Minyak Kelapa

30
ABSTRAK ABSTRAK Fermentasi merupakan proses produksi energy didalam sel pada kondisi tanpa oksigen. Kelebihan dari proses ekstraksi fermentasi adalah pada cara yang sederhana sehingga dapat memproduksi secara praktis, efesien dalam penggunaan bahan bakar, tidak meninggalkan residu yang banyak, jumlah asam yang rendah, jumlah peroxide yang rendah, dengan jangka waktu penyimpanan yang lama, lebih beraroma, dan tanpa kolesterol-senyawa yang diinduksi. Sehingga minyak kelapa fermentasi lebih aman dan menguntungkan dari pada minyak kelapa yang diproses secara tradisional yang terbuat dari kopra. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk membandingkan beberapa proses pembuatan minyak secara fermentasi, yaitu antara proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi yang mengguanakan bahan dasar ragi tempe, sel amobil saccharomyces cereviceae, dan isolat bakteri dari kepiting batu. Metodologi penulisan karya ilmiah ini dimulai dari pengumpulan data, lalu dilakukan pengolahan data yang dilanjutkan dengan analisis dan sintesis data. Setelah dilakukan metodologi tersebut dapat diketahui bahwa pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan starter ragi tempe mencapai Yield maksimal dicapai pada perbandingan % volume starter = 1 % dengan temperatur 40 o C. Dan pada pemakaian sel amobil Sacharomyces cereviceae 5 kali kestabilannya dapat dijaga sebesar 88,63%. Selain itu juga dapat diketahui bahwa kualitas minyak kelapa hasil fermentasi dengan isolat kepiting batu lebih baik dari pada minyak kelapa hasil fermentasi dengan saccharomyces.cerevisiae. 1

Transcript of Minyak Kelapa

ABSTRAKABSTRAK

Fermentasi merupakan proses produksi energy didalam sel pada kondisi tanpa

oksigen. Kelebihan dari proses ekstraksi fermentasi adalah pada cara yang

sederhana sehingga dapat memproduksi secara praktis, efesien dalam

penggunaan bahan bakar, tidak meninggalkan residu yang banyak, jumlah asam

yang rendah, jumlah peroxide yang rendah, dengan jangka waktu penyimpanan

yang lama, lebih beraroma, dan tanpa kolesterol-senyawa yang diinduksi.

Sehingga minyak kelapa fermentasi lebih aman dan menguntungkan dari pada

minyak kelapa yang diproses secara tradisional yang terbuat dari kopra.

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk membandingkan beberapa proses

pembuatan minyak secara fermentasi, yaitu antara proses pembuatan minyak

kelapa secara fermentasi yang mengguanakan bahan dasar ragi tempe, sel

amobil saccharomyces cereviceae, dan isolat bakteri dari kepiting batu.

Metodologi penulisan karya ilmiah ini dimulai dari pengumpulan data, lalu

dilakukan pengolahan data yang dilanjutkan dengan analisis dan sintesis data.

Setelah dilakukan metodologi tersebut dapat diketahui bahwa pada pembuatan

minyak kelapa secara fermentasi dengan starter ragi tempe mencapai Yield

maksimal dicapai pada perbandingan % volume starter = 1 % dengan temperatur

40oC. Dan pada pemakaian sel amobil Sacharomyces cereviceae 5 kali

kestabilannya dapat dijaga sebesar 88,63%. Selain itu juga dapat diketahui

bahwa kualitas minyak kelapa hasil fermentasi dengan isolat kepiting batu lebih

baik dari pada minyak kelapa hasil fermentasi dengan saccharomyces.cerevisiae.

Kata Kunci :Kata Kunci : Fermentasi, Fermentasi, Ragi Tempe, Saccharomyces Cereviceae, Isolat Bakteri Kepiting Batu

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Minyak kelapa diproduksi melalui proses kompresi dari kopra,

santan dan bio-proses melalui pemanasan santan, yang telah diketahui sejak

lama. Bio-proses dari santan kelapa telah dimulai dari penggunaan kultur

asli melalui penggunaan enzim-enzim. Akan tetapi sampai saat ini

penggunaan metode tersebut tidak popular dalam masyarakat, salah satu

masalah adalah bagaimana menangani \ mikroorganisme yang dikategorikan

kompleks atau harga enzim yang mahal.

