MK KOMUNIKASI

download MK  KOMUNIKASI

of 103

Transcript of MK KOMUNIKASI

BAB I KONSEP DASAR KOMUNIKASI A. Pendahuluan Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara terus menerus. Komunisasi berperan penting dalam proses kehidupan, komunikasi merupakan inti dari kehidupan sosial manusia dan merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia. Banyak permasalahan yang menyangkut manusia dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui komunikasi, tetapi banyak pula halhal kecil dalam kehidupan manusia menjadi permasalahan besar karena komunikasi. Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses sosial. Sebagai proses sosial, dalam komunikasi selain terjadi hubungan antar manusia juga terjadi interaksi saling mempengaruhi ( Anwar, 1998 ). Komunikasi adalah inti dari semua hubungan sosial. Apabila dua orang atau lebih mengadakan hubungan sosial, maka system komunikasi yang mereka lakukan akan menentukan apakah system tersebut dapat mempererat atau merenggangkan hubungan, menurunkan atau menambah ketegangan serta menambah kepercayaan atau mengurangi. Komunikasi adalah alat yang paling penting dalam berhubungan dengan orang lain. Tetapi pada kenyataannya, tidak jarang kita mengalami ketidak lancaran dalam berkomunikasi . hal ini bisa tampil dalam bentuk salah pengertian, salah menangkap maksud pembicaraan, . Ungkapan-ungkapan seperti: Ini tidak seperti yang saya maksud, atau Bila anda jelaskan sejak semula, semuanya akan berjalan lancar.

1

B. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris Communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat berlangsung selama ada kesamaan dalam komunikasi, misalnya makna mengenai apa yang dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Menurut Robbiins dan Jones ( 1982 ), Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orangorang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Duldt-Battey ( 2004 ), Mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang dinamis antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka yang pada saat tersebut terjadi ide, makna, perasaan dan perhatian. R.D. Lawrence Kincaid ( 1981) Komunikasi --- suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang ada pada gilirannya akan tiba pada saling pengetian mendalam. Roger Dalam Stuart G.W ( 1998), menekankan hakikat komunikasi sebagai suatu hubungan yang dapat menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang terlibat dalam komunikasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasaan, dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku serta penyusuaian yang dinamis antara orangorang yang terlibat dalam komunikasi.

2

C. Tujuan Komunikasi Pada umumnya komunikasi dapat mempunyai beberapa tujuan : 1. 2. 3. 4. Supaya yang apa kita sampaikan itu dapat dimengerti. Dapat Memahami orang lain. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain. Dapat Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. D. Fungsi Komunikasi: Goran Hedebro, dalam bukunya commucation and Social Change in Developing Nations ( 1982 ), mengemukakan bahwa fungsi komunikasi massa bertujuan : 1. Menciptakan iklim perubahan dengan 2. Mengajarkan ketrampilan baru. 3. Berperan sebagai pelipat ganda ilmu pengetahuan. 4. Menciptakan efisiensi tenaga dan biaya terhadap mobilitas seseorang 5. Meningkatkan aspirasi seseorang 6. Menumbuhkan partisipasai dalam pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang menyangkut kepentingan orang banyak 7. Membantu orang menemukan nilai baru dan keharmonisan dari suatu situasi tertentu 8. Mempertinggi rasa kebangsaan 9. Meningkatkan aktivitas politik seseorang 10. Mengubah struktur kekuasaan dalam suatu masyarakat 11. Menjadi sarana untuk membantu pelaksanaan program-program pembangunan 12. Mendukung pembangunan ekonomi, sosial dan politik suatu bangsa memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku kearah modernisasi

3

BAB II UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI Menurut seorang ahli komunikasi Effendy O.U ( 2002 ), komunikasi terdiri dari lima Unsur atau komponenn yaitu, Komunikator ( sender), Pesan ( Message ), Komunikan (Receiver), Media, dan Umpan balik Unsur unsur atau komponen komunikasi ( Feedback ). Hubungan ke lima tersebut dapat dilihat dibawah ini :

Sunder

Encoding

Message Media

Decoding

Receiver

Noise Feedback Response

Sunder

:

Komunikator

yang

menyampaikan

pesan

kepada

seseorang atau sejumlah orang.

Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalambentuk lambang

Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermaknayang disampaikan oleh komunikator

Media

: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan

4

Decoding :

Pengawasandian,

yaitu

proses

dimana

komunikan

menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikasi kepadanya

Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator Responce : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelahditerima pesan

Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikasi apabilatersampaikan atau disampaikan kepada komunikator

Noise

: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

A. Komunikator ( sunder ). Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya komunikasi. Prakarsa timbul karena jabatan, tugas, wewenang dan tanggung jawab ataupun adanya sesuatu keinginan atau perasaan yang disampaikan. Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok. Misalnya; partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder. Syarat syarat komunikator : 1. Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya 2. Ketrampilan berkomunikasi 3. Mempunyai pengetahuan yang luas yang perlu diperhatikan oleh seseorang

5

4. Sikap 5. Memilki daya tarik dalam arti kemampuan untuk melakukan perubahan sikap B. Komunikan ( Receiver ). Komunikan adalah orang yang menjadi obyek komunikasi, komunikator. pihak yang menerima berita atau pesan dari

Komunikan yang juga diesebut sebagai sasaran atau penerima . Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikasi atau dalam bahasa Inggris di sebut audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber. Penerima adalah elemen dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi, Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan atau saluran. Dan komunikan, bisa persona, kelompok dan massa. C. Pesan ( Message ) Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan berupa ide, pendapat, pikiran dan saran. Pesan atau berita juga merupakan rangsangan yang disampaikan oleh sumber kepada sasaran. Pesan tersebut pada dasarnya adalah hasil pemikiran atau pendapat sumber yang ingin disampaikan kepada orang.

6

Penyampaian pesan banyak macamnya, dapat dalam bentuk verbal ataupun non verbal seperti gerakan tubuh, gerakan tangan, ekspresi wajah dan gambar. Apabila terdapat kesan yang berlainan dari pesan yang disampaikan, maka seseorang akan lebih mempercayai kesan bukan kata-kata, Misalnya, ketika seseorang berkata, saya tidak apa-apa kok sambil mengangkat bahu dan ekspresi wajah kecewa. Pesan dapat disampaikan dengan tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasehat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris, pesan biasanya informasi. Syarat-syarat pesan harus memenuhi : 1. Umum, Berisikan hal-hal yang umum dan mudah dipahami oleh komunikan 2. Jelas dan gamblang. Pesan yang disampaikan tidak samar-samar, jika mengambil perumpamaan 3. hendaklah diupayakan contoh yang senyata mungkin, agar tidak ditafsirkan menyimpang dari kita kehendaki Bahasa yang jelas. Sejauh mungkin hindarkanlah menggunakan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh si penerima atau pendengar. 4. Positif. Secara kodrat manusia selalu tidak ingin mendengar dan melihat hal-hal yang tidak menyenangkan drinya.Oleh karena itu setiap pesan agar diusahakan dalam bentuk positif diterjemahkan dengan kata message, content atau

7

5.

Seimbang Pesan yang disampaikan oleh karena itu membutuhkaan selalu

yang baik-baik saja atau jelek-jelek saja 6. D. Media Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi panca indera dianggap sebagai media komunikasi. Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media seperti halnya majalah, surat kabar, buku, hand out, leaflet, brosure, stiker, bulletin, poster, spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media elekktronik antara lain; radio, film, televise, video, recording, computer, elektronik board, audio cassette dan semacamnya. Berkat perkembangan teknologi komunikasi khususnya di bidang komunikasi massa elektronik yang begitu cepat, maka media massa elektronik makin banyak bentuknya, dan makin mengaburkan batas-batas untuk membedakan antara media komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi. Hal ini disebabkan karena makin canggihnya media komunikasi itu sendiri yang bisa dikombinasikan (multi-media) antara satu sama lainnya. Penyesuaian dengan keinginan komunikan

8

Selain media komunikasi seperti di atas, kegiatan dan tempattempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan, bisa juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian, dan pesta rakyat E. Umpan balik ( Feedback ) Umpan balik adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sepucuk konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber. Umpan balik biasa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang (De Fleur, 1982). Oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. F. Lingkungan Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik (geografis), lingkungan sosial budaya (kesamaan bahasa, adat istiadat dan status sosial), lingkungan psikologis (kejiwaan, menghindari komunikasi yang mungkin menyinggung perasaan, menyajikan materi sesuai usia khalayak) dan dimensi waktu (situasi yang tepat, musim).

