mg baru

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Myasthenia gravis merupakan penyakit yang menyerang mekanisme transmisi impuls neuromuskuler yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Penyakit ini cenderung menyerang orang-orang muda umumnya para wanita. Dugaan bahwa pathogenesis penyakit ini melibatkan sistem imun, didasarkan adanya kenyataan bahwa umumnya dibarengi dengan adanya timoma, hyperplasia timus, auto-antibodi atau penyakit-penyakit autoimun. Belakangan ini diketahui bahwa antibody anti- reseptor untuk asetilkolin yang ada akan menghambat transmisi neuromuskuler apabila auto-antibodi tersebut mengikat reseptor pada “motor endplate”. Hambatan transmisi disebabkan pula karena terjadinya peningkatan endositosis reseptor oleh sel otot disamping terjadinya kerusakan motor endplate oleh aktivitas komplemen karena terbentuknya kompleks imun 1 . Dengan adanya gangguan transmisi neuromuskuler tersebut maka penderita mengalami kelemahan pada otot- otot seran lintang, tidak saja pada otot-otot kerangka tetapi juga menyerang otot penggerak bola mata, otot wajah dan otot pengunyah, otot faring,ehingga individu tersebut mengalami penderitaan sebagai akibat kelemahan 1

description

MG

Transcript of mg baru

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMyasthenia gravis merupakan penyakit yang menyerang mekanisme transmisi impuls neuromuskuler yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Penyakit ini cenderung menyerang orang-orang muda umumnya para wanita. Dugaan bahwa pathogenesis penyakit ini melibatkan sistem imun, didasarkan adanya kenyataan bahwa umumnya dibarengi dengan adanya timoma, hyperplasia timus, auto-antibodi atau penyakit-penyakit autoimun. Belakangan ini diketahui bahwa antibody anti-reseptor untuk asetilkolin yang ada akan menghambat transmisi neuromuskuler apabila auto-antibodi tersebut mengikat reseptor pada motor endplate. Hambatan transmisi disebabkan pula karena terjadinya peningkatan endositosis reseptor oleh sel otot disamping terjadinya kerusakan motor endplate oleh aktivitas komplemen karena terbentuknya kompleks imun1.Dengan adanya gangguan transmisi neuromuskuler tersebut maka penderita mengalami kelemahan pada otot-otot seran lintang, tidak saja pada otot-otot kerangka tetapi juga menyerang otot penggerak bola mata, otot wajah dan otot pengunyah, otot faring,ehingga individu tersebut mengalami penderitaan sebagai akibat kelemahan otot-otot bersangkutan. Hamper pada 90% dari penderita MG diketemukan antibody anti-reseptor asetilkolin dalam serumnya1.Sindrom klinis pertama kali dijelaskan pada tahun 1600. Pada akhirnya tahun 1800-an, miastenia gravis (MG) dibedakan dari kelemahan otot akibat palsi bulbaris sebenarnya. Pada tahun 1920-an, seorang dokter yang menderita MG merasakan perbaikan setelah minum efedrin untuk mengatasi kejang perut saat menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934, dokter lain dari Inggris (Mary Walker) memperhatikan kemiripan gejala pada MG dan keracunan kurare. Dia menggunakan fisotigmin antagonis kurare untuk mengobati MG dan mengamati perbaikan yang terjadi2.Usaha pengobatan terhadap penyakit ini yaitu pemberian obat-obatan anti-cholinesterase (pyridogstimine dan neostigmine) dalam jangka panjang dan kalau perlu timektomi. Pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif sangat memberikan harapan. Dengan adanya usaha pengobatan tersebut maka terjadi perbaikan prognosis terhadap penyakit tersebut, karena dapat diharapkan sekitar 90% penderita yang diobati mengalami perbaikan selama 5 tahun1.Kematian umumnya disebabkan oleh insufisiensi pernapasan, walaupun dengan perkembangan dalam perawatan intensif pernapasan, komplikasi baru ini lebih dapat ditangani. Remisi spontan dapat timbul pada 10% hingga 20% pasien dan dapat disebabkan oleh timektomi elektif pada pasien tertentu. Perempuan muda yang berada pada stadium dini penyakit ini (5 tahun pertama setelah awitan) dan yang tidak merespons terapi obat dengan baik sebagian besar mendapat keuntungan dari prosedur ini2.

1.2 Tujuan PenulisanAdapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :a. Memahami tentang penyakit Miastenia Gravisb. Memahami Epidemiologi Miastenia Gravisc. Memahami patofisiologis Miastenia Gravisd. Memahami klasifikasi Miastenia Gravise. Memahami manifestasi klinis Miastenia Gravisf. Memahami pemeriksaan penunjang Miastenia Gravisg. Memahami penatalaksanaan medis Miastenia Gravish. Memahami asuhan keperawatan untuk Miastenia Gravis

1.3 Perumusan MasalahAdapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :a. Apa pengertian Miastenia Gravis ?b. Bagaimana Epidemiologi Miastenia Gravis ?c. Bagaimana patofisiologis pada Miastenia Gravis ?d. Apa saja jenis klasifikasi Miastenia Gravis ?e. Bagaimana manifestasi klinis pada Miastenia Gravis ?f. Bagaimana pemeriksaan penunjang Miastenia Gravis ?g. Bagaimana penatalaksanaan medis Miastenia Gravis ?h. Bagaimana asuhan keperawatan Miastenia Gravis ?