Produk yang yang beraroma minyak kelapa dengan karakteristiknya,

adalah cocok untuk pembuatan kosmetik. Pada saat ditambahkan aroma

untuk percobaan sebagai pelembab, larutan tercampur secara baik dan bau

dapat bertahan lebih dari satu bulan.

Buah kelapa secara umum hanya digunakan untuk minyak sayur dan

minyak goreng. Pada beberapa tempat juga telah dikembangkan proses

produk yang berbeda dan produk seperti tepung kelapa, nata de coco, coco

fiber, and arang tempurung. Walaupun demikian, minyak kelapa murni yang

mempunyai nilai tambah yang tinggi belum dikembangkan di Indonesia.

Minyak kelapa murni lebih banyak digunakan untuk kesehatan dan

kosmetik. Dan minyak goreng juga dibuat secara sederhana, dan tradisional,

yang pada dasarnya minyak kelapa dapat dibuat melalui fermentasi.

I.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan

menggunakan starter ragi tempe?

2. Bagaimana proses pengambilan minyak kelapa secara fermentasi

berulang dengan menggunakan sel amobil saccharomyces cereviceae?

2

3. Bagaimana proses penghasilkan minyak kelapa secara fermentasi dengan

menggunakan isolat bakteri dari kepiting batu?

I.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan karya ilmiah ini

bertujuan sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses pembuatan Virgin minyak kelapa secara fermentasi

dengan menggunakan starter ragi tempe.

2. Menjelaskan proses pengambilan minyak kelapa secara fermentasi

berulang dengan menggunakan sel amobil saccharomyces cereviceae.

3. Menjelakan proses penghasilkan minyak kelapa secara fermentasi

dengan menggunakan isolat bakteri dari kepiting batu

I.4 Manfaat Penulisan

Karya tulis yang berjudul “Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Virgin

Coconut Oil) dengan Metode Fermentasi” diharapkan:

1. Manfaat praktis, sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat

luas mengenai beberapa jenis proses pembuatan minyak kelapa secara

fermentasi sehingga menambah pengetahuan bagi seluruh pembaca yang

membaca karya ilmiah ini.

2. Manfaat ilmiah, diharapkan karya tulis ini dapat memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan dan merupakan bahan bacaan bagi mahasiswa bahwa

terdapat beberapa jenis proses pembuatan minyak kelapa secara

fermentasi.

3. Manfaat bagi penulis, sebagai media dalam menambah wawasan dan

pengetahuan tentang jenis-jenis proses pembuatan minyak kelapa secara

fermentasi.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Proses Pengolahan Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra

(daging buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya.

Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai

30%-35%, atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%.

Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa

trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya

merupakan asam lemak jenuh.

Gambar 1. Minyak Kelapa

Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga

mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida,

gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak bebas (<

5%) dan sedikit protein dan karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer

dalam minyak dan tokoferol sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Setiap

minyak nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan

oleh struktur asam lemak pada rangkaian trigliseridanya . Minyak kelapa

kaya akan asam lemak berantai sedang (C8 – C14), khususnya asam laurat

dan asam meristat. Adanya asam lemak rantai sedang ini (medium chain

fat) yang relatif tinggi membuat minyak kelapa mempunyai beberapa sifat

daya bunuh terhadap beberapa senyawaan yang berbahaya di dalam tubuh

4

manusia. Sifat inilah yang didayagunakan pada pembuatan minyak kelapa

murni (VCO, virgin coconut oil)

Secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat

dilakukan dengan dengan dua cara:

1. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan

proses basah. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Cara Basah Tradisional

b. Cara Basah Fermentasi

c. Cara basah Sentrifugasi

d. Cara Basah dengan Penggorengan

2. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan

(kopra) atau dikenal proses kering. Untuk menghasilkan minyak dari

proses basah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Ekstraksi secara mekanis (cara pres)

b. Ekstraksi menggunakan Pelarut

II.2 Proses Pemurnian Minyak Kelapa

Pemurnian (refining) minyak gorang meliputi tahapan netralisasi,

pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorisasi). Netralisasi

dilakukan untuk mengurangi FFA untuk meningkatkan rasa dan

penampakan minyak. Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan NaOH

dengan FFA sehingga membentuk endapan minyak tak larut yang dikenal

sabun (soapstock). Jumlah NaOh yang ditambahkan berkisar 0,1% atau

sekitar 1,5 kg NaOH per ton minyak per 1% FFA.

Untuk menghilangkan pengotor berupa gum di dalam minyak

digunakan H3PO4 selanjutnya dipisahkan melalui cara pengendapan

(decantion) atau dengan sentrifugasi.

Pemucatan (bleaching) menghilangkan sebagian besar bahan

pewarna tak terlarut atau bersifat koloid yang memberi warna pada

minyak. Pemucatan dapat dilakukan dengan menggunakan karbon aktif

atau bleaching earth (misalnya bentonit) 1% sampai 2 % atau kombinasi

5

keduanya (arang aktif dan bentonit) yang dicampur dengan minyak yang

telah dinetralkan pada kondisi vacuum sambil dipanaskan pada suhu 95oC

– 100oC. Selanjutnya bahan pemucat dipisahkan melalui filter press.

Proses deodorisasi akan menghilangkan bau dan flovours yang

bersifat menguap, pada saat minyak dipanaskan pada temperature antara

150 – 250oC menggunakan steam yang kontak dengan minyak pada

condisi vacuum dengan tekanan 29 Psig.

II.3 Standar Mutu Minyak Kelapa

Minyak yang dihasilkan dari proses manapun yang digunakan

selayaknya aman untuk dikonsumsi. Secara nasional terdapat standar

untuk minyak goreng seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995

No Kriteria Persyaratan 1 Bau dan Rasa Normal 2 Warna Muda Jernih 3 Kadar Air max 0,3% 4 Berat Jenis 0,900 g/liter 5 Asam lemak bebas Max 0,3% 6 Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg 7 Bilangan Iod 45 - 46 8 Bilanagan Penyabunan 196 - 206 9 Index Bias 1,448 - 1,450 10 Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg

Selain SNI ada juga penggolongan kelas mutu minyak kelapa

berdasarkan rekomendasi APCC (2006) adalah sebagai berikut:

Grade I = Refined and deodorized oil (minyak yang sudah dimurnikan dan

dihilangkan bau)

Grade II = Refined oil (minyak yang sudah dimurnikan)

Grade III = White oil obtained by wet processing (minyak tak bewarna

(bening) yang diperoleh dari pegolahan cara basah)

Grade IV = Industrial oil No 1-obtained by the process of extraction

(minyak Industri No 1- diperoleh dengan cara ekstraksi)

6

Grade V = Industrial oil No 2-obtained by the process of solvent extraction

(minyak Industri No 1- diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan

pelarut)

II.4 Kopra dan Mutu Kopra

Kopra adalah daging buah kelapa (endosperm) yang sudah

dikeringkan. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa

cara:

1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying)

2.Pengeringan dengan pengarangan atau pengasapan di atas api (smoke

curing or drying)

3. Pengeringan dengan pemanasan tidak langsung (indirect drying)

4. Pengeringan menggunakan solar system (tenaga panas matahari)

Dalam kehidupan sehari-hari, tiga cara pertama tersebut diatas

terkadang dikombinasikan sebagaimana yang dilakukan oleh petani kelapa

umumnya. Namun pada tingkat petani sering kadar air kopra akhir yang

berbeda-beda.

