Mioma geburt

download Mioma geburt

of 53

description

Mioma geburt

Transcript of Mioma geburt

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial KasusFakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

DEMAM DENGUE

Disusun oleh :Kristanti Andarini (0808015042)

Pembimbing :

dr. Fatchul Wahab, Sp. A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie

2013BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus yang termasuk ke dalam genus Flaviridae. Dengue Virus memiliki 4 jenis serotipe yang beredar khususnya di Indonesia, yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Sehari sebelum demam atau H-1 dengan teknik diagnosis deteksi NS1, maka antigen virus telah bisa di deteksi. Sebelumnya deteksi atau diagnosis DBD mendasarkan kepada antigen-antibodi yang baru bisa di deteksi pada hari ke 3 atau 4 setelah demam berlangsung, atau hari ke-7 setelah infeksi berjalan. Teori klasik metode diagnostik membagi Infeksi Virus Dengue (lazim disebut virus Demam Berdarah) menjadi 2 kategori umum, yaitu Asymptomatic dengue infection or dengue without symptoms and the symptomatic dengue. Sedangkan infeksi virus Dengue dengan gejala (the symptomatic dengue) di bagi menjadi 3 kelompok yaitu: (a). Demam Dengue tanpa gejala spesifik (b) Demam Dengue dengan demam di tambah 2 gejala spesifik yakni pendarahan dan tanpa pendarahan (c) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan atau tanpa shock syndrome.

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, kasus telah menyebar dan meningkat jumlahnya, dari hanya 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) provinsi dan di 382 (77%) kabupaten/kota, dari jumlah kasus hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus. Pada tahun 2009 hampir seluruh provinsi di pulau Kalimantan beresiko tinggi (kecuali Kalimantan Selatan). Terjadi perubahan kelompok umur yang terserang penyakit DBD, menjadi seluruh kelompok umur, terutama pada usia produktif.Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Dengan demikian diperlukan pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu untuk menegakkan diagnosis DBD.

1.2 Tujuan

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang terdapat langsung pada kasus.

3. Mampu mendiagnosis dengan cepat dan mampu menyusun rencana tatalaksana yang tepat kepada pasien.TULISAN TERKAIT TOPIK

2BAB IILAPORAN KASUSAllonamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 3 Juni 2013 pukul 14.00 WITA di ruang Melati RSUD AW.Sjahranie Samarinda. 2.1 Anamnesis

Identitas PasienNama :An. TMUsia:7 tahunJenis Kelamin:PerempuanAgama:IslamSuku :JawaAlamat :Jln. Suryanata Perum Bukit Pinang RT.13 SamarindaIdentitas Orangtua

Nama Ayah

:Tn. SUsia

:47 tahun

Pekerjaan

:Swasta Pendidikan Terakhir :S1Nama Ibu

:Ny. SUsia

:43 tahun

Pekerjaan

:PNSPendidikan Terakhir :S1Keluhan Utama DemamRiwayat Penyakit Sekarang Pasien mengalami demam 1 hari SMRS selama 3 hari berturut-turut atau sampai hari perawatan kedua. Demam yang dialami terus-menerus. Pasien juga mengalami sakit kepala, mual dan muntah, serta nyeri ulu hati. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek sejak 2 hari SMRS. Selain itu, pasien juga belum BAB sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat menderita tifoid 6 bulan yang lalu.Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa.Riwayat kebiasaanPola makan teratur dan aktifitas bermain yang normal.Riwayat Sosio-ekonomi

a. Pasien tinggal bersama bapak, ibu, seorang saudara kandungnya.b. Rumah terbuat dari beton, terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur, kamar mandi dengan wc di dalam rumah. Ventilasi cukup.c. Berobat langsung ke sarana Pengobatan (rumah sakit dan dokter umum).d. Sumber air minum : air yang dimasak. Sumber air untuk MCK : air sumur.e. Listrik dari PLN.f. Pasien memiliki jaminan kesehatan Askes.Riwayat Pemeliharaan Kehamilan