1.4 Batasan MasalahAdapun batasan masalah dalam makalah ini, yaitu:a. Menjelaskan pengertian Miastenia Gravisb. Bagaimana Epidemiologi Miastenia Gravis ?c. Bagaimana patofisiologis pada Miastenia Gravis ?d. Apa saja jenis klasifikasi Miastenia Gravis ?e. Bagaimana manifestasi klinis pada Miastenia Gravis ?f. Bagaimana pemeriksaan penunjang Miastenia Gravis ?g. Bagaimana penatalaksanaan medis Miastenia Gravis ?h. Bagaimana asuhan keperawatan Miastenia Gravis ?

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 PengertianMiastenia gravis merupakan bagian dari penyakit muscular miastenia gravis adalah gangguan yang memengaaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang(volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuscular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunteer dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (price dan Wilson, 1995)3.Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang secara bertahap menyebabkan kehilangan kekuatan otot-otot dan fungsinya. Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang melemahkan otot. Nama berasal dari kata Yunani dan Latin yang berarti "kelemahan otot"4,5.Miastenia gravis yang berarti kelemahan otot yang serius adalah satu-satunya penyakit neuromuscular yang menggabungkan kelelahan ccepat otot voluntary dan waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu 10 hingga 20 kali lebih lama daripada normal)2.Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial6.

2.2 EpidemiologiMiastenia gravis banyak dijumpai pada orang berusia 10-30 tahun. Dibawah 40 tahun, miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara di atas 40 tahun banyak pada pria dengan puncak usia awitan adalah 20 tahun, dengan rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 3:1. Puncak kedua walaupun lebih rendah daripada yang pertama, terjadi pada laki-laki tua usia dalam decade tujuh puluhan atau delapan puluhan2, 7.Prevalensi miastenia gravis diperkirakan 14 per 100.000 populasi, namun ada juga yang mengatakan 15 per 100.000 populasi, dengan insidensi kasus baru 1 per 100.000 populasi per tahun. Dan 36.000 kasus terjadi di Amerika Serikat2, 8.

2.3 Patofisiologis Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan bercabang berkali-kali dan mampu merangsang 2000 serabut otot yang dipersarafinya disebut unit motorik. Walaupun masing-masing neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot, namun masing-masing serabut otot dipersarafi oleh neuron motorik2.Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot disebut sinaps atau taut neuromuscular. Taut neuromuscular adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: elemaen parasinaptik, elemen pascasinaptik, dan celah sinaptik dengan lebar sekitar 200 diantara dua elemen. Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang berisi vesikel sinaptik dengan neurotransmitter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal (buoton). Membrane plasma akson terminal disebut membrane prasinaps. Elemen pascasinaps (membran pasca enghubung), atau ujung lempeng motorik dari serat otot. Membrane pascasinaps dibentuk oleh invaginasi yang disebut saluran sinaps membrane otot atau sarkolema ke dalam tonjolan banyak lipatan (celah subneural), yang sangat meningkatkan luas permukaan. Membrane pascasinaps juga mengandung reseptor asetilkolin dan mampu membangkitkan lempeng potensial aksi otot. Asetilkolinesterase yaitu enzim yang merusak asetilkolin juga terdapat dalam membrane pascasinaps. Celah sinaptik mengacu pada ruangan antara membrane prasinaptik. Ruang tersebut terisi oleh bahan gelatin yang dapat menyebar melalui cairan ekstraselular (CSF)2.Apabila inpuls saraf mencapai taut neuromuscular, membrane akson prasinaptik terminal terpolarisasi, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik. Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difus dan menyatu dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membrane pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng yang diketahui sebagai ujung lempeng potensial (end-plate potential, EPP). Ketika EPP mencapai puncak membrane otot tidak bertaut yang menyebar sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi melewati celah penghubung neuromuscular, asetilkolin akan dirusak oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal, jumlah asetilkolin yang dilepaskan lebih dari cukup untuk menyebabkan suatu potensial aksi2.Dalam MG, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera autoimun. Antibody terhadap protein reseptor asetilkolin telah ditemukan dalam serum banyak penderita MG. penentuan bahwa hal ini akibat kerusakan reseptor primer atau sekunder yang disebabkan oleh agen primer yang tidak diketahui akan sangat bermanfaat dalam menentukan pathogenesis pasti dari MG2.