Kadar air buah kelapa segar berkisar 50 – 55%, dikeringkan

menjadi 4%-6%. Pengeringan kopra perlu dilakukan secara bertahap untuk

mendapatkan kopra bermutu baik, sebagai berikut:

1. Kadar air buah kelapa segar (berkisar 50 – 55%) pada periode 24 jam

pertama diturunkan menjadi 35%

2. Pada periode 24 jam ke dua diturunkan dari 35% menjadi 20%

3. Pada periode 24 jam berikutnya diturunkan sampai 5 persen

Di Indonesia, standar mutu untuk industri dan perdagangan kopra

sering menggunakan standar mixed copra (Tabel 2). Mixed Copra

merupakan kopra yang dihasilkan dari buah kelapa dengan kelompok

umur yang beragam. Kopra yang dikumpulkan oleh pedagang pengumpul

umumnya berasal dari petani dari berbagai wilayah dengan mutu

pengolahan kopra yang beragam.

Tabel 2. Standar Mutu Indonesia “Mixed Copra”

No Persyaratan Mutu Mutu Mutu

7

A B C1 Kadar Air (% maksimum) 5 5 5 2 Kadar Minyak (% minimum) 65 60 60 3 Asam Lemak Bebas (%

maksimum) 5 5 5

4 Jamur 0 0 0 5 Serat (% maksimum) 8 8 8

Spesifikasi mutu kopra yang diadop oleh negara-negara anggota Asia Pacific Coconut Community (APCC) adalah sebagai berikut (Tabel 3).Tabel 3. Standar mutu kopra (APCC, 2006)

No Karakteristik Grade 1 Grade 2 Grade 3 1 Kadar air (% berat, max) 6 6 6 2 Kadar minyak (% berat basis kering,

minimum) 70 68 68

3 Asam lemak bebas (% lauric, berat max)

1 3 6

4 Kandungan aflatoxin (ppm/part per million, max )

20 20 20

5 Kotoran (% berat) 0,5 1 2 6 Daging muda (% total, max) Tidak ada 5 10 7 Kapang, jamur (% hitung) Tidak ada 4 8

BAB III

8

METODOLOGI PENULISAN

III.1 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi

pustaka murni (library research) dengan mengumpulkan, membaca, dan

menelaah berbagai literatur. Informasi diperoleh dari jurnal, laporan

penelitian, hasil seminar nasional, dan penelusuran melalui situs-situs

internet.

III.2 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data pada karya ilmiah ini mengunakan metode statistik,

yakni pengolahan data yang tidak menggunakan analisis kualitatif,

melainkan dengan analisis statistik. Hal ini dilakukan dengan mengambil

intisarinya saja atau dengan cara mengutip bagian tertentu untuk

mempertegas dan memperkuat pendapat atau pandangan yang relevan

dengan judul penulisan.

III.3 Analisis dan Sintesis Data

Informasi yang dikumpulkan dianalisis secara analog dan teoritis.

Permasalahan yang dikaji dikaitkan dengan hasil telaah pustaka dari

berbagai sumber. Hal ini erat kaitannya dengan tinjauan pustaka sebagai

dasar dalam membuat pembahasan.

Interpretasi data dibahas secara kritis dengan mengkaji korelasi positif

beberapa jenis proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan

menggunakan bahan dasar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, bentuk

sintesis dari karya ilmiah ini merupakan alternative untuk mengetahui

proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan menggunakan

starter ragi tempe, sel amobil saccharomyces cereviceae, dan potensi isolat

bakteri dari kepiting batu.

BAB IV

9

PEMBAHASAN

IV.1 Proses Pembuatan Minyak Kelapa dengan Fermentasi Menggunakan

Starter Ragi Tempe

IV.1.1 Pembuatan Mikroba Starter

Pembuat starter dibutuhkan santan encer (skim) dicampur dengan

air kelapa dengan perbandingan 9 :1 (9 bagian santan encer dan 1 bagian

air kelapa). Selanjutnya ditambahkan ragi tempe dengan perbandingan

10:2 artinya 10 bagian santan encer dan air kelapa serta 2 bagian ragi

tempe. Kemudian diaduk dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar

dan selanjutnya sudah dapat digunakan sebagai starter.