9

BAB

III

BENTUK KOMUNIKASI Secara garis besar bentuk komunikasi dibagi empat yaitu : Komunikasi personal, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi medio ( Effendy, O.U.2002 ) A. Komunikasi Personal Komunikasi personal terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal. Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri, yang terdiri sensasi, persepsi, memori dan berfikir ( Rahmat, J. 1996 ) Komunikasi interpersonal biasanya dilakukan oleh seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri. Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi yang dilakukan oleh perawat dengan kliennya pada saat konseling bisa dikategorikan sebagai komunikasi interpersonal B. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok terdiri dari dari dua bentuk yaitu, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar Bentuk komunikasi kelompok kecil : Ceramah, diskusi panel, symposium, seminar dan lain-lain.

10

Bentuk komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang dilakukan dengan jumlah pendengar yang banyak, contohnya, kampanye hidup sehat yang dilakukan di lapangan C. Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada di masyarakat seperti Radio, Televisi, Film, Pers dan lain-lain. D. Komunikasi Medio. Komunikasi medio adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti, surat, e-mail, pamlet, poster, spanduk dan sebagainya. E. Komunikasi verbal Merupakan komunikasi yang paling lazim digunakan. Dalam pelayanan keperawatan di Rumah Sakit, komunikasi secara verbal sangat banyak dilakukan dalam memberikan pelayanan. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respons emosional atau menguraikan objek, observasi, dan ingatan (Stuart, G.W., 1998). Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk merespons secara langsung.

11

F. Komunikasi verbal yang efektif dipengaruhi oleh: 1. Kejelasan Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek, dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil kemungkinan terjadi kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkan kata dengan jelas (Fortsyth, P., 1993). Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami, demikian juga mengulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. 2. Perbendaharaan kata Komunikasi tidak akan berhasil jika mengirim pesan tidak mampu menerjemahkan istilah-istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran. Jika istilah tersebut digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan dengan istilah yang dimengerti oleh klien (Stuart, G,W.,1998). 3. Arti denotative dan konotatif Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan perasaan, pikiran, atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata kritis dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan mendekati kematian. Ketika berkonsumsi dengan klien perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahtafsirkan (Stuart, G.W., 1998).

12

4. Kecepatan bicara Kecepatan dalam tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal (Forsyth, 1993). Selaan (jeda waktu) yang lama dan pengalian yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata menjadi tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu dan memberi waktu pada pendengar untuk mendengar dan memahami arti kata (Fortsyth, 1993). Selaan yang tepat dapat dilakukan untuk memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya atau menyimak isyarat nonverbal dari klien yang mungkin menunjukkan ketidakmengertian (AntaiOtong, 1995). Ketika perawat merasa ragu apakah dia berbicara cepat atau lambat, perawat bisa menanyakan kepada klien apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan apakah perlu diulang. G. Komunikasi nonverbal Komunikasi nonverbal adalah pengiriman pesan tanpa kata-kata (Antai-Otong, 1995). Merupakan cara yang paling menyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari peran verbal dan nonverbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi, karena isyarat nonverbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mampu mempresentasikan pesan nonverbal dengan akurat akan lebih mudah memahami klien, mendeteksi keperawatan. suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan

13

Komunikasi nonverbal mempunyai dampak yang lebih besar dari pada komunikasi verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan bahwa sekitar 7% pemahaman dapat ditimbulkan karena kata-kata, sekitar 30% karena bahasa paralinguistic dan 55% karena bahasa tubuh. Komunikasi nonverbal dapat diamati melalui: 1. Penampilan personal Penampilan seseorang merupakan salah satu hal utama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya, dan konsep diri (Forsyth, 1993). Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri yang positif dan sikap professional yang positif. Penampilan fisik perawat memengaruhi presepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai pandangan atau citra bagaimana seharusnya perawat berpenampilan (AntaiOtong, 1995). Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan, tetapi penampilan perawat dapat memengaruhinya dalam membina hubungan saling percaya dengan klien (Fortsyth, 1993). 2. Intonasi (nada suara) Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung memengaruhi nada suaranya (Fortsyth, 1993). Perawat harus menyadari dan mengontrol emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud ingin menyampaikan perhatian yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat yang kurang simpatik (Stuart dan Sundeen, 1998).

14

b.

Ekspresi wajah Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada enam keadaan emosi

utama yang tampak melalui ekspresi wajah yaitu terkejut, takut, marah, jijik, bahagia, dan sedih (Ellis, R., Gates, R., dan Kenworthy, 2000). Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan respons komunikan atau penerima pesan (Rahmat, J., 1996). Orang yang tidak percaya atau orang yang berbohong akan tampak dalam ekspresi wajah. Ekspresi wajah dapat meliputi posisi mulut, alis, muka, dan tatapan muka. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawahketika sedangberbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominant. Sikap tubuh dan langkah Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap, emosi, konsep diri, dan keadaan fisik (Stuart, G.W., 1998). Perawat dapat mengumpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkahnya serta memperoleh umpan balik dari orang lain. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur. Jarak Jarak dalam berkomunikasi sangat penting diperhatikan oleh perawat karena akan mempengaruhi kelancaran komunikasi. Jarak yang terlalu jauh menyebabkan perawat sulit untuk berespons secara tepat karena perawat tidak bisa melakukan active listening. Menurut Stuart, jarak untuk hubungan intim terapeutik adalah 0-45 cm, sedangkan jarak pribadi adalah 45-120 cm. Berdasarkan pengalaman jarak yang paling nyaman bagi perawat dan klien dalam berinteraksi

c.

d.

15

adalah antara 30-40 cm, akan tetapi ada pasien-pasien dengan perilku kekerasan, jarak yang bisa digunakan antara 100-120 cm. Sentuhan Sentuhan merupakan alat komunikasiyang sangat kuat. Sentuhan dapat juga menimbulkan reaksi positif atau negatif, bergantung pada orang yang terlibat dan lingkungan di sekililing mereka. Sentuhan penting dilakukan pada saat klien merasa sangat sedih. Sentuhan pada situasi ini mempunyai arti empati. Sentuhan dapat juga menunjukkan arti Saya peduli (Stuart, G.W., 1998) Akan tetapi pada pelaksanaanya sangat perlu untuk memahami siapa, kapan, dan mengapa sentuhan dilakukan, karena komunikasi nonverbal ini mempunyai efek yang berbeda pada setiap individu (Brammer & Mc Donald, 1996). Mendengarkan secara aktif (Active Listening) Menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan dasar dalam melakukan hubungan perawat-klien. Ellis Gates, and Konworthy (2000) menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang tersebut bahwa apa yang dikatakannya merupakan hal yang penting dan dia adalah orang yang berarti. Mendengarkan juga menunjukkan pesan Anda bernilai untuk saya dan Saya tertarik untuk mendengarkan anda Selama mendengarkan secara aktif, perawat mengikuti apa yang dibicarakan klien dan memperhatikannya. Diam selagi seseorang bicara bukanlah listening yang sebenarnya karena listening yang sebenarnya mengandung intention yang bisa terjadi pada saat kita fokus pada apa yang dibicarakan sehingga bisa membawa klien kepada maksud dan tujuan dalam respons dan intervensi kita (Hibdon, S., 2000). Juga terdapat beberapa

e.

16

keadaan ketika listening sebenarnya tidak terjadi. Kondisi ini disebut sebagai pseudolistening. Keadaan tersebut antara lain: 1. Diam untuk mempersiapkan apa yang akan dikatakan pada pembicaraan berikutnya 2. Mendengarkan orang lain agar didengarkan 3. Mendengarkan hanya informasi tertentu saja 4. Memperlihatkan seolah-olah tertarik padahal tidak 5. Mendengarkan hanya agar klien tidak merasa kecewa 6. Mendengarkan agar tidak ditolak 7. Mendengarkan untuk mencari kelemahan lawan bicara supaya bisa mempunyai respons yang kuat. Menurut Geldard, D. (1998) active listening adalah merefleksikan apa-apa yang telah dikatakan seseorang untuk memfasilitasi pemahaman kita tentang maknanya, penentuan masalah utama dan pemecahan masalah bersama. Mendengarkan secara aktif ini terdiri dari empat tahap, membuka diri, mendefinisikan masalah, menentukan tujuan, dan mengevaluasi tujuan. a. Membuka diri Pada tahap membuka diri (disclosure) tugas perawat adalah berusaha agar klien mampu membuka diri dan mengekspresikan perasaannya. Teknik komunikasi yang sering digunakan pada tahap ini antara lain pertanyaan terbuka yang harus dicapai atau didapatkan dari klien pada tahap ini yatu; gambaran klien tentang kejadian yang dihadapinya (Long, L., 1994). Sebagai contoh, klien dapat mengeluh bahwa suaminya selingkuh. Pada kondisi seperti ini perawat harus mampu memfasilitasi perasaannya. klien untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya tentang perselingkuhan suaminya dan bagaimana

17

b.