Gambar 1. Proses pada neuromuscular junction

Gambar 2. Perbedaan dari neuromuscular junction normal dan neuromuscular junction pada miastenia gravisPada penderita MG, otot tampaknya normal secara makroskopik, walaupun mungkin terdapat atrofi disuse. Atrofi terjadi akibat kurangnya latihan atau aktivitas. Secara mikroskopik, pada beberapa pasien dapat ditemukan infiltrate limfosit dalam otot dan organ lain namun kelainan tidak selalu ditemukan dalam otot rangka2.Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi implus saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membaran postsinaps pada sambungan neuromuskular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70% sampai 90% reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit aut oimun yang bersikap melawan reseptot asetilkolin (AchR) yang merusak transmisi neuromuskular6.Antibodi anti asetilkolin reseptor ditemukan pada 80-90% penderita miastenia gravis. Mekanisme pasti hilangnya toleransi imunologis terhadap reseptor asetilkolin belum dapat di pahami. Miastenia gravis dapat dianggap penyakit yang dimediasi sel B, sebagai antibodi (produk B) yang melawan reseptor asetilkolin adalah penyebab penyakit ini. Meski demikian, peran sel T dalam patogenesis Miastenia gravis menjadi semakin jelas. Timus adalah organ pusat dalam imunitas yang dimediasi sel T. Abnormalitas timus seperti hiperplasia timus atau timoma,terlihat jelas pada penderita miastenia gravis7.Pengikatan antibodi reseptor asetilkolin terhadap reseptor tersebut, menyebabkan gangguan transmisi neuromuskular melalui beberapa jalan. Hubungan silang 2 reseptor asetilkolin berdekatan dengan antibodi anti reseptor asetilkolin, mempercepat internalisasi dan degradasi molekul reseptor asetilkolin, menyebabkan kerusakan pada lipatan junction dari membran post sinapsis. Jalan lainnya adalah dengan menghambat pengikatan asetilkolin pada reseptor asetilkolin, dan menurunkan jumlah reseptor asetilkolin reseptor pada neuromuskular junction dengan merusak lipatan junction pada membran postsinapsis, yang akhirnya menyebabkan penurunan daerah permukaan yang tersedia untukinseri reseptor asetilkolin yang baru disintesa7.Pasien tanpa antibodi anti-reseptor asetilkolin, dikenal sebagai miastenia gravis seronegatif. Banyak dari pasien-pasien ini dengan SNMG yang memiliki antibodi terhadap muscle-specific-kinase (MuSK). MuSK berperan penting dalam diferensiasi postsinaps dan mengumpulkan reseptor asetilkolin. Pasien dengan antibodi anti-MuSK sebagian besar adalh perempuan,dan sering mengenai otot respirasi dan bulbar. Penelitian lain melaporkan, beberapa pasien mengalami kelemahan respirasi, bahu dan leher yang dominan7.

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskularPenurunan hubungan neuromuskularGangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolinJumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran postsinaps

Kelemahan otot-otot

Otot volunterOtot wajah, laring, faringOtot-otot okular

Otot pernapasan

Gangguan otot levator palpebraKelemahan otot-otot rangka

Ketidakmampuan batuk efektif, kelemahan otot-otot pernapasanRegurgitasi makanan ke hidung pada saat menelan, suara abnormal, ketidakmampuan menutup rahang

Ptosis dan diplopiaKrisis miastenia

Kematian

2.4 KlasifikasiKlasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi 4, yaitu7:1. Kelompok I: Miastenia okular. Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan. Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang. Awitan bertahap, seing disertai gejala-gejala okular, berlanjut semaki berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia dan sukar mengunyah lebih nyata dibanding miastenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap trapi obat kurng memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.4. Kelompok III: Miastenia berat akut. Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai trserangnya otot-otot pernafasan. Biasany penyakit berkembang maksimal dala 6 bulan. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.5. Kelompok V: Miastenia berat lanjut. Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala kelompok I& II. Miastenia gravis berkembang perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respn terhadap obat dan prognosis buruk. Disamping klasifikasi tersebut, dikenal pula adanya beberapa bentuk varian miastenia gravis, yaitu9:a. Miastenia neonatusJenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari satu bulan. Jenis ini terjadi pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8 dan disebabkan oleh masuknya antibodi anti-reseptor asetilkolin ke dalam janin melalui plasenta.

b. Miastenia anak-anak (juvenile myasthenia)Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.c. Miastenia kongenitalBiasanya muncul pada saat atau tak lama setelah bayi lahir. Tak ada kelainan imunologik dan antibodi anti-reeptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini tidak progresif.d. Miastenia familialSebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi pada miastenia kogenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.e. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert syndrome)Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Seringkali berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan ocular tidak mencolok, dan reflex tendo menurun atau negative. Sering kali penderita mengeluh mulutnya kering.f. Miastenia gravis antibodi-negatifKurang dari dari para penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya antibodi. Pada umumnya keadaan demikian ini terdapat pada pria dari golongan I (okular) dan IIB. Tiadanya antibodi tidak menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respon terhadap pemberian prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.g. Miastenia gravis terinduksi penisilaminD-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita dapat mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan.

h. BotulismeBotulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf mmotorik. Akibatnbya adalahparalisis berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering menu=imbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (sea food). Intotoksikasi biasanya terjadi sesudah makan makanan dalam kaleng yang tidak sterilisasi secara sempurna.Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian muncul pandangan kabur, disfagia dan disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola desenden selama 4-5 hari, kemudian mencapai taha stabil (plateau). Paralisis otot penafasan dapat terjadi begitu cepat dan vbersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan otot ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut kering, konstipasi, retensi urin).