IV.1.2 Pembuatan Minyak Kelapa

Tahap pembuatan minyak kelapa secara fermentasi sendiri

dikelompokkan menjadi tiga yaitu pembuatan santan, pembuatan minyak

kelapa, dan penyaringan.

VI.1.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian

VI.1.3.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dengan mengkombinasikan variabel-

variabel berubah tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Penelitian pada Berbagai Variabel dan Harga Level

Run Variabel Interaksi

Volume minyak (ml)

A B C AB AC BC ABC1 + + + + + + + 33 2 + + - + - - - 25 3 + - + - + - - 34 4 + - - - - + + 32 5 - + + - - + - 35 6 - + - - + - + 27 7 - - + + - - + 39 8 - - - + + + - 33

VI.1.3.2 Pembahasan Penelitian

10

1) Pengaruh temperatur terhadap yield yang dihasilkan

Grafik 1. Memperlihatkan bahwa semakin tinggi

temperatur akan menghasilkan yield yang besar pula. Hal ini

dapat dijelaskan karena temperatur merupakan salah satu faktor

yang penting di dalam kehidupan mikroba. Beberapa jenis

mikroba dapat hidup pada daerah temperatur yang luas. Untuk

masing- masing mikroba dikenal temperatur minimum,

optimum, dan temperatur maksimum. Temperatur minimum

suatu mikroba ialah temperatur yang paling rendah dimana

kegiatan mikroba dapat berlangsung, temperatur optimum

adalah yang paling baik untuk kehidupan mikroba, sedang kan

temperatur maksimum adalah temperatur tertinggi yang yang

masih dapat menumbuhkan mikroba.

2) Pengaruh % volume starter terhadap yield yang dihasilkan

11

Grafik 2. Memperlihatkan bahwa untuk 1% volume

starter, menghasilkan yield yang lebih besar dibandingkan

dengan 5% volume starter. Hal ini disebabkan pada

penambahan 1% volume starter sudah cukup untuk

mendegradasi karbohidrat sehingga emulsi santan dapat

dipecahkan menjadi asam, dengan demikian protein

terkoagulan dan minyak dapat dipisahkan dengan mudah.

Hal ini dapat juga dijelaskan bahwa dalam pertumbuhan

mikroba memerlukan faktor-faktor pertumbuhan antara lain C,

H, O, N, S, P. Unsur-unsur ini diperoleh dengan mengubah

protein, karbohidrat, dan zat-zat lain. Apabila media tersebut

adalah santan kelapa, tentunya emulsi protein menjadi tidak

stabil.

Selama pertumbuhannya, mikroba dari ragi dalam

emulsi mengadakan kegiatan untuk menghasilkan enzim,

antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-

rantai peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi

molekul-molekul sederhana dan akhirnya menjadi peptida-

peptida dan asam amino.

Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa dengan

adanya aktivitas mikroba tersebut akan dihasilkan asam

sehingga akan menurunkan pH. Pada pH tertentu akan dicapai

titik isoelektrik dari protein yang merupakan lapisan pelindung

emulsi minyak. Protein akan menggumpal sehingga mudah

dipisahkan dari minyak.

VI.2 Proses Pengambilan Minyak Kelapa Secara Fermentasi Berulang

Dengan Menggunakan Sel Amobil Saccharomyces Cereviceae

VI.2.1 Amobilisasi Sacharomyces cereviceae

Dilarutkan 0,5 gram tepung agar – agar ke dalam 50 ml aquadest,

ditambahkan gula 2,5 gr. Selanjutnya dipanaskan pada temperatur 100° C

12

selama 20 menit. Selanjutkan larutan didinginkan sampai temperatur 38°C

dan dimasukkan 1 gr Sacharomyces cerevisiae, lalu diaduk merata,

didinginkan sampai suhu kamar. Kemudian dipotong – potong dengan

ukuran 0,5 x 0,5 cm.