Mendefinisikan masalah Tahap ini tidak kalah pentingnya dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini tugas perawat adalah mendapatkan gambaran yang detail dari permasalahan yang dialami klien. Untuk itu tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan adalah klarifikasi, eksplorasi, dan berbagai persepsi (Long, L., 1994). Perawat harus mendapatkan gambaran permasalahan klien secara total, jelas dan realistis. Pada saat klien mengungkapkan permasalahannya, perawat harus hati-hati dengan respons internalnya, karena hal ini akan memengaruhi klien. Perawat perlu menyadari bahwa yang dibutuhkan adalah seseorang yang siap dan bersedia mendengarkan dan mengerti perasaannya bukan solusi (Geldard, D., 1998). Perawat harus behatihati untuk tidak terburu-buru memberikan tanggapan atau saran. Sebagai contoh, menyambung kasus perselingkuhan di atas, perawat melanjutkan intervensinya untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan detail dari klien, tentang apa ang sebenarnya yang menjadi permasalahan klien. Perawat harus mampu menggali permasalahan klien, mengklarifikasi ungkapan-ungkapan klien dan berbagi persepsi tentang apa yang dipikirkan perawat tentang sikap atau perilaku klien, karena tiap individu unik dengan berrbagai latar belakang yang berbeda. Sehubungan dengan kondisi klien di atas perawat harus menggali lebih maju tentang apa yang dimaksud klien tentang perselingkuhan suaminya, bagaimana perasaan klien terhadap perselingkuhan tersebut, bagaimana hubungan klien selama ini dengan suaminya, apa yang dicemaskan klien tentang perselingkuhan suaminya, bagaimana nilai-nilai klien tentang selingkuh, apa yang paling ditakutkan klien akan terjadi, dan sebagainya.

18

Eksplorasi dilakukan sampai dapat dipastikan apa masalah klien. Dari contoh di atas, misalnya didapatkan masalah klien adalah cemas terhadap masa depan anak-anaknya seandainya suaminya menceraikannya. Mungkin klien lain dengan kasus yang sama (selingkuh) mempunyai permasalahan yang berbeda misalnya merasa frustasi karena merasa dihianati suaminya atau ingin bunuh diri karena merasa gagal jadi istri. c. Menentukan tujuan Pada tahap menentukan tujuan (goal setting) perawat dan klien bersama-sama menentukan tujuan yang akan dicapai dalam rangka mengatasi masalah klien. Fungsi mendengarkan secara aktif di sini adalah untuk memfasilitasi klien dalam membuat tujuan. Menyambung kasus perselingkuhan di atas pada tahap ini perawat mungkin bisa mengatakan, Apa yang akan anda lakukan dalam mengatasi masalah ini, selanjutnya misalnyaApalagi kira-kira yang mungkin dapat dilakukan atau. Adakah cara lain yang menurut anda lebih efektif? Berikan pujian untuk solusi yang dipilih klien agar klien merasa yakin terhadap keputusan yang dipilihnya. d. Mengevaluasi tujuan Pada tahap ini perawat membantu klien dalam mempertimbangkan konsekuensi dari tiap solusi yang dipilih sehingga klien merasa bahwa itu adalah solusi yang terbaik bagi dirinya. Menyambung contoh kasus perselingkuhan diatas misalnya klien memutuskan untuk bercerai dengan suaminya, perawat mungkin bisa mengatakan, Apakah sudah dipertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi seandainya ibu minta bercerai dengan suami ibu? Dengan menanyakan tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi tersebut diharapkan klien dapat mempertimbangkan kembali

19

tentang kuputusan yang akan diambilnya sehingga keputusan akhir benar-benar keputusan yang objektif sesuai dengan kondisi klien. Berdasarkan pengalaman penulis selama membiarkan konstultasi pada mahasiswa yang bermasalah pada klien yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa, active listening ini sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah mereka. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang mengeluh IPK active listening akhirnya terungkap semua masalah yang dialaminya yang menyebabkan dia tidak bisa belajar. Dan permasalahan yang dialami mahasiswa tersebut bisa teratasi setelah melakukan konseling beberapa kali dengan penulis. Pada semester berikutnya IPK mahasiswa tersebut meningkat.

20

BAB

IV

PERKEMBANGAN KOMUNIKASI A. Perkembangan Komunikasi Bayi sampai Dewasa Perkembangan komunikasi dimulai ketika bayi baru lahir dan mulai menangis sampai dapat berbicara dengan lancar. Usia Perkembangan Komunikasi Bayi baru lahir Waktu lahir menangis, udara masuk melalui pita Bayi suara, 2 3 minggu tangisan menjadi beda 2-3 mulai babbling ( meraban ) suara berulang 7 bulan mengulang suara yang didengar 10-12 bulan bereaksi pada kata yang dikenal ( sata kata mulai diucapkan ) Toddler ( 2-3 tahun Pra Sekolah 15 bulan bisa mengetahu 4 kata 2 tahun mulai punya 50 kata meningkat dengan cepat sampai 800-1000 kata ( 3 tahun ) Mengerti symbol dalam bentuk kata, gambar, kesalahan tata bahasa masih biasa 4 tahun perbendaharaan kata 1.600 kata dapat membuat kalimat lengkap Masa Sekolah 5-6 ejaan yang kanak-kanakan mulai menghilang 6 tahun sanggup membentuk struktur kalimat pembicaraan egosentris berkurang Perbendaharaan kata bertambah, dialek dan katakata umpatan mulai diketahui Remaja 8 12 tahun mulai suka membual Menggunakan bahasa dari group yang kecil, pembicaraan Dewasa menggambarkan bahwa sudah mengenal hypotesa Kesanggupan penuh pembicaraan spesial B. Faktor faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi 1. Perkembangan

untuk

berbicara,

21

Perkembangan usia sangat berpengaruh dalam berkomunikasi, baik dari segi bahasa maupun cara berpikir, misalnya, pesan dari seorang anak kecil, beda dengan pesan yang disampaikan oleh seorang yang bersifat Dewasa dan bersifat orang tua. 2. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi ini di bentuk oleh pengharapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. 3. Nilai Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting untuk menyadari nilai seseorang. Perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklrifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan professional, diharapkan tidak terpengaruh oleh nilai pribadi. 4. Latar belakang sosial budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Seorang remaja putri yang berasal dari daerah lain ingin membeli makanan khas di suatu daerah, remaja ini tiba-tiba menjadi pucat ketakutan karena penjual menanyakan padanya berapa banyak cabai merah yang dibutuhkan untuk campuran makanan yang akan dibeli. Apa yang terjadi? Remaja tersebut merasa dimarahi oleh penjual karena cara menanyakan cabe itu seperti membentak, padahalpenjual merasa tidak memarahi remaja tersebut. Hal ini dikarenakan budaya dan logat bicara penjual yang memang keras dan tegas sehingga terkesan seperti marah bagi orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. 5. Emosi

22

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi dalam berkomunikasi dengan orang lain. Maka itu perlu mengkaji emosi sebelum melakukan komunikasi dengan orang lain 6. Jenis Kelamin Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. Tanned (1990) menyebutkan bahwa wanita dan lakilaki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari usia 3 tahun, wanita bermain dengan teman baiknya atau grup kecil, menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan dan meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman. Laki-laki lain pihak, menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian aktifitas dalam grup yang lebih besar, dan jika ingin berteman, mereka melakukannya dengan bermain. 7. Pengetahuan Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat yang pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. 8. Peran dan Hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang atasanberbeda, tergantung peran. Demikian juga antar orangtua dan anak.

dengan

bawahannya, dengan cara komunikasi seorang pegawai dengan tamu akan

9. Lingkungan Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat, akan menimbilkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Misalnya, berdiskusi di tempat yang ramai tentu tidak nyaman. Begitu

23

juga dengan lingkungan fisik. Tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya, saat orang berkomunikasi dengan sahabatnya akan berbeda apabila berbicara dengan pimpinannya. Lingkungan sosial, tingkah laku dan cara berkomunikasi mempengaruhi suasana lingkungan. Misalnya, seseorang yang berpenampilan lembut tetapi sering menggunakan kata-kata yang kasar dalam pembicaraan. Kata-kata tersebut dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya. 10.Jarak Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol. Misalnya, individu yang merasa terancam ketika seorang tidak dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. 11. Citra diri Manusia mempunyai gambaran tertentu dengan dirinya, status sosial, kelebihan dan kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi. Misalnya: Pembicaraan orang tua bersama anaknya dengan menentukan ekspresi dan persepsi orang, misalnya, kamu mesti jadi Dokter karena akan dihormati masyarakat dan mudah mendapatkan uang. Pihak lain, yakni orang yang diajak berkomunikasi, mempunyai gambaran khas bagi dirinya. Pada saat berkomunikasi, akan dirasakan campur tangan citra diri dan citra pihak lain. 12.Kondisi fisik Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya indra pembicaraan mempunyai andil terhadap kelancaran dalam berkomunikasi. Misalnya: Seorang tuna wicara akan kesulitan apabila berbicara dengan orang yang normal. C. PROSES KOMUNIKASI

24

Proses Komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut : KOMUNIKATORMemprakarsai adanya komunikasi .