Ibu memeriksakan kehamilan di klinik bidan setempat secara teratur tiap 1 kali sebulan selama kehamilan. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat konsumsi obat-obatan selain vitamin atau konsumsi jamu-jamuan secara rutin selama kehamilan disangkal.Riwayat Persalinan

Pasien merupakan anak perempuan kandung dari ibu dengan P2A0, usia kehamilan 9 bulan 10 hari, lahir secara spontan, ditolong oleh bidan di RS Dirgahayu. Saat lahir, bayi langsung menangis, warna kulit merah, aktif bergerak dengan berat badan lahir 3.300 gram dan panjang badan lahir 51 cm.Riwayat Pemeliharaan Postnatal

a. Periksa di :Posyandub. Keluarga berencana :Iya

c. Memakai sistem : IUD

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak :a. Berat badan sekarang:27 kg

b. Tinggi badan sekarang:125 cmc. Miring: 3 buland. Tengkurap: 6 bulane. Tersenyum: 4 bulana. Duduk: 8 bulanb. Gigi keluar:12 bulanc. Merangkak:9 buland. Berdiri: 17 bulane. Berjalan: 18 bulanf. Berbicara dua suku kata: 10 bulang. Masuk TK: 5 tahunh. Masuk SD: 6 tahun

Riwayat Makan dan Minum Anak :a. ASI : 0 bulan lebih dari 8 kali sehari

b. Dihentikan : 1 tahun

c. Alasan: bayi tidak mau makan makanan selain ASId. Susu sapi/buatan: susu Dancow, mulai usia 6 bulane. Buah : 4 bulan hingga 1 tahunf. Bubur susu : 8 bulan hingga 1 tahung. Tim saring : 8 bulan hingga 1 tahunh. Makanan padat dan lauknya : 1 tahun hingga sekarangRiwayat Imunisasi Dasar

ImunisasiUsia saat imunisasi

IIIIIIIVBooster IBooster II

BCG(+)////////////////////////////////////////////////////////////

Polio(+)(+)(+)(+)--

Campak (+)-////////////////////////////////////////////////

DPT(+)(+)(+)////////////--

Hepatitis B(+)(+)(+)//////////--

Riwayat Saudara-SaudaranyaHamil keKondisi saat LahirJenis PersalinanUsiaSehat/ TidakUmur MeninggalSebab Meninggal

1AtermSpontan17Sehat--

2.2 Pemeriksaan Fisik Keadaan umum:Tampak sakit sedang

Kesadaran :Composmentis, GCS E4V5M6Status gizi

Berat badan:27 kg

Panjang Badan:125 cm

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah:110/80 mmHgFrekuensi Nadi:88 x/menit, regular isi cukup, kuat angkatFrekuensi Nafas:24 x/menit, regular

Suhu:36,6oC per aksiler

Regio Kepala/Leher a. Bentuk kepala normal

b. Ubun-ubun besar cekung (-),ubun-ubun besar cembung (-)

c. Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)d. Pernapasasan cuping hidung (-)Regio Thorax

Paru-paru

a. Inspeksi:Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercostalis (-), pelebaran intercostalis (-).

b. Palpasi:Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris.c. Perkusi: Sonor pada seluruh lapang parud. Auskultasi: Suara napas simetris, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Jantunga. Inspeksi:Ictus cordis tampak

b. Palpasi:Ictus cordis teraba

c. Perkusi:Batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra, batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra

d. Auskultasi:S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Regio Abdomen

a. Inspeksi : flat b. Auskultasi: Bising Usus (+) kesan normalc. Palpasi: Soefl, defans muskular (-), hepar dan lien dalam batas normal, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan abdomen bawah (+)d. Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran, shifting dulness (-)Regio Ekstremitas

a. Inspeksi:Edema (-), deformitas (-), petekie (-)b. Palpasi:Akral hangat, edema (-), nyeri tekan (-), tonus dan kekuatan otot normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), rumple lead (-).2.3Diagnosis Diagnosis Kerja