VI.2.2 Pembuatan Starter

Ke dalam erlenmeyer 250 ml dimasukkan 25 ml skim kelapa, gula

0,5 gr dan kecambah yang telah dihaluskan 2,5 gr. Kemudian disterilkan

dengan autoclave lalu didinginkan sampai suhu kamar.Tambahkan sel

amobil saccharomyces cereviaiae lalu erlenmeyer ditutup dengan kapas

dan aluminium foil dan dibiarkan selama 2 jam.

VI.2.3 Pengambilan Minyak Dari Santan Kelapa Secara Fermentasi

Proses pengambilan minyak kelapa diawali dengan cara meremas

250 gr parutan kelapa dengan menggunakan air panas (80 - 90°C) dengan

perbandingan 1 : 1. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kain putih

untuk memisahkan filtrat dengan ampas kelapa. Cara tersebut dilakukan 2

kali, kemudian filtrat digabung dan didiamkan selama 2 jam sampai terjadi

pemisahan antara skim dan krim. Krim yang telah terbentuk dipisahkan

dengan corong pemisah. Sebanyak 100 ml krim dimasukkan ke dalam

botol fermentasi yang telah berisi Sacharomyces cereviceae amobil dan

starter, ditutup rapat, diaduk selama 5 menit, ditambah buffer pospat

sampai pH 4,5, difermentasikan sesuai waktu yang telah

ditetapkan( 24jam). Setelah selesai fermentasi, minyak dipisahkan dari

blondo dengan menggunakan kertas saring, diukur volume minyak

(ml).Kemudian dimurnikan dengan water bath dengan suhu 70˚ C. Analisa

minyak kelapa yaitu dengan cara ditimbang beratnya.

13

VI.2.4 Hasil dan Pembahasan Penelitian

Grafik 3. Hubungan antara Absorbancy terhadap Waktu

Dari kurva pertumbuhan Sacharomyces cereviceae yang telah

diukur selama 24 jam,dapat kita lihat bahwa pada waktu 2 – 4 jam

mikroba memasuki fase lag, dari jam ke- 4 sampai 14 berada pada fase

eksponensial. Sedangkan dari jam ke-16 sampai 18 memasuki fase

stasioner dan mengalami fase kematian setelah jam ke – 18. Untuk

pemanenan mikroba dipilih pada jam ke – 10 dimana pada waktu tersebut

sel sedang berkembang pesat.

Grafik 4.Hubungan antara Konversi Minyak Kelapa dengan

Pemakaian Sel Amobil.

Grafik 4. Menunjukkan bahwa semakin banyak volume starter

yang digunakan maka jumlah minyak yang dihasilkan juga semakin

bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak starter yang

14

ditambahkan pada proses, maka enzim yang dihasilkan dari aktivitas

mikroba juga semakin banyak sehingga minyak yang dihasilkan semakin

banyak pula.

Grafik 5. Pemakaian Sel Amobil terhadap Volume Minyak

Pemakaian sel amobil pertama dan kedua menunjukkan bahwa

volum minyak yang dihasilkan masih stabil yaitu 44 ml. Namun pada

waktu pemakaian 3 sampai 5 kali mengalami penurunan, hal ini karena sel

amobil aktivitasnya berkurang. Dan kestabilan sel amobil Sacharomyces

rereviceaea adalah 88,63%.

VI.3 Proses Penghasilkan Minyak Kelapa secara Fermentasi dengan

Potensi Isolat Bakteri dari Kepiting Batu

VI.3.1 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri dari Kepiting Batu

Kepiting batu (Grapsus sp.) berukuran sedang (diameterkarapaks 5

cm) dihancurkan dengan mortar sampai lembut dan sebanyak satu gram

diencerkan seri untuk diisolasi bakterinya pada media agar-agar

LuriaBertani (LB) (1.0 gtripton, 0.5 g ekstrak khamir, 0.5 gNaCI, dan 1.2

gagar-agad100 ml media). lsolat tunggal yang tumhuh dan berbeda

dipisahkan untuk pencirian.