2.5 Manifestasi KlinisSeperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat hipotesis terbaru bahwa MG adalah suatu gangguan autoimun yang mengganggu fungsi reseptor asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuscular. MG paling sering timbul sebagai penyakit tersembunyi bersifat progresif, yang ditandai oleh kelemahan dan kelelahan otot. Namun keadaan tersebut tetap terbatas pada kelompok otot tertentu. Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada setiap pasien sehingga sulit untuk menentukan prognosis2.Tanda dan gejala yang terdapat pada penderita miastenia gravis antara lain, sebagai berikut 4,7,10,11,12: Kelemahan ototKarakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Pasien dengan penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena penggunaan tenaga yang sedikit seperti menyisir rambut, mengunyah dan berbicara, dan harus menghentikan segalanya untuk istirahat. Gejala yang muncul sesuai dengan otot yang terpengaruh. Otot-otot simetris terkena, umumnya itu dihubungkan dengan saraf kranial. Terkulai/turunnya salah satu atau kedua kelopak mata(ptosis)

Gambar 3. Ptosis (drooping eyelid)Pada 90% pasien gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot levator palpebra kelopak mata. Bila penyakit terbatas pada otot mata, perjalanan penyakit sangat ringan dan tidak meningkatkan angka mortalitas. Mata terlihat tidak terbuka sepenuhnya, jika kelopak mata kemudian penglihatan akan terhalang., hal ini disebut dengan ptosis. Penglihatan kabur atau penglihatan ganda (diplopia) karena kelemahan otot mengendalikan pergerakan mataPenglihatan terhadap gambar lebih dari satu, akibat dari kelemahan otot-otot yang menggerakkan mata bersama-sama secara sejajar. Sebagian orang mengalami penglihatan yang samar (kabur) dibandingkan penglihatan ganda ketika mata melihat. Kelemahan dalam pelukan, tangan, jari, kaki, leher, dan anggota gerak, masalah berjalan dan kesulitan dudukJuga mengenai otot-otot yang mengendalikan pernapasan, leher, dan anggota gerak. Gelang bahu dan pelvis dapat terkena pada kasus berat; dapat terjadi kelemahan umum pada otot skelet. Beberapa pasien sekitar 15% sampai 20% meneluh lemah pada tangan dan otot-otot lengan, dan biasanya berkurang, pada otot kaki mengalami kelemahan, yang membuat pasien jatuh. Berdiri, berjalan, atau bahkan menahan lengan di atas kepala (misal, ketika menyisir rambut) dapat sulit dilakukan. Kelemahan otot wajah, perubahan dalam ekspresi wajahEkpresi wajah pasien yang sedang tidur terlihat seperti patung, hal ini disebabkan karena otot-otot wajah terkena. Otot wajah, laring, dan faring juga sering terlibat dalam MG. keterlibatan ini dapat mengakibatkan regurgitasi melalui hidung ketika berusaha menelan (otot patum); bicara hidung yang abnormal; dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut sebagai tanda rahang menggantung (hanging jaw sign). Dengan terkenanya otot wajah, pasien akan terlihat seperti menggeram bila mencoba tersenyum Sulit menelan Kelemahan pada otot-otot bulbar menyebabkan masalah menguyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan aspirasi. Gangguan berbicara (dysarthia) Pengaruhnya pada laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam membentuk bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata. Sesak napas (merasa seperti Anda tidak bisa mendapatkan cukup udara)Tingkat kelemahan otot yang terjadi pada miastenia gravis, berbeda antara pasien satu dengan pasien yang lain. Mulai dari terlokalisasi yang melibatkan banyak otot, termasuk otot yang mengendalikan pernapasan. Kelemahan diafragma dan otot-otot interkostal progresif menyebabkan gawat napas, yang merupakan keadaan darurat akut. Keterlibatan otot pernapasan dibuktikan dengan batuk lemah, dan akhirnya serangan dispnea, dan ketidakmampuan untuk membersihkan mucus dari cabang trakheobronkial.Secara umum, beristirahat dan agen antikolinesterase dapat meringankan gejala MG. gejala diperberat oleh (1) peubahan keseimbangan hormonal (missal, selama kehamilan, fluktuasi dalam siklus menstruasi, atau gangguan fungsi tiroid); (2) penyakit yang terjadi pada waktu yang bersamaan khususnya infeksi traktus pernapasan atas dan yang berkaitan dengan diare dan demam; (3) emosi kekecewaan, sebagian besar pasien mengalami kelemahan otot yang lebih ketika kecewa; (4) alcohol (khususnya dengan air tonik yang terdiri dari kuinin, yaitu obat yang meningkatkan kelemahan otot) dan obat-obat lain2.