Mengembangkan ideBisa simulasi, diskusi dll

Membuat lambang/ kodeGambar, spanduk dsb

Penyampaikan pesanIde, pendapat, pikiran atau saran

Pertanyaan, usul, atau menolak

Menunggun Umpan Balik

Individu, kelompok, masyarakat

KOMUNIKAN

Bila ada manfaatnya

Menerima

Membaca Lambang . KodeMemplajari yang diberikan

MenggunakanMelaksanakan setelah dipelajari

MEMBERIKAN UMPAN BALIKPositif dan Negatif

BAB V

25

HUBUNGAN ANTAR MANUSIA A. Pengertian Hubungan Antar Manusia Hubungan antar manusia adalah sifat-sifat, waktu, tingkah laku manusia serta aspek-aspek lain yang terdapat pada manusia.

Kemampuan mengenali sifat,tingkah laku, pribadi sesorang dimaksud dengan hubungan antar manusia. Ruang lingkup hubungan antar manusia dalam arti luas ialah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam segala kehidupan untuk memperoleh kepuasan hati. Suksesnya hubungan antara manusia sebagai akibat dari tidak mengabaikan sopan santun, ramah tamah, hormat menghormati dan menghargai orang lain dan faktor etika.

Hubungan antar manusia yang baik akan mengatasi

hambatan

hambatan komunikasi, mencegah salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia. Kunci aktifitas hubungan antar manusia adalah motivasi, memotivasi seseorang agar melakukan suatu aktivitas berdasarkan kebutuhan.

Perluasan

cakrawala

pengetahuan

dari

pewawancara

sangat

diperlukan. Sebagai pewawancara harus mengerti betul gerak-gerik tingkah laku yang menjadi lambang komunikasi baik lambang verbal.

26

Wilbiech Schraemm menyatakan bahwa wawancara yang berhasil bila pesan diperoleh oleh diwawancarai. Kondisi yang harus diciptakan menurut Schaermm adalah :

a. Pesan harus disampaikan sedemikian rupa hingga dapat menarik perhatian yang diwawancarai b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang yang tertuju kepada perjalanan c. Pesan yang sama antara pewawancara kebutuhan dan yang yang diwawancarai harus membangkitkan pribadi diwawancarai dan menyarankan bagaimana memperolehnya d. Pesan harus menyarankan jalannya memperoleh kebutuhan sesuai yang diwawancarai e. Pesan disesuaikan dengan keadaan pribadi ,norma-norma kelompok yang mengikat yang diwawancarai serta situasi dimana pesan disampaikan. Untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif pewawancara dalam mengadakan wawancara tidak dapat bersifat egoistis. Perlu adanya identifikasi dan persuasi sehingga suasana wawancara dijiwai kerja sama, saling menghargai, saling mempercayai, saling menerima dan saling memberi. Tugas seorang wawancara adalah meratakan jalan bagi pembentukan suasana wawancara yang sebaik-baiknya. Cara memperoleh situasi ini adalah : a. Melalui partisipasi, pewawancara dapat ikut dalam kegiatan yang diwawancarai sehari-hari. Partisipasi umumnya meminta pengorbanan waktu dan tenaga.

27

b.

Melalui identifikasi, pewawancara memperkenalkan diri sebagai orang dalam dan menyakinkan yang diwawancarai bahwa pewawancara adalah sahabat yang diwawancarai.

c.

Melalui jalan persuasi, pewawancara secara sopan dan ramah tamah menerangkan Pewawancara maksud harus dan keperluan kedatangannya. dapat menyakinkan

betapa pentingnya informasi yang akan disampaikan. d. Melalui tokoh pengantar, dalam hal ini mengajak tokohtokoh masyarakat ke tempat yang akan diwawancarai. B. MEMAHAMI ORANG LAIN Dalam usaha memahami orang lain, tentu tidak dapat terlepas dari faktor komunikasi. Terutama komunikasi antarpribadi. Dengan adanya komunikasi antar pribadi ini akan terungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan pihak lain. Dalam rangka memahami orang lain, kadang-kadang dan bahkan seringkali kita mengukur dengan diri kita sendiri, tanpa memperhitungkan orang lain. Tepat seperti yang dikatakan oleh Adolf Houken SJ Perasaan kita mengenai keadaan diri kita sendiri sangat penting. Harga diri, kebahagian dan reaksi terhadap orang lain sangat tergantung dari perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Jika saya tidak senang dengan diri saya sendiri, maka sungguh sukar bagi saya untuk dapat merasa aman dan terbuka terhadap orang lain. Tetapi kalau saya merasa Oke, menerima dan merasa baik dan beres, maka saya jarang merasa iri, merasa minder atau rendah diri. Sebab saya tidak takut menerima orang lain sebagai Oke juga. Hanya dengan berkat sikap terbuka dan tanpa prasangka hal itu dimungkinkan.

28

Dalam usaha memahami orang lain, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan : 1. Harus ada minat,perhatian,terhadap orang lain tanpa keinginan untuk memperalat orang lain. 2. Terlebih dahulu, sebelum memahami orang lain, harus ada pengertian tentang diri sendiri. 3. Harus dapat mengendalikan diri sendiri, memiliki integrasi kepribadian yang baik dan keyakinan yang dewasa tentang nilainilai,norma-norma yang penting dan menentukan bagaimana cara untuk mencapainya. 4. Memiliki sikap dewasa, dapat menerima orang lain dengan perbedaan-perbedaan yang meliputi nilai-nilai, agama, cara hidup. 5. Mengerti tentang sebab-sebab atau latar belakang tingkah laku seseorang, mudah untuk menerima orang lain tanpa merasa perlu untuk mengubah orang lain supaya sesuai dengan norma-norma sendiri. Banyak gejala yang dapat ditangkap dalam usaha

memahami orang lain, yaitu antara lain : 1. Gerak-gerik 2. Raut muka 3. Nada suara 4. Tingkah laku 5. Keraguan-raguan dalam memberikan tanggapan 6. Dan lain-lain.

29

BAB VI KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. Pengertian Komunikasi Terapeutik Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart G.W., 1998). Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunkasi terapeutik. Banyak yang mengira atau berpendapat bahwa komunikasi terapeutik identik dengan senyum dan bicara lemah lembut. Pendapat ini tidak salah tapi mungkin terlalu menyederhanakan arti dari komunikasi terapeutik itu sendiri, karena inti dari komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan. Northouse (1998, hal. 12) menyatakan bahwa,komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Sedangkan Stuart G. W. (1998) menyatakan bahwa,komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Hibdon, S. (2000) menyatakan bahwa pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya merupakan fokus dari komunikasi terapeutik. Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk

30

tujuan terapi. Sworang penolong (helper) atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. B. Tujuan Komuinikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan di arahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi; 1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa menerima dirinya apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya. Seorang wanita yang mengalami kanker serviks biasanya akan mengalami gangguan gambaran diri, gangguan harga diri, dan tidak berharga di mata pasangannya sehingga mungkin akan membenci dirinya dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi (Berry, P. D., 1996). Dengan melakukan komunikasi terapeutik pada klien tersebut, diharapkan perawat dapat mengubah cara pandang klien tentang penyakitnya, dirinya, dan masa depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya. 2. kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superficial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, S., 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Stanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan yang mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara

31

perawat koping.