Demam DengueDiagnosis Komplikasi

Tidak ada

Diagnosis Lain

Tidak ada2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium DarahTanggal27 Mei 2013II28 Mei 2013III29 Mei 2013IV30 Mei 2013V01 Juni 2013VII03 Juni 2013IX

Pukul16.0006.0006.0006.0006.0006.00

Hb12,310,811,611,013,513,6

Hct33,9%31,0%32,9%33,0%38,2%36,0%

Leukosit6.6004.7002.4101.2604.8905.300

Trombosit196.000162.000119.000122.000171.000177.000

LED915

GDS120

Dengue IgG(+)

Dengue IgM(+)

Pemeriksaan Widal

29 Mei 2013

1/801/1601/320

Salmonella typhi O +--

Salmonella typhi H+++

Salmonella parayphi A O++-

Salmonella parayphi A - H---

Salmonella parayphi B - O---

Salmonella parayphi B H+++

Salmonella parayphi C O---

Salmonella parayphi C H---

2.5 PENATALAKSANAAN

Terapi IGD : IVFD RL 20 tpm Konsul Sp. A: Cek DL per 24 jam Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Amoxicillin 3 x 500 mg (skin test) Ondancentron syr 2 x 1 cth2.6 PROGNOSISPrognosis pada pasien ini adalah bonam.2.7

FOLLOW UP

28-05-2013BB=27kgS : Demam (+) hari ke-3, batuk pilek (+), mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+), BAB (-) 3 hari, BAK (+) dbn, nafsu makan berkurang.O : CM. TD 110/80 mmHg; N 82 x/menit, kuat angkat, RR 24 x/menit; T 38,30C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (+), Akral hangatA : Obs. Febris IVFD RL 20 tpm Cefspan 2 x 1 cth Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Paracetamol 2 x 1/2 tab Cek DL/hari, Dengue IgG, Dengue IgM, Salmonella Typhi IgM, IgG

29-05-2013BB=27kgS : Demam (+) hari ke-4, batuk (+), mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+), BAB (-) 4 hari, BAK (+) dbn, nafsu makan berkurang.O : CM. TD 110/80 mmHg; N 74 x/menit, kuat angkat, RR 24 x/menit; T 37,40C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (+), Akral hangat, Uji tourniquet (-)A : Obs. Febris IVFD D51/2NS 1640cc/ 24jam

Paracetamol syr 3 x cth II Cefspan syr 2 x cth 1 Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Minum manis sering

30-05-2013BB=27kgS : Demam (-) hari ke-5, batuk (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+).

O : CM. TD 100/70 mmHg; N 82 x/menit, kuat angkat, RR 18 x/menit; T 36,80C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (+), Akral hangatA : Obs. Febris IVFD D51/2NS 1640cc/ 24jam

Paracetamol syr 3 x cth II Cefspan syr 2 x cth 1 Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Minum manis sering

31-05-2013BB=27kgS : Demam (-) hari ke-6, batuk (-), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+).

O : CM. TD 100/70 mmHg; N 72 x/menit, kuat angkat, RR 28 x/menit; T 36,50C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (+), Akral hangatA : DHF IVFD D51/2NS 1640cc/ 24jam

Paracetamol syr 3 x cth II Cefspan syr 2 x cth 1 Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Inj. Ranitidin 3 x 27 mg IV Minum manis sering

01-06-2013BB=27kg

S : Demam (-) hari ke-7, mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+) , BAB (+), BAK (+), nafsu makan (+).