2.6 Pemeriksaan PenunjangDiagnosis miastenia gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis sebagai berikut: bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-apa, makan siang (penderita melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita merasa makin lemah atau mudah lelah, pandangan ganda (diplopia), atau suara makin lemah dan kesulitan menelan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnosis sebagai berikut6,7,9:a. Tes tensilon (edrofonium klorida) atau Acetylcholinesterase InhibitorObat-obat aksi pendek seperti endrophonium atau neostigmine, diberikan untuk menegakkan apakah paresis disebabkan difesiensi aktivasi reseptor asetilkolin postsinapsis. Dengan menghambat asetilkolinestarase pada synaptic cleft.usia hidup transmitter asetilkolinyang dilepaskan dari terminal presinapsis menjadi lebih lama, meningkatkan kemungkinan interaksi dengan reseptor post sinapsis7.Pada subyek normal, usia asetilkolin sinaps lebih dari cukup untuk melakukan interaksi yang memadai agar otot dapat bekerja, sehingga memperpanjang usia asetilkolin lebih jauh tidak meningkatkan kekuatan otot. Ada beberapa bukti bahwa dosis standar edrophonium sebesar 10 mg melemahkan otot normal, kemungkinan melalui hambatan depolarisasi ringan. Sensifitas uji edrophonium sekitar 95% pada myasthenia tergeneralisasi, dan di laporkan serupa pada myasthenia okuler dengan ptosi7.Meski begitu, diplopia gagal merespon pada sekitar sepertiga pasien. Myasthenia yang telah berlangsung lama, mungkin tidak merespon sama sekali.hasil positif palsu juga ditemukan pada kondisi neuromuscular, neuropatik dan sentral lainnya, meliputi brain stem gliomas dan tumor lain7.Endrophonium intervena diberikan dengan dosis awal 2 mg, diikuti setelah satu menit oleh dosis 3-4 mg. Efeknya mulai dirasakan dalam 30-40 detik dan menghilangkan setelah 8-10 menit. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, mka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Dosis pada anak-anak adalah 1 mg untuk pasien dibawah 34 kg dan 2 mg untuk pasien di atas berat tersebut. Efek samping yang umum terjadi adalah aktivitas muskarinik yang berlebihan termasuk keluarnya air mata, air liur, berkeringat, keram perut dan mual. Bradikardi, hipotensi dan sinkope dapat terjadi. Untuk mengatasinya biasanya digunakan atropine. Tes ini berkontarindikasi pada penderita asma dan penyakit kardiak. Sebagai gantinya dapat dilakukan tes tidur7,9.Penilaian efek endrophonium pada myasthenia okuler, harus dilakukan dengan cermat. perbaikan ptosis adalah tanda yang paling meyakinkan. Untuk otot ekstra okuler, pemeriksaan posisi yand digunakan, terkadang disertai Lancaster red-green test atau skrining Hess. Meski begitu, posisi okuler pada sekitar 25% pasien dengan myasthenia akan memburuk dengan penggunaan endrophonium7.Tes ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibody antireseptor asetilkkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negative sementara secara kllinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis. Injeksi endrofonium (Tensilon), merupakan medikasi yang memudahkan transmisi impuls sambungan mioneural, yang digunakan untuk menentukan diagnosa. Dalam 30 detik setelah injeksi intarvena endrofonium, pada banyak pasien miastenia mengalami peningkatan yang banyak sekali tetapi hanya sementara waktu. Peningkatan kekuatan otot muncul setelah pengobatan agens-agens yang menggambarkan tes positif ini dan selalu digunakan dalam menentukan diagnosis6,9.Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangkan ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG9.b. ElektrofisiologisIni digunakan untuk menunjukkan dan menilai kelelahan dan variabIlitas. Penurunan amplitude campuran sebesar 10% setelah diberikan stimulasi repetitif terhadap saraf motorik pada 2-5Hz, dianggap kelemahan abnormal. Stimulasi repetitif menunjukkan hasil positif pada sebagaian besar pasien dengan myastenian tergeneralisasi, tetapi bisa normal pada 50% pasien myasthenia okuler7.Single-fibre EMG memungkinkan dilakukan pemeriksaan hubungan temporal, antara aksi dua serat berbeda dalam satu otot selama kontraksi. Pada penderita myasthenia ketidakstabian trasmisi neuromuscular di tunjukkan oleh variabilitas jitter interval ini. Sensifitas lebih dari 90% pada myasthenia tergeneralisasi dan sekitar 85% pada myasthenia okuler. Karenanya, cara ini lebih baik dari pada stimulasi saraf secara berulang untuk pasien dengan temuan okuler saja. Jitter pada single fiber EMG dalam otot anggota gerak, hanya menunjukkan hasil positif pada 63% pasien dengan myasthenia okuler7.c. Pemeriksaan antibody reseptor asetilkolinIni mengkonfirmasi imunopatologis pada penyakit ini, dan muncul pada 80-90% pasien dengan myasthenia tergeneralisasi dan pada sekitar 50-75% pasien dengan myasthenia gravis okuler. Beberapa pasien denga myasthenia okuler dan titer antibody normal, akan mengalami titer positif yang rendah setelah beberapa bulan. Titer antibody actual tidak berhubungan dengan severitas penyakit, meski perubahan severitas penyakit berhubungan dengan perubahan titer antibody7.Beberpa penelitian menunjukkan titer antibodi positif lebih rendah pada pasien dengan myasthenia okuler, meski penelitian ain tidak menunjukan perbedaan. Antibody pada myasthenia okuler juga dapat berbeda secara kualitatif dari mereka dengan myasthenia tergeneralisasi. Hasil antibody positif palsu tidak biasa, tetapi dapat terjadi pada anggota keluarga pasien myasthenia dan pasien dengan kondisi otoimun lain, seperti systemic lupus erythematosis dan Graves ophthalmopathy7. d. Foto dadaFoto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan scan tomografik9.e. Tes WartenbergBila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita diminta menatap mata tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkenaa akan menujukkan ptosis9.f. Tes prostigminProstigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas disuntikkan intramuskularis atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik9.