dan

klien

merupakan

area

untuk

mengekspresikan

kebutuhan, memecahakn masalah, dan meningkatkan kemampuan 3. peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Misalnya seorang klien gangguan jiwa yang berpendidikan hanya sampai SMP mengatakan bahwa setelah pulang dia ingin bekerja di Bank. Hal ini tentu tidak mungkin tercapai dan akan berdampak pada harga diri klien. Individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa rendah diri (Taylor, Lilis dan La Mone,1997). Dalam kasus ini, peran perawat adalah membimbing klien dalam membuat tujuan yang realistis dan meningkatkan kemampuanklien memenuhi kebutuhan dirinya. 4. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri. Identitas personal diri di sini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri dank lien melalui komunikasinya dengan klien. C. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. 1. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and clients. Kualitas hubungan perawat dan klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human). Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar

32

hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat (Duldt-Battey, 2004). 2. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu. 3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 4. komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah (Stuart, G. W., 1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. D. Perbedaan Komunikasi Terpeutik dengan Komunikasi Sosial 1. Komunikasai Terapeutik : Terjadi antara perawat dengan pasien anggota tim kesehatan lainnya Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada klien yang membutuhkan bantuan Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong pasien untuk berbicara secara terbuka tentang drinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari. 2. Komunikasi Sosial Terjadi setiap hari antar orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan Lebih terjadi dalam pekerjaan, aktifitas sosial dan lain-lain Pembicara tidak mempunyai focus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang Dapat direncanakan tetapi tidak juga dapat direncanakan

33

Menurut Rogers dalam Stuart G. W. (1998), ada beberapa karateristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik Karateristik helper tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kejujuran Kejujuran (trustworthy) sangat penting dalam komunikasi terapeutik, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh kepercayaan pada lawan bicara yang twrbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuatbuat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J,. 1996). Seorang perawat yang baik adalah yang selalu berkata jujur pada kliennya. Sikap yang tidak jujur dari perawat bisa menyebabkan klien menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh. Sebagai contoh, perawat harus menerangkan dengan jujur dan jelas kenapa klien harus berpuasa sehari sebelum dilakukan suatu prosedur pemeriksaan. Atau perawat harus secara jujur menjawab ketika klien menanyakan tentang perkembangan penyakitnya. Atau apabila perawat kurang mampu menjelaskan, perawat bisa meminta klien untuk bertanya pada dokter yang menanganinya. 2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien dan tidak berbelit-belit. Nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan harus sesuai dengan verbalnya. Ketidak sesuain verbal dan nonverbal perawat dapat menimbulkan kebingunan bagi klien. Misalnya ketika perawat mengatakan saya mengerti perasaan anda (nama pasien disebutkan),

34

nonverbal perawat harus menatap mata klien dengan tatapan penuh pengertian, dan badan sedikit membungkuk ke arah klien. 3. Bersikap positif Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan klien lewat nonverbalnya sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ini bisa ditujukan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger (1974) dalam Ellis, Gates, dan Kenwrthy (2000) menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pehaman yang empati, dan sikap positif. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak diperlukan adanya kedekatan yang kuat diantara perawat dank lien akan tetapi yang diperlukan adalah penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalammengungkapkan perasaan dan pikiran (Burnard, P & Morrison P., 1991). Sikap yang negative terhadap klien seperti meremehkan, berbicara sambil melakukan tindakan lain atau menilai sikap klien dapat merusak

hubungan terapeutik perawat-klien. Rusaknya hubungan terapeutik bisa menghambat tujuan yang ingin dicapai. 4. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahn klien seperti yang dirasakan klien dan dipikirkan klien (Brammer, 1993). Seorang perawat yang bersikap empati pada klien akan mampu memberikan alternative pemecahan masalah pada kliennya, tetapi dia tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sedangkan

35

perawat yang secara emosional terhadap permasalahan yang dihadapi klien. 5. Mampu melihat permasalahan dari kaca mata klien Dalam membarikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis, dan La Mone, 1997). Karena itu memecahkan masalah klien perawat harus mampu melihat permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk kemampuan ini perawat dituntut untuk memiliki kemampuan active listening dan kesabaran dalam mendengarkan semua ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan permasalahan yang dihadapi klien berdasarkan pengalaman yang dialaminya dan memberikan saran dengan tergesa-gesa akibatnya bisa fatal jika apa yang disarankan perawat ternyata tidak memecahkan masalah klien atau klien merasa tidak puas karena keputusan yang diambil bukan keputusannya sendiri. 6. Menerima klien apa adanya Kemampuan untuk menerima klien apa adanya juga merupakan salah satu karateristik dari seorang helper yang efektif. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai-Otong, 1995). Menilai atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat

menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya. Perkataan perawat seperti,kok gitu aja nangis atau masa kamu gitu sih juga merupakan bentuk dari ketidakmampuan perawat menerima klien apa adanya. Seorang perawat yang baik tidak akan memandang hina

36

pada klien dan keluarganya yang datang ke rumah sakit dengan pakaian yang kumal dan kotor.

7.

Sensitif terhadap perasaan klien Sebelum seorang perawat menjadi seorang konselor, sebaiknya dia bertanya pada dirinya sendiri,Apakah saya ini sudah sensitive terhadap perasaan atau kebuhan orang lain?. Tanpa kemampuan ini hubungan terapeutik perawat-klien tidak akan terjalin dengan baik, karena jika pada saat berkomunikasi perawat tidak sensitive terhadap perasaan kliennya bisa saja perawat menyinggung perasaan klien. Misalnya, karena tertarik dengan permasalahan perselingkuhan suami klien, perawat dengan tergesa-gesa bertanya tentang perselingkuhan tersebut dengan

mengabaikan privacy klien padahal perawat baru saja berkenalan dengan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun dari perawat sendiri. Salah satu karateristik seorang helper yang efektif dan mampu mempertahankan hubungan yang terapeutik dengan klien adalah tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien dan masa lalu dirinya sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalu tidak akan mampu berbuat yang terbaik di hari ini. Seorang perawat seharusnya mampu membimbing klien untuk melipakan kejadian yang

37

menyakitkan di masa lalu dan menguatkan koping klien dalam menghadapi masalah yang dihadapi saat ini.

BAB VII TAHAPAN KETRAMPILAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT - PASIEN A. Pendahuluan Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja. Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapeutik bagi klien. Karena itu pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur dengan baik. Struktur dalam proses komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahap yaitu tahap persiapan atau prainteraksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja, dan terakhir tahap terminasi (Stuart, G.W., 1998). Geldard D. (1998) membagi tahap kerja menjadi empat tahap yaitu; mengklarifikasi dan mengindentifikasi masalah, menggali alternative pemecahan masalah, memfasilitasi perubahan perilaku serta memfasilitasi klien untuk bertindak. B. Tahap Persiapan Tahap persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien. Pada tahap persiapan ini perawat menggali perasaan dan mengindentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.

38

Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat memengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates, dan, Kenworthy, 2000). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan klien dengan baik (Brammer, 1993) sehingga perawat tidak akan mampu menggunakan active listening (mendengarkan secara aktif). Di samping itu kecemasan perawat dapat meningkatkan kecemasan klien, karena itu, sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu menggali perasaannya. Tahap persiapan adalah masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan menyakinkan dirinya bahwa dia betul-betul siap untuk berinteraksi dengan klien. Tugas perawat pada tahap ini antara lain 1) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W., 1998). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? Berdasarkan pengalaman beberapa orang perawat di klinik menunjukkan bahwa perasaan yang muncul biasanya adalah perasaan cemas tidak diterimah oleh klien, ragu akan kemampuan untuk memulai pembicaraan dan menanggapi respons klien serta tidak terbangunnya rasa saling percaya. Di samping melakukan eksplorasi perasaan, perawat juga perlu mendefinisikan harapannya terhadap interaksi yang akan

39

dilakukan. Harapan ini sebaiknya disesuaikan dengan kondisi klien. Untuk klien yang sangat menarik diri tentunya tidak mungkin bila berharap bahwa trust akan terbina hanya dengan satu atau dua kali pertemuan. 2). Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mangatasi kelemahannya dan menggunakan dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa memanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraanya dengan klien dan membina hubungan saling percaya. Akan tetapi, misalnya, mempunyai kelemahan cendrung emosional dan mudah terpengaruh oleh keadaan sehingga cendrung simpati bukan empati. Kondisi ini bisa diminimalkan oleh perawat dengan mengontrol emosinya secara sadar setiap kali berinteraksi dengan klien. 3. Mengumpulkan data tentang klien, kegiatan ini juga tidak kalah penting dari kedua kegiatan diatas karena dengan mengetahui informasi tentang klien, perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa digunakan pada saat memulai interksi. 4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncakan mecakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut. Berdasarkan pengalaman penulis, tahap persiapan ini sangat membantu dalam berkomunikasi dengan klien. Dengan melakukan

