedelai dengan tinggi muka air

mengikuti persamaan berbentuk polimial atau kuadratik pada daerah Bambangin mengikuti

persamaam Ybb = 0,001X2 + 0,24 X + 58,14 (R2 = 0,84), sedangkan pada daerah Talaran

mengikuti persamaan Ytal =0,001X2 + 0,37 X + 43,01 (R2 = 0,78) dimana Y= tinggi muka

air (cm) dan X = neraca air (mm).

68 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Daftar Pustaka

AARD & LAWOO. 1992. Acid Sulphate Soils in The Humid Tropics: Water Management andSoil Fertility. Final Report. Bogor-Jakarta-the Netherlands.

Adnyata, M.O. IGM. Subiksa, DKS Swastika, dan H. Pane. 2005. Analisis KebijakanPengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marginal : Lahan Rawa. LaporanPuslibangtan. Bogor.

Anwar, K. Sarwani, M. Dan Itjin. 1994. Pengembangan pengelolaan air di lahan pasang surut:pengalaman dari Kalimantan Selatan. Dalam M. Sarwani, M. Noor, dan M. YusufMaamun (eds). Pengelolaan Air dan Peningkatan produktivitas Lahan Rawa PasangSurut. Balittan. Banjarbaru.

Anwar K dan Mawardi. 2012. Dinamika tinggi muka air dan kemasaman air pasang surut saluransekunder sepanjang sungai Barito. Jurnal Tanah dan Iklim. Edisi Khusus: 1-12.

Arifin, M.Z. dan M.A. Susanti. 2005. Inventarisasi dan karakterisasi potensi sumberdaya lahanrawa. Dalam Laporan Tahunan Penelitian Pertanian Lahan Rawa Tahun 2004. BalittraBanjarbaru. Hlm 2-6

Aribawa, I.B. Suping, S., W. Adhi, IPG, dan Konstent, JM.C. 1990. Relation between hydrologyand redox status of Acid sulpahte soils in Pulau Petak, Indonesia. Paper Workshop onAcid Sulphate Soils in The Humid Tropics. 88-109 pp..

Chandrawidjaja, R. 2010. Bahan Ajar: Hidrologi Rawa. Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru. 126 hlm.

Ismail, G.I., Alihamsyah, T., Widjaja Adhi, IPG., Suwarno, Herawati, T., Tahir, R. dan Sianturi,D.E. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa 1985-1993. Proyek SWAMPSII. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor/Jakarta. 128 hlm.

Hansen, V. E. O.W. Israelsen, G.E. Stringham, 1992. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi(terjemahan). Edisi ke 4. Erlangga. Jakarta.407 hlm.

Haryono, 2013. Lahan Rawa: Lumbung Pangan Masa Depan. ARRD Press. Jakarta. 142 hlm.

Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. RajawaliPers. Jakarta. 241 hlm.

Noor, M. dan Achmadi, 2006. Potensi, kendala, dan peluang pengembangan teknologi budidayapadi di lahan rawa pasang surut. Dalam Buku 2 Padi : Inovasi Teknologi Produksi.Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.

WACLIMAD, 2012. Macrozoning dalam rangka Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan.Sekretariat Tim Koordinasi Penyusunan Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan RawaBerkelanjutan. WACLIMAD. Jakarta

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 69Banjarbaru, 20 Juli 2016

Tab

elL

ampi

ran

1. T

ingg

iMuk

a A

ir p

ada

UPT

Tal

aran

Jam

FE

BR

UA

RI

MA

RE

TA

PR

ILM

EI

Tin

ggi M

uka

Air

Tin

ggi M

uka

Air

Tin

ggi M

uka

Air

Tin

ggi M

uka

Air

12

34

51

23

45

12

34

51

23

45

610

056

-65

-82

4765

--

5844

31-

-80

-50

.5-

35

795

61-

63-

8749

59-

-90

44.5

50-

-10

3-

59.5

-53

890

64-

61-

7951

.557

--

9845

66-

-11

5-

67-

61

985

70-

58-

7550

53-

-11

146

70-

-11

9-

71-

65

1070

69-

54-

5853

49-

-10

546

.575

--

115

-72

-66

1160

67-

50-

4854

.545

--

117

4769

--

123

-72

.5-

65

1255

59-

46-

4156

40-

-99

4867

--

120

-73

-62

1345

51-

42-

3557

.536

--

9248

.564

--

110

-72

-61

1440

47-

37-

3459

33-

-87

5061

--

100

-71

.5-

58

1585

50-

34-

3661

36-

-85

5159

--

90-

69-

56

1650

58-

41-

5862

.550

--

7551

.558

--

99-

67.5

-55

1795

63-

63-

7164

65-

-98

5357

--

98-

66-

55

1811

568

-70

-10

965

.573

--

9754

.547

--

96-

64.5

-55

1912

071

-76

-11

969

78-

-91

5658

--

95-

63-

55

2012

576

-80

-11

866

80-

-91

5849

--

85-

61.5

-54

2112

774

-84

-11

464

80-

-86

6057

--

78-

59.5

-47

2212

367

.5-

85-

107

6682

--

7762

.555

--

63-

58-

38

2312

060

-85

-10

065

74-

-65

6153

--

49-

57.5

-35

2412

559

-74

-94

6772

--

5259

44-

-39

-55

.5-

30

111

058

.5-

73-

8969

71-

-43

57.5

40-

-35

-54

-25

215

257

-72

-83

7165

--

3056

36-

-25

-52

.5-

23

312

758

-71

-82

7363

--

3454

.532

--

29-

50-

20

413

154

-70

-81

7061

--

3853

29-

-26

-48

.5-

16

510

049

-70

-80

5060

--

4350

27-

-73

-49

.5-

13

70 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 71Banjarbaru, 20 Juli 2016

72 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016