2.7 Penatalaksaan MedisTujuan dari pengobatan dari penyakit ini yaitu adalah untuk mengeleminasi atau setidaknya meminimalisasikan gejala. Perlemahan otot yang berat, diobati dengan plasmaferesis atau terapi immunoglobulin intervena (IVIg) dengan onset kerja cepat, terapi berdurasi pendek. Modalitas ini terkadang digunakan secara teru-menerus, jika pasien tidak dapat mentoleransi dengan baik terapi imunosupresan standar. Timektomi dapat meningkatlkan remisi pasien MG7.a. AntikonesteraseObat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relatif tersedia pada persimpangan neuromuskular. Mereka diberikan untuk meningkatkan respons otot-otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan hanya mengurangi simtomatik6,7.Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromida (Mestinon), ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin bromida (Prostigmine)6.Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromide 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang mencolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral settara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atripin 0.5-1.0 mg. pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB7.Banyak pasien lebih suka dengan piridostigmin karena obat ini menghasilkan efek samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak dapat tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan6.Obat-obat anti kolinesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi penyangga makanan lainnya. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, kram abdominal, mual, muntah, diare, salivasi berlebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronchial berlebihan. Efek samping gastro-intestinal dapat dilatasi dengan pemberian propantelin bromide atau atropine.Dosis kecil atrofin, diberikan satu atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping. Efek samping lain dari terapi antikolinesterase mencakup efek samping pada otot-otot skelet, seperti adanya fasikulasi (kedutan halus), spasme otot dan kelemahan. Pengaruh terhadap sistem saraf terdiri dari pasien cepat marah, cemas, insomnia (tidak dapat tidur), sakit kepala, disartria (gangguan pengucapan), sinkope, atau pusing, kejang dan koma. Peningkatan ekskresi saliva dan keringat, meningkatnya sekresi bronkhial dan kulit lembab, dan gejala-gejala ini sebaiknya juga dicatat. Perawat (dan pasien) memprioritaskan untuk memberi obat-obatan yang ditentukan menurut jadwal waktu pemberian, hal ini untuk mengontrol gejala-gejala pasien. Pemberian obat-obatan dapat menyebabkan pasien tidak mampu untuk menelan obat-obat oral dan ini menjadi masalah. Meningkatnya kekuatan otot dalam satu jam setelah pemberian obat antikolinesterase merupakan hasil yang diharapkan6,7.Setelah dosis medikasi telah ditetapkan, pasien mempelajari untuk mengambil obat sesuai dengan kebutuhan individu dan rencena waktu yang ditentukan. Penyesuaian lebih lanjut diperlukan dalam stress fisik atau emosional dan terhadap infeksi baru yang muncul sepanjang perjalanan penyakit6.

b. SteroidDi antara preparat steroid, prednisolon sesuai uuntuk miastenia gravis, dan diberkan sekali sehari secara selang-seling (alternatedays) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap 5-10 mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi sebagaiman halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol tatau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5mg/bulan) dengan tujuan memperokeh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus dihindari7.Prednison, digunakan dalam beberapa hari untuk menurunkan insiden efek samping, dan terlihat dengan akses adanya penekanan penyakit. Kadang-kadang pasien memperlihatkan adanya penurunan kekuatan otot setelah terapi dimulai, tetapi ini biasanya hanya sementara. Pada perawatan dirumah sakit, pasien dapat diberikan bel pemanggil yyang digunakan dalam situasi darurat dan harus dipantau ketat tentang adanya tanda-tanda gagal napas6.c. PlasmaferesisTiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50ml/KgBB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat imunosupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat member hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah7.d. Penatalaksanaan Pembedahan13,14,15Pada pasien miastenia gravis timus tampak terlibat dalam proses produksi antibodi AChR. Timektomi (pembedahan mengangkat timus) menyebabkan pengurangan penyakit substansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperplasia kelenjar timus. Timektomi yaitu membuka sternum karena seluruh timus harus dibuang13.Hal ini dianggap bahwa timektomi pada awal perjalanan penyakit adalah terapi spesifik, sehingga tindakan ini mencegah pembentukan antireseptor antibodi. Setelah pembedahan, pasien dipantau diruang perawatan intensif untuk memberikan perhatian khusus dalam fungsi pernapasan13.Thymectomy telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia gravis sejak tahun 1940dan untuk pengobatanthymomadenga atau tanpa miastenia gravis sejak awal tahun 1900. Telahbanyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara kelenjar timus dengan kejadian miastenia gravis1. Germinal center hiperplasia timus dianggap sebagai penyebab yang mungkin bertanggung jawab terhadap kejadian miastenia gravis. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa terdapat faktor lain sehingga timus kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan dan inisiasi imunologi pada miastenia gravis13.Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien13.Banyak ahli saraf memiliki pengalaman meyakinkan bahwa thymektomi memiliki peranan yangpenting untuk terapi miastenia gravis, walaupun kentungannya bervariasi, sulit untuk dijelaskandan masih tidak dapat dibuktikan oleh standar yang seksama. Secara umum, kebanyakan pasienmulai mengalami perbaikan dalam waktu satu tahun setelah thymektomi dan tidak sedikit yangmenunjukkan remisi yang permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat-obatan). Beberapa ahli percaya besarnya angka resmi setelah pembedahan adalah antara 20-40% tergantung dari jenis thymektomi yang dilakukan. Ahli lainnya percaya bahwa remisi yang tergantung dari semakin banyaknya prosedur ekstensif adalah antara 40-60% lima hingga sepuluh tahun setelah pembedahan13.