40

persiapan yang baik bagi kita akan brtul-betul siap ketika berinteraksi dengan klien. Sebagai contoh, penulis mempunyai kelemahan sangat mudah menangis ketika melihat orang lain menangis. Dengan melakukan analisis diri sebelum berintaraksi dengan klien, penulis dapat mengontrol perasaan sendiri sehingga tidak hidup menangis ketika melihat seorang klien menangis. Pengalaman lain sebagai contoh gagalnya interaksi karena tidak melakukan persiapan yang baik sebelum berinteraksi dengan klien adalah seperti apa yang pernah dialami oleh salah seorang mahasiswa. Mahasiswa tersebut sama sekali tidak mengumpulkan informasi tentang klien. ketika berinteraksi dengan klien, mahasiswa menjadi sangat kecewa dan cemas karena klien yang dipilihnya sebagai kasus utama tersebut sam sekali tidak berbahasa Indonesia dan hanya bisa berbahasa Sunda. Sedangkan dia sendiri tidak mengerti bahasa Sunda sendiri karena dia lahir di Sumatra. C. Tahap perkenalan Perkanalan merupakan kegiatan yang dilakukan perawat saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Pada saat berkenalan, perawat harus mem;perkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer, 1993). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka kepada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya. Tahap perkenalan ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan, baik pada pertemuan pertama, kedua dan selanjutnya. Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakrutan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang

41

lalu (Stuart, G.W., 1998). Peran utama perawat pada tahap ini adalah; memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran (Antai-Otong, 1995). Tugas perawat dalam tahap ini antara lain; 1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan suatu hubungan terapeutik (Stuart, G.W., 1998), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin terjadi keterbukaan antara kedua bela pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah bergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J., 1996). Karena itu, untuk mempertahankan atau memelihara hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien. 2. Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi Brammer, 1993). Klien yang mengalami gangguan jiwa terkadang memutuskan interaksi dengan meninggalkan perawat begitu saja. Kontrak yang telah dibuat bisa dijadikan alat untuk mengingatkan klien akan kesepakatan yang telah dibuat terkait dengan interaksi yang sedang berlangsung. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien antara lain; klien akan kontrak tempat, waktu pertemuan, dan topic pembicaraan. Seandainya kontrak sudah dibuat pada pertemuan sebelumnya, tugas perawat pada perawat ini adalah mengingatkan yang telah dibuat. Pada saat merumuskan kontrak, perawat juga perlu

menjelaskan atau mengklarifikasi peran perawat dank lien agar tidak

42

terjadi kesalahpahamn klien terhadap kehadiran perawat. Di samping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Geldard, D., 1996). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri. 3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengindentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Teknik komunikasi yang sering digunakan pada tahap ini adalah pertanyaan terbuka seperti, Bagaimana perasaan ibu hari ini?, Bagaimana keadaan bapak hari ini jika dibandingkan dengan kemarin? memberikan atau Bagaiman tidurannya semalam? perawat Dengan dapat pertanyaan terbuka, diharapkan

mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien. 3. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumusakan setelah masalah klien diidentifikasi. Seandainya tujuan interaksi sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya, tugas perawat dalam tahap ini adalah mengingatkan klien. Tahap orientasi adalah dasar bagi hubungan terapeutik perawat-klien dan menentukan tahap selanjutnya (Antai-Otong., 1995). Kegagalan pada tahap orientasi akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart, G.W., 1998).

43

D. Tahap Kerja Tahap kerja ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W., 1998). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien. Pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan konseling atau komunikasi terapeutik sangat menentukan keberhasilan perawat pada tahap ini. Tahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaiman cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Karena itu, perawat dituntut untuk peka terhadap ucapan verbal maupun respons nonverbal klien sehingga ia dapat menentukan rencana, membuat tujuan, dan melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien. Teknik masalah terapeutik yang sering digunakan pada tahap ini antara lain; eksplorasi, refleksi, berbagi persepsi, memfokuskan, dan menyimpulkan (Geldard, D., 1996).

44

Pada tahap kerja ini, Perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pemikiran dan ide yang sama (Murray, B. & Judith, P., 1997). Tujuan teknik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner, 1999). Oleh karena itu, diharapkan klien merasa bahwa perawat memahami pesan-pesan yang telah disampaikan . Tetapi jika perawat tidak menyimpulkan permasalahan yang dihadapi klien, maka dapat mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara perawat dan klien. Sehingga penyelesaian masalah tidak terarah dan tidak relevan dengan hasil yang diharapkan dan masalah klien menjadi tidak terselesaikan. E. Tahap Terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat-klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementar dan terminasi akhir (Stuart, G.W., 1998). Pertemuan perawat-klien terdiri dari beberapa kali pertemuan. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien. Setelah terminasi sementara perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan terminasi terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. Tugas perawat pada tahap ini antara lain; 1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk

45

menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap terminasi. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan. Perawat mungkin bisa menyatakan, Baiklah, sekarang bisa Ibu atau Bapak ulangi lagi mengenai apa yang telah dibicarakan tadi? 2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien. 3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah bagi klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternatif mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa memintah klien untuk mencoba salah satu dari alternatif tersebut. Tindak lanjut dievaluasi pada tahap orientasi pada pertemuan berikutnya. 4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

46

Kegagalan pada tahap terminasi ini kemungkinan bisa terjadi apabila terminasi dilakukan tiba-tiba atau dilakukan sepihak tanpa penjelasan. Konsekuensinya klien akan mungkin mengalami depresi atau regresi. Terminasi harus disampaikan sejak awal pertemuan dengan klien. Kurang dilaksanakannya kegiatan terminasi dengan baik dapat menyebabkan rangkaian kegiatan proses komunikasi terapeutik pada klien menjadi tidak efektif. Hal ini karena klien merasa terminasi atau perpisahan terjadi tiba-tiba, sedangkan perawat tidak mengetahui sejauh mana tujuan telah tercapai. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perilaku negative pada klien, karena adanya perasaan penolakan, kehilangan, dan mengingkari manfaat dari interaksi yang telah dilakukan. Hal tersebut bisa mengakibatkan klien tetap mengalami kecemasan, bahkan menambah kecemasan mereka karena perawat yang diharapkan mampu memberikan dukungan, ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Stuart, G.W., (1998), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respons tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati, dan responsive terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

47

BAB VIII STRATEGI MENANGGAPI RESPONS KLIEN A. Pendahuluan Tiap individu adalah unik (Kozier, Erb & Oliveri, 1991). Artinya tiap individu mempunyai pikiran, perasaan, pengalaman, latar belakang budaya, agama status sosial ekonomi, dan kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap individu juga mempunyai respons yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah. Ada yang mampu mengatasinya dan ada yang tidak mampu mengatasinya. Hal ini tentu bergantung pada koping yang dimiliki dan ada tidaknya support system (system pendukung). Selain itu ketika mengalami masalah, tiap individu mengalami hal yang berbeda pula . Ada yang mampu mengekspresikan masalahnya dan ada pula yang tidak mampu mengungkapkannya. Untuk itu diperlukan perawat yang mempunyai kepekaan terhadap berbagai respons klien, mempunyai kemampuan analisisyang cukup tinggi, dan kemampuan menanggapi respons tersebut. Dalam menanggapi respons yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut: B. Bertanya Bertanya (questioning) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif

48

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nofasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak focus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Geldard, 1998). Contoh pertanyaan yang sifatnya memfasilitasi yaitu; Bagaiman perasaan Ibu hari ini? atau Apa yang Ibu kesalkan tinggal dirumah sakit ini? atau Mengapa Bapak melakukan perbuatan itu? Dari contoh tersebut terlihat bahwa facilitative question lebih baik dari pada nonfacilitative question. Jadi dalam memberikan pertanyaan, perawat harus mampu mendorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya serta sensitife terhadap respons klien baik respons verbal maupun nonverbal. Pertanyaan terbuka dan tertutup Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka perawat akan mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong, 1995). Pertanyaan terbuka bisa diawali dengan kata apa dan bagaimana. Sedangkan pertanyaan tertutup (closed ended question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat. Contoh: * Pertanyaan terbuka Bagaimana kabar Ibu hari ini? Ceritakan kepada saya, apa yang Ibu pikirkan? * Pertanyaan tertutup