O : CM. TD 100/60 mmHg; N 80 x/menit, kuat angkat, RR 28 x/menit; T 36,80C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (-), Akral hangatA : DHF IVFD D51/2NS 1640cc/ 24jam

Paracetamol syr 3 x cth II Cefspan syr 2 x cth 1 Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Inj. Ranitidin 3 x 27 mg IV Minum manis sering Bila nyeri , acc pulang

03-06-2013BB=27kg

S : Demam (-) hari ke-9, mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (+), BAK (+), BAB (+), nafsu makan (+).O : CM. TD 110/80 mmHg; N 88 x/menit, kuat angkat, RR 18 x/menit; T 36,10C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (+), Akral hangatA : DHF IVFD D51/2NS 1640cc/ 24jam

Paracetamol syr 3 x cth II Cefspan syr 2 x cth 1 Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Inj. Ranitidin 3 x 27 mg IV OMZ 2 x 1 tab Minum manis sering

04-06-2013BB=27kgS : Demam (-) hari ke-10, mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),BAK (+), BAB (+), nafsu makan (+).O : CM. TD 110/80 mmHg; N 82 x/menit, kuat angkat, RR 18 x/menit; T 36,00C.

An-/-, ikt-/-, Rh (-/-), Wh (-/-), Soefl, BU(+)N, NTE (-), Akral hangatA : DHF grade I Acc pulang

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1DEFINISI

Demam Dengue adalah demam virus akut yang disertai nyeri kepala, nyeri pada anggota badan dan tulang, demam tinggi, rasa menggigil, penurunan jumlah sel darah putih dan timbulnya ruam (rash). Sedangkan Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan serta kegagalan peredaran darah (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012). Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda (Suhendro, Pohan, & Chen, 2007). 3.2

EPIDEMIOLOGI

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, kasus telah menyebar dan meningkat jumlahnya, dari hanya 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) provinsi dan di 382 (77%) kabupaten/kota, dari jumlah kasus hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus. AI 0,05 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 meningkat menjadi 68,22 per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Puncak epidemi DBD berulang setiap 9 - 10 tahun.

Pada tahun 2009, provinsi dengan AI tertinggi adalah DKI Jakarta (313 kasus per 100.000 penduduk), dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan AI terendah (8 kasus per 100.000 penduduk). Terdapat 11 (33%) provinsi berisiko tinggi dengan AI > 55 kasus per 100.000 penduduk. Pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan Bali berisiko tinggi (AI > 55 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2009 hampir seluruh provinsi di pulau Kalimantan beresiko tinggi (kecuali Kalimantan Selatan).

Terjadi perubahan kelompok umur yang terserang penyakit DBD, menjadi seluruh kelompok umur, terutama pada usia produktif. Risiko terkena DBD pada laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. AK nasional pada tahun 2009 adalah 0,89% telah berhasil mencapai target (di bawah 1%), namun sebagian besar provinsi (61,3%) belum mencapai target. AK dari tahun ke tahun mengalami penurunan mulai dari 41,4% pada tahun 1968 menjadi 0,89% pada tahun 2009, namun jumlah kematian terus meningkat tahun 1968 sebanyak 24 menjadi 1.420 kematian pada tahun 2009. Laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun 2004-2007 masih belum dapat dianalisis dan diinterpretasi. Kasus cenderung meningkat pada musim penghujan (Desember Maret) dan menurun pada musim kemarau (Juni September), walaupun setiap daerah mempunyai variasi musim sesuai regionalnya. Mulai tahun 2005, laporan kasus KLB dan jumlah kab/kota yang melaporkan KLB menurun, berlawanan dengan jumlah kasus DBD yang dilaporkan terus meningkat.

Beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah dengue antara lain: demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta mikroevolusi virus. 3.3ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012; Suhendro, Pohan, & Chen, 2007). Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012; Suhendro, Pohan, & Chen, 2007).

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2010)3.4PATOFISIOLOGI

Patogenesis dan patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang dominan, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat dalam 24-28 jam (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).

Beberapa kondisi yang ditemukan pada kasus DBD, sebagai berikut (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012) :a. Volume Plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema.

Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia.

b. Trombositopenia

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis

Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa

1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis

2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.

3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.

4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang.d. Sistem Komplemen

Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1).Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.e. Respon Leukosit

Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.

Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta respon imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.

3.5PATOGENESIS

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi demam berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).