Gambar 4. Letak Kelenjar Timus

Krisis miastenik adalah awitan tiba-tiba kelemahan otot pada pasien miastenia dan biasanya akibat dari kurangnya medikasi atau tanpa medikasi kolinergik sama sekali. Selain itu krisis miastenik akibat dari progresi penyakit itu sendiri, gangguan emosional, infeksi sistemik, medikasi khusus, pembedahan atau trauma. Krisis ini bermanifestasi dengan awitan tiba-tiba berupa gawat napas akut dan ketidakmampuan menelan atau bicara. Kelemahan respirasi, laring, dan bulbar muskulatur dapat menyebabkan depresi pernapasan, dan obstruksi jalan napas jika tidak diobati dengan tepat6.Krisis miastenik dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Tindakan terhadap kasus demikian ini adalah sebagai berikut7: Kontrol jalan nafas Pemberian antikolinesterase Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesisKrisis kolinergik disebabkan oleh kelebihan obat-obatan kolinergik atau agens antikholinesterase. Selain itu kelemahan otot dan depresi pernapasan pada krisis miastenik, pasien ini mengalami bervariasi gejala gastrointestinal, yang mencakup mual, muntah dan diare, demikian pula berkeringat, peningkatan produksi saliva dan bradikardi6.Krisis kolinergik disebabkan oleh pemberian antikolinesterase yang berlebihan. Tindakan terhadap kasus demikian ini adalah sebagai berikut: Kontrol jalan napas Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, kemudian diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesisKewaspadaan medikasi. Sejumlah medikasi memperberat miastenia gravis, dan pasien dianjurkan untuk konsul dengan dokter sebleum, mengkonsumsi medikasi apa pun termasuk antibiotik, obat kardiovaskuler, antikejang, obat psikotropik, morfin, quinin, dan agens-agens yang berhubungan, penyakit beta dan obat yang tidak diresepkan. Novokain harus dihindari dan juga nasehat pada pasien dengan gangguan gigi6. 2.8 Asuhan Keperawatan1. Pengkajian Pasien miastenia gravis selalu dikelola sebagai paien di luar rumah sakit yang membutuhkan tes diagnostik atau untuk menatalaksanakan gejala atau komplikasi. Riwayat kesehatan dan pengkajian berfokus pada pasien dan pengetahuan keluarga tentang penyakit dan program pengobatan perlu dikembangkan. Makin mereka banyak mengetahui, makin kecil pasien mengalami komplikasi6. Riwayat Penyakit Saat IniMiastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan (otot-otot palatum); menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal; dank lien tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung3.Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan klien tak lagi mampu membersihkan lendir dari trachea dan cabang-cabangnya3.Pertanyaan yang diajukan dapat berupa8: Apa yang diperhatikan oleh pasien atau orang lain? Kapan kelemahan tampak paling jelas: setelah aktivitas; menjelang malam hari? Adakah kelelahan? Pernahkah ada penglihatan ganda? Adakah msalah bicara, menelan, atau bernapas? Peernahkah pasien menjalani terpai; imunosupresi; anti-kolinergik, atau plasmaferesis? Riwayat Penyakit DahuluKaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi miastenia gravis seperti hipertensi dan diabetes mellitus3.Pertanyaan yang diajukan dapat berupa8: Adakah riwayat kondisi autoimiun lain? Adakah riwayta timoma atau timektomi? Riwayat Penyakit KeluargaKaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan keluhan klien saat ini3.Pengkajian PsikososiokulturalKlien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi pada kebanyakan klien kelemahan otot jika mereka berada dalam keadaan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak mata ptosis, diplopia, dan kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri3.Pengkajian FisikSeperti telah disebutkan sebelumnya, akhir-akhir ini miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuro muscular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok otot tertentu saja. Oleh karena perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada masing-masing klien, maka prognosisnya sulit ditentukan3.Pengkajian yang dapat dilakukan berupa8: Adakah kelemahan otot? Periksa setelah gerakan berulang. Periksa gerakan mata Cari ptosis dan gerakan mata abnormal Minta pasien melihat ke atas Apakah bicara pasien normal atau melemah saat bicara panjang? Minta pasien menghitung sampai 100 Jika ada dugaan gejala pernapasan atau kelemahan, nilai fungsi pernapasan dengan spirometri dan analisa gas darah.B1 (Breathing)Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan3.B2 (Blood)Pengkajian pada system kardiovaskular terutama dilakukan untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan3.B3 (Brain)Pengkajian B3 (Brain) merupakan pengkajian yang paling banyak di antara pengkajian lain pada system persarafan3.Pengkajian Saraf Kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf I-XII. Saraf I. Biasanya pada klien epilepsy tidak ada kelainan, terutama pada fungsi penciuman. Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan ganda. Saraf III, IV, dan VI. Sring didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia, mimik dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada nervus VI.Pengkajian Refleks. Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal3.Pengkajian Sistem Sensorik. Pemeriksaan sensorik pada epilepsy biasanya didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh3.B4 (Bladder)Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume pengeluaran urin, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal3.B5 (Bowel)Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan3.B6 (Bone)Adanya kelemahan otot-otot volunteer memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri3.