49

Masih ingat janji kita kemarin, Bu? Berapa orang saudara perempuan Anda? Inapropriate Quantity Question Yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyan, ini terjadi apabila perawat terlalu banyak bertanya, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak bertanya merupakan tindakan yang tidak terapeutik karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L., 1994) Contoh: *Apakah Bapak pulang besok? Kemana? Apakah Bapak senang? *Dengan apa Ibu datang kemari? Mobil atau motor? Siapa yang mengantar? Boleh saya duduk di sini? Bagaimana tidurnya semalam? Apakah Ibu nsudah makan pagi ini?:

Inapropriate Quality Question Yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan kepada klien dan biasanya dimulai dengan kata why (Mengapa). Why questioan dipertimbangkan tidak terapeutik karena: 1. Terkesan diitimidasi 2. menggiring menginterogasi, (Stuart, klien G.W., untuk sehingga 1998). klien Hal ini merasa bisa seola-olah menghambat atau

keterbukaan klien terhadap perawat. menjawab secara rasional mengremukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaannya terhadap kejadiaan (Geldard, D., 1998). Contoh: Mengapa Bapak menghianati istri Bapak? Mengapa Ibu tega meninggalkan anak-anak Ibu? Mengapa Ibu memukul dia kemari? Pada kenyataan di lapangan, beberapa perawat masih sering

menggunakan why question. Hal ini mungkin disebabkan karena

50

kebiasaan. Contoh pertanyaan yang paling sering penulis dengar seperti, Mengapa anda menangis?, Mengapa anda terlambat?, Mengapa anda marah? dan sebagainya.

C. Mendengarkan Mendengarkan (Listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik. Mendengarkan adalah proses aktif (Geldard, D., 1998) dan penerimaan informasi serta penelahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S., 2000). Nilai terapeutik dari mendengarkan yaitu mengkomunikasikan kepada klien tentang minat dan penerimaan perawat secara nonverbal (Stuart, G.W., 1998). Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh perhatiaan. Perawat memberikan tanggapan pada saat yang tepat, dan tidak memotong pembicaraan klien. D. Mengulang Maksud mengulang (restating) di sini yaitu mengulang kembali pikiran utama yang telah diekspresikan oleh klien (Stuart, G.W., 1998). Hal ini menunjukkan bahwa perawat sedang mendengarkan dan memvalidasi, menguatkan dan mengembalikan perhatian klien pada sesuatu yang telah diucapkan klien. Restating (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening. E. Klarifikasi Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Geldard, D., 1998). Nilai terapeutik dari klarifikasi yaitu membantu mengklarifikasi perasaan, ide, dan persepsi klien, serta memberikan kejelasan tentang hubungan antara perasaa, ide, dan persepsi klien dengan tindakannya.

51

Pada saat klarifikasi, perawat tiadak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien juga tidak boleh menambah informasi (Geldard, D., 1998). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien. maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. D .Refleksi Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong., 1995). Teknik refleksi dari reflection of content (refleksi isi) dan reflection of feeling (refleksi perasaan). Refleksi isi dilakukan dengan paraphrasing (memparafrasekan) yaitu membuat kalimat yang isinya sama dengan kata-kata yang berbeda, dan bukan hanya sekedar mengulang sebagian dari ungkapan klien (Geldard, D., 1998). Sedangkan refleksi perasaan adalah merefleksikan perasaan apa yang dirasakan klien ketika menyampaikan sesuatu. Jadi, refleksi isi berfokus pada isi pembicaraan dan pikiran, sedangkan refleksi perasaan berfokus pada emosi atau perasaan. Memfokuskan Penggunaan teknik memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W., 1998). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topic pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting. Diam

52

Teknik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam aka memberikan kesempatan kepada perawat dank lien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sandeen, 1998). Teknik ini memberikan waktu pada klien untuk berpikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan. E . Membari Infomasi Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah. Menyimpulkan Menyimpulakan (summarizing) adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawatklien. Teknik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B. & Judith, P., 1997). Lebih jauh Murray mengatakan bahwa menyimpulkan berarti pembicaraan yang menekankan pada pembentukan kesadaran diri, penyelesaian masalah, dan pengembangan diri. Teknik menyimpulkan ini juga sangat bermanfaat pada tahap kerja. Pada saat menyimpulkan,

53

perawat dan lien dapat mendefinisikan pokok masalah, sehingga memungkinkan membuat perencanaan untuk mengatasi masalah. Mengubah Cara Pandang Teknik mengubah cara pandang (reframing) ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Geldard, 1998). Teknik ini sangat bermanfaat terutama ketika klien berpikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat terkadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah. Penggunaan teknik reframing ini sangat bermanfaat pada semua klien yang dirawat, baik di rumah sakit umum maupun di rumah sakit jiwa, terutama pada klien yang mengalami depresi, harga diri rendah, dan percobaan bunuh diri, karena pada klien yang mengalami keadaan tersebut umumnya memandang negatif terhadap kehidupan, masa depan, dan dirinya sendiri. Eksplorasi Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong, 1995) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Teknik ini juga sangat bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien Membagi Persepsi Stuart, G.W., (1998) menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal dan respons nonverbal klien. Mengindentifikasi Tema

54

Perawat harus dianggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali maslah penting (Stuart, G.W., 1998). Teknik ini bermanfaat pada awal tahap kerja untuk memfokuskan pembicaraan masalahyang benar-benar dirasakan klien. Humor Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) pernah mengatakan bahwa suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi (Anonymous, 1999). Tidak ada aturan kapan, bagaimana, dan humor seharusnya digunakan. Dengan mengerti proses komunikasi dan mempunyai berbagai keterampilan berkomunikasi, perawat diharapkan mampu menggunakan dirinya secara utuh (verbal dan nonverbal) dalam memberi efek terapeutik pada klien. Memberikan Pujian Seseorang akan cenderung memberikan interaksi apabila ia merasa interaksi tersebut menguntungkan baik secara psikologis maupun secara ekonomi (Rahmat, J., 1996). Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Geldard, D., 1998). Reinforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun isyarat nonverbal. Dari pengalaman penulis sendiri reinforcement ini banyak membantu dalam

55

menyembuhkan klien dengan harga diri rendah, menarik diri, dan juga depresi. Teknik Komunikasi yang Kurang Tepat Perawat sering kali mengembangkan komunikasi yang berorientasi pada tugas, bukan berfokus pada klien. Konsekuensinya perawat membatasi klien untuk mengungkapkan perasaan dn masalahnya. Hal ini mengakibatkan perawat mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan klien (Roger, 1974 alam Ellis, Gates, dan Kenworthy, 2000). Di bawah ini ada beberapa teknik komunikasi yang kurang tepat digunakan ketika berkomunikasi dengan klien: a. Memberi jaminan Artinya menyatakan sesuatu pada klien yang belum pasti hasilnya dengan maksud menenangkan. Teknik ini kurang tepat karena apabila hal tersebut tejadi tidak sesuai dengan apa yang dijaminkan, klien yidak menjadi percaya lagi atau bahkan mungkin menjadi marah. b. Memberikan penilaian Teknik ini erat kaitannya dengan kemampuan perawat dalam memahami dan mengklarifikasi nilai-nilai yang dianutnya. Teknik ini kurang tepat, karena apabila teknik ini digunakan, dapat mengakibatkan klien merasa bahwa perawat mengabaikan perasaan klien atau merendahkan dirinya. c. Memberi komentar klise Artinya memberikan komentar itu-itu saja atau komentar yang terlalu umum (Kozier, Erb & Oliveri., 1991). d. Memberi saran

56

Memberikan saran yang tidak terapeutik karena apabila saran (advice)-nya tidak mampu mengatasi masalah, klien akan menyalahkan atau memulangkannya pada perawat (Geldard., 1998). Biasanya tindakan ini diberikan perawat dengan cara yang terburuburu tanpa menggali lebih dalam apa yang menjadi masalah klien yang sesungguhnya karena perawat merasa bahwa perawat sudah tahu pemecahan masalah yang dihadapi klien. e. Mengubah pokok pembicaraan Teknik ini tidak tepat karena berorientasi pada perawat. Pada saat menggali masalah klien, terkadang perawat tertarik pada ungkapan klien sehingga perawat mengubah topic pembicaraan (Kozier, Erb & Oliveri, 1991). Konsekuensinya perawat gagal menggali masalah klien tidak teratasi f. Defensif Respons perawat yang defensive bisa menghambat klien dalam mengungkapkan perasaanya (Kozier, Erb & Oliveri, 1991). Dengan memberikan respons defensif, sebetulnya perawat sedang menutupi kekurangan dan kelemahannya. Respons defenif juga menunjukkan bahwa perawat kurang peduli dengan kebutuhan klien.