VI.3.2 Pembuatan Minyak Kelapa dengan Fermentasi

Kelapa tua diparut dan diperas untuk mendapatkan santan. Santan

dimasukkan ke dalam corong pemisah selama 30 menit sehingga terhentuk

15

dua lapisan, yaitu skim santan kelapa di bagian bawah dan krim santan

kelapa di bagian atas. Masing-masing 1 ose isolat bakteri ditumbuhkan

selama 24 jam dalam media skim santan ke1apa:air kelapa (9: 1) untuk

perbanyakan sel (Sukmadi & Nugroho 2002). Krim santan kelapa yang

digunakan sebagai media dipiasah dalam bol bening masing-masing

sebanyak 200 ml, kemudian dipanaskan dalam penangas air suhu 65 C

selama 15 menit.

Selain isolat bakteri, dalam percobaan ini digunakan juga gerusan

kepiting, isolat campuran, dan saccharomyces cerevisiae sebagai

pembanding. Gerusan kepiting yang digunakan sebanyak satu gram.

Isolate campuran merupakan proporsional semua isolat bakteri. Krim

santan kelapa diinokulasi sel bakteri atau sel saccharomyces cerevisiae

sebanyak 108 sel/ml jumlah sel dihitung dengan menggunakan metode

cawan tulang.

Minyak kelapa dari proses fermentasi dipisahkan dengan

sentrifugasi pada 4500 gram selama 15 menit yang di ukur volume

minyaknya. Sebanyak lima gram contoh minyak kelapa, minyak kelapa

dari isolat SKN05 , digunakan untuk mengukur kadar air dan angka asam.

Angka asam merupakan (ml KOH x N KOH x 56.1)/gram contoh.

Pengamatan warna dilakukan dengan cara membandingkan warna minyak

kelapa hasil fermentasi dengan minyak kelapa hasil pemanasan.

VI.3.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian

VI.3.3.1 Hasil Penelitian

Isolat dari kepiting batu diuji lanjut dan kemampuan

metabolisme yang lain disajikan pada tabel 5. Berdasarkan

identifikasi dengan menggunakan Bergey’s Manual of

Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994). Isolat SKN06

mendekati genus bakteri citrobacter.

16

Tabel 5. Hasil Uji API20E Isolat SKN06 dari Kepiting Batu

VI.3.3.2 Pembahasan Penelitian

S. cerevisiae dapat menghasilkan 40 ml minyak kelapa dari

200 ml media santan atau 20% dari total media santan. Isolat

SKN06 menghasilkan minyak sedikit di bawah S. cerevisiae,yaitu

38.5 ml. Kedua isolat memiliki kemampuan fermentative yang

tinggi pada media tersebut. Hasil ini lebih rendah dari laporan

Mahlil dan Wahyuno (1988). Mereka dapat menghasilkan

rendemen minyak 28.57% dari bobot bahan dengan bantuan

kepiting batu.

Kemampnan untuk menghasilkan minyak ini diduga

berhubungan dengan kemampuan bakteri menghasilkan enzim

penghidrolisis emulsi pengikat minyak dalam santan kelapa atau

enzim fermentatif. Volume minyak kelapa yang dibasikan oleh

isolat SKNOS sangat sedikit. Isolat ini mungkin tidak mampu

menghasilkan enzim pengemulsi atau enzim fermentatif minyak

dalam jumlahcukup atan memiliki enzim lipase sehingga minyak

yang dihasilkan segera diurai untuk keperluan pertumbuhan.

17

Minyak kelapa yang dihasilkan dari fermentasi santan

kelapa oleh isolat yang berasal dari kepiting batu rata-rata memiliki

kadar air yang relatif rendah bahkan lebih rendah daripada kadar

air minyak kelapa dari S. cerevisiae, kecuali dari isolat SKN05.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa kualitas minyak kelapa hasil

fermentasi dengan isolat yang berasal dari kepiting batu lebih baik

daripada minyak kelapa hasil fermentasi dengan S. cerevisiae.