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskularPenurunan hubungan neuromuskularGangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolinJumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran postsinaps

Otot-otot okularOtot wajah, laring, faringOtot volunterOtot pernapasanKelemahan otot-otot rangkaGangguan otot levator palpebraRegurgitasi makanan ke hidung pada saat menelan, suara abnormal, ketidakmampuan menutup rahangKetidakmampuan batuk efektif, kelemahan otot-otot pernapasanPtosis dan diplopiaKelemahan otot-otot

Hambatan mobilitas fisikIntoleransi aktivitas

Ketidakefektifan pola napasKetidakefektifdan bersihan jalan napas

Gangguan citra diri

Krisis miasteniaRisiko tinggi aspirasiGangguan pemenuhan nutrisiKerusakan komunikasi verbal

Kematian

Diagnosa Keperawatan1. Pola napas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan2. Jalan napas tidak efektif b.d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun3. Risiko tinggi aspirasi b.d penurunan control tersedak dan batuk efektif4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan5. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot-otot volunteer6. Intoleransi aktifitas7. Gangguan komunikasi verbal b.d disfonia, gangguan bicara8. Gangguan citra diri b.d ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

PerencanaanSasaran pada klien ini meliputi kemampuan klien untuk berkomunikasi dan klien mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi yang dihadapi.

1. Pola napas tidak efektifPola napas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektifKriteria hasil : irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, bunyi napas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal

IntervensiRasionalisasi

Kaji kemampuan ventilasiUntuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat mengkaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan bunyi napas, pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi), dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah paru-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala klinik

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadiDengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi dudukPenurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)Peningkatan RR dan takikardia merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jamAuskultasi dapat menentukan kelainan suara napas paru-paruKemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru-paruPada daerah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar dengan jelasHal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.

Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektifMenekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif

Kolaborasi untuk pemasangan respiratorRespirator mengambil alih fungsi ventilasi yang terganggu akibat kelemahan dari otot-otot pernapasan

2. Intoleransi aktivitasIntoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik secara umum, keletihan

Tujuan: infeksi brunkhopulmonal dapat dkendalikan untuk mengendalikan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernafasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normalKriteria hasil: frekuensi nafas 16-0x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.

IntervensiRasionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitasMenjadi data dasar dalam melakuakn itervensi selanjutnya.

Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuanSasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan. Menjadi partisipan dalam pengobatan, klen harus belajar tentang fakta-fakta dasar mengenai agen-agen antikolineserase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, dan efek toksik. Dan yang terpenting pada penggunaan medikasi dengan tepat waktu adalah ketegasan.

Evaluasi kemampauan aktivitas motorikMenilai tingkat keberhasilan dn terapi yang telah diberikan.

3. Gangguan citra diriGangguan citra diri b.d adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

Tujuan : citra diri klien meningkatKriteria : mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.

IntervensiRasionalisasi

Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemelihara intervensi

Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klienBeberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematianMendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional

Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehatMembantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru

Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaanMembantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan

Anjurkan orang yang terdekat mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinyaMenghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi

Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasiKlien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang

Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi lethargi, dan menarik diriDapat mengindikasikan terjadinya depresi umunya terjadi sebagai pengaruh dari stroke di mana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut

Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasiDapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan

BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanMiastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial.Tanda dan gejala yang terdapat pada penderita miastenia gravis antara lain, sebagai berikut:Kelemahan otot, terkulai/turunnya salah satu atau kedua kelopak mata(ptosis), penglihatan kabur atau penglihatan ganda (diplopia) karena kelemahan otot mengendalikan pergerakan mata, masalah berjalan, cara berjalan yang tidak stabil, kelemahan dalam pelukan, tangan, jari, kaki, leher, dan anggota gerak, kelemahan otot wajah, perubahan dalam ekspresi wajah ,sulit menelan, gangguan berbicara (dysarthia),sesak napas (merasa seperti Anda tidak bisa mendapatkan cukup udara),kesulitan duduk.Diagnosa Keperawatan yang muncul yaitu;Pola napas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan,jalan napas tidak efektif b.d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun,risiko tinggi aspirasi b.d penurunan control tersedak dan batuk efektif, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan,kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot-otot volunteer,intoleransi aktifitas,gangguan komunikasi verbal b.d disfonia, gangguan bicara, gangguan citra diri b.d ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal.

B. SaranGuna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran dan kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan keperawatan untuk penyakit miastenia gravis. Untuk dosen yang mengampu atau dosen yang memberikan tugas dalam pembuatan makalah ini agar dapat menjelaskan pada mahasiswa lebih detail lagi pada bagian yang masih kurang pada pembahasan yang dilakukan pada saat diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Subowo, dr.MSc., PhD. Imunologi klinik edisi ke-2. Bandung: Sagung Setoy. 2010.

2. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC, 2005.

3. Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.

4. Torpy JM., Tiffany JG., Richard MG. Myasthenia Gravis. The Journal of the American Medical Association. 2005; 293(15).

5. Penn AS., Henry JK. Myasthenia Gravis. U.S. Department of Health and Human Services, Office on Womens Health. 2008; 1-5.

6. Brunner, Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.

7. Anonymous. Gangguan Otoimun Pada Otot. Ethical Digest. 2008;49.

8. Myasthenia Gravis: Frequently Asked Questions. Myasthenia Gravis Foundation of America. www.myasthenia.org. 2011.

9. Emergency Management of MG. Myasthenia Gravis Foundation of America. www.myasthenia.org. 2010.

10. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005.

11. Jonathan Gleadle.At a glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : penerbit Erlangga. 2007.

12. Common Question About Myasthenia Gravis. Myasthenia Gravis Foundation of America. www.myasthenia.org. 2011.

13. Common Question About Thymectomy. Myasthenia Gravis Foundation of America. www.myasthenia.org. 2010.27