57

BAB IX HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. Pendahuluan Sekalipun perawat sudah memahami tentang cara berkomunikasi yang efektif dengan klien, pada kenyataannya terkadang perawat tidak mampu melakukannya dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan adanya hambatan, baik yang datangnya dari klien maupun dari diri perawat sendiri. Ada lima jenis hambatan yang spesifik yaitu; resistens, tranferens, kontertransferens, pelanggaran batas, dan pemberiaan hadiah. B. Resistens Resistens merupakan upaya klien untuk tetap tidak menyadari atau mengakui penyebab kecemasan dalam dirinya dalam rangka melawan atau menyangkal ungkapan perasaan (Stuart, G.W., 1998). Resistens ini terjadi pada fase kerja pada saat mulai dilakukannya pemecahan masalah. Resistens bisa disebabkan karena perawat terlalu cepat menggali masalah klien yang bersifat sangat pribadi (Thomas, M.D., 1991). Hal ini terjadi karena beberapa faktor, misalnya. Perawat berfokus pada diri sendiri, belum terbinanya hubungan saling percaya atau perawat terlalu banyak membuka diri.Beberapa bentuk Resistens menurut Stuart, G.W (1998) antara lain:

58

1. Supresi Klien mencoba menekankan perasaanya terhadap masalah yang dihadapi kea lam bawah standar. 2. Gejala penyakit semakin mencolok Iin sebagai reaksi klien untuk menunjukkan pada perawat bahwa pertolongan perawat tidak ada artinya bahkan membuat penyakit klien seolah-olah bertambah parah. 3. Pesimis terhadap masa datang Hal ini terjadi sebagai dampak ketidakpercayaan klien terhadap perawat. 4. Adanya hambatan intelektual yang dapat diindentifikasi * * Pikiran saya kosong. Saya tak yahu harus bagaimana. Klien tidak menepati janji, datang terlambat, pelupa, diam seribu bahasa, menantuk terus, tidak perhatian. 5. Berperilaku tidak wajar Misalnya klien dengan sengaja membuang makanannya di depan perawat . 6. Bicara hal-hal yang bersifat dangkal. Klien hanya mau bebicara dengan perawat tentang hal-hal yang bersifat umum. 7. Secara verbal mengungkapkan pemahaman tetapi perilakunya tetap destruktif Misalnya, klien mengatakan bahwa dia telah memahami penjelasan perawat tentang pentingnya minum obat secara teratur tetapi klien tetap tidak minum obat secara teratur. 8. Menolak untuk berubah Hal ini dilakukan klien sebagai bentuk penolakan pertolongan perawat.

59

C. Transferens Transferens merupakan respons tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal dan berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart, G.W., 1998). Transferens juga merupakan suatu kumpulan reaksi yang timbul sebagai upaya mengurangi kecemasan dan ketidakpuasan klien terhadap perawat karena intensitas pertemuan yang berlebihan (Stuart, G.W., 1998). Transferens dapat merugikan bila dibiarkan berlarut-larut dan tidak disadari atau tidak dikaji secara serius. Resistens dan Transferens merupakan masalah yang sulit bagi perawat. Apapun motivasi klien, analisis resistens dan transferens merupakan alat untuk memperoleh kembali kesadaran diri klien atas motivasinya dan belajar bertanggung jawab dalam semua tindakan dan tingkah lakunya. Hal-hal yang harus dilakukan adalah: 1. Mendengarkan Mendengarkan dilakukan dengan penuh perhatian atas semua ungkapan klien. 2. Klarifikasi dan refleksi Ketika perawat mengetahui adanya resistens, klarifikasi, dan refleksi perasaan dapat digunakan. Klarifikasi dapat menjadikan perawat lebih focus terhadap apa yang terjadi. Refleksi isi pembicaraan dapat membantu pasien menjadi lebih sadar atas apa yang sedang terjadi dalam pikirannya. 3. Menggali perilaku Perilaku harus juga digali untuk dapat menganalisis alasan terjadinya perilaku tersebut.

60

D. Kontertransferens Biasanya timbul dalam bentuk respons emosional, hambatan terapeutik ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap klien. Menurut Thomas M. D. (1991) dan Stuart, G.W (1998), perawat harus segera menganalisis diri

Beberapa hal berikut terjadi pada saat merawat klien: 1. love dan caring berlebihan 2. Benci dan marah berlebihan 3. cemas dan rasa bersalah yang muncul berulang-ulang 4. tidak mampu berempati terhadap klien 5. perasaan tertekan selama atau setelah proses 6. tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien, terlambat atau terlalu lama dan lain-lain 7. mendukung ketergantungan klien 8. berdebat dengan klien 9. menolong klien untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan sasaran asuhan keperawatan 10. menghadapi klien dengan hubungan pribadiatau sosial 11. melamunkan klien Berdasarkan pengalaman penulis, kontertransferens memang tidak mudah diatasi. Akan tetapi berkat usaha yang sungguh-sungguh hal ini bisa teratasi. Seandainya sangat sulit bagi seorang perawat untuk mengatasi kontertransferens, misalnya, klien sangat mirip dengan mantan suami yang berselingkuh dengan tetangganya, mungkin lebih baik dia meminta teman sejawat untuk menggantikannya merawat klien tersebut.

61

E. Pelanggaran Batas Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah hubungan terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batasan tersebut. Pelanggaran batas bisa terjadi jika perawat melampaui batas hubungan terapeutik dan membina hubungan sosial ekonomi atau hubungan personal dengan klien (Stuart, G.W., 1998). Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien, perawat sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan dengan klien tentang hubungan yang mereka jalani. F. Pemberian Hadiah Pemberian hadiah adalah masalah yang controversial dalam keperawatan. Hadiah dapat dalam berbagai bentuk. Misalnya yang nyata seperti sekotak permen, dan rangkaian bunga. Sedangkan yang tidak nyata berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit. Karena pemberian hadiah ini bervariasi, tidak pantas bila setiap pemberian hadiah dihubungkan dengan tindakan perawat. Pada tahap orientasi, pemberian hadiah dapat merusak hubungan, karena klien dpat memanipulasi perawat dengan cara mengatur hubungan dan mengatur batasan-batasan dalam berhubungan (Stuart, G.W., 1998). Sedangkan pemberian hadiah pada tahap terminasi memiliki arti lain dan kompleks serta sulit ditentukan. Pada saat ini pemberian hadiah dalam bentuk konkrit maupun abstrak adalah refleksi keinginan pasien yang membuat perawat bisa menjadi merasa bersalah, menunda proses

62

terminasi, atau membantu pemindahan hubungan terapeutik perawatklien menjadi hubungan sosial (Stuart, G.W., 1998). Perasaan yang timbul saat terminasi dapat sangat kuat, oleh karena itu harus ada pengetauhuan sehingga terminasi dapat berjalan dengan baik. BAB X PENGGUNAAN DIRI SECARA EFEKTIF DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. Menghadirkan Diri Perawat harus hadir secara utuh (fisik dan psikologis) sewaktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah penampilan dalam berkomunkasi. Menghadirkan diri secara fisik dan secara psikologis. Kehadiran fisik perawat berarti kebersamaan perawat dalam berkomunikasi dengan klien, yaitu mendengar, mengamati, serta memberikan pengertian terhadap apa yang dikatakan dan bagaimana perilaku klien. Kehadiran fisik yaitu perhatian yang diberikan melalui penampilan tubuh, hal ini penting komunikasi interpersonal karena tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan dalam bentuk katakata (Stevens, R., 1996). Akan tetapi keberadaan tubuh dapat juga membingungkan bahkan mengubah pesan yang disampaikan menjadi kebalikannya. Haber J. (1982) mengindentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik. 1. Berhadapan. Berhadapan artinya menghadap klien dengan jujur dan terbuka yaitu sikap tubuh dan wajah menghadap ke klien. Arti dari posisi ini adalah Saya siap untuk Anda. Posisi berhadapan ini dapat

63

meningkatkan hubungan perawat dan klien, karena perawat bisa secara langsung menatap klien pada saat berbicara. 2. Mempertahank