Gambar 3.3 Hipotesis secondary heterologus infections (Suhendro, Pohan, & Chen, 2007).Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Suhendro, Pohan, & Chen, 2007).

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel (Suhendro, Pohan, & Chen, 2007). Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang berfungsi menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya virion determinant spesificity, yaitu (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012) : 1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus

2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012) :a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus pertama.b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.

c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi

d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena infeksi

e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon dan . Pada infeksi sekunder oleh virus dengue, Limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan interferon . Interferon selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang akan menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain (Suhendro, Pohan, & Chen, 2007).3.7MANIFESTASI KLINISPada awal sakit, ketika penderita infeksi virus dengue timbul gejala panas, tidak dapat dibedakan apakah akan menjadi varian klinis Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. Pada saat panas turun, penderita Demam Berdarah Dengue ditandai dengan penampilan klinis yang memburuk. Penderita tampak sakit berat, gangguan hemostatik yang berupa gejala perdarahan menjadi lebih prominen dan kebocoran plasma yang ditandai dengan adanya defisit cairan yang ringan berupa peningkatan PCV 20 % sampai gangguan sirkulasi / syok (Soegijanto & Ismoedijanto, 2008).

Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam.

Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh :

1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

2. Manifestasi pendarahan

3. Hepatomegali atau pembesaran hati

4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine.Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever

Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan dari infeksi virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala gastrointestinal (WHO, 2011)

2. Demam dengue klasik

Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum, manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal (WHO, 2011).

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)

Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari 15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan gejala yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal yang masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang menjadi keadaan syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage (WHO, 2011).

Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen, letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.

Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1 dan DEN-3 (WHO, 2011)

4. Dengue Shock Syndrome (DSS)Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya hepar, ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok yang berkepanjangan (WHO, 2011).

Gambar 3.4 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue (Suhendro, Pohan, & Chen, 2007).Demam Dengue

Masa inkubasi antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari) disertai gejala konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise (WHO,2011).Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).a. Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).b. Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012)Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign yang patognomonik (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra demam dan demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eusinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000 cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan angka prediksi 70 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO, 2011):

a. Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga periode demam berakhir

b. Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni

c. Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin meningkat.

d. Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan dengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.

e. Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat mengintervensi peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan pembekuan darah.

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).Tabel 3.1 Gejala Klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah DengueDemam Dengue (DD)Gejala KlinisDemam Berdarah Dengue (DBD)

++Nyeri Kepala+

+++Muntah++

+Mual+

++Nyeri Otot+

++Ruam Kulit+

++Diare+

+Batuk+

+Pilek+

++Limfadenopati+

+Kejang+

0Kesadaran Menurun++

0Obstipasi+

+Uji Tourniquet positif++

++++Petekie+++

0Perdarahan Saluran Cerna+

++Hepatomegali+++

+Nyeri Perut+++

++Trombositopenia++++

0Syok+++

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (2 detik) dan pasien tampak gelisah.

b. Kriteria Laboratorium1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)

2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah mendapat terapi cairan).

Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit.Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :

a. Derajat IDemam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar. b. Derajat IIGejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain. c. Derajat IIIKegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 % )

DBDIIGrade I ditambah perdarahan spontanTrombositopenia

( < 100.000 sel/mm3 )

Hematokrit Meningkat

( > 20 % )

DBD

(DSS)IIIGrade I atau II ditambah adanya kegagalan sirkulasi:

pulsasi nadi yang lemah,

hipotensi,

perbedaan sistole dan diastole yang sempit

kondisi umum gelisahTrombositopenia

( < 100.000 sel/mm3 )

Hematokrit Meningkat

( > 20 % )

DBD

(DSS)IVGrade III ditambah dengan syok berat serta nadi dan tekanan darah yang tidak terukur.Trombositopenia

( < 100.000 sel/mm3 )

Hematokrit Meningkat

( > 20 % )

Klasifikasi kasus dan berat penyakit

Sekarang ini disepakati bahwa dengue adalah suatu penyakit yang memiliki presentasi klinis bervariasi dengan perjalanan penyakit dan luaran (outcome) yang tidak dapat diramalkan.

Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah3:

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

3. Dengue berat (severe Dengue)

TULISAN TERKAIT TOPIKBuletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Agustus 2Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :

Dengue probable :

Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue

Demam disertai 2 dari hal berikut :

Mual, muntah

Ruam

Sakit dan nyeri

Uji torniket positif

Leukopenia

Adanya tanda bahaya : Nyeri perut atau kelembutannya

Muntah berkepanjangan

Terdapat akumulasi cairan

Perdarahan mukosa

Letargi, lemah Pembesaran hati > 2 cm

Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat

Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas)

Kriteria dengue berat :

Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan.

Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi

Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30% sedangkan spesifisitasnya mencapai 82%.

3.9PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.b. Pencitraan

Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica felea.c. Pemeriksaan Rumple leed test

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit (petechiae).

Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi warna kulit lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul dalam lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam lingkaran tadi.d. Pemeriksaan lainnya :

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi virus dengue yaitu (WHO, 2011):

a. Isolasi Virus

b. Karakteristik serotypic/genotypic

c. Deteksi Asam Nukleat Virus

d. Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain Reaction)

Metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.e. Deteksi Antigen Virus

f. Deteksi antigen NS1.

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigennonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.g. Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-inhibition (HI), Complement Fixation (CF), Neutralization Test (NT), Ig M capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA indirect.Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu muncul pada 2 3 hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 7 hari saat sakit. Selama periode ini, asam nukleat virus dan antigen virus dapat terdeteksi.

Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat terdeteksi pada 3 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan menurun hingga tidak terdeteksi pada 2 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah pada akhir minggu pertama, meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun tahun. Pada infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat cepat. Antibodi Ig G terdeteksi pada level tinggi, pada saat fase inisial, dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig M biasanya lebih rendah pada infeksi dengue sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig M/ Ig G digunakan untuk membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder virus dengue. Disebut infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut infeksi sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2 (WHO, 2011).

Gambar 3.7 Deteksi jumlah Ig M dan IgG pada Demam Berdarah Dengue3.10DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :

a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya

b. Penyakit virus lainnya

Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus

c. Penyakit bakterial

Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease, Scarlet Fever

d. Malaria

Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding meliputi infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya dengan diagnosis banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik (WHO, 2011).

3.11

PENATALAKSANAAN

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol. Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39 0C dengan dosis 10 15 mg/KgBB/kali.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam 4 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan cairan rumatan 80 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama masih demam.

Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.

Cairan intravena diperlukan apabila (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012) :1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral

2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala

Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 ja,. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam 24 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik maka berikan koloid 10 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.

Bila terdapat asidosis, dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9 % + glukosa ditambah Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 8 %) seperti tertera pada tabel dibawah ini (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).Tabel 3.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 8 %)

Berat Waktu Masuk (Kg)Jumlah Cairan tiap hari

< 7 Kg

7 11 Kg

12 18 Kg

> 18 Kg220 ml/KgBB/hari

165 ml/KgBB/hari

132 ml/KgBB/hari

88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru, tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam 30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan bersama koloid 10 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula darah.

Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 6 jam. Lakukan pula koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.

Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 20 ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :

1. Dekstan

2. Gelatin

3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)

4. Fresh Frozen Plasma (FFP)

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012) :

Gambar 3.8 Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD

Gambar 3.9 Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue

Gambar 3.10 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

Gambar 3.11 Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSSKriteria memulangkan pasien antara lain (Rampengan, 2010):1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis)

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vector virus dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :

1. Mengurangi populasi vektor serendah rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit.

2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga, b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan

c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

2. Foging Focus dan Foging Masal

a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggu

b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulan

c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog

3. Penyelidikan Epidemiologi

a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan kasus

b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).

Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah langkah upaya penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir butir abate sand granule (SG) 1 % pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, & Satari, 2012).3.12

PROGNOSIS

Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2010). Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 % (Soegijanto & Ismoedijanto, 2008). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut antara lain (Rampengan, 2010):1. Keterlambatan diagnosis

2. Keterlambatan diagnosis shock

3. Keterlambatan penanganan shock

4. Shock yang tidak teratasi

5. Kelebihan cairan

6. Kebocoran yang hebat

7. Pendarahan masif

8. Kegagalan banyak organ

9. Ensefalopati

10. Sepsis

11. Kegawatan karena tindakan

2.13KOMPLIKASI DAN PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

1.Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.2. Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.3. Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIKTeoriKasus

Demam bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. Ruam kulit di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka yang timbul hari sakit ke 3-5 dan berlangsung 3-4 hari. Anoreksi Obstipasi Perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar limfa servikal membesar (Castelanis sign) Manifestasi perdarahan Demam selama 3 hari berturut-turut kemudian turun.

Sakit kepala

Mual muntah

Nyeri ulu hati

Batuk dan pilek

Tidak BAB sejak 4 hari. Tanda-tanda syok (-)

Uji tourniquet (-)

4.2 PEMERIKSAAN PENUNJANGTeoriKasus

DARAH LENGKAP

Leukopenia (< 5000 sel/mm3)

Trombositopenia (< 150.000 sel/mm3)

Peningkatan Hematokrit (5 10 %)SEROLOGI

Infeksi sekunder ( Dengue IgG : (+)

Infeksi primer ( Dengue IgM : (+)DARAH LENGKAP

Hb : 10,8 13,6HCT : 31,0 38,2%Leukosit : 1.260 6.600 Trombosit : 119.000 196.000 SEROLOGI

Dengue IgG : (+)

Dengue IgM : (+)

4.3 PENATALAKSANAAN TeoriKasus

Sesuai gambar 3.8 dan 3.9Kriteria memulangkan pasien antara lain :a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

b. Nafsu makan membaik

c. Tampak perbaikan secara klinis

d. Hematokrit stabil

e. Tiga hari setelah syok teratasi

f. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

g. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis) IVFD D51/2NS 1640cc/ 24jam

Paracetamol syr 3 x cth II Cefspan syr 2 x cth 1 Progesic syr 3 x 1 1/2 cth Lapiped 3 x 1 cth Ondancentron syr 2 x 1 cth (prn) Inj. Dexametason 3 x 4 mg IV Inj. Ranitidin 3 x 27 mg IV OMZ 2 x 1 tabMinum manis seringKriteria memulangkan pasien terpenuhi.

BAB V

PENUTUP5.1 Kesimpulan

Kasus demam dengue pada laporan kasus ini menunjukkan gejala-gejala yang sesuai dengan literatur dan penelitian yang ada sebelumnya. Keluhan yang dialami pasien adalah panas 3 hari, Demam dirasakan 3 hari terus menerus, kemudian turun. Pasien juga mengalami sakit kepala dan nyeri ulu hati serta obstipasi. Adapun hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan uji tourniquet positif dan tidak ada tanda-tanda syok. Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap tidak ditemukan plasma lackage dan hanya terjadi trobositopenia ringan. Pemeriksaan serologi menunjukkan pasien mengalami infeksi virus dengue sekunder. Pada pasien ini, sudah sesuai dengan literatur yang ada.DAFTAR PUSTAKARampengan, T. (2010). Infeksi Virus Dengue. In Pedoman Pelayanan Medis IDAI (pp. 141-145). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Soedarmo, S. S., Garna, H., Hadinegoro, S. R., & Satari, H. I. (2012). Infeksi Virus Dengue. In Buku Ajar infeksi & Pediatri Tropis (pp. 155-180). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Soegijanto, S., & Ismoedijanto. (2008). Infeksi Virus Dengue. In Pedoman Diagnosis Dan Terapi (pp. 102-110). Surabaya: SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.

Suhendro, Pohan, H. T., & Chen, K. (2007). Demam Berdarah Dengue. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, & I. Alwi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1709-1713). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3