Kadar air yang rendah mencegah penurunan kualitas

minyak karena enzim hidrolisis tidak dapat bekerja atau reaksi

kimia lain yang memerlukan air dapat dikurangi. Secara umum

angka asam minyak kelapa hasil fermentasi dengan isolat bakteri

dari kepiting batu relatif sama dengan angka asam minyak kelapa

hasil fermentasi dengan S. cerevisiae pada minyak kelapa hasil

fermentasi. Inokulasi menggunakan isolat SKN07 menghasilkan

angka asam tinggi, sedangkan inokulasi menggunakan isolat

SKN05 menunjukkan angka asam paling rendah. Tinggi rendahnya

angka asam berhubungan dengan kemampuan isolat untuk

menghasilkan lipase. Bakteri yang menghasilkan lipase lebih

banyak menghasilkan asam lemak bebas. Angka asam yang besar

menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari

hidrolisis minyak atau boleh jadi karena proses pengolahan yang

kurang baik. Semakin tinggi angka asam, semakin rendah kualitas

minyak tersebut.

Pengamatan terhadap warna minyak hasil fermentasi

menunjukkan bahwa minyak hasil fermentasi berwarna lebih

bening dan jernih dibandingkan dengan warna minyak kelap yang

diperoleh dari pasar yang diketahui merupakan hasil proses

pemanasan santan. Warna kekuningan pada minyak hasil

pemanasan mungkin timbul karena berubahnya senyawa karbon

dalam minyak kelapa akibat pemanasan.

18

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan starter ragi

tempe, percobaan kondisi optimum untuk mencapai Yield maksimal

dicapai pada perbandingan % volume starter = 1 % dengan temperatur

40oC.

2. Pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan sel amobil

saccharomyces cereviceae, pemakaian sel amobil Sacharomyces

cereviceae 5 kali kestabilannya dapat dijaga sebesar 88,63%.

3. Pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan isolat bakteri

dari kepiting batu, diketahui bahwa kualitas minyak kelapa hasil

fermentasi dengan isolat yang berasal dari kepiting batu lebih baik

daripada minyak kelapa hasil fermentasi dengan saccharomyces

cerevisiae.

V.2 Saran

Berdasarkan karya tulis ini, maka penulis mengajukan saran agar

diadakannya penelitian eksperimental lebih lanjut mengenai cara-cara

pembuatan minyak kelapa dengan bahan dasar selain yang telah di temukan.

Selain itu, diantara bermacam-macam cara pembuatan minyak kelapa yang

sudah ada, sebaiknya dilakukan pembandingan agar ditemukan satu proses

yang dapat menghasilkan minyak kelapa yang paling bagus dengan acuan

meminimalisir kerugian dan mengutamakan pada keuntungan.

DAFTAR PUSTAKA

19

Arsyad, Akbar. 2010. Bagaimana Membuat Minyak Kelapa dengan Metode

Fermentasi.

http://coconutmic.com/id/berita-industri/111-how-to-make-coconut-

oil-from-fermentation-method. 21 Mei 2001: 21.00.21 Mei 2001: 21.00.

MAPI. 2006. Teknologi Proses Pengolahan Minyak.

http://www.dekindo.com/content/teknologi/http://www.dekindo.com/content/teknologi/

Proses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdfProses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdf. 21 Mei 2001: 21.00.. 21 Mei 2001: 21.00.

Cahyono and Untari, Lia. 2009. Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)

dengan Fermentasi Menggunakan Starter Ragi Tempe. Semarang:

Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia UNDIP.

Utami, Lucky Indrati. 2009. Pengambilan Minyak Kelapa Secara Fermentasi

Berulang dengan Menggunakan Sel Amobil Saccharomyces

Cereviceae. Surabaya: Seminar Nasional Teknik Kimia.

Suryanto, Dwi; Nasution, Siti Khadijah; and Wirnaliza. 2005. Potensi Isolat

Bakteri dari Kepiting Batu untukMenghasilkan Minyak Kelapa secara

Fermentasi. Medan: USU Repository.USU Repository.

20